konsul kolitif ulseratif
DESCRIPTION
konsul kolitif ulseratifTRANSCRIPT
E. Kolitis Ulseratif
1. Konsep Dasar Kolitif Ulseratif
a. Pengertian
Kolitis ulseratif merupakan penyakir peradangan pada kolon non spesifik yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti.
Lesi utamanya adalah reaksi peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis
kripte lieberkuhn. Awitan penyakit ini adalah antara usia 15 dan 40, dan menyerang
pria dan wanita (Price & Wilson,2005)
Menurut Charlene J. Reeves, dkk (2001, p: 160) Ulcerative colitis, penyakit
radang usus besar lainnya, ditandai dengan radang maupun ulserasi usus besar dan
rektum. Area peradangan beragam, meliputi mucosa dan submucosa dinding-dinding
usus. Proses peradangan ini menyebabkan terbentuknya bekas luka. Permasalahan
seringkali dimulai pada rektum dan menyebar terus ke usus besar. Daerah-daerah
ulkus berkembang dan bisa mengakibatkan hemorrhage atau pendarahan.
Kolitis ulserosa adalah suatu penyakit yang sebabnya tidak diketahui dan ditandai
oleh serangan diare yang timbul periodik, sering seperti air disertai lendir, nanah dan
darah. Kalau kita perhatikan tinja penderita, ketiga komponen tersebut dapat dilihat
dengan mudah. Pada pemeriksaan mikroskopik tampak banyak granulosit dan
eosinofil. Pada biakan tidak ditemukan mikroorganisme yang patogen (Herdin
Sibuea, Marulam M. Panggabean, S.P. Gultom, 2005, p:181).
b. Etiologi
Penyebab sebenarnya penyakit inflamasi usus tidak diketahui kendati terdapat
bukti bahwa etiologi penyakit tersebut bersifat multifaktor. Dikemukakan bahwa
penyakit inflamasi usus terjadi karena satu atau lebih pengaruh lingkungan seperti
mikroorganisme infeksius, kebiasaan makan dan toksin lingkungan yang
meningkatkan insidensi penyakit tersebut pada orang yang secara genetik memiliki
kerentanan (Donna L. Wong, 2009, p:1017).
c. Manifestasi klinis
Perjalanan penyakit biasanya salah satu dari ekserbasi atau remisi. Gejalan utama
dari kolitis ulseratif adalah diare, nyeri abdomen, tenesmus intermiten, dan
pendarahan rektal. Perdarahan dapat ringan atau berat. Selain itu, terjadi juga
anoreksia, kram serta adanya dorongan untuk defekasi. Pasien melaporkan
mengeluarkan feses cair 10 sampai 20 kali sehari. Hipoklasemia dan anemia sering
terjadi. Nyeri lepas dapat terjadi pada kuadran kanan bawah. Gejalan lain mencakup
lesi kulit (eritoma nodosum), lesi mata (uveitis), abnormalitas sendi (artritis) dan
penyakit hati (Smeltzer & Bare, 2002, p:1106).
Menurut Charlene J. Reeves, dkk, (2001, p:160) manifestasi klinis ulcerative
colitis meliputi diare yang seringkali disertai darah, lendir atau nanah (15-20 faeses
sehari). Pendarahan rektum, nyeri abdomen, kramp sebelum tinja, demam, dan
penurunan cairan serta elektrolit juga terjadi selama serangan. Anoreksia, lemah,
malaise, berat badan turun, kelambanan pertumbuhan pada anak-anak, dan anemia
sering kali terjadi dalam kondisi kronis. Pasien seringkali tidak memiliki dorongan
untuk buang air besar, dan menderita kebocoran tinja yang tidak bisa dikontrol.
Manifestasi klinis kolitis ulseratif dalam berbagai tingakatan ((Herdin Sibuea,
Marulam M. Panggabean, S.P. Gultom, 2005, p:182;185).
1) Kolitis ringan
Kasus ringan sering didahului rasa kejang yang ringan di perut disusul oleh
tinja yang agak lembek (semisolid) tetapi bercampur dengan sedikit darah dan
lendir. Masa diare akan berlangsung beberapa minggu atau bulan dan hilang
sendiri, tetapi berulang lagi. Mungkin akan timbul demam, berat badan turun serta
anemia. Kadang-kadang perut terasa gembung (meteorismus) dan di daerah kolon
desendenn terasa sakit pada palpasi.
2) Kolitis berat
Kadang-kadang penderita dalam keadaan sakit kronik, kadang-kadang toksik
dehidrasi, penurunan berat badan yang drastis dengan kakeksia. Abdomen
meteorisme, mungkin ada edema. Mungkin didapatkan cairan transudat dalam
rongga pleura. Edema dan transudat dapat disebabkan oleh kadar albumin yang
rendah. Lidah kering, mungkin terdapat ulkus afte, sering timbul demam tinggi.
Diare berdarah terjadi terus menerus, terdapat anemia berat. Nadi cepat,
hipoalbuminemia, hipokalemia dan perdarahan yang hebat merupakan tanda-
tanda buruk. Mungkin dapat ditemukan dengan jelas leukositosis toksik disertai
“Doehle bodies”.
d. Patofisiologis
e. Komplikasi
Komplikasi dari kolitis ulseratif mencakup perforasi dan pendarahan sebagai akibat
dari ulserasi, pembesaran vaskuler, dan jaringan granulasi vaskuler sangat luas.
Komplikasi sistemik:
1) Megakolon toksik
2) Perforasi
3) Hemoragi
4) Neoplasma maligna
5) Pielonefritis
6) Nefrolitiasis
7) Kolangiokarsinoma
8) Artritis
9) Retinitis, iritis
10) Eritema nodosum
(Smeltzer & Bare, 2002, p:1107).
f. Penatalaksanaan
2. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kolitif Ulseratif
a. Pengkajian
b. Diagnose
1) Nyeri, kram abdomen, dan mual yang berhubungan dengan proses inflamasi usus
2) Diare yang berhubungan dengan proses inflamasi intestin
3) Gangguan pemenuhan nutisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan diare dan perubahan absorpsi
c. Intervensi
1) Diagnosa: Nyeri, kram abdomen, dan mual yang berhubungan dengan proses
inflamasi usus.
Kriteria hasil: Dalam 4 jam intervensi, persepsi subjektif pasien tentang
ketidaknyamanan menurun, seperti ditujukan skala nyeri. Indikator objektif,
seperti meringis, tidak ada atau menurun.
Intervensi keperawatan:
a) Pantau dan catat karakteristik ketidaknyamanan, dan kaji apakah itu
berkenaan dengan makanan atau obat tertentu atau stres emosi. Tentukan
skala nyeri dengan pasien, rentangkan ketidaknyamanan dari 0 (tidak ada
nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Singkirkan makanan yang menyebabkan kram
dan ketidaknyamanan.
b) Jika diprogramkan, pertahankan pasien tetap puasa atau NPT untuk
memberikan istirahat pada usus.
c) Berikan perawatan oral dan nasal pada interval sering untuk mengurangi
ketidaknyamanan akibta status puasa atau adanya selang gastrik.
d) Pertahankan lingkungan pasien tetap tenang, dan rencanakan asuhan
keperawatan untuk memberikan periode istirahat yang maksimum.
e) Berikan sedatif dan tranquilizer sesuai program untuk meningkatkan istirahat
dan menurunkan ansietas.
f) Berikan koloid hidrofilik, antikolinergik, dan obat antidiare sesuai program
untuk menghilangkan kram dan diare.
g) Catat derajat penghilangan yang didapat, dengan menggunakan skala nyeri
h) Observasi terhadap intensifikasi gejala, yang dapat mengindikasikan
komplikasi. Konsul dokter tentang temuan yang bermakna.
2) Diagnosa: Diare yang berhubungan dengan proses inflamasi intestin.
Kriteria hasil: Dalam 3 hari penerimaan, defekasi pasien menjadi konsisten, dan
frekuensi berkurang.
Intervensi keperawatan:
a) Pantau dan catat jumlah, frekuensi, dan karakter feses.
b) Berikan pispot tertutup, commode, atau kamar mandi yang mudah dijangkau
dan siap digunakan kapan pun.
c) Kosongkan pispot dan commode untuk mengontrol bau dan mengurangi
ansietas dan kesadaran diri pasien.
i) Berikan koloid hidrofilik, antikolinergik, dan obat antidiare sesuai program
untuk mengurangi keenceran dan jumlah feses.
d) Berikan preparat kortikosteroid topikal dan antibiotik via enema retensi,
sesuai program, untuk menghilangkan inflamasi lokal. Jika pasien mengalami
kesulitan menahan enema selama waktu yang ditentukan, konsul dokter
tentang penggunaan busa kortikosteroid, yang lebih mudah untuk memberikan
dan menahannya.
e) Pantau elektrolit serum, terutama K, terhadap abnormalitas. Konsul dokter
tentang kadar K <3,5 mEq/L.
3) Diagnosa: Gangguan pemenuhan nutisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan diare dan perubahan absorpsi.
Kriteria hasil:
Intervensi keperawatan:
a) Kaji status nutrisi pasien dan identifikasi makanan yang dapat mengiritasi
mukosa lambung dan usus.
b) Makan 6 kali dalam sehari dengan porsi kecil akan sangat menguntungkan.
c) Berikan dukungan kepada pasien untuk berperan serta dalam jadwal makan
yang telah direncanakan.
d) Pertahankan intake makanan serta hindari makanan serta dapat menyebabkan
kram dan diare.
e) Berikan dukungan kepada pasien untuk makan dengan perlahan, mengunyah
dengan baik, dan mengigit dalam jumlah sedikit.
f) Sajikan makanan dengan menarik di ruangan yang berventilasi baik.
g) Pantau hematokrit dengan hemoglobin.
d. Evaluasi
1) Nyeri berkurang
a) Pasien dapat memperagakan perilaku yang lebih rileks
b) Pasien mengatakan nyeri dalam tingkat yang dapat ditoleransi.
2) Melaporkan penurunan frekuensi diare
a) Pasien memperlihatkan penurunan dalam frekuensi defekasi.
b) Pasien mengatakan bahwa konsistensi feses telah kembali normal.
3) Mendapatkan nutrisi yang optimal
a) Pasien dapat mempertahankan berat badan yang normal.
b) Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai-nilai dalam batasan
normal.
Sumber
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah:
Brunner & Suddarth (8 ed. Vol. 2). Jakarta: EGC.
Swearingen, Pamela L. (2000). Keperawatan medikal-bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Priyanto, Agus., Lestari, Sri. (2008). Endoskopi gastrointestinal. Jakarta :
Salemba Medika.
Wong, Donna L. (2009). Buku ajar keperawataan pediatrik. Edisi 6. Jakarta :
EGC.
Sibuea, Herdian., dkk. (2005). Ilmu penyakit dalam. Jakarta : PT. Asdi
Mahasatya.
Reeves, Charlene J., dkk. (2001). Keperawtan medikal bedah. Edisi 1.
Jakarta : Salemba Medika.