konsep dasar pk - fix

29
Respon Adaptif Respon Maladapt if aserti f frusta si pasif agresi f kekerasa n LAPORAN PENDAHULUAN Perilaku kekerasan I. Definisi Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. Perilaku kekerasan adalah perilakuindividu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, danatau seksualitas (Nanda, 2005). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis(Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif (Gambar 1). 3

Upload: shofikhaqulilmy

Post on 02-Oct-2015

233 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Konsep Dasar PK - FIX

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANPerilaku kekerasanI. DefinisiPerilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.Perilaku kekerasan adalah perilakuindividu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, danatau seksualitas (Nanda, 2005). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentukperilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis(Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1996).Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif (Gambar 1).

Respon AdaptifRespon MaladaptifasertiffrustasipasifagresifkekerasanGambar 1. Rentang Respon MarahKegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:1. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.2. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.3. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.4. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.5. Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman-ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

II. Etiologi 1. Faktor PredisposisiFaktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.2. Faktor PresipitasiFaktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflikdapat pula memicu perilaku kekerasan.Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.a. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.b. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.c. Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.

III. Manifestasi Klinis Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :1. Fisik :a. Muka merah dan tegangb. Mata melotot/ pandangan tajamc. Tangan mengepald. Rahang mengatupe. Postur tubuh kakuf. Jalan mondar mandir2. Verbala. Bicara kasarb. Suara tinggi, membentak, atau berteriakc. Mengancam secara verbal atau fisikd. Suara kerase. Ketusf. Mengumpat dengan kata kata kotor3. Perilakua. Melempar atau memukul benda /orang lainb. Menyerang diri sendiri/ orang lainc. Merusak lingkungand. Amuk/ agresif4. Emosia. Tidak adekuatb. Tidak aman dan nyamanc. Rasa terganggud. Dendam dan jengkele. Tidak berdayaf. Bermusuhan g. Mengamukh. Ingin berkelahii. Menyalahkan dan menuntut5. Intelektuala. Mendominasib. Cerewetc. Kasard. Berdebate. Meremehkanf. Sarkasme6. Spirituala. Merasa diri berkuasab. Merasa paling benarc. Mengkritik pendapat orang laind. Menyinggung perasaan orang laine. Tidak perduli dan kasar7. Sosiala. Menarik diri b. Pengasinganc. Penolakand. Kekerasane. Ejekan f. Sindiran8. Perhatiana. Bolosb. Mencuric. Melarikan dirid. Penyimpangan seksualVidebeck, Sheila L. 2008 Buku Ajar Keperawatan Jiwa Jakarta : EGCGambaran klinis penganiayaan dan kekerasan1. Penganiayaan pasanganDapat berupa penganiayaan emosional, psikologis, fisik, seksual, atau kombinasi semua tipe tersebut (Singer et al, 1995).a. Penganiayaan emosional atau psikologis :i. Mengejekii. Meremehkaniii. Berteriak dan memekikiv. Merusak barangv. Mengancamvi. Menolak berbicara dengan korban atau berpura pura tidak melihat korbanb. Penganiayaan fisik :i. Mendorong dan mendesakii. Pemukulan dan mencekik yang mengakibatkan ekstremitas dan tulang iga patah, perdarahan internal, kerusakan otak, dan bahkan pembunuhanc. Penganiayaan seksual :Serangan fisik selama hubunga seksual misalnya menggigit puting, menjambak rambut, menampar dan memukul, serta memperkosa2. Penganiayaan anaka. Penganiayaan fisik. Sering kali terjadi akibat hukuman fisik yang berat dan tidak masuk akal, atau hukuman yang tidak dapat dibenarkan. Tanda tanda peringatan pada anak yang mengalami penganiayaan/ pengabaian :i. Cedera serius seperti fraktur, luka bakar, dan laserasi tanpa ada lapran riwayat trauma.ii. Menunda mencari terapi untuk cedera berat.iii. Anak atau orang tua menjelaskan riwayat cedera yang tidak sesuai dengan tingkat keparahan cedera, misalnya : bayi yang mengalami cedera contre coup pada otak yang dinyatakan orang tua terjadi karena bayi jatuh dari sofa.iv. Riwayat anak yang dijelaskan selama evaluasi tidak konsisten atau berubah ubah oleh anak itu sendiri ataupun orang tuanya.v. Cedera yang tidak lazim untuk usia dan tingkat perkembangan anak, misalnya fraktur femur pada anak usia dua bulan atau dislokasi bahu pada anak usia dua tahun.vi. Insiden infeksi saluran kemih tinggi, denital memar, merah atau bengkak, rektum atau vagina robek atau memar.vii. Terdapat bekas luka yang tidak dilaporkan, misalnya jaringa parut, fraktur yang tidak diobati, banyak memar yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat oleh orang tua /pengasuh.3. Penganiayaan lansiaMenurut Boyd & Nihart (1998) :1. Data obyektif :a. Pandangan tajamb. Muka merahc. Otot tegangd. Nada suara meninggie. Berdebatf. Sering pula tampak memaksakan kehendakg. Merampas, memukul jika tidak senang2. Data subyektifa. Mengeluhkan perasaan terancamb. Mengungkapkan perasaan tidak bergunac. Mengungkapkan perasaan jengkeld. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar debar, merasa tercekik, dada sesak, bingung.

IV. Proses Terjadinya Penyakit / Pathways1. ProsesTerjadinya Masalah Perilaku KekerasanPerilaku kekerasan atau amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi.Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.Perilaku kekerasan juga dapat diartikan sebagai agresi berkaitan dengan trauma pada masa anak saat lapar, kedinginan, basah, atau merasa tidak nyaman. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi secara terus menerus, maka ia menampakan reaksi berupa menangis, kejang, atau kontraksi otot, perubahan ekspresi warna kulit, bahkan mencoba menahan nafasnya (Barry, 1998). Setelah anak bertambah dewasa, maka ia akan menampakkan reaksi yang lebih keras pada saat kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi, seperti melempar barang, menjerit, menahan nafas, mencakar, merusak atau bersikap agresif terhadap barang mainannya. Bila reward dan punishment tidak dijalankan, maka ia cenderung mengganggap perbuatan tersebut benar.Kontrol lingkungan seputar anak yang tidak berfungsi dengan baik, menimbulkan reaksi agresi pada anak yang akan bertambah kuat sampai dewasa. Sehingga bila ia merasa benci dan frustasi dalam mencapai tujuannya ia akan bertindak angesif. Hal ini akan bertambah apabila ia merasa kehilangan orang-orang yang ia cintai atau orang yang berarti. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau kepanikan (takut). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal disuatu sisi dan kekerasan disisi yang lain.

2. PatofisiologiStres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.Perilaku yg berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :1. Menyerang atau Menghindar (fight or fight)a. Pada keadaan ini respons psikologi timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takhikardi, wajah merah,b. Pupil melebar,mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup,tangan dikepal,tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)a. Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif.b. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasamarahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis.c. Disamping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.3. Memberontak (acting out)Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku memberontak untuk menarik perhatian orang lain.4. Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yg ditujukan kepada diri sendiri,orang lain maupun lingkungan.

Konsep marah (Beck, Rawlins, Williams. 1986, hlm. 447)3. Dampak Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain, maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah, dan lain-lain. Sehingga klien dengan perilaku kekerasan berisiko untuk mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik untuk menghadapi keadaan pasien mempengaruhi perkembangan pasien (koping keluarga tidak efektif), hal ini tentunya menyebabkan pasien akan sering keluar masuk rumah sakit dan timbulnya kekambuhan pasien karena dukungan keluarga tidak maksimal (Fitria, 2009).

V. PemeriksaanDiagnostik1. Pemeriksaan Laboratorium Meskipun pemeriksaan laboratorik adalah pemeriksaan penunjang, tetapi perannya penting dalam menjelaskan dan mengkuantifikasi disfungsi neurofisiologis, memilih pengobatan dan memonitor respon klinis.Karenanya, dokter atau psikiater perlu mengerti pemilihan pemeriksaan laboratorik untuk pasien tertentu.Dalam hal ini harus dipertimbangkan kondisi ekonomi, ketidaknyamanan, dan resiko efek yang merugikan; interpretasi data laboratorik dalam pengertian spesifitas, sensivitas dan nilai prediktif.Hasil pemeriksaan laboratorik harus dapat diintegrasikan dengan data riwayat penyakit, wawancara dan pemeriksaan psikiatrik untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang diagnosis dan pengobatan yang diperlukan oleh pasien (Maramis, 2009).Untuk pasien rawat jalan, melakukan serangkaian tes penyaring secara membabi buta hanya mempunyai kegunaan klinis yang terbatas dan merupakan pemborosan.Lebih baik dilakukan tes laboratorik tertentu berdasarkan penilaian yang cermat dan integrasi antara riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pada pasien rawat inap, dianjurkan agar dilakukan tes dasar pada waktu masuk rumah sakit untuk mengevaluasi kondisi medis umum (Maramis, 2009).Sampai saat ini belum ada konsensus mengenai tes apa saja yang digunakan sebagai penyaring, tetapi beberapa tes berikut patut untuk dipertimbangkan pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, glukosa darah, tes fungsi hepar, tes fungsi ginjal, kalsium serum, tiroksin (T4), pemeriksaan penyaring untuk sifilis (VDRL dan TPHA), dan tes urine untuk obat terlarang (Maramis, 2009).2. Pencitraan CT (computerized tomography, sering disebut Ctscan) dan MRI (magnetic resonance imaging) adalah pencitraan diagnostik yang paling sering digunakan dalam evaluasi pasien dengan gejala psikiatrik. CT adalah pemeriksaan non-invasif yang dapat melihat anatomi kepala menurut irisan dengan berbagai ketebalan (Maramis, 2009).Indikasi spesifik CT adalah episode pertama psikologis di atas umur 40 tahun, episode pertama gangguan afektif setelah umur 50 tahun, episode pertama gangguan kepribadian di atas usia 40 tahun, gerakan involunter abnormal, delirium atau demensia yang tak diketahui penyebabnya, katatonia persisten, dan anoreksia nervosa (Maramis, 2009).MRI mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan CT, yaitu: tidak melibatkan radiasi radioaktif, irisan dapat dilakukan pada berbagai bidang, dapat lebih baik mengdiferensiasi masa putih (white mass) dan abu-abu (grey mass) otak sehingga lebih sensitif untuk anatomik otak, dan lebih baik untuk melihat kelainan di fosa posterior dan batang otak (Maramis, 2009).Beberapa kondisi yang merupakan kontraindikasi untuk MRI adalah pasien dengan alat pacu jantung, klip aneurisma, wanita hamil, dan pasien dengan benda asing yang berpotensi magnetik. Selain itu, karna harga pemeriksaan ini yang mahal, serta menuntut kerja sama pasien untuk diam berbaring dalam waktu yang cukup lama, maka penggunaan CT lebih populer (Maramis, 2009).3. Pemeriksaan NeurologisElektroensefalografi (EEG)mengukur aktivitas elektrik di permukaan otak dan bukanlah alat yang memisahkan normal dari abnormal, karena hasil EEG yang normal tidak meniadakan kemungkinan adanya gangguan organik atau epilepsi (Maramis, 2009).Indikasi umum untuk pemeriksaan EEG adalah pasien muda (terutama di bawah 25 tahun) dengan episode pertama psikosis dan pasien dengan riwayat kemungkina n cedera otak atau gangguan neurologis (misalnya kecelakaan, tidak sadar, infeksi, kompilkasi perinatal, kejang) (Maramis, 2009).Beberapa ciri yang memperbesar kemungkinan ditemukannya abnormalitas pada EEG, CT atau MRI adalah: adanya defisit neurologis fokal, perubahan status mental yang drastis dan baru, riwayat penyalahgunaan zat, trauma kepala atau patologi SSP lain, pasien usia lanjut, dan gejala-gejala tidak khas dengan riwayat psikiatrik yang meragukan (Maramis, 2009).Modifikasi pemeriksaan EEG yang lebih baru adalah dengan pemetaan topografis terkomputerisasi atau lazim disebut Computerized EEG atau brain mapping. Aktivitas elektrik permukaan otak direkam dengan frekuensi tertentu dan dipetakan secara grafis dua dimensi yang berwarna. Metode ini digunakan lebih banyak dalam riset psikofarmakologis dan statistik (Maramis, 2009).4. Pemeriksaan Status Mental Mini atau mini-mental state examinationDigunakan bilamana dicurigai adanya dimensia. Tes ini dibuat berdasarkan wawancara pemeriksaan status mental standar dan terdiri atas pemeriksaan terhadap orientasi, memori untuk registrasi dan recall (segera dan ingatan tunda 3 objek), atensi (pengurangan seri tujuh), memberi nama objek yang umum (verbal skills), mengikuti perintah lisan dan tertulis, ketrampilan menulis, dan menggambar figur sederhana (praxis skills). Tes ini untuk menilai secara global fungsi kognitif.Sering dipakai untuk menilai pasien ddemensia. Betul pada semua item akan menghasilkan skor 30. Skor dibawah 24 biasanya mengindikasikan rendahnya kognitif (Maramis, 2009). PengantarSaya akan memberikan pertanyaan-pertanyaan pada anda yang biasa digunakan pada setiap orang. Beberapa pertanyaan sangat mudah dan beberapa sangat sukar, tetapi anda tidak perlu khawatir atau terganggu. Saya sangat berterimakasih bila anda mencoba menjawab semua pertanyaan yang akan saya berikan (Maramis, 2009).Orientasi( ) Sekarang ini (tahun) (tanggal) (hari) dan (musim) apa? skor 5( ) Sekarang kita berada dimana (negara) (provinsi) (kota) (rumah sakit) (kamar)? slor 5Registrasi( ) Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda/objek, 1 detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah mengulangi ke-3 nama benda tersebut. Berikan angka 1 untuk tiap jawaban yang benar. Bila masih salah, ulanglah penyebutan ke-3 nama benda tersebut hingga dapat mengulangnya dengan benar. Hitunglah jumlah percobaannya dan catatlah. Jumlah percobaan___kaliAtensi dan kalkulasi( ) Hitunglah 100 dikurangi 7 dan hasil dikurangi 7, terus demikian.Berilah angka 1 untuk tiap jawaban yang benar. Berhentilah setelah 5 pengurangan (hasil: 93-86-79-72-65). Pilihan lain adalah :Ejalah kata dunia dari akhir ke awal (a-i-n-u-d). skor 5Mengingat kembali( )Tanyalah kembali nama ke-3 benda yang telah disebutkan di atas. Berilah angka 1 untuk tiap jawaban yang benar.skor 3Bahasa( ) Tunjukkan suatu objek/benda dan penderita diminta untuk menyebut namanya: pensil-jam/arloji.skor 2( ) Pasien diminta mengulang kata :namun, tanpa, bila atau jika tidak, atau, tapi. skor 1( ) Laksanakan 3 buah perintah ini: peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkanlah di lantai atau ambil kertas itu dengan tangan kanan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai.skor 3( ) Bacalah tulisan ini dan lakukan apa yang tertulis: pejamkan mata anda. skor 1( ) Tulislah sebuah kalimat (penilaian: harus mempunyai subjek dan kata kerja yang mempunyai arti)...................... skor 1( ) Tirulah gambar ini (penilaian: beri 1 poin bila semua sisi dan sudut baik dan perpotongan sisi berbentuk segi empat) skor 1(Maramis, 2009)Cara Mengukur Tingkat Depresi, Ansietas, dan StresCara mengukur tingkat depresi, ansietas, dan stres dapat dilakukan dengan menggunakan tes DASS yang contoh kuesionernya dapat dilihat pada tabel Depression Anxiety and Stress Scales (DASS) di bawah ini (Psychology Foundation of Australia, 2011).

Depression Anxiety and Stress Scale (DASS) DASS Name: Date:

Please read each statement and circle a number 0, 1, 2 or 3 which indicates how much the statement applied to you over the past week. There are no right or wrong answers. Do not spend too much time on any statement.

The rating scale is as follows:0 Did not apply to me at all1 Applied to me to some degree, or some of the time2 Applied to me to a considerable degree, or a good part of time3 Applied to me very much, or most of the time

1.I found myself getting upset by quite trivial things0123

2.I was aware of dryness of my mouth0123

3.I couldn't seem to experience any positive feeling at all0123

4.I experienced breathing difficulty (eg, excessively rapidbreathing, breathlessness in the absence of physicalexertion)0123

5.I just couldn't seem to get going0123

6.I tended to over-react to situations0123

7.I had a feeling of shakiness (eg, legs going to give way)0123

8.I found it difficult to relax0123

9.I found myself in situations that made me so anxious I was most relieved when they ended0123

10.I felt that I had nothing to look forward to0123

11.I found myself getting upset rather easily0123

12.I felt that I was using a lot of nervous energy0123

13.I felt sad and depressed0123

14.I found myself getting impatient when I was delayed in any way (eg, lifts, traffic lights, being kept waiting)0123

15.I had a feeling of faintness0123

16.I felt that I had lost interest in just about everything0123

17.I felt I wasn't worth much as a person0123

18.I felt that I was rather touchy0123

19.I perspired noticeably (eg, hands sweaty) in the absence of high temperatures or physical exertion0123

20.I felt scared without any good reason0123

21.I felt that life wasn't worthwhile0123

22.I found it hard to wind down0123

23.I had difficulty in swallowing0123

24.I couldn't seem to get any enjoyment out of the things I did0123

25.I was aware of the action of my heart in the absence of physical exertion (eg, sense of heart rate increase, heartmissing a beat)0123

26.I felt down-hearted and blue0123

Reminder of rating scale:0 Did not apply to me at all1 Applied to me to some degree, or some of the time2 Applied to me to a considerable degree, or a good part of time3 Applied to me very much, or most of the time

27.I found that I was very irritable0123

28.I felt I was close to panic0123

29.I found it hard to calm down after something upset me0123

30.I feared that I would be "thrown" by some trivial but unfamiliar task0123

31.I was unable to become enthusiastic about anything0123

32.I found it difficult to tolerate interruptions to what I was doing0123

33.I was in a state of nervous tension0123

34.I felt I was pretty worthless0123

35.I was intolerant of anything that kept me from getting on with what I was doing0123

36.I felt terrified0123

37.I could see nothing in the future to be hopeful about0123

38.I felt that life was meaningless0123

39.I found myself getting agitated0123

40.I was worried about situations in which I might panic andMake a fool of myself0123

41.I experienced trembling (eg, in the hands)0123

42.I found it difficult to work up the initiative to do things0123

(Psychology Foundation of Australia, 2011)Scoring:Scores of Depression, Anxiety and Stress are calculated by summing the scores for the relevant items. The depression scale items are 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31, 34, 37, 38, 42. The anxiety scale items are 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28, 30, 36, 40, 41. The stress scale items are 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39. The score for each of the respondents over each of the sub-scales, are then evaluated as per the severity-rating index below (Psychology Foundation of Australia, 2011).DepressionAnxietyStress

Normal0 90 70 14

Mild10 138 915 18

Moderate14 2010 1419 25

Severe21 2715 1926 33

Extremely Severe28+20+34+

VI. Penatalaksanaan Medis1. Akuta. Pertama putuskan bahwa pasien kehilangan kendali secara akut. Apabila demikian, tangani segera dengan pengekangan fisik dan medikasi bukan dengan percakapan. Segera temui, jangan biarkan pasien menunggu.b. Dekati pasien yang kurang bersahabat dengan hati-hati dan berada pada posisi yang aman (tersedia bantuan setiap saat, pintu dalam keadaan terbuka). Waspadai tanda-tanda peringatan (misal : gelisah, sikap menuntut). Apabila bercakap-cakap tampak bermanfaat, coba lakukan, tetapi berilah batas yang jelas selama wawancara. Gunakan control fisik bila pasien tidak dapat mempertahankan kendali tetapi tetap tekankan bantuan yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri. Apabila pasien datang dengan keadaan dikekang, jangan dilepas sebelum terjadi rapport dan beberpa hasil evaluasi diperoleh, meskipun demikian banyak pasien dapat bersikap lebih baik tanpa pengekangan. Pengekangan dapat meningkatkan agitasi dan menyebabkan hipertermia. Apabila diperlukan kekuatan untuk meredakannya, gunakan kekuatan penuh-satu orang memegang masing-masing anggota tubuh pasien. Jangan mengambil resiko.c. Medikasi terhadap pasien dengan agitasi akut: lorazepam 1-2 mg IM (diabsorpsi dengan baik melalui intramuscular) setiap 2-4 jam, maksimal 3 dosis; haloperidol 5 mg IM/jam untuk 3-4 dosis; atau droperidol (5 mg IM/jam 2-3 dosis-tidak direkomendasikan oleh FDA untuk keperluan tersebut). Apakah pasien menggunakan obat-obatan yang menekan SSP, apakah dalam kondisi delirium, atau adakah suatu kondisi medis yang bertanggung jawab atas perilakunya? Kalau demikian, berikan medikasi dan observasi. ECT dapat mengendalikan kekerasan psikotik.d. Jika pasien mengancam dan agitasi tetapi tidak ganas, perlakukan dengan penuh penghormatan-manusiawi, langsung, pasti, tenang, menetramkan. Jangan menantang, memprovokasi atau secara terang-terangan tidak setuju dengan pasien. Kesampingkan birokrasi. Selalu terangkan apa yang akan dilakukan dan mengapa. Pasien dengan perilaku kekerasan sering ketakutan-telusuri mengapa dan apa penyebabnya.e. Tentukan etiologi kekerasan. Apakah ada penyakit mental? Cedera otak? Penggunaan obat-obatan (lakukan tes urine)? Apakah ada pencetus lingkungan yang dapat dikenali? Lakukan intervensi secara langsung pada pasien psikotik.f. Kebanyak pasien dapat ditenangkan dengan dukungan, pengertian (dan medikasi); meskipun demikian, apabila perlu paksa untuk masuk rumah sakit. Apabila ini benar-benar masalah criminal, dan haruskan melibatkan polisi? (Tomb, 2003)2. Pengekangan fisik :Ada 2 macam, pengekangan fisik secara mekanik (menggunkan manset, sprei pengekang) atau isolasi (menempatkan pasien pada suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).Jenis pengekanganmekanik :a. Camisoles (jaket pengekang)b. Manset untuk pergelangan tangan c. Manset untuk pergelangan kakid. Menggunakan spreiIndikasi pengekangan ;a. Perilaku amuk yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lainb. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatanc. Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan klien untuk beristirahat, makan dan minumd. Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan tindakan ini dikaji dan berindikasi terapeutik.Pengekangan dengan sprei basah atau dinginKlien dapat dimobilasasi dengan membalutnya seperti mummi dalam lapisan sprei dan selimut.Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang telah direndam dalam air es.Walaupun mula-mula terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan menenangkan.Hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi yang tidak dapat dikendalikan obat.3. Intervensi keperawatan :1. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit di atas tempat tidur yang tahan air2. Balutan sprei pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa permukaan kulit tidak saling bersentuhan3. Tutupi sprei basah dengan selapis selimut4. Amati klien dengan konstan5. Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang bermakna buka pengekangan6. Berikan cairan sesering mungkin7. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang8. Kontak verbal dengan suara yang menyenangkan9. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam10. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu kline berpakaian4. Restrains Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan dokter jika diharuskan karena kebijakan institusi.5. Isolasi Adalah menempatkan klien dalam ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri.Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari penempatan dalam ruangan yang tertutup tetapi tidak terkunci sampai pada penempatan dalam ruangan terkunci dengan kasur tanpa sprei di lantai, kesempatan berkomunikasi dibatasi dan klien memakai pakaian RS atau kain terpal yang berat.Indikasi pengunaan : Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan klien atau orang lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pengendalian yang longgar, sperti kontak interpersonal atau pengobatan. Reduksi stimulus lingkungan jika diminta oleh klienKontraindikasi : Kebutuhan untuk pengamatan masalah medic Resiko tinggi untuk bunuh diri Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori. (Yosep, 2010)6. Kronisa. Pasien dengan kekerasan kronis perlu uji coba medikasi. Obat psikosis dengan antipsikotik dan kejang dengan obat antikonvulsan. Untuk perilaku agresi yang berlanjut pertimbangkan: i. Klozapin atau risperidon (lebih dipilih untuk pasien skizofrenia yang disertai hostilitas)ii. SSRI [misal fluoksetin (12)] untuk kondisi berbeda-beda dan buspiron (cedera kepala, retardasi mental)iii. Propanol (200-800 mg/hari, dosis terbagi), nadolol (sampai 120 mg/hari) atau pindolol; efektif setelah 4-6 minggu.iv. Karbamazepin (600-1200 mg/hari, dosis terbagi), asam valproat dan litium (kadar di dalam darah 0,6-1,2 mEq/L) mungkin berguna untuk pasien dengan kekerasan disertai dengan gangguan bipolar, skizofrenia, retardasi mental, gangguan eksplosif intermiten dan obat-obatan stimulant lainnya untuk pasien dewasa yang hiperaktif.Benzodiazepan dapat bermanfaat selama masa-masa stress, tetapi kemarahan yang paradoks dapat muncul pada beberapa pasien.b. Ajarkan pasien untuk mengenali secara dini tanda-tanda meningkatnya kemarahan dan belajar untuk menghilangkan tekanan-tekanan. Kerusakan otak yang berat mungkin memerlukan lingkungan yang terstruktur dan teknik-teknik perilaku.c. Bantu pasien mengembangkan suatu system dukungan dan belajar untuk mengendalikan stress lingkungan. Pelihara saluran komunikasi dengan pasien yang berpotensi kekerasan-siap sedialah melalui telepon. (Tomb, 2003)7. Managemen krisis :Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil maka diperlukan intervensi yang lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik ;1. Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang bertanggung jawab selama 24 jam2. Bentuk tim krisis. Meliputi dokter, perawat dan konselor3. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja yang menjadi tugasnya selama penanganan klien4. Jauhkan klien lain dari lingkungan 5. Lakukan pengekangan jika memungkinkan6. Pikirkan suatu rencana penanganan krisis dan beritahu tim.7. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien8. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk kerjasama9. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisis. Ketua tim harus segera mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi keselamatan klien dan timnya.10. Berikan obat jika diinstruksikan11. Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien12. Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis13. Proses kejadian dengan klien lain dan staf harus tepat14. Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dengan lingkungan. (Yosep, 2010)

1. Diagnosa keperawatan:a. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lainb. Resiko menciderai diri sendiri dan orang lainc. Ketidakefektifan koping

2. Tujuan khusus:a. Diagnosa 1& 2 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Klien dapat mengidentifikasi penyebab RPK Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala RPK Klien dapat mengidentifikasi RPK yang dilakukan Klien dapat mengidentifikasi akibat RPK Klien dapat menyebutkan cara mengontrol RPK Klien dapat membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik 1 (TAK) Pasien mau memasukkan terapi dalam kegiatan harianb. Diagnosa 3 Keefektifan koping pasien meningkat3. Tindakan keperawatan: Diagnosa 1 & 2a. Fase orientasib. Fase kerja Membina hubungan saling percaya Mengidentifikasi penyebab RPK Mengidentifikasi tanda dan gejala RPK Mengidentifikasi RPK yang dilakukan Mengidentifikasi akibat RPK Menyebutkan cara mengontrol RPK Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik 1 (TAK) Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harianc. Fase terminasi

Diagnosa 3 Mengidentifikasi penyebab koping yang tidak efektif. Memantau perilaku agresif. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan. Menentukan kemungkinan terjadinya risiko menyakiti diri sendiri. Mengajarkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, jika perlu. Membantu pasien dalam mengembangkan rencana untuk menerima atau mengubah situasi. Mendukung pengungkapan secara verbal tentang perasaan, persepsi, dan ketakutan. Mendukung pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas untuk menyalurkan kemarahannya tanpa melukai siapapun.

DAFTAR PUSTAKAKeliat, Budi ana, 2005, Modul BC-CMHN.Riyadi Sujono, 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa , Graha MedikaKusumawati, farida, 2010, Buku Ajar Kerperawatn Jiwa, Salemba MedikaSuliswati, 2005,. Konsep dasar Keperawatn kesehatan Jiwa, EGC. Jakarta.