konsep rehabilitasi terhadap pengguna ......daftar pustaka : tahun 197 8 s/d tahun 201 1 vi kata...

90
KONSEP REHABILITASI TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) Oleh : MUHAMMAD MASRUR FUADI N I M : 1110045100022 KONSENTRASI HUKUM PIDANA ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • KONSEP REHABILITASI TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA

    DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

    Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

    Oleh :

    MUHAMMAD MASRUR FUADI

    N I M : 1110045100022

    KONSENTRASI HUKUM PIDANA ISLAM

    PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1436 H/2015 M

  • KONSEP REHABILITASI TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA

    DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

    Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

    Oleh :

    MUHAMMAD MASRUR FUADI

    N I M : 1110045100022

    Di Bawah Bimbingan

    KONSENTRASI HUKUM PIDANA ISLAM

    PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1436 H/2015 M

  • LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

    persyaratan gelar strata satu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau

    merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

    berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 20 April 2015

    Muhammad Masrur Fuadi

  • v

    ABSTRAK

    Muhammad Masrur Fuadi. NIM : 1110045100022, Konsep Rehabilitasi

    Terhadap Pengguna Narkotika Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam, .

    Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan

    Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun 1437 H/2015

    M. viii + 80 halaman +1 lampiran.

    Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui, menguraikan, menjelaskan dan menganalisa tentang Konsep Rehabilitasi Terhadap Pengguna Narkotika Dalam

    Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. Berdasarkan fenomena yang terjadi,

    penulis ingin menjelaskan konsep pelaksanaan rehabilitasi terhadap pengguna

    Narkotika yang terdapat dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang

    Narkotika dan hukum pidana Islam. Dan sejauh mana pandangan hukum pidana

    Islam terhadap pelaksanaan rehabilitasi bagi pengguna Narkotika. sudahkah sesuai

    dengan konsep rehabilitasi yang telah diatur oleh Undang-Undang No.35 Tahun

    2009?, apakah pelaksanaanya sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam

    konsep rehabilitasi untuk menimbulkan efek jera dan mengembalikan fungsi sosial

    bagi pengguna narkotika?

    Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan (Library reaserch). Studi

    kepustakaan dilakukan dengan menelusuri berbagai literatur, baik berupa undang-

    undang, buku-buku, majalah, artikel, website, serta kasus yang berhubungan dengan

    tema penelitian.

    Hasil dari penelitian ini untuk menambah khazanah keilmuan bagi pembaca,

    memberikan wawasan serta keilmuan bagi peneliti, dan memberikan informasi bagi

    pihak-pihak yang berkepentingan.

    Kata kunci : Jarimah Ta’zir

    Pembimbing : Dr. Asmawi, M.Ag

    Daftar Pustaka : Tahun 1978 s/d Tahun 2011

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahman dan rahim-

    Nya kita diberikan pilihan untuk hidup dan bersikap sewajarnya manusia yang

    berfikir, tanpa lupa akan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Shalawat

    serta salam kepada Nabi kita Muhammad SAW, semoga kita menjadi pengikut

    beliau yang diakui serta diberikan syafa’atnya di akhirat kelak. Ậmîn.

    Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang,

    baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian

    skripsi ini.

    1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

    2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. Dra. Hj. Maskufa,

    M.Ag dan Dra. Hj. Rosdiana, M.Ag.

    3. Dr. Asmawi, M.Ag selaku dosen pembimbing, yang dengan arahan dan

    bimbingan beliau saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

    4. Segenap dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang dengan ikhlas

    menyampaikan ilmu dan pengetahuannya dalam kegiatan belajar

    mengajar.

    5. Kedua orang tua penulis, Ayah Dr. H. Ahmad Dardiri H.S dan Ibu Hj.

    Nahwiyah, atas semua yang telah diberikan dan dikorbankan, termasuk

    motivasi dan masukan yang diberikan keduanya kepada penulis dalam

    penyelesaian skripsi dan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    6. Nurul Husna, Thorik Makky, Etty Herawati, Faisal Anwar, Diana Ratna

    sari, Suhaemi, Yulia Alfianti, Muhammad Nur Ihsan selaku kakak dan

    Dewi Agustina yang selalu memberi dukungan khususnya selama

    penulisan skripsi ini berjalan.

  • vii

    7. Teman-Teman seperjuangan Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi

    Pidana Islama ngkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan

    motivasi selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    8. Kepada sahabat-sahabatku dalam kelompok Kampak Mintul mikael El

    Dhafin (Ra-key), Andika yudho, Gerardin Ferari (Kesek), Rijal El Muslim

    (El- Hadaed), Ridwan Daus (Tile), M.Fadillah (Bedil), Farid Fauzi (Hul-

    q), Edo Fahmi (Edos), dan Badru Tamam (Gondes) Terima kasih

    sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis baik

    berdiskusi maupun berpetualang.

    9. Kepada sahabatku yang setia menamaniku dalam pembuatan skripsi,

    Ahmad Sahuri, Rodhi Firdaus, Faqih, Badru Tamam, Dan Gerardin Ferrari

    saya ucapkan beribu-ribu terimakasih.

    Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberi mereka balasan

    yang jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan dan berikan, khususnya

    kepada penlis, umumnya kepada semua pihak, baik yang menyangkut penulisan

    skripsi ini atau hal lainya.

    Peulis berharap semoga skripsi ini Allah jadikan wasîlah yang dapat

    memberikan manfaat khususnya terhadap diri saya sendiri, umumya bagi pembaca

    sekalian.

    Ậmîn yâ Rabb al- ‘Ậlamîn.

    Jakarta, 20 April 2015

    Muhammad Masrur Fuadi

  • DAFTAR ISI

    BAB I: PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................ 7

    C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ......................................... 8

    D. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 9

    E. Metodologi Penelitian ..................................................................... 12

    F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13

    BAB II: TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA

    DAN REHABILITASI

    A. Narkotika ......................................................................................... 16

    1. Sejarah Narkotika ...................................................................... 16

    2. Definisi Narkotika ..................................................................... 20

    3. Jenis-Jenis Narkotika ................................................................. 26

    4. Penggunaan Narkotika ............................................................... 29

    5. Pecandu Narkotika…………………………………………….35

    B. Rehabilitasi ...................................................................................... 37

    1. Pengertian Rehabilitasi .............................................................. 37

    2. Bentuk-bentuk Rehabilitasi ...................................................... 39

    3. Sasaran Rehabilitasi .................................................................. 44

    4. Tujuan Rehabilitasi .................................................................... 47

    BAB III: KONSEP REHABILITASI NARKOTIKA MENURUT HUKUM

    PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

    A. Analisa Konsep Rehabilitasi Narkotika Menurut Hukum Pidana

    Positif ............................................................................................... 50

    B. Analisa Konsep Rehabilitasi Narkotika Menurut Hukum Pidana

    Islam ................................................................................................ 56

  • BAB IV: PERBANDINGAN ASPEK-ASPEK REHABILITASI TERHADAP

    PENGGUNA NARKOTIKA MENURUT HUKUM PIDANA

    POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

    A. Subjek Rehabilitasi .......................................................................... 63

    B. Bentuk Rehabilitasi ......................................................................... 64

    C. Pelaksana Rehabilitasi ..................................................................... 73

    BAB V: PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................................... 76

    B. Saran-saran ...................................................................................... 77

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Di Indonesia sekarang ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum

    pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum

    pidana formal, hukum pidana materiil dan hukum pelaksaanaan pidana. Ketiga

    bidang hukum tersebut bersama-sama atau secara integral diperbaiki agar tidak

    terdapat kendala dalam pelaksanaannya.1 Salah satu yang menjadi pemicu

    terhadap perubahan hukum pidana adalah kemajuan teknologi dan informasi.2

    Sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana, maka pembaharuan hukum pidana

    hakikatnya bertujuan untuk menjadikan hukum pidana lebih baik sesuai dengan

    nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.3 Dalam sudut pandangan ahli, makna dan

    hakikat pembaharuan hukum pidana dapat dilihat dari:4

    Sudut pendekatan kebijakan: a. Sebagai bagian dari kebijakan sosial,

    pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya bagian dari upaya untuk mengatasi

    masalah-masalah sosial (termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai

    atau menunjang tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat dan sebagainya). b.

    Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaharuan hukum pidana pada

    1 Lilik Mulyadi , Kapita Selekta Hukum Pidana, Kriminologi dan Victimologi, (Jakarta:

    Djambatan, 2007), h. 38 2 Yesmil Anwar dan Adang, Pembaharuan Hukum Pidana, (Jakarta: Grasindo, 2008), h.

    1. 3 Tongat, Pidana Kerja Sosial dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta:

    Djambatan, 2002), h. 20 4 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana

    Prenada, 2008), h. 31-32.

  • 2

    hakikatnya bagian dari upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya

    penanggulangan kejahatan). c. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum,

    pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya bagian dari upaya pembaharuan

    substansi hukum (legal substance) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan

    hukum.

    Sedangkan sudut pendekatan nilai dalam Pembaharuan hukum pidana

    pada hakikatnya merupakan upaya melakukan peninjauan dan penilaian kembali

    nilai-nilai sosiopolitik, sosio-filosofis dan sosio-kultural masyarakat Indonesia

    yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substantif hukum

    pidana yang dicita-citakan.

    Sanksi pidana bertujuan memberikan penderitaan istimewa (bijzonder

    leed) kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya. Selain

    ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap pelaku, sanksi pidana juga

    merupakan bentuk pernyataan pencelaan terhadap perbuatan pelaku.5 Menurut Alf

    Ross, untuk dapat dikategorikan sebagai sanksi pidana (punishment), suatu sanksi

    harus memenuhi dua syarat atau tujuan. Pertama, pidana ditujukan kepada

    pengenaan penderitaan terhadap orang yang bersangkutan. Kedua, pidana itu

    merupakan suatu pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku.

    Fungsi sanksi pidana dalam hukum pidana, tidaklah semata-mata

    menakut-nakuti atau mengancam para pelanggar, akan tetapi lebih dari itu,

    keberadaan sanksi tersebut juga harus dapat mendidik dan memperbaiki si pelaku.

    Pidana itu pada hakikatnya merupakan nestapa, namun pemidanaan tidak

    5 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung:

    Alumni, 1992), h. 5.

  • 3

    dimaksud untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat

    manusia.6 Landasan pemikiran pembaharuan terhadap pidana dan pemidanaan

    bukan hanya menitikberatkan terhadap kepentingan masyarakat tetapi juga

    perlindungan individu dari pelaku tindak pidana.

    Hakim dapat mempertimbangkan jenis pidana apa yang paling sesuai

    untuk kasus tertentu dengan mengetahui efek dari berbagai sanksi pidana. Untuk

    pemidanaan yang sesuai, masih perlu diketahui lebih banyak mengenai pembuat.

    Ini memerlukan informasi yang cukup tidak hanya tentang pribadi pembuat, tetapi

    juga tentang keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan yang dituduhkan.

    Digunakannya pidana sebagai sarana untuk mempengaruhi tindak laku seseorang

    tidak akan begitu saja berhasil, apabila sama sekali tidak diketahui tentang orang

    yang menjadi objeknya. Hal yang paling diinginkan dari pidana tersebut adalah

    mencegah si pembuat untuk mengulangi perbuatannya.7

    Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia,

    khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin

    berkembangnya zaman, narkotika digunakan untuk hal-hal negatif.8 Di dunia

    kedokteran, narkotika banyak digunakan khususnya dalam proses pembiusan

    sebelum pasien dioperasi mengingat di dalam narkotika terkandung zat yang dapat

    mempengaruhi perasaan, pikiran, serta kesadaran pasien. Oleh karena itu, agar

    penggunaan narkotika dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia,

    6 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan,

    (Jakarta; Sinar Grafika, 1996), h. 3. 7 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 2006), h. 86.

    8 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban

    Kejahatan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 100.

  • 4

    peredarannya harus diawasi secara ketat sebagaimana diatur dalam Pasal 4

    Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

    Pentingnya peredaran narkotika diawasi secara ketat karena saat ini

    pemanfaatannya banyak untuk hal-hal yang negatif. Disamping itu, melalui

    perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan adanya penyebaran

    narkotika yang juga telah menjangkau hampir ke semua wilayah Indonesia.

    Daerah yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh peredaran narkotika lambat

    laun berubah menjadi sentral peredaran narkotika. Begitu pula, anak-anak yang

    pada mulanya awam terhadap barang haram ini telah berubah menjadi sosok

    pecandu yang sukar dilepaskan ketergantungannya.

    Hal yang menarik dalam undang-undang tentang narkotika adalah

    kewenangan hakim untuk menjatuhkan vonis bagi seseorang yang terbukti sebagai

    pecandu narkotika untuk dilakukannya rehabilitasi. Secara tersirat, kewenangan

    ini, mengakui bahwa pecandu narkotika, selain sebagai pelaku tindak pidana juga

    sekaligus korban dari kejahatan itu sendiri yang dalam sudut viktimologi (“victim”

    = korban dan “logis/logos = ilmu pengetahuan) kerap disebut dengan self

    victimization atau victimless crime. Uraian dalam pasalnya menitik beratkan pada

    kekuasaan hakim dalam memutus perkara narkotika. Sayangnya rumusan tersebut

    tidak efektif dalam kenyataannya. Peradilan terhadap pecandu napza sebagian

    besar berakhir dengan vonis pemenjaraan dan bukan vonis rehabilitasi

    sebagaimana yang termaktub dalam undang-undang tersebut.

    Setelah undang-undang narkotika berjalan hampir selama 12 tahun, pada

    tahun 2009 Mahkamah Agung mengeluarkan sebuah surat edaran (SEMA RI no

  • 5

    7/2009) yang ditujukan kepada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi diseluruh

    Indonesia untuk menempatkan pecandu narkotika di panti rehabilitasi dan yang

    terbaru adalah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04

    Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan

    Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial

    yang merupakan revisi dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun

    2009.

    Tentunya Surat Edaran Mahkamah Agung ini merupakan langkah maju

    didalam membangun paradigma penghentian kriminalisasi atau dekriminalisasi

    terhadap pecandu narkotika. Dekriminalisasi adalah proses perubahan dimana

    penggolongan suatu perbuatan yang tadinya dianggap sebagai tindak pidana

    menjadi perilaku biasa. Hukuman penjara bagi penyalahgunan narkotika terbukti

    tidak dapat menurunkan jumlah penyalahguna narkotika.

    Undang-undang tentang narkotika dalam perkembangannya telah

    diperbaharui dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

    tentang Narkotika. Telah terjadi suatu pembaharuan hukum dalam ketentuan

    undang-undang ini, yakni dengan adanya dekriminalisasi para pelaku

    penyalahgunaan narkotika. Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan

    narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

    Reformasi hukum pidana dalam undang-undang Narkotika di Indonesia

    tampak sekali berproses dalam suatu dinamika perkembangan sosial dan teknologi

    yang berpengaruh terhadap perkembangan kriminalitas di Indonesia, yang

    menuntut tindakan dan kebijaksanaan antisipatif.

  • 6

    Reformasi hukum pidana tersebut, khususnya ketentuan yang mengatur

    mengenai rehabilitasi terhadap pengguna narkotika, merupakan bentuk langkah

    pembaharuan hukum pidana nasional yang menunjukkan adanya kebijakan hukum

    pidana yang merupakan kebijakan yang bertujuan agar pengguna narkotika tidak

    lagi menyalahgunakan narkotika tersebut.

    Sampai saat ini masalah penyalahgunaan narkotika pada remaja di

    indonesia adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya

    dan suatu bangsa pada umumnya. Pengaruh narkotika sangatlah buruk, baik dari

    segi kesehatan pribadinya maupun dampak sosial yang ditimbulkannya. Para

    remaja korban narkotika akan menanggung beban psikologis dan sosial. Oleh

    karena itu solusi yang perlu dilakukan dengan cara menginformasikan tempat

    rehabilitasi guna menyediakan tempat untuk membantu dalam hal pemulihan bagi

    para pengguna.

    Dalam hukum Islam narkotika dipandang sama dengan khamar.9 Hal ini

    disebabkan karena sifat barang tersebut sama-sama memabukan. Baik dalam

    bentuk padat maupun cair, zat-zat yang memabukan, melemahkan dan

    menenangkan ini dikenal dalam sebutan makhaddirat dan termasuk benda-benda

    yang diharamkan syara’ tanpa diperselisihkan lagi di antara ulama.10

    Dalam jarimah hudud, bagi pelaku tindak pidana khamar ini akan dikenai

    sanksi empat puluh (40) kali jilid. Bahkan bisa jadi delapan puluh (80) kali jilid

    seperti yang diperaktikan pada masa Umar. Penambahan 40 kali tersebut dianggap

    9 Khamar adalah segala sesuatu yang memabukan dan menutup akal

    10Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003),

    hlm.274.

  • 7

    sebagai jarimah ta’zir karena pada hakikatnya Rasulullah SAW hanya

    menghukum dengan 40 kali jilid.11

    Upaya rehabilitasi bagi pengguna narkotika belum didapatkan dalam

    sejarah hukum pidana Islam.12

    Namun walaupun demikian bukan berarti praktik

    pemindanaan dalam bentuk rehabilitasi tersebut bertentangan dengan ajaran Islam

    karena jika dilihat dari kesesuaian antara tindak pidana dengan sanksinya, maka

    rehabilitasi merupakan jenis pemindanaan yang tepat dan sesuai bagi pengguna

    narkotika. Melalui rehabilitasi, para pelaku tindak pidana narkotika dapat sembuh

    dari ketergantungannya sehingga mereka tidak akan merasa butuh untuk memakai

    zat haram tersebut lagi.

    Berdasarkan permasalahan dan gejala fenomena yang ada di atas penulis

    tertarik untuk melakukan penelitian skripsi yang berjudul : (Konsep Rehabilitasi

    Terhadap Pengguna Narkotika Dalam Perspektif Hukum Pidana Positif dan

    Hukum Pidana Islam)

    B. Pembatasan dan perumusan masalah

    Fokus masalah dalam studi ini berkisar pada masalah bagaimana

    pandangan hukum pidana Islam dan hukum pidana positif terkait konsep

    rehabilitasi terhadap pengguna narkotika. Dari masalah pokok di atas dapat

    diuraikan menjadi 3 (tiga) pertanyaan penelitian, yaitu:

    1. Bagaimana pandangan hukum pidana positif tentang konsep rehabilitasi

    terhadap pengguna Narkotika?

    11

    Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, h. 280. 12

    Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, h. 280.

  • 8

    2. Bagaimana pandangan hukum pidana Islam tentang konsep rehabilitasi

    terhadap pengguna Narkotika?

    3. Bagaimana segi pandangan yang dapat diperbandingkan antara hukum

    pidana positif dan hukum pidana Islam tentang konsep rehabilitasi

    terhadap pengguna Narkotika?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Secara umum studi ini bertujuan pertama, menjelaskan pandangan hukum

    pidana positif tentang konsep rehabilitasi terhadap pengguna Narkotika;

    kedua, menjelaskan pandangan hukum pidana Islam tentang konsep

    rehabilitasi terhadap pengguna Narkotika; ketiga, menjelaskan

    perbandingan antara hukum pidana positif dan hukum pidana Islam

    tentang konsep rehabilitasi terhadap pengguna Narkotika. Secara spesifik

    penelitian ini bertujuan:

    a. Menjelaskan secara komprehensif pandangan hukum pidana positif

    tentang konsep rehabilitasi terhadap pengguna Narkotika.

    b. Menjelaskan secara komprehensif pandangan hukum pidana Islam

    tentang konsep rehabilitasi terhadap pengguna Narkotika.

    c. Menjelaskan secara komprehensif segi perbandingan pendapat antara

    hukum pidana positif dan hukum pidana Islam tentang konsep

    rehabilitasi terhadap pengguna Narkotika.

  • 9

    2. Manfaat penelitian

    Adapun signifikansi penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

    a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan yang

    mendalam bagi pembaca mengenai konsep rehabilitasi terhadap

    pengguna Narkotika dalam hukum pidana positif.

    b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan

    yang mendalam bagi pembaca mengenai konsep rehabilitasi terhadap

    pengguna Narkotika dalam perspektif hukum pidana Islam.

    c. Hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan dapat membuka pemikiran

    pembaca terkait perbandingan antara hukum pidana positif dan hukum

    pidana Islam tentang konsep rehabilitasi pengguna Narkotika.

    D. Tinjauan Pustaka

    Penulis belum menemukan penelitian yang secara spesifik membahas

    topik tentang konsep rehabilitasi dalam hukum pidana positif dan hukum pidana

    Islam, akan tetapi banyak literatur yang hanya menyinggungnya secara umum.

    Berikut ini paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya tersebut.

    Karya Didik Dwi Nugroho pada Tahun 2010 dalam skripsinya yang

    berjudul “Pertanggung Jawaban Bagi Orang Tua atau Wali Pecandu Narkotika di

    Bawah Skripsi yang berjudul. “ Analisa Hukum Pidana dan Kriminologi Umur

    Perspektif Hukum Islam”. Kesimpulan Pertanggung jawaban pidana bagi orang

    tua atau wali pecandu narkotika dibawah umur menurut Pasal 128 Undang-

    undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 128 ayat 1 yang sengaja

    tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau

  • 10

    denda paling banyak Rp.1.000.000.00 (satu juta rupiah). Sedangkan ayat 2

    pecandu narkotika yang masih dibawah umur dan telah dilaporkan oleh orang tua

    atau walinya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 128 tidak dituntut pidana.

    Sedangkan sanksi pidana bagi anak-anak yang bersalah dalam Islam telah

    dibebankan kepada walinya, yaitu orang tua.

    Karya Lina Muakhiroh pada Tahun 2008 dalam skripsinya yang berjudul

    “Sanksi Pengguna Narkotika oleh Anak yang diPutusankan di Pengadilan Negeri

    Yogyakarta Tahun 2002”. Kesimpulan putusan dan dasar hukum Putusan

    Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap pengguna Narkotika oleh anak Tahun

    2002 diputus Pengadilan Negeri Yogyakarta No.1/Pid.B.An/2002/PN.YK. Bahwa

    terbukti secara sah dan melanggar hukum telah menggunakan narkotika untuk diri

    sendiri, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai

    dengan pasal 85 huruf a Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

    Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu diancam dengan penjara selama 4 Tahun

    namun karena berbagai macam pertimbangan diantaranya berdasarkan saksi-saksi

    dan barang bukti dan dalam persidangan para terdakwa pun berperilaku sopan

    maka Pengadilan Negeri Yogyakarta hanya memutus para terdakwa dengan

    penjara selama 8 bulan dikurangi sepenuhnya selama masa tahanan.

    Karya AR. Sujono dan Bony Daniel yang bertajuk Komentar dan

    Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam

    buku ini memang tidak dibahas secara eksplisit mengenai rehabilitasi namun

    pengarang hanya membahas dari sisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

    tentang Narkotika, yakni: ketentuan mengenai rehabilitasi bagi penyalahguna

  • 11

    Narkotika dalam UU No.35 Tahun 2009 diatur dari pasal 54 sampai dengan pasal

    59, pasal 103, dan pasal 127.

    Karya Sumarmo Masum yang bertajuk Penanggulangan Bahaya

    Narkotika dan Ketergantungan Obat. Dalam buku ini juga tidak secara tegas

    mengenai pembahasan tentang rehabilitasi penulis disini memberikan suatu upaya

    untuk meningkatkan stabilitas fisik, moral, mental dan keterampilan untuk

    pemulihan penyalahgunaan Narkotika yaitu: 1) Pemantapan fisik/badaniah adalah

    meliputi segala upaya yang bertujuan meningkatkan perasaan sehat jasmaniah

    pada umumnya dan juga mentalnya rohaniah. 2) Pemantapan keagamaan adalah

    meliputi segala upaya yang bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan kepada

    Tuhan Yang Mahaesa. 3) Pemantapan sosial meliputi segala upaya yang bertujuan

    memupuk , memelihara, membimbing, dan meningkatkan rasa kesadaran dan

    tanggung jawab sosial bagi pribadinya, keluarga, dan masyarakat. 4) Pemantapan

    pendidikan dan kebudayaan meliputi segala upaya yang bertujuan meningkatkan

    pengetahuan, vokalisional, sikap mental dan rasa keindahan (estetika). 5)

    pemantapan vokalisional meliputi segala upaya yang bertujuan meningkatkan

    kecekatan dan keterampilan melakukan pekerjaan dan sikap mental yang

    bergairah dan membangun.

    Karya Hartati Nurwijaya, Zullies Ikawati, dkk yang bertajuk Bahaya

    Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduannya. Dalam buku ini penulis

    menggambarkan mengatasi alkholisme bisa dilakukan bisa dilakukan dengan cara,

    yaitu: secara medis dan psikologis. Mengatasi secara medis meliputi: pencegahan

    dan pengatasan gejala putus alkohol, detoksifikasi dan penghentian minuman

  • 12

    alkohol, dan terapi menggunakan obat-obatan untuk mengatasi ketergantungan

    alkohol. Sedangkan pengatasan secara psikologis meliputi metode CORE

    (Commit, Objectify, Respond, Enjoy), Cold Turkey (penghentian tiba-tiba karena

    motivasi diri), metode ala alcoholic Anonymous (AA), dan MC. Kami yakin

    pembaca akan dapat mengambil pelajaran dari cara-cara pencegahan dan

    pengatasan kecanduan alkohol ini.

    E. Metode Peneltian

    1. Jenis Penelitian

    Adapun jenis penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian

    hukum normatif13

    , yakni penelitian yang memuat deskripsi tentang masalah

    yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Penelitian ini juga

    bersifat kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan untuk

    menelaah bahan-bahan dari buku utama yang berkaitan dengan masalah, dan

    buku penunjang berupa lainnya yang relevan dengan topik yang dikaji.14

    2. Teknik pengumpulan data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    studi dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

    berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

    dan sebagainya.15

    Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer diantaranya

    13

    Fahmi Muhammad Ahmadi, Zaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, cet. ke-1,

    (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 10. 14

    P. Joko Subagio, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,

    1991), h. 109. 15

    Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta:

    Rineka Cipta, 2002), h. 206.

  • 13

    adalah Al-Quran dan As-Sunnah, dan juga buku-buku yang membahas Sistem

    Penerapan Rehabilitasi Terhadap Pengguna Narkotika. Kemudian sumber

    bahan skunder yang penulis gunakan yaitu antara lain informasi yang relevan,

    artikel, buletin, Undang-undang No 35 Tahun 2009 atau karya ilmiah para

    sarjana.

    3. Teknik Analisis Data

    Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan penulis menggunakan

    metode kualitatif. Yakni dengan mengumpulkan dan menganalisa data-data

    yang diperoleh dan faktor-faktor yang merupakan pendukung dan relevan

    terhadap objek yang diteliti sehingga dapat ditarik kesimpulan dari hal yang

    dijadikan objek penelitian.

    Data yang diklarifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah dan

    menghadapkan pada pemecahan masalah. Adapun metode analisis data yang

    digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisis isi secara

    kualitatif. Dalam analisis ini, semua data yang dianalisis adalah berupa teks.

    Analisis isi kualitatif digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi, dan

    menganalisa teks atas dokumen untuk memahami, signifikasi dan relevansi

    teks atau dokumen.

    F. Sistematika Penulisan

    Materi laporan penelitian skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab. Bab

    pertama bertajuk “pendahuluan”. Di dalam bab ini diurailkan pokok-pokok

    pikiran yang melatar belakangi penelitian ini, yang dibagi menjadi 6 (enam) sub-

  • 14

    bab, yaitu (1) latar belakang, (2) pembatasan dan perumusan masalah, (3) tujuan

    penelitian, (4) tinjauan pustaka/penelitian terdahulu, (5) metode penelitian, (6)

    sistematika pembahasan.

    Bab kedua berjudul “Tinjauan Umum Terhadap Pengguna Narkotika”.

    Bab ini menyajikan uraian mengenai Narkotika dalam hukum pidana positif dan

    hukum pidana Islam. Bab ini terdiri dari 3 (tiga) sub-bab, yaitu (1) pengertian

    Narkotika, (2) bentuk-bentuk Narkotika, (3) sanksi tindak pidana terhadap

    pengguna Narkotika.

    Bab ketiga berjudul “Konsep Rehabilitasi Narkotika Menurut Hukum

    Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam”. Dalam bab ini diuraikan mengenai

    bagaimana pandangan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam terhadap

    konsep rehabilitasi Narkotika. Bab ini menyajikan 3 (tiga) sub-bab, yaitu (1)

    pengertian rehabilitasi, (2) bentuk-bentuk rehabilitasi, (3) tujuan dan sasaran

    rehabilitasi.

    Bab keempat berjudul “Analisa Konsep Rehabilitasi terhadap Pengguna

    Narkotika Menurut Hukum Pidana Posistif dan Hukum Pidana Islam”. Dalam bab

    ini terdiri dari 3 (tiga) sub-bab, yaitu (1) analisis konsep pelaksanaan rehabilitasi

    terhadap korban penyalah gunaan dalam hukum pidana positif, (2) analisis konsep

    pelaksanaan rehabilitasi terhadap korban penyalah gunaan dalam hukum pidana

    Islam, (3) perbandingan antara hukum pidana positif dan hukum pidana Islam

    tentang penerapan konsep rehabilitasi terhadap pengguna Narkotika.

  • 15

    Bab kelima berjudul “penutup” bab ini merupakan bab penutup dari hasil

    penelitian tersebut, yang didalamnya terdiri dari 2 (dua) sub-bab, yaitu (1)

    kesimpulan, (2) saran.

  • 16

    BAB II

    TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA DAN

    REHABILITASI

    A. Narkotika

    Masyarakat luas mengenal istilah Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan

    berbahaya) yang kini menjadi fenomena berbahaya yang populer di tengah

    masyarakat kita. Adapula istilah lain yang digunakan DepKes RI yaitu NAPZA

    merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua

    istilah diatas mengacu pada sekelompok zat yang mempunyai resiko kecanduan

    atau adiksi. Narkotika dan Psikotropika itulah yang secara umum biasa dikenal

    Narkoba dan NAPZA. Namun karena hadirnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun

    2009 Tentang Narkotika yang baru, maka beberapa peraturan mengenai

    psikotropika dilebur ke dalam perundang-undangan yang baru. Namun dalam

    hukum pidana Islam istilah yang lebih dikenal adalah khamr (Alkohol).

    1. Sejarah Narkotika

    Sejarah singkat awal perkenalan Narkotika. Nusantara kita yang terkenal

    sebagai penghasil rempah-rempah telah banyak menarik pedagang asing untuk

    mendapatkan pala, cengkeh, dan lada dari sumbernya. Jalur perdagangan dari

    Eropa sampai Malaka semakin ramai dan komoditi rempah-rempah merupakan

    bahan perdagangan yang penting disamping sutrera, manik, dan sebagainya.

    Ternyata bahan Narkotika yang disebut candu juga sudah merupakan

    bahan perdagangan, khususnya dari Persia dan India. Bahan tersebut sangat

  • 17

    penting sebagai perlengkapan untuk mengarungi samudra untuk penahan angin

    dan gelombang di samping guna mendapatkan kesenangan dan ketenangan.

    Perkataan candu dan klelet sudah sejak lama dikenal orang. Dalam buku

    suluk Gatholoco dan Darmagandhul, yang diperkirakan ditulis pada awal abad

    kesembilan belas, candu dan klelet sudah digunakan orang. Pengalaman

    menggunakan candu pada waktu itu sudah diungkapkan oleh orang Jawa, yang

    maksud tidak berbeda dengan pengalaman korban Narkotika pada masa kini.

    Mereka mendapatkan kenikmatan selama pengaruh opium masih terdapat di

    dalam badan, dan apabila pengaruh opium itu sudah hilang, rasa ketagihan akan

    timbul disertai dengan penderitaan yang sangat menyedihkan. Hanya candulah

    yang dapat menghilangkan penderitaan itu, sehingga bahan tersebut akhirnya

    menjadikan kebutuhan hidup sehari-hari. Itulah sebabnya mereka lebih

    mementingkan membeli candu dari pada bahan kebutuhan lainnya.

    Pada zaman Belanda pembatasan penggunaan candu dimulai sejak tanggal

    1 september 1894. Pemerintah Belanda, yang mengadakan monopoli perdagangan

    candu, mendatangkan bahan tersebut dari Timur Tengah, kemudian diolah dan

    diedarkan kepada mereka yang mempunyai surat keterangan boleh menghisap

    madat. Candu yang didatangkan itu masih harus diolah dengan jalan memasak dan

    meragikan serta dicampur dengan bahan netral lainnya untuk meredahkan kadar

    khasiatnya, di samping masih harus diberi tanda bahwa candu yang diisap itu

    berasal dari pemerintah.1

    1 Sumarmo Masum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat,

    (Jakarta: CV Haji Masagung, 1987), Cet 1. h. 4-5.

  • 18

    Pada era Sembilan puluhan, pemakai narkotika sudah masuk segala

    lapisan, baik kalangan atas, kalangan menengah maupun kalangan bawah

    sekalipun. Dari sudut usia, narkotika sudah tidak dinikmati golongan remaja,

    tetapi juga golongan setengah baya maupun golongan usia tua. Penyebaran

    narkotika sudah tidak lagi hanya dikota besar, tetapi sudah masuk ke kota-kota

    kecil dan merambat di kecamatan atau desa. Jika dilihat dari kalangan pengguna,

    narkotika tidak hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja, tetapi sudah

    memasuki beberapa profesi. Macam-macam profesi tersebut, misalnya seperti

    manager perusahaan, pengusaha, dokter, pengacara dan sebagainya.yang

    menyedihkan lagi, sudah menjalar dikalangan birokrat dan penegak hukum.

    Psikotropika yang pada waktu dulu termasuk golongan obat keras yang

    dinikmati golongan menengah, saat ini juga dinikmati oleh golongan atas. Macam

    golongan psikotropika tersebut seperti shabu, ekstasi dan sebagainya. Sehingga

    pemerintah perlu mengeluarkan golongan obat psikotropika dari golongan obat

    keras, dan mengaturnya dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang

    Psikotropika. Sedangkan untuk obat bius atau narkotika yang semula diatur dalam

    Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 diganti dengan Undang-undang Nomor 22

    tahun 1997 dengan sanksi yang lebih keras.2

    Namun kini Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 diganti dengan

    Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 yang sanksi yang lebih luas dalam

    penerapannya.

    2 Hari Sasangka, Narkotika dan P3sikotropika dalam Hukum Pidana (Bandung: Mandar

    Maju, 2003), h.2-3.

  • 19

    Di zaman Nabi Muhammad SAW, kisah opium dan ganja tidak terungkap

    secara jelas, kecuali masalah khamr, ada juga yang menyebutkan khamr sebagai

    arak. Khamr berasal dari perasan buah yang diragikan. Khamr dapat mengganggu

    kejernihan akal, mengganggu daya tangkap manusia, membuat mabuk, dan lupa

    diri.

    Dalam sejarah Islam, masalah khamr muncul pada awal periode Madinah,

    saat Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat jamaah. Salah seorang jamaah

    melaksanakan sholat dalam kondisi mabuk. Bau alkohol menebar dari mulutnya.

    Nabi Muhammad pun lalu menganjurkan agar seseorang jangan melakukan sholat

    dalam kondisi mabuk. Mengapa? Karena shalat adalah momen spiritual yang

    cukup penting dimana manusia mendekatkan diri dengan sang khaliq.

    Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW pernah menegur seseorang yang

    bernama Ibnu Suwaid yang membuat minuman beralkohol dari anggur dan

    kurma. Ibnu Suwaid berkata bahwa minuman beralkohol yang dibikinnya akan

    digunakan sebagai obat. Lalu, Nabi Muhammad SAW memperingatkan bahwa

    minuman beralkohol (khamr) bisa memunculkan banyak penyakit dan mudharat,

    daripada manfaat. Tapi, dalam episode perjalanan umat Islam dari masa ke masa,

    ternyata khamr masih juga dikonsumsi oleh banyak orang. Inilah yang menjadi

    salah satu noda dan kelemahan sejarah peradaban Islam.3

    3 M. Arief Hakim,Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah,Mengatasi,dan

    Melawan,(Majalengka: Nuansa, 2004), h.85-86.

  • 20

    2. Definisi Narkotika

    Narkotika merupakan singkatan dari Narkotika dan obat-obat berbahaya.

    Dari istilah Narkoba tersebut maka ada dua hal yang dapat dijelaskan yaitu

    Narkotika dan obat-obat terlarang atau yang sering disebut psikotropika.

    Sejak dunia pertama kali mengurusi candu, maka istilah yang

    dipergunakan adalah opium, karena candu adalah getah dari buah popi. Pertemuan

    internasional yang membahas masalah candu pernah dilangsungkan di Den Haag

    (tahun 1912), dan Jenewa (tahun 1925). Pada pertemuan berikutnya di Jenewa

    tahun 1931, diperkenalkanlah istilah baru, yaitu Narkotika (narco = tidur yang

    tidak sadar).4

    Berbicara mengenai Narkotika, sering terdengar beberapa akronim yang

    berkaitan erat dengan hal tersebut, misalnya: NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif);

    dan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif).

    Dari akronim NAPZA, yang mempunyai arti lebih lengkap dibanding yang

    pertama, maka obat yang dianggap berbahaya adalah Narkotika, alkohol,

    psikotropika dan zat adiktif.5

    Secara umum Narkotika merupakan suatu kelompok zat yang bila

    dikonsumsi ke dalam tubuh maka akan berpengaruh terhadap tubuh pemakai yang

    akan berdampak, merangsang, menimbulkan khayalan dan menenangkan .

    Secara etimologi Narkotika berasal dari kata “Narkoties” yang sama

    artinya dengan kata “Narcosis” yang berarti membius.6 Sifat dari zat tersebut

    4 Sumarmo Masum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, Cet

    1. h.61. 5 Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h. 4-5.

  • 21

    terutama berpengaruh terhadap otak sehingga menimbulkan perubahan pada

    perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran, dan halusinasi disamping dapat

    digunakan dalam pembiusan.

    Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

    Tentang Narkotika dapat dilihat pengertian dari Narkotika itu sendiri, yakni:

    Pasal 1 point 1 : Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman

    atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

    penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

    menghilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

    dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-

    Undang ini.

    Berikut adalah pandangan dari ahli hukum mengenai pengertian dari

    Narkotika :

    Menurut Smith Klise dan French Clinical Staff mengatakan bahwa:

    “Narcotics are drugs which produce insebilty stupor duo to their depressant

    effect on the control nervous system. Included in this definition are opium

    derivates (morphine, codein, heroin, and synthetics opiates (meperidine,

    methadone).7

    Yang artinya kurang lebih sebagai berikut :

    Narkotika adalah zat-zat (obat) yang dapat mengakibatkan ketidaksamaan

    atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut berkerja mempengaruhi susunan

    saraf sentral. Dalam definisi Narkotika ini sudah termasuk jenis candu dan

    6 Moh. Taufik Makarao. Tindak Pidana Narkotika. ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h.

    21. 7 Hari Sasangka. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h. 33.

  • 22

    turunan-turunan candu (morphine, codein, heroin), candu sintetis ( meperidine,

    methadone).

    Prof. Sudarto, S.H. Mengatakan bahwa: Perkataan Narkotika berasal dari

    bahasa yunani “Narke” yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.

    Dalam Encyclopedia Amerikana dapat dijumpai pengertian “narcotic” sebagai

    “a drug thah dulls the senses, relieves pain induces sleep an can produce

    addiction in varying degrees” sedang “drug” diartikan sebagai: Chemical agen

    that is used therapeuthically to treat disease/Morebroadly, a drug maybe delined

    as any chemical agen attecis living protoplasm: jadi Narkotika merupakan suatu

    bahan yang menumbuhkan rasa menghilangkan rasa nyeri dan sebagainya.8

    Soedjono. D mengemukakan bahwa: Narkotika adalah zat yang bisa

    menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya

    dengan memasukannya ke dalam tubuh. Pengaruh tubuh tersebut berupa

    pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau

    khayalan-khayalan. Sifat tersebut diketahui dan ditemui dalam dunia medis

    bertujuan untuk dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia, seperti

    dibidang pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit.9

    Sedangkan Drs. H. M. Ridho Ma’ruf dalam bukunya Narkotika masalah

    dan bahayanya, mengatakan: “Narkotika adalah zat-zat (obat) yang dapat

    8 Djoko Prakoso. Bambang Riyadi Lany dan Muhksin. Kejahatan- Kejahatan yang

    Merugikan dan Membahayakan Negara, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 480. 9 Soedjono. D. Hukum Narkotika Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 1987), h. 3.

  • 23

    mengakibatkan ketidaksadaraan atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut

    bekerja mempengaruhi syaraf sentral”.10

    Dalam hukum pidana Islam, istilah Narkotika dalam konteks hukum

    Islam, disebutkan dalam Al-Qur’an maupun dalam Sunnah yaitu khamr. Ini

    berdasarkan hadits Nabi Muhammad SWT :

    ِكٍرََحَرامٌَ:ََمََلَ سَََوَََهَِي َلََعَََىَللاَُلَ صَََللاََِلَُوَ سَُرَََالََقَََالََقَََرََمََعََُنَِابَ َنَِعََ ِكٍرَََخ ٌرَوَُكلَُُّمس ُكلَُُّمس Artinya:

    “Semua yang memabukkan adalah khamr, dan semua khamr adalah haram.”11

    Khamr (minuman keras) secara etimologi berasal dari kata (خًش يخًشخًشا)

    yg berarti menutupi. Oleh karena itu, dalam bahasa Arab, untuk menyebut

    kerudung yang dipakai wanita digunakan istilah khimar, karena kerudung itu

    menutupi kepala dan rambutnya. Secara terminology khamr adalah:

    ٌ س ى ن ف ش ً خ ان ٌ ا ٔ ع ش نش ا ا ص ٕ ص خ ت ج ش ث ع آلٔ يّ ط غ ٔ ي م ق ع ان ش ً خ ا ي ي م ك ن ى س ح ا هغ ان

    ً ِش ي غ ٍ ي ٌ ٕ ك ي ذ ق ٔ ة ُ ع ان ٍ ي ٌ ٕ ك ي ذ ق ا ف ٓ ُ ي ز خ ت ي ي ت ان ج اد ان

    Artinya: “Bahwa khamr (minuman keras) menurut pengertian syara’ dan bahasa

    adalah nama untuk setiap yang menutup akal dan menghilangkannya, khususnya

    zat yang dijadikan untuk minuman keras terkadang terbuat dari anggur dan zat

    lainnya.12

    ٌ ش ق ان ت ة ط خ ٍ ي ز ان ب ش ع ان ح غ ى ن ف ش ً خ ن ا ٌ ك آ ٔ ُ ت ي ا ض ت خ ي ل ٔ ِ ش ي غ ٔ ش ً انت ٍ ي ش ك انس ل ا

    ة ُ ع ان ٍ ي ش ك انس ت

    10

    M. ridho Ma’ruf, Narkotika, Masalah dan Bahayanya, (Jakarta : CV Marga Jaya,

    1978), h. 15. 11

    Ibnu Majah, Sunan Ibnu Mâjah, (Beirut: Dar al- Fikr, T.Tt), Juz. 2, hlm. 1124. 12

    Mahmud Syaltut, al-Fatawa Dirasah Musykilat al-Muslim al-Mu’ashirah fi Hiyah al-

    Yaumiyyah wa al-mmah (Qahirah: Dar al-Qalam, T. Th), cet. Iii, h.369.

  • 24

    Artinya: “Khamr dalam bahasa Arab adalah sesuatu yang telah disebutkan di

    dalam Al-Qur’an yang bila dikonsumsi bisa menimbulkan mabuk, terbuat dari

    kurma atau zat lainnya, tidak terbatas dari yang memabukan dari anggur saja”.13

    Sedangkan menurut pendapat Sayyid Sabiq yang mengutip penjelasan

    dari Ibn Tammiyah mengatakan bahwa Narkoba lebih berbahaya dari khamr,

    sebagai berikut:

    ي ش ح ش ٌ ان ح ٔ ا تُ ا ذ ي او ي ح ش ش ن ح ً ب انخ ذ ش اس ا ك ًا ي ح ا ٓ ٓ ح اَ ٓ ٍ ج ش ي ً ٍ ان خ ث ث ي ى ا خ ْ ٔ

    ُ اج ذ ان ع ق م ف س خ ز ً ٔ د ي اث ح ٔ ان ُ ث ي ش ف ى ت خ ت ى ي ص ٍ ح ذ ع ا ت ص ً ٔ ا َ ٍ انف س اد ٔ غ ي ش ر ن ك ي

    ي ش ا ح ً ه ح ف ي ْ ي د اخ ٔ ج ٍ انص َل ٔ ع ك ش هللا ش ن ر ٔ انس ك ش ً خ ٍ ان نّ ي ٕ س ٔ س ٔ ي ّ هللا ًُ ف ًظا ا ى ع

    Artinya: “Sesungguhnya ganja itu haram, diberikan sanksi had orang yang

    menyalahgunakannya, sebagaimana diberikan sanksi had peminum khamr

    (minuman keras) ditinjau dari segi sifatnya yang dapat merusak otak, sehingga

    pengaruhnya dapat menjadikan laki-laki menjadi banci dan pengaruh jelek

    lainnya. Ganja dapat menyebabkan orang berpaling dari mengingat Allah dan

    shalat. Dan ia termasuk dalam kategori khamr yang secara lafdzi dan maknawi

    telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya”.14

    Dalam firman Allah SWT larangan menggunakan khamr disebutkan dalam

    Al-Qur’an surat An Nahl ayat 67:

    Artinya: “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang

    memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-

    benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.”

    13

    Ahmad Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-fatawa (Beirut: Dar al-Arabiyah, 1978), cet. I, h.34. 14

    Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah (Beirut: Dar al-Fikr,1981), jilid ii, cet. Iii, h.328.

  • 25

    Dalam surat Al-Baqarah ayat 219:

    Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada

    keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi

    dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa

    yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah

    Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir segala

    minuman yang memabukkan.”

    Dalam surat An Nisaa’ ayat 43:

    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu

    dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan

    pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub terkecuali sekedar

    berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir

    atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan,

    Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah

    yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha

    Pema'af lagi Maha Pengampun. menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat Ini

    termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum

    mandi.”

  • 26

    Dalam surat Al Maa-idah ayat 91:

    Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan

    dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan

    menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah

    kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

    Sedangkan Drs. H. M. Ridho Ma’ruf dalam bukunya Narkotika masalah

    dan bahayanya, mengatakan: “Narkotika adalah zat-zat (obat) yang dapat

    mengakibatkan ketidaksadaraan atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut

    bekerja mempengaruhi syaraf sentral”.15

    3. Jenis-jenis Narkotika

    Narkotika atau NAZA atau NAPZA adalah obat atau zat-zat yang

    berbahaya apabila disalahgunakan atau apabila penggunaannya tanpa pengawasan

    medis. Jenis-jenis Narkotika yang umum dibahas yaitu Narkotika, Psikotropika

    dan Zat Adiktif/obat-obat berbahaya.

    Adapun penggolongan jenis-jenis dari Narkotika berdasarkan Pasal 6

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,

    adalah sebagai berikut:

    (1) Narkotika sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam:

    Narkotika golongan I, Narkotika golongan II; dan Narkotika golongan III.

    15

    M. ridho Ma’ruf, Narkotika, Masalah dan Bahayanya, (Jakarta : CV Marga Jaya,

    1978), h. 15.

  • 27

    (2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama

    kali ditetapkan sebagaimana dicantum sebagai Lampiran I dan merupakan

    bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

    (3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana

    dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Mentreri.16

    Penjelasan Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

    menjelaskan mengenai maksud dari golongan - golongan Narkotika tersebut,

    yaitu:

    Narkotika golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

    tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

    mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Jumlahnya ada

    65 jenis.

    Contoh: Heroin, ganja, opium, sabu-sabu, Extacy dan kokain.

    Narkotika golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan

    sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan

    pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

    ketergantungan. Jumlahnya ada 86 jenis.

    Contoh: morfin, fentamil, alfametadol, ekgonia dan bezetidin.

    Narkotika golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

    banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

    pengetahuan serta mempunya potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

    Jumlahnya ada 13 jenis.

    16

    Lihat Pasal 5 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

  • 28

    Contoh: kodein, propiram, norkedenia, polkodina dan etilmorfina.

    Pada Lampiran Undang – Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,

    telah terjadi peluasan jenis dan golongan Narkotika. Yang sebelumnya Undang –

    Undang No 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika dan Undang – Undang No 5 Tahun

    1997 Tentang Psikotropika. Pada Undang – Undang terdahulu, jenis dan golongan

    Narkotika dan Psikotropika dipisahkan secara jelas sesuai dengan lampiran jenis

    golongan disetiap Undang – Undang.

    Yang dimaksud dengan obat – obat terlarang atau psikotropika adalah obat

    – obat Narkotika, tetapi mempunyai efek dan bahaya yang sama dengan

    Narkotika. Jenis – jenis Psikotropika yaitu:

    a. Golongan Depresia yaitu barbiturate dan turunan-turunannya,

    benzodiazepin dan turunan-turunanya, metakualon, alcohol, zat-zat

    pelarut/solvent.17

    b. Golongan Stimulansia yaitu amphetamin dan turunannya dan zat lain.18

    c. Golongan Hipnotika dan LSD, DMT, DET, DOM (STP), PCP,

    Mescaline.19

    Sedangkan pada zaman klasik, cara mengkonsumsi benda yang

    memabukan

    diolah oleh manusia dalam bentuk minuman sehingga para pelakunya disebut

    dengan peminum/pemabuk. Pada zamar modern, benda yang memabukan dapat

    dikemas menjadi bentuk tablet, kapsul, makanan, serbuk atau minuman, sesuai

    17

    Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h.83. 18

    Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h.70. 19

    Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h.94.

  • 29

    dengan kepentingan dan kondisi si pemakai.20

    Ada beberapa jenis atau nama

    minuman keras (khamr), sebagai berikut: Khamr, perasan buah anggur yang telah

    menjadi minuman keras, Bata, rendaman madu, Mazar, yang dibuat dari jagung,

    Sakar, rendaman khurma yang belum dimatangkan/dimasak, Fadlieh, yang dibuat

    dari perasan putik kurma tanpa dimasak, Ji’ah, rendaman sya’ir, Chiltin, yang

    dibuat dari campuran putik kurma dan kurma matang.21

    Islam melarang minuman keras (khamr), karena dianggap sebagai induk

    keburukan (ummul khabaits), disamping merusak akal, jiwa, kesehatan dan harta.

    Dari sejak semula, Islam telah berusaha menjelaskan kepada umat manusia,

    bahwa manfaat tidak seimbang dengan bahaya yang ditimbulkannya, karena akal

    adalah salah satu sendi kehidupan manusia yang harus dilindungi dan dipelihara.

    Untuk itu, dalam rangka pemeliharaan terhadap akal segala apapun yang dapat

    mengakibatkan rusak atau berakibat jelek harus dilarang.22

    4. Penggunaan Narkotika

    Memang tidak dapat dikesampingkan bahwa zat-zat Narkotika dan yang

    sejenis memiliki manfaat yang cukup besar di dunia kedokteran, bidang

    penelitian, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan,. Berikut aplikasinya

    pemakaian dalam dosis yang teratur akan memberikan manfaat, akan tetapi

    20

    Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet. Ke-1, h.78. 21

    Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 9,

    (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), Cet. Ke-3, h. 391. 22

    Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2, h. 289.

  • 30

    pemakaian zat-zat jenis Narkotika dalam dosis yang tidak teratur, lebih-lebih

    disalahgunakan akan membawa efek-efek yang negative.23

    Namun harus ada pengawasan dan pengelolahan dalam penggunaannya,

    agar tidak disalahgunakan untuk hal-hal yang nantinya akan menjadi

    ketergantungan untuk pasien, disamping itu juga merupakan tugas dari

    Departemen Kesehatan untuk melakukan pengendalian dan pengawasan yang baik

    dengan membuat atau meletakan dasar peraturan-peraturan pengelolaan agar

    tujuan penggunaan sesuai dengan sasaran dan membantu manusia agar

    mengurangi atau menghilangkan rasa sakit pada manusia.

    Adapun manfaat lainnya dari jenis-jenis Narkotika lainnya. Seperti:

    Ganja Untuk dunia kedokteran pengguna ganja tidak ada, akan tetapi

    sebagai pengobatan ganja dapat menghilangkan rasa nyeri. Khasiat ganja

    sebenarnya dikarenakan oleh sifat psikotropikanya; terutama yang disebabkan

    oleh kandungan THC. Sejak tahun 1965 THC telah dibuat secara sintetis. Akan

    tetapi sifat halusinogennya (menyebabkan halusinasi) lebih lemah dibanding

    dengan LSD.24

    Efek positif lainnya dari penggunaan ganja, adalah: Mengatasi mual pada

    pengguanaan obat antgi kanker, Menurunkan tekanan intra okuler pada penderita

    glaucoma dan Melemaskan otot.25

    Cocain Dalam bidang ilmu kedokteran cocain dipergunakan sebagai

    anestesi (pemati rasa) local: Dalam pembedahan pada mata, hidung, dan

    23

    Harsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), h.51-

    52. 24

    Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum, h. 52. 25

    Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h.53.

  • 31

    tenggorokan, Menghilangkan rasa nyeri selaput lender dengan cara

    menyemburkan larutan cocain, Menghilangkan rasa nyeri saat luka dibersihkan

    dan dijahit. Cara yang digunakan adalah menyuntikan cocain subkutan dan

    Menghilangkan rasa nyeri yang lebih luas dengan menyuntikan cocain ke dalam

    ekstradural bagian lumbal, anastesi lumbal.26

    Candu (opium): Penggunaan opioid (berasal dari kata opium: candu)

    dalam klinik adalah: Analgetika pada penderita kanker, Eudema paru akut, Batuk,

    Diare, Premedikasi anesthesia dan mengurangi rasa cemas.

    Kegunaan candu seperti yang terurai diatas, adalah khasiat candu pada

    umumnya. Sebenarnya khasiat candu secara lebih spesifik adalah akibat alkoloida

    yang dikandungnya.27

    Morphin : Khasiat morphin adalah untuk analgetik (penghilang rasa sakit)

    yang sangat kuat, misalnya waktu pembedahan atau pasien menderita luka bakar.

    Disamping itu juga banyak jenis kerja sentral lainnya, antara lain menurunkan

    rasa kesadaran (sedasi, hipnotis), menghambat pernafasan, menghilangkan refleks

    batuk dan menimbulkan rasa nyaman(euforia). Yang semuanya berdasarkan

    penekanan susunan syaraf pusat (SSP).

    Namun harus ada pengawasan dan pengelolahan dalam penggunaannya,

    agar tidak disalahgunakan untuk hal-hal yang nantinya akan menjadi

    ketergantungan untuk pasien, disamping itu juga merupakan tugas dari

    Departemen Kesehatan untuk melakukan pengendalian dan pengawasan yang baik

    dengan membuat atau meletakan dasar peraturan-peraturan pengelolaan agar

    26

    Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h.58. 27

    Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h.39-40.

  • 32

    tujuan penggunaan sesuai dengan sasaran dan membantu manusia agar

    mengurangi atau menghilangkan rasa sakit pada manusia.

    Adapun dampak negatif dalam penggunaan Narkotika, dalam rangkaian

    pengamanan, Narkotika yang pengaruhnya berlipat ganda yang apabila

    dibandingkan dengan efek morfin baik dalam sifat eforia, ketergantungan dan

    toleransi dilarang dipergunakan untuk pengobatan. Seperti halnya heroin yang

    memiliki kecendrungan yang sangat besar untuk disalahgunakan, walau di Inggris

    masih dipergunakan untuk pengobatan kanker sebagai penghilang rasa nyeri, di

    Indonesia dilarang dipergunakan sebagai obat.

    Obat Narkotika lain yang dilarang dipergunakan sebagai obat yang

    ditetapkan oleh menteri kesehatan adalah: asetorfin, alfa-asetilmetadol,

    hidromorfon, ketobemidon, nikomorfin, oksimorfon, rase morfon, tebakon dan

    heroin.

    Dari beberapa hasil sintetis kimia ternyata dapat dibuat suatu obat yang

    khasiatnya sampai 1000 kali pengaruh morfin. Seperti halnya tebain yang

    direaksikan dalam keadaan basa dengan vinil-keton kemudian dengan reaksi

    Grignard akan menghasilkan oripavin yang pengaruhnya sampai 12.000 kali

    morfin. Apabila ada kawanan binatang badak yang bergerombol disumpit dengan

    bahan tersebut, binatang yang terkena secara perlahan akan meninggalkan

    gerombolannya yang akhirnya hanya bergerak dan berputar-putar di satu tempat.

    Dengan sumpitan yang kadarnya hanya 1 mg badak liar yang beratnya 2 ton

    dapat dengan mudah dipegang culanya untuk ditarik dibawa ke mana saja.

  • 33

    Dengan pengaruh yang sangat berbahaya dari sintetis kimia turunan

    alkoloid morfin atau tebain perlu adanya usaha preventif untuk dilarang

    dipergunakan dalam pelayanan kesehatan untuk manusia.28

    Akibat-akibat lainnya yang ditimbulkan oleh dampak dari penyalahgunaan

    Narkoba. Dapat membawa efek-efek terhadap tubuh si pemakai sebagai berikut:

    a. Euphoria: ialah suatu perasaan riang gembira (well being) yang dapat

    ditimbulkan oleh Narkoba yang abnormal dan tidak sepadan dan tidak

    sesuai dengan keadaan jasmani atau rohani si pemakai yang sebenarnya.

    Efek ini ditimbulkan oleh dosis yang tidak begitu tinggi.

    b. Delirium: yaitu menurunnya kesadaran mental si pemakai disertai

    kegelisahan yang agak hebat yang terjadi secara mendadak, yang dapat

    menyebabkan gangguan koordinasi otot-otot gerak motorik (mal

    coordination) efek delirium ini ditimbulkan oleh pemakai dosis yang lebih

    tinggi disbanding dosis euphoria.

    c. Halusinasi: yaitu suatu kesalahan persepsi panca indra, sehingga apa yang

    dilihat, apa yang didengar tidak seperti kenyataan sesungguhnya.

    d. Weakness: yaitu suatu kelemahan jasmani dan rohani atau keduanya yang

    terjadi akibat ketergantungan dan kecanduan Narkoba.

    e. Drowsiness: yaitu kesadaran yang menurun, atau keadaan sadar atau tidak

    sadar, seperti keadaan setengah tidur disertai dengan fikiran yang sangat

    kacau dan kusut.

    28

    Sumarmo Masum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, cet.

    1. h.26.

  • 34

    f. Collapse: yaitu keadaan pingsan dan jika si pemakai over dosis, dapat

    mengakibatkan kematian29

    .

    Akibat-akibat lain yang bias terjadi pada pemakai Narkoba adalah:

    a. Terjadinya keracunan (toxicity);

    b. Fungsi-fungsi tubuh yang tidak normal (mal function)

    c. Terjadinya kekurangan gizi (mal nutrition);

    d. Kesulitan poenyesuaian diri (mal adjustment);

    e. Kematian30.

    Dalam penelitian lain Dadang Hawari mengatakan bahwa,

    penyalahgunaan Narkoba antara lain, merusak hubungan kekeluargaan,

    menurunkan keinginan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang

    baik dan buruk, perbuatan pelaku menjadi anti sosial, merosotnya produktivitas

    kerja, gangguan kesehatan, memperbaiki jumlah kecelakaan lalu lintas,

    kriminalitas dan tindak kekerasan lainnya baik kuantitatif dan kualitatif.31

    Jika menilik kilas balik sejarah syariat pengharaman khamr, akan kita

    temukan bahwa khamr merupakan sebuah kebiasaan yang sudah mendarah daging

    pada masyarakat arab dan masyarakat dunia umumnya pada waktu turunnya

    pelarangan khamr. Khamr merupakan sebuah minuman kebanggaan yang biasa

    disungguhkan saat menjamu tamu, hari-hari besar dan perayaan-perayaan yang

    diadakan oleh pembesar ataupun masyarakat biasa.32

    29

    Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h.24-25. 30

    Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, h.25. 31

    Dadang Hawari, Al-qur’an ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa, (Yogyakarta:

    Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h.133. 32

    Hartati Nurwijaya, Zullies Ikawati, dkk, Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah

    Kecanduannya (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), h. 68.

  • 35

    Dampak negatif minuman beralkohol (khamr) sudah lama menjadi bahan

    penelitian ilmiah sebagai sebuah masalah yang berdampak pada semua sisi

    kehidupan manusia, ekonomi industri, administrasi, sosial, politis dan sebagainya.

    Alkohol (khamr) terutama berdampak negatif terhadap moral dan spiritual

    individu sebagai pelaku hubungan antar manusia yang rumit.33

    Ketika minuman alkohol (khamr) sudah menjadi kebiasaan, pria yang

    menjadi korbannya sulit untuk disembuhkan, apalagi wanita” komentar ini

    diucapkan oleh Sir Andrew Clark, dokter pribadi Ratu Victoria. Kebiasaan

    minum-minuman keras pada seorang wanita akan merusak mental dan fisiknya,

    dan dampak negatifnya terhadap anak-anak si peminum lebih besar dibandingkan

    dampak yang ditimbulkan jika pria atau ayah si anak yang menjadi peminum.34

    5. Pecandu Narkotika

    Pecandu pada dasarnya adalah merupakan korban penyalahgunaan tindak

    pidana narkotika yang melanggar peraturan pemerintah, dan mereka itu semua

    merupakan warga negara Indonesia yang diharapkan dapat membangun negeri ini

    dari keterpurukan hampir di segala bidang. Berkaitan dengan masalah

    penyalahgunaan narkotika tersebut, diperlukan suatu kebijakan hukum pidana

    yang memposisikan pecandu narkotika sebagai korban, bukan pelaku kejahatan.

    33

    M. Arief Hakim,Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah,Mengatasi,dan

    Melawan,(Majalengka: Nuansa, 2004), h.107 34

    M. Arief Hakim,Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah,Mengatasi,dan

    Melawan, h.152.

  • 36

    Berdasarkan tipologi korban yang diidentifikasi menurut keadaan dan

    status korban, yaitu:35

    a. Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali

    dengan pelaku.

    b. Provocative victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya

    menjadi korban.

    c. Participating victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat, akan tetapi

    dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban.

    d. Biologically weak victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki

    kelemahan yang menyebabkan ia menjadi korban.

    e. Socially weak victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang

    lemah yang menyebabkan ia menjadi korban.

    f. Self victimizing victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena

    kejahatan yang dilakukannya sendiri.

    Pecandu narkotika merupakan “self victimizing victims”, karena pecandu

    narkotika menderita sindroma ketergantungan akibat dari penyalahgunaan

    narkotika yang dilakukannya sendiri.

    35

    Moh. Taufik Makarao, Suhasril, dan Moh. Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika,

    (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h. 49-50

  • 37

    B. Rehabilitasi

    1. Pengertian Rehabilitasi

    Rehabilitasi adalah restorasi (perbaikan, pemulihan) pada normalitas, atau

    pemulihan menuju status yang paling memuaskan terhadap individu yang pernah

    menderita penyakit mental.36

    Adapun pengertian lainnya mengatakan bahwa rehabilitasi adalah usaha

    untuk memulihkan untuk menjadikan pecandu Narkotika hidup sehat jasmani dan

    rohaniah sehingga dapat menyesuaikan dan meningkatkan kembali ketrampilan,

    pengetahuannya, serta kepandaiannya dalam lingkungan hidup.37

    Penanganan

    kasus Narkotika dengan praktek rehabilitasi dilakukan agar keadilan hukum dapat

    terlaksana sebagaimana mestinya.38

    Mengingat bahwa dalam tindak pidana ini pelaku juga sekaligus menjadi

    korban, maka praktik pemulihan ini diberikan kepada pecandu Narkotika bukan

    hanya sebagai bentuk pemidanaan. Asas-asas perlindungan korban juga salah satu

    dari beberapa hal yang mendorong lahirnya pemidanaan dalam bentuk

    rehabilitasi.39

    Rehabilitasi dalam hukum pidana Islam bagi pengguna sekaligus korban

    belum didapat dalam sejarah hukum pidana Islam. Dalam hukum pidana Islam

    pelaku penyalahgunaan Narkotika dihukum 40/80 jilid. Namun walaupun

    demikian bukan berarti praktik pemidanaan dalam bentuk rehabilitasi tersebut

    36

    J.P. Caplin, kamus lengkap psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995),

    h.425. 37

    Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h.

    87. 38

    O.C. Kaligis, Narkoba dan peradilannya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2002), h.8. 39

    Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004), h.90.

  • 38

    bertentangan dalam hukum pidana Islam karena jika dilihat dari tujuan dan

    manfaat antara tindak pidana dengan sanksinya, maka rehabilitasi merupakan

    pemidanaan yang tepat untuk sanksi bagi para pelaku atau korban penyalahgunaan

    Narkotika. Pada hakikatnya segala yang telah digariskan oleh agama terutama

    agama Islam selalu baik dengan tujuan tunggal yakni, membimbing umat manusia

    menentukan jalan yang baik dan benar secara vertical maupun horizontal.40

    Berdasarkan masing-masing definisi, penulis memiliki pandangan subtansi

    antara rehabilitasi menurut hukum pidana di Indonesia (positif) maupun hukum

    pidana Islam. kepada definisi rehabilitasi yaitu suatu proses kegiatan pemulihan

    secara terpadu, baik secara fisik, mental maupun sosial agar mantan pecandu

    Narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan

    bermasyarakat. Pemberian sanksi dalam bentuk ini dimaksudkan agar para pelaku

    yang juga bisa dikatakan korban harus bisa menghilangkan ketergantungan

    mereka atas Narkoba agar tidak terulang lagi. Dalam hukum pidana Islam juga

    dapat dikaitkan dengan Al-Qur’an surat Al Bayyinah ayat 5.

    Artinya: “Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan

    memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan

    supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat”.(Al-Quran Surat Al

    Bayyinah ayat: 5)

    Dapat disimpulkan rehabilitasi memiliki arti ialah untuk memperbaiki diri

    si pengguna atau korban penyalahgunaan Narkotika agar tidak kembali untuk

    40

    Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990),

    h.91.

  • 39

    melakukan atau menjalankan hidup yang bertergantungan kepada zat-zat Narkoba,

    supaya pelaku atau korba merasa jera dan kembali kepada jalan yang lurus yaitu

    selalu mengingat-Nya.

    2. Bentuk-Bentuk Rehabilitasi

    Dalam menjalankan rehabilitasi penyalahgunaan Narkotika, bentuk-bentuk

    rehabilitasi yaitu:

    Rehabilitasi Medis (Medical Rehabilitation) adalah suatu proses kegiatan

    pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan

    Narkotika.41

    Sehingga dalam pelaksanaannya dibutuhkan spesialis ilmu

    kedokteran yang berhubungan penanganan secara menyeluruh dari pasien yang

    mengalami gangguan fungsi atau cidera, susunan otot syaraf, serta gangguan

    mental, sosial dan kekaryaan yang menyertai kecacatan tersebut. Dalam pasal

    Pasal 56: 42

    (1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang

    ditunjuk oleh Menteri.

    (2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi

    pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu

    Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.

    Berikut ruang lingkup kegiatan rehabilitasi medis: Pemeriksaan fisik,

    Mengadakan diagnose, Pengobatan dan pencegahan, dan Latihan penggunaan

    alat-alat bantu dan fungsi fisik tujuan rehabilitasi medis

    41

    Lihat Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 42

    Lihat Pasal 56 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

  • 40

    Adapun yang dimaksud rehabilitasi medis yaitu untuk pemantapan

    fisik/badaniah adalah meliputi segala upaya yang bertujuan meningkatkan

    perasaan sehat jasmaniah pada umumnya dan juga mentalnya.43

    Rehabilitasi Sosial (Social Rehabilitation) adalah suatu proses kegiatan

    pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu

    Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan

    masyarakat.44

    Rehabilitasi sosial merupakan upaya agar mantan pemakai atau

    pecandu Narkotika dapat membangun mental kehidupan bersosial dan

    menghilangkan perbuatan negatif akibat pengaruh dari penggunaan Narkoba agar

    mantan pecandu dapat menjalankan fungsi sosial dan dapat aktif dalam kehidupan

    di masyarakat. Dalam pasal 59:45

    (1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan

    Pasal 57 diatur dengan Peraturan Menteri.

    (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diatur

    dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

    di bidang sosial.

    Kegiatan yang dilakukan dalam rehabilitasi sosial :

    Pencegahan; artinya mencegah timbulnya masalah social penca,

    baik masalah datang dari penca iru sendiri, maupun masalah yang datang

    dari lingkungan penca itu.

    43

    Sumarmo Masum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, Cet

    1. h.138

    44 Lihat Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

    45 Lihat Pasal 59 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

  • 41

    Rehabilitasi; diberikan melalui bimbingan sosial dan pembinaan

    mental, bimbingan keterampilan.

    Resosialisasi; adalah segala upaya bertujuan untuk menyiapkan

    penca agar mampu berintegrasi dalam kehidupan masyarakat. Pembinaan

    tidak lanjut; diberikan agar keberhasilan klien dalam proses rehabilitasi

    dan telah disalurkan dapat lebih dimantapkan.

    Rehabilitasi sosial juga sebagai bentuk pemantapan sosial meliputi

    segala upaya yang bertujuan memupuk, memelihara, membimbing, dan

    meningkatkan rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial bagi pribadinya,

    keluarga, dan masyarakat.46

    Rehabilitasi Agama, dalam proses rehabilitasi agama ini kondisi pasien

    harus disesuaikan dengan kondisi dengan faktor tempat tinggal dan keyakinan

    individu berkembang, namun dalam konteks penerapannya yang di Indonesia

    yang mayoritas Islam. Rehabilitasi Islam merupakan salah satu cara dalam

    mengurangi ketergantungan terhadap Narkoba dengan pendekatan agama Islam.

    Pemantapan keagamaannya adalah meliputi segala upaya yang bertujuan

    untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa.47

    Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara

    agama dan kesehatan jiwa (psikoterapi), menunjukkan adanya indikasi bahwa

    46

    Sumarmo Masum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, Cet

    1. h.139 47

    Sumarmo Masum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, Cet

    1. h.138.

  • 42

    komitmen agama mempertinggi kemampuan seseorang dalam mengatasi

    penderitaan dan mempercepat penyembuhan.48

    Dari dahulu agama jika umatnya membuat kesalahan dan terjadi satu

    penyesalan pada yang bersangkutan, maka agama memberi jalan untuk

    mengembalikan ketenangan batin dengan meminta ampun kepada Allah SWT

    atau bertobat. Akan tetapi segala pengetahuan modern yang berkembang dengan

    cepat yang membawa tercapainya segala keinginan dengan mudah telah

    menjauhkan manusia dari agamanya dan berakibat terhadap ketentraman jiwanya.

    Pentingnya kesadaran diri dalam menghadapi masalah dan tantangan

    hidup, ini akan membawa kepada kesadaran bahwa dirinya kecil dihadapan

    Tuhan, sehingga semua aktifitas pikiran maupun perbuatan akan senantiasa

    digantungkan kepada-Nya. Akan tetapi bagi sebagian orang, ketika dihadapkan

    pada problema kehidupan yang berat, yang mengakibatkan timbulnya frustasi,

    kekalutan mental, emosi, stress dan lain-lain justru mencari pelarian pada hal-hal

    yang bisa melupakan sementara waktu seperti minuman keras, penyalahgunaan

    Narkoba.

    Sebagaimana telah disebutkan dalam QS Al-Maidah ayat 91

    Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan

    permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan

    berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka

    48

    Dadang Hawari, Al-qur'an dan Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,

    (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h. 20

  • 43

    berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (Al-Quran Surat Al-Maidah

    Ayat 91)

    Ayat ini menjelaskan bahwa mencari pelarian dengan minuman keras itu

    justru tidak akan menyelesaikan masalah yang ada hanya menambah masalah, dan

    akan semakin menjauhkan dari allah.

    Para pakar kejiwaan dalam menangani kasus kejiwaan menyatakan tentang

    pentingnya agama dalam kesehatan jiwa dan dalam terapi penyakit jiwa.

    Keimanan kepada Allah merupakan kekuatan luar biasa yang membekali manusia

    agamis dengan kekuatan rohaniyah yang menopangnya dalam menanggung

    beratnya beban kehidupan dan menghindarkannya dari keresahan jiwa.

    Menurut William James tidak ragu lagi bahwa terapi yang terbaik bagi

    kesehatan jiwa adalah keimanan kepada Tuhan. Keimanan kepada Tuhan adalah

    suatu kekuatan yang harus dipenuhi untuk membimbing seseorang dalam hidup

    ini. Karena antara manusia dan Tuhan terdapat ikatan yang tidak terputus.

    Apabila manusia menundukkan diri dibawah pengaruh-Nya, cita-cita dan

    keinginannya akan tercapai. Manusia yang benar-benar agamis akan terlindung

    dari keresahan, selalu terjaga keseimbangan dan selalu siap-siap untuk

    menghadapi segala malapetaka yang terjadi.49

    Pendekatan psikoterapi tidak mungkin dilakukan dengan ilmiah tanpa

    harus melibatkan agama, kekosongan spiritual, kerohanian, dan rasa keagamaan

    inilah yang menyebabkan timbulnya permasalahan psikologis.50

    49

    M. Ustman Najati, Al-Qur'an dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Pustaka, 1985), h. 287 50

    Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Pancasila, (Bandung: Sinar Baru,

    1987), h. 12

  • 44

    Ahli psikologi lain juga berpendapat serupa dengan William James,

    mereka berpendapat bahwa orang-orang yang benar-benar religious tidak pernah

    menderita sakit jiwa. Orang-orang yang religius adalah orang-orang yang

    berkepribadian kuat.51

    Dari sini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa. Psikoterapi dengan

    agama diharapkan seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan dapat hidup

    dapat hidup lebih terarah.

    3. Sasaran Rehabilitasi

    Sasaran atau obyek penyembuhan, pembinaan, rehabilitasi dan

    psikoterapi adalah manusia secara utuh, yakni yang berkaitan pada

    a. Membina Jiwa/Mental

    Sesuatu yang menyangkut batin dan watak manusia, yang bukan bersifat

    badan/tenaga, bukan hanya pembangunan fisik yang di perhatikan, melainkan

    juga pembangunan psikis.52

    Disini mental dihubungkan dengan akal, fikiran,

    dan ingatan, maka akal haruslah dijaga dan dipelihara olah karena itu

    dibutuhkan mental yang sehat agar tambah sehat. Sesungguhnya ketenangan

    hidup, ketenteraman jiwa dan kebahagiaan hidup tidak hanya tergantung pada

    faktor luar saja, seperti ekonomi, jabatan, status sosial

    dimasyarakat, kekayaan dan lain-lain, melainkan lebih bergantung 15 M.

    Pada sikap dan cara menghadapi faktor-faktor tersebut. Jadi yang

    menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup adalah kesehatan mental/jiwa,

    51

    Ancok Djamaludin, dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi atas Berbagai Problem-problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995,) h. 96

    52 Amin Syukur. Pengantar Studi Islam,( Semarang: Duta Grafika, 2000), h.168

  • 45

    kesehatan mental dan kemampuan menyesuaikan diri.53

    Mental yang sehat

    (secara psikologi) menurut Maslow dan Mitlemen adalah sebagai berikut:

    a) Adequate feeling of security: rasa aman yang memadai yaitu

    berhubungan dengan merasa aman dalam hubungannya dengan

    pekerjaan, sosial dan keluarganya.

    b) Adequate self-evaluation: kemampuan memulai dari diri sendiri.

    c) Adequate spontaneity and emotionality, memiliki spontanitas dan

    perasaan yang memadai dengan orang lain.

    d) Efficient contact with reality, mempunyai kontak yang efisien

    dengan realitas.

    e) Adequate bodily diseres and ability to gratifity them, keinginan-

    keinginan jasmani yang memadai dan kemampuan untuk

    memuaskannya.

    f) Adequate self-know ledge, mempunyai pengetahuan yang wajar.

    g) Integrition and concistency of personality, kebribadian yang utuh

    dan konsisten

    h) Adequate life good, memiliki tujuan hidup yang wajar

    i) Ability to satisy the requirements of the group, kemampuan

    memuaskan tuntunan kelompok

    j) Adequate emancipation from the group or culture, mempunyai

    emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya.54

    b. Membina Spiritual

    53

    Amin Syukur, Pengantar Psikologi Islam, h. 110 54

    Zakiyah Daradjat, Kesehatan Psikologi Islam, (Jakarta: Hajimas Agung, 1998), h.16

  • 46

    Berhubungan dengan masalah ruh, semangat atau jiwa religius,

    yang berhubungan dengan agama, keimanan, keshalehan, seperti syirik,

    fasik dan kufur, penyakit ini sulit disembuhkan karena berada dalam diri

    setiap individu, oleh karena itu ada bimbingan serta petunjuk dari Allah,

    Rasul, dan hamba- hambanya yang berhak, maka penyakit itu tidak akan

    pernah disembuhkan dengan mudah, dan faktor penentu penyembuhan

    tetap ada pada diri dan tekad seseorang untuk sembuh.

    c. Membina Moral (akhlak)

    Yaitu kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilainilai)

    masyarakat. Yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang

    disertai pula oleh rasa tanggung jawab (tindakan) tersebut.

    d. Membina Fisik (jasmani)

    Tidak semua gangguan fisik dapat disembuhkan dengan

    psikoterapi kecuali jika Allah SWT menghendaki kesembuhan, terapi

    sering dilakukan secara kombinasi dengan terapi medis, seperti lumpuh,

    jantung, dan lain-lain. Terapi ini dilakukan jika seseorang tidak kunjung

    sembuh dari sakitnya disebabkan karena dosa-dosa yang telah dilakukan,

    seperti kulit kehitam-hitaman bahkan lebih kotor lagi (borok yang sangat

    menjijikkan) padahal mereka sudah mencoba berbagai macam upaya agar

    bisa sembuh dari penyakit itu.55

    55

    Hamdan Bakran Adz -Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka, , 2001), h. 251

  • 47

    4. Tujuan Rehabilitasi

    Sesungguhnya tujuan dari rehabilitasi adalah untuk membina jiwa/mental

    seseorang ke arah sesuai dengan ajaran agama. Tujuan Rehabilitasi tersebut

    dapat dijabarkan secara operasional, yaitu:

    1. Terwujudnya sikap masyarakat yang konstruktif memperkuat ketaqwaan

    dan amal keagamaan di dalam masyarakat.

    2. Responsif terhadap gagasan-gagasan pembinaan/rehabilitasi

    3. Mempertahankan masyarakat dan mengamalkan pancasila dan UUD

    1945

    4. Memperkuat komitmen (keterikatan)bangsa Indonesia, mengikis habis

    sebab-sebab dan kemungkinan, timbul serta berkembangnya ateisme,

    komunisme, kemusyrikan dan kesesatan masyarakat.

    5. Menimbulkan sikap mental yang didasari oleh rahman dan rahim Allah,

    pergaulan yang ru