kualitas telur ayam ras yang dipelihara … kualitas telur ayam ras yang dipelihara pada sistem...

77
KUALITAS TE PADA SISTE PEMBERIAN FA UN ELUR AYAM RAS YANG DIPEL EM FREE-RANGE DENGAN WA N NAUNGAN ALAMI YANG BER SKRIPSI NUR AHMAD I 111 11 038 AKULTAS PETERNAKAN NIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 i LIHARA AKTU RBEDA

Upload: duongmien

Post on 14-Jul-2018

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

i

KUALITAS TELUR AYAM RAS YANG DIPELIHARAPADA SISTEM FREE-RANGE DENGAN WAKTU

PEMBERIAN NAUNGAN ALAMI YANG BERBEDA

SKRIPSI

NUR AHMADI 111 11 038

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2015

i

KUALITAS TELUR AYAM RAS YANG DIPELIHARAPADA SISTEM FREE-RANGE DENGAN WAKTU

PEMBERIAN NAUNGAN ALAMI YANG BERBEDA

SKRIPSI

NUR AHMADI 111 11 038

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2015

i

KUALITAS TELUR AYAM RAS YANG DIPELIHARAPADA SISTEM FREE-RANGE DENGAN WAKTU

PEMBERIAN NAUNGAN ALAMI YANG BERBEDA

SKRIPSI

NUR AHMADI 111 11 038

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2015

ii

KUALITAS TELUR AYAM RAS YANG DIPELIHARAPADA SISTEM FREE-RANGE DENGAN WAKTU

PEMBERIAN NAUNGAN ALAMI YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh:

NUR AHMADI 111 11 038

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2015

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nur Ahmad

NIM : I 111 11 038

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama Bab Hasil dan

Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka saya bersedia dibatalkan atau

dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Makassar, 3 Juni 2015

Nur Ahmad

iv

v

KATA PENGANTAR

Alhamdullilahi rabbil alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas segala berkat dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian hingga penyusunan skripsi ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Skripsi ini kupersembahkan untuk Keluargaku tercinta Ayahanda Burhan dan

Ibunda Sappe serta kakakku Murni, Nurlah, juga adikku Nursalam. Skripsi ini dapat

diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil.

Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati, penulis

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M. Sc. sebagai pembimbing utama dan Ibu Dr.

Nahariah, S. Pt, MP. sebagai pembimbing anggota yang telah bersedia meluangkan

waktu dalam membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M. Sc., Prof. Dr. Ir. Ambo Ako M. Sc. dan Ibu

Endah Murpiningrum, S. Pt. MP. sebagai pembahas yang telah memberikan

masukan dalam proses perbaikan skripsi ini.

vi

3. Dekan, Wakil Dekan I, II, III, serta para dosen Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin dan seluruh staf akademik yang telah menerima dan membantu penulis

dalam proses perkuliahan dan administrasi dalam akademik.

4. Ibu Dr. Harfiah, S. Pt, MP. selaku penasehat akademik yang senantiasa

memberikan motivasi yang sangat berarti bagi penulis selama kuliah.

5. Kepada seluruh keluarga Laboratorium Ternak Unggas terima kasih sebesar-

besarnya penulis ucapkan atas bantuan, dukungan, serta motivasinya selama

penulis masih kuliah, penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

6. Kepada Sahabat serta rekan sepenelitian dan seperjuangan Nurjannah. S (Jen), Indri

Putri Utami (Indri), dan Muh. Ridwan B.

7. Terima kasih Kepada teman-temanku KKN UNHAS Gel. 87 Kecamatan Cina Desa

Arasoe, ka Akbar, A. Muh Awal Ridha Syafaat, Nur Munjiah K.P, Rifka Juliani

SH, Meti Yundini, Desvirah Gita Arista, Ayu Lestari Hidayat S. Ip.

8. Kepada Teman-teman “KELAS KECIL PROTEK 011”,“SOLANDEVEN 011” dan

“UKM SOFTBALL-BASEBALL UNHAS”, terima kasih atas kebersamaan dan

motivasinya.

Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Amin.

Makassar, Juni 2015

Nur Ahmad

vii

ABSTRAK

NUR AHMAD. I 111 11 038. Kualitas Telur Ayam Ras yang Dipelihara pada SistemFree-Range dengan Waktu Pemberian Naungan Alami yang Berbeda. DibawahBimbingan: Dr. Ir. Wempie Pakiding, M. Sc dan Dr. Nahariah, S. Pt, MP.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistem pemeliharaanfree-range yang mendapat perlakuan waktu naungan alami yang berbeda terhadapkualitas eksterior dan interior telur ayam ras. Ayam ras petelur (Lohmann Brown)berumur 43 minggu dipelihara secara free-range dan mendapat perlakuan waktunaungan alami yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan dalam bentuk paddock, setiap paddockterdapat 3 ekor ayam sebagai sub ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah ternaungidipagi hari (N1), tidak ternaungi (N2), ternaungi disore hari (N3), ternaungi sepanjanghari (N4). Pengamatan sampel dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada pada hari ke 28(minggu ke 4) dan hari ke 42 (minggu ke 6). Setiap pengamatan digunakan 2 butir telurperulangan sehingga jumlah telur tiap pengamatan sebanyak 24 butir, total keseluruhantelur yang digunakan adalah 48 butir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuannaungan pada sistem pemeliharaan free-range tidak berpengaruh (P>0,05) terhadapkualitas eksterior telur (berat telur, tebal kerabang, warna kerabang), dan kualitasinterior telur (indeks yolk, Indeks Albumen, berat yolk, berat albumen, warna kuningtelur, dan Haugh Unit). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sistem pemeliharaanfree-range yang mendapat perlakuan naungan tidak berpengaruh terhadap kualitaseksterior dan interior telur ayam ras.

Kata Kunci : Free-range, Naungan, Ayam Petelur, Kualitas Telur

viii

ABSTRACT

NUR AHMAD. I 111 11 038. Egg Quality of Laying Hen Raised Free-Range SystemProvision with Different Time of Natural Shade. Under Guidance: Dr. Ir. WempiePakiding, M. Sc and Dr. Nahariah, S. Pt, MP.

The purpose of this studies was to determine the effect of free-range system thatrecieved different time of natural shade on exterior and interior quality of eggs. Layinghen (Lohmann Brown) aged 43 weeks was reared in free-range system with differentnatural shade. The study was carried out using a completely randomized design (CRD)with 4 treatments and 3 replications. Each paddock as replication consisted of threehens as sub. The treatment applied was provision shaded in the morning (N1), noshaded (N2), shaded in the afternoon (N3) and shaded throughout the day (N5). Theobservations were conducted 2 times that was day-28 (week-4) and day-42 (week-6). Ineach observation, two eggs in each replication was investigated so that the number ofeggs in each observation was 24 grains. The total egg used was 48 grains. The resultsshowed that the shading treatmenst were not significantly effected (P> 0.05) the exteriorquality of egg (egg weight, eggshell thickness, eggshell color), and interior quality (yolkindex, albumen index, yolk and albumen weight, yolk color and Haugh Units. Resultsof this study concluded that the raising of laying hen in free-range system that receivedshade treatments do not affect the egg quality of laying hen.

Keywords: Free-range, Natural shade, Laying hen, Egg quality.

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL.......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiii

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Ayam Ras ............................................................... 4

Pemeliharaan Ayam Petelur dengan Sistem Free Range .................. 5

Pengaruh Naungan Terhadap Struktur Ekologois dan TemperaturLingkungan ........................................................................................ 7

Pengaruh Cekaman Panas Terhadap Kualitas Telur ......................... 10

Pengaruh Hijauan Pakan Terhadap Kualitas Telur ............................ 12

Komponen Telur ............................................................................... 13

Kualitas Telur..................................................................................... 16

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ............................................................................. 19

Materi dan Alat .................................................................................. 19

Rancangan Penelitian......................................................................... 19

Prosedur Penelitian ............................................................................ 20

Manajemen Pemeliharaan Ternak...................................................... 21

Parameter Yang Diamati.................................................................... 22

Analisis Data...................................................................................... 24

x

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kualitas Eksterior............................................................................... 25

1. Berat Telur ................................................................................... 25

2. Tebal Kerabang............................................................................ 26

3. Warna Kerabang .......................................................................... 28

B. Kualitas Interior ................................................................................. 29

1. Indeks Yolk (Indeks Kuning Telur).............................................. 29

2. Indeks Albumen (Indeks Putih Telur) .......................................... 31

3. Berat Yolk (Berat Kuning Telur).................................................. 32

4. Berat Albumen (Berat Putih Telur) .............................................. 33

5. Warna Yolk (Warna Kuning Telur).............................................. 35

6. Nilai Haugh Unit.......................................................................... 37

KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 40

RIWAYAT HIDUP

xi

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Komposisi Ransum Basal Selama Penelitian.................................... 22

xii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Skema Paddock ……… ....................................................................... 21

2. Rata-rata Berat Telur Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang Di-pelihara pada Sistem Pemeliharaan Free-range dengan Perlakuanwaktupemberian naungan alami yang berbeda .................................... 25

3. Rata-rata Tebal kerabang Ayam Ras Petelur Lohman Brown YangDipelihara pada Sistem Pemeliharaan Free-range dengan perlaku-an waktu pemberian naungan alami yang berbeda............................... 27

4. Rata-rata Warna kerabang Ayam Ras Petelur Lohman Brown yangDipelihara pada Sistem Pemeliharaan Free-range dengan perlaku-an waktu pemberian naungan alami yang berbeda………................... 28

5. Rata-rata Indeks Yolk Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang Di-pelihara pada Sistem Pemeliharaan Free-range dengan perlakuanwaktu pemberian naungan alami yang berbeda …….. ........................ 30

6. Rata-rata Indeks Albumen Ayam Ras Petelur Lohman Brown yangDipelihara pada Sistem Pemeliharaan Free-range dengan perlaku-an waktu pemberian naungan alami yang berbeda ……...................... 31

7. Rata-rata Berat Yolk Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang Di-pelihara pada Sistem Pemeliharaan Free-range dengan perlakuanwaktu pemberian naungan alami yang berbeda …….. ........................ 33

8. Rata-rata Berat Albumen Ayam Ras Petelur Lohman Brown yangDipelihara pada Sistem Pemeliharaan Free-range dengan perlaku-an waktu pemberian naungan alami yang berbeda ……...................... 34

9. Rata-rata Warna Yolk Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang Di-pelihara pada Sistem Pemeliharaan Free-range dengan perlakuanwaktu pemberian naungan alami yang berbeda …….. ........................ 35

xiii

10. Rata-rata Haugh Unit Ayam Ras Petelur Lohman Brown yang Di-pelihara pada Sistem Pemeliharaan Free-range dengan perlakuanwaktu pemberian naungan alami yang berbeda …….. ........................ 37

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil analisis ragam terhadap berat telur ayam ras petelur yang di-pelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naunganalami yang berbeda …………………………..…………………..……. 46

2. Hasil analisis ragam terhadap tebal kerabang telur ayam ras pete-luryang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberi-an naungan alami yang berbeda ………………….…………………….. 47

3. Hasil analisis ragam terhadap warna kerabang telur ayam ras pete-Lur yang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pembe-rian naungan alami yang berbeda ……………………………………… 48

4. Hasil analisis ragam terhadap Indeks Kuning Telur ayam ras pete-lur yang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberi-an naungan alami yang berbeda……………….….……………..……… 49

5. Hasil analisis ragam terhadap Indeks Putih Telur ayam ras peteluryang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberiannaungan alami yang berbeda …………………………………………… 50

6. Hasil analisis ragam terhadap berat kuning telur ayam ras peteluryang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberiannaungan alami yang berbeda ………………….……..………………… 51

7. Hasil analisis ragam terhadap berat putih telur ayam ras peteluryang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberiannaungan alami yang berbeda ………………….…………..…………… 52

8. Hasil analisis ragam terhadap warna kuning telur ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pembe-rian naungan alami yang berbeda ……………..………………..……… 53

xv

9. Hasil analisis ragam terhadap Haugh Unit telur ayam ras peteluryang dipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberiannaungan alami yang berbeda …………………………………………. 54

10. Data berat kering hijauan setelah 1 bulan pemeliharaan ayam………… 55

11. Data suhu lingkungan tiap perlakuan….……………………..………… 56

1

PENDAHULUAN

Telur ayam ras yang di peroleh dari usaha peternakan unggas, merupakan

produk peternakan yang memiliki permintaan tinggi karena bisa digunakan untuk

membuat berbagai produk olahan. Selain itu telur juga merupakan salah satu bahan

makanan yang mempunyai kandungan gizi yang tinggi karena di dalam telur ayam

terkandung kalori, protein, asam amino esensial dan mineral.

Kehidupan masyarakat yang semakin modern dapat meningkatkan permintaan

pangan yang sehat dan bergizi tinggi. Pangan sehat dan bergizi tinggi bisa diperoleh

dari produk pangan yang diolah secara organik. Pangan organik sekarang ini banyak

diterapkan pada hasil olahan produk pertanian. Saat produk pertanian sudah dikelolah

secara organik, produk-produk peternakan pun dituntut untuk organik demi tersedianya

produk pangan hewani yang sehat bagi tubuh manusia. Oleh karena itu perlu melakukan

suatu pengembangan melalui suatu produk inovasi untuk memenuhi tuntutan tersebut,

salah satunya pada sistem pemeliharaan ayam ras yang dilakukan secara free-range

(dipelihara secara bebas di padang rumput).

Sistem pemeliharaan free-range merupakan sistem pemeliharaan yang

memperhatikan kesejahteraan hewan yang lebih dikenal dengan animal welfare, dimana

pada sistem ini ayam yang dipelihara diumbar pada lahan atau padang pengembalaan.

Sistem pemeliharaan free-range bertujuan untuk mengembalikan sifat-sifat atau insting

alami yang dimiliki oleh ayam seperti beradaptasi dengan cuaca ataupun ancaman lain.

Selain itu ayam juga bisa mencari makanan tambahan yang tersedia di lahan umbaran

seperti hijauan, biji-bijian, serangga, maupun binatang avertebrata dalam tanah.

2

Makanan tambahan yang diperoleh dari lahan umbaran tersebut diyakini bisa memberi

dampak pada perbaikan kualitas telur yang dihasilkan oleh ayam ras. Hasil penelitian

Wempie et al. (2013) melaporkan bahwa warna kuning telur ayam ras yang dipelihara

secara free-range berwarna kuning agak tua lebih baik dibandingkan warna kuning telur

ayam ras yang dipelihara secara intensif berwarna kuning terang.

Faktor pembatas dalam pengembangan sistem free-range didaerah tropis adalah

tingginya intensitas cahaya dan temperatur lingkungan yang menyebabkan waktu ayam

berada dilahan umbaran menjadi lebih singkat. Hasil penelitian Wempie et al. (2013)

melaporkan bahwa ayam yang dipelihara secara free-range didaerah tropis berhenti

merumput dilahan umbaran diatas jam 10.00 dan cenderung memilih untuk bernaung.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Dawkins et al. (2003) melaporkan bahwa ayam

lebih banyak berada dalam naungan pada siang hari selama musim dingin.

Adanya naungan dapat mengurangi cekaman panas yang diterima oleh ayam

sehingga mempengaruhi konsumsi pakan, selain itu naungan memberi pengaruh

terhadap struktur lingkungan ekologis yang dapat berdampak terhadap kualitas dan

kuantitas bahan pakan yang diperoleh dari lingkungan pengembalaan. Pemberian waktu

naungan alami yang berbeda akan mempengaruhi struktur ekologi hijauan serta

intensitas merumput dari ayam. Hal ini akan mempengaruhi kualitas telur yang

dihasilkan, oleh karenanya perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan hal tersebut.

Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

sistem pemeliharaan free-range yang mendapat perlakuan waktu naungan terhadap

kualitas eksterior dan interior telur ayam ras. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai

3

informasi tentang alternatif perlakuan pemeliharaan ayam ras petelur untuk sistem free-

range, dengan waktu naungan yang tetap terutama dalam upaya peningkatan kualitas

telur ayam ras.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Ayam Ras

Ayam terbagi ke dalam dua jenis yaitu ayam pedaging dan ayam petelur. Ayam

jenis pedaging, dibudidayakan untuk menghasilkan daging dalam jumlah yang banyak

dengan kualitas yang baik. Demikian pula ayam petelur dibudidaya untuk menghasilkan

telur dengan jumlah yang banyak dan kualitas yang baik (Zulfikar, 2013).

Asal mula unggas petelur adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar yang

ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun demi tahun ayam

hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Ayam petelur adalah

ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur

memiliki tubuh yang relatif lebih kecil. Produksi telurnya antara 250 sampai 280 butir

per tahun. Telur pertama dihasilkan pada saat berumur 5 bulan dan akan terus

menghasilkan telur sampai umurnya mencapai umur 2 tahun. Umumnya produksi telur

yang terbaik akan diperoleh pada tahun pertama ayam mulai bertelur. Produksi telur

pada tahun-tahun berikutnya cenderung akan terus menurun (Zulfikar, 2013).

Jenis ayam petelur ras terbagi menjadi dua yaitu tipe ayam petelur ringan, tipe

ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan

yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan

berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni White leghorn. Ayam galur ini

sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia dengan

berbagai nama. Tipe yang kedua adalah tipe ayam petelur medium, bobot tubuh ayam

ini cukup berat. Namun, beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan

5

ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam

ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat

menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna.

Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat

yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga (Zulfikar, 2013).

Pemeliharaan Ayam Petelur dengan Sistem Free-range

Secara umum ayam ras dipelihara secara intensif dengan tingkat kepadatan yang

tinggi dan sepanjang hidupnya ayam tidak memiliki kesempatan untuk hidup secara

alami. Sistem free-range saat ini telah dikembangkan sebagai alternatif pola budidaya

untuk menjawab besarnya permintaan konsumen akan produk alami. Sistem budidaya

ini juga dapat meningkatkan efisiensi usaha peternakan ayam ras pada skala usaha yang

lebih kecil di pedesaan oleh karena diusahakan secara ekstensif (Fanatico et al., 2006).

Produk peternakan unggas yang dihasilkan secara alami merupakan makanan

yang lebih sehat dibanding dengan produk peternakan unggas yang dihasilkan dari

sistem budidaya intensif. Diyakini pula bahwa produk dari ayam yang dipelihara pada

sistem free-range lebih sehat dibanding dengan ayam yang dipelihara secara intensif

(Fanatico et al., 2006). Juga diketahui bahwa pemeliharaan secara alami yaitu sistem

pemeliharaan free-range menghasilkan ayam dengan tingkat kesejahteraan lebih tinggi

yang menghasilkan kualitas produk yang lebih baik (Pavlovski et al., 2009). Hal ini

disebabkan ayam yang dipelihara dengan sistem free-range akan mengekspresikan

6

insting yang lebih alami yang mengindikasikan derajat kesehatan ternak (Sosnowka-

Czajka et al., 2007).

Survei terhadap tanggapan publik mengindikasikan bahwa pemeliharaan dengan

sistem free-range memberikan peringkat tertinggi di antara berbagai sistem produksi

ternak. Lopez-Bote et al. (1998) mengemukakan bahwa komposisi kimia dari rumput

meningkatkan konsentrasi omega-3 fatty acid pada telur dan untuk memperbaiki

kesejahteraan, karena ayam dengan bebas bergerak dan mengekspresikan tingkah laku

yang normal.

Rumput atau hijauan yang digunakan dalam sistem pemeliharaan free-range

dapat di peroleh dari rumput atau hijauan yang tumbuh secara liar ataupun melalui

penanaman sendiri dengan memilih jenis rumput yang ingin digunakan pada lahan

umbaran atau pengembalaan. Salah satu jenis rumput yang bisa digunakan adalah

rumput Pahitan (Axonopus compressus). Rumput ini merupakan jenis rumput yang

tumbuh menahun dan membentuk lempengan rapat terutama pada lokasi yang agak

terlindung atau agak terbuka, tinggi tanaman 20-50 cm, daun lanset lebar 6-16 cm dan

panjang 2,5-37 cm (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1968). Menurut Lowry et al

(1992) Rumput Pahitan (Axonopus compressus) memiliki kandungan zat berupa abu

10%, Phospor 0,2%, Kalsium 0,5%, Magnesium 0,3%, Sodium 0,03%, Protein Kasar

11%, Ektrak Eter 3%, Energi Kasar 18 Kcal/g, NDF 69%, ADF 41%, Selulosa 33%,

Lignin 4%, Total Fenol 0,5%, dan Tannin 0%.

Kemampuan ayam dalam mencerna serat kasar tidak terlalu baik yang

disebabkan ayam tidak memiliki enzim untuk mencerna selulosa dan karbohidrat

7

kompleks lainnya (Sloan dan Damron, 2003). Hijauan yang berkualitas tinggi belum

tentu dapat dimanfaatkan secara penuh oleh ayam untuk memperoleh nutrisi dari

material tanaman (Fanatico, 2007). Pada ayam terdapat ceca yang merupakan saluran

buntu pada ujung bawah usus kecil yang berisi mikroorganisme yang mampu mencerna

sebagian serat kasar dan karbohidrat yang dapat dimanfaatkan oleh ayam (Duke, 1986).

Ceca ayam yang dipelihara pada pastur lebih besar dibanding ayam yang tidak

dipelihara pada pastur (Fanatico, 2007).

Menurut Korsten et al. (2003) telur dari ayam yang dikembangkan di pastur

legum mengandung lebih banyak vitamin A dan E dan juga lebih banyak mengandung

asam lemak omega-3 dibandingkan dengan ayam yang dipelihara di dalam kandang.

Castellini et al. (2002) melaporkan bahwa kondisi pemeliharaan yang lebih alami dan

aktivitas yang meningkat pada ayam dapat menurunkan kadar lemak, kolesterol dan

residu antibiotik pada daging dan telur. Ditambahkan oleh Pavlovski et al. (2009)

bahwa dalam pemeliharaan yang alami yaitu sistem pemeliharaan ekstensif (free-range)

menghasilkan ayam dengan level welfare lebih tinggi yang dapat menghasilkan kualitas

produk yang lebih baik.

Pengaruh Naungan Terhadap Struktur Ekologis dan Temperatur Lingkungan

Pada pemeliharaan free-range dengan mengumbar ternak untuk memperoleh

makanan tambahan seperti hijauan turut dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya matahari

yang membantu pertumbuhan hijauan. Secara umum setiap jenis tanaman

membutuhkan cahaya yang berbeda-beda, hal ini karena, setiap tanaman atau jenis

8

pohon mempunyai perbedaan toleransi terhadap cahaya matahari. Ada tanaman yang

sepanjang periode hidupnya memerlukan intensitas cahaya yang berbeda. Ada tanaman

yang tumbuh dengan baik di tempat terbuka, sebaliknya ada juga beberapa tanaman

yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh/bernaung. Tanaman pada umur

muda memerlukan cahaya dengan intensitas rendah dan menjelang pemisahan untuk

pertumbuhan mulai memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi (Sudomo, 2009).

Intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi

sedangkan intensitas cahaya yang rendah akan menganggu jalannya fotosintesa

sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu intensitas cahaya optimal

sangat diperlukan agar pertumbuhan tanaman dapat maksimal dan dapat menghasilkan

bibit berkualitas baik. Pada jenis intoleran, naungan yang terlalu rapat akan

menyebabkan etiolasi sedangkan naungan yang kurang akan mengurangi perlindungan

bibit tanaman dari sinar matahari langsung, curah hujan yang tinggi, angin dan fluktuasi

suhu yang ekstrim (Schmidt, 2002).

Alrasyid (2000) mengemukakan bahwa proses fotosintesa dan metabolisme

suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor luar seperti sinar matahari, tersedianya air, hara

mineral dan kondisi tempat tumbuh. Menurut Sudomo (2009) pertumbuhan diameter

pada tanaman lebih cepat pada tempat terbuka sehingga cenderung pendek dan kekar

dibandingkan tanaman yang hidup dan tumbuh dibawah naungan. Daniel et al. (1997)

menyatakan bahwa intensitas cahaya yang rendah dapat menghambat pertumbuhan

diameter tanaman karena fotosintesis dan spektrum cahaya matahari yang kurang

merangsang aktivitas hormon pada proses pembentukan sel meristematik ke arah

9

diameter batang. Sudomo (2009) yang menyatakan bahwa intensitas cahaya yang relatif

sedikit menyebabkan tanaman cenderung memacu pertumbuhan tingginya untuk

memperoleh sinar yang diperlukan untuk proses fisiologi, sehingga pertumbuhan tinggi

tanaman pada tempat ternaung lebih cepat daripada tempat terbuka. Menurut

Sastrawinata (1984) intensitas cahaya terlalu rendah atau terlalu tinggi akan

menghambat pertumbuhan tinggi tanaman.

Jumlah daun tanaman lebih banyak di tempat ternaung dari pada di tempat

terbuka, begitupun dengan jumlah luas daun. Jumlah luas daun menjadi penentu utama

kecepatan pertumbuhan (Sudomo, 2009). Keadaan seperti ini dapat dilihat pada hasil

penelitian dimana daun-daun yang mempunyai luas daun yang lebih besar mempunyai

pertumbuhan yang yang lebih cepat. Tanaman yang hidup hidup dibawah naungan

mempunyai permukaan daun yang lebih besar daripada tanaman yang hidup di tempat

terbuka. Di tempat terbuka daun mempunyai kandungan klorofil lebih rendah dari pada

tempat ternaungi (Sudomo, 2009).

McDowell (1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya, ternak

memerlukan suhu lingkungan yang optimum. Menurut Togatorop (1979) untuk

memodifikasi iklim mikro yang ada disekitar lingkungan kandang dapat dilakukan

dengan menanam pohon-pohon peneduh disekeliling kandang. Hasil penelitian

Sudaryono (2004) melaporkan bahwa dengan adanya naungan suhu udara didalam

ruangan pada berbagai perlakuan lebih tinggi dibanding suhu udara diluar naungan.

Lama bernaung dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban, radiasi, dan

kecepatan angin. Semakin tinggi suhu udara lingkungan, ternak akan bernaung lebih

10

lama sebagai upaya untuk mempertahankan panas tubuhnya agar tidak naik akibat

cekaman panas dari suhu lingkungan. Semakin tinggi kelembaban udara dan radiasi

matahari di sekitar lingkugan maka ternak akan bernaung lebih lama dengan intensitas

yang semakin rendah. Semakin tinggi kecepatan angin maka ternak akan mengurangi

intensitas lama bernaungnya karena angin dapat mereduksi panas tubuh (Yani dan

Purwanto, 2006).

Pengaruh Cekaman Panas Terhadap Kualitas Telur

Ternak unggas memerlukan suhu optimum untuk pertumbuhan dan produksi

berkisar 15 – 25oC (Esmay, 1978). Indonesia yang beriklim hutan hujan tropis memiliki

suhu rata-rata harian berkisar 27,5oC (Oldeman dan Frere, 1982). Pemeliharaan ayam

petelur pada suhu udara kandang yang lebih tinggi dari kebutuhan optimal akan

menyebabkan ternak mengalami stress panas atau hipertermia, dimana pada kondisi

hipertermia ternak akan menurunkan konsumsi ransum dengan tujuan untuk

mengurangi beban panas metabolisme (heat increament) (Nuriyasa, 2003).

Cekaman panas akan direspon oleh ternak dengan cara mempercepat frekuensi

pernafasan (panting), mengepakkan sayap atau menempelkan badan ke dinding

kandang (Nuriyasa, 2003). Menurut Lesson (1986) proses adaptasi untuk mengatasi

kondisi lingkungan yang tidak optimal akan menyebabkan penggunaan energi untuk

hidup pokok (maintenance) meningkat sehingga penggunaan energi untuk produksi

(telur) menurun, hal ini mengakibatkan efisiensi penggunaan ransum menurun.

11

Tingkah laku yang diperoleh pada awal kehidupan adalah merupakan faktor

yang sangat penting dalam kemampuan ayam untuk dapat merumput. Jika ayam

mempunyai akses ke pastur setiap hari, maka ayam akan belajar untuk memperoleh

rumput dari material tanaman yang masih muda dan sumber protein hidup seperti

serangga, cacing dan umbi-umbian. Penelitian yang dilakukan Chisholm et al. (2003)

memperlihatkan efesiensi penggunaan makanan dari beberapa sistem produksi unggas.

Intensitas sinar matahari dan lama penyinaran menunjukkan pengaruh yang

besar terhadap tingkah laku merumput dari ayam. Penelitian yang dilakukan oleh

Dowkins et al. (2003) melaporkan bahwa ayam lebih banyak berada pada naungan

disiang hari selama musim dingin. Marsdem dan Morris (1987) melaporkan bahwa

konsumsi pakan menurun secara tajam seiring dengan temperatur lingkungan mencapai

temperatur tubuh ayam.

Peningkatan temperatur tubuh ayam diikuti oleh penurunan berat telur dan tebal

kerabang, hal ini disebabkan oleh berkurangnya komsumsi energi dan protein (Cowan

and Michie, 1977). Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Mowbrag and Sykes (1971)

yang menyatakan bahwa produksi telur dapat bertahan pada rate yang sama pada

kandang ayam yang dikontrol secara normal dimana temperatur senantiasa konstan pada

suhu 30oC atau diubah dari 30oC ke 18oC atau dari 35oC ke 13oC. Selama temperatur

panas ayam berada pada kandang naungan dan dapat mempertahankan suhu dingin

melalui mandi debu pada litter atau pada tanah yang telah disemprotkan air.

Produksi dan berat telur ayam buras yang dipelihara pada suhu lingkungan

tinggi (25-31°C) lebih rendah dibandingkan dengan yang dipelihara pada suhu

12

lingkungan rendah (19-25 °C) (Nataamijaya et al., 1990). Menurut Gunawan dan

Sihombing (2004), pada suhu lingkungan tinggi diperlukan energi lebih banyak untuk

pengaturan suhu tubuh, sehingga mengurangi penyediaan energi untuk produksi telur.

Suhu lingkungan tinggi mengakibatkan konsumsi pakan turun, ini berarti berkurangnya

nutrisi dalam tubuh, dan akhirnya menurunkan produksi dan kualitas telur yang

dihasilkan.

Pengaruh Hijauan Pakan Terhadap Kualitas Telur

Menurut Narahari et al. (2005), telur merupakan bahan pangan yang dapat

difortifikasi dengan komponen yang bermanfaat bagi kesehatan melalui modifikasi pada

komposisi pakan, misalnya melalui penambahan ekstrak tanaman. Sehubungan dengan

hal tersebut, Thiruvengadam et al. (2006) yang melakukan penelitian mengenai

penggunaan campuran berbagai jenis hijauan pada pakan ayam ras petelur,

menyimpulkan bahwa telur yang berasal dari ayam yang diberi tambahan campuran

hijauan dapat meningkatkan kualitas telur dengan memperbaiki nilai indeks yolk, indeks

albumen, nilai haugh unit (HU) serta warna yolk lebih baik dibandingkan dengan

control, demikian pula dapat meningkatkan kandungan asam lemak tidak jenuh,

selenium, dan pigmen karotenoid menunjukkan peningkatan, namun menurunkan

kandungan kolesterol pada telur.

Surai et al. (2000) melaporkan bahwa karotenoid yang memberi warna kuning

pada yolk memiliki pengaruh terhadap peningkatan sistem imun melalui peningkatan

metabolisme vitamin A serta hubungannya dengan antioksidan yang terdapat dalam

13

bahan pakan lainnya, dimana antioksidan dapat melindungi membran sel dari

peroksidasi lemak dan menjaga kerja reseptor yang terdapat pada membran sel. Kajian

mengenai sumber karotenoid dalam pakan menunjukkan bahwa warna kuning telur

merupakan hasil deposisi oksikarotenoid, sehingga karotenoid harus berada dalam

keadaan berikatan dengan gugus fungsional yang mengandung oksigen seperti

hydroxyl, keto, dan ester yang memiliki sifat polar agar dapat dibawa dari saluran

pencernaan menuju ovarium dan yolk (Stadelman dan Cotterill, 1995; Surai et al.,

2000).

Jenis dan jumlah karotenoid dalam yolk tergantung pada jenis dan jumlahnya

dalam pakan. Oleh karena, pigmentasi yolk melibatkan penyerapan dan biotranslokasi

karotenoid pakan dari usus menuju ke ovarium (Stadelman dan Cotterill, 1995). Lebih

lanjut dikemukakan oleh Narahari et al. (2005) dan Radwan et al. (2008) bahwa

keberadaan antioksidan dalam pakan akan meningkatkan deposisi karotenoid pada yolk.

Komponen Telur

Telur mempunyai tiga komponen pokok yaitu cangkang telur (11%), putih telur

(58%) dan kuning telur (31%) (Ensminger dan Nesheim, 1992). Struktur telur tersusun

atas: kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran kulit telur, kantung udara,

chalaza, putih telur (albumen), membrane vitelin, kuning telur (yolk) dan bakalan anak

unggas (germ spot). Telur mengandung protein 13%, lemak 12% serta vitamin dan

mineral (Winarno dan Koswara, 2002). Telur mengandung 74% air, tetapi telur

merupakan sumber makanan yang kaya akan protein bermutu tinggi. Komposisi antara

14

putih telur dan kuning telur berbeda, protein lebih banyak terdapat pada putih telur dan

lemak terdapat pada kuning telur.

Cangkang telur merupakan bagian yang paling keras dan kaku. Fungsi utamanya

sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi mikroorganisme (Sirait, 1986). Komponen

cangkang telur terdiri dari 98,2% kalsium, 0,9 magnesium, dan 0,9% fosfor. Umumnya

pada setiap butir telur terdapat kira – kira 7.000-17.000 buah pori-pori yang menyebar

di seluruh permukaan cangkang telur (Stadelman dan Cotterill, 1977). Menurut Sirait

(1986) pada bagian tumpul telur, jumlah pori-pori per satuan luas lebih besar

dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga terjadi rongga di sekitar daerah ini. Telur

yang masih baru pori-porinya masih dilapisi oleh lapisan tipis kutikula yang terdiri dari

90% protein dan sedikit lemak (Sirait, 1986).

Putih telur terdiri dari empat bagian yaitu berturut-turut dari bagian luar sampai

bagian dalam adalah lapisan putih telur encer bagian luar, lapisan putih telur kental

bagian luar, lapisan putih telur encer bagian dalam dan lapisan calazafereous

(Nakamura dan Doi, 2000). Lapisan calazafereous merupakan lapisan tipis tapi kuat

yang mengelilingi kuning telur dan membentuk ke arah dua sisi yang berlawanan

membentuk chalaza (Buckle et al., 1987). Putih telur mengandung asam karbonat yang

merupakan bahan penyusun larutan buffer. Putih telur terurai menjadi CO2 dan H2O.

Sebagian CO2 dan H2O tertinggal dan masuk kedalam kuning telur (Mountney, 1976).

Putih telur yang mengelilingi kuning telur merupakan bagian yang terbesar dari telur

utuh (kurang lebih 60%) (Stadelman dan Cotterill, 1977). Kandungan air putih telur

lebih banyak dibandingkan dengan lainnya sehingga mudah mengalami kerusakan

15

selama penyimpanan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerusakan ini terjadi terutama

disebabkan oleh keluarnya air dari jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai

pembentuk struktur putih telur (Belitz dan Grosch, 1999).

Kuning telur adalah bagian terdalam dari telur, yang terdiri dari membran

vitelin, saluran latebra, lapisan kuning telur gelap, dan lapisan kuning terang. Kuning

telur merupakan lemak yang mengandung 50% bahan padat, yang terdiri dari 1/3

protein dan 2/3 lemak (Belitz dan Grosch, 1999). Umumnya kuning telur berbentuk

bulat, berwarna kuning atau orange, terletak pada pusat telur dan bersifat elastik

(Winarno dan Koswara, 2002). Warna kuning sebagian besar disebabkan oleh zat warna

yang disebut kriptoxantin, sejenis xantofil yang larut alkohol yang berasal dari ransum

ayam yang diberikan, semakin tinggi kandungan pigmen ini semakin kuning yolknya

(Winarno, 1993). Kecerahan kuning telur merupakan salah satu indikator yang dapat

digunakan untuk menentukan kualitas telur. Telur yang masih segar memiliki kuning

telur yang tidak cacat, bersih dan tidak terdapat bercak darah (Sudaryani, 2003). Protein

kuning telur yang berkaitan dengan lemak disebut lipoprotein dan yang berkaitan

dengan fosfor disebut fosfoprotein (Sirait, 1986). Letak kuning telur berada di tengah-

tengah bila telur dalam keadaan normal atau masih segar (Romanoff dan Romanoff,

1963). Selama penyimpanan akan terjadi migrasi air dari bagian putih telur ke kuning

telur dan mengakibatkan presentase bahan padat turun selama penyimpanan (Stadelman

dan Cotterill, 1977).

16

Kualitas Telur

Pengawasan mutu telur dapat dilakukan terhadap keadaan fisik, kesegaran isi

telur, pemeriksaan kerusakan dan pengukuran komposisi fisik. Keadaan fisik dari telur

mencakup hal ukuran (berat, panjang, dan lebar), warna (putih, agak kecoklatan,

coklat), kondisi kulit telur (tipis dan tebal), rupa (bulat dan lonjong) dan kebersihan

kulit telur. Kesegaran isi telur merupakan kondisi dimana bagian kuning telur dan putih

telur yang kental berada dalam keadaan membukit bila telur dipecahkan dan isinya

diletakkan di atas permukaan datar yang halus, misalnya kaca. Penetapan kesegaran isi

telur dapat dilakukan dengan metode subyektif (candling) dan cara obyektif (memecah

telur), untuk menentukan kondisi telur baru atau lama. Metode obyektif dilakukan

dengan cara memecahkan telur dan menumpahkan isinya pada bidang datar dan licin

(biasanya kaca), kemudian dilakukan pengukuran Indeks Kuning Telur (Yolk Index),

Indeks Putih Telur (Albumin Index) dan Haugh Unit (HU) (Koswara, 2009).

Indeks Kuning Telur (IKT) adalah perbandingan tinggi kuning telur dengan

garis tengah kuning telur. Telur segar mempunyai IKT 0,33 - 0,50 dengan rata-rata

0,42. Semakin tua/lama umur telur unggas sejak ditelurkan, IKT menurun karena

penambahan ukuran kuning telur akibat perpindahan air (dari putih ke kuning telur).

Standar untuk IKT adalah sebagai berikut: 0,22 = jelek; 0,39 = rata-rata, dan 0,45 =

tinggi. Indeks Putih Telur (IPT) adalah perbandingan tinggi putih telur (albumin) kental

dengan rata-rata garis tengahnya. Pengukuran dilakukan setelah kuning telur dipisahkan

dengan hati-hati. Telur yang baru mempunyai IPT antara 0,050 - 0,174, tetapi biasanya

17

berkisar antara 0,090 dan 0,120. IPT menurun selama penyimpanan, karena pemecahan

ovomucin yang dipercepat oleh naiknya pH (Koswara, 2009).

Telur dengan mutu yang baik mempunyai HU minimal 72. Telur yang tidak

layak dikonsumsi mempunyai HU kurang dari 30. Pemeriksaan terhadap kerusakan juga

merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk penilaian mutu telur. Cacat atau

kerusakan pada telur antara lain adanya bintik-bintik hitam pada permukaan kulit, retak

(kulit pecah), adanya bercak darah jika diamati dengan candling, adanya cacing,

pertumbuhan janin, perubahan ukuran kantung udara, serta adanya kebusukan

(Koswara, 2009).

Menurut Yunita (2014) bahwa kualitas telur dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Kualitas AA (Mutu 1)

Kondisi telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal. Kedalaman

kantung udara tidak boleh lebih dari 3,2 mm (SNI : < 0,5 cm). Putih telur harus

bersih, kental dan stabil, dengan konsistensi seperti gelatin, Ketika diteropong,

kuning telur tidak bergerak-gerak, berbentuk bulat, terletak ditengah telur,

kuning telur bersih dari bercak darah atau noda apapun. Bayangan batas-batas

kuning dan putih telur ketika di teropong tidak terlihat jelas.

b. Kualitas A (Mutu 2)

Cangkang telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal.

Kedalaman rongga udara tidak boleh lebih dari 4,8 mm (SNI : 0,5-0,9 cm). Putih

telur harus bersih, dan kental. Bayangan batas-batas kuning dan putih telur

18

ketika diteropong mulai terlihat agak jelas. Kuning telur berbentuk bulat,

posisinya di tengah, harus bersih, dan tidak ada bercak atau noda.

c. Kualitas B (Mutu 3)

Cangkang bersih, tidak boleh retak, agak kasar, dan mungkin bentuknya

abnormal. Kantung udara lebih dari 1,6 mm (SNI : > 1 cm). Putih telur encer,

sehingga kuning telur bebas bergerak saat diteropong. Ada noda sedikit, tetapi

tidak boleh ada benda asing lainnya dan bagian kuning belum tercampur dengan

putih. Kuning telur terlihat gepeng (pipih) bentuknya, agak melebar, bintik atau

noda darah mungkin ada, tetapi diameternya tidak boleh lebih dari 3,2 mm.

19

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari - April 2015 bertempat di

Laboratorium Ternak Unggas, Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin.

Materi dan Alat

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam ras petelur strain

Longman Brown berumur 43 minggu dari salah satu perusahaan pembesaran pullet

yang ada di Kabupaten Maros, ransum basal berupa campuran konsentrat, jagung dan

dedak, tissue. Alat yang digunakan adalah kandang, alat pencampur pakan, sendok, rak

telur (egg tray), timbangan, meja kaca, jangka sorong, Yolk colour fan/Roche, egg

quality slide ruler, micrometer, Colorimeter Portable TES 135 Digital Color.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan secara experimental dengan menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 3 ulangan (setiap ulangan terdiri atas 3 ekor

ayam sebagai sub-ulangan). Perlakuan yang diterapkan adalah pemeliharaan dengan

perlakuan berikut:

N1 = Pemeliharaan free-range yang ternaungi di pagi hari ( pukul 06.30-12.00 )

N2 = Pemeliharaan free-range tanpa naungan ( Pukul 06.30-17.30)

N3 = Pemeliharaan free-range yang ternaungi di sore hari ( pukul 12.00-17.30)

N4 = Pemeliharaan free-range ternaungi sepanjang hari ( pukul 06.30-17.30 )

20

Prosedur Penelitian

1. Ternak

Penelitian ini menggunakan ternak sebanyak 36 ekor ayam ras petelur strain

Longman Brown yang telah berumur 43 minggu. Dalam setiap perlakuan menggunakan

9 ekor ayam ras yang dibagi dalam 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri atas 3 ekor

ayam ras.

2. Paddock (Lapangan Rumput Kecil)

Untuk pembuatan paddock digunakan lahan yang telah diolah dengan cara

mencangkul rumput liar yang ada pada lahan hingga bersih, kemudian mengukur lahan

yang akan digunakan menggunakan meteran dengan menyesuaikan ukuran yang

diperlukan untuk pembuatan paddock. Untuk meningkatkan kesuburan lahan sebelum

ditanami rumput, lahan diberikan pupuk feses ayam kering sebanyak 50 g/m2. Tiga hari

kemudian dilakukan penanaman rumput menggunakan anakan dari rumput Pahitan

(Axonopus compressus).

Lahan yang telah jadi kemudian dikelompokkan untuk pemberian perlakuan.

Setiap kelompok perlakuan selanjutnya dibagi kedalam tiga Paddock ulangan yang

masing-masing berukuran 4 x 3,25 m dengan tingkat kepadatan 4 m2/ekor. Sebelum

paddock digunakan terlebih dahulu dilakukan pemotongan rumput agar tingkat

pertumbuhannya bisa seragam dan untuk menghindari ayam berpindah ke paddock lain,

setiap Paddock diberi pagar keliling. Lahan dikelompokkan kedalam 4 kelompok

perlakuan yaitu ternaungi pagi (N1= naungan berada di sebelah Timur lahan), tidak

21

ternaungi (N2= tidak ada naungan disekitar lahan), ternaungi sore (N3= naungan berada

di sebelah Barat lahan), dan ternaungi sepanjang hari (N4= naungan berada di sebelah

timur dan barat lahan yang saling menyambung). Berikut ini adalah skema dari

perlakuan Paddock:

U

T B

Gambar 1. Skema Paddock

3. Kandang dan Fasilitas

Kandang yang digunakan berukuran 1 x 1 m, terbuat dari balok kayu beratap

rumbia berdinding rang roket dan dilengkapi dengan tempat bertengger, sarang bertelur

serta tempat pakan dan minum juga pipa saluran pakan. Jumlah kandang sebanyak 12

buah dan ditempatkan secara permanen pada bagian pinggir setiap Paddock ulangan.

Manajemen Pemeliharaan Ternak

Selama proses pemeliharaan dan pengamatan, ayam diberi pakan campuran

antara jagung, dedak dan konsentrat komersil yang disusun secara isokalori dan

isoprotein sesuai dengan rekomendasi NRC. Pemberian air minum dilakukan secara

adlibitum.

N11

N2 N33

N4

22

Tabel 1. Komposisi Ransum Basal selama Penelitian

Bahan Pakan Komposisi (%)

Konsentrat Layer 33,33

Jagung Kuning 50,00

Dedak 16,67

Protein Kasar 17,6*

* Dihitung berdasarkan rekomendasi Nationel Research Coucil (Anonim,1994).

Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada every day basis (120g/ekor/hari)

yang diberikan pada pagi dan sore hari dengan jumlah yang sama masing-masing 60

g/ekor/1 kali pemberian. Pengumpulan telur dilakukan pada pagi hari (jam 10.00), dan

sore hari (jam 17.30).

Parameter yang Diamati

Pengambilan sampel untuk pengamatan kualitas telur dilakukan pada waktu

yang sama setelah penerapan perlakuan yaitu pada hari ke 28 (minggu ke 4) dan hari ke

42 (minggu ke 6). Setiap pengamatan digunakan 2 butir telur perulangan sehingga

jumlah telur tiap pengamatan sebanyak 24 butir sehingga keseluruhan telur yang

digunakan adalah 48 butir dengan pengamatan yang dilakukan sebagai berikut :

1. Kualitas Eksterior

a. Berat telur diperoleh dengan menimbang telur.

b. Warna kerabang telur, dengan menggunakan alat Colorimeter Portable TES 135

Digital Color.

23

c. Tebal Kerabang; Telur yang telah dipecah dikeluarkan membran bagian

dalamnya selanjutnya dilakukan pengukuran tebal kerabang dengan

menggunakan micrometer.

2. Kualitas Interior

Pengamatan dilakukan dengan memecah telur diatas kaca datar dan mengamati:

a. Indeks Kuning Telur (yolk); adalah perbandingan tinggi kuning telur dengan garis

tengah kuning telur dihitung dengan rumus (Koswara, 2009):

Indeks yolk =a. Indeks Putih Telur (albumen); adalah perbandingan tinggi putih telur (albumen)

kental dengan rata-rata garis tengahnya dihitung dengan rumus (Koswara, 2009):

Indeks albumen =b. Berat yolk dan albumen dipisahkan selanjutnya dilakukan penimbangan pada

masing-masing bagian.

c. Warna yolk diukur dengan menggunakan Colorimeter Portable TES 135 Digital

Color.

3. Nilai Haugh Unit:

Menurut Kurnia et al. ( 2012 ) nilai Haugh Unit dapat di hitung dengan rumus:

HU = 100log (H + 7,57 − 1,7.W , )Keterangan:

H = Tinggi putih telur (mm)

W= Berat telur (g)

24

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan menggunakan Program SPSS. Model matematik yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Yi j = μ + αi + εij i = 1,2,3,4

j = 1,2,3

dimana:

Yij = Nilai parameter taraf ke i dan pada ulangan ke j.

μ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan pada taraf ke i

εij = Pengaruh galat dari satuan ulangan ke-j yang memperoleh

perlakuan ke-i

Apabila perlakuan nyata terhadap perubah yang diukur maka dilanjutkan

dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz,1991).

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kualitas Eksterior

1. Berat Telur

Rata rata berat telur ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara pada

sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami

yang berbeda disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata Berat Telur Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berat telur pada sistem pemeliharaan free-

range yang mendapat perlakuan waktu naungan alami yang berbeda berkisar antara

59,674-63,22 g. Menurut BSN (2008), Telur ayam konsumsi diklasifikasi berdasar

bobot telur yaitu kecil <50g, sedang 50-60g, besar >60g. Telur ayam komersial

memiliki berat sekitar 55-65 g/butir (Anonim, 2011).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari

perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda terhadap berat telur ayam ras

petelur strain Lohman Brown yang dipelihara secara free-range. Ayam yang mendapat

63,22

010203040506070

N1

Ber

at T

elur

(g)

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kualitas Eksterior

1. Berat Telur

Rata rata berat telur ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara pada

sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami

yang berbeda disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata Berat Telur Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berat telur pada sistem pemeliharaan free-

range yang mendapat perlakuan waktu naungan alami yang berbeda berkisar antara

59,674-63,22 g. Menurut BSN (2008), Telur ayam konsumsi diklasifikasi berdasar

bobot telur yaitu kecil <50g, sedang 50-60g, besar >60g. Telur ayam komersial

memiliki berat sekitar 55-65 g/butir (Anonim, 2011).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari

perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda terhadap berat telur ayam ras

petelur strain Lohman Brown yang dipelihara secara free-range. Ayam yang mendapat

62,999 61,963 59,674

N2 N3

Perlakuan

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kualitas Eksterior

1. Berat Telur

Rata rata berat telur ayam ras petelur strain Lohman Brown yang dipelihara pada

sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami

yang berbeda disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata Berat Telur Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berat telur pada sistem pemeliharaan free-

range yang mendapat perlakuan waktu naungan alami yang berbeda berkisar antara

59,674-63,22 g. Menurut BSN (2008), Telur ayam konsumsi diklasifikasi berdasar

bobot telur yaitu kecil <50g, sedang 50-60g, besar >60g. Telur ayam komersial

memiliki berat sekitar 55-65 g/butir (Anonim, 2011).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari

perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda terhadap berat telur ayam ras

petelur strain Lohman Brown yang dipelihara secara free-range. Ayam yang mendapat

59,674

N4

26

naungan melakukan aktivitas lebih banyak sehingga energi yang diperlukan untuk

pembentukan telur berkurang, dan Ayam yang tidak mendapatkan naungan cenderung

mengalami stress panas.

Zona suhu nyaman (comfort zone) pada daerah tropik untuk ternak ayam adalah

antara 15 sampai 250C (El Boushy dan Marle, 1978). Menurut Wahyu (1997) bahwa

berat telur dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk genetik, tahap kedewasaan, umur,

obat dan zat makanan dalam pakan. Hafez (2000) menyatakan bahwa ukuran telur

unggas baik itu besar ataupun kecil sangat dipengaruhi oleh kandungan protein dan

asam-asam amino dalam pakan. Menurut Latifah (2007) ukuran telur mempengaruhi

bentuk telur dan bentuk telur sendiri ditentukan oleh jumlah albumin yang disekresi

oleh bagian magnum pada oviduk.

2. Tebal Kerabang

Rata-rata tebal kerabang telur ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-

range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada

Gambar 3.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tebal kerabang telur pada sistem

pemeliharaan free-range yang mendapat perlakuan waktu pemberian naungan alami

yang berbeda berkisar antara 0,34-0,35 mm. Tebal kerabang telur berkisar antara 0,33-

0,35 mm (Steward and Abbott, 1972).

27

Gambar 3. Rata-rata Tebal Kerabang Telur Ayam Ras Petelur yang Dipelihara padaSistem Pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberiannaungan alami yang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa sistem pemliharaan free-range

yang mendapat perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda tidak

berpengaruh terhadap tebal kerabang telur ayam ras petelur strain Lohman Brown.

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini sudah berumur 43 minggu dan mungkin

telah berada pada tahap akhir puncak produksi selain itu di lahan umbaran ayam bisa

saja memperoleh sumber kalsium tambahan seperti batu-batu atau pakan lain yang

diperoleh saat mengais. Menurut Anonim (2011) puncak produksi telur ayam petelur

yaitu sekitar 94-95% dalam kurun waktu ± 2 bulan (di umur 25 minggu).

Hargitai et al. (2011) menyatakan tebal tipisnya kerabang telur dipengaruhi oleh

strain ayam, umur induk, pakan, stres dan penyakit pada induk. Salah satu yang

mempengaruhi kualitas kerabang telur adalah umur ayam, semakin meningkat umur

ayam kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin tipis, warna

kerabang semakin memudar, dan berat telur semakin besar (Yuwanta, 2010). Anonim

(2011) menyatakan masalah kerabang telur tipis dan lembek bisa bersumber dari nutrisi

ataupun karena infeksi penyakit.

0,35

0

0,1

0,2

0,3

0,4

N1Teba

l Ker

aban

g (

mm

)

27

Gambar 3. Rata-rata Tebal Kerabang Telur Ayam Ras Petelur yang Dipelihara padaSistem Pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberiannaungan alami yang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa sistem pemliharaan free-range

yang mendapat perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda tidak

berpengaruh terhadap tebal kerabang telur ayam ras petelur strain Lohman Brown.

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini sudah berumur 43 minggu dan mungkin

telah berada pada tahap akhir puncak produksi selain itu di lahan umbaran ayam bisa

saja memperoleh sumber kalsium tambahan seperti batu-batu atau pakan lain yang

diperoleh saat mengais. Menurut Anonim (2011) puncak produksi telur ayam petelur

yaitu sekitar 94-95% dalam kurun waktu ± 2 bulan (di umur 25 minggu).

Hargitai et al. (2011) menyatakan tebal tipisnya kerabang telur dipengaruhi oleh

strain ayam, umur induk, pakan, stres dan penyakit pada induk. Salah satu yang

mempengaruhi kualitas kerabang telur adalah umur ayam, semakin meningkat umur

ayam kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin tipis, warna

kerabang semakin memudar, dan berat telur semakin besar (Yuwanta, 2010). Anonim

(2011) menyatakan masalah kerabang telur tipis dan lembek bisa bersumber dari nutrisi

ataupun karena infeksi penyakit.

0,35 0,34

N2 N3

Perlakuan

27

Gambar 3. Rata-rata Tebal Kerabang Telur Ayam Ras Petelur yang Dipelihara padaSistem Pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberiannaungan alami yang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa sistem pemliharaan free-range

yang mendapat perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda tidak

berpengaruh terhadap tebal kerabang telur ayam ras petelur strain Lohman Brown.

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini sudah berumur 43 minggu dan mungkin

telah berada pada tahap akhir puncak produksi selain itu di lahan umbaran ayam bisa

saja memperoleh sumber kalsium tambahan seperti batu-batu atau pakan lain yang

diperoleh saat mengais. Menurut Anonim (2011) puncak produksi telur ayam petelur

yaitu sekitar 94-95% dalam kurun waktu ± 2 bulan (di umur 25 minggu).

Hargitai et al. (2011) menyatakan tebal tipisnya kerabang telur dipengaruhi oleh

strain ayam, umur induk, pakan, stres dan penyakit pada induk. Salah satu yang

mempengaruhi kualitas kerabang telur adalah umur ayam, semakin meningkat umur

ayam kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin tipis, warna

kerabang semakin memudar, dan berat telur semakin besar (Yuwanta, 2010). Anonim

(2011) menyatakan masalah kerabang telur tipis dan lembek bisa bersumber dari nutrisi

ataupun karena infeksi penyakit.

0,35

N4

28

3. Warna Kerabang

Rata rata warna kerabang ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-

range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada

Gambar 4.

Gambar 4. Rata-rata Warna Kerabang Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Semakin tinggi nilai maka warna kerabang semakin cokelat.Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai warna kerabang telur pada sistem

pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang

berbeda berkisar antara 12,496-14,474, semakin tinggi nilai warna akan menunjukan

bahwa kulit telur juga semakin cokelat. Warna kerabang telur ayam ras strain lohman

Brown secara umum adalah coklat.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan free-range

dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda tidak berpengaruh

terhadap warna kerabang telur. Hal ini disebabkan karena warna pada kerabang telur

dipengaruhi oleh genetik. Warna kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi dua warna

utama, putih dan coklat. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik dari masing-

14,474

0

3

6

9

12

15

18

N1

War

na K

erab

ang

28

3. Warna Kerabang

Rata rata warna kerabang ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-

range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada

Gambar 4.

Gambar 4. Rata-rata Warna Kerabang Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Semakin tinggi nilai maka warna kerabang semakin cokelat.Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai warna kerabang telur pada sistem

pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang

berbeda berkisar antara 12,496-14,474, semakin tinggi nilai warna akan menunjukan

bahwa kulit telur juga semakin cokelat. Warna kerabang telur ayam ras strain lohman

Brown secara umum adalah coklat.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan free-range

dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda tidak berpengaruh

terhadap warna kerabang telur. Hal ini disebabkan karena warna pada kerabang telur

dipengaruhi oleh genetik. Warna kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi dua warna

utama, putih dan coklat. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik dari masing-

12,496 13,368 13,285

N2 N3

Perlakuan

28

3. Warna Kerabang

Rata rata warna kerabang ayam ras petelur yang dipelihara pada sistem free-

range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada

Gambar 4.

Gambar 4. Rata-rata Warna Kerabang Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Semakin tinggi nilai maka warna kerabang semakin cokelat.Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai warna kerabang telur pada sistem

pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang

berbeda berkisar antara 12,496-14,474, semakin tinggi nilai warna akan menunjukan

bahwa kulit telur juga semakin cokelat. Warna kerabang telur ayam ras strain lohman

Brown secara umum adalah coklat.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan free-range

dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda tidak berpengaruh

terhadap warna kerabang telur. Hal ini disebabkan karena warna pada kerabang telur

dipengaruhi oleh genetik. Warna kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi dua warna

utama, putih dan coklat. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik dari masing-

13,285

N4

29

masing ayam (Romanoff dan Romanoff, 1963). Warna coklat pada kerabang

dipengaruhi oleh porpirin yang tersusun dari protoporpirin, koproporpirin, uroporpirin,

dan beberapa jenis porpirin yang belum teridentifikasi (Miksik et al., 1996).

Menurut penelitian Gosler et al. (2005) pigmen protoporpirin pada pada telur

coklat memiliki Hubungan dengan ketebalan kerabang, diyakini bahwa protoporpirin

memiliki fungsi dalam pembentukan kekuatan struktur kerabang.Warna kerabang

selain dipengaruhi oleh jenis pigmen juga dipengaruhi oleh konsentrasi pigmen warna

telur dan juga struktur dari kerabang telur (Hargitai et al., 2011). Menurut Yuwanta

(2010) warna kerabang telur yang memudar dipengaruhi oleh umur ayam. Telur dengan

warna coklat tua lebih kuat dan tebal dibanding telur yang berwarna coklat terang

(Joseph et al., 1999).Warna kerabang telur dalam pembentukannya juga dipengaruhi

oleh asupan nutrisi atau obat tertentu selain itu Kondisi lingkungan dan penyakit juga

bisa berpengaruh terhadap optimal tidaknya pewarnaan kerabang telur (Anonim, 2011).

B. Kualitas Interior

1. Indeks Yolk (Indeks Kuning Telur)

Rata rata indeks yolk (indeks kuning telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 5.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks yolk pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar

antara 0,394-0,416. Telur segar mempunyai Indeks Yolk antara 0,33-0,50 dengan rata-

rata 0,42 (Koswara, 2009).

30

Gambar 5. Rata-rata Indeks Yolk Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh (P>0,05) dari

sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami

yang berbeda terhadap Indeks Yolk. Ayam yang dipelihara secara sistem free-range

bisa mendapatkan sumber pakan tambahan secara bebas pada lahan umbaran yang

mungkin mengandung nilai gizi tinggi seperti protein. Menurut Tuti (2009) kualitas

indeks yolk bergantung pada besar kuning telur. Faktor-faktor yang mempengaruhi

indeks yolk antara lain lama penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, kualitas

membran vitelin dan nutrisi pakan (Argo et al., 2013). Menurut Argo et al. (2013)

kualitas membrane vitelin dan pakan dengan kandungan protein yang memenuhi

kebutuhan ayam memberikan pengaruh besar bagi indeks yolk, dimana penurunan

kekuatan daya ikat maupun keadaan membrane vitelin yang mulai melemah akan

menyebabkan nilai indeks menjadi rendah.

0,405

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

N1

Inde

ks Y

olk

30

Gambar 5. Rata-rata Indeks Yolk Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh (P>0,05) dari

sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami

yang berbeda terhadap Indeks Yolk. Ayam yang dipelihara secara sistem free-range

bisa mendapatkan sumber pakan tambahan secara bebas pada lahan umbaran yang

mungkin mengandung nilai gizi tinggi seperti protein. Menurut Tuti (2009) kualitas

indeks yolk bergantung pada besar kuning telur. Faktor-faktor yang mempengaruhi

indeks yolk antara lain lama penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, kualitas

membran vitelin dan nutrisi pakan (Argo et al., 2013). Menurut Argo et al. (2013)

kualitas membrane vitelin dan pakan dengan kandungan protein yang memenuhi

kebutuhan ayam memberikan pengaruh besar bagi indeks yolk, dimana penurunan

kekuatan daya ikat maupun keadaan membrane vitelin yang mulai melemah akan

menyebabkan nilai indeks menjadi rendah.

0,404 0,394

N2 N3

Perlakuan

30

Gambar 5. Rata-rata Indeks Yolk Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh (P>0,05) dari

sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami

yang berbeda terhadap Indeks Yolk. Ayam yang dipelihara secara sistem free-range

bisa mendapatkan sumber pakan tambahan secara bebas pada lahan umbaran yang

mungkin mengandung nilai gizi tinggi seperti protein. Menurut Tuti (2009) kualitas

indeks yolk bergantung pada besar kuning telur. Faktor-faktor yang mempengaruhi

indeks yolk antara lain lama penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, kualitas

membran vitelin dan nutrisi pakan (Argo et al., 2013). Menurut Argo et al. (2013)

kualitas membrane vitelin dan pakan dengan kandungan protein yang memenuhi

kebutuhan ayam memberikan pengaruh besar bagi indeks yolk, dimana penurunan

kekuatan daya ikat maupun keadaan membrane vitelin yang mulai melemah akan

menyebabkan nilai indeks menjadi rendah.

0,416

N4

31

2. Indeks Albumen (Indeks Putih Telur)

Rata-rata indeks albumen (indeks putih telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Rata-rata Indeks Albumen Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Albumen pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar

antara 0,067-0,079. Menurut Koswara (2009) telur yang baru memiliki indeks albumen

antara 0,050-0,174.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pemberian

naungan alami pada sistem pemeliharaan free-range tidak berpengaruh (P>0,05)

terhadap indeks albumen. Pemeliharaan ayam secara sistem free-range memungkinkan

ayam bisa mendapatkan pakan tambahan berupa protein dari lahan umbaran seperti

serangga, cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan dari hijauan tanpa ada pengaruh

0,079

0

0,05

0,1

N1

Inde

ks A

lbum

en

31

2. Indeks Albumen (Indeks Putih Telur)

Rata-rata indeks albumen (indeks putih telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Rata-rata Indeks Albumen Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Albumen pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar

antara 0,067-0,079. Menurut Koswara (2009) telur yang baru memiliki indeks albumen

antara 0,050-0,174.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pemberian

naungan alami pada sistem pemeliharaan free-range tidak berpengaruh (P>0,05)

terhadap indeks albumen. Pemeliharaan ayam secara sistem free-range memungkinkan

ayam bisa mendapatkan pakan tambahan berupa protein dari lahan umbaran seperti

serangga, cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan dari hijauan tanpa ada pengaruh

0,0790,067 0,069

N2 N3

Perlakuan

31

2. Indeks Albumen (Indeks Putih Telur)

Rata-rata indeks albumen (indeks putih telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Rata-rata Indeks Albumen Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Albumen pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar

antara 0,067-0,079. Menurut Koswara (2009) telur yang baru memiliki indeks albumen

antara 0,050-0,174.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pemberian

naungan alami pada sistem pemeliharaan free-range tidak berpengaruh (P>0,05)

terhadap indeks albumen. Pemeliharaan ayam secara sistem free-range memungkinkan

ayam bisa mendapatkan pakan tambahan berupa protein dari lahan umbaran seperti

serangga, cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan dari hijauan tanpa ada pengaruh

0,074

N4

32

dari adanya naungan. Protein pakan akan memberi pengaruh pada viskositas telur yang

kemudian mempengaruhi indeks albumen, dimana indeks albumen itu sendiri

ditentukan oleh tinggi putih telur kental dan diameternya, sehingga indeks albumen

telur sangat dipengaruhi oleh protein pakan (Argo et al., 2013). Semakin kental putih

telur berarti semakin tinggi indeks albumen berarti semakin tinggi pula sumber protein

pakan yang dikonsumsi (Sudaryani, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai indeks albumen antara lain lama

penyimpanan, suhu tempat penyimpanan dan nutrisi pakan (Argo et al., 2013). Menurut

Koswara (2009) indeks albumen telur menurun selama penyimpanan , karena

pemecahan ovomucin yang dipercepat oleh naiknya pH. Menurut Romanoff dan

romanoff (1963), perubahan kekentalan putih telur atau pengenceran bisa disebabkan

oleh umur ayam dan peningkatan lama simpan telur.

3. Berat Yolk (Berat Kuning Telur)

Rata-rata berat yolk (berat kuning telur) ayam ras petelur strain Lohman Brown

yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 menunjukkan bahwa berat yolk pada sistem pemeliharaan free-range

dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar antara 15,38-

15,693 g. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan sistem free-range

dengan waktu pemberian naungan alami yang berbeda tidak berpengaruh (P>0,05)

terhadap berat yolk ayam ras petelur strain Lohman Brown. Pemeliharaan secara sistem

33

free-range memungkinkan ayam mendapatkan pakan tambahan dari lahan umbaran

seperti serangga, cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan dari hijauan yang mungkin

mengandung protein tinggi.

Gambar 7. Rata-rata Berat Yolk Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Berat yolk dan ukuran besar kecilnya dipengaruhi oleh konsumsi protein, kuning

telur yang kecil terbentuk apabila konsumsi protein rendah dan sebaliknya jika

konsumsi protein tinggi maka akan terbentuk kuning telur yang lebih besar (Sihombing

et al., 2006). Menurut Argo et al. (2013) berat yolk dipengaruhi oleh kandungan lemak

karena deposit lemak terbanyak berada di dalam kuning telur, dimana asam lemak yang

banyak terdapat terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat.

4. Berat Albumen (Berat Putih Telur)

Rata-rata berat albumen (berat putih telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 8.

15,511

0

3

6

9

12

15

18

N1

Ber

at Y

olk

(g)

33

free-range memungkinkan ayam mendapatkan pakan tambahan dari lahan umbaran

seperti serangga, cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan dari hijauan yang mungkin

mengandung protein tinggi.

Gambar 7. Rata-rata Berat Yolk Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Berat yolk dan ukuran besar kecilnya dipengaruhi oleh konsumsi protein, kuning

telur yang kecil terbentuk apabila konsumsi protein rendah dan sebaliknya jika

konsumsi protein tinggi maka akan terbentuk kuning telur yang lebih besar (Sihombing

et al., 2006). Menurut Argo et al. (2013) berat yolk dipengaruhi oleh kandungan lemak

karena deposit lemak terbanyak berada di dalam kuning telur, dimana asam lemak yang

banyak terdapat terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat.

4. Berat Albumen (Berat Putih Telur)

Rata-rata berat albumen (berat putih telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 8.

15,38 15,562 15,693

N2 N3

Perlakuan

33

free-range memungkinkan ayam mendapatkan pakan tambahan dari lahan umbaran

seperti serangga, cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan dari hijauan yang mungkin

mengandung protein tinggi.

Gambar 7. Rata-rata Berat Yolk Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Berat yolk dan ukuran besar kecilnya dipengaruhi oleh konsumsi protein, kuning

telur yang kecil terbentuk apabila konsumsi protein rendah dan sebaliknya jika

konsumsi protein tinggi maka akan terbentuk kuning telur yang lebih besar (Sihombing

et al., 2006). Menurut Argo et al. (2013) berat yolk dipengaruhi oleh kandungan lemak

karena deposit lemak terbanyak berada di dalam kuning telur, dimana asam lemak yang

banyak terdapat terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat.

4. Berat Albumen (Berat Putih Telur)

Rata-rata berat albumen (berat putih telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 8.

15,693

N4

34

Gambar 8. Rata-rata Berat Albumen Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan Free-range dengan perlakuan waktu pemberian naunganalami yang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Gambar 8 menunjukkan bahwa berat albumen pada sistem pemeliharaan free-

range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar antara

34,418-37,015 g. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda pada sistem pemeliharaan free-range tidak

berpengaruh terhadap berat albumen ayam ras petelur strain Lohman Brown. Ayam

yang dipelihara secara sistem free-range bisa mendapatkan pakan tambahan berupa

protein dari lahan umbaran seperti serangga, cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan

dari hijauan tanpa ada pengaruh dari adanya naungan.

Kandungan Protein yang tinggi dalam pakan menyumbangkan protein yang

tinggi pula didalam putih telur (Argo et al., 2013). Hal yang sama juga di kemukakan

oleh Yuanita (2003) bahwa protein yang tinggi dalam pakan akan mempengaruhi

sintesis protein albumen dan kuning telur, sedangkan albumen dan kuning telur

merupakan komponen terbesar didalam telur yang secara langsung menentukan bobot

37,015

0

15

30

45

N1

Ber

at A

lbum

en (

g)

34

Gambar 8. Rata-rata Berat Albumen Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan Free-range dengan perlakuan waktu pemberian naunganalami yang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Gambar 8 menunjukkan bahwa berat albumen pada sistem pemeliharaan free-

range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar antara

34,418-37,015 g. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda pada sistem pemeliharaan free-range tidak

berpengaruh terhadap berat albumen ayam ras petelur strain Lohman Brown. Ayam

yang dipelihara secara sistem free-range bisa mendapatkan pakan tambahan berupa

protein dari lahan umbaran seperti serangga, cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan

dari hijauan tanpa ada pengaruh dari adanya naungan.

Kandungan Protein yang tinggi dalam pakan menyumbangkan protein yang

tinggi pula didalam putih telur (Argo et al., 2013). Hal yang sama juga di kemukakan

oleh Yuanita (2003) bahwa protein yang tinggi dalam pakan akan mempengaruhi

sintesis protein albumen dan kuning telur, sedangkan albumen dan kuning telur

merupakan komponen terbesar didalam telur yang secara langsung menentukan bobot

38,234 36,586 34,418

N2 N3

Perlakuan

34

Gambar 8. Rata-rata Berat Albumen Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan Free-range dengan perlakuan waktu pemberian naunganalami yang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Gambar 8 menunjukkan bahwa berat albumen pada sistem pemeliharaan free-

range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar antara

34,418-37,015 g. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda pada sistem pemeliharaan free-range tidak

berpengaruh terhadap berat albumen ayam ras petelur strain Lohman Brown. Ayam

yang dipelihara secara sistem free-range bisa mendapatkan pakan tambahan berupa

protein dari lahan umbaran seperti serangga, cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan

dari hijauan tanpa ada pengaruh dari adanya naungan.

Kandungan Protein yang tinggi dalam pakan menyumbangkan protein yang

tinggi pula didalam putih telur (Argo et al., 2013). Hal yang sama juga di kemukakan

oleh Yuanita (2003) bahwa protein yang tinggi dalam pakan akan mempengaruhi

sintesis protein albumen dan kuning telur, sedangkan albumen dan kuning telur

merupakan komponen terbesar didalam telur yang secara langsung menentukan bobot

34,418

N4

35

telur yang dihasilkan. Putih telur memiliki kandungan air lebih banyak dibandingkan

bagian telur lainnya sehingga akan mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan

(Romanoff dan Romanoff, 1963).

5. Warna Yolk ( Warna Kuning Telur)

Rata-rata warna yolk (warna kuning telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 9.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna yolk pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda

menggunakan alat Colorimeter Portable TES 135 Digital Color memiliki nilai berkisar

antara 52,318-55,658. Nilai warna yolk yang semakin tinggi mengartikan bahwa telur

memiliki warna kuning yang semakin gelap atau mengarah kewarna orange atau jingga.

Gambar 9. Rata-rata Warna Yolk Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Nilai semakin tinggi berarti warna yolk semakin kuning gelapatau orange jingga. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

55,221

0

25

50

75

N1

War

na Y

olk

35

telur yang dihasilkan. Putih telur memiliki kandungan air lebih banyak dibandingkan

bagian telur lainnya sehingga akan mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan

(Romanoff dan Romanoff, 1963).

5. Warna Yolk ( Warna Kuning Telur)

Rata-rata warna yolk (warna kuning telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 9.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna yolk pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda

menggunakan alat Colorimeter Portable TES 135 Digital Color memiliki nilai berkisar

antara 52,318-55,658. Nilai warna yolk yang semakin tinggi mengartikan bahwa telur

memiliki warna kuning yang semakin gelap atau mengarah kewarna orange atau jingga.

Gambar 9. Rata-rata Warna Yolk Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Nilai semakin tinggi berarti warna yolk semakin kuning gelapatau orange jingga. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

53,251 55,658

N2 N3

Perlakuan

35

telur yang dihasilkan. Putih telur memiliki kandungan air lebih banyak dibandingkan

bagian telur lainnya sehingga akan mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan

(Romanoff dan Romanoff, 1963).

5. Warna Yolk ( Warna Kuning Telur)

Rata-rata warna yolk (warna kuning telur) ayam ras petelur strain Lohman

Brown yang dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu

pemberian naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 9.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna yolk pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda

menggunakan alat Colorimeter Portable TES 135 Digital Color memiliki nilai berkisar

antara 52,318-55,658. Nilai warna yolk yang semakin tinggi mengartikan bahwa telur

memiliki warna kuning yang semakin gelap atau mengarah kewarna orange atau jingga.

Gambar 9. Rata-rata Warna Yolk Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda. Nilai semakin tinggi berarti warna yolk semakin kuning gelapatau orange jingga. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

52,318

N4

36

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu naungan alami yang berbeda tidak berpengaruh

terhadap warna yolk ayam ras petelur strain Lohman Brown. Hasil yang sama juga

diperoleh pada penggunaan yolk color fun bahwa warna tiap perlakuan tidak jauh

berbeda. Hal ini disebabkan karena ayam mengkonsumsi hijauan dari lahan umbaran

yang memberi pengaruh warna pada kuning telur yang dihasilkan.

Jenis dan jumlah karatenoid yang ada dalam kuning telur tergantung pada

jumlahnya dalam pakan yang dikonsumsi ayam. Karotenoid memberikan warna kuning

pada yolk (Surai et al.,2000). Menurut Winarno (1993), warna kuning sebagian besar

disebabkan oleh zat warna yang disebut kriptoxantin, sejenis xantofil. Hal yang sama

juga dikemukakan Argo et al. (2013) bahwa warna yolk dipengaruhi zat-zat yang

terkandung dalam pakan seperti xanthofil, beta karoten, klorofil, dan cytosan. Pigmen

ini secara fisiologis akan diserap oleh organ pencernaan usus halus dan diedarkan ke

organ target yang membutuhkan (Sahara, 2011). Menurut Romanoff dan Romanoff

(1963) setiap ayam mempunyai kemampuan berbeda untuk mengubah pigmen karoten

menjadi warna kuning telur. Menurut Argo et al. (2013) pemberian hijauan segar atau

kering yang unggul akan membantu diproduksinya warna yolk yang lebih menarik.

Pakan yang mengandung lebih banyak karoten seperti xantofil akan menyebabkan

warna yolk semakin jingga kemerahaan (Yamamoto et al., 2007).

37

6. Nilai Haugh Unit

Rata-rata Nilai Haugh Unit telur ayam ras petelur strain Lohman Brown yang

dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian

naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Rata-rata Haugh Unit Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan Free-range dengan perlakuan waktu pemberian naunganalami yang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Haugh Unit pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar

antara 72,764-77,925. Telur dengan mutu yang baik mempunyai HU minimal 72

(Koswara, 2009).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pemberian naungan

alami yang berbeda pada sistem pemeliharaan free-range tidak berpengaruh terhadap

Haugh Unit. Pemeliharaan ayam secara sistem free-range, memungkinkan ayam bisa

mendapatkan pakan tambahan berupa protein dari lahan umbaran seperti serangga,

cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan dari hijauan tanpa ada pengaruh dari adanya

naungan.

77,925

0

25

50

75

100

N1

Hau

gh U

nit

37

6. Nilai Haugh Unit

Rata-rata Nilai Haugh Unit telur ayam ras petelur strain Lohman Brown yang

dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian

naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Rata-rata Haugh Unit Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan Free-range dengan perlakuan waktu pemberian naunganalami yang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Haugh Unit pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar

antara 72,764-77,925. Telur dengan mutu yang baik mempunyai HU minimal 72

(Koswara, 2009).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pemberian naungan

alami yang berbeda pada sistem pemeliharaan free-range tidak berpengaruh terhadap

Haugh Unit. Pemeliharaan ayam secara sistem free-range, memungkinkan ayam bisa

mendapatkan pakan tambahan berupa protein dari lahan umbaran seperti serangga,

cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan dari hijauan tanpa ada pengaruh dari adanya

naungan.

77,925 72,764 73,632

N2 N3

Perlakuan

37

6. Nilai Haugh Unit

Rata-rata Nilai Haugh Unit telur ayam ras petelur strain Lohman Brown yang

dipelihara pada sistem pemeliharaan free-range dengan perlakuan waktu pemberian

naungan alami yang berbeda disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Rata-rata Haugh Unit Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada SistemPemeliharaan Free-range dengan perlakuan waktu pemberian naunganalami yang berbeda. Vertikal bar mengindikasikan standar deviasi.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Haugh Unit pada sistem pemeliharaan

free-range dengan perlakuan waktu pemberian naungan alami yang berbeda berkisar

antara 72,764-77,925. Telur dengan mutu yang baik mempunyai HU minimal 72

(Koswara, 2009).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pemberian naungan

alami yang berbeda pada sistem pemeliharaan free-range tidak berpengaruh terhadap

Haugh Unit. Pemeliharaan ayam secara sistem free-range, memungkinkan ayam bisa

mendapatkan pakan tambahan berupa protein dari lahan umbaran seperti serangga,

cacing, hewan avertebrata lainnya, bahkan dari hijauan tanpa ada pengaruh dari adanya

naungan.

77,405

N4

38

Stadelman and Cotterill (1977) menyatakan bahwa nilai HU tergantung pada

tinggi rendahnya bobot telur dan tebal albumen. Menurut Wilson (1975) bentuk telur

merupakan ekspresi dari kandungan protein pakan. Protein pakan akan mempengaruhi

viskositas telur yang mengidentifikasi kualitas interior telur, kemudian dapat

mempengaruhi indeks haugh telur (Argo et al., 2013). Struktur gel albumen dibentuk

oleh ovomucin, jika jala-jala ovomicun banyak dan kuat maka albumen akan semakin

kental dan viskositas albumennya tinggi.

39

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa sistem

pemeliharaan free-range yang mendapat perlakuan waktu naungan alami yang berbeda

tidak berpengaruh terhadap kualitas eksterior (berat telur, tebal kerabang, warna

kerabang) dan interior (Yolk Indeks, Albumen Indeks, berat yolk, berat albumen, warna

yolk, Haugh Unit) telur ayam ras, tetapi terdapat kecenderungan bahwa pemberian

naungan alami pada pagi hari memiliki kualitas telur yang lebih baik pada berat telur,

warna kerabang, indeks albumen dan nilai haugh unit dibanding pada perlakuan

lainnya.

Saran

Dilihat dari segi kualitas eksterior dan interior telur disarankan untuk

pemeliharaan ayam ras petelur secara free-range dapat dilakukan tanpa menggunakan

naungan ataupun dengan menggunakan naungan.

40

DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid, H., Sumarhani dan Yetti Haryati. 2000. Percobaan penanaman padi gogo dibawah tegakan hutan tanaman Acacia mangium di BKPH Parung Panjang. JawaBarat. Buletin Penelitian Hutan. 621: 27-54.

Anonim. 1994. National Research Council/Nutrient Requirements of Poultry. 9th ed.National Academy Press. Washington, DC.

Anonim. 2011. Telur dan Problematikanya. https:// info. Anonim. co. id/index. php/artikel/ layer/ penyakit/ telur- dan- problematikanya. Diakses pada tanggal 15Mei 2015.

Argo, L. B., Tristiarti dan I. Mangisah. 2013. Kualitas telur ayam arab petelur fase Idengan berbagai level Azolla microphylla. Animal Agricultural Journal. 2(1):445-447.

Backer, C. A. and R. C. Bakhuizen van den Brink Jr. 1968. Flora of Java. Vol. III.Groningen. Wolters Noordhof.

Belitz, H. D and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Spinger. Germany.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2008. SNI 3926:2008 Telur Ayam Konsumsi.BSN. Jakarta.

Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Castellini, C., C. Mugnai, and A. Dal Bosco. 2002. Effect of organic productionsystem on broiler carcass and meat quality. Meat Sci. 60: 219-225.

Chisholm, J., D. Trott, C. Zivnuska, J. Cox and M. Seipel. 2003. Pastured poultryresearch bulletine. Kirksville, MO: Truman State University AgriculturalScience.

Cowan, P. J and W. Michie. 1997. Environmental temperature and choice feeding ofthe broiler. Br. J. nutr. 40: 311- 315.

Daniel, T. W., J. A. Helms dan F. S Baker, 1997. Prinsip-Prinsip Silvikultur.Terjemahan Joko Marsono dan Oemi Hani'in. Edisi Kedua. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

41

Dawkins, M. S., P. A. Cook, M. J. Whittingham, K. A. Mansell, and A. E. Harper.2003. What makes free-range broiler chickens range? In situ measurement ofhabitat preference. Animal Behaviour. 66(1): 151-160.

Duke, G. E. 1986. Alimentary Canal: Anatomy, Regulation, Of Feeding, And Motility.In Avian Physiology, 289-32. Pringer-Verlag. New York.

El Boushy, A.R. dan A.L Van Morle. 1978. The effect 0f climate on poultry physiologyin the tropic and their improvement. World’s Poultry Sci. #4: 155-169.

Ensminger, L. E., and M. C. Nesheim. 1992. Poultry Science. 3rd Edition. InterstatePublisher Inc. US.

Esmay, M. 1978. Principle of Animal Environment. 2nd Ed. The AVI PublishingCoInc. New York.

Fanatico A. C., P. B. Pillai, L. C. Cavitt, J. L. Emmert, J. F.Meullenet, C. M. andOwens. 2006. Evaluation of slower-growing genotypes grown with and withoutoutdoor access: sensory attributes. Poultry Sci. 85: 337-343.

Fanatico A. C. 2007. Spesiality Poultry Production: Impact of Alternative Genotype,production System, and nutrition on Performance, Meat Quality and SensoryAttributes of Meat Chickens Free-range and Organic Markets. phD diss.,University of Arkans.

Gaspersz. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung.

Gosler, A. G., J. P. Higham, S. J. Reynolds. 2005. Why are bird’s eggs speckled. EcolLett. 8: 1105-1113.

Gunawan dan D. T. H. Sihombing. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadapkondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Wartazoa. 14(1): 31-38.

Hafez, E. S. E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lea & Febiger.Philadelphia. P: 385-398.

Hargitai, R., R.Mateo, J. Torok. 2011. Shell thickness and pore density in relation toshell colouration female characterstic, and enviroental factors in the collaredflyctcher ficedula albicolis. J. Ornithol.152:579-588.

Joseph, N. S., N. A. Robinson, R. A. Renema, dan F. E. Robinson. 1999. Shell qualityand color variation in Broiler eggs. J. Appl. Poult. Res. 8 :70-74.

42

Korsten, H. D., G. L. Crews, R. C. Stout, and P. H. Patterson. 2003. The impact ofoutdoor coop housing and forage based diets vs. cage housing and mash diets onhen performance, egg composition and quality. Paper presented at theinternational poultry scientific forum. Atlanta.

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek). eBookPangan.com.

Kurnia, S. D., K. Praseno dan Kasiyati. 2012. Indeks Kuning Telur (IKT) dan HaughUnit (HU) Telur Puyuh Hasil Pemeliharaan dengan Pemberian KombinasiLarutan Mikromineral (Fe, Co, Cu, Zn) dan Vitamin (A, B1, B12, C) SebagaiDrinking Water. Anatomi dan Fisiologi. xx(2): 24-31.

Latifah, R. 2007. The increasing of afkir duck’s egg quality with pregnant mare’s serumgonadotropin (Pmsg) hormones. Jurnal Protein. 14(1): 21-30.

Leeson, S. 1986. The Fire of Life and Introduction to Animal Energitics. John WileyAnd Sons Inc. New York.

Lopez-Bote, C. J., R. Sanz-Arias, A. Castano, B. Isabel, and J. Thos, 1998. Effect offree-range feeding on n-3 fatty acid and a-tocopherol content and oxidativestability of eggs. Anim. Feed Sci. Tech. 72: 33-40.

Lowry, J. B., Petheram, R. J., and Budi Tangedjaja, ed. 1992. Plants Fed To VillageRuminants In Indonesia. Notes On 136 Species, Their Composition, AndSignificance In Village Farming Systems. ACIAR Technical Reports. CanberraAustralia.

Marsden, A. and T. R. Morris, 1987. Quantitative review of the effects ofenvironmental temperature on food intake, egg output and energy balance Inlaying pullets. Br. Poultry. Sci. 28: 693-704.

McDowell, R. E. 1974. The Environment Versus Man and His Animals. In: H. H. Coleand M. Ronning (Eds.). Animal Agriculture. W. H. Freeman and Co. SanFransisco.

Miksik, I., V. Holan, dan Z. Deyl. 1996. Avian eggshell pigments and their variability.Comp. Biochem. Physiol. Elsevier Science. 113B: 607-612.

Mountney, G. I. 1976. Poultry Technology. The 2nd edition. Avi Publishing companyInc. Westport. Connecticut.

43

Mowbray, R. M. and A. H. Sykes, 1971. Egg production in warm environmentaltemperatures. Br. Poult. Sci. 12: 25-29

Nakamura, R. dan Doi. 2000. Egg Processing. Dalam: S. Nakai dan H.W. Modler(Editor). Food Proteins: Processing Aplications. Wiley-VCH. Inc. New York.

Narahari, D. P. Michealraj, A. Kirubakaran, and T. Sujatha. 2005. Antioxidant,cholesterol reducing, immunomudulating and other health promoting propertiesof herbal enriched egg. In: Proceeding of XIth European Symposium on TheQuality of Eggs and Egg Products. Doorwerth, Netherland. Pp. 194-201.

Nataamijaya, A. G., H. Resnawati, T. Antawijaya, I. Barchia dan D. Zainuddin. 1990.Produktivitas ayam buras di dataran tinggi dan dataran rendah. J. Ilmu danPeternakan. Balitnak, Bogor. 4(3): 30-38.

Nuriyasa, M. 2003. Pengaruh tingkat kepadatan dan kecepatan angin dalam kandangterhadap indeks ketidaknyamanan dan penampilan ayam pedaging. MajalahIlmiah Peternakan. Fak. Peternakan, Univ. Udayana. 2(6): 40-45.

Oldeman, L.R., M. Frere. 1982. A Study of Agroclimatology of the Humid Tropics ofSoutheas Asia. Rome. Food and Agriculture Organization of United Nations.

Pavlovski Z., Z. Skrabic, M. Lukic, V.L. Petricevic and S. Trenkovski, 2009. Theeffect of genotype and housing system on production results of fatteningchickens. Biotechnology in Animal Husbandry. 25(2-4): 221-229.

Radwan, N.L., R.A. Hassan, E.M. Qota and H.M. Fayek. 2008. Effect of naturalantioxidant on oxidative stability of eggs and productive and reproductiveperformance of laying hens. Int. J. Poult. Sci. 7(2): 134-150.

Romanoff, A.L and A. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons. NewYork.

Sahara, E. 2011. Penggunaan kepala udang sebagai sumber pigmen dan katin dalampakan ternak. Agrinak. 01(1): 31-35.

Sastrawinata, H.A. 1984. Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap pertumbuhanbibit Shorea laevis RIDL di komplek Wanariset, Kaltim. Laporan PuslitbangHutan. No. 461: 27-54.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis.Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

44

Sihombing, G., Avivah dan S. Prastowo. 2006. Pengaruh Penambahan Zeolit dalamRansum terhadap Kualitas Telur Burung Puyuh. J. Indon. Trop. Anim. Agric.31(1): 28-31.

Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan. Bogor.

Sloan, D. R., and B. L. Damron. 2003. Small Poultry Flock Nutrition. PS29.Ganiesville: University of Florida Institute of Food and Agricultural Sciences.

Sosnowka-Czajka, E., I. Skomorucha, E. Herbut, R and Muchaka R. 2007. Effect ofmanagement systems and flock size on the behavior of broiler chickens. Annalsof Animal Sci. 7(2): 329-335.

Stadelman, W.J. and O.J Cotteril. 1977. Egg Science and Technology. The AviPublishing. Westport, Connecticut.

Steward, G.F. and J.C Abbott. 1972. Marketing Eggs and Poultry. Third Printing. Foodand Agricultural Organization (FAO), The United Nation. Rome.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudaryono. 2004. Pengaruh naungan terhadap perubahan iklim mikro pada budidayatanaman tembakau rakyat. J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 5(1): 56-62.

Sudomo, A. 2009. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan dan mutu bibit manglid(Manglieta glauca BI). Tekno Hutan Tanaman. 2(2): 59-66.

Surai P.F., R.M. McDevitt., B.K. Speake and N.H.C.Sparks 2000. Carotenoiddistribution in issues of the laying hen depending on their dietarysupplementation. Proc. Nutr. Soc. 58: 30A.

Thiruvengadam, R., M. Ahmeed, R. Prabakaran, D. Narahari, and V. Sundararasu.2006. Herbal enrichment of eggs to improve their health promoting properties.Tamilnadu J. Vet. Anim. Sci. 2(6): 212-219.

Togatorop, M. H. 1979. Pengaruh Suhu Udara Terhadap Produksi Ayam. LembaranLPP. Bogor. No. 3-4: 1-10.

Tuti, W. 2009. Pemanfaatan Tepung Daun Pepaya (Carica Papaya. L L ess) dalamupaya peningkatan produksi dan kualitas telur ayam sentul. J. Agroland. 16(3):268-273.

45

Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wempie, S. Banong, A. Ako, M. Mattau. 2013. Pengembangan ayam organik ramahlingkungan melalui sistem pemeliharaan free-range. Laporan Akhir Penelitian.Universitas Hasanuddin.

Wilson, B. J. 1975. The ferformance of male ducklings given starter diets with differentconcentration of energy and protein. British Poult Sci. 16: 625-657.

Winarno, F.G. 1993. Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Winarno, F.G dan Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahan. M-brio Press. Jakarta.

Yamamoto, T., L. R. Juneja, H. Hatta, and M. Kim. 2007. Hen Eggs: Basic and appliedScience. University of Alberta, Canada.

Yani, A dan Purwanto, B.P. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologissapi peranakan fries holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkanproduktivitasnya (ULASAN). Media Peternakan. 29(1): 35-46.

Yunita. 2015. Penentuan mutu telur. http:// kulinologi. co. id/ acrobat/ index1. php?View & id= 900. Diakses pada tanggal 28 Desember 2014.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Zulfikar. 2013. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. Pasca Sarjana KesehatanMasyarakat Veteriner (Kesmavet). Thesis. Unsyiah.

46

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil analisis ragam terhadap berat telur ayam ras petelur yang dipeliharapada sistem free-range dengan waktu pemberian naungan alami yangberbeda

Between-Subjects Factors

N

Perlakuan N1 3

N2 3

N3 3

N4 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:berattelur

perlakuan Mean Std. Deviation N

N1 63.2197 1.20755 3N2 62.9993 3.53036 3N3 61.9630 2.15423 3N4 59.6747 1.12008 3Total 61.9642 2.39892 12

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:berattelur

SourceType III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 23.669a 3 7.890 1.593 .266Intercept 46074.695 1 46074.695 9.300E3 .000Perlakuan 23.669 3 7.890 1.593 .266Error 39.634 8 4.954

Total 46137.998 12

Corrected Total 63.303 11

a. R Squared = .374 (Adjusted R Squared = .139)

47

Lampiran 2. Hasil analisis ragam terhadap tebal kerabang telur ayam ras petelur yangdipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naunganalami yang berbeda

Between-Subjects Factors

N

perlakuan N1 3

N2 3

N3 3

N4 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:tebalkerabang

Perlakuan Mean Std. Deviation N

N1 .3500 .01732 3

N2 .3500 .01732 3

N3 .3400 .01000 3

N4 .3500 .01732 3

Total .3475 .01422 12

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:tebalkerabang

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .000a 3 7.500E-5 .300 .825

Intercept 1.449 1 1.449 5.796E3 .000

perlakuan .000 3 7.500E-5 .300 .825

Error .002 8 .000

Total 1.451 12

Corrected Total .002 11

a. R Squared = .101 (Adjusted R Squared = -.236)

48

Lampiran 3. Hasil analisis ragam terhadap warna kerabang telur ayam ras petelur yangdipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda

Between-Subjects Factors

N

perlakuan N1 3

N2 3

N3 3

N4 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:warnakerabang

Perlakuan Mean Std. Deviation N

N1 14.4737 2.40052 3

N2 12.4963 .53382 3

N3 13.3683 .67288 3

N4 13.2850 1.62648 3

Total 13.4058 1.48452 12

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:warnakerabang

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 5.950a 3 1.983 .868 .497

Intercept 2156.596 1 2156.596 943.222 .000

Perlakuan 5.950 3 1.983 .868 .497

Error 18.291 8 2.286

Total 2180.838 12

Corrected Total 24.242 11

a. R Squared = .245 (Adjusted R Squared = -.037)

49

Lampiran 4. Hasil analisis ragam terhadap Indeks Kuning telur ayam ras petelur yangdipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda

Between-Subjects Factors

N

perlakuan N1 3

N2 3

N3 3

N4 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:YI

Perlakuan Mean Std. Deviation N

N1 .4053 .02346 3

N2 .4040 .02506 3

N3 .3937 .01328 3

N4 .4163 .01026 3

Total .4048 .01832 12

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:YI

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .001a 3 .000 .707 .575

Intercept 1.967 1 1.967 5.388E3 .000

Perlakuan .001 3 .000 .707 .575

Error .003 8 .000

Total 1.970 12

Corrected Total .004 11

a. R Squared = .209 (Adjusted R Squared = -.087)

50

Lampiran 5. Hasil analisis ragam terhadap Indeks Putih telur ayam ras petelur yangdipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naunganalami yang berbeda

Between-Subjects Factors

N

perlakuan N1 3

N2 3

N3 3

N4 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:AI

perlakuan Mean Std. Deviation N

N1 .0787 .01474 3

N2 .0670 .00721 3

N3 .0690 .01375 3

N4 .0800 .00755 3

Total .0737 .01138 12

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:AI

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .000a 3 .000 1.019 .434

Intercept .065 1 .065 505.470 .000

perlakuan .000 3 .000 1.019 .434

Error .001 8 .000

Total .067 12

Corrected Total .001 11

a. R Squared = .277 (Adjusted R Squared = .005)

51

Lampiran 6. Hasil analisis ragam terhadap berat kuning telur ayam ras petelur yangdipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naunganalami yang berbeda

Between-Subjects Factors

N

perlakuan N1 3

N2 3

N3 3

N4 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:beratyolkk

Perlakuan Mean Std. Deviation N

N1 15.5107 .55879 3

N2 15.3807 .67852 3

N3 15.5620 .20072 3

N4 15.6927 .89996 3

Total 15.5365 .55561 12

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:beratyolkk

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .150a 3 .050 .123 .944

Intercept 2896.594 1 2896.594 7.140E3 .000

perlakuan .150 3 .050 .123 .944

Error 3.246 8 .406

Total 2899.990 12

Corrected Total 3.396 11

a. R Squared = .044 (Adjusted R Squared = -.314)

52

Lampiran 7. Hasil analisis ragam terhadap berat Putih telur ayam ras petelur yangdipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naunganalami yang berbeda

Between-Subjects Factors

N

perlakuan N1 3

N2 3

N3 3

N4 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:beratalbumen

Perlakuan Mean Std. Deviation N

N1 37.0147 1.94613 3

N2 38.2337 1.89480 3

N3 36.5860 1.34084 3

N4 34.4180 1.82703 3

Total 36.5631 2.08495 12

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:beratalbumen

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 22.790a 3 7.597 2.428 .140

Intercept 16042.309 1 16042.309 5.128E3 .000

perlakuan 22.790 3 7.597 2.428 .140

Error 25.027 8 3.128

Total 16090.126 12

Corrected Total 47.817 11

a. R Squared = .477 (Adjusted R Squared = .280)

53

Lampiran 8. Hasil analisis ragam terhadap warna kuning telur ayam ras petelur yangdipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naunganalami yang berbeda

Between-Subjects Factors

N

perlakuan N1 3

N2 3

N3 3

N4 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:warnayolk

Perlakuan Mean Std. Deviation N

N1 55.2210 4.54285 3

N2 53.2510 6.40156 3

N3 55.6577 5.68927 3

N4 52.3183 3.03165 3

Total 54.1120 4.56354 12

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:warnayolk

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 22.733a 3 7.578 .294 .829

Intercept 35137.303 1 35137.303 1.362E3 .000

Perlakuan 22.733 3 7.578 .294 .829

Error 206.352 8 25.794

Total 35366.387 12

Corrected Total 229.085 11

a. R Squared = .099 (Adjusted R Squared = -.239)

54

Lampiran 9. Hasil analisis ragam terhadap Haugh Unit telur ayam ras petelur yangdipelihara pada sistem free-range dengan waktu pemberian naungan alamiyang berbeda

Between-Subjects Factors

N

perlakuan N1 3

N2 3

N3 3

N4 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:HU

perlakuan Mean Std. Deviation N

N1 77.9253 6.89961 3

N2 72.7643 3.96940 3

N3 73.6320 7.35721 3

N4 77.4053 1.40655 3

Total 75.4318 5.22526 12

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:HU

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 61.402a 3 20.467 .685 .586

Intercept 68279.387 1 68279.387 2.286E3 .000

Perlakuan 61.402 3 20.467 .685 .586

Error 238.935 8 29.867

Total 68579.724 12

Corrected Total 300.337 11

a. R Squared = .204 (Adjusted R Squared = -.094)

55

Lampiran 10. Data berat kering hijauan setelah 1 bulan pemeliharaan ayam

PERLAKUANKOMPONEN HIJAUAN BERAT KERING

(g/400cm2)STEM LAMINAN1 2.03 1.46 3.49N2 3.44 2.66 6.09N3 2.68 1.68 4.35N4 0.42 0.42 0.83

Kontrol 2.76 1.94 4.69Ket. *) Pengukuran dengan menggunakan quadran dengan ukuran 20 x 20 cm.

Pengamatan dilakukan setelah perlakuan diterapkan selama 30 hari.

56

Lampiran 11. Data Suhu Lingkungan Tiap Perlakuan

No Hari/TanggalSUHU LINGKUNGAN (0C) Jam

(Wita)N1 N2 N3 N4

1 Sabtu/14 Maret 2015

31 33 31 30 10:0033 36 31 31 12:0038 38.5 30.5 29 15:00

2 Minggu/15 Maret 2015

25.5 30 27 24 9:0028.5 34.5 28 25 12:0028 31 27 25 15:00

27.5 31 27 25 20:00

3 Senin/16 Maret 2015

25 28 29 24.5 9:0036 44 31 30 12:0030 30 29 28 15:0023 24.5 24.5 24.5 20:00

4 Selasa/17 Maret 2015

23 24 23 23 9:0022 20 20 20 12:0030 29 27.5 27.5 15:00

23.5 24 23 23 20:00

5 Rabu/18 Maret 2015

25 27 34 24 9:0039 41.5 31 30 14:3024 25 24 25 20:00

6 Kamis/19 Maret 2015

27 30 29 27 9:0037 37 34 31.5 12:0029 29 28 28 15:0025 26 24 26 20:00

7 Jumat/20 Maret 2015

28 30 29 27 9:0038 40 33 32 12:0031 30 29 27.5 15:0025 26 24 26 20:00

57

No Hari/TanggalSUHU LINGKUNGAN (0C) Jam

(Wita)N1 N2 N3 N4

8 Sabtu/21 Maret 2015

27 29 28 27 9:0037 38 34 31 12:0040 39 32 31 15:0020 21 24 20 20:00

9 Minggu/22 Maret 2015

27 28 28 24 9:0033 33 34 27 12:0024 26 26 24 15:0023 24 23 22 20:00

10 Senin/23 Maret 2015

24 27 29 24 9:0028 31 37 26 12:0037 36 33 27 15:0025 26 26 24 20:00

11 Selasa/24 Maret 2015

26.5 29 30 26 9:0032 33 39 29 12:0041 39 33 30 15:0027 28 27 26 20:00

12 Rabu/25 Maret 2015

29 35 37 29 9:0032 36 39 30 12:0036 36.5 33 29 15:0024 25 24 23 20:00

13 Kamis/26 Maret 2015

27 30 30 27 9:0035 37 36 29 12:0040 40 32 30 15:0024 25.5 25 24 20:00

14 Jumat/27 Maret 2015

27 29 28 27 9:0034 32 32 27.5 12:0041 42 32 30 15:0025 26 25 24 20:00

58

No Hari/TanggalSUHU LINGKUNGAN(0C) Jam

(Wita)N1 N2 N3 N4

15 Sabtu/28 Maret 2015

24 29 29 24 9:0039 36 37 35 12:0041 43 31 29 15:0024 25 25 24 20:00

16 Minggu/29 Maret 2015

27 29 29 27 9:0038 36 36 30 12:0032 32 32 28 15:0024 26 25 24 20:00

17 Senin/30 Maret 2015

25 28 28 27 9:0037 35 38 30 12:0036 36 34 30 15:0023 24 24 22 20:00

18 Selasa/31 Maret 2015

25 27 27 25 9:0035 35 35 28 12:0024 25 25 23 15:0023 24 24 22 20:00

19 Rabu/1 April 2015

22 24 23 23 9:0040 38 38 24 12:3023 24 24 23 15:0023 24 24 22 20:00

20 Kamis/2 April 2015

26 24 28 24 9:0030 36 36 26 12:0024 25 25 22 15:0022 23 23 21 20:00

21 Jumat/3 April 2015

25 26 26 23 9:0028 29 35 25 12:0023 23 24 21 15:0021 22 22 21 20:00

59

No Hari/TanggalSUHU LINGKUNGAN(0C) Jam

(Wita)N1 N2 N3 N4

22 Sabtu/4 April 2015

22 22 23 22 9:0032 31 30 27 12:0025 27 27 25 15:0023 24 24 23 20:00

23 Minggu/5 April 2015

27 29 35 27 9:0035 36 38 30 12:0026 27 26 25 15:0023 24 29 22 20:00

24 Senin/6 April 2015

27 28 27 25 9:0032 35 31 28 12:0028 29 27 26 15:0022 23 23 20 20:00

25 Selasa/7 April 2015

25 25 25 23 9:0035 36 30 26 12:0035 36 27 25 15:0023 24 23 22 20:00

26 Rabu/8 April 2015

26 28 32 26 9:0038.5 40.5 35 29 12:0032 33 31 28 15:0025 26 26 25 20:00

27 Kamis/9 April 2015

27 28 28 27 9:0035 38 34 29 12:0033 34 32 30 15:0025 27 27 25 20:00

28 Jumat/10 April 2015

27 28 29 27 9:0038 40 39 29 12:0025 25 24 22 15:0022 23 23 22 20:00

60

No Hari/TanggalSUHU LINGKUNGAN (0C) Jam

(wita)N1 N2 N3 N4

29 Sabtu/11 April 2015

21 28 31 22 9:0035 39 33 28 12:0030 38 28.5 27 15:0022 24 23 21 20:00

30 Minggu/12 April 2015

27 30 30 27 9:0031 32 32 26 12:0022 24 24 20 15:0023 24 23 22 20:00

31 Senin/13 April 2015

25 26 26 23 9:0030 32 29 24 12:0039 40 28 25 15:0023 24 22 22 20:00

32 Selasa/14 April 2015

27 28 28 25 9:0039 40 39 28 12:0044 45 32.5 29 15:0024 25 24 23 20:00

33 Rabu/15 April 2015

29 35 42 30 9:0038 39 35 30 12:0045 32 32 30 15:0027 27 27 25 20:00

34 Kamis/16 April 2015

29 29 30 26 9:0033 33 33 29 12:0030 31 30 26 15:00

23.5 25 24 24 20:00

35 Jumat/17 April 2015

26 26 25 24 9:0031 32 30 25 12:0030 30 29 25 15:0023 24 24 22 20:00

61

No Hari/TanggalSUHU LINGKUNGAN (0C) Jam

(wita)N1 N2 N3 N4

36 Sabtu/18 April 2015

26 31 30 26 9:0038 38 35 30 12:0036 36 35 28 15:0023 24 23 23 20:00

37 Minggu/19 April 2015

26 29 28 25 9:0036 38 38 31 12:00

37.5 38 32 28 15:0024 25 25 24 20:00

38 Senin/20 April 2015

21 24 23 22 9:0038 39 35 28 12:0029 29 29 22 15:0025 22 25 24 20:00

39 Selasa/21 April 2015

27 29 29 27 9:0041 39 37 31 12:0033 33 31 28 15:0023 24 24 23 20:00

40 Rabu/22 April 2015

28 30 30 28 9:0040 41 35 30 12:0030 32 31 28 15:0023 25 24 33 20:00

41 Kamis/23April 2015

27 33 33 28 9:0031 39 37 30 12:0030 34.5 34 29 15:0025 26 26 25 20:00

42 Jumat/24 april 2015

23 32 30 22 9:0031 34 33 30 12:0037 39 34 29 15:0025 26 26 26 20:00

62

RIWAYAT HIDUP

Nur Ahmad dilahirkan pada tanggal 03 April 1992 di

Membura, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan.

Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari

pasangan Burhan dan Sappe. Pada tahun 1999 penulis

memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 46 Membura

dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis

melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Enrekang, tamat pada tahun 2008.

Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Enrekang pada

tahun 2008 dan tamat pada tahun 2011. Pada tahun yang sama pula, penulis

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui SNMPTN Jalur

Undangan dan diterima pada Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

62

RIWAYAT HIDUP

Nur Ahmad dilahirkan pada tanggal 03 April 1992 di

Membura, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan.

Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari

pasangan Burhan dan Sappe. Pada tahun 1999 penulis

memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 46 Membura

dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis

melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Enrekang, tamat pada tahun 2008.

Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Enrekang pada

tahun 2008 dan tamat pada tahun 2011. Pada tahun yang sama pula, penulis

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui SNMPTN Jalur

Undangan dan diterima pada Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

62

RIWAYAT HIDUP

Nur Ahmad dilahirkan pada tanggal 03 April 1992 di

Membura, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan.

Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari

pasangan Burhan dan Sappe. Pada tahun 1999 penulis

memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 46 Membura

dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis

melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Enrekang, tamat pada tahun 2008.

Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Enrekang pada

tahun 2008 dan tamat pada tahun 2011. Pada tahun yang sama pula, penulis

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui SNMPTN Jalur

Undangan dan diterima pada Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Universitas Hasanuddin, Makassar.