kti 2

90
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu kedokteran, usaha-usaha di bidang kesehatan telah mengalami perkembangan. Tidak terbatas pada usaha kuratif saja, tetapi juga usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Olah raga telah mendapat tempat dalam dunia kesehatan sebagai salah satu faktor penting dalam usaha pencegahan penyakit. Olah raga terbukti pula dapat meningkatkan derajat kesehatan dan tingkat kesegaran jasmani seseorang. Seseorang yangmemiliki kesegaran jasmani prima dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan optimal dan tidak cepat lelah, serta masih memiliki cadangan energi untuk melakukan kegiatan lain. Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Manusia yang sehat dan memiliki tingkat kesegaran 1

Upload: iwayansuparthanaya

Post on 28-Oct-2015

84 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

contoh KTI

TRANSCRIPT

Page 1: KTI 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perkembangan ilmu kedokteran, usaha-usaha di bidang kesehatan

telah mengalami perkembangan. Tidak terbatas pada usaha kuratif saja, tetapi juga

usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Olah raga telah mendapat tempat

dalam dunia kesehatan sebagai salah satu faktor penting dalam usaha pencegahan

penyakit. Olah raga terbukti pula dapat meningkatkan derajat kesehatan dan

tingkat kesegaran jasmani seseorang. Seseorang yangmemiliki kesegaran jasmani

prima dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan optimal dan tidak cepat lelah,

serta masih memiliki cadangan energi untuk melakukan kegiatan lain.

Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak

diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan

semakin baik pula. Manusia yang sehat dan memiliki tingkat kesegaran yang baik

akan mampu berprestasi dalam pekerjaan sehingga tingkat produktivitas akan

meningkat.1,9

Hasil penelitian survey kesegaran jasmani pada usia kerja yang dilakukan

oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1993 yaitu 92,4% termasuk kategori

kurang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pradono tahun 1998 pada usia

20-39 tahun warga Kebon Manggis, Jakarta Timur diperoleh hasil pengukuran

VO2max 50,2% termasuk kategori sangat kurang, 26,8% kurang, 15% cukup dan

7,7% baik.

1

Page 2: KTI 2

Kesegaran jasmani seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni,

faktor internal dan faktor eksternal.Yang dimaksud faktor internal adalah sesuatu

yang sudah terdapat dalam tubuh seseorang yang bersifat menetap misalnya

genetik, umur, jenis kelamin.Sedangkan faktor eksternal diantaranya aktivitas

fisik, lingkungan dan kebiasaan merokok.

Dr. Brotz telah menuliskan pada tahun 1983 dalam journal of

AmericanMedical Association sebagai berikut: tidak ada obat yang bisa digunakan

sekarang atau masa depan yang memberikan dan mempertahankan kesehatan

yanglebih baik dari pada kebiasaan yang senantiasa berolahraga. Banyak

penelitian mengenai efek latihan olahraga pada usia muda. Dari penelitian

Allewison dan Andrews 1976, sepertiga hari sekolah dicurahkan pada pendidikan

jasmani. Hasilnya secara dramatis terlihat sebagai anak yang kuat, badan yang

sehat dan cenderung memiliki kemampuan akademik yang baik.7

US Centers for Desease Control and Prevention (CDC) dan

AmericanCollage of Sport Medicine melaporkan bahwa sebanyak 250.000 jiwa

melayang setiap tahun karena gaya hidup yang pasif. Ketidak aktifan memberikan

kontribusi kematian yang besar (34%) dan menelan biaya $5,7 milyar pertahun

(Sharkey). 20

Kekurangan gerak atau kurangnya keterlibatan secara aktif dalam

berolahraga dapat menyebabkan derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi

biologik ini nampak pada keadaan nyata seperti:

Orang lekas menderita kelelahan pada saat melakukan tugas sehari-

hari yang tergolong berbobot sedang

2

Page 3: KTI 2

Sistem otot dalam keadaan lemah yang menyebabkan kekuatan,

kecepatan dan daya tahan rendah

Penampilan tampak loyo dan gairah hidup kurang.

Kekurangan gerak dan kurangnya latihan dengan intensitas yang memadai

dapat menimbulkan penyakit kurang gerak. Penyakit ini menampakkan dirinya

dalam beberapa gejala seperti tubuh tambun atau berkadar lemak tinggi, fungsi

organ tubuh yang lemah dan hidup yang cenderung tidak bergairah. Penderita

cenderung mengidap penyakit berbahaya seperti penyakit jantung, paru-paru, dan

ginjal, tekanan darah tinggi dan gangguan pencernaan 14

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, pada tahun 2005, secara

global ada sekitar 1,6 miliar orang dewasa yang kelebihan berat badan atau

overweight dan 400 juta di antaranya dikategorikan obesitas. Pada 2015 diprediksi

kasus obesitas akan meningkat dua kali lipat dari angka itu. Sedangkan Menurut

data yang diperoleh dari Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes tahun 1997,

sebanyak 12,8 % pria dewasa mengalami Overweight dan sebanyak 2,5 %

mengalami Obesitas. Sedangkan pada wanita angka ini menjadi lebih besar lagi

yaitu 20 % dan 5,9 %.  Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia thn 2000

jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan

pasien obesitas berjumlah lebih dari 9.8 juta (4.7%). Berdasarkan data tersebut,

dapat disimpulkan bahwa kelebihan berat badan dan kegemukan di Indonesia

telah menjadi masalah besar yang memerlukan penanganan secara serius.21

Jika melihat data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, di

Indonesia terdapat 19,1 persen kasus obesitas pada penduduk berusia di atas 15

3

Page 4: KTI 2

tahun. Angka tersebut melebihi besaran angka kekurangan gizi dan gizi buruk

pada anak-anak usia di bawah lima tahun sebesar 18,4 persen.tentu saja ini

bepengaruh terhadap daya tahan kardiorespirasi seseorang.14

Daya tahan kardiorespirasi atau aerobic capacity merupakan komponen

terpenting dari kebugaran jasmani. Seseorang dengan kapasitas aerobik yang baik,

memiliki jantung yang efisien, paru-paru yang efektif, peredaran darah yang baik

pula, yang dapat mensuplai otot-otot sehingga yang bersangkutan mampu bekerja

secara kontiniu tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan.9

Salah satu cara untuk menilai kebugaran seseorang dalam melakukan

aktifitas adalah dengan mengukur VO2 max. VO2 max adalah jumlah maksimum

oksigen dalam mililiter, yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram

berat badan. Orang yang kebugarannya baik mempunyai nilai VO2 max yang

lebih tinggi dan dapat melakukan aktifitas lebih kuat daripada mereka yang tidak

dalam kondisi baik.

VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama

aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan. Nilai VO2max

bergantung pada keadaan kardiovaskular, respirasi, hematologi, dan kemampuan

oksidatif otot. Pengukuran nilai VO2max ini rupanya dapat digunakan untuk

menganalisis efek dari suatu latihan fisik. Namun kemudian diketahui bahwa

selama periode pertumbuhan seseorang, ternyata banyak terjadi perubahan

struktural, hormonal, dan biokimiawi yang dapat mempengaruhi nilai VO2max.

Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui perubahan nilai VO2max pada populasi

ini. Suatu penelitian meta-analisis menyebutkan bahwa mayoritas penelitian

4

Page 5: KTI 2

tentang VO2max menggunakan laki-laki sebagai subyeknya. Dengan demikian,

penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek latihan fisik yang terprogram

terhadap perubahan nilai VO2max pada laki-laki.12

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah latihan fisik terprogram dapat meningkatkan nilai VO2max?

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1.Tujuan umum

1. Membuktikan manfaat latihan fisik terprogram terhadap nilai VO2 max.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Sebagai syarat untuk mendapat gelar sarjana kedokteran

2. Menganalisis perubahan nilai VO2max pada latihan fisik terprogram dan

yang tidak terprogram.

3. Menganalisis perbedaan perubahan nilai VO2 max pada orang yang

memiliki aktivitas latihan fisik terprogram dan yang tidak terprogram.

5

Page 6: KTI 2

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan program

latihan untuk meningkatan kemampuan dan ketahanan fisik.

2. Dapat digunakan untuk menilai efektivitas latihan fisik terprogram yang

dilakukan di tempat kebugaran mataram.

3. mengetahui perbaikan tingkat kebugaran untuk mengukur kesehatan

kardiorespirasi seseorang.

4. Apabila hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik terprogram

dapat meningkatkan ketahanan kardiorespirasi, maka program latihan

serupa dapat disarankan untuk yang memiliki latihan fisik tidak

terprogram.

5. Masukan untuk penelitian selanjutnya khususnya penelitian tentang

bagaimana pengukuran konsumsi oksigen pada wanita.

6

Page 7: KTI 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ventilasi Paru Prinsip Fisik Pertukaran Gas

Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan utama : (1)

ventilasi paru-paru, yang berarti pemasukan dan pengeluaran udara diantara

atmostir dan alveolus paru, (2) difusi oksigen dan karbon dioksida diantara

alveolus dan darah, (3) transpor oksigen dan karbon dioksida di dalam darah dan

cairan tubuh keluar dan dari sel, dan (4) pengaturan ventilasi dan segi-segi

respirasi lainnya. Bab ini dibicarakan untuk melukiskan beberapa prinsip dasar

fisiologi respirasi.16

2.1.1 Mekanika Ventilasi Paru-Paru

Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan dalam dua cara

(1) gerakan turun dan naik diafragma untuk memperbesar atau

memperkecil rongga dada dan (2) elevasi dan depresi iga-iga untuk

meningkatkan dan menurunkan diameter anteroposterior rongga dada.

Hampir seluruh pernapasan tenang yang normal dicapai melalui

pergerakan inspirasi diafragma.Selama inspirasi diafragma menarik batas

bawah rongga dada kearah bawah.Selama pernapasan hebat, tetapi tenaga

elastic tidak cukup kuat untuk menyebabkan ekspirasi cepat yang

diperlukan, jadi ini dicapai dengan kontraksi otot perut, yang mendorong

isi perut keatas pada bagian bawah diafragma.

7

Page 8: KTI 2

Metode kedua untuk mengekspansi paru-paru adalah mengangkat

sangkar iga. Iga mengekspansikan paru-paru karena pada posisi istirahat

alamiah iga-iga miring kearah bawah sehingga memungkinkan sternum

juga bergerak kearah belakang kearah kolumna spinalis. Tetapi bila

sangkar iga terelevasi, maka iga-iga menonjol secara langsung kearah

depan, sekarang sternum juga bergerak kearah depan menjauhi tulang

punggung, membuat diameter anteroposterior dada kira-kira 20 persen

lebih besar selama inspirasi maksimum dari pada selama ekspirasi. Oleh

karena itu, otot-otot yang meninggikan rangka dada dapat digolongkan

sebagai otot-otot inspirasi, dan otot-otot yang menurunkan sangkar dada

sebagai otot ekspirasi.16-17

2.1.2 Tekanan-Tekanan Pernapasan.

Tekanan intra-alveolar. Otot-otot pernafasan menyebabkan

ventilasi paru-paru dengan mengempiskan dan mengembangkan paru-paru

secara berganti-ganti, yang kemudian menyababkan peningkatan dan

penurunan tekanan didalam alveolus.Selama inspirasi, tekanan intra-

alveolar menjadi agak negative bila dibandingkan dengan takanan

atmosfir, biasanya kurang dari pada -1mm Hg, dan ini menyebabkan aliran

udara kedalam melalui saluran pernafasan. Sebaliknya, selama ekspirasi

normal, tekanan intra alveolar meningkat menjadi hampir +1 mmHg, yang

menyebabkan aliran udara keluar melalui saluran pernafasan. Perhatikan

secara khusus, betapa kecilnya tekanan yang diperlukan untuk

8

Page 9: KTI 2

menggerakan udara kedalam dan keluar paru-paru normal, suatu efek yang

sering dibahayakan secara serius pada banyak penyakit-penyakit paru.

Selama usaha ekspirasi maksimum dengan glottis tertutup, tekanan

intra-alveolar dapat meningkat menjadi lebih dari 100mmHg pada pria

sehat dan kuat, dan selama usaha inspirasi maksimum ia dapat berkurang

menjadi serendah -80mmHg. Kecenderungan rekoil paru-paru dan tekanan

intrapleura. Paru terus menerus mempunyai kecenderungan elastic untuk

kempis sehingga menjauhi dinding dada. Kecenderungan elastic ini

disebabkan oleh dua macam faktor. Pertama, diseluruh paru-paru terdapat

banyak serabut elastic yang diregangkan oleh pengembagkan paru

sehingga berusaha untuk memendek. Kedua, dan bahkan lebih penting

lagi, tegangan permukaan cairan yang melapisi alveolus mempunyai

kecenderungan elastic yang terus menerus untuk mengempiskan alveolus.

Efek ini disebabkan oleh daya tarik antar molekul-molekul permukaan

cairan tersebut yang terus cenderung mengurangi luas prmukaan masing-

masin alveolus; semua kekuatan kecil ini yang dipersatukan cenderung

mengempiskan seluruh paru dan menyebabkannya menjauhi dinding

dada.Biasanya, serabut elastic didalam paru-paru menyebakan kira-kira

sepertiga kecenderungan recoil dan fenomena tegangan permukaan

menyebabkan kira-kira dua pertiganya.

Kecenderungan recoil total dari paru-paru dapat diukur dengan

jumlah tekanan negative didalam ruang intrapleura yang diperlukan untuk

mencegah pengempisan paru-paru, dan tekanan ini disebut tekanan

9

Page 10: KTI 2

intrapleura atau, kadang-kadang, tekanan recoil. Biasanya besarnya kira-

kira -4mmHg yaitu bila ruangan alveolus terbuka keatmosfir melalui

trakea sehingga tekanannya pada tekanan atmosfir, suatu tekanan -4mmHg

didalam ruangan intrapleura yang diperlukan untuk mempertahankan

pengembangan paru-paru pada ukuran normal. Bila paru-paru

pengembangan secara besar, seperti pada akhir inspirasi dalam, tekanan

intrapleura yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru dapat

mencapai sebesar -12 sampai -18mmHg.

Surfaktan didalam alveolus, dan efeknya pada kecenderungan

mengempis.Suatu campuran lipoprotein yang disebut “surfaktan”

disekresikan oleh sel khusus pengsekresi-surfaktan yang merupakan

bagian epitel alveolus. Campuran ini, yang terutama mengandung

fosfolipit dipalmitoil lesitin, menurunkan tegangan permukaan cairan yang

melapisi alveolus. Bila tidak ada surfaktan, pengembangan paru menjadi

sangat sulit, sering memerlukan tekanan intrapleura sebanyak -15 sampai -

20mmHg untuk mengatasi kecenderungan alveoli untuk kolaps. Ini

menunjukan bahwa surfaktan sangat penting untuk mengurangi efek

tegangan permukaan dalam menyebabkan pengempisan.

Surfaktan mempunyai suatu sifat khusus yaitu lebih menurunkan

tegangan permukaan ketika alveolus menjadi lebih kecil, sehingga

meniadakan sejumlah kecenderungan alveolus untuk menyempit ketika ia

menjadi lebih kecil. Sebagai akibatnya, surfaktan sangat penting dalam

mempertahankan kesamaan ukuran alveolus-alveolus besar mempunyai

10

Page 11: KTI 2

tegangan permukaan lebih besar sehingga ia mengecil, sedangkan alveolus

yang lebih kecil mempunyai tegangan permukaan lebih kecil sehingga

cenderung membesar.16

2.1.3. Ventilasi Alveolus

Dari sebuah proses vertilasi paru,faktor yang benar-benar penting

adalah kecepatan pembaruan udara dalam area pertukaran gas

paru,alveolus,tiap menit oleh udara atmosfir; ini disebut vertilasi

alveolus. Orang dapat mudah mengalami bahwa ventilasi alveolus per

menit tidak sama dengan volume respirasi per menit karena sebagaian

besar udara respirasi mengisi saluran pernafasan lebih besar,disebut ruang

rugi tempat,yang membrannya tidak dapat melakukan pertukaran gas yang

berarti dengan darah. Ruang rugi anatomik terhadap fisiologik. Ruang

Rugi yang baru didiskusikan menggambarkan volume udara didalam

semusa jalan udara pernafasan utama tetapi tidak meliputi udara didalam

Alveoli dan di namai Ruang Rugi Anatomik. Tetapi keadaan-keadaan

beberapa alveoli dengan sendirinya tidak berfungfi atau sebagaian

berfungsi karena tidak ada atau buruknya aliran darah yang melali kapiler

paru yang berdekatan sehingga harus dipertimbangkan juga sebagai ruang

rugi. Bila ruang rugi alveolus di masukkan dalam ruang rugi total maka

ruangan ini dinamai ruang rugi fisiologik, yang berlawan dengan runag

rugi anatomik. Pada orang normal ruang rugi anatomic dan fisiologik

hampir sama karena semua alveoli berfungsi pada paru normal, tetapi pada

11

Page 12: KTI 2

orang dengan alveoli yang tidak berfungsi atau berfungsi sebagaian di

beberapa bagian paru, maka keadaan ruang  rugi fisiologik 10 kali ruang

rugi anatomic atau sebanyak 1sampai 2 liter.16-17

2.1.4 Kecepatan Ventilasi Alveolar

Ventilasi alveolar per menit merupakan volume total udara baru

yang memasuki alveoli tiap menit sama dengan kecepatan pernafasan

dikali dengan udara baru yang memasuki alveoli di setiap pernafasan:yaitu

kecepatan pernafasan dikali perbedaan antara volume tidal dengan

volume ruang rugi. Jadi ventilasi alveolar normal adalah 12 kali 350ml,

atau 4200 ml/menitVentilasi alveolar merupakan salah satu faktor utama

yang menentukan kosentrasi oksigen karbon dioksida dalam alveoli. .

Kecepatan pernafasan, volume Tidal dan volume pernafasan semenit hanya

penting sejauh mereka mempengaruhi ventilasi alveolar.16

2.2 Kesegaran Jasmani

Telah disebutkan sebelumnya bahwa olah raga adalah usaha untuk

menjaga kesegaran jasmani. Olah raga sendiri dapat dibagi menjadi dua

kelompok. Yang pertama adalah olah raga aerobik, yaitu olah raga yang

menggunakan energi yang berasal dari pembakaran oksigen, dan

membutuhkan oksigen tanpa menimbulkan hutang oksigen yang tidak

terbayar. Contoh olah raga aerobik misalnya lari, jalan, treadmill,

bersepeda, renang. Sedangkan olah raga anaerobik adalah olah raga yang

menggunakan energi dari pembakaran tanpa oksigen, dalam hal ini

12

Page 13: KTI 2

aktivitas yang terjadi menimbulkan hutang oksigen. Contoh dari olah raga

anaerobik adalah lari sprint jarak pendek, angkat beban, dan bersepeda

cepat.9

Dalam kesegaran jasmani, dikenal istilah Health related fitness dan

Skill related fitness.Health related fitnessdiartikan sebagai kemampuan

jantung, paru, otot, dan persendian untuk bekerja dengan optimal. Health

related fitness meliputi ketahanan kardiorespirasi, ketahanan otot,

kekuatan otot, fleksibilitas, dan komposisi tubuh. Sedang Skill related

fitness diartikan sebagai keahlian-keahlian yang menunjang performance

seseorang dalam olah raga dan aktivitas fisik lain.

Yang termasuk dalam Skill related fitness ialah agility

(kelincahan), balance (keseimbangan), coordination (koordinasi), reaction

time (kecepatan reaksi), speed (kecepatan), dan power (kekuatan).2

Ketahanan kardiorespirasi adalah kemampuan tubuh untuk

melakukan aktivitas fisik yang intens dan berkesinambungan dengan

melibatkan sekelompok otot besar. Ketahanan kardiorespirasi ini termasuk

unsur kesegaran jasmani yang paling penting. Latihan untuk meningkatkan

ketahanan kardiorespirasi dapat menyebabkan peningkatan kapasitas

aerobik seseorang.9

2.2 Kesegaran Jasmani

Telah disebutkan sebelumnya bahwa olah raga adalah usaha untuk

menjaga kesegaran jasmani. Olah raga sendiri dapat dibagi menjadi dua

kelompok. Yang pertama adalah olah raga aerobik, yaitu olah raga yang

13

Page 14: KTI 2

menggunakan energi yang berasal dari pembakaran oksigen, dan

membutuhkan oksigen tanpa menimbulkan hutang oksigen yang tidak

terbayar. Contoh olah raga aerobik misalnya lari, jalan, treadmill,

bersepeda, renang, fitness.Sedangkan olah raga anaerobik adalah olah raga

yang menggunakan energi dari pembakaran tanpa oksigen, dalam hal ini

aktivitas yang terjadi menimbulkan hutang oksigen. Contoh dari olah raga

anaerobik adalah lari sprint jarak pendek, angkat beban, dan bersepeda

cepat.9

2.3 Konsumsi Oksigen Maksimal (VO2max)

2.3.1 Definisi

VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi

selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan.

Karena VO2max ini dapat membatasi kapasitas kardiovaskuler seseorang,

maka VO2max dianggap sebagai indikator terbaik ketahanan aerobik. 4,5

VO2Max juga dapat diartikan sebagai kemampuan maksimal

seseorang untuk mengkonsumsi oksigen selama aktivitas fisik pada

ketinggian yang setara dengan permukaan laut. VO2max merefleksikan

keadaan paru, kardiovaskuler, dan hematologik dalam pengantaran

oksigen, serta mekanisme oksidatif dari otot yang melakukan aktivitas.

Selama menit-menit pertama latihan, konsumsi oksigen meningkat hingga

akhirnya tercapai keadaan steady state di mana konsumsi oksigen sesuai

dengan kebutuhan latihan. Bersamaan dengan keadaan steady state ini

14

Page 15: KTI 2

terjadi pula adaptasi ventilasi paru, denyut jantung, dan cardiac output.

Keadaan di mana konsumsi oksigen telah mencapai nilai maksimal tanpa

bisa naik lagi meski dengan penambahan intensitas latihan inilah yang

disebut VO2max. Konsumsi oksigen lalu turun secara bertahap bersamaan

dengan penghentian latihan karena kebutuhan oksigen pun berkurang.5,9

Secara teori, nilai VO2Max dibatasi oleh cardiac output,

kemampuan sistem respirasi untuk mengantarkan oksigen ke darah, atau

kemampuan otot untuk menggunakan oksigen. Dengan begitu, VO2max

pun menjadi batasan kemampuan aerobik, dan oleh sebab itu dianggap

sebagai parameter terbaik untukmengukur kemampuan aerobik (atau

kardiorespirasi) seseorang. VO2max merupakan nilai tertinggi dimana

seseorang dapat mengkonsumsi oksigen selama latihan, serta merupakan

refleksi dari unsur kardiorespirasi dan hematologik dari pengantaran

oksigen dan mekanisme oksidatif otot.7,11

Orang dengan tingkat kebugaran yang baik memiliki nilai VO2max

lebih tinggi dan dapat melakukan aktivitas lebih kuat dibanding mereka

yang tidak dalam kondisi baik.13

2.3.2 Satuan

VO2 max dinyatakan sebagai volume total oksigen yang digunakan

permenit (ml/menit). Semakin banyak massa otot seseorang, semakin

banyak pula oksigen (ml/menit) yang digunakan selama latihan maksimal.

Untuk menyesuaikan perbedaan ukuran tubuh dan massa otot, VO2max

dapat dinyatakan sebagai jumlah maksimum oksigen dalam mililiter, yang

15

Page 16: KTI 2

dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan (ml/kg/menit).

Satuan ini yang akan dipergunakan dalam pembahasan selanjutnya14.

.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai VO2max

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai VO2 max dapat

disebutkan sebagai berikut.

1. Umur

Penelitian cross-sectional dan longitudinal nilai VO2max pada

anak usia 8-16 tahun yang tidak dilatih menunjukkan kenaikan progresif

dan linier dari puncak kemampuan aerobik, sehubungan dengan umur

kronologis pada anak perempuan dan laki-laki. VO2max anak laki-laki

menjadi lebih tinggi mulai umur 10 tahun20,17 , walau ada yang berpendapat

latihan ketahanan tidak terpengaruh pada kemampuan aerobik sebelum

usia 11 tahun.9

Puncak nilai VO2max dicapai kurang lebih pada usia 18-20 tahun

pada kedua jenis kelamin 7,9. Secara umum, kemampuan aerobik turun

perlahan setelah usia 25-28 tahun. Penelitian dari Jackson AS et al.

menemukan bahwa penurunan rata-rata VO2max per tahun adalah 0.46

ml/kg/menit untuk pria (1.2%) dan 0.54 ml/kg/menit untuk wanita (1.7%).

Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk reduksi denyut

jantung maksimal dan isi sekuncup jantung maksimal.13

.2. Jenis kelamin

16

Page 17: KTI 2

Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria

pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang

menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan

lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil

daripada pria25. Mulai umur 10 tahun, VO2max anak laki-laki menjadi

lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya

menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO2max anak laki-laki 37% lebih

tinggi dibanding anak perempuan.7

Sehubungan dengan jenis kelamin wanita, Lebrun et al dalam

penelitiannya tahun 1995 pada 16 wanita yang mendapat latihan fisik

sedang, melakukan pengukuran serum hormon estradiol dan progesteron

untuk memantau fase-fase menstruasi. Dari penelitian tersebut didapatkan

bahwa VO2max absolut meningkat selama fase folikuler dibanding

dengan fase luteal.7

3. Suhu

Pada fase luteal menstruasi, kadar progesteron meningkat. Padahal

progesteron memiliki efek termogenik, yaitu dapat meningkatkan suhu

basal tubuh. Efek termogenik dari progesteron ini rupanya meningkatkan

BMR, sehingga akan berpengaruh pada kerja kardiovaskuler dan akhirnya

berpengaruh pula pada nilai VO2max. Sehingga, secara tidak langsung,

perubahan suhu akan berpengaruh pada nilai VO2max.2

17

Page 18: KTI 2

4. Keadaan latihan

Latihan fisik dapat meningkatkan nilai VO2max.Namun begitu,

VO2max ini tidak terpaku pada nilai tertentu, tetapi dapat berubah sesuai

tingkat dan intensitas aktivitas fisik. Contohnya, bed-rest lama dapat

menurunkan VO2 max antara 15%-25%, sementara latihan fisik intens

yang teratur dapat menaikkan VO2max dengan nilai yang hampir serupa2,9

.Latihan fisik yang efektif bersifat endurance (ketahanan) dan meliputi

durasi, frekuensi, dan intensitas tertentu7. Sehingga dengan begitu dapat

dikatakan bahwa kegiatan dan latar belakang latihan seorang atlet dapat

mempengaruhi nilai VO2max-nya.2

2.3.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN NILAI VO2MAX

1. Fungsi paru

Pada saat melakukan aktivitas fisik yang intens, terjadi peningkatan

kebutuhan oksigen oleh otot yang sedang bekerja. Kebutuhan oksigen ini

didapat dari ventilasi dan pertukaran oksigen dalam paru-paru. Ventilasi

merupakan proses mekanik untuk memasukkan atau mengeluarkan udara

dari dalam paru. Proses ini berlanjut dengan pertukaran oksigen dalam

alveoli paru dengan cara difusi. Oksigen yang terdifusi masuk dalam

kapiler paru untuk selanjutnya diedarkan melalui pembuluh darah ke

seluruh tubuh. Untuk dapat memasok kebutuhan oksigen yang adekuat,

dibutuhkan paru-paru yang berfungsi dengan baik, termasuk juga kapiler

dan pembuluh pulmonalnya. Pada seorang atlet yang terlatih dengan baik,

konsumsi oksigen dan ventilasi paru total meningkat sekitar 20 kali pada

18

Page 19: KTI 2

saat ia melakukan latihan dengan intensitas maksimal32-4. Dalam fungsi

paru, dikenal juga istilah perbedaan oksigen arteri-vena (A-VO2 diff).

Selama aktivitas fisik yang intens, A-VO2 diff akan meningkat karena

oksigen darah lebih banyak dilepas ke otot yang sedang bekerja, sehingga

oksigen darah vena berkurang. Hal ini menyebabkan pengiriman oksigen

ke jaringan meningkat hingga tiga kali lipat daripada kondisi biasa.

Peningkatan A-VO2 diff terjadi serentak dengan peningkatan cardiac output

dan pertukaran udara sebagai respon terhadap olah raga berat.7

. 2. Fungsi kardiovaskuler

Respon kardiovaskuler yang paling utama terhadap aktivitas fisik

adalah peningkatan cardiac output. Peningkatan ini disebabkan oleh

peningkatan isi sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai

sekitar 95% dari tingkat maksimalnya. Karena pemakaian oksigen oleh

tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem kardiovaskuler

menghantarkan oksigen ke jaringan, maka dapat dikatakan bahwa sistem

kardiovaskuler dapat membatasi nilai VO2max.15

3. Sel darah merah (Hemoglobin)

Karena dalam darah oksigen berikatan dengan hemoglobin, maka

kadar oksigen dalam darah juga ditentukan oleh kadar hemoglobin yang

tersedia. Jika kadar hemoglobin berada di bawah normal, misalnya pada

anemia, maka jumlah oksigen dalam darah juga lebih rendah. Sebaliknya,

bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari normal, seperti pada keadaan

polisitemia, maka kadar oksigen dalam darah akan meningkat. Hal ini juga

19

Page 20: KTI 2

bisa terjadi sebagai respon adaptasi pada orang-orang yang hidup di

tempat tinggi35. Kadar hemoglobin rupanya juga dipengaruhi oleh hormon

androgen melalui peningkatan pembentukan sel darah merah. Laki-laki

memiliki kadar hemoglobin sekitar 1-2 gr per 100 ml lebih tinggi

dibanding wanita.7,9

. 4. Komposisi tubuh

Jaringan lemak menambah berat badan, tapi tidak mendukung

kemampuan untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olah

raga berat. Maka, jika VO2max dinyatakan relatif terhadap berat badan,

berat lemak cenderung menaikkan angka penyebut tanpa menimbulkan

akibat pada pembilang VO2

; VO2 (mk/kg/menit) = VO2 (LO2) x 1000

Berat badan (kg)

Jadi, kegemukan cenderung mengurangi VO2max.15.

2.3.5 Pengukuran VO2max

Untuk mengukur VO2 max, ada beberapa tes yang lazim

digunakan. Tes-tes ini haruslah dapat diukur dan mudah dilaksanakan,

serta tidak membutuhkan ketrampilan khusus untuk melakukannya. Tes

ergometer sepeda dan treadmill adalah dua cara yang paling sering

digunakan untuk menghasilkan beban kerja. Meskipun begitu,step test

ataupun field test juga dapat dilakukan untuk kepentingan yang sama.

2.3.5.1 Ergometer Sepeda

20

Page 21: KTI 2

Dilakukan dengan menggunakan sepeda statis yang dikayuh untuk

mendapatkan beban kerja.Beban kerja dapat diberikan secara kontinyu

atau intermiten. Ergometer sepeda ini dapat mekanik atau elektrik, serta

dapat digunakan dalam posisi tegak lurus maupun supinasi. Dipasang

EKG untuk merekam beban kerja, serta dilakukan pengukuran tekanan

darah probandus pada permulaan dan akhir pembebanan. Nilai VO2max

bisa didapat dengan menggunakan nomogram Astrand, khususnya

menggunakan skala beban kerja. Beban kerja dapat dinyatakan dalam unit

standar, sehingga hasil tes dapat dibandingkan satu sama lain.12,19

. 2.3.5.2 Treadmill

Beberapa protokol yang dapat digunakan dalam pemeriksaan

dengan treadmill adalah : (1) Metode Mitchell, Sproule, dan Chapman,

(2)Metode Saltin-Astrand, dan (3) Metode OSU. Keuntungan

menggunakan treadmill meliputi nilai beban kerja yang konstan,

kemudahan mengatur beban kerja pada level yang diinginkan, serta mudah

dilakukan karena hampir semua orang terbiasa dengan keahlian yang

dibutuhkan (berjalan dan berlari). Meskipun demikian, karena alatnya

mahal dan berat, tes ini tidak praktis dilakukan di tempat kerja melainkan

di tempat kebugaran yang memiliki fasilitas treadmile.12,19

. 2.3.5.3 Field Test

Tes ini sangat mudah dilakukan, karena tidak membutuhkan alat

khusus. Probandus diminta berlari berdasarkan jarak atau waktu tertentu.

21

Page 22: KTI 2

Beberapa variasi dari tes ini adalah : (1) 12minute run, (2)1,5 mile run, dan

(3) 2,4 kmrun test.9,13

. 2.3.5.4 Step Test

Banyak variasi dari tes ini sehubungan dengan jumlah langkah per

menit dan tinggi bangku yang digunakan untuk menghasilkan beban

kerja.Probandus melakukan gerakan naik turun bangku bergantian kaki

dengan irama yang sudah diatur dengan metronome. Walaupun mudah

dilakukan dan tidak butuh biaya besar, beban kerja yang tepat sulit

didapat dengan tes ini karena kelelahan yang mungkin timbul saat

melakukan tes dapat mempengaruhi akurasi beban kerja dan titik gravitasi.

Nilai VO2 max bias dapat dengan normogram Astrand berdasarkan denyut

dan berat badan atau mengggunakan perhitungan rumus. Rumus yang

tersedia pun bervariasi, dengan standar nilai VO2max yang bervariasi

pula.Data yang dibutuhkan untuk menghitung VO2max adalah denyut

jantung pemulihan. Beberapa variasi tersebut misalnya : (1) Harvard Step

Test, (2) Queen’s College Step Test, (3) Tuttle Step Test, (4) Ohio Step

Test, (5) YMCA Step test, dan (6) Tecumseh Step Test. 12,19

2.3.5.4 N-EX VO2max estimated

Baru ini VO2max model regresi telah dikembangkan yang secara

eksklusif menggunakan non-olahraga/ non-exercise (N-EX)) prediktor

variabel seperti usia, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, persepsi

kemampuan fungsional atau perceived functional ability (PFA) dan tingkat

aktivitas fisik. N-EX model regresi menghasilkan estimasi VO2max

22

Page 23: KTI 2

sebanding dalam akurasi untuk beberapa latihan (EX) model regresi dan

dapat memberikan cara praktis untuk memprediksi CRF tanpa

memerlukan eksperimentasi mahal atau pengujian latihan. Namun, saat ini

N-EX model regresi tidak cocok dengan akurasi prediksi model terbaik

regresi EX mungkin tidak menggeneralisasi baik untuk yang lebih muda

(umur kurang dari 18 tahun), individu dengan aktifitas tinggi, dan

memiliki terbatas dalam kemampuan mereka.12

2.4.Latihan Fisik Terprogram

Yang dimaksud dengan latihan fisik terprogram adalah latihan fisik

yang dilakukan secara teratur dengan intensitas, frekuensi, dan durasi

tertentu, serta memiliki tujuan tertentupula.7,12

2.4.1 Intensitas Latihan

Sebaiknya para atlet diberi latihan hingga denyut jantungnya

mencapai 80-95% dari denyut jantung maksimal. Sedangkan denyut

jantung maksimal yangboleh dicapai pada saat melakukan latihan adalah

220 – umur (dalam tahun). Denyut jantung yang 80-95% dari denyut

jantung maksimal tersebut dinamakan target zone. Jika intensitas latihan

yang diberikan kurang dari target zone ini,maka hasilnya tidak banyak

memperbaiki endurance.9

Selain itu, kenaikan intensitas latihan akan meningkatkan heart

rate (HR) dan saturation volume (SV). Karena CO = HR x SV, maka CO

juga akan meningkat seiring denganpeningkatan intensitas latihan. CO

secara langsung mencerminkan hasil latihan, karena CO mewakili

23

Page 24: KTI 2

besarnya distribusi oksigen pada otot yang sedang beraktivitas. Setelah

intensitas latihan melebihi 40-60% VO2max, SV akanmencapai nilai

tetap. Peningkatan lebih lanjut dari CO merupakan akibat darikenaikan

HR. Atlet yang terbiasa melakukan latihan secara intens akan memiliki

nilai SV lebih tinggi, dan dengan demikian nilai CO-nya pun juga lebih

tinggi. Ini berarti distribusi oksigen juga meningkat intensitas latihan tiap

atlet untuk memperoleh peningkatan pada keadaan yang memberikan efek

melelahkan.22

2.4.2 Durasi Latihan

. Durasi latihan sebaiknya berkisar antara 40-45 menit di dalam

target zone bila ingin mendapatkan perbaikan endurance. Ini belum

termasuk waktu pemanasan dan pendinginan.7

2.4.3 Frekuensi Latihan

. Sebaiknya berlatih minimal 3 kali seminggu untuk mendapat hasil

yangbaik karena endurance seseorang akan mulai turun setelah 48 jam jika

tidak menjalani latihan.7,22

Bagi seorang atlet, semakin tinggi faktor endurance yang

diperlukan dalam cabangnya, semakin tinggi pula angka VO2max yang

harus dimiliknya .Berdasarkan persyaratan tes kesegaran 7,22

.

24

Page 25: KTI 2

KERANGKA TEORI

: diteliti

: teliti

Pada penelitian ini hanya meneliti latihan fisik terprogram dimana

faktor lainnya sudah dapat di kendalikan dimana fungsi paru dan kardiovaskular

tidak teliti karna harus menggunakan alat ukur khusus sedangkan merokok dapat

di kendalikan karena sample yang digunakan semua tidak merokok, untuk suhu

dan Hb darah pada penelitian sebelumnnya hanya terlihat pada wanita khususnya

pada fase menstruasi sedangkan sample yang digunakan semua adalah laki-laki,

untuk BMI pada sample rata pada ambang normal mengingat sample adalah

pegiat olah raga beban.

25

UMUR

JENIS KELAMIN

LATIHAN FISIK

TERPROGRAM

Body mass index (Komposisi tubuh )

Fungsi kardiovaskulara. menstruasi

Fungsi parua. Suhu b. Sel darah merah

(hemoglobin)c. merokok

VO2MAX

Page 26: KTI 2

2.5 KERANGKA KONSEP

1.4

2.6 Hipotesis

2.6.1 Hipotesis Mayor

Hi :Ada hubungan antara latihan fisik terprogram dan nilai

VO2max.

H0 :tidak Ada hubungan antara latihan fisik terprogram dan

nilai VO2max.

2.6.2 Hipotesis Minor

1 Nilai VO2max pada yang mendapat latihan fisik

terprogram lebih tinggi dari yang tidak memiliki aktivitas

fisik terprogram .

2 Perubahan nilai VO2max pada atlet atau yang mendapat

latihan fisik terprogram lebih tinggi dibanding yang tidak

mendapatlatihan fisik terprogram.

26

Latihan fisik terprogram

VO2MAX

Page 27: KTI 2

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancang Bangun Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan

case control yaitu membandingkan antara kelompok kasus dengan

kelompok kontrol berdasarkan status terpaparnya dengan

menggunakan pendekatan retrospektif dimana efek diidentifikasi

pada saat ini kemudian faktor risiko diidentifikasi terjadinya pada

waktu yang lalu.8

3.1.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Arena fitness dan aerobic di

Mataram.

3.1.2. Variabel dan Definisi Operasional

3.1.2.1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah:

Variabel dependent : nilai Vo2max

Variabel independent : status latihan fisik

Latihan fisik terprogram

Latihan fisik tidak

terprogram

27

Page 28: KTI 2

Definisi Oprasional

1. VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat

dikonsumsi seseorang selama aktivitas fisik yang intens

sampai akhirnya terjadi kelelahan yang diukur dengan

menggunakan treadmill VO2max test. (skala ordinal)

2. Status latihan fisik

Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dengan

intensitas,frekuensi, dan durasi tertentu, sesuai program

yang telah ditetapkan (skala nominal)

3.1.3. Populasi dan Sampel

3.1.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah belum

diketahui maka digunakan proporsi beberapa orang yang

dipilih di tempat kebugaran yang sudah di tetapkan setelah

memenihi kriteria inklusi

3.1.3.2. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus

besar sampel untuk uji hipotesis rerata 2 populasi sebagai

berikut :

28

Page 29: KTI 2

Zα = 1,96 (α = 0,05)

Zβ = 0,843 (β = 0,2)

δ = simpang baku nilai VO2max pria usia 18-29 tahun

x1= rerata nilai VO2max pria 18-29 tahun yang mendapat

latihan fisik terprogram

x2 = rerata nilai VO2max pria 18-29 tahun yang tidak

mendapat latihan fisik terprogram

Apabila dari hasil penelitian sebelumnya diketahui

nilai VO2max adalah 44,7 (SD = 5,8) ml/kgBB/menit dan

perkiraan pada kelompok yang mendapat latihan fisik

terprogram terjadi peningkatan VO2max sebesar 1 SD yaitu

menjadi 50,5 ml/kgBB/menit dan nilai, maka besar sampel

adalah :

29

Page 30: KTI 2

Apabila diperkirakan besarnya Drop Out sebesar 10

%, maka besar sampel adalah:

Maka besar sample adalah minimal 20 untuk jumlah

sample kasus dan minimal 20 untuk jumlah sample control

maka jumlah total sample adalah minimal 40 responden.

3.1.5.Metoda Sampling

Sampel dalam penelitian ini dipilih melalui tekhnik simple

random sampling, dengan system lotre dimana siapa saja

populasi yang ditemukan yang sebelumnnya di pilih secara acak

atau yang ada saat penelitian dan memenuhi kriteria akan

diambil sebagai sampel penelitian. Adapun kriteria dari sampel

tersebut adalah:

1. Kriteria Inklusi

a. berjenis kelamin laki-laki.

b. tidak merokok .

30

Page 31: KTI 2

c. Dalam kondisi sehat, tidak memiliki penyakit atau masalah

dengan kesehatan jantung, paru, pembuluh darah dan

ekstrimitas bawah (dengan Anamnesis), ataupun kecacatan

fisik dari kecil walaupun setelah menjalani suatu terapi

d. Bersedia menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak pernah melakukan olah raga dalam 3 bulan

b. Terjadi kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan untuk

diteruskan melakukan test :misalnya terjadi cidera saat

melakukan test, responden ada kepentingan mendadak

c. Umur dibawah 18 tahun atau diatas 25 tahun.

3.1.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan

untuk pengumpulan data. Instrumen dalam penelitian ini adalah:

1. Kuesioner/Panduan Pertanyaan

Untuk mendapatkan data mengenai latihan fisik

terprogram dilakukan dengan cara peneliti menanyakan

pertanyaan yang ada dalam kuesioner kepada

responden. Kebiasaan olahraga terprogram yang

dimaksudkan adalah olahraga yang dilakukan 3 kali

dalam seminggu dan lamanya kurang lebih 45 menit

31

Page 32: KTI 2

dengan intensitas lebih dari cukup lelah atau dapat

melampirkan jadwal latihan tersendiri.7,22

2. Peralatan pengukuran Vo2max.

1. Treadmile (ada di tempat kebugaran)

2. Stopwatch

32

Page 33: KTI 2

Cara Penelitian

3.1.6.1 Alur Penelitian

33

VO2Max tinggin=30

VO2Max sedangn=30

Aktifitas tidak terprogram

ANALISA DATA DAN LAPORAN

Pengukuran VO2Max

Aktifitas terprogram

Aktifitas tidak terprogram

Aktifitas terprogram

Pemilihan subjek

Subjek memenuhi kriteria inklusi

Kreteria eksklusi

Page 34: KTI 2

3.1.8 Proses pengumpulan data

Tes ini mengharuskan responden untuk menjalankan

selama mungkin pada treadmill yang kemiringannya kenaikan pada

interval waktunya

Responden pemanasan  selama 10 menit

Peneliti menset treadmill dengan kecepatan 8.05 km/hr (5

mph) dan kemiringan sebesar 0%

Peneliti memberi perintah “mulai”, mulai stopwatch dan

responden memulai tes

Setelah 3 menit melakukan, naikkan kemiringan treadmill

menjadi 2,5% dan kemudian diikuti setiap 2 menit

meningkatkan bidang miring sebesar 2,5% dan seterusnya

Peneliti menghentikan stopwatch dan merekam saat atlet

tidak dapat melanjutkan

Penilaian

Dari waktu berjalan total perkiraan atlet VO2Max dapat dihitung

sebagai berikut:

VO2max = (Waktu × 1,444) + 14,99

34

Page 35: KTI 2

dimana “Waktu” adalah waktu tes dinyatakan dalam menit

dan sepersekian menit.12

3.1.9 Pengolahan dan Analisis Data

Analisa data merupakan bagian penting dari suatu

penelitian, dimana tujuan dari analisis ini adalah agar diperoleh

suatu kesimpulan masalah yang diteliti. Data yang telah terkumpul

akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer dengan

software SPPSS for Windows versi 17 Adapun langkah-langkah

pengolahan data meliputi:

1. Editing adalah pekerjaan memeriksa validitas data yang

masuk, seperti memeriksa kelengkapan menjawab

kuesioner

2. Coding adalah suatu kegiatan memberi tanda / kode tertentu

terhadap data yang telah diedit dengan tujuan

mempermudah pembuatan tabel.dalam hal ini yang perlu

dilakukan coding adalah:

a. Latihan fisik terprogram:

1. Terprogram

2. Tidak terprogram

b. nilai VO2Max:

adalah nilai perkiraan VO2Max yang di miliki tiap sample,

menggunakan nilai dari tabel normative

sedang/ standart antara 35,4 – 45,1 (poor- fair)

35

Page 36: KTI 2

tinggi/ high apabila >45,2 (good- excellent)

sumberNormative data (Heywood 1998 untuk pria

(nilai dalam ml/kg/min)12.

3. Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah didapat ke

dalam program komputer yang ditetapkan (SPSS 17)

3.2. Analisis Data

Data hasil penelitian yaitu nilai VO2max diedit,

dikoding, dan dientri dalam file komputer dengan

menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Setelah

dilakukan cleaning, dilakukan analisis statistik dengan urutan

sebagai berikut :

a. Analisis univariat

Variabel yang berskala kategorial dinyatakan sebagai

distribusi frekuensi dan persen sedangkan variabel yang

berskala kontinyu dinyatakan sebagai rerata dan simpang baku,

dan median.

b. Analisis bivariat

Analisa ini berfungsi untuk mengetahui hubungan masing-

masing variable tunggal,baik variable bebas maupun variable

terikat.Diantaranya adalah ukuran status latihan fisik dan

konsumsi oksigen maksimal dimana antara variable

36

Page 37: KTI 2

dependentdan variable independent. Karena rancangan

penelitian ini adalah case control hubungan antara variable

independen dan variable dependent digunakan uji statistic

Odds Ratio(OR) = AD/BC yakini perbandingan

antaraprevalensi efek pada kelompok subyek tanpa faktor

risiko dengan prevalensi dengan faktor risiko, digunakan tabel

kontigensi 2x2 dengan tingkat kepercayaan 90% (α= 0,1) data

juga akan ditabelkan dengan menggunakan tabel silang sebagai

berikut:

Tabel silang analisis bivariate

Status latihan fisik Konsumsi oksigen maksimal

(VO2Max)

TOTAL

VO2Max 38,4 –

45,1

VO2Max >45,2

Terprogram A B AB

Tidak terprogram C D CD

Total AC BD ABCD

Sumber: data primer yang diolah

Data juga akan dianalisa dengan uji statistic

koefisien contingency untuk mengetahui derajat

hubungan antara status latihan fisik dengan konsumsi

37

Page 38: KTI 2

oksigen maksimal. koefesien contingency (C) sangat

erat kaitannya dengan Chi-Square dan di hitung dengan

Chi-Square dapat dengan mudah di ketahui. Rumus

menghitung chi-square adalah:

X2=

Keterangan:

X2 :Chi-Square

O : frekuensi observasi

E : frekuensi harapan

Untuk menghitung contingency coefficient,

maka di gunakan rumus sebagai berikut:

C=

Keterangan:

C :contingency coefficient

X2 :Chi-Square

Agar harga C yang di proleh dapat di pakai untuk

menilai derajat hubungan antara variable, maka harga C ini

perlu diperbandingkan dengan harga C maksimum. Harga

38

Page 39: KTI 2

C maksimum dapat di hitung dengan rumus sebagai

berikut:

Cmax=

Keterangan:

M : harga minimum jumlah baris dalam kolom.

Interpretasi hasil makin dekat dengan harga C

kepada Cmax maka makinbesar derajat hubungan antara

kedua variable. Dengan kata lain variable yang satu makin

berkaitan dengan variable yang lain.

Untuk analisis pada penelitian ini akan

menggunakan program Statistic product and service

solution (SPSS for windows versi 16).dasar pengambilan

ckeputusan penerimaan hipotesis berdasarkan tingkat

signifikan (nilai α ) sebesar 90 %:

a. Jika nilai p > α (α = 0,1 ; df =1) maka H0

diterima

b. Jika nilai P ≤ α (α = 0,1 ; df =1) maka H0

ditolak

3.2. 1 Etika Penelitian

Dalam peneltian ini, peneliti tetap mengedepankan masalah

etika yaitu:

1. Lembar persetujuan (informed consent) menjadi responden

39

Page 40: KTI 2

Lembar persetujuan dibagikan kepada seluruh subyek

penelitian.Tujuannya agar responden mengetahui maksud dan

tujuan penelitian, serta kesediaan subyek untuk menjadi

responden penelitian. Jika subyek bersedia menjadi responden,

maka subyek harus bersedia di observasi dan di wawancara,

dan peneliti akan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Anonimity

Nama responden yang menjadi responden tidak perlu

dicantumkan pada lembar pengumpulan data, hal ini untuk

menjaga obyektifitas data.Untuk mengetahui partisipasi dan

peran serta responden, peneliti cukup menuliskan nomor kode

pasien pada masing-masing lembar persetujuan.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan

dijumpai pada pasien, dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan

benar-benar digunakan untuk tujuan penelitian.

40

Page 41: KTI 2

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Didapat 60 orang subyek penelitian yang memenuhi kriteria

inklusi. Subyek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan, dengan menggunakan simple random sampling

dengan sistem lotre. Mula-mula dilakukan pengambilan data karakteristik

subyek penelitian lalu dilakukan pengambilan data nilai VO2max pada

awalnya untuk membagi antara seseorang yang berolah raga dengan

VO2Max tinggi dan sedang. Kelompok perlakuan dimana disini yang

memiliki Vo2Max tinggi nantinya melakukan mengisi kuisioner untuk

mengetahui apakah nilai Vo2max yang tinggi diproleh dengan latihan fisik

terprogram atau tidak, sedangkan kelompok kontrol yang memiliki

Vo2Max rerata umur 19-25 tahun di berikan kuisioner apakah mereka

memiliki Vo2Max rerata walau sudah melakukan latihan fisik terprogram

atau tidak. Setelah wawancara, maka dimulailah proses tabulasi data.

41

Page 42: KTI 2

4.1.1 Analisa univariat

Tabel 2.1 status latihan fisik

Frekuensi persentase

tidak

terprogram28 46,7

terprogram 32 53.3

Total 60 100.0

Dari tabel diatas, diketahui sebesar 51,7%, responden memiliki status

latihan fisik terprogram dan sebesar 48,3%, responden memiliki nilai

status latihan fisik tidak terprogram. Untuk lebih jelas dapat di lihat dalam

grafik di bawah ini:

42

Page 43: KTI 2

Grafik batang 1.1 status latihan fisik

Dari perhitungan rumus mencari jumlah sample,di dapatkan 60

sample saat penelitian yang memasuki kriteria inklusi. Karena penelitian

ini menggunakan case control, maka kasus yang diambil sebanyak 30

orang yang memasuki kriteria inklusi setelah dilakukan pengukuran

VO2Max dengan hasil nilai VO2Max diatas rata-rata atau tinggi dan

sisanya digunakan sebagai control dengan hasil nilai VO2Max rata-rata

sebanyak 30 orang.

43

Page 44: KTI 2

Tabel 2.2 konsumsi oksigen maksimal

Konsumsi oksigen maksimal

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

V02max

standar 30 50.0 50.0 50.0

VO2max

tinggi30 50.0 50.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Sumber: data primer yang diolah

Grafik 2.2 konsumsi oksigen maksimal VO2Max

44

Page 45: KTI 2

4.1.2 Analisa bivariat

Tabel 4.3 tabel silang Status latihan fisik konsumsi oksigen maksimal

Status latihan fisik

Konsumsi oksigen maksimal

TotalV02max standar VO2max tinggi

tidak terprogram

terprogram

26 (86,7%) 2(6,7%) 28(100%)

4(13,3%) 28(93,3%) 32(100%)

Total 30(100%) 30(100%) 60(100%)

Sumber: data primer yang diolah

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa presentase responden dengan

konsumsi oksigen rata-rata dengan status latihan fisik tidak terprogram

sebesar 86,7% dan responden dengan konsumsi oksigen maksimal rata-

rata dengan status latihan fisik terprogram sebesar 13,3%. Sedangkan

presentase responden dengan konsumsi oksigen tinggi dengan status

latihan fisik tidak terprogram hanya 6,7% dan responden dengan konsumsi

oksigen tinggi dengan status latihan fisik terprogram sebesar 93,3%.

Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara status latihan fisik

dengan konsumsi oksigen maksimal maka dilakukan perhitungan Odds

Rasio melalui data yang disajikan dalam tabel silang berikut:

OR=AD/BC

OR=(26x28)/(4x2)

OR=(728)/(8)

OR=9145

Page 46: KTI 2

Dari tabel silang dan perhitungan odds ratio di atas diperoleh hasil

odds rasio (OR) sebesar 91 (OR>1). Hal ini menunjukan bahwa variable

independent tersebut merupakan factor resiko yang mempengaruhi

variable dependen yang dalam hal ini bahwa status latihan fisik responden

mempengaruhi konsumsi oksigen maksimal responden, dimana responden

yang memiliki status latihan fisik terprogram memiliki resiko peningkatan

konsumsi oksigen maksimal sebesar 91 kali lipat

Untuk mengetahui hubungan peningkatan konsumsi oksigen

maksimal dengan status latihan fisik, maka digunakan uji korelasi

Contingency Coefficien, karena bentuk skala data yang di peroleh adalah

nominal dan ordinal. Namun sebelum melakukan uji korelasi Contigency

Coefficient, peneliti melakukan uji chi-square untuk mengetahui

perbedaan status latihan fisik yang memiliki nilai konsumsi oksigen

maksimal rata-rata dan tinggi. Berdasarkan uji chi-square pada lampiran

hasil analisis, maka hasil pengujian dapat disajikan dalam bentuk tabel

sederhana sebagai berikut:

Tabel 4.5 Perbedaan status latihan fisik yang memiliki nilai konsumsi oksigen maksimal rata-rata dan tinggi

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 38.571a 1 .000

Sumber: data primer yang diolah.

46

Page 47: KTI 2

Berdasarkan hasil uji Chi-Square pada tabel di atas di proleh nilai

signifikasni atau P value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,10

(α = 10%), 0,05 (α=5%), bahkan 0,01 (α = 1%), sehingga H0 ditolak dan

dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan konsumsi oksigen maksimal

(VO2Max) yang rata-rata pada umurnya dan yang memiliki konsumsi

oksigen maksimal (VO2Max) tinggi dengan status latihan fisik responden

yang tidak terprogram dan yang terprogram. Dengan risiko kesalahan yang

sangat kecil hingga di bawah 1%atau (ρ < 0,01), yang menunjukan tingkat

akurasi yang tinggi untuk menolak H0.

Sedangkan untuk melihat adanya hubungan peningkatan konsumsi

oksigen maksimal dengan status latihan fisik responden, maka dilakukan

analisis korelasi Contigency Coefficient. Berdasarkan uji korelasi

Contigency Coefficient pada lampiran hasil analisis, maka hasil pengujian

dapat disajikan dalam bentuk tabel sederhana sebagai berikut:

Tabel 4.6 Hubungan peningkatan konsumsi oksigen maksimal dengan status latihan fisik

Uji Value Signifikasi (ρ- value).

Contingency Coefficient .626 .000

Sumber: data primer yang diolah.

Berdasarkan tabel hasil uji korelasi Contigency coefficient di atas,

jika dilihat dari nilai ρ- value menunjukan nilai sebesar 0,000 yang dalam

hal ini berarti ρ < 0,05 bahkan ρ <0,01 menunjukan penolakan terhadap

H0 dan penerimaan terhadap H1, yang berarti ada hubungan yang sangat

47

Page 48: KTI 2

signifikan antara konsumsi oksigen maksimal dengan status latihan fisik

responden.

48

Page 49: KTI 2

4.2 Pembahasan Penelitian

4.2.1 Konsumsi Oksigen Maksimal Tinggi Pada Responden Dengan

Status Latihan Fisik Terprogram

Responden yang memiliki status latihan fisik terprogram

dengan nilai konsumsi oksigen maksimal (VO2Max) diatas rata-rata atau

tinggi didapatkan sebesar 93,3%, sedangkan responden yang memiliki

status latihan fisik terprogram dengan nilai konsumsi oksigen maksimal

(VO2Max) rata-rata didapatkan sebesar 6,7%. Dari data tersebut, diketahui

bahwa orang dengan latihan fisik terprogram mendapatkan resiko

peningkatan konsumsi oksigen maksimal sangat besar atau dengan kata

lain mereka yang memiliki latihan fisik terprogram sangat kecil

kemungkinannya memiliki nilai VO2Max standar.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikatakan Peningkatan nilai

VO2max pada kelompok perlakuan yang melakukan latihan fisik

terprogram sesuai dengan beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan

sebelumnya. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu latihan

fisik, fungsi kardiovaskuler, dan komposisi tubuh. Latihan fisik atau

olahraga dapat meningkatkan nilai VO2max. Akan tetapi peningkatan ini

hanya terbatas sekitar 10-20% dari nilai VO2max sebelumnya.

Diduga hal ini berkaitan dengan meningkatnya kerja sistem

kardiovaskuler yang berupa peningkatancardiac output, stroke volume,

dan volume darah yang diikuti dengan menurunnya denyut jantung

istirahat. Orang yang terlatih akan memiliki denyut jantung istirahat yang

49

Page 50: KTI 2

lebih rendah daripada orang biasa.. Denyut jantung yang lebih rendah

mengakibatkan nilai VO2max pada orang terlatih menjadi lebih tinggi.

Denyut jantung dapat mengalami penurunan setelah melakukan latihan

fisik selama waktu tertentu50. Ini adalah kompensasi tubuh terhadap latihan

fisik. Pada usia dewasa muda hingga dewas, perubahan VO2max

berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi akibat

pertumbuhan. Salah satunya adalah komposisi tubuh Atlet pria memiliki

kadar lemak tubuh lebih rendah daripada pria yang bukan atlet. Selain itu,

massa otot atlet pria dengan latihan fisik terprogram juga lebih besar

daripada yang latihan fisik biasa saja karena atlet pria terbiasa melakukan

latihan fisik yang teratur. Peningkatan massa otot dapat meningkatkan

nilai konsumsi oksigen.

Dalam penelitian ini, subyek penelitian pada kelompok

dengan VO2Max tinggi melakukan latihan fisik tiga kali seminggu selama

lebih dari 45 menit dengan intensitas cukup lelah. Sehingga, diduga massa

otot mereka lebih tinggi dan kadar lemak tubuhnya pun lebih rendah

dibanding subyek penelitian pada kelompok kontrol. Secara teori

seharusnya kelompok kontrol pun mengalami peningkatan nilai VO2max

karena nilai VO2max akan mengalami peningkatan dengan melakukan

olah raga. Akan tetapi hal ini tidak bisa dijadikan landasan bila hanya di

lakukan atas dasar sesaat saja

50

Page 51: KTI 2

4.2.2 keterbatasan penelitian

1. Peneliti tidak meneliti fakto-faktor lainnya jika ingin di teliti

harus menggunakan alat-alat khusus, seperti fungsi paru harus

menggunakan spirometer saat melakukan pengukuran

konsumsioksigen maksimal

2. Peneliti kesulitan untuk mengetahui lebih jauh dan mendetail

apabila ada kelainan dan penyakit pada responden. Dimana

peneliti hanya melakukan anamnesa pada responden.

3. Hal-hal di atas kerena keterbatasan waktu dan sample untuk

diteliti.dan hal tersebut diluar kemampuan peneliti untuk diteliti.

4. Uji statiska non parametrik (Chi-Square dan Contigency

Coefficient) yang digunakan memiliki kelemahan sebagai

berikut:

a. Hasil pengujian tidak setajam statiska paarametrik

b. Statiska non parametric mengabaikan beberapa

informasi tertentu, misalnya nilai utuh dari suatu

penelitian.

51

Page 52: KTI 2

BAB V

PENUTUP

5.1 SIMPULAN

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara status latihan fisik responden

dengan konsumsi oksigen maksimal di Arena dan kebugaran Fitness

periode juni 2012

2. Dari hasil analisa data didapatkan status latihan fisik responden sebanyak

53,3% terprogram dan 46,7% memiliki status latihan fisik tidak

terprogram.

3. Dari hasil analisa tabel silang status latihan fisik tidak terprogram dengan

nilai VO2Max didapatkan 86,3% konsumsi oksigen maksimal standar dan

6,7% dengan konsumsi oksigen maksimal tinggi

4. Dari hasil analisa tabel silang status latihan fisik terprogram dengan nilai

VO2Max didapatkan 13,3% konsumsi oksigen maksimal standar dan

93,3% dengan konsumsi oksigen maksimal tinggi

5. Dari perhitungan odds ratio didapatkan bahwa OR = 91 (OR>1) dalam hal

ini berarti peningkatan nilai konsumsi oksigen maksimal di pengaruhi oleh

status latihan fisik seseorang. Dimana apabila seseorang melakukan

olahraga dengan terprogram akan memiliki resiko untuk memiliki nilai

VO2Max yang tinggi.sebagai indikator kebugaran seseorang.

52

Page 53: KTI 2

5.2 SARAN.

1. Melihat ada hubungan antara status latihan fisik dan nilai konsumsi

oksigen maksimal. Maka sebaiknya untuk seseorang yang ingin

menjaga kebugaran harus dengan terprogram karena hasil yang didapat

jauh lebih baik dari pada yang hanya sekedar berolah raga biasa,

mengingat masyarakat masih kurang sadar akan manfaat olahraga.

2. Tenaga kesehatan dapat menilai secara kasar bagaimana fungsi

kardiorespirasi seorang dengan melihat bagaimana konsumsi oksigen

maksimalnya.

3. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, peneliti

sebaiknya meneliti wanita dikarnakan pengukuran pada wanita lebih

sulit karena adanya siklus menstruasi. Dan jika penelitian

menggunakan prosepektif sehingga dapat mengikuti awal seseorang

dari latihan fisik terprogram sampai mencapai nilai VO2Max yang

tinggi.

53

Page 54: KTI 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasyim Efendi, 1983. Fisiologi Kerja dan Olahraga serta Peranan Tes

Kerja (Exercise Test) untuk Diagnostik. Bandung : Penerbit Alumni,

hlm59-121.

2. Anonym. The Component of Physical Fitness. In : Fitness Components

Student Workbook. p.3. Available from URL :

www.rockwood.k12.mo.us/rsouth/moore/Fitness%20Components

%20Student%20Workbook.pdf Diakses pada tanggal 14 Februari 2009

pukul 08.30 WIB

3. Thomas G. Theory of Physical Preparation for Volleyball. In : Coaches

Manual 1. Lausanne : Federation International de Volleyball; 1989. p. 400.

4. Astorin T, Robergs R, Ghiasvand S, Marks D, Burns S. Incidence of the

Oxygen Plateauat VO2 max during Exercise Testing to Volitional Fatigue.

Journal of The American Society of Exercise Physiologists. 2000; 3: 2.

5. Welsman JR, Armstrong N. The Measurement and Interpretation of

Aerobic Fitness in Children : Current Issues. Journal of the Royal Society

of Medicine. 1996; 89: 1..

6. Centers for Disease Control and Prevention (2009b). BMI for children and

teens Retrieved August 10, 2009, from

http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/childrens_bmi/about_chi

ldrens_bmi.html Armstrong N, Welsman JR. Assessment and

54

Page 55: KTI 2

interpretation of aerobic fitness in children and adolescents. Exerc Sport

Scien Ver. 1994; 22: 435-76.

7. Uliyandari Adhikarmika : Pengaruh Latihan Fisik Terprogram Terhadap

Perubahan Nilai Konsumsi Oksigen Maksimal (Vo2max) Pada Siswi

Sekolah Bola Voli Tugu Muda Semarang Usia 11-13 Tahun: Meta-Analisi,

Universitas Diponegoro .2009. P. 12

8. Sastroasmor, Sudigdo. DASAR-DASAR METODOLOGI PNELITIAN

KLINIS, Jakarta .2002 p 49-97

9. Cece Ananda. hubungan beberapa faktor yang mempengaruhi daya tahan

kardiorespirasi siswa-siswi sma 2 payakumbuh . deskriptif analitik,

Fakultas Kedokteran Baiturahmanz Jakarta, 2007

10. Verducci F. Measurement Concepts in Physical Education. Missouri

(USA) : The C.V. Mosby Company; 1980. p. 261.

11. Armstrong N, Welsman J. Maximal Oxygen Uptake; Age, Sex And

Maturity Of Children. Exeter (UK) : University of Exter. p. 1.

12. Mackenzie B. VO2 max. Available from

URL:http://www.brianmac.demon.co.uk/VO2max.html Diakses pada

tanggal 14 Februari 2012, pukul 06.30 WIB.

13. Anonym. Assessing Aerobic Fitness. p. 4. Available from URL

:http://www.uh.edu/tigerstudy/textbook/TigerCpt2.pdf. Diakses pada

tanggal 14 Februari 2009, pukul 06.35 WIB

14. Armstrong N. Aerobic Fitness of Children and Adolescent. Jornal de

Pediatria. 2006; 82 : 406.

55

Page 56: KTI 2

15. Fox SI. Respiratory Physiology : The Respiratory System. In : Fox SI.

Human Physiology, 8 th ed. Kota : McGraw-Hill; 2003. p. 480.

16. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Alih bahasa:

Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A. Jakarta : EGC; 1997. p. 1347-8.

17. Fox SI. Respiratory Physiology : Hemoglobin and Oxygen Transport. In :

Fox SI. Human Physiology, 8th ed. Kota : McGraw-Hill; 2003. p. 504-5.

18. Verducci F. Measurement Concepts in Physical Education. Missouri

(USA) : The C.V.Mosby Company; 1980. p. 263-4.

19. Anonym. YMCA Fitness Assessment. Available from URL

:http://www.exrx.net/Testing/YMCATesting.html Diakses pada tanggal 14

Februari 2012, pukul 11.15 WIB.

20. CDC. 2 to 20 Years : Girls, Stature-for-age and Weight-for-age Percentiles

2000. Available from URL :http://www.cdc.gov/growthcharts.html

21. World healty organization, http://www.who.int/bmi/index.jsp?

introPage=intro_3.html diakses tanggal 15 maret 2012

22. Robet Jamsmer prof., MD, Perelman school of medicine Pynnsylvania

http://www.medpagetoday.com/Pulmonology/GeneralPulmonary/13163 di

akses tanggal 16 maret 2012

56

Page 57: KTI 2

LAMPIRAN.

Dokumentasi.

Pengisian kuisioner

57

Page 58: KTI 2

Pengukuran VO2Max

58

Page 59: KTI 2

ANALISA BIVARIATE SPSS

status_latihan_fisik * keterangan Crosstabulation

Count

keterangan

TotalV02max standar VO2max tinggi

status_latihan_fisik tidak terprogram 26 2 28

terprogram 4 28 32

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig. (2-

sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 38.571a 1 .000

Continuity Correctionb35.424 1 .000

Likelihood Ratio 44.655 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 37.929 1 .000

N of Valid Casesb60

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .626 .000

N of Valid Cases 60

59

Page 60: KTI 2

ANALISIS UNIVARIATE SPSSstatus_latihan_fisik

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid tidak terprogram 28 46.7 46.7 46.7

terprogram 32 53.3 53.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

VO2Max

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid V02max standar 30 50.0 50.0 50.0

VO2max tinggi 30 50.0 50.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Statistics

status_latihan_fisik keterangan

N Valid 60 60

Missing 0 0

Mean 1.5333 1.5000

Median 2.0000 1.5000

Std. Deviation .50310 .50422

Statistics

VO2max

N Valid 60

Missing 0

Mean 1.5000

Median 1.5000

Std. Deviation .50422

60

Page 61: KTI 2

DATA RESPONDEN

61