lap. fisdas b9
TRANSCRIPT
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Menentukan daya putar spesifik dari larutan gula.
II. TEORI DASAR
Polarisasi adalah peristiwa terserapnya sebagian arah getar cahaya.
Polarimeter digunakan untuk mengukur konsentrasi zat aktif optik dalam
larutan. Sudut yang dilalui oleh pemutaran bidang getaran cahaya yang
dipolarisasikan dalam larutan dapat diukur dengan menggunakan
polarimeter.
Polarimeter Lippich merupakan alat yang menerapkan prinsip setangah
bayangan yang menyetelkan persamaan intensitas cahaya pada dua bidang
yang berdampingan. Bundaran gambar polarimeter dibagi menjadi dua
bagian dengan dua arah getar dari cahaya yang dipolarisasikan pada kedua
bagian ini dan yang membentuk sudut kecil . Hal ini diperoleh dengan
penempatan prisma polarisasi yang lebih kecil yang dapat diputarkan di
depan prisma polarisasi yang baku sehingga arah getaran pada separuh
bundaran gambar terputar sedikit terhadap separuh lainnya. Dengan ciri
ini, kita sendiri dapat menyetel berapa besar sudut yang dikehendaki.
Dalam hal ini, analisator juga harus disetelkan pada posisi yang terletak di
tengahnya posisi kedua polarisator, supaya kedua bagian pada gambar
memperoleh penerangan yang sama. Maka fungsi dari polarisator adalah
untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi dari cahaya yang tidak
terpolarisasi sedangkan analisator berfungsi untuk mengurangi intensitas
cahaya terpolarisasi. Gula termasuk salah satu zat yang dapat memutar
bidang polarisasi cahaya. Bila dilarutkan dalam zat cair, larutan gula akan
bersifat memutar bidang polarisasi cahaya. Besarnya sudut permukaan
adalah : A = A0 . K . L
Dimana : A = sudut perputaran
K = konsentrasi larutan
L = panjang jalan yang ditempuh
A0 = konstanta pembanding (daya putar spesifik)
Dalam Metoda Lourent, digunakan skema pada gambar berikut :
Dimana :
P = polarisator, Z = zat pemutar, A = analisator
K = kwartz yang disesuaikan dengan cahaya monokromatis yang
digunakan
Sinar cahaya monokromatis 1 dan 2 setelah melalui P mempunyai arah
polarisasi ‘OR’. Sinar 2 mempunyai arah polarasasi ‘OS’ setelah melalui
K, sedangkan sinar 1 akan tetap. Biasanya arah polarisasi ini diuraikan
pada arah a (komponen ordiner) dan arah b (komponen ekstra ordiner).
Pada komponen ordiner sinar 2 akan terlambat 1800 dari sinar 1. Dengan
memutar analisator kita akan melihat suatu bidang lingkaran yang terbagi
dua, dimana untuk suatu kedudukan dengan arah a kedua bidang terang –
terang dan arah b akan terang – terang bila antara P dan A diletakkan zat
yang berdaya polar, maka ‘OR’ dan ‘OS’ akan berputar pula. Dengan
memutar A lagi akan didapat kedudukan dimana bidang lingkaran tersebut
terang – terang atau terang – gelap lagi. Pada metoda Lippich tidak
digunakan cahaya monokromatis. Untuk mendapatkan medan penglihatan
yang terbagi dua cukup dengan mengganti K dengan nikol yang
mempunyai arah polarisasi yang berbeda sedikit dengan ‘P’. Bila dua
sumber cahaya mempunya intensitas I1, dan intensitas I2 dan kepekaan
mata untuk membedakannya sebanding dengan :
Maka kedudukan a memberikan ketelitian yang lebih besar dair kedudukan
b dalam pengamatan pada percobaan ini.
Catatan: - Kedudukan a adalah terang – terang yang redup.
- Kedudukan b juga terang – terang tetapi cerah.
III. ALAT-ALAT
1. Timbangan
2. Gelas ukur
3. Gula
4. Polarimeter Lippich
5. Pipa zat cair pemutar (20 cm)
IV. CARA KERJA
1. Larutan gula dibuat dengan konsentrasi tertentu dengan menggunakan
gelas ukur.
2. Okuler pada A diatur sehingga bidang lingkaran tampak tegas, terang –
gelap.
3. Keping berskala A diputar, sehingga diperoleh bidang terang – gelap,
lalu mencatat kedudukan ini.
4. Mencari kedudukan terang – gelap, lalu dicatat kedudukannya.
5. Memutar – mutar A, dan mengulangi langkah 3 s/d 4 beberapa kali.
6. Membersihkan pipa zat cair pemutar dengan memasukkan ke dalam
polarimeter.
7. Melakukan langkah 3 s/d 5 untuk tabung kosong ini.
8. Tabung diisi dengan zat cair, diusahakan jangan sampai ada
gelembung udara di dalamnya.
9. Tabung bagian luar dikeringkan terutama ujung–ujungnya, lalu
dimasukkan pipa/tabung ke dalam polarimeter.
10.Melakukan kembali langkah 3 sampai dengan 5.
11.Isi pipa diganti dengan larutan yang telah disiapkan, lalu mengulangi
langkah 10 untuk semua larutan.
V. DATA PERCOBAANKondisi Ruangan Awal Percobaan Akhir Percobaan Satuan
1. Temperatur 28,0 ± 0,5 28,5 ± 0,5 oC
2. Kelembaban 63,3 ± 0,5 64,3 ± 0,5 %
3. Tekanan Udara 74,40 ± 0,01 75,00 ± 0,01 CmHg
No. KenampakanTabung kosong
(6,00 ± 0,05) gram
30 mL 40 mL
Perc.I Perc.II Perc.I Perc.II Perc.I Perc.II
1. T – G 1090,42’ 880,30’ 750,48’ 3010,30’ 2440,36’ 1320,30’
2. G – T 1670,60’ 3380,0’ 60,36’ 1790,0’ 1910,6’ 1800,30’
3. T – T 2230,0’ 180,6’ 310,30’ 460,42’ 2200,0’ 2400,0’
4. G – G 3280,6’ 1470,0’ 1580,48’ 1510,36’ 3360,6’ 3300,12’
Panjang tabung (L) = (13,30 ± 0,05) cm
mGula = (6,00 ± 0,05) gram
Konsentrasi larutan gula
a.
b.
VI. PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Tunjukan dengan data percobaan, bahwa zat pelarut tidak memiliki daya
putar.
Jawab :
Zat pelarut yang digunakan dalam percobaan adalah air dan zat
terlarutnya adalah gula. Zat tersebut sebenarnya tidak memiliki daya
putar terhadap bidang polarisasi tetapi apabila dilihat dari rumus besar
sudut perputaran berbanding lurus dengan panjang jalannya cahaya
dalam larutan, konsentrasi larutan dan konstannta pembanding (daya
putar spesifik). Hal ini dapat dilihat dari besarnya sudut perputaran untuk
mencapai kedudukan tertentu, misalnya pada tabung kosong maupun
tabung yang berisi zat pelarut.
2. Tentuka A dari larutan beserta ketelitiannya.
Jawab :
a Untuk larutan gula 30 mL
L = 13,30 cm = 0,133 m (1/2 dari panjang polarimeter )
Karena L = 0 ( panjang jalan cahaya tetap ), Maka :
Kenampakan T – G
Kenampakan G – T
Kenampakan T – T
Kenampakan G – G
b Untuk larutan gula 40 mL
L = 13,30 cm = 0,133 m (1/2 dari panjang polarimeter )
Karena L = 0 ( panjang jalan cahaya tetap ), Maka :
Kenampakan T – G
Kenampakan G – T
Kenampakan T – T
Kenampakan G – G
3. Buatlah grafik dari A dan K.
Jawab :
4. Hitunglah A dari grafik.
Jawab :
a Untuk larutan gula 30 mL
Kenampakan T – G
Kenampakan G – T Kenampakan T – T
Kenampakan G – G
b Untuk larutan gula 40 mL
Kenampakan T – G
Kenampakan G – T
Kenampakan T – T
Kenampakan G – G
5. Hitunglah A dengan rumus untuk K1 dan K3. Bandingkan dengan no. 4
Jawab :
Perc. I Perc. II
T – G 750,48’ 3010,30’
G – T 60,36’ 1790,0’
T – T 310,30’ 460,42’
G – G 1580,48’ 1510,36’
Perc.I Perc. II
T – G 2440,36’ 1320,30’
G – T 1910,6’ 1800,30’
T – T 2200,0’ 2400,0’
G – G 3360,6’ 3300,12’
Harga rata-rata dari K1
Haga rata-rata dari K2
Perbandingan hasil no. 4 dan no. 5
No. Kenampakan
(6,00 ± 0,05) gram
K1 (30 mL) K2 (40 mL)
No.4 No.5 No.4 No.5
1. T – G 1880,39’ 1880,39’ 1880,33’ 1880,39’
2. G – T 1400,19’ 92,50,18’ 1210,19’ 92,50,18’
3. T – T 1740,0’ 38,50,36’ 500,60’ 38,50,36’
4. G – G 2520,9’ 1540,42’ 2030,42’ 1540,42’
Hasil perhitungan no.4 dan jika dibandingan dengan hasil perhitungan
no.5, data yang diperoleh ternyata antara harga K1 dengan K2 terdapat
hasil yang sama yaitu pada kenampakan Terang–Gelap, tetapi pada
data yang lainnya sangat berbeda. Harga antara K1 dengan K2 pada
pada no.4 dan harga antara K1 dengan K2 pada no.5 hasil yang didapat
berbanding lurus dengan panjang jalannya cahaya dalam larutan,
konsentrasi larutan dan konstannta pembanding (daya putar spesifik).
6. Hitunglah haga rata-rata dari langkah 5.
Jawab :
Harga rata-rata dari K1
Haga rata-rata dari K2
7. Dari harga yang diperoleh no.6, hitunglah K3 dan K4.
Jawab :
Harga untuk K3
Haga untuk K4
8. Bandingkan harga itu dengan harga hasil percobaan. Beri
pembahasannya.
Jawab :
Harga yang didapat dari data percobaan dengan perhitungan diatas
diperoleh hasil yang mendekati dengan hasil yang dilakukan dalam
percobaan. Hal tersebut sebanding dengan rumus besar sudut
perputaran berbanding lurus dengan panjang jalannya cahaya dalam
larutan, konsentrasi larutan dan konstannta pembanding dan juga
dipengaruhi oleh pencatatan data dalam percobaan untuk perhitungan
benar.
VII. DISKUSI
Pada percobaan B-9 ini menerapkan Prinsif Polarisasi yaitu peristiwa
terserapnya sebagian arah getar cahaya. Pada percobaan ini alat yang
digunakan adalah Polarimeter Lippich yaitu alat untuk mengukur sudut
yang dilalui oleh pemutaran bidang getaran cahaya yang dipolarisasikan
dalam larutan dan konsentrasi zat aktif optik dalam larutan.
Bundaran gambar polarimeter dibagi menjadi dua bagian dengan dua arah
getar dari cahaya yang dipolarisasikan pada kedua bagian ini dan yang
membentuk sudut kecil .. Dengan ciri ini, kita sendiri dapat menyetel
berapa besar sudut yang dikehendaki. Analisator juga harus disetelkan
pada posisi yang terletak di tengahnya posisi kedua polarisator, supaya
kedua bagian pada gambar memperoleh penerangan yang sama. Maka
fungsi dari polarisator adalah untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi
dari cahaya yang tidak terpolarisasi, sedangkan analisator berfungsi untuk
mengurangi intensitas cahaya terpolarisasi. Gula termasuk salah satu zat
yang dapat memutar bidang polarisasi cahaya. Bila dilarutkan dalam zat
cair, larutan gula akan bersifat memutar bidang polarisasi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh praktikan dalam melakukan
percobaan untuk mendapatkan hasil perhitungan akhir yang sesuai,
diantaranya :
Ketepatan dalam pembacaan skala ukur derajat pada polarimeter
Lippich.
Ketelitian dalam pengamatan bidang Terang – Gelap (T – G), Gelap -
Terang (G – T), Terang – Terang (T – T) dan Gelap – Gelap (G – G)
dalam pencarian kenampakan yang seterang mungkin.
Usahakan dalam tabung untuk mencegah adanya gelembung udara
pada pipa zat cair pemutar karena hal tersebut dapat mempengaruhi
hasil pengamatan.
VIII. KESIMPULAN
Larutan gula merupakan zat optik aktif yang dapat memutar bidang
polarisasi.
Dari percobaan yang yelah dilakukan menyimpulkan bahwa sudut
putar dalam larutan optik tergantung pada konsentrasi larutan, panjang
jalan yang ditempuh cahaya dalam larutan dan daya putar spesifiknya.
Alat untuk menentukan konsentrasi zat optik aktif dalam larutan
disebur polarimeter dan salah satu alatnya yaitu Polarimeter Lippich.
Hasil perhitungan :
a Untuk larutan gula 30 mL
Kenampakan T – G
Kenampakan G – T
Kenampakan T – T
Kenampakan G – G
b Untuk larutan gula 40 mL
Kenampakan T – G
Kenampakan G – T
Kenampakan T – T
Kenampakan G – G
Harga rata-rata dari K1 Haga rata-rata dari K2
Harga untuk K3 Haga untuk K4
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Listrik dan Optik. Pedoman Praktikum Fisika Dasar II. Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil. Bandung. 2006.