kronologis 2

4
Page 1 A. SEJARAH SINGKAT PULAU PADANG Sejarah Pulau Padang dan Masyarakat Kecamatan Merbau Kab. Kepulauan Meranti Pulau Padang sudah dihuni oleh masyarakat sejak zaman Kolonial Belanda sampai saat ini. Hal ini terlihat pada Peta yang dibuat pada tahun 1933 oleh pemerintah Kolonial Belanda. Dalam peta tersebut telihat letak beberapa perkampungan yang sudah ada sejak dibuatnya peta tersebut seperti Tandjoeng Padang, Tg. Roembia S. Laboe, S. Sialang Bandoeng, Meranti Boenting, Tandjoeng Kulim, Lukit, Gelam, Pelantai , S. Anak Kamal dan lain-lain. Selain itu, Salah satu bukti bahwa Pulau Padang sudah didiami warga ratusan tahun yang lalu adalah adanya nama SEORANG “tokoh” yakni Tuk Derosul di desa Lukit yang diperkirakan lahir pada tahun 1850an sebagai anak dari warga suku asli/sakai bernama Lukit (saat ini “Lukit” menjadi nama sungai lukit dan Desa Lukit. Tuk Darasul dimakamkan di pemakaman umum dusun I kampong Tengah Desa Lukit, sebelah barat Masjid Ar-Rohama. Dalam penjelasan Kamaruddin (36), beliau adalah keturunan ke lima dari Tuk Darasul, yakni Kamaruddin bin Ajis bin Atim bin Pasang bin Tuk Derasul. Ajis bin Atim wafat tahun 2009 pada usia 67 tahun yang berarti Ajis lahir pada tahun 1942. Atim bin Pasang wafat pada tahun 1981 pada usia 80 tahun yang berarti lahir pada tahun 1901. Pasang bin Tuk Derasul wafat pada tahun 1961 pada usia 82 tahun yang berarti lahir pada tahun 1879. Sedangkan Pasang adalah anak dari Tuk Derasul yang saat ini nama tersebut diabadikan pada nama sebuah jalan, Jalan Tuk Derasul. Diinformasikan juga bahwa pada waktun Tuk Derasul masih hidup di kampong itu ada warga bernama “Lukit” warga asli suku Sakai/Akid, dan nama bapak Lukit saat ini di abadikan pada nama desa, yaitu

Upload: people-power

Post on 13-Nov-2014

210 views

Category:

Food


3 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Kronologis 2

Page

1

A. SEJARAH SINGKAT PULAU PADANG

Sejarah Pulau Padang dan Masyarakat Kecamatan Merbau Kab. Kepulauan Meranti

Pulau Padang sudah dihuni oleh masyarakat sejak zaman Kolonial Belanda sampai saat ini. Hal ini terlihat pada Peta yang dibuat pada tahun 1933 oleh pemerintah Kolonial Belanda. Dalam peta tersebut telihat letak beberapa perkampungan yang sudah ada sejak dibuatnya peta tersebut seperti Tandjoeng Padang, Tg. Roembia S. Laboe, S. Sialang Bandoeng, Meranti Boenting, Tandjoeng Kulim, Lukit, Gelam, Pelantai , S. Anak Kamal dan lain-lain.

Selain itu, Salah satu bukti bahwa Pulau Padang sudah didiami warga ratusan tahun yang lalu adalah adanya nama SEORANG “tokoh” yakni Tuk Derosul di desa Lukit yang diperkirakan lahir pada tahun 1850an sebagai anak dari warga suku asli/sakai bernama Lukit (saat ini “Lukit” menjadi nama sungai lukit dan Desa Lukit. Tuk Darasul dimakamkan di pemakaman umum dusun I kampong Tengah Desa Lukit, sebelah barat Masjid Ar-Rohama. Dalam penjelasan Kamaruddin (36), beliau adalah keturunan ke lima dari Tuk Darasul, yakni Kamaruddin bin Ajis bin Atim bin Pasang bin Tuk Derasul.Ajis bin Atim wafat tahun 2009 pada usia 67 tahun yang berarti Ajis lahir pada tahun 1942.Atim bin Pasang wafat pada tahun 1981 pada usia 80 tahun yang berarti lahir pada tahun 1901.Pasang bin Tuk Derasul wafat pada tahun 1961 pada usia 82 tahun yang berarti lahir pada tahun 1879. Sedangkan Pasang adalah anak dari Tuk Derasul yang saat ini nama tersebut diabadikan pada nama sebuah jalan, Jalan Tuk Derasul.Diinformasikan juga bahwa pada waktun Tuk Derasul masih hidup di kampong itu ada warga bernama “Lukit” warga asli suku Sakai/Akid, dan nama bapak Lukit saat ini di abadikan pada nama desa, yaitu desa Lukit dan anaknya lukit karena tinggal disebuah sungai akhirnya sungai tersebut diberi nama Sungai Lukit. (sumber: wawancara dengan Kamaruddin, warga desa Lukit)

Dari waktu kewaktu desa Lukit dan desa-desa lain di Pulau Padang, sebagaimana telah disebut di atas semakin ramai didiami oleh masyarakat, baik penduduk asli pedalaman suku akid/sakai, melayu

Page 2: Kronologis 2

Page

2

maupun jawa yang datang ke Pulau Padang sejak zaman sebelum kemerdekaan. Sampai saat ini ketergantungan masyarakat terhadap lahan perkebunan karet atau sagu maupun ketergantungan terhadap hutan cukup tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan bahan baku dasar perumahan warga yang mendiami Pulau Padang 95 persen berasal dari kayu hutan. Secara administrative,Pulau Padang terdiri dari 1 kelurahan dan 13 desa. Semuanya dalam naungan Kecamatan Merbau. Kecamatan Merbau saat ini hanya melingkup dua pulau, yakni Pulau Padang dan Pulau Dedap (luas sekitar 2 ha. dan tidak berpenghuni). Nama-nama desa yang terdapat di pulau Padang dari sisi utara ke selatan adalah sebagai berikut: Tanjung Padang, Dedap, Kudap, Bandul, Selat Akar, Mengkopot, Mengkirau, Bagan Melibur, Kelurahan teluk Belitung, Mekarsari, Pelantai, Meranti Bunting, Tanjung Kulim dan lukit.

Secara geografis, Pulau Padang seluas 1109 km² atau 110.000 ha. Di barat Pulau Padang terdapat Sumatera, di timurnya ada Pulau Merbau, di tenggara ada Pulau Rantau, dan di seberang utara ada Pulau Bengkalis. Panjang Pulau Padang dari utara ke selatan adalah 60 km, lebarnya 29 km dan seluruhnya datar. Sebelum pemekaran, Kecamatan Merbau terdiri dari Pulau Padang, Pulau Merbau dan Pulau Dedap. Dan setelah pemekaran Kecamatan Merbau tinggal Pulau Padang dan pulau Dedap. Sedangkan Pulau Merbau menjadi kecamatan Pulau Merbau.

Kependudukan, Kecamatan Merbau Jumlah jiwa sebanyak 52.038 jiwa sebelum dimekarkan. Sedangkan perkiraan jumlah jiwa setelah dimekarkan secara definitive pada awal pada Januari 2011 jumlah jiwa Kecamatan Merbau atau Pulau Padang saat ini 35.224 jiwa. Atau 8206 KK (Sumber: UPTD Kependudukan dan Catatan Sipil Kec. Merbau April 2011)

Secara sosial-budaya, Pulau Padang di diami oleh berbagai suku dan etnis yang semuanya (98%) adalah warga Pulau Padang antara lain; melayu, jawa,

Page 3: Kronologis 2

Page

3

akid/sakai, cina, minang dan lain-lain. Mereka hidup dalam kerukunan dan kedamaian meski berbeda suku dan agama.

Secara ekonomi, Hampir secara keseluruhan sumber kehidupan mereka menggantungkan diri pada hasil perkebunan/karet, sagu, pertanian/palawija, dan hasil hutan secara turun temurun, dan sedikit nelayan, jasa, dan perdagangan. sejak zaman kolonialisme Belanda. Bahkan untuk perkebunan sagu dan karet berkelanjutan sampai turun temurun hingga beberapa generasi. usia pohon karet bahkan sudah mencapai 80-100 tahun masih berproduksi.

Kecenderungan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi warga melayu dan jawa bercocok tanam, mengembangkan perkebunan karet atau mencari kayu di hutan untuk hasil tambahan. Dan sebagian yang hasil hutan adalah sumber kehidupan yang pokok dan utama. Bagi warga sakai adalah berburu babi di hutan dan mencari ikan/siput di hutan bakau. Bagi wagra cina berdagang. Dan wagra pendatang bugis, Lombok, padang dan banjar lebih cenderung kepada berkebun dan terkadang buruh kasar.

Kepemilikan Lahan/tanah Perkebunan, Sejak dahulu Kepemilikan lahan/tanah memiliki ciri khas tersendiri, yang sangat jauh berbeda dengan kepemilikan tanah di Pulau Jawa. Bagi masyarakat pulau padang kepemilikan cukup hanya dengan bermusyawarah antar sesama warga (kelompok) yang bersepakat mengambil sebuah kawasan dan kemudian dan cara penentuannya adalah dengan undi. Sampai saat ini pun mayoritas masyarakat tidak memiliki SKT (alas Hak) untuk perumahan dan Kebun karet yang mereka miliki atau lahan-lahan baru yang mereka jadikan untuk perkebunan baru. Namun demikian secara turun temurun masing-masing mengakui bahwa ‘kaplingan’ tersebut dulunya miliknya si Polan, maka sampai hari ini pun tanah tersebut adalah milik ahli waris si Polan.

Struktur Tanah, Pulau padang merupakan lahan/tanah rawa gambut dengan ketebalan gambut mencapai 6 meter lebih. Hasil uji pengeboran 4 kilometer dari bibir pantai tepatnya di RT 01 RW 03 dusun 03 desa Lukit. Dan pada jarak 5 kilo meter dari bibir pantai mencapai kedalaman 5.8 meter. (Tim Pengkaji Gambut dari UGM bekerja sama dengan ICRAF Bogor, Universitas Utrick Belanda dan UNRI bersama-sama dengan Masyarakat Pulau Padang).