lapkas

28
BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Demam Tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp (lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, B, C. 1,2 B. Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut. 3 Gambar 1. Salmonella Typhi C. Epidemiologi Demam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air 1

Upload: ollyvia-mariance-kembuan

Post on 01-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

KBM

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. DefinisiDemam Tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp (lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, B, C. 1,2B. EtiologiDemam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut. 3

Gambar 1. Salmonella TyphiC. EpidemiologiDemam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. 4Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.5BAB IILAPORAN KASUS

A. Anamnesis Identitas PasienNama: Nn. N.KJenis Kelamin: PerempuanUsia: 53 tahunPekerjaan: IRTAgama: Kristen ProtestanAlamat : Desa Moreah, Kec Ratatotok, Kab Minahasa TenggaraMasuk RS: 2 April 2015

Keluhan Utama : Demam Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RS dengan keluhan demam sejak 6 hari. Demam dirasakan terutama sore hari, naik perlahan tidak mendadak tinggi, Pasien sebelumnya sudah mengkonsumsi obat penurun panas dan demam dirasakan berkurang bila minum obat tersebut, tetapi demam kembali terjadi jika obat dihentikan. Demam disertai mual, muntah sebanyak 2 kali, muntah berisi sisa makanan dan cairan. Keluhan lain berupa nyeri ulu hati dan nyeri perut bagian atas, serta disertai pusing kadang-kadang dan nafsu makan berkurang. Demam tidak disertai pilek dan batuk. Pasien tidak mengeluh BAB cair. BAB berwarna merah atau kehitaman disangkal. BAK seperti biasa. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya Riwayat penyakit gula diketahui diderita sejak 1 tahun yang lalu dan pernah minum obat gula tapi tidak rutin. Riwayat penyakit darah tinggi, penyakit jantung dan penyakit asam urat urat disangkal oleh penderitaRiwayat Penyakit Keluarga dan LingkunganTidak ada yang mengalami keluhan serupa.B. Pemeriksaan fisikKeadaan Umum : tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisTanda vital:Tekanan darah : 130/90 mmHgNadi : 70 x/menit, regular, isi cukupRR: 22 x / menitSuhu : 38,5 CPemeriksaan status generalis :Kepala : tidak tampak kelainanMata: konjungtiva anemis (-),sclera ikterik (-)THT : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, Leher: tidak ada pembesaran kelenjar getah beningThorax: bentuk normal.- Inspeksi :dalam keadaan statis simetris, dalam keadaan dinamis tidak ada ketinggalan gerak.- Palpasi: stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri- Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas paru normal- Auskultasi: suara nafas vesikuler, ronkhi (-)

Jantung: - Inspeksi : iktus kordis tidak tampak- Palpasi: iktus kordis tidak teraba- Perkusi: batas jantung dalam batas normal- Auskultasi: S1,S2 normal, regular, gallop(-), murmur (-)

Abdomen :

- Inspeksi : datar- Palpasi: nyeri tekan epigastrium (+), Hepar : teraba 1-1 cm bac dan Lien: tidak teraba, - Perkusi: timpani- Auskultasi: bising usus normal (3x/menit)

Ekstremitas : akral hangat, petekie (-), CRT 320, Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan uji widal adalah untuk menentukan adanya agluitinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :a). aglutinin O (dari tubuh kuman)b). aglutinin H (flagella kuman)c). aglutinin Vi (simpai kuman)Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, setelah agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. 1,3,8Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dengan selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibody. Serum yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap antigen Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :1) Titer O yang tinggi atu kenaikan titer O ( 1 : 160) menunjukkan adanya infeksi aktif.2) Titer H yang tinggi ( 1 : 160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah divaksinasi atau pernah terkena infeksi.3) Titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa bakteri

Selain pemeriksaan widal yang menunjukkan peningkatan titer, didapati juga adanya leukopeni yang mengarahkan ke diagnosa demam tifoid. Adapun pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan demam tifoid yaang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu Tes TUBEX yang merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.8Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.9Metode EIA(Enzyme Immuno-Assay) dan metode ELISA(Enzyme Linked Immonosorbent-Assay juga digunakan sebagai pemeriksaan penunjang demam tifoid namun karena biaya yang dibutuhkan untuk pemeriksaan tersebut mahal disertai fasilitas yang masih sangat terbatas maka pemeriksaan tersebut masih jarang digunakan oleh sarana fasilitas pelayanan kesehatan di negara berkembang.10Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Dalam penanganan kasus demam tifoid tidak perlu menunggu hasil kultur karena pemeriksaan ini memerlukan waktu yang cukup lama.1,3,5,6

Penegakan diagnosis awal demam tifoid dan penatalaksanaan yang tepat merupakan hal yang penting. Secara umum terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid yaitu istirahat yang adekuat, hydrasi dan pengobatan penting untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan-elektrolit. Terapi antipiretik harus diberikan jika diperlukan, dalam kasus ini antipiretik yang digunakan adalah Paracetamol 500mg. Makanan yang lunak, harus dilanjutkan pada pasien distensi abdomen atau ileus. Terapi antibiotik penting untuk meminimalisir komplikasi dan pada kasus ini diberikan cefixime yang merupakan golongan sefalosporin generasi ke 3. Pengggunaan chloramphenicol atau amoxicillin diketahhui mempunyai angka kekambuhan masing-masing 5-15% dan 4-14%. Penggunaan antibiotik untuk demam tifoid pada anak juga dipengaruhi oleh prevalensi dari resistensi antimikroba. Berikut adalah antibiotik yang biasa digunakan pada demam tifoid.1,5,6

Pada pasien ini juga ternyata pasien menderita penyakit metabolik yaitu DM Tipe II dan Dislipidemia berdasarkan hasil pemeriksaan lab GDP dan profil lipid, sehingga dalam kasus ini diberikan Metformin 500 mg dan Simvastatin 10 mg, dan untuk penyakit metabolik ini nanti akan dibahas pada pembahasan kasus berikutnya

Prognosis terhadap pasien demam tifoid bergantung kepada kecepatan penegakan diagnosis dan ketepatan terapi antibiotik. Faktor lain yang mempengaruhi meliputi umur pasien, status kesehatan dan nutrisi, serotype Salmonella dan munculnya komplikasi. Meskipun terapi yang didapat tepat, 2-4% seseorang yang terinfeksi dapat kambuh setelah respon awal terapi. Individu yang mengekskresikan S.typhi 3bulan setelah infeksi dianggap sebagai karier kronik. Bagaimanapun resiko untuk menjadi karier rendah pada anak-anak dan meningkat dengan bertambahnya umur. Prognosis pada kasus ini dubia ad bonam karena pada pasien ini belum terjadi komplikasi-komplikasi yang berat. Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid dibagi menjadi komplikasi intestinal dan ekstraintestinal. Intestinal : peritonitis, perdarahan intestinal dan perforasi Ekstraintestinal : ensefalitis, pneumonia, meningitis, osteomielitis, hepatitis. 1,5,6

Pada perawatan hari ke 5 pasien sudah bisa pulang karena sudah 2 hari bebas demam, pemeriksaan fisik dalam batas normal dan keadaan umum sudah baik serta sudah tidak ada lagi keluhan gastronintestinal seperti mual dan muntah. Saran yang diberikan pada pasien ini yaitu untuk menuntaskan terapi khususnya antibiotik selama 14 hari serta untuk tetap mengkonsumsi makanan rendah serat dan selalu menjaga kebersihan serta melakukan kontrol kembali ke RS atau Puskesmas.

ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajiana. Identitas KlienMeliputi Nama, umur jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/ bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnose medic.b. Keluhan UtamaKeluhan utama demam typhoid adalah panas atau demam yang tidak turunturun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi, serta penurunan kesadaran.c. Riwayat Penyakit SekarangPeningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuhd. Riwayat Penyakit DahuluApakah sebelumnya pernah sakit demam tyfoide. Riwayat Penyakit KeluargaApakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitusf. Pola pola fungsi kesehatan1) Pola nutrisi dan metabolismeKlien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali2) Pola eliminasiKlien dapat mengalami konstipasi karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.3) Pola aktivitas dan latihanAktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.4) Pola tidur dan istirahatPola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh5) Pola persepsi dan konsep diriBiasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya6) Pola sensori dan kognitifPada penciuman, perabaan , perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta terdapat suatu waham pada klien7) Pola hubungan dan peranHubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dank lien harus bed rest total.8) Pola penanggulangan stressBiasanya orang tua akan nampak cemasg. Pemeriksaan Fisik1) Keadaan umumDidapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-40C, muka kemerahan.2) Tingkat kesadaranDapat terjadi penurunan kesadaran3) Sistem RespirasiPernafasan rata rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.4) Sistem KardiovaskulerTerjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relative, hemoglobin rendah.5) Sistem IntegumenKulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam6) Sistem GastrointestinalBibir kering pecah pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor(khas), mual muntah, anoreksia dan konstipasi, nyeri perut, perut tersa tidak enak, peristaltic usus meningkat.7) Sistem MuskuloskeletalKlien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan8) Sistem AbdomenSaat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltic usus meningkat.

2. Asuhan Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan.2. Kekurangan Volume Cairan b/d peningkatan suhu tubuh ( mual / muntah).3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan.4. Perubahan nutrisi kurang dari yang di butuhkan tubuh b/d mual, muntah , anoreksia.5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.6. Nyeri b/d Proses peradangan.7. Gangguan pola tidur b/d nyeri, demam .8. Pola napas tidak efektif b/d ketidakseimbangan suplay oksigen dengan kebutuhan, dispnea.9. Perubahan persepsi sensori b/d dengan penurunan kesadaran.10. Kelemahan b/d intake, inadekuat, tirah baring.11. Kecemasan b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanDemam tifoid merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi sering menjadi ancaman untuk negara-negara yang masih berkembang diakibatkan oleh sanitasi yang buruk serta standar hygiene yang masih rendah. Dalam laporan kasus telah membahas penatalaksanaan pasien yang didiagnosa dengan demam tifoid melalui anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang tersedia. Dalam anamnesa didapati adanya tipe demam remiten dan gejala gastrointestinal yang khas untuk demam tifoid dan pada pemeriksaan fisik didapati adanya bradikardi relatif dan hepatomegali serta pada pemeriksaan widal memberikan hasil yang bermakna, maka pasien tersebut didiagnosa dengan demam tifoid dan sudah diberikan terapi serta diet yang sesuai sehingga pada hari perawatan ke 4 keluhan sudah tidak ada, keadaan umum pasien sudah baik dan tanda-tanda vital dalam batas normal maka pasien sudah bisa untuk dipulangkan/ rawat jalan dan selanjutnya kontrol kembali ke RS atau puskesmas dengan tetap menuntaskan program pengobatan sesuai instruksi dokter.

B. Saran1. Dalam penatalaksanaan kasus demam tifoid sangat diperlukan kerja sama yang baik dari pihak dokter, perawat, petugas laboratorium, maupun dari ahli gizi untuk dapat melakukan kolaborasi yang tepat melalui sebuah pencatatan perkembangan pasien yang terintegrasi sehingga pasien demam tifoid bisa mendapatkan penanganan yang baik pula.2. Untuk pemeriksaan penunjang demam tifoid sangat diperlukan jenis pemeriksaan yang tingkat sensitivitas serta spesifisitasnya tinggi yang lebih baik dari pemeriksaan widal sehingga dapat diusulkan pengadaan pemeriksaan Tubex tes di RS3. Dalam asuhan keperawatan khusunya untuk pengkajian nyeri pada pasien ini perlu adanya penilaian dengan menggunakan skala nyeri.

DAFTAR PUSTAKA 1. Widodo Djoko. 2007. Demam Tifoid didalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta FKUI2. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.3. Karsinah, H.M, Lucky. Suharto. H.W, Mardiastuti. 1994. Batang Negatif Gram dalam Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.4. Braunwald. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Edition, New York, 5. World Health Organization. 2003. Background document: the diagnosis, treatment and prevention of thypoid fever. World Health Organization, Geneva. WHO/V&B/03.076. Bhutta ZA. 2006.Clinical Review. Current Concepts in the Diagnosis and Treatment of Thypoid Fever. BMJ; 333: 78-827. Nelwan, R.H.H. 2007. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.8. Lim PL, Tam FCH, Cheong YM, Jegathesan M. 1998. One-Step-2-Minute Test to Detect Typhoid-Specific Antibodies Based on Particle Separation un Tubes. J. Clin Microbiol;36(8);2271-22789. TUBEX-TF. REF 10-029.2005. INSTRUCTION FOR USE. 91-334-09. IDL. Biotech AB. Sweden10. Fadeel MA, Crump JA, Mahoney FJ, Nakhla IA, Mansour AM, Reyad B, et al. Rapid diagnosis of typhoid fever by enzyme-linked immunosorbent assay detection of Salmonella serotype typhi antigens in urine. Am J Trop Med Hyg 2004;70(3):323-8. [Abstract]

19