bab1 2 kti ckr

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma/cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit neurologis lainnya serta mempunyai proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya.Diperkirakan 100 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala dan lebih dari 700 ribu orang mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua pertiga dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah laki laki lebih banyak dari wanita. Menurut hasil data dari rekam medis Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda periode Januari Juni 2009 di dapatkan kasus cedera kepala sebanyak 238 orang yang terdiri dari laki laki 149 orang dan perempuan 89 orang, dan 5 diantaranya meninggal dunia. Dari hasil ini didapatkan usia yang sering terkena cedera kepala antara usia 15 44 tahun. Didapatkan pula dari data yang terdapat di ruang St. Antonius Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda kasus cedera kepala ringan sebanyak 117 orang dari periode 01 Januari sampai dengan 07 Agustus 2009.

Upload: aseska-mahendra

Post on 28-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

just started kti

TRANSCRIPT

Page 1: BAB1 2 KTI CKR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma/cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan

otak. Cedera kepala paling sering terjadi dan merupakan penyakit

neurologis yang serius diantara penyakit neurologis lainnya serta

mempunyai proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan

raya.Diperkirakan 100 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat

cedera kepala dan lebih dari 700 ribu orang mengalami cedera cukup

berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua pertiga dari

kasus ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah laki – laki lebih

banyak dari wanita. Menurut hasil data dari rekam medis Rumah Sakit

Dirgahayu Samarinda periode Januari – Juni 2009 di dapatkan kasus

cedera kepala sebanyak 238 orang yang terdiri dari laki – laki 149

orang dan perempuan 89 orang, dan 5 diantaranya meninggal dunia.

Dari hasil ini didapatkan usia yang sering terkena cedera kepala antara

usia 15 – 44 tahun. Didapatkan pula dari data yang terdapat di ruang

St. Antonius Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda kasus cedera kepala

ringan sebanyak 117 orang dari periode 01 Januari sampai dengan

07 Agustus 2009.

Page 2: BAB1 2 KTI CKR

Penyebab dari cedera kepala ringan adalah kecelakaan bermotor

atau bersepeda dan mobil, jatuh, kecelakaan pada saat olahraga dan

cedera akibat kekerasan.

Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah

kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai

respons terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan

intracranial (TIK). Dampak lain yang bisa ditimbulkan akibat CKR

(cedera kepela ringan) adalah hemoragik (perdarahan), infeksi, edema

dan herniasi.

Tindakan anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis

harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat

mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur. Tindakan

keperawatan lain yang juga diperlukan adalah mempertahankan tirah

baring dan mengobservasi tingkat kesadaran 24 jam pertama. Jika

pasien masih muntah kesadaran dipuasakan terlebih dahulu berikan

terapi intravena bila ada indikasi dan pemberian obat – obat analgetik.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini :

1. Umum

Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman secara langsung

tentang pelaksanaan asuhan keperawatan secara komprehensif

pada klien dengan diagnosa medis cedera kepala ringan.

Page 3: BAB1 2 KTI CKR

2. Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai pada penulisan karya tulis ilmiah ini

adalah :

2.1 Mampu memahami konsep penyakit cedera kepala ringan.

2.2 Mampu melakukan pengkajian pada pasien yang menderita

cedera kepala ringan.

2.3 Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada klien

dengan cedera kepala ringan.

2.4 Mampu melakukan perencanaan tindakan keperawatan yang

sesuai dengan klien cedera kepala ringan.

2.5 Mampu melakukan tindakan keperawatan dengan klien cedera

kepala ringan.

2.6 Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan yang

diberikan.

2.7 Mampu melakukan pendokumentasian atau tindakan

keperawatan yang telah dilakukan.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup masalah pada karya tulis ilmiah ini adalah

pemberian asuhan keperawatan kepada sdr.H yang dirawat di ruang St.

Antonius Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda pada tanggal 06 – 08

Agustus 2009 dengan diagnosa medis CKR.

Page 4: BAB1 2 KTI CKR

D. Metode Penulisan

Karya tulis ilmiah ini ditulis dengan menggunakan metode

pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan

dan evaluasi. Adapun data yang diperlukan sebagai bahan untuk

menyusun karya tulis ilmiah ini didapat dari :

1. Wawancara

Yaitu pengumpulan data melalui tanya jawab dengan klien (secara

lansung) dan tanya jawab dengan keluarga klien (secara langsung)

untuk mendapatkan data yang akurat dan validasi mengenai

keadaan klien.

2. Observasi klien

Yaitu pengamatan langsung tentang kondisi klien dalam kerangka

asuhan keperawatan.

3. Studi dokumentasi

Yaitu dengan mengkaji catatan medik dan keperawatan serta

catatan tim medis lain yang berhubungan dengan kasus klien.

4. Studi kepustakaan

Yaitu mempelajari dan mengambil data dari buku – buku yang

berhubungan dengan judul dan masalah dalam penulisan karya

tulis ilmiah ini.

Page 5: BAB1 2 KTI CKR

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari lima bab yaitu :

Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan

penulisan, rungan lingkup, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

Bab II : Landasan teori yang meliputi konsep dasar medis dan

asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi.

Bab III : Tinjuan kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Bab IV : Berisikan tentang uraian pembahasan kesenjangan

asuhan keperawatan secara nyata yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi dengan landasan teoritis.

Bab V : Penutup berisikan tentang kesimpulan yang merupakan

jawabab dari tujuan penulisan dan saran yang merupakan

tanggapan dari kesimpulan yang telah dibuat.

Page 6: BAB1 2 KTI CKR

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar

1. Anatomi Fisiologi SSP (Sistem Saraf Pusat)

Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel

penyokong (neuroglia dan sel Schwann). Kedua jenis sel tersebut

demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga

bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel

sistem saraf khusus peka rangsang yang menerima masukan

sensorik atau masukan aferen dari ujung-ujung saraf perifer khusus

atau dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan

motorik atau masukan eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar,

yaitu organ-organ efektor. Neuroglia merupakan penyokong,

pelindung, dan sumber nutrisi bagi neuron-neuron otak dan medula

spinalis. Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong,

neuron-neuron dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat.

Sistem saraf dibagi menjadi: sistem saraf pusat (SSP) dan

sistem saraf tepi (PNS). SSP terdiri dari otak dan medula spinalis.

PNS terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan

neuron sistem saraf autonom.

Page 7: BAB1 2 KTI CKR

Sel saraf

SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang.

Selanjtunya, SSP dilindungi pula oleh suspensi cairan

serebrospinal yang diproduksi dalam ventrikel otak. SSP juga

diliputi oleh tiga jenis lapis jaringan yang secara bersama-sama

disebut sebagai meningen (durameter, arakhnoid, dan piameter).

Otak dibagi menjadi: otak depan, otak tengah, dan otak belakang.

Page 8: BAB1 2 KTI CKR

Bagian-Bagian Otak

Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang

memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan

terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi

vertebra lumbalis pertama (L1) orang dewasa. Medula spinalis

terbagi menjadi 31 pasang saraf spinal. Segmen-segmen tersebut

diberi nama sesuai dengan vertebra tempat keluarnya radiks sarat

yang bersangkutan, sehingga medula spinalis dibagi menjadi

bagian servikal, torakal, lumbal, dan sakral.

Saraf perifer terdiri dari neuron-neuron yang menerima pesan-

pesan sensorik yang menuju SSP atau menerima pesan-pesan

motorik dari SSP, atau keduanya. Saraf spinal menghantarkan

Page 9: BAB1 2 KTI CKR

pesan-pesan sensorik maupun pesan-pesan motorik dan

campuran. Saraf kranial berasal dari bagian permukaan otak. Lima

pasang merupakan saraf motorik (saraf no III, IV, VI, XI, dan XII),

tiga pasang merupakan saraf sensorik (saraf no I, II, dan VIII), dan

empat pasang merupakan saraf campuran: motorik dan sensorik

(saraf no V, VII, IX, dan X).

Pembagian sistem saraf pusat

Page 10: BAB1 2 KTI CKR

2. Pengertian

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah

kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury

baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi

& Rita Yuliani, 2006)

Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan

oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat

kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi

tingkah laku, dan emosional. (Wahyu Widagdo, S.Kp, dkk. 2008)

Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS:15

(sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing

dan nyeri kepala. (Mansjoer,2000)

Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tulang tengkorak,

dan otak, paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologik

yang serius diantara penyakit neurologi dan merupakan proporsi

epidemiologi sebagai hasil kecelakaan jalan raya. (Brunner &

Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.2002)

Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak

mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi

(klien tidak sadarkan diri). (Brunner & Suddarth. Keperawatan

Medikal Bedah Vol.3.2002)

Page 11: BAB1 2 KTI CKR

Jadi cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau

kejatuhan benda tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi

neurology sementara atau menurunnya kesadaran sementara,

mengeluh pusing, nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya.

3. Etiologi

- Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau

sepeda, dan mobil.

- Kecelakaan pada saat olahraga.

- Cedera akibat kekerasan.

- Luka tembus dan luka tembus lainnya.

4. Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS):

1. Ringan

- GCS 13 – 15

- Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi

kurang dari 30 menit.

- Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral,

hematoma.

2. Sedang

- GCS 9 – 12

Page 12: BAB1 2 KTI CKR

- Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam.

- Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Berat

- GCS 3 – 8

- Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

- Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma.

5. Tanda dan Gejala

- Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

- Pusing, nyeri kepala

- Kebingungan

- Iritabel

- Pucat

- Mual dan muntah

- Terdapat hematoma

- Kecemasan

- Sukar untuk dibangunkan

- Bila ada fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang

keluar dari hidung (rhinorrhea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur

tulang temporal.

- Mungkin ada gangguan penglihatan dan pendengaran.

- Gangguan pergerakan/kejang otot.

Page 13: BAB1 2 KTI CKR

- Syok mungkin menunjukan cedera multi system.

6. Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam

menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu

trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda

yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti

trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan

benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala

membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan

mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara

bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak

langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar

dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan

posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan

dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer adalah trauma yang langsung mengenai kepla

saat kejadian. Sedangkan cedera sekunder merupakan kelanjutan

dari trauma primer. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan

volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta

vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi

intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder

meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Page 14: BAB1 2 KTI CKR

Epidural hematoma merupakan injury pada kepala dengan

adanya fraktur pada tulang tengkorak dan terdapat lesi antara

tulang tengkorak dan durameter. Perdarahan ini dapat meluas

hingga menekan serebral oleh karena adanya tekanan arteri yang

tinggi. Gejalanya akan tampak seperti kebingungan, letargi, sukar

untuk dibangunkan dan akhirnya bisa coma. Nadi dan napas

menjadi lambat, pupil dilatasi dan adanya hemiparase.

Subdural hematoma adalah cedera kepala dimana adanya

ruptur pembuluh darah vena dan perdarahan terjadi antara dura

dan serebrum atau antara durameter dan lapisan arachnoid.

Serebral hematoma adalah merupakan perdarahan yang terjadi

adanya memar dan robekan pada serebral yang akan berdampak

pada perubahan vaskularisasi sehingga dapat berakibat pada

statisnya vaskularisasi, diltasi, dan edema. Kemudian proses

tersebut akan mengakibatkan terjadinya herniasi otak yang akan

mendesak ruang disekitarnya dan menyebabkan meningkatnya

tekanan intakranial.

Page 15: BAB1 2 KTI CKR

Skema Patofisiologi

Jatuh, kecelakaan (bermotor, sepeda, mobil)

Trauma kepala

Terjadinya perdarahan serebral

Aliran darah ke otak menurun

Gangguan oksigenasi

Kekurangan suplai oksigen dan glukosa

Gangguan metabolisme ( metabolisme an aerob )

Peningkatan asam laktat Edema jaringan otak

Asidosis metabolik Meningkatnya volume dan TIK

Nekrosis jaringan otak TIK Meningkat

Penurunan kesadaran - Papil edema

Gangguan perfusi jaringan - Nyeri kepala luar biasa

- Muntah proyektil

Nyeri

Herniasi

Page 16: BAB1 2 KTI CKR

Herniasi

Pernapasan Kardiovaskular Gastrointestinal

Hiperventilasi paru & Hipertensi Ransangan hypotalamus

edema paru Meningkatnya dan stimulasi vagus

frekuensi jantung

Hiperventilasi Peningkatan katekolamin

Gangguan pola napas Penurunan curah Peningkatan asam lambung

jantung Mual, muntah

Gangguan pemenuhan nutrisi

( Sumber : Suriadi & Rita Yulianni, 2006)

7. Komplikasi

- Hemorrhagie

- Infeksi

- Edema

- Herniasi

8. Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)

- Rotgen foto

Page 17: BAB1 2 KTI CKR

- CT Scan

- MRI

9. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma

kepala adalah sebagai berikut:

Penatalaksanaan Keperawatan

1. Observasi tingkat kesadaran 24 jam.

2. Pertahankan tieah baring.

3. Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit samapi dengan 1 jam

sekali atau sesuai kebutuhan.

4. Tinggikan posisi kepala 15-30 derajat untuk menurunkan

tekanan vena jugularis.

5. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih

dahulu.

6. Batasi aktivitas pasien pada fase akut (nyeri kepala, pusing) dan

bantu aktivitas yang tidak dapat dilakukan untuk memenuhi

kebuhannya.

Penatalaksanaan Medis

1. Rontgen kepala.

2. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

3. Anak diistirahatkan atau tirah baring.

4. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

Page 18: BAB1 2 KTI CKR

5. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

6. Pemberian obat-obat analgetik.

7. Pembedahan bila ada indikasi.

10. Rencana Pemulangan

1. Jelaskan tentang kondisi klien yang memerlukan perawatan dan

pengobatan.

2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk

menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam,

kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.

3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek

samping, dan reaksi dari pemberian obat.

4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang:

penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama

kejang.

5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk

aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal,

makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak

mengalami gangguan mobilitas fisik.

6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan

alat pengaman.

7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.

Page 19: BAB1 2 KTI CKR

8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan

tekanan intrakranial.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi

saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang

diberikan segera setelah kejadian.

2. Pemeriksaan fisik

a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull,

cheyene stokes, biot, hiperventilasi,

ataksik)

b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau

pengaruh PTIK

c. Sistem saraf :

- Kesadaran GCS.

- Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke

batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf

kranial.

- Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal,

nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia,

hiperalgesia, riwayat kejang.

d. Sistem pencernaan

Page 20: BAB1 2 KTI CKR

- Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks

menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk,

mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola

makan?

- Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan

cairan.

- Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik

hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM,

kekuatan otot.

f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan

disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan

saraf fasialis.

g. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan

yang didapat pasien dari keluarga.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya

pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi,

gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan

intrakranial.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.

Page 21: BAB1 2 KTI CKR

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan

menurunnya kesadaran.

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan

muntah.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau

meningkatnya tekanan intrakranial.

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat

trauma kepala.

8. Kecemasan orang tua klien berhubungan dengan kondisi

penyakit akibat trauma kepala.

3. Intervensi Keperawatan

1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola

nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi,

gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan

intrakranial.

Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang

ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran

bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam

batas normal.

Intervensi:

Kaji Airway, Breathing, Circulasi.

Page 22: BAB1 2 KTI CKR

Kaji klien, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada

hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam

mengatur posisi bila ada cedera vertebra.

Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret.

Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.

Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.

Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit

ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.

Pemberian oksigen sesuai program.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan

tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan

tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan

intrakranial.

Intervensi:

Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi

“semiflower” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.

Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya

- Peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau

hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava

meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan

lendir atau suction, perkusi).

Page 23: BAB1 2 KTI CKR

- Tekanan pada vena leher.

- Kembalikan posisi dari samping ke samping (dapat

menyebabkan kompresi pada vena leher).

Bila akan memiringkan klien, harus menghindari adanya

tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).

Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava

maneuver.

Hindari tangisan pada klien, ciptakan lingkungan yang

tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan

yang emosional.

Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau

tekanan intrakranial sesuai program.

Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan

cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.

Monitor intake dan out put.

Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah

aspirasi dan pemenuhan nutrisi.

Libatkan orang tua dalam perawatan klien dan jelaskan hal-

hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan

menurunnya kesadaran.

Page 24: BAB1 2 KTI CKR

Tujuan: Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai

dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan

penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh klien

bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan

kecil dapat dibantu.

Intervensi:

Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan –

minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan

tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.

Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.

Perawatan kateter bila terpasang.

Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja

untuk memudahkan BAB.

Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan

sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara

memandikan klien.

4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual

dan muntah.

Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan

atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa

lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam

batas normal.

Intervensi:

Page 25: BAB1 2 KTI CKR

Kaji intake dan out put.

Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa,

dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.

Berikan cairan intra vena sesuai program.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau

meningkatnya tekanan intrakranial.

Tujuan: klien terbebas dari injuri.

Intervensi:

Kaji status neurologis klien: perubahan kesadaran,

kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks,

perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.

Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

Monitor tanda-tanda vital klien setiap jam atau sesuai

dengan protokol.

Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.

Berikan analgetik sesuai program.

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Tujuan: klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan klien

tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam

batas normal.

Intervensi:

Page 26: BAB1 2 KTI CKR

Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat

lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas

cepat atau lambat, berkeringat dingin.

Mengatur posisi sesuai kebutuhan klien untuk mengurangi

nyeri.

Kurangi rangsangan.

Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.

Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.

Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.

Tujuan: Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan

tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam

batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam

batas normal.

Intervensi:

Kaji adanya drainage pada area luka.

Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.

Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.

Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku

kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

8. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit

akibat trauma kepala.

Page 27: BAB1 2 KTI CKR

Tujuan: Klien dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas

berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan

orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang

kondisi dan aktif dalam perawatan klien.

Intervensi :

Jelaskan pada klien dan orang tua tentang prosedur yang

akan dilakukan, dan tujuannya.

Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.

Ajarkan klien dan orang tua untuk mengekspresikan

perasaan.

Gunakan komunikasi terapeutik.