konservasi keke
DESCRIPTION
laporan skillab KGTRANSCRIPT
LAPORAN SKILLAB
BLOK ORAL DIAGNOSA & RENCANA
PERAWATAN PENYAKIT DENTOMAKSILOFASIAL
“Konservasi Gigi”
OLEH:
Riskyana Dwi Hendra A.R.
111610101010
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
DIAGNOSA KLINIK KONSERVASI GIGI
A. PEMERIKSAAN
Dalam menentukan rencana perawatan suatu penyakit atau kelainan di
rongga mulut dilakukan suatu pendataan riwayat pasien dan penegakan diagnosa
yang tepat agar perawatan yang dilakukan juga tepat sasaran. Pengambilan
riwayat dilakukan dengan pencatatan data pribadi pasien meliputi nama,
pekerjaan, alamat, jenis kelamin, usia, nomor telepon dan sebagainya. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan subjektif, objektif serta penunjang untuk membantu
menegakkan diagnostik.
Penegakan diagnosa dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek
berikut :
1. Pemeriksaan Subjektif (Anamnesa)
Anamnesa merupakan suatu percakapan profesional antara dokter
dengan pasien untuk mendapatkan data atau riwayat penyakit yang
dikeluhkan oleh pasien. Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3
bagian : riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi
yang berguna sebagai dasar dari rencana perawatan.
Pada pemeriksaan subjektif pasien diperoleh data pribadi sesuai
dengan kartu status yang terlampir. Pasien mengeluhkan gigi depan atas
berlubang dan terasa tidak nyaman. Gigi tersebut terasa sakit ketika
digunakan untuk mengunyah makanan keras. Selain itu, gigi tersebut juga
terasa sakit ketika pasien memakan makanan panas, dingin, manis, dan asam.
Gigi tersebut tidak pernah mendapatkan perawatan sebelumnya.
Keadaan umum pasien pada saat datang baik. Pasien tidak
mengeluhkan adanya penyakit sistemik. Berdasarkan keterangan pasien, ia
tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan.
Dari informasi yang telah diberikan pasien tersebut, sedikit banyak
telah menolong dokter gigi untuk menghasilkan sebuah diagnosis sementara
dengan cepat. Pasien harus ditanya tentang macam rasa sakit, lokasinya,
lamanya, apa yang menyebabkannya, apa yang meringankannya, dan pernah
atau tidak melibatkan tempat lain. Keluhan utama pasien merupakan awal
yang baik untuk mendapatkan suatu diagnosis yang tepat. Dari anamnesa
tersebut diduga Pulpitis Reversible sebagai diagnosa sementara. Hal tersebut
didapatkan dari rasa sakit yang dikeluhkan pasien muncul ketika digunakan
untuk mengunyah makanan keras, memakan makanan panas, dingin, asam,
dan manis. Sakit hilang ketika rangsangan-rangsangan tersebut dihilangkan.
2. Pemeriksaan Objektif (Pemeriksaan Klinis)
Pemeriksaan objektif merupakan pemeriksaan secara langsung oleh
dokter terhadap pasien, meliputi :
a. Pemeriksaan Ekstra-oral
Setiap kelainan ektraoral yang nampak dicatat dan dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Pada kartu status klinik konservasi gigi
dilakukan pemeriksaan meliputi: ada tidaknya pembengkakan ekstra
oral, yaitu pembengkakan kelenjar limfe submandibula maupun
submental. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
proses keradangan pada daerah sekitar limfe yang membengkak. Bila
ditemukan adanya pembengkakan pada kelenjar, patut dicurigai
adanya keradangan dalam tubuh. Pada pemeriksaan pasien, tidak
dilakukan pemeriksaan kelenjar limfe submandibula dan submental
karena gigi yang dikeluhkan adalah gigi insisivus lateral kiri rahang
atas. Gigi ini tidak mempengaruhi kelenjar submandibula maupun
submental.
.
b. Pemeriksaan Intra-oral
Gambar 1. Karies gigi 22 dilihat dari palatal
Pemeriksaan intra oral meliputi pemeriksaan pada gigi dan
jaringan lunak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan gejala
objektif. Gejala objektif ditentukan oleh pengujian dan observasi yang
dilakukan oleh dokter gigi. Pengujian-pengujian tersebut meliputi :
Pemeriksaan visual dan taktil
Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan
berdasarkan penglihatan. Hal ini terlalu sering hanya dilakukan
sambil lalu selama pemeriksaan, dan sebagai hasilnya, banyak
informasi penting hilang. Suatu pemeriksaan visual dan taktil
jaringan keras dan lunak yang cermat mengandalkan pada
pemeriksaan “three Cs”: color, contour, dan consistency (warna,
kontur dan konsistensi).
Pada kasus ini, secara visual gingival di sekitar gigi 22
terdapat hiperemi.
Tes Perkusi
Tes ini membantu dokter gigi untuk mengevaluasi ada
tidaknya keradangan jaringan periapikal sekitar gigi infeksius.
Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan jari
dengan intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan
dengan menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan
apakah gigi merasa sakit. Suatu respon sakit biasanya
menunjukkan adanya suatu keradangan di jaringan periapikal.
Saat dilakukan tes perkusi pada gigi 22, pasien
memberikan respon sakit. Kemungkinan ada keradangan pada
jaringan periodonsium.
Tes Tekanan
Tes ini bertujuan hampir sama dengan tes perkusi yaitu
untuk mengetahui ada tidaknya keradangan pada jaringan
periapikal. Namun pada tes tekanan dilakukan dengan lebih lama
dan kekuatan yang diberikan lebih besar bila dibandingkan
dengan tes perkusi. Bila respon pasien sakit, diduga terjadi
keradangan pada jaringan periapikal. Tes tekanan pada pasien
tersebut memberikan respon positif.
Palpasi
Tes ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan
ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa
sakit. Tes ini untuk mengetahui dan menentukan apakah jaringan
ada fluktuasi, adanya intensitas dan lokasi rasa sakit, ada tidaknya
adenopati dan ada tidaknya krepitus tulang.
Tes Mobilitas Gigi
Tujuan tes ini adalah untuk menentukan apakah gigi
terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Jumlah gerakan
menunjukkan kondisi periodonsium. Makin besar gerakannya,
makin jelek status periodontalnya.
Satu klasifikasi mobilitas menetapkan mobilitas derajat
pertama sebagai gerakan gigi yang nyata dalam soketnya,
mobilitas derajat kedua adalah gerakan gigi dalam jarak 1 mm,
dan mobilitas derajat ketiga adalah gerakan lebih besar dari 1 mm
atau bila gigi dapat ditekan.
Tes mobilitas pada pasien tersebut tidak ditemukan adanya
kegoyangan gigi. Gigi yang tidak goyang akan lebih mudah untuk
dipertahankan.
Tes Kedalaman Karies
Tes ini dilakukan untuk mengetahui berapa kedalaman
karies, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan probe.
Tes Vitalitas Gigi
Tes vitalitas gigi untuk mengetahui apakan gigi tersebut
masih vital atau mengalami nekrosis. Tes ini meliputi tes termal,
tes cavitas dan tes jarum miller. Tes termal yang digunakan
adalah tes dingin dan panas.
Sebelum melakukan tes vitalitas, gigi terlebih dahulu
dibersihkan dari debris yang tertinggal, asepsis gigi dengan irigasi
dan dikeringkan menggunakan potongan cotton roll/ cotton palate
atau dengan menggunakan tampon.
Pada tes vitalitas gigi 22 pasien tersebut dilakukan tes
dingin dan tes panas. Kedua tes termal tersebut memberikan
respon rasa sakit pada gigi pasien. Hal ini menunjukkan bahwa
gigi masih vital.
3. Pemeriksaan Penunjang (Foto Rontgen)
Gambar 2. Tampak gigi 22 mengalami karies kelas IV melibatkan insisal gigi
Dari hasil foto rontgen pada gigi 22 didapat hasil sebagai berikut :
a. Ruang pulpa atau saluran akar normal. Tidak terjadi atrofi atau
pengecilan saluran akar, tidak terjadi ramifikasi atau adanya saluran-
saluran akar tambahan, tidak ada obliterasi yaitu penutupan saluran
akar dan tidak terjadi kalsifikasi.
b. Akar gigi normal. Tidak terlihat adanya fraktur maupun
hipersementosis.
c. Resorpsi eksternal dilihat dari resorpsi akar sebelah luar dan hasilnya
tidak terdapat resorpsi eksternal.
d. Resorpsi internal dilihat dari adanya resorpsi pada dentin di dalam akar
gigi, hasil menunjukkan tidak ada resorpsi internal.
e. Lamina dura pada hasil foto rontgen terlihat terputus.
f. Tidak ada kelainan lain pada daerah periapikal.
B. DIAGNOSA
Dari hasil pemeriksaan subjektif, objektif dan penunjang kita dapat
menegakkan diagnose dari suatu penyakit atau kelainan. Berdasar hasil
pemeriksaan tersebut, kita dapatkan bahwa gigi 22 pasien tersebut mengalami
Pulpitis Reversible. Diagnosa tersebut dilihat dari hasil :
1. Pemeriksaan subjektif
a. Gigi depan atas terasa sakit ketika memakan makanan keras, panas,
dingin, asam, dan manis.
b. Gigi tidak terasa sakit ketika rangsangan-rangsangan di atas
dihilangkan.
2. Pemeriksaan objektif
a. Tes termal menunjukan hasil positif
b. Gigi masih vital
3. Pemeriksaan penunjang
a. Ruang pulpa normal
b. Akar gigi normal
c. Tidak terdapat resorpsi eksternal maupun internal
d. Lamina dura terputus
C. RENCANA PERAWATAN
Setelah mengetahui diagnosa penyakit tersebut, rencana perawatan dapat
ditentukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Dasar pertimbangan
rencana perawatan endodontik yaitu melihat aspek berikut :
1. Besar dan kedalaman karies
2. Letak gigi yang dikeluhkan terkait dengan fungsi dan estetik
3. Gigi masih vital
4. Kondisi gigi (sisa jaringan gigi masih memungkinkan untuk
dipertahankan, ruang pulpa normal, tidak terjadi kelainan pada saluran
akar seperti pembuntuan akar, resorpsi internal maupun eksternal, dan
sebagainya)
5. Kondisi jaringan periodontal (tidak adanya resorpsi alveolar crest, kelainan
periapikal, dan lain sebagainya)
Berdasar hasil pemeriksaan pada gigi 22 pasien tersebut, pasien
terindikasi untuk dilakukan perawatan pulp capping. Alasan pertimbangan
dilakukannya perawatan pulp capping adalah sebagai berikut:
1. Karies profunda
2. Gigi masih vital
3. Tidak ada kegoyangan gigi
4. Ruang pulpa normal, tidak terjadi kelainan pada saluran akar seperti
obstruksi, ramifikasi, resorpsi internal maupun eksternal, dan sebagainya.
5. Tulang alveolar lebih dari 2/3
6. Tidak ada kelainan periapikal lainnya
Setelah perawatan pulp capping, perawatan pada pasien dilanjutkan
dengan restorasi komposit kelas IV dengan basis Glass Ionomer. Gigi 22 pasien
dipertahankan dan dilakukan restorasi dikarenakan gigi tersebut masih vital,
masih tersisa jaringan gigi yang cukup, tidak ada kelainan jaringan periapikal
dalam gambaran radiografi, tidak ada resorpsi akar dan gigi tersebut adalah gigi
anterior yang penting untuk estetik.
Pulp Capping
Tujuan Pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa
dan melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan
vitalitasnya. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa dapat terhindari.
Bahan yang biasa digunakan untuk pulp capping adalah kalsium hidroksida
karena dapat merangsang pembentukkan dentin sekunder secara efektif
dibandingkan bahan lain.
Teknik Pulp Capping ada dua:
1. Indirect Pulp Capping
Untuk perawatan karies yang sudah mendekati pulpa, dilakukan
pembuangan jaringan karies denga hati-hati, kemudian diletakkan bahan
Ca(OH)2 pada daerah yang transparan dan pulpanya kelihatan, langsung
dilakukan restorasi permanen atau penembalan sementara dahulu (Rasinta
Tarigan, 2004).
2. Direct Pulp Capping
Perawatan kaping pulpa direk biasanya dilakukan untuk perforasi
pulpa yang terjadi pada waktu dilakukan preparasi kavitas. Indikasinya
adalah pada: (Rasinta Tarigan, 2004)
a. Pulpa vital
b. Pulpa terbuka karena faktor mekanis dan dalam keadaan steril
c. Pulpa terpotong oleh bur pada waktu preparasi kavitas dan
tidak terdapat invasi bakteri maupun kontaminasi saliva.
Restorasi Komposit Kelas IV dengan basis Glass Ionomer Cement
(Semen Ionomer Kaca)
Teknik sandwich pada semen ionomer kaca adalah restorasi berlapis
yang menggunakan semen ionomer kaca dan resin komposit, di mana semen
ionomer kaca akan menggantikan dentin sedangkan resin komposit akan
menggantikan enamel (Hewlett and Mount, 2003).
Istilah teknik Sandwich mengacu kepada tumpatan restorasi yang
menggunakan semen ionomer kaca untuk menggantikan dentin dan resin
komposit untuk menggantikan enamel. Strategi ini menggabungkan sifat
paling baik dari kedua bahan tersebut seperti daya tahan terhadap karies,
adhesi secara kimia terhadap dentin, pelepasan fluor dan proses remineralisasi
, pengerutan pada lapisan dalam yang rendah, pengikatan semen ionomer
kaca dengan enamel, penyelesaian akhir enamel, durabilitas dan difat resin
komposit yang estetis (Mount and Hewlett, 2003).
Biasanya, dalam penerapan teknik sandwich di awali dengan pelapisan
SIK tipe II pada dasar kavitas, kemudian di lanjutkan dengan penggunaan
resin komposit untuk memberikan ketahanan dan durability ( annusavice,
2003 ).
Semen ionomer kaca berfungsi untuk meningkatkan ikatan antara dentin
dengan restorasi menggunakan bahan komposit (Manappallil, 2003). Selain
itu keuntungan dari penggunaan semen ionomer kaca yang lain adalah dapat
melepaskan ion flour yang memungkinkan untuk mencegah terjadinya karies
sekunder. Namun di sisi lain semen ionomer kaca juga memiliki kekurangan
yaitu tidak dapat menerima tekanan kunyah yang besar, mudah abrasi, erosi,
dan dari segi estetisnya tidak sempurna karena translusensinya lebih rendah
dari resin komposit (Dunn, 2004).
Semen Ionomer Kaca (SIK) memiliki kelebihan berikatan dengan dentin
dan email lebih baik karena melepaskan fluor lebih banyak daripada resin
komposit. SIK berikatan dengan dentin melalui adhesi kimia (Manapphallil,
2003), sedangkan komposit tidak memiliki ikatan kimia terhadap email dan
dentin. SIK memiliki biokompabilitas yang lebih baik daripada resin
komposit.
Resin komposit memiliki kelebihan yaitu memiliki sifat fisik lebih baik
daripada SIK. Juga memiliki estetik yang lebih baik daripada SIK. Melihat
dari kelebihan dan kekurangan SIK dan resin komposit, 2 bahan ini dapat
dipadukan. SIK sebagai basis dan resin komposit sebagai tumpatan di atas
SIK yang dikenal dengan teknik ’sandwich’.
Dengan mengaplikasikan teknik sandwich berarti menggunakan 2 jenis
bahan tumpatan didalam sebuah kavitas, hal ini menyebabkan terjadinya 2
janis ikatan. Ikatan yang terjadi adalah ikatan SIK dengan email dan dentin
(ionic bond) dan ikatan SIK dengan material tumpatan (mechanics
bond). Akibat adhesi dengan dentin, bahan cenderung mengurangi
terbentuknya ruang pada tepi gingival yang berlokasi di dentin, sementum,
atau keduanya akibat penyusutan polimerisasi dari resin. Permukaan semen
yang sudah mengeras di etsa untuk menghasilkan permukaan yang lebih kasar
sehingga menambah retensi, yang menjamin adhesi dengan bahan restorasi
komposit.
Ikatan SIK dengan email dan dentin (ionic bond) terjadi melalui adhesi
kimia (Manapphallil, 2003). Semen ionomer kaca diaplikasikan dalam bentuk
cairan dan cairan ini bersifat sangat asam. Garam metallic
polyalkenoate menyatu dengan hidroxyapatite dengan menghilangkan ion
fosfat. Kelompok carboxylic dari rantai polyalkenoate dapat bereaksi dengan
kalsium dari hidroxyapatite untuk mengikat semen ionomer kaca dengan
dentin dan enamel (Spiller, 2000).
SIK berikatan dengan email dan dentin secara kimiawi selama proses
setting. Perekatan ini terutama melibatkan gugus karboksil dari poliasam
dengan kalsium di kristal apatit email dan dentin. Ikatan dengan email lebih
kuat daripada ikatan dengan dentin, mungkin karena kandungan anorganik
dari email lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar dilihat dari sudut
pandang morfologi (Annusavice,2004).
Ikatan akan lebih efektif jika permukaan kavitas dibersihkan terlebih
dahulu tanpa menghilangkan jumlah ion kalsium secara berlebihan. Jika
kavitas terbuka hingga bagian dentin maka harus dilapisi terlebih dahulu
dengan kondisioner agar dentin tidak terlalu kering dan terlalu basah,
dilanjutkan dengan larutan dilute dari ferroklorida juga dapat meningkatkan
bonding atau ikatan. (Craig, 2000).
Ikatan SIK dengan material tumpatan (mechanics bond) terjadi
ketika larutan phosporic acid digunakan untuk mengetsa enamel. Selain itu
terkadang operator juga menggunakan larutan phosporic acid ini untuk
mengetsa lapisan tipis semen ionomer kaca dan dibiarkan selama 15 sampai
20 detik. Ketika larutan phosporic acid ini dibersihkan, enamel yang pada
awalnya mengkilat, akan terlihat kasar. Apabila diamati dengan mikroskop,
permukaan akan terlihat seperti gunung dan lembah. Permukaan yang kasar
ini kemudian akan menimbulkan ikatan mekanik. Baik antara semen ionomer
kaca dengan dentin maupun antara semen ionomer kaca dengan resin
komposit (Manappallil, 2003).
D. PROGNOSIS
Analisis prognosis pasien adalah buruk. Hal ini dikarenakan dari diri
pasien sendiri datang ke dokter gigi bukan karena kemauan sendiri dan merupakan
tipe pasien yang kurang kooperatif. Oral hygiene pasien buruk, pasien tidak
memiliki riwayat penyakit sistemik, namun punya kebiasaan buruk merokok.