kronologis historis sejarah dan
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

KRONOLOGIS HISTORIS SEJARAH DAN
PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
Kebudayaan manusia ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi secara cepat yang merupakan akibat peran serta pengaruh dari pemikiran filsafat
Barat. Pada awal perkembangannya, yakni zaman Yunani Kuno, filsafat diidentikkan
dengan ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah antara pemikiran filsafat dan ilmu
pengetahuan tidak dipisah, sehingga semua pemikiran manusia yang muncul pada zaman
itu disebut filsafat. Pada abad Pertengahan, filsafat menjadi identik dengan agama,
sehingga pemikiran filsafat pada zaman itu menjadi satu dengan dogma gereja. Pada abad
ke-15 muncullah Renaissans kemudian disusul oleh Aufklaerung pada abad ke-18 yang
membawa perubahan pandangan terhadap filsafat. Pada masa ini filsafat memisahkan diri
dari agama, sehingga membuat orang berani mengeluarkan pendapat mereka tanpa takut
akan dikenai hukuman oleh pihak gereja. Filsafat zaman modern tetap sekuler seperti
zaman Renaissans, yang membedakan adalah pada zaman ini ilmu pengetahuan berpisah
dari filsafat dan mulai berkembang menjadi beberapa cabang yang terjadi dengan cepat.
Bahkan pada abad ke-20, ilmu pengetahuan, mulai berkembang menjadi berbagai
spesialisasi dan sub-spesialisasi.
Ilmu pengetahuan pada awalnya merupakan sebuah sistem yang dikembangkan untuk
mengetahui keadaan lingkungan disekitanya. Selain itu, ilmu pengetahuan juga diciptakan
untuk dapat membantu kehidupan manusia menjadi lebih mudah. Pada abad ke-20 dan
menjelang abad ke-21, ilmu telah menjadi sesuatu yang substantif yang menguasai
kehidupan manusia. Namun, tak hanya itu, ilmu pengetahuan yang sudah berkembang
sedemikian pesat juga telah menimbulkan berbagai krisis kemanusiaan dalam kehidupan.
Hal ini didorong oleh kecenderungan pemecahan masalah kemanusiaan yang lebih banyak
bersifsat sektoral. Salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan
yang semakin kompleks tersebut ialah dengan mempelajari perkembangan pemikiran
filsafat.
Perkembangan filsafat Barat dibagi menjadi beberapa periodesasi yang didasarkan
atas ciri yang dominan pada zaman tersebut. Periode-periode tersebut adalah :
1. Zaman Yunani Kuno (Abad 6SM-6M)
Ciri pemikirannya adalah kosmosentris, yakni mempertanyakan asal usul alam semesta
dan jagad raya sebagai salah satu upaya untuk menemukan asal mula (arche) yang

merupakan unsur awal terjadinya gejala. Dan beberapa tokoh filosof pada zaman ini
menyatakan pendapatnya tentang arche, antara lain :
Thales (640- 550 SM) : arche berupa air
Anaximander (611-545 SM) : arche berupa apeiron (sesuatu yang tidak terbatas)
Anaximenes (588-524 SM) : arche berupa udara
Phytagoras (580-500 SM) : arche dapat diterangkan atas dasar bilangan-bilangan.
Selain keempat tokoh di atas ada dua filosof, yakni Herakleitos (540-475 SM) dan
Parmindes (540-475 SM) yang mempertanyakan apakah realitas itu berubah, bukan
menjadi sesuatu yang tetap. Pemikir Yunani lain yang merupakan salah satu yang berperan
penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan adalah Demokritos (460-370 SM) yang
menegaskan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang disebut dengan atom (atomos,
dari a-tidak, dan tomos-terbagi). Selain itu, filosof yang sering dibicarakan adalah Socrates
(470-399 SM) yang langsung menggunakan metode filsafat langsung dalam kehidupan
sehari-hari yang dikenal dengan dialektika (dialegesthai) yang artinya bercakap-cakap.
Hal ini pula yang diteruskan oleh Plato (428-348 SM). Dan pemikiran filsafat masa ini
mencapai puncaknya pada seorang Aristoteles (384-322 SM) yang mengatakan bahwa
tugas utama ilmu pengetahuan adalah mencari penyebab-penyebab obyek yang diselidiki.
Ia pun berpendapat bahwa tiap kejadian harus mempunyai empat sebab, antara lain
penyebab material, penyebab formal, penyebab efisien dan penyebab final.
2. Zaman Pertengahan (6-16M)
Ciri pemikiran pada zaman ini ialah teosentris yang menggunakan pemikiran filsafat untuk
memperkuat dogma agama Kristiani. Pada zaman ini pemikiran Eropa terkendala oleh
keharusan kesesuaian dengan ajaran agama. Filsafat Agustinus (354-430) yang
dipengaruhi oleh pemikiran Plato, merupakan sebuah pemikiran filsafat yang membahas
mengenai keadaan ikut ambil bagian, yakni suatu pemikiran bahwa pengetahuan tentang
ciptaan merupakan keadaan yang menjadi bagian dari idea-idea Tuhan. Sedangkan
Thomas Aquinas (1125-1274) yang mengikuti pemikiran filsafat Aristoteles, menganut
teori penciptaan dimana Tuhan menghasilkan ciptaan dari ketiadaan. Selain itu, mencipta
juga berarti terus menerus menghasilkan serta memelihara ciptaan.
3. Zaman Renaissans (14-16M)
Merupakan suatu zaman yang menaruh perhatian dalam bidang seni, filsafat, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Zaman ini juga dikenal dengan era kembalinya kebebasan
manusia dalam berpikir. Tokoh filosof zaman ini diantaranya adalah Nicolaus Copernicus
(1473-1543) yang mengemukakan teori heliosentrisme, yang mana matahari merupakan

pusat jagad raya. Dan Francis Bacon (1561-1626) yang menjadi perintis filsafat ilmu
pengetahuan dengan ungkapannya yang terkenal “knowledge is power”
4. Zaman Modern (17-19M)
Filsafat zaman ini bercorak antroposentris, yang menjadikan manusia sebagai pusat
perhatian penyelidikan filsafati. Selain itu, yang menjadi topik utama ialah persoalan
epistemologi.
a. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa akal merupakan sumber pengetahuan yang memadai dan
dapat dipercaya. Pengalaman hanya dipakai untuk menguatkan kebenaran pengetahuan
yang telah diperoleh melalui akal. Salah satu tokohnya adalah Rene Descartes (1598-1650)
yang juga merupakan pendiri filsafat modern yang dikenal dengan pernyataannya Cogito
Ergo Sum (aku berpikir, maka aku ada). Metode yang digunakan Descrates disebut dengan
a priori yang secara harfiah berarti berdasarkan atas adanya hal-hal yang mendahului.
Maksudnya adalah dengan menggunakan metode ini manusia seakan-akan sudah
mengetahui dengan pasti segala gejala yang terjadi.
b. Empirisisme
Menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman, baik lahir maupun
batin. Akal hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah data yang
diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah a posteriori atau metode yang
berdasarkan atas hal-hal yang terjadi pada kemudian. Dipelopori oleh Francis Bacon yang
memperkenalkan metode eksperimen.
c. Kritisisme
Sebuah teori pengetahuan yang berupaya untuk menyatukan dua pandangan yang berbeda
antara Rasionalisme dan Empirisme yang dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804). Ia
berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh dari adanya kerjasama
antara dua komponen, yakni yang bersifat pengalaman inderawi dan cara mengolah kesan
yang nantinya akan menimbulkan hubungan antara sebab dan akibat.
d. Idealisme
Berawal dari penyatuan dua Idealisme yang berbeda antara Idealisme Subyektif (Fitche)
dan Idealisme Obyektif (Scelling) oleh Hegel (1770-1931) menjadi filsafat idealisme yang
mutlak. Hegel berpendapat bahwa pikiran merupakan esensi dari alam dan alam ialah
keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Asas idealisme adalah keyakinan terhadap arti dan
pemikiran dalam struktur dunia yang merupakan intuisi dasar.
e. Positivisme

Didirikan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang hanya menerima fakta-fakta yang
ditemukan secara positif ilmiah. Semboyannya yang sangat dikenal adalah savoir pour
prevoir, yang artinya mengetahui supaya siap untuk bertindak. Maksudnya ialah manusia
harus mengetahui gejala-gejala dan hubungan-hubungan antar gejala sehingga ia dapat
meramalkan apa yang akan terjadi. Filsafat ini juga dikenal dengan faham empirisisme-
kritis, pengamatan dengan teori berjalan beriringan. Ia membagi masyarakat menjadi atas
statika sosial dan dinamika sosial.
f. Marxisme
Pendirinya ialah Karl Marx (1818-1883) yang aliran filsafatnya merupakan perpaduan
antara metode dialektika Hegel dan materialisme Feuerbach. Marx mengajarkan bahwa
sejarah dijalankan oleh suatu logika tersendiri, dan motor sejarah terdiri hukum-hukum
sosial ekonomis. Baginya filsafat bukan hanya tentang pengetahuan dan kehendak,
melainkan tindakan, yakni melakukan sebuah perubahan, tidak hanya sekedar menafsirkan
dunia. Yang perlu diubah adalah kaum protelar harus bisa mengambil alih peranan kaum
borjuis dan kapitalis melalui revolusi, agar masyarakat tidak lagi tertindas.
5. Zaman Kontemporer (Abad ke-20 dan seterusnya)
Pokok pemikirannya dikenal dengan istilah logosentris, yakni teks menjadi tema sentral
diskursus para filosof. Hal ini dikarenakan ungkapan-ungkapan filsafat cenderung
membingungkan dan sulit untuk dimengerti. Padahal tugas filsafat bukanlah hanya sekedar
membuat pernyataan tentang suatu hal, namun juga memecahkan masalah yang timbul
akibat ketidakpahaman terhadap bahasa logika, dan memberikan penjelasan yang logis atas
pemikiran-pemikiran yang diungkapkan.
Pada zaman ini muncul berbagai aliran filsafat dan kebanyakan dari aliran-aliran tersebut
merupakan kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang pernah berkembang pada zaman
sebelumnya, seperti Neo-Thomisme, Neo-Marxisme, Neo-Positivisme dan sebagainya.

Jenis – Jenis Ilmu Pengetahuan
Ilmu Murni (pure science)
Yang dimaksud dengan Ilmu murni adalah ilmu tersebut hanya murni bermanfaat untuk
ilmu itu sendiri dan berorientasi pada teoritisasi, dalam arti ilmu pengetahuan murni
tersebut terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan
secara abstrak yakni untuk mempertinggi mutunya.
Ilmu Praktis (applied science)
Yang dimaksud dengan ilmu praktis adalah ilmu tersebut praktis langsung dapt diterapkan
kepada masyarakat karena ilmu itu sendiri bertujuan untuk mempergunakan hal ikhwal
ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat banyak.
Ilmu Campuran
Yang dimaksud dengan ilmu campuran dalam hal ini adalah sesuatu ilmu yang selain
termasuk ilmu murni juga merupakan ilmu terapan yang praktis karena dapat dipergunakan
dalam kehidupan masyarakat umum.
Sedangkan dalam fungsi kerjanya, ilmu juga dapat dibedakan atas berikut ini:
Ilmu teoritis rasional
Ilmu teoritis rasional adalah ilmu yang memakai cara berpikir dengan sangat dominan,
deduktif dan mempergunakan silogisme, misalnya dogmatis hukum.
Ilmu empiris praktis
Ilmu empiris praktis adalah ilmu yang cara penganalisaannya induktif saja, misalnya
dalam pekerjaan social atau dalam mewujudkan kesejahteraan umum dalam masyarakat.
Ilmu teoritis empiris
Ilmu teoritis empiris adalah ilmu yang memakai cara gabungan berpikir, induktif-deduktif
atau sebaliknya deduktif-induktif.
Saat ini tampaknya sebagian besar para pakar membagi ilmu atas ilmu-ilmu eksakta dan
ilmu-ilmu hukum yang pada satu titik tertentu sangat sulit dibedakan, namun pada titik
yang lain sangat berbeda satu sama lain.
Ilmu-ilmu eksakta kesemuanya mempunyai objek fakta-fakta, dan benda-benda alam serta
hukum-hukumnya pasti dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia. Ilmu-ilmu eksakta
meliputi antara lain yaitu berbagai ilmu teknik (seperti teknik permesinan kapal, nuklir,
perminyakan, metalurgi, gas, petrokimia, informatika, computer, planologi, kelautan,

industry, pertambangan, kimia, sipil, mesin, elektro, arsitektur, pertanian, geodesi, geologi,
geofisika, dan meteorologi), berbagai ilmu kedokteran (seperti kedokteran gigi, anak,
penyakit dalam, penyakit khusus, bedah, kebidanan, bedah mulut, kesehatan masyarakat,
keperawatan, kelamin, dan penyakit mata), berbagai ilmu alam (seperti geofisika, bumi,
ruang angkasa, dan pesawat), berbagai ilmu matematika (seperti ilmu ukur ruang, ilmu
ukur sudut dan aljabar), berbagai ilmu hewan (seperti kedokteran hewan, biologi,
lingkungan dan peternakan), berbagai ilmu tumbuh-tumbuhan (seperti pertanian dan
kehutanan), berbagai ilmu kimia, ilmu tanah, ilmu komputer, farmasi, agronomi, geografi
dan statistik.
Sedangkan ilmu-ilmu sosial hukum-hukumnya relatif tidak sama dalam berbagai ruang
dan waktu, dibandingkan ilmu-ilmu eksakta (ilmu pasti) dalam arti selalu ada perubahan
yang tergantung pada situasi dan kondisi dan lingkungan, bahkan bisa dipengaruhi dan
diatur (rekayasa) oleh manusia. Ilmu-ilmu social meliputi antara lain berbagai ilmu
administrasi (seperti administrasi pembangunan, Negara, fiskal, niaga, kepegawaian dan
perkantoran), berbagai ilmu ekonomi (seperti ekonomi pertanian, mikro, makro, social,
akuntansi dan keuangan), berbagai ilmu hukum (seperti hukum perdata, hukum pidana,
hukum adat, hukum islam dan hukum waris), serta disiplin ilmu social lainnya seperti ilmu
politik, ilmu pemerintahan, ilmu jiwa (psikologi), sosiologi, jurnalistik, perhotelan,
kepariwisataan, sejarah, antropologi, arkeologi, komunikasi, manajemen, akuntansi,
perpustakaan, hubungan internasional dan ilmu Negara.

CARA BERFIKIR FILOSOFIS
Ciri-ciri berpikir filosofis kadang menjadi pertanyaan serius dalam kajian filsafat ilmu.
Benarkah semua orang yang berpikir itu sedang berfilsafat? Pertanyaan ini terkadang
menjadi pertanyaan sederhana berkaitan dengan pembahasan tentang filsafat. Apakah
benar Semua orang berfilsafat, karena semua orang memiliki potensi untuk berpikir.
Dalam Kajian Prof. Dr. H. Andi Makkulau, M.Si, diuraikan beberapa ciri berpikir yang
termasuk dalam kategori berpikir filsafat.
Ciri berpikir filosofis di antaranya adalah :
1. Membangun bagan konsepsional, Salah satu cara untuk mengurangi inkoherensi adalah
mengusahakan membangun bagan konseptual. Gagasan harus berhubungan dengan lainnya
secara logis, formal dan ketat, setiap bagian harus mengalir lancer, dari bagaian yang
mendahului ke bagian sesudahnya. Agar arus informasi dan pemikiran terus mengalir,
kiranya peerlu memikirkan bahwa setiap gagasan harus mengandung sebuah subyek dan
predikat. Jadi untuk mempertahankan agar arus informasi secara terus menerus, maka
harus menyusun gagasan dengan satu diantara berbagai bentuk.
2. Berpikir secara holisitk, Keutamaan yang diinginkan dalam berpikir filsafat adalah
berpikir secara holistic. Gagasan yang menyeluruh mengemas banyak informasi dalam
ruang yang terbatas. Selayaknya menghindari keinginan yang berlebihan mencapai
holistic, sehingga merusak perkembangan inti esei, yang mungkin perlu diperjelas dan
dibuat lebih meyakinkan.
3. Berpikir filosofis juga harus bersifat Tuntas, Ketuntasan sebuah argument bergantung
pada seleksi yang hati-hati dan penggunaan kata yang tepat. Pemikiran kritis bergantung
pada konsistensi organisasi bahasa (kata, paragraf, kalimat) sedalam diskursus yang tertib
dan dapat dimengerti. Harus berhati-hati dengan berbagai penggunaan kata yang berbeda,
ragam makna dan kekaburan arti. Hendaknya menghindari penggunaan metafora/analogi,
dan mencoba menghindari jargon yang dapat dijelaskan.
Apakah benar Semua orang berfilsafat, karena semua orang memiliki potensi untuk
berpikir. Dalam Kajian ciri berpikir yang termasuk dalam kategori berpikir filsafat
diantaranya adalah berpikir dengan Membangun bagan kosepsional, Berpikir secara
holistik, Berpikir Tuntas, Konsisten dan Koheren

4. Sifat berpikir filososfis lain adalan berpikir Konsisten, dalam proses penyusunan esei,
kita akan membuat sejumlah pertanyaan yang mencakup banyak segi yang berbeda
mengenai pokok persoalan diangkat. Kita harus berhati-hati, apa yang dibahas tidak boleh
bertentangan dengan apa yang diungkap. Konsistensi merupakan sifat yang harus
dirangkaikan dalam berbagai argumentaasi. Karena kadang-kadang pertanyaan yang
kompleks dapat mengandung inkonsistensi internal.
5. Selain berciri konsisten dalam berpikir filsafat juga harus tetap mempertahankan sifat
Koheren, Suatu argumentasi atau pernyataan abstrak dan kongkret yang tidak didukung
empirisme dapat menjadi tidak koheren ketika dalam keseluruhan argumentasi tidak
memiliki arti. Seprti ketika kita memakai sebuah istilah, nilai koherensi akan timbul dari
berbagai esei yang tidak menyatu bersama dalam keseluruhan yang koheren. Kemudian
Inkoherensi dapat terjadi ketika sebuah argumentasi ysng bermakna ditempatkan dalam
konteks yang tidak semestinya. Keseluruhan esei adalah tidak koheren, sejauh masih
dipengaruhi oleh berbagai komponen yang tidak koheren.
Pendapat lain Berpikir Filsafat meliputi:
a. Kritis
Adalah sikap yang senantiasa mempertanyakan sesuatu (berdialog), mempunyai rasa ingin
tahu yang tinggi, membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, hingga
akhirnya di temukan hakikat.
b. Rasional
Sumber penggetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal),
selalu menggunakan nalar ketika berpikir atau bertindak atau kegiatan yang
mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas
berdasarkan perasaan dan naluri.
c. Logis
Sikap yang digunakan untuk melakukan pembuktian, berpikir sesuai kenyataan atau
kegiatan berpikir yang berjalan menurut pola, alur dan kerangka tertentu.
Dalam berpikir membutuhkan ketrampilan untuk bisa mengerti fakta, memahami konsep,
saling keterkaitan atau hubungan, sesuatu yang tersurat dan tersirat, alasan, dan menarik
kesimpulan.
d. Konseptual
Merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia, menyingkirkan hal-hal

khusus, konkrit, individual, sehingga terbentuk konsep dan teori yang terumuskan secara
obyektif, permanen dan universal.
e. Radikal
Berpikir mendalam atau sampai ke akar-akarnya sampai pada hakikat atau substansi yang
dikirkan.
f. Koheren
Berpikir secara konsisten; tidak acak; tidak kacau; dan tidak fragmentaris, atau
sesuai dengan kaidah berpikir logis, menganggap suatu pernyataan benar bila didalamnya
tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya
yang telah dianggap benar.
g. Sistematis
Pendapatnya saling berhubungan secara teratur dan terkandung ada maksud dan tujuan
tertentu.
h. Komperhensif
Mencakup atau menyeluruh dalam menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
i. Spekulatif
Cara berpikir sistematis tentang segala yang ada, memahami bagaimana menemukan
totalitas yang bermakna dari realitas yang berbeda dan beraneka ragam, atau disebut juga
upaya mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berpikir dan
keseluruhan pengalaman.
j. Bebas
Berpikir sampai batas-batas yang luas, tidak terkekang, bebas dari prasangka sosial,
historis, kultural, bahkan religius.

Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, diperlukan sarana berpikir. Tersedianya
sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara cermat dan teratur.
Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi
siapa saja yang sedang melakukan kegiatan ilmiah. Tanpa kita menguasai hal ini, maka
kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan.
Perbedaan utama antara manusia dan binatang adalah terletak pada "kemampuan manusia
untuk mengambil jalan melingkar" dalam mencapai tujuannya. Seluruh pikiran binatang
dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari obyek yang
diinginkannya, atau membuang benda yang dianggap menghalanginya.
Dengan demikian, sering kita melihat seekor monyet yang menjangkau secara sia-sia
benda yang dia inginkan. Sedangkan manusia, yang paling primitif sekali pun, sudah tahu
bagaimana cara menggunakan bandringan, laso, atau melempar dengan batu. Manusia
sering disebut sebagai Homo Faber (makhluk yang membuat alat); dan kemampuannya
"membuat alat" itu dimungkinkan oleh pengetahuan. Sedangkan berkembangnya
pengetahuan tersebut membutuhkan alat-alat.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan "alat yang dapat membantu kegiatan ilmiah"
dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu, diperlukan sarana
yang tertentu pula. Oleh sebab itulah, maka sebelum kita mengkaji sarana-sarana berpikir
ilmiah ini, seyogyanga kita sudah mengetahui (menguasai) langkah-langkah dalam
kegiatan ilmiah tersebut.
Dengan jalan ini, maka kita akan sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebab
sarana merupakan alat yang dapat membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Atau dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitannya
dengan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Sarana berpikir ilmiah ini, dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang studi
tersendiri. Artinya, kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita mempelajari
berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini, kita harus memperhatikan dua hal, yakni:
1. Pertama, sarana ilmiah "bukan merupakan ilmu", dalam pengertian bahwa sarana
ilmiah itu merupakan "kumpulan pengetahuan" yang bisa kita dapatkan
berdasarkan metode ilmiah. Seperti kita ketahui, bahwa salah satu karakteristik
dalam ilmu, misalnya, adalah penggunaan berpikir induktif dan deduktif untuk

mendapatkan pengetahuan yang benar. Sarana berpikir ilmiah tidak menggunakan
cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih tuntas, dapat dikatakan
bahwa sarana berpikir ilmiah mempunyai "metode tersendiri" dalam mendapatkan
pengetahuannya, yang berbeda dengan metode ilmiah.
2. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah "untuk memungkinkan kita dalam
melakukan penelaahan ilmiah secara lebih baik". Sedangkan tujuan mempelajari
ilmu dimaksudkan "untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita
untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari".
Dalam hal ini, maka sarana berpikir ilmiah merupakan "alat bagi cabang-cabang
pengetahuan" untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode
ilmiah.3) Atau secara lebih sederhana, sarana berpikir ilmiah ini merupakan "alat bagi
metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik". Jelaslah sekarang, kiranya
mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri, yang berbeda dengan
metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya, sebab salah satu fungsi sarana ilmiah
adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, maka kita membutuhkan
sarana yang berupa Bahasa (γλώσσα), Logika (λογική), Matematika (μαθηματικά), dan
Statistika (στατιστική). Bahasa, dalam hal ini merupakan alat komunikasi verbal, yang
dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah, dimana bahasa merupakan "alat berpikir"
dan "alat komunikasi" untuk menyampaikan suatu jalan pikiran kepada orang lain.4)
Ditinjau dari pola berpikirnya (mindset), maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir
deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, maka sudah barang tentu penalaran ilmiah
menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika,
mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses berpikir deduktif ini. Sedangkan
Statistika, juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam berpikir induktif.
Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah, menurut Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya,
Filsafat Ilmu, sangat mengharuskan kita untuk menguasai metode penelitian ilmiah, yang
pada hakikatnya adalah merupakan "pengumpulan fakta untuk menerima atau menolak"
terhadap sebuah hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik, harus
diiringi oleh penguasaan sarana berpikir ilmiah ini dengan baik pula.
Salah satu langkah terbaik ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar akan
peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah
tersebut.

1. PENGERTIAN FILSAFAT
menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut :
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan
asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas
penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all
the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-
ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang
atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu
mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama,
yang memikul sekaliannya .
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok
dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya
ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa
yang penghabisan “.
Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran ,
tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan
universal.

Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses
kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat
adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah
analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep );
Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan
jawabannya oleh para ahli filsafat.
Hasbullah Bakry : Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
2. PENGERTIAN ILMU
# M. IZUDDIN TAUFIQ
Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan
eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya
# THOMAS KUHN
Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, bail dalam bentuk
penolakan maupun pengembangannya
# Dr. MAURICE BUCAILLE
Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang lama
maupun sebentar.
# NS. ASMADI
Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui
penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah)
# POESPOPRODJO
Ilmu adalah proses perbaikan diri secara bersinambungan yang meliputi perkembangan
teori dan uji empiris

3. DEFINISI FILSAFAT ILMU
1. Robert Ackermann
Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat
ilmiah dewasa ini dengan perbandingn terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah
dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-
pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas dari
praktek ilmiah senyatanya.
2. Peter Caws
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang
filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.
3. Lewis White Beck
Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta
mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
4. John Macmurray
Filsafat ilmu terutama bersangkutan dengan pemeriksaan kritis terhadap pandangan-
pandangan umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsi-asumsi
ilmu atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu.
4. Ruang lingkup
Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi
tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi ilmu
meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan
pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana
(yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme
atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan
paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita
masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi
kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu
meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai
pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan
sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal

(Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga
dikenal adanya model-model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme
atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya.
Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be-
serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi,
pragmatis, dan teori intersubjektif.
Akslologi llmu
meliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap
kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik-material. Lebih
dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non
yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di
dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi
Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi
kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan