konsep belajar dalam perspektif islam mutia institut …

12
111 KONSEP BELAJAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM Mutia Institut Agama Islam Al-Aziziyah Samalanga Bireuen Email: [email protected] Abstrak Belajar adalah salah satu kunci utama untuk memperoleh pendidikan. Tanpa belajar pendidikan tidak akan perneh terwujud sebagai suatu proses. Dengan belajar manusia dapat mengerti akan dirinya, lingkungan dan juga penciptanya. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku manusia menuju arah yang lebih baik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan ataupun pengalaman dan latihan. Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang asasi dalam kehidupannya. Belajar dalam pandangan Islam memiliki arti yang sangat penting sehingga manusia tidak pernah lepas dari aktifitas belajar dan al-Qur’an mengangkat derajat orang yang berilmu ke derajat yang luhur, sehingga mereka memiliki etos belajar yang tinggi dan penuh semangat serta mengharapkan janji luhur Allah Swt. Belajar dalam Islam adalah belajar dengan penuh petualangan yaitu pendidikan sepanjang hayat. Kata Kunci: Belajar, Perspektif Islam A. Pendahulan Belajar merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari manusia yang memiliki potensi. Untuk mengembangkan potensi diri manusia tersebut tidak ada cara lain yang ditempuhnya kecuali dengan belajar. Potensi yang ada pada manusia terkait dengan fasilitas alam yang disiapkan Allah untuk dikelola manusia sebagai makhluk yang menduduki jabatan khalifah di muka bumi. Maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki manusia akan memungkinkan dia untuk menyingkap rahasia Allah Swt. di bumi ini dan kebesaran-Nya. Dalam Islam belajar merupakan perintah substansial. Hal ini terbukti melalui wahyu pertama dari Allah dalam surat al alaq ayat 1-5. ayat ini tidak hanya memerintahkan untuk membaca aspek qauliyah semata akan tetapi menuntut manusia untuk membaca aspek kauniyah juga. Sehingga ketika perintah membaca (belajar) tidak hanya dituntut dari aspek qauliah membuktikan bahwa perintah belajar dalam Islam meliputi berbagai bentuk dan proses belajar dan tidak mengenal batas- batas, artinya segala media yang ada pada manusia dapat digunakan untuk

Upload: others

Post on 09-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

111

KONSEP BELAJAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Mutia Institut Agama Islam Al-Aziziyah Samalanga Bireuen

Email: [email protected]

Abstrak Belajar adalah salah satu kunci utama untuk memperoleh pendidikan. Tanpa belajar pendidikan tidak akan perneh terwujud sebagai suatu proses. Dengan belajar manusia dapat mengerti akan dirinya, lingkungan dan juga penciptanya. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku manusia menuju arah yang lebih baik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan ataupun pengalaman dan latihan. Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang asasi dalam kehidupannya. Belajar dalam pandangan Islam memiliki arti yang sangat penting sehingga manusia tidak pernah lepas dari aktifitas belajar dan al-Qur’an mengangkat derajat orang yang berilmu ke derajat yang luhur, sehingga mereka memiliki etos belajar yang tinggi dan penuh semangat serta mengharapkan janji luhur Allah Swt. Belajar dalam Islam adalah belajar dengan penuh petualangan yaitu pendidikan sepanjang hayat. Kata Kunci: Belajar, Perspektif Islam A. Pendahulan

Belajar merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari manusia yang memiliki

potensi. Untuk mengembangkan potensi diri manusia tersebut tidak ada cara lain yang

ditempuhnya kecuali dengan belajar. Potensi yang ada pada manusia terkait dengan

fasilitas alam yang disiapkan Allah untuk dikelola manusia sebagai makhluk yang

menduduki jabatan khalifah di muka bumi. Maka semakin banyak pengetahuan yang

dimiliki manusia akan memungkinkan dia untuk menyingkap rahasia Allah Swt. di bumi

ini dan kebesaran-Nya.

Dalam Islam belajar merupakan perintah substansial. Hal ini terbukti melalui

wahyu pertama dari Allah dalam surat al alaq ayat 1-5. ayat ini tidak hanya

memerintahkan untuk membaca aspek qauliyah semata akan tetapi menuntut

manusia untuk membaca aspek kauniyah juga. Sehingga ketika perintah membaca

(belajar) tidak hanya dituntut dari aspek qauliah membuktikan bahwa perintah belajar

dalam Islam meliputi berbagai bentuk dan proses belajar dan tidak mengenal batas-

batas, artinya segala media yang ada pada manusia dapat digunakan untuk

112

memperoleh pengetahuan sampai menembus alam transcendental sekalipun.

Menelaah konsep belajar dalam Islam memang sangat terikat dengan konsep al-

Qur’an yang normatif dan doktrinal. Hal ini juga menjadi pembeda pola pendekatan

yang dilakukan oleh barat yang tidak mau terikat dengan konsep normatif akan tetapi

menggunakan pendekatan ilmiah yang kongkrit. Maka setiap membandingkan konsep

barat dan Islam termasuk konsep belajar selalu terdapat perbedaan.

Tulisan mendiskripsikan konsep belajar secara umum dalam perspektif Islam

dengan melihat aspek-aspek penting yang terkait dengan belajar di antaranya adalah

pengertian belajar, potensi manusia dan pendidikan serta Islam dan konsep belajar.

B. Pembahasan

1. Pengertian Belajar

Untuk memahami arti belajar atau mendefinisikannya ke dalam sebuah

rangkaian kalimat tidak begitu sulit. Sebab banyak pengertian yang telah diberikan

oleh tokoh-tokoh pendidikan dengan bervariasi. Hal ini tergantung pada sudut

pandang dan tingkat pengetahuan masing-masing mereka serta tujuan belajar yang

mereka inginkan. Dalam bahasa arab belajar dikenal dengan يتعلم -ملتع (belajar),

sinonimnya adalah درس - يد رس yang juga mengandung arti yang sama.1

Selain itu belajar dalam Islam menurut Harun Nasution sebagaimana dikutip oleh

Ahmad Hanafi terkait dengan beberapa Istilah yaitu: Kata Nazara, dalam surat al

Ghasiyyah ayat 17: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia

diciptakan”, Kata Tadabbara dalam surat Muhammad ayat 24 “Maka apakah mereka

tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”, Kata Tafakkara,

dalam surat an Nahl ayat 68: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “buatlah

sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon- pohon kayu, dan ditempat-tempat yang dibikin

manusia”. Kata Faqiha, dalam surat at Taubah 122: “Tidak sepatutnya bagi orang-

orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari

tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam

pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya _____________

1 Ahmad Warsun Munawir, Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonesia, cet. IV, (Bandung: Pustaka Progressif, 1997), h. 966.

113

apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

Kata Tadzakkara, dalam surat an Nahl ayat 17; “Maka apakah (Allah) yang

menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa? Maka

mengapa kamu tidak mengambil pelajaran ”, Kata Fahima, dalam surat al Anbiya ayat

78 “Dan ingatlah kisah Daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan keputusan

mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan

kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu”.

Kata ،Aqala, dalam surat al Anfaal ayat 22: “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang

seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak

mengerti apa-apa-pun”.2

Pengertian lain menyebutkan bahwa belajar adalah kegiatan yang berproses dan

merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan bentuk dan

tingkat atau jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian

tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dilakukan siswa.3

Belajar dalam Islam juga diistilahkan dengan menuntut ilmu. Karena dengan

belajar, seseorang akan mendaptkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya,

ilmu yang diperoleh harus diaplikasikan sehingga memberikan perubahan dalam diri

baik kepribadian maupun perilakunya.

Untuk memperoleh suatu pengetahuan seseorang harus melalui proses belajar,

begitu juga dalam meningkatkan kemampuan memahami dan menganalisa

pengetahuan itu sendiri perlu kepada proses belajar. Selain itu belajar dapat

mengantarkan orang kepada martabat yang lebih tinggi, sebagai sosok yang lebih

dihormati dan disegani. Jadi belajar itu berarti proses untuk menperoleh pengetahuan

serta dapat memahami apa yang diperoleh tersebut dan dapat mewujudkannya dalam

pola tingkah laku sehingga seseorang dihormati dan ditinggikan posisinya dalam

lingkungan di mana ia hidup.4

Akal dan pengetahuan manusia yang dilalui dengan proses belajar sangat

berperan dalam hal mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan dalam hidup dan kehidupan _____________

2 Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 67. 3 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet. V, (Bandung: Remaja

Rosda Katya, 2000), h. 89. 4 Saiful Bahri, Rahasia Sukses Belajar, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. I.

114

manusia. Belajar untuk memperoleh pengetahuan akan mengantarkan manusia

menjadi hamba yang mensyukuri nikmat Allah dengan perbuatan baik yang pada

akhirnya akan meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. dengan ilmu pengetahuan

juga manusia dapat menganalisa lebih jauh tentang ciptaan Allah Swt. di alam ini

sebagai karunia-Nya yang tak terhingga hikmahnya.

Dengan demikian belajar dalam Islam merupakan proses mendapat ilmu

pengetahuan dan pengembangan akal manusia dalam memahami nilai-nilai

pendidikan dalam Islam sehingga akan tercipta manusia-manusia yang berhubungan

baik dengan Allah (hubungan vertikal) dan dengan sesamanya (hubungan horizontal)

baik dengan manusia atau makhluk lainnya.

Setiap ilmu yang ditranformasikan kepada seseorang harus berkaitan antara nilai-

nilai aqidah, ibadah dan akhlak dengan akal dan pengetahuan. Sehingga dalam setiap

prilaku manusia akan mencerminkan prilaku yang sesuai dengan tuntunan yang

berlaku dalam Islam.

Kemampuan yang dimiliki manusia menurut Westy Soemanto menyatakan bahwa

Sifat intelektual manusia yang membedakannya dari makhluk-makhluk lain, memilih

tiga kekuatan; akal, kemauan dan emosi. Akal adalah kekuatan untuk menyebutkan

semua hal dan ciri-cirinya, serta menemukan hubungan atas hal yang disebutkan.

Kemauan adalah kekuatan yang bertindak dengan cara tertentu. Emosi adalah

kekuatan untuk menginginkan hal-hal tertentu.5

Dapat dipastikan bahwa proses belajar adalah menselaraskan antara kekuatan

akal, kemauan dan emosi, sehingga relasi antara satu dengan lainnya dapat berjalan

seimbang. Keseimbangan aspek tersebut dalam setiap pribadi akan membawa

kebaikan dalam hidup dan kehidupan. Terlepas dari itu semua, apabila terdapat

kesenjangan antara aspek-aspek tersebut, maka akan terjadi ketidak adilan, ketidak

jujuran, kekacauan dan hancurnya moral yang pada akhirnya akan menjadi kehancuran

segala kehidupan di alam ini.

Jadi nilai-nilai aqidah, ibadah dan akhlak dalam Islam berperan dalam

menyeimbangan kekuatan akal, kemauan dan emosi. Dengan demikian nilai-nilai _____________

5 Wasty Soemanto, Dasar dan Teori Pendidikan Dunia, Cet. I, (Surabaya: Usaha Nasional, 1987), h. 36.

115

pendidikan tidak terlepas dari proses yang berhubungan dengan akal, kemauan dan

emosi.

Belajar dengan segala nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menurut Islam

harus mengacu kepada kehidupan akhirat kelak. Hal ini karena hidup di dunia ini

hanyalah sementara dan kehidupan di akhirat kelak adalah kehidupan yang

sebenarnya, firman Allah Swt.: Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda

gurau dan main-main. Dan sesungguhnya kehidupan akhirat itulah yang sebenarnya

kehidupan, kalau mereka mengetahui. (Q.S. Al-Ankabut: 64).

Ayat tersebut di atas menerangkan bahwa segala aktivitas manusia dipermukaan

bumi ini, dan segala situasi yang dialami manusia di bumi ini tidak berarti apa-apa bila

dibandingkan dengan kehidupan di akhirat kelak.

Belajar dengan segala faktor yang mendukungnya harus diarahkan untuk

menciptakan manusia agar mampu mengamalkan nilai-nilai aqidah, ibadah dan akhlak

serta nilai-nilai lainnya yang sesuai dengan tuntunan agama dalam setiap langkah

kehidupannya.

2. Potensi Manusia dan Pendidikan

Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan di dunia barat, dikatakan

bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme)

sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa pcrkembangan

seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya

dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang

ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi).

Dalam Islam, ada dua tujuan utama diciptannya manusia, sebagai khalifah dan

hamba yang mengabdi kepada Allah Swt.6 Allah menjadikan alam dan segala isinya

untuk keperluan dan kebutuhan manusia, ia diberi kebebasan untuk mengolah alam

sesuai dengan keperluan manusia sebagai peminpin di muka bumi. Karena manusia

mempunyai sifat-sifat kemanusiaan di samping sifat-sifat ketuhanan.7 Manusia juga

dibekali dengan sarana akal dan hati yang berperan mengolah potensi yang ada di

_____________

6 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. 1, ( Jakarta: Ciputat Press, 2000), h. 17.

7 Q.S. al-Mukminun: 115

116

dalam dirinya dengan tujuan memakmurkan bumi.8 Manusia juga diciptakan supaya

dapat mengabdi kepada Allah Swt., bahwa Dia tidak menjadikan jin dan manusia

kecuali hanya untuk mengabdi kepadanya.9

Manusia dibekali dengan kekuatan spiritual untuk mencapai tujuannya, kekuatan

spiritual ini juga yang menjadi alasan manusia diberi tanggung jawab memakmurkan

bumi. Kekuatan spiritual inilah yang dinamakan potensi. Potensi pada manusia adalah

sifat-sifat Tuhan seperti pengasih, penyayang, mengetahui sifat-sifat lainnya. Di

samping itu manusia juga memiliki kemampuan untuk berpikir, merasakan dan

melaksanakan sesuatu. Makanya manusia memiliki sifat- sifat ketuhanan.10

Secara umum manusia memiliki beberapa potensi, setidaknya menurut

Jalaluddin ada empat potensi yang dimiliki manusia yaitu potensi Hidayah al- Gharizah

yaitu potensi naluriah, Hidayah al-hisyiyah atau potensi inderawi, Hidayah al-Aqliyat

atau potensi akal dan Hidayah al-Diniyah atau potensi keagamaan.11

Pertama adalah potensi naluriah yang dimiliki manusia merupakan dorongan

primer yang berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup manusia. Di

antara dorongan-dorongan tersebut berupa keinginan untuk menjaga diri, seperti

minum, makan, adaptasi dengan lingkungan dan bentuk insting lainnya.

Kemudian dorongan yang kedua adalah dorongan mempertahankan diri, yaitu

bentuk dorongan yang berbentuk nafsu, marah, bertahan atau menghindarkan diri dari

gangguan yang mengancam dirinya baik sesama manusia atau dengan makhluk lainnya

seperti gangguan binatang buas dan lain-lain. Dorongan mempertahankan diri

berfungsi untuk memelihara manusia dari luar dirinya, realisasinya berupa karya

busana, senjata, tempat tinggal dan lain-lain.

Dorongan yang ketiga adalah dorongan untuk pengembangan jenis, dorongan ini

merupakan nilai naluri seksual. Ketika manusia mencapai umur dewasa dan

mempunyai rasa suka kepada lawan jenisnya. Dengan insting atau dorongan yang

timbul pada dirinya maka manusia bisa mengadakan hubungan biologis untuk

_____________

8 Q.S. al-Baqarah:30, Rum: 72 dan Hud: 61 9 Q.S. ar-Rahman: 21 10 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisis Psikologis dan Pendidikan,

Cct. III, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1995), h. 327, dan Q.S. 17:29,32:9. 11 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Cet. I, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2001), h. 32-33.

117

mengembangkan keturunan.

Kedua adalah potensi inderawi yaitu potensi yang mendorong manusia untuk

mengenal sesuatu di luar dirinya melalui alat indera yang dimilikinya. Manusia dapat

mengenal suara, cahaya, warna, rasa, bau, dan aroma maupun bentuk sesuatu. Jadi

indera berfungsi sebagai media yang menghubungkan manusia dengan dunia di luar

dirinya.

Potensi inderawi secara umum meliputi indera penglihatan, indera pendengaran,

penciuman, peraba, pendengar dan perasa. Namun di luar itu rnasih ada sejumlah alat

indera dalam tubuh manusia antara lain indera keseimbangan dan taktil. Potensi

tersebut difungsikan melaui pemanfaatan alat indera yang sudah siap pakai seperti

mata, telinga, hidung, kulit dan otak maupun fungsi syaraf.

Ketiga adalah potensi akal di mana akal pada manusia sangat berperan dalam

mengolah meningkatkan dirinya dari makhluk lain. Dengan adanya akal manusia dapat

mengetahui posisi dan eksistensinya sebagai khalifah di muka bumi.

Kemampuan yang dimiliki manusia (potensi intelektual) manusia dapat

membedakannya dari makhluk-makhluk lain. Manusia memiliki tiga kekuatan; akal,

kemauan dan emosi. Akal adalah kekuatan untuk menyebutkan semua hal dan ciri-

cirinya, serta menemukan hubungan antara hal tersebut. Kemauan adalah kekuatan

yang bertindak dengan cara tertentu, terarah dan terencana. Emosi adalah kekuatan

untuk menginginkan hal-hal tertentu.12

Sementara untuk mengembangkan potensi ini diperlukan proses pendidikan yang

berfungsi menselaraskan antara kekuatan akal, kemauan dan emosi, sehingga relasi

antara satu dengan lainnya dapat berjalan seimbang. Keseimbangan aspek tersebut

dalam setiap pribadi akan membawa kebaikan dalam hidup dan kehidupan. Terlepas

dari itu semua apabila terdapat kesenjangan antara aspek-aspek tersebut, maka akan

terjadi ketidak adilan, ketidak jujuran, kekacauan dan hancurnya moral yang pada

akhirya akan menjadi kehancuran segala kehidupan di alam ini.

Keempat adalah potensi agama, di mana pada jiwa manusia ada potensi

keagamaan, yaitu dorongan untuk mengabdikan diri pada sesuatu yang diyakini _____________

12 Wasty Soemanto, Dasar dan Teori Pendidikan Dunia, Cet. II, (Surabaya: Usaha Nasional, 1987) h. 36.

118

berkuasa atau maha kuasa dan memiliki kekuatan supranatural yang tidak dimiliki

manusia. Seperti orang Islam meyakini Allah maha kuasa, orang Kristen

membanggakan trinitasnya dan begitu juga dengan agama lain.

Dalam pendidikan Islam, potensi agama ini diarahkan pada pembentukan akhlak

mulia dan prilaku-prilaku yang baik. Sementara dalam muatan materinya diarahkan

pada nilai-nilai aqidah, ibadah dan akhlak. Dengan demikian nilai-nilai pendidikan tidak

terlepas dari proses yang berhubungan dengan akal, kemauan dan emosi.

Pendidikan dengan segala faktor yang mendukungnya harus diarahkan untuk

menciptakan manusia agar mampu mengamalkan nilai-nilai aqidah, ibadah dan akhlak

serta nilai-nilai lainnya yang sesuai dengan tuntunan agama dalam setiap langkah

kehidupannya.

3. Islam dan Konsep Belajar

Islam menurut Yusuf Qardhawi adalah aqidah yang berdasarkan ilmu

pengetahuan, bukan berdasarkan penyerahan diri secara membabi buta. Hal ini

tersirat dalam Firman Allah SWT, “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan kecuali

Allah. (Surat Muhammad: 19).

Belajar dalam Islam menempati posisi penting dalam sejarah turunnya al-Qu’an.

Ayat yang pertama turun telah memberikan isyarat pentingnya belajar, menimba ilmu

sebanyak-banyaknya. Beban wajib belajar terkait dengan posisi manusia sebagai

khalifah di bumi serta sebagai hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya. Khalifah

adalah pemimpin, raja, penguasa, maka sebagai peminpin manusia harus cerdas,

berpengetahuan dan lebih cerdas dari makhluk Allah lainnya sehingga manusia dapat

mengendalikan dirinya. Di samping itu dengan belajar manusia dapat mengelola alam

semesta, sumber daya alam yang disediakan Allah untuk kebutuhan manusia. Melalui

proses belajar juga manusia mengetahui posisinya sebagai hamba Allah, mengetahui

jati dirinya sebagai manusia dan mengakui kemahakuasaan Allah.

Dalil-dalil mengenai wajib belajar, baik dalam al-Qur’an maupun hadits banyak

sekali ditemukan, maka untuk memberikan pengertian tentang wajib belajar kita dapat

melihat satu per satu baik dalam al-Qur’an maupun hadits. Dal am al-Qur’an sendiri

119

ayat-ayat yang terkait dengan belajar atau pendidikan mencakup beberapa ayat dalam

berbagai surat. Di antaranya adalah ayat-ayat pendidikan dalam al-Qur’an seperti surat

al Baqarah: 31-33, 120, 1.32, 132-133 dan 204-205, surat ali Imran: 14,110,112, 159

dan 164, surat an-Nisa: 58-59 dan 135, surat al Maidah: 8 dan 15-16, surat at-Taubah:

105, hud: 9-10, surat an Nahl: 78, al-Isra’: 23-24 dan 70, surat al surat Muminun: 71,

surat an Nur: 21,32 dan 55, suarat al ahzab: 21, suart al jatsiyah: 23-24, ar-rahman: 1-4,

dan surat al Jumu’ah:2.13

Dari sekian banyak jumlah ayat al-Qur’an yang mensinyalir pentingnya belajar,

ada beberapa ayat yang dianggap paling penting untuk dijadikan dasar hukum wajib

belajar antara lain adalah:

1. Surat al ‘Alaq ayat 1-5

Artinya: “Bacalah dengan menyebut narna Tuhan mu yang menciptakan (1). Dia

menciptakan manusia dari segumpal darah (2), bacalah! dan Tuhan mu maha

mulia (3), Dia yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam (4),

mengajarkan manusia apayang tidak diketahuinya. (Q.S. al-‘Alaq: 1-5).

2. Surat al Mujadalah: 11

... ...

Artinya: ...Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu di aniara kamu

beberapa derajat... (Q.S. al-Mujadalah: 11)

_____________

13 M. Darwis Hude Dkk, Cakrawala llmu dalam Al Qur'an, Cet. II, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 427.

120

3. Q.S. ar-Rahman ayat 1-4

Artinya: (Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al-Qur’an. Dia

menciptakan manusia, mengajarkan pandai berbicara. (Q.S. ar-Rahman: 1-4).

Dari beberapa ayat di atas dapat dirangkum bahwa pengertian belajar dalam

Islam merupakan perintah yang mulia dan penting, maka dapat disederhanakan ke

dalam beberapa pengertian, yaitu:

1. belajar adalah perintah Allah untuk menuntut ilmu, dengan adanya pengetahuan

manusia bisa mengenal dirinya dan mengenal Allah maha pencipta.

2. belajar adalah perintah Allah yang berkaitan erat dengan kualitas amal yang

dilakukan seseorang, dengan bekal ilmu amal yang dilakukan seseorang lebih

mengarah dan sempurna.

3. belajar merupakan perintah Allah untuk mengenal diri, Alam dan segala isinya,

mengetahui perintah dan larangan Allah serta memahami hubungan antar

sesama manusia.

4. Belajar dalam Islam meliputi aspek-aspek konkrit dan abstrak.

5. diarahkan kepada dua aspek yang tidak dipisahkan yaitu kompotensi keimanan

dan intelektual.

6. memprioritaskan pembentukan akhlak daripada kecerdasan, dalam arti bahwa

kecerdasan tidak berarti apabila tidak diikuti dengan nilai keimanan.

7. belajar merupakan bentuk pengabdian yang holistik oleh seorang hamba kepada

tuhannya, semua kompetensi pengetahuan manusia dengan bidangnya masing-

masing pada hakikatnya menjadi media pendekatan diri kepada Allah.

8. belajar dalam Islam adalah belajar bagaimana menemukan hakikat dan substansi

sesuatu yang dikaitkan dengan kebesaran Allah.

Tujuan yang akan dicapai manusia baik dunia maupun akhirat hanya dapat

dicapai melalui pengetahuan. Sedangkan untuk mendapat pengetahuan harus melalui

121

proses belajar. Allah sangat memuliakan orang-orang yang berpengetahuan, sehingga

Allah menganjurkan beberapa orang dari setiap komunitas (bangsa) untuk pergi

menuntut ilmu (maupun agama).

C. Penutup

Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah: Petama: belajar merupakan

perintah substansial yang dibuktikan melalui dalil pertama turun yaitu surat al-Alaq 1-

5. kedua, manusia dalam pandangan Islam adalah mahkluk yang memiliki potensi

rohani. Untuk mengembangkan potensi rohani tersebut maka manusia haras belajar

untuk memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya sehingga potensi yang ada

dalam dirinya dapat direfleksikan dalam bentuk amal dan aktifitas. Ketiga, belajar

dalam Islam memiliki ciri khas di antaranya: (1) belajar untuk memperoleh

pengetahuan, (2) belajar untuk mengenal diri, Tuhan dan alam semesta. (3) belajar

dalam Islam bukan saja bersumber dari yang kongkrit saja akan tetapi juga bersumber

dari aspek abstrak. (4) belajar dalam Islam bersifat holistic. (5) belajar adalah

pengabdian (6) belajar adalah menemukan hakikat dan makna kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Jakarta: Bulan Bintang. 1990.

Ahmad Warson Munawir, Kanus Al-Munawwir, Arab-Indonesia, cet. IV, Bandung:

Pustaka Progress.1997.

Hasan Langgugung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisls Psikologis dan Pendidikan,

Cet. Ill, Jakarta: Al Husna Zikra, 1995.

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Cct. I, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2001.

M. Darwis Hude Dkk, Cakrawala Ilmu Dalam Al-Qur’an, Cet. II, Jakarta: Pustaka Firdaus,

2002.

Mudjahid Adi Manaf, Sejarah Agama-agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet. V, Bandung:

Remaja Rosda Karya, 2000.

Nurcholis Madjid, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan, Cet. II, Bandung: Mizan,

122

1988.

Saiful Bahri, Rahasia Sakses Belajar, Cet. I, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta: Ciputat Press, 2000.

Wasty Soemanto, Dasar dan Teori Pendidikan Dunia, Cet. I, Surabaya: Usaha Nasional,

1987.