kti penetapan kadar pewarna biru berlian
DESCRIPTION
penetapan kadar biru berlian dalam es krimTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada
beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat
mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual
faktor warna tampil dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.
Makanan dan minuman sering kali diwarnai untuk mempertahankan
penampilan bahan asal dan untuk memberikan produk yang lebih menarik hingga
memenuhi persyaratan estetika, dengan syarat bahwa jumlah yang ditambahkan
tidak membahayakan dan harus aman bagi kesehatan.
Di Indonesia terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat
pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan
kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi
kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut.
Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan
rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan atau disebabkan karena tidak adanya
penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan
pangan.
Di Indonesia, penambahan pewarna dalam makanan dan minuman diatur
oleh peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengenai bahan tambahan
dalam makanan no. 722/Menkes/Per/IX/88 disertai daftar senyawa-senyawa yang
diizinkan serta jumlah dan maksimum penggunaannya.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Identifikasi Masalah
1.2.2 Pembatasan atau Perumusan Masalah
1
1.2.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
`
Apakah kadar biru berlian dalam sampel memenuhi persyaratan kadar yang
di tetapkan dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88?
1.3 Pembatasan Masalah
Pada pengujian ini penulis membatasi permasalahan pada penetapan kadar
Biru Berlian dalam es krim dengan menggunakan metode Spektrofotometri Ultra
Violet – Cahaya Tampak
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan pewarna
dalam es krim yang menggunakan bahan tambahan makanan.
1.4.2 Tujuan Khusus
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat pewarna sintetik
yang terkandung dalam es krim, apakah memenuhi syarat berdasarkan
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi Mahasiswa
Kepada mahasiswa agar dapat menjadikan pengujian ini sebagai
perbandingan dalam pengujian yang mendatang serta dapat
mengaplikasikan dan menyelaraskan antara teori dan praktek yang
diperoleh selama pendidikan.
1.5.2 Bagi Masyarakat
2
Hasil pengujian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang makanan dan minuman tersebut aman atau tidak untuk
dikonsumsi, dan jenis pewarna yang dilarang penggunaanya dalam makanan
dan minuman.
1.6 Waktu dan Lokasi Pengujian
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Baku
2.1.1 Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingridien khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung)
suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Bahan tambahan makanan dapat dikelompokan menjadi :
a. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah
atau menghambat oksidasi.
b. Antikempal adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah
mengempalnya makanan yang berupa serbuk.
c. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat
mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman
makanan.
d. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat
menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak
mempunyai nilai gizi.
e. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang
dapat mempercepat proses pemutihan atau pematangan tepung
sehingga dapat memperbaiki mutu pamanggangan.
f. Pengemulsi, pemantap dan pengental adalah bahan tambahan
makanan yang dapat membantu terbentuknya atau pemantapan sistem
disperse yang homogen pada makanan.
4
g. Pengawet adalah bahan tambahan yang mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme.
h. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras
atau mencegah melunaknya makanan.
i. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki
atau memberi warna pada makanan.
j. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa
dan aroma.
k. Sekuestran adalah bahan tambahn makanan yang dapat mengikat ion
logam yang ada dalam makanan.
Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan disebutkan
bahwa Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan dalam makanan tetapi
dengan batas maksimum penggunaanya dan juga disebutkan bahan
tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan. (Permenkes RI, 1988)
2.1.2 Pewarna
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan
berwarna antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar,
berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis pewarna yang termasuk dalam
golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna
sintetis.
1. Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan
dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna
alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan
kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa
(karamel) ke bahan olahannya.
5
Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan,
diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin,
flavonoid, tannin, betalanin, quinon dan xanthon, serta karotenoid.
2. Pewarna Sintesis
Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan
prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses
sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan
analisis media terhadap zat warna tersebut.
Seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk
sembarangan bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan
kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan.
Menurut Joint FAC/WHO Expert Committee on Food Additives
(JEFCA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas
berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten,
dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam
pewarna buatan, yaitu dyes dan lakes. (wisnu cahyadi, 2006: 54-58)
2.1.3 Biru Berlian
Gambar .1 Rumus Bangun Biru Berlian
Dinatrium 4-([4-(N-etil-m-sulfobenzilamino)- fenil] –
(2 sulfoniumfenil)-metilena)-[1-(N-etil-N-m-sulfobenzil)-
Δ2,5-sikloheksadienimina]
Rumus molekul : C37H34N2Na2O9S3
Bobot molekul : 792,88
6
Pemerian : Serbuk atau butiran seperti logam, warna ungu
kemerahan ; tidak berbau
Kelarutan : mudah larut dalam air (Depkes RI, 1979: 84)
2.1.4 Es Krim
Menurut SNI 01-3713-1995 yang dimaksud dengan Es krim adalah
jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es
krim atau dari campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula dengan
atau tanpa bahan makanan lain dan bahan makanan yang diizinkan (SNI 01-
3713-1995)
2.2 Hasil Penelitian
2.3 Teori tentang Proses
2.3.1 Kromatografi Kertas
2.3.1.1 Latar Belakang Kromatografi Kertas
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang
didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran
tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan fase
bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat padat atau zat cair,
sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas. (Estien
Yazid. 2005: 194)
Teknik kromatografi kertas menggunakan kertas saring
sebagai penunjang fase diam. Lembaran kertas berperan sebagai
penyangga dan air bertindak sebagai fase diam yang terserap
diantara struktur pori kertas.
Cairan fase bergerak biasanya berupa campuran dari pelarut
organik dan air, akan mengalir membawa noda cuplikan yang
didepositkan pada kertas dengan kecepatan berbeda. Pemisahan
7
terjadi berdasarkan partisi masing-masing komponen diantara fase
diam dan fase bergeraknya. (Estien Yazid. 2005: 205)
2.3.1.2 Perhitungan Nilai Rf
Nilai Rf dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif dari
senyawa yang tidak diketahui dengan membandingkan terhadap
senyawa standar. Bila harga Rf nya sama, berarti kedua senyawa
tersebut identik.
Harga Rf dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu,
waktu pengembangan, pelarut, kertas, sifat campuran, penjenuhan
dan ukuran bejana. (Estien Yazid. 2005: 208)
2.3.2 Ekstraksi
2.3.2.1 Konsep Dasar Ekstraksi
Ekstraksi merupakan metode pemisahan atau pengambilan
zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan
pelarut lain (biasanya organik).
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut
dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling
bercampur seperti eter, kloroform, karbon tetra klorida dan karbon
disulfida. Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi
pelarut merupakan metode yang paling baik dan populer. Alasannya
utamanya karena metode ini dapat dilakukan baik dalam tingkat
makro maupun mikro. Pemisahannya tidak memerlukan alat khusus
atau canggih, melainkan hanya berupa corong pemisah. Pemisahan
yang dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah.
Seringkali untuk melakukan pemisahan hanya diperlukan beberapa
menit. (Estien yazid. 2005: 180)
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-
faktor berikut ini :
a. Selektivitas
8
b. Kelarutan
c. Kemampuan tidak saling bercampur
d. Kerapatan
e. Reaktivitas
f. Titik didih
g. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus :
Murah
Tersedia dalam jumlah besar
Tidak beracun
Tidak dapat terbakar
Tidak eksplosif bila bercampur dengan udara
Tidak korosif
Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi (G.Bernasconi.
1995: 180)
2.3.2.2 Klasifikasi Ekstraksi
a. Bentuk Campurannya
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi
dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair.
1. Ekstraksi padat-cair, zat yang diekstraksi terdapat di dalam
campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak
dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang
terkandung di dalam bahan alam seperti steroid, hormon,
antibiotika dan lipida pada biji-bijian.
2. Ekstraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat di dalam
campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga
disebut ekstraksi pelarut. Banyak juga dilakukan untuk
memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam tertentu dalam
larutan air.
b. Proses Pelaksanaannya
9
Menurut proses pelaksanaannya ekstraksi dibedakan menjadi
ekstraksi berkesinambungan (kontinyu) dan ekstraksi bertahap.
1. Ekstraksi Kontinyu (Continues Extraction)
Pada ekstraksi kontinyu, pelarut yang sama digunakan secara
berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia
berbagai alat dari jenis ekstraksi ini seperti alat soxhlet atau
Craig Countercurent.
2. Ekstraksi Bertahap (Batch)
Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan
pelarut yang baru sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang
biasanya digunakan adalah berupa corong pisah. (Estien yazid.
2005: 182)
2.3.2.3 Hukum Partisi
Hubungan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut
yang tidak saling bercampur dinyatakan pertama kali oleh Walter
Nernst (1891), yang dikenal dengan hukum distribusi atau partisi.
(Estien yazid. 2005: 182)
KD adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang
merupakan tetapan keseimbangan yang merupakan kelarutan relatif
dari suatu senyawa terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur.
C1 dan C2 adalah kadar senyawa terlarut dalam pelarut 1 dan 2.
Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air sedangkan sebagai
pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan
air. Dengan demikian ion anorganik atau senyawa organik polar
sebagian besar akan terdapat dalam fase air, sedangkan senyawa
organik nonpolar sebagian besar akan terdapat dalam fase organik.
Hal ini yang dikatakan “like dissolves like” yang berarti bahwa
senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar, dan sebaliknya.
10
Dalam suatu larutan encer faktor kadar tidak mempengaruhi
koefisien distribusinya. (Sudjadi. 1988: 60)
2.3.3 Spektrofotometri Ultraviolet -Cahaya Tampak
2.3.3.1 Teori Dasar Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis
spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra
violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan
memakai instrumen spektrofotometer. (Muhammad Mulja, 1995:
26)
Spektrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi
elektromagnetik (REM) dengan molekul. REM merupakan bentuk
energi radiasi yang mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton).
Karena bersifat sebagai gelombang maka beberapa parameter perlu
diketahui, misalnya panjang gelombang (λ), frekuansi (ν), bilangan
gelombang ( ) dan serapan (A).
Besarnya energi foton berbanding lurus dengan frekuensi dari REM,
Dimana : E = energi
h = tetapan Planck = 6,63.1027 erg.s.molekul-1
= 6,63.1034joule.s.molekul-1
Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur besarnya
energi yang diabsorbsi/diteruskan. Jika radiasi yang monokromatik
melewati larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap, maka
radiasi ini akan dipantulkan, diabsorbsi oleh zatnya dan sisanya
ditransmisikan.
Pengaruh Ir dapat dihilangkan dengan menggunakan blangko/kontrol,
sehingga :
11
Lambert dan Beer telah menurunkan secara empirik hubungan antara
intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan dan
hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat.
Hukum Lambert-Beer :
Dimana : A = serapan
I0 = intensitas sinar yang datang
It = intensitas sinar yang diteruskan
γ = absorbtivitas molekuler (mol.cm.It-1)
a = daya serap (g.cm. It-1)
b = tebal larutan / kuvet
c = konsentrasi (g. It-1.mg.ml-1) (Harmita, 2006: 134-136)
2.3.3.2 Penggunaan Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang
cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri
UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan
kualitatif. (Muhammad Mulja, 1995: 26)
Untuk analisa kualitatif yang diperhatikan adalah:
1. Membandingkan λ maksimum
2. Membandingkan serapan (A), daya serap (a),
3. Membandingkan spektrum serapannya.
Untuk analisa kuantitatif dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembuatan spektrum serapan.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
3. a. Pembuatan larutan standar.
b. Pengenceran sampel.
Pembuatan spektrum serapan bertujuan untuk memperoleh
panjang gelombang maksimum dari senyawa tersebut. (Harmita,
2006: 140,150)
12
2.3.3.3 Jenis Spektrofotometer UV-Vis
A. Single Beam
Gambar. 2 Konstruksi Alat spektrofotometer Berkas Tunggal
Keterangan:
1. Sumber radiasi
2. Monokromator
3. Kuvet / sel
4. Detektor
5. Amplifier
6. Recorder
Celah keluar sinar monokromatis hanya satu, wadah atau kuvet
yang dapat dilalui sinar hanya satu, setiap perubahan panjang
gelombang alat harus dinolkan. (Harmita, 2006: 139)
B. Double Beam
Gambar. 3 Konstruksi Alat Spektrofotometer Berkas Ganda
Keterangan:
1. Sumber radiasi
2. Monokromator
3a. Sel berisi blangko
3b. Sel berisi contoh
4. Detektor
5. Amplifier
6.Recorder
13
2 31
1 2
54 6
3b4 5 6
3a
Celah keluar sinar monokromatis ada dua, wadah melalui
dua kuvet sekaligus, alat cukup satu kali dinolkan dengan cara
mengisi kedua kuvet dengan larutan blangko. (Harmita, 2006: 140)
2.3.4 Cara Analisa Data
2.3.4.1 Pengolahan Data Secara Statistik
a. Nilai Rata-Rata (Average)
Nilai rata-rata dari suatu seri hasil-hasil pengukuran adalah
lebih meyakinkan dari hanya salah satu hasil pengukuran dari seri
tersebut. Makin banyak data yang dikumpulkan maka nilai rata-
ratanya makin terpercaya. Nilai rata-rata dihitung dengan membagi
jumlah hasil-hasil pengukuran dengan banyaknya pengukuran.
Harga rata-rata dari N kali pengukuran adalah VN kali lebih dapat
dipercaya daripada hanya satu kali pengukuran (Harmita, 2006:9)
b. Varian dan Standar Deviasi
Varian (variance) adalah jumlah kuadrat penyimpangan
hasil-hasil pengukuran dengan nilai rata-ratanya, dibagi dengan
banyaknya pengukuran dikurangi satu (Harmita, 2006:10).
Dalam kimia analitik akar dari varian yang dikenal dengan
nama standar deviasi (standard deviation) lebih banyak dipakai
karena mempunyai satuan yang sama dengan data asalnya. Standar
deviasi dihitung dengan rumus sebagai berikut:
c. Standar Deviasi Relatif
Standar deviasi dapat dipakai sebagai ukuran suatu
keseksamaan (precision). Makin seksama suatu penetapan maka
14
deviasi standarnya makin kecil. Besarnya suatu penyimpangan dapat
juga dinyatakan sebagai standar deviasi relative (Relative Standard
Deviation = RSD, Coefficient of Variation) yang biasanya
dinyatakan dalam % (Harmita, 2006:12).
2.3.4.2 Penolakan Hasil
Hasil pengujian yang tampaknya menyimpang tidak harus
ditolak. Misalnya untuk enam pengukuran replika, selisih antara
nilai-nilai ekstrim dan tetangganya yang paling dekat harus
melampaui separuh dari seluruh jangkauan keenam pengukuran
sebelum suatu hasil ditolak. Bila ini sudah dilakukan, abaikan nilai
yang meragukan dan tentukan dengan cara biasa mean dan deviasi
rata-rata nilai yang diterima. Perbedaan boleh digunakan
untuk penolakan, yaitu jika deviasi nilai yang dicurigai terhadap
mean paling tidak empat kali deviasi rata-rata nilai-nilai yang
diterima. Beberapa penelitian menggunakan .
Kesalahan nilai yang ditolak dikenal sebagai kesalahan besar.
(Khopkar,S.M. 1990: 14-15)
2.4 Hipotesa
Hipotesa dari peneitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan kadar
pewarna dalam es krim.
15
Menurut Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan, dinyatakan bahwa batas maksimum
penggunaan Biru Berlian dalam Es Krim sebesar 100 mg/kg
produk akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg)
Gambar 4. Kerangka Konsep Pengujian
Sampel terlebih dahulu diidentifikasi dengan menggunakan metode kromatografi
kertas untuk memastikan apakah zat warna yang dipakai dalam sampel benar zat
warna Biru Berlian. Hasil dikatakan negatif apabila bercak larutan uji tidak sejajar
dengan bercak larutan baku dan hasil dikatakan positif apabila bercak larutan uji
sejajar dengan bercak larutan baku. Untuk penetapan kadar Biru Berlian dalam
sampel, terlebih dahulu sampel dihaluskan hingga homogen dan ditimbang
kemudian ditambahkan 5 ml larutan natrium karbonat 2 N. Masukan larutan
tersebut ke dalam corong pisah kemudian diekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 5 ml
n-butanol dan tiap kali ditambah dengan 2 ml larutan natrium karbonat 2 N.
Pewarna Biru Berlian akan masuk ke dalam fase organik. Kumpulkan fase
organik dan masukan ke dalam labu ukur 25 ml dan tambahkan n-butanol sampai
tanda. Dilanjutkan ke tahap pengujian secara Spektrofotometri Ultraviolet.
Sampel dikatakan memenuhi syarat apabila kadar zat warna tidak lebih dari kadar
yang ditetapkan dalam persyaratan dan sampel dikatakan tidak memenuhi syarat
apabila kadar zat warna lebih dari kadar yang ditetapkan dalam persyaratan.
BAB III
16
Analisa data / verifikasi terhadap Biru Berlian
Identifikasi secara Kromatografi Kertas
Penetapan Kadar secara Spektrofotometri UV
Bahan Makanan memenuhi syarat atau tidak
METODE ANALISA
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1 Waktu Pengujian
Pada tanggal 16 Mei – 28 Mei 2011
3.1.2 Lokasi Pengujian
Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Analisa Farmasi
dan Makanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II, Jalan Raya
Ragunan No. 29 C Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Prosedur Asli
3.1.1 Identifikasi Pewarna Sintetik Biru Berlian secara Kromatografi
Kertas
Larutan Uji
Sejumlah 50 ml cuplikan dimasukan kedalam gelas piala 100 ml,
cuplikan diasamkan sedikit asam asetat encer 6 % hingga pH 4, kemudian
masukan benang wool bebas lemak secukupnya, panaskan di atas tangas air
sampai semua warna terisolasi. Benang wool yang telah berwarna
dipisahkan, dan dicuci dengan air, dimasukan kedalam gelas piala 50 ml,
ditambah ammonia 10 % secukupnya dan dipanaskan diatas tangas air
sampai benang wool tidak berwarna. Setelah benang wool dipisahkan,
larutan dipekatkan.
Larutan Baku
Larutkan baku pembanding yang dibuat dengan konsentrasi 0,1 %
b/v dalam air.
Identifikasi
Lakukan kromatografi sebagai berikut :
17
Fase diam : Kertas Whatman no. 1
Fase gerak : Aceton : Etil metil keton : Air (30 : 70 : 30)
Penjenuhan : Dengan kertas saring
Vol. Penotolan : Larutan baku 10 µl dan larutan sampel disamakan
dengan warna baku yang sudah ditotolkan.
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak : Sinar UV 254 nm.
3.1.2 Penetapan Kadar Pewarna Biru Berlian dalam Es Krim secara
Spektrofotometri UV-Vis
Larutan Uji
Dalam corong pisah sejumlah 3 gram cuplikan yang ditimbang
seksama, ditambah 5 ml larutan natrium karbonat 2 N, dan diekstraksi 3
kali, tiap kali dengan 5 ml n-butanol dan tiap kali ekstraksi ditambahkan
2 ml larutan natrium karbonat 2 N. Pewarna biru berlian akan masuk ke
dalam fase organik, sedangkan tartrazin tetap tinggal dalam fase air.
Kumpulan fase organik dimasukan ke dalam labu tentukur 25 ml dan
ditambahkan n-butanol sampai tanda (A).
Larutan Baku
Larutan pewarna biru berlian 0,01% dan diperlakukan sama seperti
larutan uji (B).
Cara Penetapan
Serapan larutan A dan B diukur pada panjang gelombang maksimum
lebih kurang 630 nm menggunakan n-butanol sebagai blangko.
3.2 Prosedur Modifikasi
3.2.1 Penetapan Kadar Pewarna Biru Berlian dalam Es Krim secara
Spektrofotometri UV-Vis
Larutan Uji
18
Didiamkan sampel es krim hingga mencair, homogenkan. Ditimbang
20 gram sampel dalam beaker glass 50 ml, kemudian dimasukan kedalam
corong pisah. Ditambah 5 ml larutan natrium karbonat 2 N, dan diekstraksi
3 kali, tiap kali dengan 15 ml n-butanol dan tiap kali ekstraksi ditambhah 2
ml larutan natrium karbonat 2 N. Pewarna biru berlian akan masuk ke dalam
fase organik, sedangkan tartrazin tetap tinggal dalam fase air. Kumpulan
fase organik dimasukan ke dalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan n-
butanol sampai tanda.
Larutan Baku
Ditimbang baku biru berlian lebih kurang 10 mg dengan seksama
dan dimasukan kedalam labu ukur 100 ml kemudian dilarutkan dengan air
sampai tanda, kocok dan homogenkan. Hingga diperoleh konsentrasi baku
0,01 %. Dari larutan tersebut dipipet masing-masing 0,40 ml; 0,60 ml; 0,80
ml; 1,00 ml; 1,20 ml; dan masing-masing dimasukan kedalam labu 25 ml
kemudian diencerkan dengan n-butanol hingga tanda, kocok dan
homogenkan.
3.3 Langkah Kerja
3.3.1 Identifikasi Pewarna Sintetik Biru Berlian secara Kromatografi
Kertas
Larutan Uji
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Didiamkan sampel hingga mencair, homogenkan
3. Diukur sejumlah 50 ml sampel, dimasukan kedalam beaker glass
100 ml
4. Diasamkan sampel dengan sedikit asam asetat encer 6 % hingga pH 4
agar zat warna dapat mudah ditarik
5. Dimasukan benang wool secukupnya kedalam sampel yang sudah
dipersiapkan tadi
6. Dipanaskan di atas penangas air hingga semua warna terisolasi
7. Diambil benang wool dari cuplikan, cuci berulang-ulang hingga air
cucian bersih
19
8. Dimasukan benang wool ke dalam beaker glass 50 ml
9. Ditambahkan larutan ammonia encer 10 % secukupnya
10. Dipanaskan di atas penangas air hingga zat warna pada benang wool
luntur
11. Diambil benang woolnya, pekatkan larutan diatas penangas air.
Larutan Baku
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang masing-masing baku biru berlian dan tartrazin lebih kurang
10 mg
3. Dimasukan masing-masing baku kedalam labu ukur 10 ml
4. Ditambahkan air sampai tanda, dikocok hingga homogen
Identifikasi
1. Ditotolkan masing-masing 10 µl larutan baku dan 50 µl larutan uji pada
kertas whatman no. 1 yang sudah diberi tanda
2. Dimasukan kertas ke dalam bejana kromatrografi yang sudah berisi
eluen
3. Dieluasi hingga jarak eluasi 15 cm
4. Diamati bercak baku dan sampel di bawah sinar UV 254 nm
5. Dihitung harga Rf
3.3.2 Penetapan Kadar Pewarna Biru Berlian dalam Es Krim secara
Spektrofotometri UV-Vis
Larutan Uji
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang seksama 20 g cuplikan dalam beaker glass 50 ml
3. Dimasukan kedalam corong pisah, ditambah 5 ml larutan natrium
karbonat 2 N
4. Diekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 15 ml n-butanol
5. Ditambahkan 2 ml larutan natrium karbonat 2 N pada setiap kali
ekstraksi
6. Pewarna biru berlian akan masuk ke dalam fase organik
20
7. Dikumpulkan fase organik dimasukan ke dalam labu tentukur 50 ml
8. Ditambahkan n-butanol sampai tanda, dihomogenkan
Larutan Baku
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang baku biru berlian lebih kurang 10 mg dengan seksama
3. Dimasukan kedalam labu ukur 100 ml
4. Diencerkan dengan air sampai tanda, dihomogenkan
5. Dipipet masing-masing 0,40 ml; 0,60 ml; 0,80 ml; 1,00 ml; 1,20 ml dari
baku induk
6. Dimasukan masing-masing larutan kedalam labu ukur 25 ml
7. Diencerkan dengan n-butanol sampai tanda, kocok dan homogenkan
Cara Penetapan
1. Diukur serapan larutan baku dan larutan uji pada panjang gelombang
maksimum lebih kurang 630 nm
2. Digunakan n-butanol sebagai blangko.
3. Dicatat nilai serapannya, dihitung kadarnya.
3.4 Alat dan Bahan
3.4.1 Alat
Spektrofotometer UV-Vis merek Shimadzu, Timbangan analitik,
Beaker glass, Bejana kromatrografi, Corong pisah, Pipet mikro, Kertas
saring whatman no.1, Benang wool, Waterbath, Buret 10 ml, Pipet tetes,
Gelas ukur, Batang pengaduk, Statif, Ring bundar, Erlenmeyer, Labu ukur.
3.4.2 Bahan
Sampel, Baku pembanding zat warna, Eluen Etil metil keton –
Aseton – Air (70 : 30 : 30), Asam asetat encer 6% v/v, Ammonia 10 % v/v,
Etanol, Natrium karbonat 2N, N-butanol, Aquades.
3.5 Skema Kerja
3.5.1 Identifikasi Pewarna Biru Berlian secara Kromatografi Kertas
Ukur 50 ml cuplikan dimasukan kedalam beaker glass 100 ml
21
Ditambahkan sedikit asam asetat
encer 6 % hingga pH 4 agar zat warna
mudah ditarik
Masukan benang wool ke dalam larutan contoh
Panaskan di penangas air, hingga zat warna terisolasi
Ambil benang wool, cuci berulang-ulang hingga air cucian bersih
Masukan benang wool ke dalam beaker glass 50 ml
Tambahkan ammonia encer
Panaskan di atas penangas air hingga warna di benang wool luntur,
Ambil benang woolnya, pekatkan di atas penangas air
Buat larutan baku dengan konsentrasi 0,1 %
Larutan uji dan baku ditotolkan pada kromatografi kertas
Masukan ke dalam bejana kromatografi yang telah berisi eluen, dieluasi
hingga jarak 15 cm
Diamati bercak baku dan sampel di bawah sinar UV 254 nm
Dihitung harga Rf
3.5.2 Penetapan Kadar Pewarna Biru Berlian dalam Es Krim secara
Spektrofotometri UV-Vis
Timbang 20 g sampel dalam beaker glass 50 ml
Tambahkan 5 ml larutan natrium
karbonat 2 N
Masukan ke dalam corong pisah
Ekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 15 ml n-butanol,
tiap kali ekstraksi ditambahkan 2 ml natrium karbonat 2 N
Pewarna biru berlian masuk ke
dalam fase organik
22
Kumpulkan fase organik, masukan ke dalam labu 50 ml
Tambahkan n-butanol sampai tanda, homogenkan
Buat larutan baku pewarna 0,01 % dan dibuat pengenceran baku seri dengan
pemipetan 0,40 ml; 0,60 ml; 0,80 ml; 1,00 ml; 1,20 ml di ad labu 25 ml
dengan n-butanol
Buat larutan blangko menggunakan n-butanol
Diukur serapan maksimum masing-masing larutan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 630 nm.
3.6 Data Percobaan
3.6.1 Data Sampel
Nama Sampel : Es krim merk “X”
Exp Date : 30 April 2013
Pemerian :
Bentuk : Padat
Bau : wangi aromatis
Warna : biru, hijau, kuning
Rasa : manis
TABEL 1
DATA PENIMBANGAN BAKU DAN SAMPEL
No Keterangan Bobot
Bahan
(g)
Sisa
(g)
Bobot Bersih
Bahan
(g)
1 Baku Biru Berlian
(untuk Penetapan
Kadar)
0,0728 0,0628 0,0100
2 Baku Biru Berlian
(untuk Identifikasi)
0,0103 0,0000 0,0103
23
3 Baku Tartrazin (untuk
identifikasi)
0,0106 0,0000 0,0106
4 Sampel 1 20,0027 0,0000 20,0027
5 Sampel 2 20,0031 0,0000 20,0031
6 Sampel 3 20,0028 0,0000 20,0028
7 Sampel 4 20,0022 0,0000 20,0022
8 Sampel 5 20,0033 0,0000 20,0033
9 Sampel 6 20,0033 0,0000 20,0033
10 Sampel 7 20,0046 0,0000 20,0046
TABEL 2
DATA JARAK BERCAK SAMPEL DAN BAKU PADA
KROMATOGRAFI KERTAS
No Keterangan Jarak Rambat
1 Cairan Pengembang 15 cm
2 Baku biru berlian 11,9 cm
3 Baku tartrazin 4,3 cm
4 Sampel 1 11,7 cm
5 Sampel 2 4,8 cm
6 Campuran baku + sampel 1 11,7 cm
7 Campuran baku + sampel 2 4,5 cm
TABEL 3
DATA SERAPAN BAKU BIRU BERLIAN DAN SAMPEL
No. Keterangan Serapan Maksimum
1 B1 0,214
2 B2 0,325
3 B3 0,454
4 B4 0,558
5 B5 0,637
24
6 S1 0,251
7 S2 0,255
8 S3 0,253
9 S4 0,253
10 S5 0,256
11 S6 0,257
12 S7 0,254
3.6.2 Data Baku
Biru Berlian No kontrol W100001
3.7 Rumus Perhitungan
3.7.1 Rumus Perhitungan Harga Rf
3.7.2 Rumus Penetapan Kadar
Keterangan : = Konsentrasi rata-rata baku
25
= Serapan rata-rata baku
x = Bobot pewarna Biru Berlian dalam cuplikan
y = Serapan contoh
r = regresi
B = Bobot penimbangan sampel
Fps = Faktor pengenceran sampel
n = Jumlah sampel
3.8 Perhitungan
3.8.1 Harga Rf
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3.8.2 Kadar Biru Berlian dalam Sampel
Penimbangan baku biru berlian = 10,0 mg
Konsentrasi larutan baku induk = = 0,1 mg/ml
Konsentrasi larutan baku tersebut berturut-turut dari pengenceran baku
induk :
26
TABEL 4
HASIL PERHITUNGAN KURVA BAKU DAN PEWARNA BIRU BERLIAN
No VolumeKonsentrasi
Baku Absorban x.y x² y² Pemipetan (µg/ml) (x) (y)
1 0,40 1,6 0,214 0,3424 2,56 0,0457962 0,60 2,4 0,325 0,78 5,76 0,1056253 0,80 3,2 0,454 1,4528 10,24 0,2061164 1,00 4,0 0,558 2,232 16 0,3113645 1,20 4,8 0,637 3,0576 23,04 0,405769
Σ 16 2,188 7,8648 57,6 1,07467 3,2 0,4376
TABEL 5
27
PERHITUNGAN BOBOT BIRU BERLIAN DALAM SAMPEL
No Keterangan Perhitungan Bobot biru berlian (µg/ml)
1 S1 1,8169
2 S2 1,8466
3 S3 1,8317
4 S4 1,8317
5 S5 1,8540
6 S6 1,8614
7 S7 1,8391
Perhitungan kadar biru berlian dalam minuman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
TABEL 6
PENGABAIAN HASIL YANG MENCURIGAKAN
No Kadar mg/kg (x)
28
1 4,54 (dicurigai) - -
2 4,62 0,01 0,0001
3 4,58 0,03 0,0009
4 4,58 0,03 0,0009
5 4,63 0,02 0,0004
6 4,65 0,04 0,0016
7 4,60 0,01 0,0001
Σ 27,66 0,14 0,0040
4,61 0,023 0,00067
Hasil yang dicurigai tidak ikut dirata-rata.
Syarat, ditolak jika,
4,54 – 4,61 ≥ 2,5 x 0,023
0,07 ≥ 0,0575
4,54 ditolak
3.8.3 Analisa Data Statistik
= 0,0283
= 0,61 %
SD dan RSD digunakan untuk mengetahui kedekatan hasil dari pengujian.
Berdasarkan perhitungan statistik diperoleh RSD 0,61 % maka RSD dari
sampel tersebut memenuhi syarat karena kurang dari 2 %.
3.9 Persyaratan
Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang zat warna
sintetis yang diizinkan dalam bahan tambahan makanan, yaitu pewarna biru
berlian adalah 100 mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg).
29
BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian
TABEL 7
HASIL IDENTIFIKASI BIRU BERLIAN DAN TARTRAZIN DALAM
SAMPEL BERDASARKAN HARGA Rf PADA KROMATOGRAFI KERTAS
No Keterangan Harga Rf
1 Baku biru berlian 0,79
2 Baku tartrazin 0,29
3 Sampel 1 0,78
4 Sampel 2 0,32
5 Campuran baku + sampel 1 0,78
6 Campuran baku + sampel 2 0,3
Dari hasil perhitungan Rf diperoleh harga Rf sampel dan baku hampir sama,
sehingga sampel dapat diidentifikasi mengandung biru berlian dan tartrazin.
TABEL 8
HASIL PENGUJIAN PADA PENETAPAN KADAR BIRU BERLIAN
DALAM ES KRIM SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
No Nama Sampel Kadar (mg/kg) Keterangan
1 S1 4,62 Memenuhi syarat
2 S2 4,58 Memenuhi syarat
3 S3 4,58 Memenuhi syarat
4 S4 4,63 Memenuhi syarat
5 S5 4,65 Memenuhi syarat
6 S6 4,60 Memenuhi syarat
Rata-rata 4,61 Memenuhi syarat
30
Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata kadar biru berlian dalam sampel sebesar
4,61 mg/kg dan dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut memenuhi syarat.
4.2 Pembahasan
Pada uji identifikasi dengan kromatografi kertas zat warna diserap oleh
benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan. Dalam suasana ini zat
pewarna lebih mudah melekat pada benang wool bebas lemak. Benang wool yang
berwarna dikumpulin dan dicuci, dilanjutkan dengan penambahan ammonia encer
(NH4OH) dan dipanaskan, pada keadaan ini keasaman benang wool akan
berkurang karena penambahan ammonia encer yang bersifat basa lemah sehingga
zat warna yang ada pada benang wool luntur.
Dari hasil isolasi dengan benang wool bebas lemak dilakukan penotolan
menjadi empat macam yaitu: penotolan untuk sampel, penotolan untuk baku biru
berlian, penotolan untuk baku tartrazin dan penotolan untuk campuran baku dan
sampel. Eluen yang digunakan adalah campuran aceton : etil metil keton : air
(3:7:3), dengan menggunakan eluen ini pewarna biru berlian dalam sampel
mempunyai harga Rf yang sama dengan harga Rf baku biru berlian. Sehingga
dapat di identifikasi bahwa sampel mengandung pewarna sintetik biru berlian.
Untuk penetapan kadar sampel yang telah ditimbang, ditambahkan dengan
Natrium Karbonat 2 N, dengan menggunakan Natrium Karbonat 2 N akan
membentuk suatu garam yang mengurangi kepolaran biru berlian sehingga mudah
tertarik pada fase n-butanol. Setelah itu diekstraksi dengan n-butanol sampai
pewarna biru berlian tertarik sempurna.
Ekstrak yang diperoleh dari sampel dan baku mempunyai warna yang sama
yaitu warna biru. Pewarna dalam fase n-butanol langsung diukur pada panjang
gelombang 630 nm menggunakan alat spektrofotometer, hasilnya memberikan
panjang gelombang yang sama dengan baku berlian BPFI. Artinya es krim
tersebut mengandung pewarna biru berlian, serapan yang dihasilkan pada
penimbangan 3 gram sampel yaitu 0,066 agar masuk kedalam serapan ideal yaitu
0,2 – 0,8 maka penimbangan harus ditambahkan menjadi 20 gram dan diperoleh
serapan rata-rata 0,254.
31
Pada data statistik untuk mengetahui kedekatan hasil pengujian maka data
tersebut harus dihitung dengan menggunakan SD dan RSD. Didapat perhitungan
hasil RSD pada penetapan biru berlian yaitu 0,61 %.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan
tambahan makanan menyebutkan bahwa kadar pewarna biru berlian dalam
makanan tidak lebih dari 100 mg/kg. Kadar pewarna biru berlian dalam sampel es
krim tersebut rata-rata 4,61 mg/kg. Sehingga dapat disimpulkan pewarna biru
berlian dalam sampel tersebut memenuhi syarat.
5.2 Saran
Selain menggunakan metode spektrofotometri pada penetapan kadar Biru
Berlian penulis menyarankan untuk menggunakan metode spektrodensitometri.
Dengan menggunakan metode tersebut bercak yang memisah pada lempeng
kromatografi lapis tipis dapat langsung diukur serapannya.
32