kti penetapan kadar pewarna biru berlian

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil dahulu dan kadang- kadang sangat menentukan. Makanan dan minuman sering kali diwarnai untuk mempertahankan penampilan bahan asal dan untuk memberikan produk yang lebih menarik hingga memenuhi persyaratan estetika, dengan syarat bahwa jumlah yang ditambahkan tidak membahayakan dan harus aman bagi kesehatan. Di Indonesia terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. 1

Upload: silvia-yana-utama

Post on 02-Jan-2016

204 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

penetapan kadar biru berlian dalam es krim

TRANSCRIPT

Page 1: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada

beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat

mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual

faktor warna tampil dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.

Makanan dan minuman sering kali diwarnai untuk mempertahankan

penampilan bahan asal dan untuk memberikan produk yang lebih menarik hingga

memenuhi persyaratan estetika, dengan syarat bahwa jumlah yang ditambahkan

tidak membahayakan dan harus aman bagi kesehatan.

Di Indonesia terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat

pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan

kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi

kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut.

Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan

rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan atau disebabkan karena tidak adanya

penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan

pangan.

Di Indonesia, penambahan pewarna dalam makanan dan minuman diatur

oleh peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengenai bahan tambahan

dalam makanan no. 722/Menkes/Per/IX/88 disertai daftar senyawa-senyawa yang

diizinkan serta jumlah dan maksimum penggunaannya.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi Masalah

1.2.2 Pembatasan atau Perumusan Masalah

1

Page 2: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

1.2.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

`

Apakah kadar biru berlian dalam sampel memenuhi persyaratan kadar yang

di tetapkan dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88?

1.3 Pembatasan Masalah

Pada pengujian ini penulis membatasi permasalahan pada penetapan kadar

Biru Berlian dalam es krim dengan menggunakan metode Spektrofotometri Ultra

Violet – Cahaya Tampak

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan pewarna

dalam es krim yang menggunakan bahan tambahan makanan.

1.4.2 Tujuan Khusus

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat pewarna sintetik

yang terkandung dalam es krim, apakah memenuhi syarat berdasarkan

Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Mahasiswa

Kepada mahasiswa agar dapat menjadikan pengujian ini sebagai

perbandingan dalam pengujian yang mendatang serta dapat

mengaplikasikan dan menyelaraskan antara teori dan praktek yang

diperoleh selama pendidikan.

1.5.2 Bagi Masyarakat

2

Page 3: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Hasil pengujian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat tentang makanan dan minuman tersebut aman atau tidak untuk

dikonsumsi, dan jenis pewarna yang dilarang penggunaanya dalam makanan

dan minuman.

1.6 Waktu dan Lokasi Pengujian

3

Page 4: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku

2.1.1 Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak

digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingridien khas

makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk

organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,

pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk

menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung)

suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Bahan tambahan makanan dapat dikelompokan menjadi :

a. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah

atau menghambat oksidasi.

b. Antikempal adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah

mengempalnya makanan yang berupa serbuk.

c. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat

mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman

makanan.

d. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat

menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak

mempunyai nilai gizi.

e. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang

dapat mempercepat proses pemutihan atau pematangan tepung

sehingga dapat memperbaiki mutu pamanggangan.

f. Pengemulsi, pemantap dan pengental adalah bahan tambahan

makanan yang dapat membantu terbentuknya atau pemantapan sistem

disperse yang homogen pada makanan.

4

Page 5: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

g. Pengawet adalah bahan tambahan yang mencegah atau menghambat

fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang

disebabkan oleh mikroorganisme.

h. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras

atau mencegah melunaknya makanan.

i. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki

atau memberi warna pada makanan.

j. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan

makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa

dan aroma.

k. Sekuestran adalah bahan tambahn makanan yang dapat mengikat ion

logam yang ada dalam makanan.

Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia

No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan disebutkan

bahwa Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan dalam makanan tetapi

dengan batas maksimum penggunaanya dan juga disebutkan bahan

tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan. (Permenkes RI, 1988)

2.1.2 Pewarna

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan

berwarna antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar,

berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis pewarna yang termasuk dalam

golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna

sintetis.

1. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan

dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna

alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan

kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa

(karamel) ke bahan olahannya.

5

Page 6: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan,

diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin,

flavonoid, tannin, betalanin, quinon dan xanthon, serta karotenoid.

2. Pewarna Sintesis

Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan

prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses

sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan

analisis media terhadap zat warna tersebut.

Seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk

sembarangan bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan

kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan.

Menurut Joint FAC/WHO Expert Committee on Food Additives

(JEFCA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas

berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten,

dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam

pewarna buatan, yaitu dyes dan lakes. (wisnu cahyadi, 2006: 54-58)

2.1.3 Biru Berlian

Gambar .1 Rumus Bangun Biru Berlian

Dinatrium 4-([4-(N-etil-m-sulfobenzilamino)- fenil] –

(2 sulfoniumfenil)-metilena)-[1-(N-etil-N-m-sulfobenzil)-

Δ2,5-sikloheksadienimina]

Rumus molekul : C37H34N2Na2O9S3

Bobot molekul : 792,88

6

Page 7: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Pemerian : Serbuk atau butiran seperti logam, warna ungu

kemerahan ; tidak berbau

Kelarutan : mudah larut dalam air (Depkes RI, 1979: 84)

2.1.4 Es Krim

Menurut SNI 01-3713-1995 yang dimaksud dengan Es krim adalah

jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es

krim atau dari campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula dengan

atau tanpa bahan makanan lain dan bahan makanan yang diizinkan (SNI 01-

3713-1995)

2.2 Hasil Penelitian

2.3 Teori tentang Proses

2.3.1 Kromatografi Kertas

2.3.1.1 Latar Belakang Kromatografi Kertas

Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang

didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran

tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan fase

bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat padat atau zat cair,

sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas. (Estien

Yazid. 2005: 194)

Teknik kromatografi kertas menggunakan kertas saring

sebagai penunjang fase diam. Lembaran kertas berperan sebagai

penyangga dan air bertindak sebagai fase diam yang terserap

diantara struktur pori kertas.

Cairan fase bergerak biasanya berupa campuran dari pelarut

organik dan air, akan mengalir membawa noda cuplikan yang

didepositkan pada kertas dengan kecepatan berbeda. Pemisahan

7

Page 8: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

terjadi berdasarkan partisi masing-masing komponen diantara fase

diam dan fase bergeraknya. (Estien Yazid. 2005: 205)

2.3.1.2 Perhitungan Nilai Rf

Nilai Rf dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif dari

senyawa yang tidak diketahui dengan membandingkan terhadap

senyawa standar. Bila harga Rf nya sama, berarti kedua senyawa

tersebut identik.

Harga Rf dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu,

waktu pengembangan, pelarut, kertas, sifat campuran, penjenuhan

dan ukuran bejana. (Estien Yazid. 2005: 208)

2.3.2 Ekstraksi

2.3.2.1 Konsep Dasar Ekstraksi

Ekstraksi merupakan metode pemisahan atau pengambilan

zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan

pelarut lain (biasanya organik).

Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut

dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling

bercampur seperti eter, kloroform, karbon tetra klorida dan karbon

disulfida. Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi

pelarut merupakan metode yang paling baik dan populer. Alasannya

utamanya karena metode ini dapat dilakukan baik dalam tingkat

makro maupun mikro. Pemisahannya tidak memerlukan alat khusus

atau canggih, melainkan hanya berupa corong pemisah. Pemisahan

yang dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah.

Seringkali untuk melakukan pemisahan hanya diperlukan beberapa

menit. (Estien yazid. 2005: 180)

Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-

faktor berikut ini :

a. Selektivitas

8

Page 9: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

b. Kelarutan

c. Kemampuan tidak saling bercampur

d. Kerapatan

e. Reaktivitas

f. Titik didih

g. Kriteria yang lain

Pelarut sedapat mungkin harus :

Murah

Tersedia dalam jumlah besar

Tidak beracun

Tidak dapat terbakar

Tidak eksplosif bila bercampur dengan udara

Tidak korosif

Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi (G.Bernasconi.

1995: 180)

2.3.2.2 Klasifikasi Ekstraksi

a. Bentuk Campurannya

Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi

dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair.

1. Ekstraksi padat-cair, zat yang diekstraksi terdapat di dalam

campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak

dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang

terkandung di dalam bahan alam seperti steroid, hormon,

antibiotika dan lipida pada biji-bijian.

2. Ekstraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat di dalam

campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga

disebut ekstraksi pelarut. Banyak juga dilakukan untuk

memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam tertentu dalam

larutan air.

b. Proses Pelaksanaannya

9

Page 10: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Menurut proses pelaksanaannya ekstraksi dibedakan menjadi

ekstraksi berkesinambungan (kontinyu) dan ekstraksi bertahap.

1. Ekstraksi Kontinyu (Continues Extraction)

Pada ekstraksi kontinyu, pelarut yang sama digunakan secara

berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia

berbagai alat dari jenis ekstraksi ini seperti alat soxhlet atau

Craig Countercurent.

2. Ekstraksi Bertahap (Batch)

Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan

pelarut yang baru sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang

biasanya digunakan adalah berupa corong pisah. (Estien yazid.

2005: 182)

2.3.2.3 Hukum Partisi

Hubungan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut

yang tidak saling bercampur dinyatakan pertama kali oleh Walter

Nernst (1891), yang dikenal dengan hukum distribusi atau partisi.

(Estien yazid. 2005: 182)

KD adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang

merupakan tetapan keseimbangan yang merupakan kelarutan relatif

dari suatu senyawa terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur.

C1 dan C2 adalah kadar senyawa terlarut dalam pelarut 1 dan 2.

Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air sedangkan sebagai

pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan

air. Dengan demikian ion anorganik atau senyawa organik polar

sebagian besar akan terdapat dalam fase air, sedangkan senyawa

organik nonpolar sebagian besar akan terdapat dalam fase organik.

Hal ini yang dikatakan “like dissolves like” yang berarti bahwa

senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar, dan sebaliknya.

10

Page 11: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Dalam suatu larutan encer faktor kadar tidak mempengaruhi

koefisien distribusinya. (Sudjadi. 1988: 60)

2.3.3 Spektrofotometri Ultraviolet -Cahaya Tampak

2.3.3.1 Teori Dasar Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis

spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra

violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan

memakai instrumen spektrofotometer. (Muhammad Mulja, 1995:

26)

Spektrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi

elektromagnetik (REM) dengan molekul. REM merupakan bentuk

energi radiasi yang mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton).

Karena bersifat sebagai gelombang maka beberapa parameter perlu

diketahui, misalnya panjang gelombang (λ), frekuansi (ν), bilangan

gelombang ( ) dan serapan (A).

Besarnya energi foton berbanding lurus dengan frekuensi dari REM,

Dimana : E = energi

h = tetapan Planck = 6,63.1027 erg.s.molekul-1

= 6,63.1034joule.s.molekul-1

Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur besarnya

energi yang diabsorbsi/diteruskan. Jika radiasi yang monokromatik

melewati larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap, maka

radiasi ini akan dipantulkan, diabsorbsi oleh zatnya dan sisanya

ditransmisikan.

Pengaruh Ir dapat dihilangkan dengan menggunakan blangko/kontrol,

sehingga :

11

Page 12: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Lambert dan Beer telah menurunkan secara empirik hubungan antara

intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan dan

hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat.

Hukum Lambert-Beer :

Dimana : A = serapan

I0 = intensitas sinar yang datang

It = intensitas sinar yang diteruskan

γ = absorbtivitas molekuler (mol.cm.It-1)

a = daya serap (g.cm. It-1)

b = tebal larutan / kuvet

c = konsentrasi (g. It-1.mg.ml-1) (Harmita, 2006: 134-136)

2.3.3.2 Penggunaan Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang

cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri

UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan

kualitatif. (Muhammad Mulja, 1995: 26)

Untuk analisa kualitatif yang diperhatikan adalah:

1. Membandingkan λ maksimum

2. Membandingkan serapan (A), daya serap (a),

3. Membandingkan spektrum serapannya.

Untuk analisa kuantitatif dilakukan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Pembuatan spektrum serapan.

2. Pembuatan kurva kalibrasi

3. a. Pembuatan larutan standar.

b. Pengenceran sampel.

Pembuatan spektrum serapan bertujuan untuk memperoleh

panjang gelombang maksimum dari senyawa tersebut. (Harmita,

2006: 140,150)

12

Page 13: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

2.3.3.3 Jenis Spektrofotometer UV-Vis

A. Single Beam

Gambar. 2 Konstruksi Alat spektrofotometer Berkas Tunggal

Keterangan:

1. Sumber radiasi

2. Monokromator

3. Kuvet / sel

4. Detektor

5. Amplifier

6. Recorder

Celah keluar sinar monokromatis hanya satu, wadah atau kuvet

yang dapat dilalui sinar hanya satu, setiap perubahan panjang

gelombang alat harus dinolkan. (Harmita, 2006: 139)

B. Double Beam

Gambar. 3 Konstruksi Alat Spektrofotometer Berkas Ganda

Keterangan:

1. Sumber radiasi

2. Monokromator

3a. Sel berisi blangko

3b. Sel berisi contoh

4. Detektor

5. Amplifier

6.Recorder

13

2 31

1 2

54 6

3b4 5 6

3a

Page 14: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Celah keluar sinar monokromatis ada dua, wadah melalui

dua kuvet sekaligus, alat cukup satu kali dinolkan dengan cara

mengisi kedua kuvet dengan larutan blangko. (Harmita, 2006: 140)

2.3.4 Cara Analisa Data

2.3.4.1 Pengolahan Data Secara Statistik

a. Nilai Rata-Rata (Average)

Nilai rata-rata dari suatu seri hasil-hasil pengukuran adalah

lebih meyakinkan dari hanya salah satu hasil pengukuran dari seri

tersebut. Makin banyak data yang dikumpulkan maka nilai rata-

ratanya makin terpercaya. Nilai rata-rata dihitung dengan membagi

jumlah hasil-hasil pengukuran dengan banyaknya pengukuran.

Harga rata-rata dari N kali pengukuran adalah VN kali lebih dapat

dipercaya daripada hanya satu kali pengukuran (Harmita, 2006:9)

b. Varian dan Standar Deviasi

Varian (variance) adalah jumlah kuadrat penyimpangan

hasil-hasil pengukuran dengan nilai rata-ratanya, dibagi dengan

banyaknya pengukuran dikurangi satu (Harmita, 2006:10).

Dalam kimia analitik akar dari varian yang dikenal dengan

nama standar deviasi (standard deviation) lebih banyak dipakai

karena mempunyai satuan yang sama dengan data asalnya. Standar

deviasi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

c. Standar Deviasi Relatif

Standar deviasi dapat dipakai sebagai ukuran suatu

keseksamaan (precision). Makin seksama suatu penetapan maka

14

Page 15: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

deviasi standarnya makin kecil. Besarnya suatu penyimpangan dapat

juga dinyatakan sebagai standar deviasi relative (Relative Standard

Deviation = RSD, Coefficient of Variation) yang biasanya

dinyatakan dalam % (Harmita, 2006:12).

2.3.4.2 Penolakan Hasil

Hasil pengujian yang tampaknya menyimpang tidak harus

ditolak. Misalnya untuk enam pengukuran replika, selisih antara

nilai-nilai ekstrim dan tetangganya yang paling dekat harus

melampaui separuh dari seluruh jangkauan keenam pengukuran

sebelum suatu hasil ditolak. Bila ini sudah dilakukan, abaikan nilai

yang meragukan dan tentukan dengan cara biasa mean dan deviasi

rata-rata nilai yang diterima. Perbedaan boleh digunakan

untuk penolakan, yaitu jika deviasi nilai yang dicurigai terhadap

mean paling tidak empat kali deviasi rata-rata nilai-nilai yang

diterima. Beberapa penelitian menggunakan .

Kesalahan nilai yang ditolak dikenal sebagai kesalahan besar.

(Khopkar,S.M. 1990: 14-15)

2.4 Hipotesa

Hipotesa dari peneitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan kadar

pewarna dalam es krim.

15

Menurut Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan

Tambahan Makanan, dinyatakan bahwa batas maksimum

penggunaan Biru Berlian dalam Es Krim sebesar 100 mg/kg

produk akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg)

Page 16: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Gambar 4. Kerangka Konsep Pengujian

Sampel terlebih dahulu diidentifikasi dengan menggunakan metode kromatografi

kertas untuk memastikan apakah zat warna yang dipakai dalam sampel benar zat

warna Biru Berlian. Hasil dikatakan negatif apabila bercak larutan uji tidak sejajar

dengan bercak larutan baku dan hasil dikatakan positif apabila bercak larutan uji

sejajar dengan bercak larutan baku. Untuk penetapan kadar Biru Berlian dalam

sampel, terlebih dahulu sampel dihaluskan hingga homogen dan ditimbang

kemudian ditambahkan 5 ml larutan natrium karbonat 2 N. Masukan larutan

tersebut ke dalam corong pisah kemudian diekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 5 ml

n-butanol dan tiap kali ditambah dengan 2 ml larutan natrium karbonat 2 N.

Pewarna Biru Berlian akan masuk ke dalam fase organik. Kumpulkan fase

organik dan masukan ke dalam labu ukur 25 ml dan tambahkan n-butanol sampai

tanda. Dilanjutkan ke tahap pengujian secara Spektrofotometri Ultraviolet.

Sampel dikatakan memenuhi syarat apabila kadar zat warna tidak lebih dari kadar

yang ditetapkan dalam persyaratan dan sampel dikatakan tidak memenuhi syarat

apabila kadar zat warna lebih dari kadar yang ditetapkan dalam persyaratan.

BAB III

16

Analisa data / verifikasi terhadap Biru Berlian

Identifikasi secara Kromatografi Kertas

Penetapan Kadar secara Spektrofotometri UV

Bahan Makanan memenuhi syarat atau tidak

Page 17: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

METODE ANALISA

3.1 Tempat dan Waktu

3.1.1 Waktu Pengujian

Pada tanggal 16 Mei – 28 Mei 2011

3.1.2 Lokasi Pengujian

Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Analisa Farmasi

dan Makanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II, Jalan Raya

Ragunan No. 29 C Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Prosedur Asli

3.1.1 Identifikasi Pewarna Sintetik Biru Berlian secara Kromatografi

Kertas

Larutan Uji

Sejumlah 50 ml cuplikan dimasukan kedalam gelas piala 100 ml,

cuplikan diasamkan sedikit asam asetat encer 6 % hingga pH 4, kemudian

masukan benang wool bebas lemak secukupnya, panaskan di atas tangas air

sampai semua warna terisolasi. Benang wool yang telah berwarna

dipisahkan, dan dicuci dengan air, dimasukan kedalam gelas piala 50 ml,

ditambah ammonia 10 % secukupnya dan dipanaskan diatas tangas air

sampai benang wool tidak berwarna. Setelah benang wool dipisahkan,

larutan dipekatkan.

Larutan Baku

Larutkan baku pembanding yang dibuat dengan konsentrasi 0,1 %

b/v dalam air.

Identifikasi

Lakukan kromatografi sebagai berikut :

17

Page 18: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Fase diam : Kertas Whatman no. 1

Fase gerak : Aceton : Etil metil keton : Air (30 : 70 : 30)

Penjenuhan : Dengan kertas saring

Vol. Penotolan : Larutan baku 10 µl dan larutan sampel disamakan

dengan warna baku yang sudah ditotolkan.

Jarak rambat : 15 cm

Penampak bercak : Sinar UV 254 nm.

3.1.2 Penetapan Kadar Pewarna Biru Berlian dalam Es Krim secara

Spektrofotometri UV-Vis

Larutan Uji

Dalam corong pisah sejumlah 3 gram cuplikan yang ditimbang

seksama, ditambah 5 ml larutan natrium karbonat 2 N, dan diekstraksi 3

kali, tiap kali dengan 5 ml n-butanol dan tiap kali ekstraksi ditambahkan

2 ml larutan natrium karbonat 2 N. Pewarna biru berlian akan masuk ke

dalam fase organik, sedangkan tartrazin tetap tinggal dalam fase air.

Kumpulan fase organik dimasukan ke dalam labu tentukur 25 ml dan

ditambahkan n-butanol sampai tanda (A).

Larutan Baku

Larutan pewarna biru berlian 0,01% dan diperlakukan sama seperti

larutan uji (B).

Cara Penetapan

Serapan larutan A dan B diukur pada panjang gelombang maksimum

lebih kurang 630 nm menggunakan n-butanol sebagai blangko.

3.2 Prosedur Modifikasi

3.2.1 Penetapan Kadar Pewarna Biru Berlian dalam Es Krim secara

Spektrofotometri UV-Vis

Larutan Uji

18

Page 19: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Didiamkan sampel es krim hingga mencair, homogenkan. Ditimbang

20 gram sampel dalam beaker glass 50 ml, kemudian dimasukan kedalam

corong pisah. Ditambah 5 ml larutan natrium karbonat 2 N, dan diekstraksi

3 kali, tiap kali dengan 15 ml n-butanol dan tiap kali ekstraksi ditambhah 2

ml larutan natrium karbonat 2 N. Pewarna biru berlian akan masuk ke dalam

fase organik, sedangkan tartrazin tetap tinggal dalam fase air. Kumpulan

fase organik dimasukan ke dalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan n-

butanol sampai tanda.

Larutan Baku

Ditimbang baku biru berlian lebih kurang 10 mg dengan seksama

dan dimasukan kedalam labu ukur 100 ml kemudian dilarutkan dengan air

sampai tanda, kocok dan homogenkan. Hingga diperoleh konsentrasi baku

0,01 %. Dari larutan tersebut dipipet masing-masing 0,40 ml; 0,60 ml; 0,80

ml; 1,00 ml; 1,20 ml; dan masing-masing dimasukan kedalam labu 25 ml

kemudian diencerkan dengan n-butanol hingga tanda, kocok dan

homogenkan.

3.3 Langkah Kerja

3.3.1 Identifikasi Pewarna Sintetik Biru Berlian secara Kromatografi

Kertas

Larutan Uji

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Didiamkan sampel hingga mencair, homogenkan

3. Diukur sejumlah 50 ml sampel, dimasukan kedalam beaker glass

100 ml

4. Diasamkan sampel dengan sedikit asam asetat encer 6 % hingga pH 4

agar zat warna dapat mudah ditarik

5. Dimasukan benang wool secukupnya kedalam sampel yang sudah

dipersiapkan tadi

6. Dipanaskan di atas penangas air hingga semua warna terisolasi

7. Diambil benang wool dari cuplikan, cuci berulang-ulang hingga air

cucian bersih

19

Page 20: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

8. Dimasukan benang wool ke dalam beaker glass 50 ml

9. Ditambahkan larutan ammonia encer 10 % secukupnya

10. Dipanaskan di atas penangas air hingga zat warna pada benang wool

luntur

11. Diambil benang woolnya, pekatkan larutan diatas penangas air.

Larutan Baku

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Ditimbang masing-masing baku biru berlian dan tartrazin lebih kurang

10 mg

3. Dimasukan masing-masing baku kedalam labu ukur 10 ml

4. Ditambahkan air sampai tanda, dikocok hingga homogen

Identifikasi

1. Ditotolkan masing-masing 10 µl larutan baku dan 50 µl larutan uji pada

kertas whatman no. 1 yang sudah diberi tanda

2. Dimasukan kertas ke dalam bejana kromatrografi yang sudah berisi

eluen

3. Dieluasi hingga jarak eluasi 15 cm

4. Diamati bercak baku dan sampel di bawah sinar UV 254 nm

5. Dihitung harga Rf

3.3.2 Penetapan Kadar Pewarna Biru Berlian dalam Es Krim secara

Spektrofotometri UV-Vis

Larutan Uji

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Ditimbang seksama 20 g cuplikan dalam beaker glass 50 ml

3. Dimasukan kedalam corong pisah, ditambah 5 ml larutan natrium

karbonat 2 N

4. Diekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 15 ml n-butanol

5. Ditambahkan 2 ml larutan natrium karbonat 2 N pada setiap kali

ekstraksi

6. Pewarna biru berlian akan masuk ke dalam fase organik

20

Page 21: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

7. Dikumpulkan fase organik dimasukan ke dalam labu tentukur 50 ml

8. Ditambahkan n-butanol sampai tanda, dihomogenkan

Larutan Baku

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Ditimbang baku biru berlian lebih kurang 10 mg dengan seksama

3. Dimasukan kedalam labu ukur 100 ml

4. Diencerkan dengan air sampai tanda, dihomogenkan

5. Dipipet masing-masing 0,40 ml; 0,60 ml; 0,80 ml; 1,00 ml; 1,20 ml dari

baku induk

6. Dimasukan masing-masing larutan kedalam labu ukur 25 ml

7. Diencerkan dengan n-butanol sampai tanda, kocok dan homogenkan

Cara Penetapan

1. Diukur serapan larutan baku dan larutan uji pada panjang gelombang

maksimum lebih kurang 630 nm

2. Digunakan n-butanol sebagai blangko.

3. Dicatat nilai serapannya, dihitung kadarnya.

3.4 Alat dan Bahan

3.4.1 Alat

Spektrofotometer UV-Vis merek Shimadzu, Timbangan analitik,

Beaker glass, Bejana kromatrografi, Corong pisah, Pipet mikro, Kertas

saring whatman no.1, Benang wool, Waterbath, Buret 10 ml, Pipet tetes,

Gelas ukur, Batang pengaduk, Statif, Ring bundar, Erlenmeyer, Labu ukur.

3.4.2 Bahan

Sampel, Baku pembanding zat warna, Eluen Etil metil keton –

Aseton – Air (70 : 30 : 30), Asam asetat encer 6% v/v, Ammonia 10 % v/v,

Etanol, Natrium karbonat 2N, N-butanol, Aquades.

3.5 Skema Kerja

3.5.1 Identifikasi Pewarna Biru Berlian secara Kromatografi Kertas

Ukur 50 ml cuplikan dimasukan kedalam beaker glass 100 ml

21

Page 22: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Ditambahkan sedikit asam asetat

encer 6 % hingga pH 4 agar zat warna

mudah ditarik

Masukan benang wool ke dalam larutan contoh

Panaskan di penangas air, hingga zat warna terisolasi

Ambil benang wool, cuci berulang-ulang hingga air cucian bersih

Masukan benang wool ke dalam beaker glass 50 ml

Tambahkan ammonia encer

Panaskan di atas penangas air hingga warna di benang wool luntur,

Ambil benang woolnya, pekatkan di atas penangas air

Buat larutan baku dengan konsentrasi 0,1 %

Larutan uji dan baku ditotolkan pada kromatografi kertas

Masukan ke dalam bejana kromatografi yang telah berisi eluen, dieluasi

hingga jarak 15 cm

Diamati bercak baku dan sampel di bawah sinar UV 254 nm

Dihitung harga Rf

3.5.2 Penetapan Kadar Pewarna Biru Berlian dalam Es Krim secara

Spektrofotometri UV-Vis

Timbang 20 g sampel dalam beaker glass 50 ml

Tambahkan 5 ml larutan natrium

karbonat 2 N

Masukan ke dalam corong pisah

Ekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 15 ml n-butanol,

tiap kali ekstraksi ditambahkan 2 ml natrium karbonat 2 N

Pewarna biru berlian masuk ke

dalam fase organik

22

Page 23: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Kumpulkan fase organik, masukan ke dalam labu 50 ml

Tambahkan n-butanol sampai tanda, homogenkan

Buat larutan baku pewarna 0,01 % dan dibuat pengenceran baku seri dengan

pemipetan 0,40 ml; 0,60 ml; 0,80 ml; 1,00 ml; 1,20 ml di ad labu 25 ml

dengan n-butanol

Buat larutan blangko menggunakan n-butanol

Diukur serapan maksimum masing-masing larutan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 630 nm.

3.6 Data Percobaan

3.6.1 Data Sampel

Nama Sampel : Es krim merk “X”

Exp Date : 30 April 2013

Pemerian :

Bentuk : Padat

Bau : wangi aromatis

Warna : biru, hijau, kuning

Rasa : manis

TABEL 1

DATA PENIMBANGAN BAKU DAN SAMPEL

No Keterangan Bobot

Bahan

(g)

Sisa

(g)

Bobot Bersih

Bahan

(g)

1 Baku Biru Berlian

(untuk Penetapan

Kadar)

0,0728 0,0628 0,0100

2 Baku Biru Berlian

(untuk Identifikasi)

0,0103 0,0000 0,0103

23

Page 24: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

3 Baku Tartrazin (untuk

identifikasi)

0,0106 0,0000 0,0106

4 Sampel 1 20,0027 0,0000 20,0027

5 Sampel 2 20,0031 0,0000 20,0031

6 Sampel 3 20,0028 0,0000 20,0028

7 Sampel 4 20,0022 0,0000 20,0022

8 Sampel 5 20,0033 0,0000 20,0033

9 Sampel 6 20,0033 0,0000 20,0033

10 Sampel 7 20,0046 0,0000 20,0046

TABEL 2

DATA JARAK BERCAK SAMPEL DAN BAKU PADA

KROMATOGRAFI KERTAS

No Keterangan Jarak Rambat

1 Cairan Pengembang 15 cm

2 Baku biru berlian 11,9 cm

3 Baku tartrazin 4,3 cm

4 Sampel 1 11,7 cm

5 Sampel 2 4,8 cm

6 Campuran baku + sampel 1 11,7 cm

7 Campuran baku + sampel 2 4,5 cm

TABEL 3

DATA SERAPAN BAKU BIRU BERLIAN DAN SAMPEL

No. Keterangan Serapan Maksimum

1 B1 0,214

2 B2 0,325

3 B3 0,454

4 B4 0,558

5 B5 0,637

24

Page 25: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

6 S1 0,251

7 S2 0,255

8 S3 0,253

9 S4 0,253

10 S5 0,256

11 S6 0,257

12 S7 0,254

3.6.2 Data Baku

Biru Berlian No kontrol W100001

3.7 Rumus Perhitungan

3.7.1 Rumus Perhitungan Harga Rf

3.7.2 Rumus Penetapan Kadar

Keterangan : = Konsentrasi rata-rata baku

25

Page 26: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

= Serapan rata-rata baku

x = Bobot pewarna Biru Berlian dalam cuplikan

y = Serapan contoh

r = regresi

B = Bobot penimbangan sampel

Fps = Faktor pengenceran sampel

n = Jumlah sampel

3.8 Perhitungan

3.8.1 Harga Rf

1.

2.

3.

4.

5.

6.

3.8.2 Kadar Biru Berlian dalam Sampel

Penimbangan baku biru berlian = 10,0 mg

Konsentrasi larutan baku induk = = 0,1 mg/ml

Konsentrasi larutan baku tersebut berturut-turut dari pengenceran baku

induk :

26

Page 27: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

TABEL 4

HASIL PERHITUNGAN KURVA BAKU DAN PEWARNA BIRU BERLIAN

No VolumeKonsentrasi

Baku Absorban x.y x² y² Pemipetan (µg/ml) (x) (y)

1 0,40 1,6 0,214 0,3424 2,56 0,0457962 0,60 2,4 0,325 0,78 5,76 0,1056253 0,80 3,2 0,454 1,4528 10,24 0,2061164 1,00 4,0 0,558 2,232 16 0,3113645 1,20 4,8 0,637 3,0576 23,04 0,405769

Σ 16 2,188 7,8648 57,6 1,07467 3,2 0,4376

TABEL 5

27

Page 28: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

PERHITUNGAN BOBOT BIRU BERLIAN DALAM SAMPEL

No Keterangan Perhitungan Bobot biru berlian (µg/ml)

1 S1 1,8169

2 S2 1,8466

3 S3 1,8317

4 S4 1,8317

5 S5 1,8540

6 S6 1,8614

7 S7 1,8391

Perhitungan kadar biru berlian dalam minuman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

TABEL 6

PENGABAIAN HASIL YANG MENCURIGAKAN

No Kadar mg/kg (x)

28

Page 29: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

1 4,54 (dicurigai) - -

2 4,62 0,01 0,0001

3 4,58 0,03 0,0009

4 4,58 0,03 0,0009

5 4,63 0,02 0,0004

6 4,65 0,04 0,0016

7 4,60 0,01 0,0001

Σ 27,66 0,14 0,0040

4,61 0,023 0,00067

Hasil yang dicurigai tidak ikut dirata-rata.

Syarat, ditolak jika,

4,54 – 4,61 ≥ 2,5 x 0,023

0,07 ≥ 0,0575

4,54 ditolak

3.8.3 Analisa Data Statistik

= 0,0283

= 0,61 %

SD dan RSD digunakan untuk mengetahui kedekatan hasil dari pengujian.

Berdasarkan perhitungan statistik diperoleh RSD 0,61 % maka RSD dari

sampel tersebut memenuhi syarat karena kurang dari 2 %.

3.9 Persyaratan

Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang zat warna

sintetis yang diizinkan dalam bahan tambahan makanan, yaitu pewarna biru

berlian adalah 100 mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg).

29

Page 30: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

BAB IV

HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian

TABEL 7

HASIL IDENTIFIKASI BIRU BERLIAN DAN TARTRAZIN DALAM

SAMPEL BERDASARKAN HARGA Rf PADA KROMATOGRAFI KERTAS

No Keterangan Harga Rf

1 Baku biru berlian 0,79

2 Baku tartrazin 0,29

3 Sampel 1 0,78

4 Sampel 2 0,32

5 Campuran baku + sampel 1 0,78

6 Campuran baku + sampel 2 0,3

Dari hasil perhitungan Rf diperoleh harga Rf sampel dan baku hampir sama,

sehingga sampel dapat diidentifikasi mengandung biru berlian dan tartrazin.

TABEL 8

HASIL PENGUJIAN PADA PENETAPAN KADAR BIRU BERLIAN

DALAM ES KRIM SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

No Nama Sampel Kadar (mg/kg) Keterangan

1 S1 4,62 Memenuhi syarat

2 S2 4,58 Memenuhi syarat

3 S3 4,58 Memenuhi syarat

4 S4 4,63 Memenuhi syarat

5 S5 4,65 Memenuhi syarat

6 S6 4,60 Memenuhi syarat

Rata-rata 4,61 Memenuhi syarat

30

Page 31: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata kadar biru berlian dalam sampel sebesar

4,61 mg/kg dan dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut memenuhi syarat.

4.2 Pembahasan

Pada uji identifikasi dengan kromatografi kertas zat warna diserap oleh

benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan. Dalam suasana ini zat

pewarna lebih mudah melekat pada benang wool bebas lemak. Benang wool yang

berwarna dikumpulin dan dicuci, dilanjutkan dengan penambahan ammonia encer

(NH4OH) dan dipanaskan, pada keadaan ini keasaman benang wool akan

berkurang karena penambahan ammonia encer yang bersifat basa lemah sehingga

zat warna yang ada pada benang wool luntur.

Dari hasil isolasi dengan benang wool bebas lemak dilakukan penotolan

menjadi empat macam yaitu: penotolan untuk sampel, penotolan untuk baku biru

berlian, penotolan untuk baku tartrazin dan penotolan untuk campuran baku dan

sampel. Eluen yang digunakan adalah campuran aceton : etil metil keton : air

(3:7:3), dengan menggunakan eluen ini pewarna biru berlian dalam sampel

mempunyai harga Rf yang sama dengan harga Rf baku biru berlian. Sehingga

dapat di identifikasi bahwa sampel mengandung pewarna sintetik biru berlian.

Untuk penetapan kadar sampel yang telah ditimbang, ditambahkan dengan

Natrium Karbonat 2 N, dengan menggunakan Natrium Karbonat 2 N akan

membentuk suatu garam yang mengurangi kepolaran biru berlian sehingga mudah

tertarik pada fase n-butanol. Setelah itu diekstraksi dengan n-butanol sampai

pewarna biru berlian tertarik sempurna.

Ekstrak yang diperoleh dari sampel dan baku mempunyai warna yang sama

yaitu warna biru. Pewarna dalam fase n-butanol langsung diukur pada panjang

gelombang 630 nm menggunakan alat spektrofotometer, hasilnya memberikan

panjang gelombang yang sama dengan baku berlian BPFI. Artinya es krim

tersebut mengandung pewarna biru berlian, serapan yang dihasilkan pada

penimbangan 3 gram sampel yaitu 0,066 agar masuk kedalam serapan ideal yaitu

0,2 – 0,8 maka penimbangan harus ditambahkan menjadi 20 gram dan diperoleh

serapan rata-rata 0,254.

31

Page 32: KTI penetapan kadar pewarna biru berlian

Pada data statistik untuk mengetahui kedekatan hasil pengujian maka data

tersebut harus dihitung dengan menggunakan SD dan RSD. Didapat perhitungan

hasil RSD pada penetapan biru berlian yaitu 0,61 %.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan

tambahan makanan menyebutkan bahwa kadar pewarna biru berlian dalam

makanan tidak lebih dari 100 mg/kg. Kadar pewarna biru berlian dalam sampel es

krim tersebut rata-rata 4,61 mg/kg. Sehingga dapat disimpulkan pewarna biru

berlian dalam sampel tersebut memenuhi syarat.

5.2 Saran

Selain menggunakan metode spektrofotometri pada penetapan kadar Biru

Berlian penulis menyarankan untuk menggunakan metode spektrodensitometri.

Dengan menggunakan metode tersebut bercak yang memisah pada lempeng

kromatografi lapis tipis dapat langsung diukur serapannya.

32