konsep pendidikan karakter perspektif k.h. ahmad...
TRANSCRIPT
i
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
PERSPEKTIF
K.H. AHMAD DAHLAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
AISYAH KRESNANINGTYAS
NIM: 111-12-196
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
(QS. Ar Ra’du:11)
Katakan pada diri sendiri tuk “tidak menyerah” untuk selalu melakukan perbaikan
(Penulis)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Bapakku, Sunarto yang sudah memberikan kasih sayang, doa-doa terbaik
teruntuk putra-putrinya, dan motivasi, baik dari segi materil atau non
materil sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan, serta doa teruntuk ibuk
kami Nining Setyowati yang sudah berada di pangkuan-Nya semoga Allah
menempatkan engkau di Raudotan min Riyadil Jinan, Amin…
Mas-mas ku tercinta, Ahmad Dwi Arianto & Ahmad Khoironi Arianto
yang selalu memberikan perhatian baik dari segi materil atau non materil
serta kebersamaan terhangat dalam keluarga,” maternuwun mas sampun
sabar kaleh isah anis”.
Saudara-saudara perempuan dikeluarga kami teteh kesayangan Anisy
Syahida yang selalu ikhlas menjadi ibu dan mbak buat kami, my twiin
Aisyah Khoirun Nisa’ yang menjadi pendengar terbaik ketika mbak nya
ini butuh nasehat dan saran, serta keponakan manis kami Annisa Istifianza
Bihurinin Arianto” selalu jadi kebanggaan abi umi ya nduk”
Dosen pembimbing skripsi Bapak Achmad Maimun, M.Ag yang
senantiasa membimbing dan mendidik penulis dengan penuh keikhlasan
dan kesabaran.
Sahabat-sahabat seperjuangan Primagama Cendana Jogjakarta, Maisaroh
Choirotunnisa yang cantik, Rizaty Rosyada, Dwi Agustina yang selalu
menjadi alarem terbaik “ayo ais, skripsinya gimana? Udah bulan apa ini”
serta menjadi motifator independen yang tak pernah lelah mengingatkan,
viii
mengoreksi dan memberikan masukan dan mendorong penulis untuk
menyelesaikan karya sederhana ini.
Teman seperjuangan skripsi Siti Mujayanah yang selalu memberi motivasi
kepada penulis. “maternuwun yo nda”.
Teman karib yang selalu ada dan motivator selama di Salatiga mbak Ima,
dek Ika, Endang, mbak Atik, Dita , mbak Cinta, Fajri, Wisnu, mbak Fitri,
dek Hade, Fia, Lia. “maternuwun ya kesayangan”.
Keluarga besar cabang & komisariat Himpunan Mahasiswa Islam Salatiga
yang memberikan warna dalam berproses selama ini.
Keluarga besar LAZIS JATENG Salatiga yang memberikan penulis ruang
dan waktu dalam proses belajar mengajar selama ini.
Santri-santri kesayangan TPQ Nurul Fikri yang selalu menjadi obat
mujarab penulis ketika lelah. “semoga kalian menjadi putra-putri masa
depan yang sholeh & sholehah ya dek” amin….
Teman-teman PPL, KKL, dan KKN yang berjuang bersama dalam suka
dan duka untuk menyelesaikan tugas Negara.
Teman-teman seperjuangan di kampus IAIN
Almamaterku tercinta IAIN Salatiga.
ix
KATA PENGANTAR
بسم هللا الّرحمن الّرحيم
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah
‘Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh
dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi
cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW).
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Ruhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pedidikan Agama Islam.
4. Bapak Achmad Maimun, M.Ag selaku pembimbing yang telah
membimbing dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Alm.Joko Sutopo, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan mengarahkan sejak awal semester hingga akhir hayat
beliau dengan penuh keikhlasan.
6. Bapak Sutrisna, S.Ag., M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik.
x
7. Bapak/ ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN Salatiga yang telah
memberikan pelayanan kepada penulis.
8. Bapakku dan seluruh keluargaku yang telah mendo’akan dan membantuku
dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu kelancaran penulisan skripsi ini.
Atas jasa-jasa dan kebaikan beliau di atas, penulis berdo’a semoga
Allah SWT menerima amalnya dan memberikan balasan yang lebih baik.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, semua itu karena keterbatasan penulis. Tiada kalimat
yang pantas penulis ucapkan kecuali kalimat Al-Hamdulillahi Robbil ‘Alamiin.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.
Salatiga,14 September 2016
Penulis
Aisyah Kresnaningtyas
NIM: 111-12-196
xi
ABSTRAK
Kresnaningtyas, Aisyah. 2016. Konsep Pendidikan Karakter Prespektif K.H.
Ahmad Dahlan. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Achmad
Maemun M.Ag.
Kata kunci: K.H. Ahmad Dahlan, Pendidikan Karakter.
Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah konsep K.H. Ahmad Dahlan tentang pendidikan karakter; (2)
Bagaimana relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas dengan
Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Sumber data primer adalah falsafah ajaran K.H. Ahmad Dahlan,
sumber sekundernya adalah buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan
dengan penelitian. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Metode Analisis Isi (Content Analysis).
Temuan penulis berkaitan dengan pertanyaan yang ada bahwa Pendidikan
karakter K.H. Ahmad Dahlan terdapat pada tujuh falsafah dan pesan-pesan
beliau,yang di dalamnya mengajarkan supaya menjadi manusia yang visioner
mampu untuk berfikir kedepan yaitu supaya dapat bahagia dunia dan akherat.
Relevansi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan Dengan Unsur-Unsur
Pendidikan Karakter Kemendiknas Di antaranya yaitu, nilai karakter religius,
jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggungjawab. Adapun
pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan dapat mendukung pendidikan karakter
Kemendiknas sehingga mampu menciptakan pendidikan karakter yang efektif.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................... i
LEMBAR BERLOGO...................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………… v
MOTTO............................................................................................. vi
PERSEMBAHAN.............................................................................. vii
KATA PENGANTAR ...................................................................... ix
ABSTRAK......................................................................................... xi
DAFTAR ISI...................................................................................... xii
DAFTAR TABEL………………………………………………….. xiv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1
A.Latar Belakang…………….……………………………………. 1
B.RumusanMasalah………………………………………………… 6
C.Tujuan Penelitian………………………………………................ 6
D.Kegunaan Penelitian……………………………………………… 6
E.Penegasan Istilah………...……………………………………….. 7
F.Metode Penelitian……..…………..……………………………… 8
G.Telaah Pustaka...…………………………………………………. 11
xiii
H.Sistematika Penulisan Skripsi.…………………………………… 12
BAB II BIOGRAFI K.H. AHMAD DAHLAN …….……………. 15
A. Riwayat Hidup K.H.Ahmad Dahlan ……………………….. 15
B. Latar Belakang Pendidikan…………………………………. 19
C. Peran K.H. Ahmad Dahlan………….………………………. 27
D. Usaha dan Jasa K.H AhmadDahlan……............................. 33
E. Cita-Cita K.H. Ahmad Dahlan……………………………… 36
F. Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan …………………………… 38
G. K.H. Ahmad Dahlan Politik dan Nasionalisme..................... 40
BAB III PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER………… 42
A. Pengertian Karakter………………………………..………... 42
B. Pengertian Pendidikan Karakter……………………………. 43
C. Tujuan Pendidikan Karakter…………………………........... 45
D. Dasar Hukum Pendidikan Karakter…………………..……. 47
E. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter…………………......……. 48
BAB IV PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF K.H.
AHMAD DAHLAN ……………………………………………….
53
A. Pendidikan Menurut K.H. Ahmad Dahlan…...……............. 53
B. Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan……………….... 63
1. Konsep Karakter………………………………………. 63
xiv
2. Konsep Pendidikan Karakter……………………………. 65
3. Materi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan…...... 70
4. Karakter Ilmu Menurut K.H. Ahmad Dahlan …...……... 74
5. Metode Pendidikan Karakter……………………………. 77
C. Pendidikan Karakter Dalam Tujuh Falsafah dan pesan-pesan
K.H. Ahmad Dahlan…………………………………………
80
D. Relevansi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan
Dengan Unsur-Unsur Karakter KEMENDIKNAS…………
91
BAB V PENUTUP………………………...……………………… 104
A. Kesimpulan………………………………………………… 104
B. Saran………………………………………………………. 106
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 108
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………….. 110
xv
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1
Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa
50
Tabel
3.2
Nilai-Nilai yang Merupakan Nilai turunan dari Nilai-Nilai Inti 51
DAFTAR GAMBAR
Gambar
3.1
Nilai-Nilai Inti (Core Values) yang Dikembangkan dalam
Pendidikan Karakter Indonesia
52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia yang diciptakan oleh
Allah. Berawal dari konsep tentang kejadian manusia yang dimulaikan dari
sejarah awal kejadiannya sebagai makhluk Allah SWT yang mempunyai
potensi dasar dibekali potensi akal dan ilmu, disamping untuk menjalankan
misi untuk mengabdi sebagai khalifah Allah di bumi ini. Supaya dapat
menjalankan amanat dan tanggung jawab tersebut diperlukan adanya tuntunan
dan bimbingan melalui pendidikan.
Pendidikan dapat menjadi tolok ukur bagi kemajuan dan kualitas suatu
bangsa, sehingga dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu negara dapat dicapai
salah satunya dengan pembaharuan dan penataan pendidikan yang baik. Jadi
pendidikan mempunyai peran penting dalam menciptakan masyarakat yang
cerdas, pandai, berilmu pengetahuan yang luas, berjiwa demokratis serta
berakhlaqul karimah.
Pendidikan adalah usaha secara sadar dan terrencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran secara aktif untuk
mengemban potensi diri memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlaq mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU RI No. 20,
2003: 72).
2
Melalui proses pendidikan, setiap warga negara Indonesia dibina untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
akhlaq mulia dalam kepribadiannya. Untuk meningkatkan salah satu tujuan
pendidikan nasional yang mempunyai peran penting dalam pembentukan
manusia yang berkarakter yaitu melalui pendidikan.
Persoalan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam dalam
masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan yang tertuang
dalam berbagai tulisan baik dimedia cetak maupun media elektronik. Selain
itu para ahli, pemuka masyarakat dan pengamat pendidikan juga
membicarakan persoalan karakter bangsa belakangan ini sudah mulai luntur
pada generasi penerus bangsa, berbagai forum seminar, baik lokal, nasional
maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat sekarang ini
seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian antar
pelajar, dan sebagainya yang menjadi pembahasan hangat di media massa, dan
diberbagai kesempatan.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasiatau
mengurangi masalah karakter bangsa yang dirasa semakin menurun ini adalah
dengan pendidikan, yaitu dengan pembiasaan menanamkan nilai-nilai agama
dan moral sejak dini. Melalui hal-hal tersebut diharapkan dapat
mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek
kehidupan dan dapat mengurangi penyebab masalah karakter bangsa yang
semakin menurun.
3
Pendidikan karakter merupakan salah satu dimensi pendidikan yang
memiliki pengaruh terhadap anak didik. Dunia pendidikan dalam beberapa
aspeknya tidak lepas dari pendidikan karakter, hal ini disebabkan karakter
merupakan dasar sikap dan kepribadian setiap manusia. Upaya pembentukan
pendidikan karakter yang sesuai dengan bangsa ini tidak hanya teori-teori
yang disampaikan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar
saja, akan tetapi melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
halnya jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung jawab, dan
lain sebagainya. Pembiasan tersebut perlu dikembangkan yang pada akhirnya
akan menjadi cerminan hidup bangsa Indonesia.
Karakter anak akan terbentuk dan tertanam hingga dewasa yang
mencerminkan kepribadian seseorang. Hal ini akan terwujud melalui
pembiasaan-pembiasaan yang distimulasi mulai sejak usia dini. Apabila
pembiasaan yang diberikan adalah pembiasaan yang baik maka akan
menghasilkan karakter yang baik demikian pula sebaliknya. Penanaman nilai-
nilai agama dan moral yang baik akan lebih efektif diberikan kepada anak
sejak usia dini, karena perkembangan anak berlangsung secara
berkesinambungan yang berarti bahwa tingkat perkembangan yang dicapai
pada suatu tahap diharapkan meningkat baik secara kuantitatif maupun
kualitatif pada tahap-tahap selanjutnya.
Pendidikan karakter tidak terlepas dengan pendidikan moral yang
sebenarnya bukan gagasan baru lagi tetapi merupakan gagasan lama dengan
pendidikan itu sendiri, yang pada hakikatnya sebuah pendidikan secara garis
4
besar mempunyai dua tujuan utama yaitu, untuk membantu anak-anak
menjadi pintar dan baik. Sejak zaman plato masyarakat yang bijak telah
menjadikan pendidikan moral sebagai tujuan pendidikan. Mereka
memberikan pendidikan karakter yang disatukan dengan pendidikan
intelektual, kesusilaan dan literasi, serta budi pekerti dan pengetahuan.
Mereka mencoba membentuk masyarakat yang menggunakan kecerdasan
untuk kemaslahatan orang lain dan diri mereka, dan untuk pembangunan
dunia yang lebih baik.
Pendidikan dan karakter sangat erat sekali hubungannya karena
keduanya saling berkaitan. Pendidikan harus memiliki karakter di dalamnya.
Akan tetapi saat ini hubungan antara pendidikan dengan karakter tidak saling
berkaitan disebabkan adanya stigma yang lebih mengutamakan hasil dari
pada proses yang harus dilewati menuju pendidikan yang bersinergi.
Dalam rangka menuju cita-cita pendidikan yang berkarakter, penulis
mencoba mengurai pemikiran yang pernah ditawarkan oleh tokoh
pembaharuan, K.H. Ahmad Dahlan, hal ini dimaksudkan untuk mencoba
mencari solusi terhadap problematika pendidikan di Indonesia saat ini.
K.H. Ahmad Dahlan merupakan tipe man of action sehingga sudah
pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha. Oleh sebab
itu untuk menelusuri bagaimana konsep pendidikan karakter Ahmad Dahlan
mestinya lebih banyak merujuk pada bagaimana ia membangun sistem
pendidikan. Dengan usaha beliau di bidang pendidikan, Ahmad Dahlan dapat
dikatakan sebagai suatu model dari bangkitnya sebuah generasi untuk
5
menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi Islam yaitu, ketertinggalan
umat Islam di bidang pendidikan. K.H. Ahmad Dahlan senantiasa
memikirkan anak-anak generasi dimasa yang akan datang supaya selalu dapat
menjadi generasi Islam yang memiliki nilai juang yang tinggi terhadap Islam.
Untuk itu di tengah-tengah sakitnya yang semakin parah diawal tahun 1923,
K.H. Ahmad Dahlan memberikan beberapa nasehat dan wasiat. Dalam
nasehat dan wasiat tersebut terdapat pembahasan mengenai pendidikan
karakter yang sudah mulai mengalami kemerosotan, nasehat dan wasiat itu
ialah sebagai berikut, kemunduran umat sebagian besar pemeluk islam sudah
terlalu jauh meninggalkan ajaran Islam yang membuat Islam mengalami
kemunduran. Kemunduran Islam tersebut disebabkan kemerosotan akhlak
sehingga mengalami penuh ketakutan seperti kambing dan tidak memilki
keberanian seperti harimau. Melihat keadaan yang demikian K.H. Ahmad
Dahlan pun berwasiat, “karena itu aku terus memperbanyak amal dan
berjuang bersama anak-anakku sekalian untuk menegakkan akhlak dan moral
yang sudah mulai bengkok” (Abdul Munir Mulkhan, 1990:95).
Sesuai dengan uraian di atas atas maka penulis tertarik untuk meneliti
“Konsep Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan”.
6
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep K.H. Ahmad Dahlan mengenai pendidikan karakter?
2. Bagaimana Relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas dengan
Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Karakter Perspektif
K.H.Ahmad Dahlan” bertujuan:
1. Untuk mengetahui Konsep Pendidikan Karakter Perspektif K.H.Ahmad
Dahlan.
2. Untuk mengetahui Relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas
dengan Nilai Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan ?
D. Kegunaan Penelitian
1. Memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan.
2. Untuk memberikan pemahaman konsep pendidikan karakter perspektif
K.H. Ahmad Dahlan kepada seluruh masyarakat sebagaimana yang
diharapkan K.H. Ahmad Dahlan maupun oleh Agama, khususnya agama
Islam.
3. Dapat menambah wawasan bagi peneliti khususnya mengenai konsep
pendidikan karakter perspektif K.H. Ahmad Dahlan.
7
E. Penegasan Istilah
Sebelum penulis membahas lebih lanjut yang menjadi inti
permasalahan dan untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka perlu
penulis jelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan judul di atas yaitu
Konsep Pendidikan karakter.
Concept berarti konsep, buram, bagan, dan rencana (M. cchols dan
Shadily, 1976: 135).Konsep adalah ide abstrak dari peristiwa konkret yang
dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau pengolongan yang
pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata
(KBBI, 2007:588).
Pendidikan adalah usaha manusia untuk mengembangkan dan
mengarahkan fitrahnya agar dapat berkembang sampai titik optimal untuk
menciptakan tujuan yang dicita-citakan (Arifin, 1998: 12). Secara
etimologis (bahasa), menurut Heri Gunawan, karakter berasal dari bahasa
latin kharakter, kharassein, dan kharax. Dalam bahasa Yunani, character
berasal dari kata charassein, yang berarti membuat tajam atau membuat
dalam. Kamus Besar bahasa Indonesia menyebutkan karakter adalah sifat-
sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan orang lain. atau bermakna bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
8
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari
penelitian, yaitu: jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data,
dan analisis data.
1. Jenis penelitian
Penelitian yang dipakai termasuk penelitian literature yang
berfokus pada referensi buku dan sumber-sumber yang
relevan.Penelitian literature lebih terfokus kepada studi
kepustakaan.(Amirin, 1995:135).
2. Sumber Data
Penelitian ini (berjenis penelitian) literature (kepustakaan),
sehingga penelitian ini menggunakan kajian terhadap buku-buku yang
ada kaitannya dengan judul skripsi ini, yaitu buku-buku yang
membahas pemikiran KH. Ahmad Dahlan. Dengan judul diantaranya.
a. KH. Ahmad Dahlan Sang Pencerah, pendidik dan pendiri
Muhammadiyah.
b. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Drs. H. Musthofa
Kamal Pasha, B.Ed, Drs. H. Ahmad Adaby Darban, SU,
2005).
c. Majalah yang terkait dengan topik pembahasan: Majalah
Suara Muhammadiyah.
Di dalam buku-buku tersebut memuat tentang sejarah berdirinya
persyarikatan Muhammadiyah, pemikirannya tentang pendidikan,
9
K.H. Ahmad Dahlan dengan perjuangannya dan masih bayak
pembahasan yang lainnya.Dari buku yang diambil sebelumnya,
penulis juga menggunakan buku-buku yang berkaitan tentang
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan.
Selain itu juga masih banyak sumber-sumber yang berkaitan
tentang K.H. Ahmad Dahlan, salah satunya buku milik Drs. H. M.
Zulfa, M. Ag.Beliau mengatakan bahwa pada zaman tersebut Ahmad
Dahlan bertujuan memberantas TBC atau yang lebih dikenal dengan
tahayul, bid’ah, dan khufarat. Dalam pendidikan menciptakan
pembaharuan diantaranya pendidikan disatukan dengan pendidikan
tradisional dengan pendidikan umum dan moderen. Dalam
pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan memaparkan bahwa pendidikan
diupayakan supaya di ruang kelas terdapat meja,kursi, papan tulis dan
keperluan pembelajaran yang lainnya, sehingga akan menjadi metode
pembelajaran yang lebih efisien. Dalam pendidikan sekolah beliau
juga memberikan pelajaran umum.
3. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian dicari dengan pendekatan library research
yaitu suatu penelitian kepustakaan murni.Dengan demikian
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data
dengan cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
10
catatan, transkip, buku, majalah dan benda-benda tulis lainnya.
(Arikunto,2010:202).
Dimana data-data atau variabel-variabel tersebut berupa karya-
karya mengenai beliau baik tentang sejarah kehidupannya, kebiasaan-
kebiasaan kesehariannya ataupun pemikirannya. Untuk itu penulis
menggunakan metode dokumentasi melalui mengumpulkan tulisan-
tulisan sahabat dan murid K.H. Ahmad Dahlan serta karya-karya
monumental beliau yang berupa sekolah-sekolah, panti asuhan, rumah
sakit dan amal usaha Muhammadiyah untuk menambah validitas data
yang telah diperoleh. Studi dokumen ini dilakukan terhadap sumber-
sumber primer maupun sekunder.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penulisan
skripsi ini adalah:
a. Deduktif
Metode deduktif adalah metode berfikir yang berangkat dari
pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik tolak dari
pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai sesuatu kejadian
yang khusus.(Hadi, 1981:42). Metode ini digunakan untuk
menjelaskan pemikiran tentang pendidikan karakter perspektif
K.H. Ahmad Dahlan.
11
b. Induktif
Metode induktif adalah metode berfikir yang berangkat
dari fakta-fakta peristiwa khusus yang bersifat umum (Hadi,
1981:42). Metode ini digunakan untuk membahas beberapa
konsep pemikiran pendidikan karakter perspektif KH. Ahmad
Dahlan guna ditarik kesimpulan dalam dunia pendidikan
nasional dewasa kini.
G. Telaah Pustaka
K.H. Ahmad Dahlan merupakan seorang pendiri
Muhammadiyah.Kepemimpinannya itu sangat penting didalam tubuh
Muhammadiyah tidak hanya beliau sosok yang dikenal aktif dalam
menggulirkan gagasannya tentang gerakan pendidikan maupun dakwah
sekaligus entrepreneur yang cukup sukses.Di ranah pendidikan sosok K.H.
Ahmad Dahlan sangat tergerak untuk melakukan aktifitas yang
menerapkan pendidikan dengan metode barat. System yang dibangun
pendidikan yang berorientasi pada pendidikan modern dengan
menggunakan system yang klasikal. Dengan system tersebut dalam
pendidikan mendapatkan gagasan pembaharuan guna menambah wacana
pendidikan berkemajuan.
Adapun buku-buku yang telah terbit yang membahas mengenai
beliau diantaranya adalah:
12
1. Ditulis oleh Abdul Munir Mulkham, dengan judul “Pemikiran K.H.
Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan
Sosial”, Diterbitkan oleh Bumi Aksara pada tahun 1990 di Jakarta.
2. Ditulis oleh Abdul Munir Mulkhan, dengan judul “Jejak Pembaharuan
Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan”, Diterbitkan oleh PT
Kompas Media Nusantara pada tahun 2010.
3. Ditulis oleh Muttaqin, dengan judul “Pencerahan Pendidikan Agama
Islam di Indonesia dan Aktualisasinya (telaah sosiokultural perjuangan
K.H. Ahamd Dahlan)” Diterbitkan di STAIN pada tahun 2014 di
Salatiga.
4. Ditulis oleh Deni Al Asy’ari, dengan judul “Pemberontakan Kaum
Muda Muhammadiyah”, Diterbitkan oleh Resist Book pada tahun
2005 di Yogyakarta.
5. Ditulis oleh Robert W. Hefner, Sukindi Mulyadi dan Abdul Munir
Mulkhan dengan judul “Api Pembaharuan Kiai Ahmad Dahlan”,
Diterbitkan oleh PT Multi Pressido pada tahun 2008 di Yogyakarta.
Dari beberapa sumber tulisan tersebut, sejauh pengamatan penulis
masih ada yang perlu untuk dilengkapi kembali yang membahas
mengenai Pendidikan Karakter menurut pemikiran beliau. Harapan
penulis pemikiran yang akan disampaikan ini dapat melengkapi
informasi sebelumnya dan menambah wacana khasanah keilmuan.
13
H. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun skripsi ini secara menyeluruh terdapat lima bab
untuk membahas Konsep Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan.
Sistematika penulis disusun sebagai berikut:
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan manfaat penelitian
D. Definisi Operasional
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan
BAB II: BIOGRAFI K.H. AHMAD DAHLAN
A. Riwayat hidup K.H. Ahmad Dahlan
B. Latar belakang pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
C. Peran K.H. Ahmad Dahlan
D. Usaha dan Jasa K.H. Ahmad Dahlan
E. Cita-cita K.H. Ahmad Dahlan
F. Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan
G. K.H. Ahmad Dahlan Politik dan Nasionalisme
14
BAB III: TEORI PENDIDIKAN KARAKTER
A. Pengertian karakter
B. Pengertian pendidikan karakter
C. Tujuan pendidikan karakter
D. Dasar hukum pendidikan karakter
E. Nilai-nilai pendidikan karakter
BAB IV: PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas konsep pendidikan karakter perspektif K.H.
Ahmad Dahlan dan Relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas dengan
Pendidikan Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan. Dalam konsep pendidikan
karakter K.H. Ahmad Dahlan berupaya menanamkan karakter kepada peserta
didiknya.Diantaranya melalui pendidikan akhlaq, salah satu usaha supaya dapat
menumbuhkan karakter yang baik yang sesuai Al-Qur’an dan As-
sunnah.Selanjutnya pendidikan individu, pendidikan yang menggabungkan antara
akal dan pikiran, kenyakinan dan intelektual serta kebahagiaan dunia dan
akherat.Dan yang terakhir yakni pendidikan kemasyarakatan, yaitu pendidikan
yang menggabungkan antara pendidikan individu dengan pendidikan
bermasyarakat.
Relevansi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan Dengan Unsur-Unsur
Pendidikan Karakter Kemendiknas Diantaranya yaitu, nilai karakter religius, jujur,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
15
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggungjawab. Adapun
pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan dapat mendukung pendidikan karakter
Kemendiknas sehingga mampu menciptakan pendidikan karakter yang efektif.
BAB V: PENUTUP
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan, saran-saran dan penutup.
16
BAB II
BIOGRAFI AHMAD DAHLAN
A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan lahir di kampung Kauman Yogyakarta pada
tanggal 1 Agustus 1986 M atau 1285 H dengan nama Muhammad Darwis.
K.H. Ahmad Dahlan merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara dari
seorang ayah bernama Kyai Haji Sulaiman yang menjabat khatib masjid
besar Mataram Yogyakarta (Sucipto, 2010: 49) .Ibunya bernama Siti
Aminah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu di
kalsutanan Yogyakarta.
Menurut silsilah garis keturunan, Muhammad Darwis termasuk
keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang
terkemuka diantara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di
Jawa. Jika dirunut silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim,
Maulana Ishak, Maulana Ainun Jakin, Maulana Fadhulloh (Sunan Prapen),
Maulana Sulaiman (Ki Ageng Gribig), Demang Djurang Djuru Sepisan,
Demang Djurang Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadlo, KH
Muhammad Sulaiman, K.H. Abu Bakar dan Muhammad Darwis (K.H.
Ahmad Dahlan) Depot Pengajaran Muhammadiyah (1968:5). Beliau
tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan nuansa religius yang tinggi,
yaitu masyarakat kauman. Kyai Haji Abu Bakar memberi nama puteranya
itu Muhammad Darwis. Putera yang dilahirkan termasuk keturunan ke-12
dari Maulana Malik Ibrahim. Ibu Muhammad Darwis yang terkenal
17
dengan sebutan Nyai Abu Bakar, merupakan putri kyai Haji Ibrahim bin
kyai Haji Hasan dengan nama Siti Aminah. Kyai Haji Ibrahim sendiri
menjabat penghulu keratin sehingga dengan demikian jelas bahwa
Muhammad Darwis dari segi ayah dan ibu dilahirkan dan hidup dalam
keluarga muslim yang taat.
Kampung Kauman terletak di jantung kota Yogyakarta, tepatnya
disebelah barat alun-alun utara keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada
awal mulanya kampung Kauman dihuni oleh para ulama yang bertugas
memakmurkan masjid Gede Keraton Yogyakarta sebagai khatib, imam,
mu’adzin, serta kyai penghulu atau Qadli keraton dengan staff dan
pegawainya (Utomo, 2011: 66). Jumlah khatib ada dua belas orang dan
seorang diantaranya adalah kiai Haji Abu Bakar dengan gelar Khatib
Amin.Setelah Kyai Haji Abu Bakar wafat maka jabatan khatib beralih
kepada puteranya, K.H. Ahmad Dahlan.Para kyai dan ulama’ penduduk
Kauman itu kemudian saling berbesanan dan anak serta cucu-cucu mereka
itulah yang akhirnya merupakan penghuni kampung Kauman.
Sewaktu kecil, Muhammad Darwis bergaul akrab dengan kawan-
kawan tetangganya.Beliau dikenal sebagai anak yang rajin, jujur, dan suka
menolong, serta mempunyai kelebihan yaitu pandai membuat kerajinan
tangan dan membuat barang-barang permainan.Oleh sebab itu tidak
mengherankan bila Muhammad Darwis disayangi oleh teman-teman
sepermainan dan sekampungnya (Kemuhammadiyahan, 2010: 26).
18
Di usia remaja ia juga sudah menunjukkan sikap dan berbagai
keunggulan dibanding teman-teman sebayanya. Terutama dalam
kecermatan dan kehati-hatiannya dalam menghadapi persoalan, saat
mengambil keputusan dan bertindak.Kemampuan akal pikirannya
dikembangkan secara maksimal, sehingga kecerdasan kedinamisan serta
kreatifitas Dahlan kecil sudah Nampak.
Pada usianya yang masih belia umur 15 tahun, beliau memutuskan
untuk pergi haji dan tinggal di Mekkah.Keberangkatannya itu tidak lepas
dari peran kakak iparnya bernama Kyai Haji Soleh, seorang kyai yang juga
saudagar kaya.Di mana beliaulah yang membiayai segala keperluan
Dahlan, agar bisa berangkat ke tanah suci. Di sanalah awal mula terjadinya
pergolakan K.H. Ahmad Dahlan dengan pemikiran-pemikiran K.H.
Ahmad Dahlan dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam,
seperti Muhammad Abduh, Al-Afgani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah
(Winda, 2009: 15). Pada tahun 1888 beliau kembali ke Indonesia dan
mengganti nama menjadi Ahmad Dahlan yang diambil dari nama seorang
mufti yang terkena l dari Mazhab Syafi’I di Makkah yaitu Ahmad bin
Zainal Dahlan. Beliau pun membantu ayahnya mengajar pengajian anak-
anak. Keadaan ini telah menyebabkan pengaruh Ahmad Dahlan semakin
luas di Masyarakat sehingga ia diberi gelar “Kyai”. Sebagai seorang kyai,
ia dikategorikan sebagai ulama atau intelektual. Namun tidak berselang
lama, tepatnya pada tahun 1903 ia kembali lagi ke Makkah dan menetap
disana selama 2 tahun (Winda, 2009: 15). Pada masa ini, ia sempat
19
berguru pada Syekh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH
Hasyim Asy’ari.
Sepulang dari Makkah pada tahun 1889 M, saat itu berusia 24 tahun,
ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri. Anak Kyai penghulu
Haji Fadhil yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
pendiri Aisyiyah (Sucipto, 2010: 52). Dari perkawinannya dengan Siti
Walidah, K.H. Ahmad Dahlan mendapatkan enam orang anak yaitu:
Johannah (lahir 1890), Siraj Dahlan (lahir 1898), Siraj Busyro (lahir
1903), Irfan Dahlan dan Siti Aisyah (lahir kembar, tahun 1905) dan Siti
Zuharoh (lahir 1908) (Sucipto, 2010: 52).
Pada tahun 1869 M ayah dari K.H. Ahmad Dahlan (KH.Abu Bakar)
meninggal dunia. Jenazah KH. Abu Bakar mendapat penghormatan yang
besar dari masyarakat dan para bangsawan keraton Yogyakarta.Setelah
dishalatkan di Masjid Gede Kauman, jenazahnya dimakamkan di
pemakaman umum Nitikan, satu makam dengan ayahnya, KH. Sulaiman
(Wibowo 2011: 91). Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di Keraton
Yogyakarta, sebagai anak laki-laki yang paling besar, Ahmad Dahlan
diangkat sebagai Ketib Amin menggantikan ayahnya.
Semasa hidupnya, K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang khatib atau
lebih dikenal dengan sebutan “ketib”(juru khutbah) di masjid kesultanan
Yogyakarta menggantikan ayahnya. Masa itu Masjid Kasultanan
Yogyakarta mempunyai 12 orang ketib (khatib, pemberi khutbah jum’at)
masjid besar Yogyakarta, seorang diantaranya adalah K.H. Ahmad Dahlan
20
yang terkenal dengan sebutan “ketib amin”. Sebagai seorang khatib, setiap
bulannya beliau mendapatkan gaji sebesar 7 (tujuh) golden (rupiah jaman
Belanda) (Anshory, 2010: 49).Di samping sebagai khatib beliau juga
menerima pekerjaan membuat batik, juga berdagang batik, bahkan beliau
berdagang sampai ke Jawa Timur dan Jawa Barat.
Bertepatan pada hari jum’at malam sabtu, tanggal 7 Rajab tahun
1334 H, bertepatan pada tanggal 23 Februari 1923 M di Yogyakarta
menjelang tengah malam, Allah Swt. Memanggil hamba yang tidak pernah
lelah mengabdi kepada-Nya itu. K.H. Ahmad Dahlan menghembuskan
nafas yang terakhir dikamar tidurnya. (Wibowo, 2011: 183). K.H. Ahmad
Dahlan wafat pada usia 54 tahun. Tanggal 27 Desember 1961 Pemerintah
Republik Indonesia berdasarkan SK Presiden RI NO.657/1961
mengangkat K.H. Ahmad Dahlan sebagai pahlawan kebangkitan Nasional
(Winda, 2009: 15).
B. Latar Belakang Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
1. Pendidikan Masa Kecil K.H. Ahmad Dahlan
Semasa kecil Ahmad Dahlan tidak pergi kesekolah.Hal ini karena
sikap orang-orang Islam pada waktu itu melarang anak-anaaknya
memasuki sekolah Gubernemen.sebagai gantinya Ahmad Dahlan memulai
pendidikannya pada masa kanak-kanak dibimbing langsung oleh kedua
orang tuanya yaitu ayahnya yang bernama K.H Abu Bakar dan ibunya Siti
Aminah. Ayahnya ini dikenal sebagai seorang khatib dimasjid besar
21
keraton jogjakartaa. Pendidikan Ahmad Dahlan ini waktu dia memasuki
usia sekolah Ahmad Dahlan tidak disekolahkan di sekolahan formal,
melainkan diasuh dan dididik mengaji Al Qur’ann dan dasar-dasar ilmu
agama Islam oleh ayahnya sendiri di rumah. Model pembelajaran yang
diperoleh dari Ahmad Dahlaan adalah homeschooling. (Tengku-Zubaidah,
2014: 187).
Pada usia delapan tahun ia telah lancer membaca Al Qur’an hingga
khatam. Tidak hanya itu dia mempunyai keahlian membuat barang-
barang-barang kerajinan dan mainan seperti halnya anak laki-laki pada
umumnya. Seiring dengan usia yang semakin bertambah, ia pun mulai
belajar ilmu Agama Islam tingkat lanjut. Tidak hanya sekedar membaca
Al-Qur’an saja melainkan ilmu-ilmu umum. Guru-gurunya antara lain K.H
Abu Bakar (ayahnya), kemudian ia belajar ilmu fiqih kepada kepada K.H
Muhammad Shaleh, dan nahwu kepada K.H Muhsin (keduannya masih
iparnyaa sendiri) ia juga berguru dengan K.H Muhammad Nur dan K.H
Abdul Hamid. Pengetahuan dalam ilmu falaq diperoleh dari gurunya yang
lain yaitu K.H Raden Dahlan (putra kyai termas), ilmu hadits ia berguru
pada Syekh Khayyat, Qiroatul Qur’an Syekh Amin dan Sayyid Bakri
Satock, ilmu pengobatan dan racun ia peroleh dari gurunya Syekh hasan,
ilmu hadits ia peroleh dari gurunya Sayyid Babusijjil, dan Mukti Syafi’I.
22
2. Pendidikan Ahmad Dahlan Masa Remaja.
Setelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun
1890 Daahlan berangkat ke Makkah untuk melanjutkan studinya dan
bermukim disana selama setahun. Merasa tidak puas dengan kunjungannya
yang pertama, maka pada tahun 1903, ia berangkat lagi ke Makkah dan
menetap selama dua tahun. Ketika mukim kedua kalinya, ia banyak
bertemu dan melakukan diskusi dengan sejumlah ulama di Indonesia yang
bermukim di Makkah. Diataranya ulama-ulama tersebut adalah Syekh
Muhammad Khati Al Minangkabawi dari minangkabau, Kyai Nawawi Al
Bahteni dari Banten, Kiyai Mas Abdullah, dan kiyi Fiqih Kumambang dari
gresik (Sucipto, 2010: 61).
Semangat Ahmad dahlan dalam menempuh jalanya untuk
berdakwah dan menuntut ilmu tidak berhenti, hal ini ditunjukan
semangatnya dalam mencari ilmu dengan berguru kepada para ulama di
Arab Saudi saat perjalanannya menunaikan ibadah haji. Beliau pernah
belajar ilmu hadits kepada kyai mahfudh Termas dan Syekh Khayat,
belajar ilmu Qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakhri Syatha dan ia
juga pernah berguru pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun Binatang.
Tidak hanya samapai disitu saja, Ahmad Dahlan ini belajar pengetahuan
agama Islam diperoleh melalui beberapa sumber seperti buku-buku,
sejumlah referensi dari tokoh dan pemikir pembaharu Islam dari Timur
Tengah.
23
Referensi pemikir tokoh seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad
Abduh, Jamaludin Al Afghani, Muhammad bin Abduh Wahab,
Muhammad Raasyid Ridha, dan lainnya, berdasarkan koleksi buku-buku
yang ditinggalkan Ahmad Dahlan sebagian besar adalah buku yang yang
dipengaruhi oleh ide-ide pembaharuan. Diantara buku-buku yang sering
dibaca Ahmad Dahlan antara lain: “Tauhid“ dan “Tafsir Jus’Ama”, “Al
Islam wa-al Nasrani”, “Kanz al-Ulum“ dan “Dairah Al Ma’arif“ (Farid
Wajdi), “Fi Al-Bid ’ah“ dan “Al Tawassul wa-al Wasillah“ (Ibnu
Taimiyah), “Izar al-Haq“ (Rahmah al Hindi), “Tafshil al- Nasyatain Tashil
al Sa’adatsin”, “Matan al- Hikmah”(Atha Allah) dan “Al-Qashaid al-
Athasiyyah” (Abdul al Athtas).
Buku-buku lainya yang dipelajari oleh beliau secara otodidak
antara lain karya-karya: Imam Syafi’i, Imam Al-Ghozali, Ibnu Taimiyyah,
Muhammad Abdduh dan Rayid Ridha. Dengan latar belakang pendidikan
Islam yang dimilikinya membuatnya dikenal dengan keahlian dalam
membaca dan memahami literature Arab.Melalui kitab-kitab yang
dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan Ahmad Dahlan
tentang Univeralitas Islam.Ide-ide tentang reinterprestasi Islam dengan
gagasan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah mendapat perhatian khusus.
(Sucipto, 2010: 59).
24
3. Pendidikan Ahmad Dahlan Masa Dewasa
Ketika Ahmad Dahlan berusia 40 tahun 1909, K.H Ahmad Dahlan
membuat trobosan strategi.Beliau berabung dengan Budi Utomo dan
Jami’at kahair. Secara personal Ahmad Dahlan mengenal Budi Utomo
melalui pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, seorang anggota
Budi Utomo di Yogyakarta sekaligus pembantu di bidang kedokteran, Dr.
Wahidin Sudirohusodo salah seorang pemimpin Budi Utomo yang tinggal
di Ketandan Yogyakarta. Ia mempuyai banyak keluarga di kauman. Suatu
hari ketika ia bersilaturahim di kauman Dahlan mengajak untuk singgah
kerumah. Dari pertemuan itulah ia mulai mengenal Budi Utomo.
Kemudian keinginannya bertemu dengan pengurus Budi Utomo
disampaikan kepadanya (Suharto, 2006: 295).
Melalui Joyosumarto ia berkenalan dengan dr.Wahidin
Sudirohusodo secara pribadi. Ia pun sering hadir dalam rapat anggota
maupun pengurus yang diselenggarakan Budi Utomo. Setelah banyak
mendengar tentang aktivitas dan tujuan Budi Utomo melalui pembicaraan
langsung dan pribadi secara resmi Ahmad Dahlan sebagai anggota Budi
Utomo pada tahun 1909.Keterlibatannya di Budi Utomo memberikan
pengetahuan yang banyak kepada Ahmad Dahlan perihal keorganisasian
dan mengatur organisasi secara modern (Nizar, 2002:109).
Dalam perkembangan selanjutnya Ahmad Dahlan tidak hanya
menjadi anggota biasa, melainkan pengurus kring kauman dan salah satu
komisariat Budi Utomo cabang Yogyakarta. Melalui perkumpulan ini
25
Ahmad Dahlan bias menyampaikan pelajaran Agama pada anggotanya.
Lebih dari pada itu, oleh karena anggota Budi Utomo pada umumnya
bekerja di sekolah-sekolah, di kantor-kantor pemerintahan.Pada akhirnya
membuat Ahmad Dahlan dapat mengajar ilmu-ilmu Agama di sekolah-
sekolah. Terbukti dengan apa yng diajarkan kepada anggota-aanggota
Budi Utomo di terima degan baik. Beliau juga diterima sebagai tenaga
pengajar di Kweekschool Jetis akan tetapi megajarnya diluar jam pelajaran
resmi, yang biasanya dilakukan pada hari sabtu sore (Nata, 1997: 205).
Selanjutnya pada tanggal 1 Desember tahun 1911, Ahmad Dahlan
berhasil mendirikan sebuah sekolah agama di lingkungan kraton, dengan
system pendidikan Gubernemen yang memberikan pelajaran umum.Di
sekolah ini, Dahlan menerapkan segala gagasan fikirannya mengenai
pendidikan.Dengan menggunakan metode pendidikan barat memakai
kursi, meja dalam bentuk klasikal, sekolah ini sebagai cikal baakaal
tumbuhnya gagasan pendirian Muhammadiyah.Raden Sosrosoegondo dan
Mas Radji juga menyarankan Ahmad Dahlan mendirikan sekolah sendiri
secara terpisah.Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi
atau kumpulan yang bersifat permanen.
Dalam musyawarah dengan kepala Kweekschool, Budiharjo dan
sekertaris Budi Utomo Dwidjosewodjo memberikan beberapa saran
kepada Ahmad Dahlan.Budi Utomo siap membantu mendirikan organisasi
baru. Apabila Ahmad Dahlan didukung tujuh angggota Budi Utomo,
setelah melalui diskusi pada akhirnya tujuh anggota Budi Utomo
26
menyutujui di bentuknya organisasi baru diantaranya, Ahmad Dahlan,
Raden Haji Syarkawi, Haji Mohammad soedja, haji Moehammad Hisja,
Haji Moehammad Fachruddin, dan Haji Moehammad Tamim. Dengan
kesepakatan itu tanggal 18 oktober 1912 berdirilah organisasi
Muhammadiyah. Sejak awal Ahmad Dahlan sudah menetapkan organisasi
muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat soosial dan
bergerak dibidang pendidikan. Tujuan organisasi ini untuk menyebarkan
pengajaran Rasulullah kepada peduduk bumi putera dan memajukan hal
agama Islam kepada para anggota-anggotanya (Suharto, 2006: 297).
Tepat pada tangal 20 desember 1912 Ahmad Dahlan mengajukan
permohonan kepada pemerintah hindia belanda untuk mendapatkan badan
hokum.Permohonan itu baru dikabulkan pada 1914 dengan Surat
ketetapan No.81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk
daerah Yogyakarta dan organisasi itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta,
meskipun begitu Muhammadiyah berhasil tersebar keberbagai daerah,
diantaranya Sradakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain.
Berdirinya organisasi Muhammadiyah ini padaa awalnya hanya
ada delapan pengurus diantaraanya Ahmad Daahlan sebagai ketua,
sekretaris: Abdullah Sirrat, Angggota: Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi,
Muhammad, Jaelani, Akis dan Muhammad Fakih. Agar dapat mengatasi
permasalahan yang timbul karena dipersempitnya ruang gerak organisasi
ini maka diambil jalan keluar dengan membuka cabang baru dilur
27
Yogyakarta. Dan pada akhirnya dengan jalan keluar yang dipilih tersebut
organisasi ini dapat berkembang ke berbagai daeraah diantaraanya Nurul
Islah di pekalongan, Al Munir di Ujung Padaang, dan Sidiq Amanaah
Tabligh Fatonah (SATF) di Solo.
Semakin berkembangnya organisasi ini pada akhirnya semakin
banyak jemaahnya dan tidak hanya itu pergerakannya semakin
digencarkan dalam bidang dakwah yakni dengan mengadakan pegajian
dan perkumpulan yang membahas kepentingan Islam, perkumpulan-
perkumpulan yang membahas kepentingan Islam mendapat dukungan
penuh dari Muhammadiyah. Perkumpulan-perkumpulan yang mendapat
dukungan Muhammaddiyah diantaranya Ihwanul Muslimin,
Taqwimmudin, Cahaya Muda, Hambudi Suci, Khayatul Qulub, Priya
Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-aba, Ta’awanu alal
birri, Ta’aruf bima kanu wal-Fajri, Wal- Ashri, Jamiatul Muslimin dan
Syahrotul Mubtadi.
Semakin lama Muhammadiyah yang dipimpin Ahmad Daahlan
semakin berkembang di seluruh pelosok negeri Indonesia. Maka pada
tanggal 7 Mei 1921 Ahmad Dahlan mengajukan surat permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang
Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Hingga pada akhirnya permohonan
ini disetujui tepatnya pada tanggal 2 September 1921.
Selain itu Ahmad Dahlan pada tahun 1910, juga aktif di Jami’at
Khair sebagaii Anggota, ia menjadi anggota ke 7770 perkumpulan
28
masyarakat Arab Indonesia bersama Husein Jayadiningrat. Dalam
Organisasi ini memuat tentang sekolah agama, Bahasa Arab serta bergerak
dibidang sosial, juga sangat giat membangun jaringan dengan pemimpin-
pemimpin di Negara-negara Islam yang maju.
Selain di muhammadiyah, Budi Utomo, Jami’at Khair, Ahmad
Dahlan juga aktif di Serekat Islam (SI) sejak tahun 1913. Bahkan ia
menjadi komisaris sentral SI dan adviser (penasehat pusat) SI sekaligus
sebagai ahli propaganda dari aspek dakwwah bagi SI. Ia termasuk
rombongan yang mewakili pengurusan pengesahan Badan Hukum Serekat
Islam (BHSI) bersama Cokroaminoto (Sucipto, 2010: 76).
C. Peran K.H. Ahmad Dahlan
1. Peran Dalam Bidang Sosial
Ahmad Dahlan lahir dari keluarga yang terpandang. Beliau putra
dari seorang ulama dan khatib terkemuka di masjid kesultanan
Yogyakarta. Menurut silsilah garis keturunan Ahmad Dahlan termasuk
keturunan ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim salah seorang yang
terkemuka diantara Wali Songo. Ia lahir dan tumbuh kembang dalam
lingkungan yang penuh dengan nuansa religius yang tinggi yaitu
masyarakat Kauman. Dari segi sikap tingkah laku yang dimiliki Ahmad
Dahlan ini sangat baik, dia sebagai pemimpin yang bertanggung jawab,
dan juga welas asih terhadap masyarakat-masyarakat yang kurang mampu.
Dalam kehidupannya dia sebagai tenaga pengajar agama Islam yang baik
memberikan contoh, suri tauladan bagi murid-muridnya.
29
Ia pada masa kecilnya senang bergaul dengan anak-anak di
kampung tempat ia tinggal. Seorang yang dekat dengan rakyat, karena
pada masa kecilnya sampai sekarang saling menghormati. Beliau juga
adalah seorang yang lebih pragmitikus yang sering menekan semboyan
kepada murid-muridnya, sedikit bicara banyak kerja.
Untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya Ahmad Dahlan
berdagang kain. Oleh karena itu ia sering berpergian dan mengadaakan
perdagangaan dengan pedagang lainnya, termasuk dengan sejumlah
pedagang Arab. Selain kegiatan berdagangnya kegiatan sosial lainnya
yang ia lakukan adalah memberikan pengajian kepada beberapa kelompok
orang, terutama pada sekelompok murid-murid pendidikan pribumi di
Yogyakarta (Mulkhan, 2010: 86).
2. Peran Dalam Bidang Keagamaan.
Masalah yang selalu muncul dalam pengajian adalah tentang kajian
Islam dan kehidupan tepatnya menetapkan posisi diri dengan takdir
Tuhan.Yakni suatu kehidupan sejarah yang masih ada unsur keterlibatan
antara takdir dan peran aktif manusia itu sendiri, masalah ini tak pernah
terpecahkan secara tuntas. Sepanjang sejarah para ulama dan pemimpin
Islam sering berselisih paham tentang bagaimana realitas kehidupan sosial
pemeluk Islam yang cenderung plural dan beragam dipahami dengan alat.
Mereka cenderung sulit dalam menerima fakta sosial yang menunjukkan
adanya keberagamaan Islam dalam hal pendidikaan, berpartai, berpraktik
30
ibadah, organisasi, dan pemahaaman sumber-sumber ajaran Islam
(Mulkhan, 2010: 87).
Jadi hampir dari seluruh pikirannya berangkat dari keprihatinannya
terhadap situasi dan kondisi global umat Islam. Waktu itu yang
tengggelam dalam kejumudan (stagnasi) kebodohan serta keterbelakangan.
Kondisi ini diperparah degan politik kolonial Belanda yang sangat
merugikan masyarakat Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi
tersebut telah mengilhami munculnya ide-ide pembaharuan dapat
diklasifikasikan kepada dua dimensi yaitu: pertama, berupa memurnikan
(purifikasi) ajaran Islam dari Khurafat, tahayul dan bid’ah yang selama ini
telah bercampur dalam aqidah dan ajaran Islam. Kedua, mengajak umat
Islam untuk keluar dari jaringan pemikiran tradisional melalui
reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang
dapat diterima oleh rasio (Nizar, 2002: 103).
Pergaulannya pun sangat luas meliputi hampir semua golongan
keagamaan, kebudayaan, dan kelas sosial. Ahmad Dahlan berguru dan
berteman dengan kyai-kyai terkemuka dari berbagai daerah, orang-orang
dari kalangan elit, priyayi, dan ulama-ulama dari Timur Tengah dan
Asia.Ia bergaul dengan kalangan elit seperti Budi Utomo, pimpinan
Agama lain, pejabat hindia Belanda.
Pada masanya beliau perah memiliki gagasan-gagasannya selalu di
tolak dan dianggap kafir. Namun hal itu ia terima selama apa yang
dilakukaannnya tidak menyalahi syariat agama dan dapat membantu
31
masyarakat dalam pengentasan dari kemiskinan, pemberdayaaan umat dan
pencerdasan rakyat (Sucipto, 2010: 11).
3. Peran dalam Dunia Pendidikan.
Di Indonesia akibat penjajahan dari Belanda pendidikan
mengalami kemunduran. Mahmud Yunus menuliskan “pendeknya keadaan
pendidikan Islam seluruh Indonesi sebelum tahun 1900 itu sama saja, yaitu
kemunduran pendidikan Islam, sebagai akibat penjajah belanda (Yunus,
1996: 203).
Dalam sebuah buku di jelaskan bahwa Ahmad Dahlan dan
organisasi Muhammadiyah membangun sekolah modern yang
mengajarkan ilmu-ilmu duniawi sebagai bekal bagi pendidikan untuk
menempuh kehidupan yang lebih baik (Mulkhan, 2000: 88) ide atau
gagasan Ahmad Dahlan sangat besar terbukti dari kutipan tersebut dimana
setiap manusia harus mampu mengarungi hidup yang lebih baik. Untuk
menyandaarkan seseorang tentng nasib tersebut tidak ada jalan lain kecuali
dengan pendidikan.
4. Peran Sebagai Pejuang
Selama ratusan tahun bangsa Indonesia merasakan penderitan
dibawah tindasan penjajah belanda, berbagai penderitaan, penyiksaan,
yang berimbas pada kemiskinan dan kebodohan, dengan keadaan yang
demikian membuat bangsa Indonesia terus memperjuangkan kemerdekaan
tanpa kenal lelah dan putus asa demi mendapat kebebasan dan
mendapatkan hak mereka.
32
Semangat pejuangan bangsa Indonesia untuk melawan penjajah
dan merebut hak-hak mereka memggelorakaan semangat persatuan dan
kesatuan. Hingga pada abad 19, kesadaran akan kesatuan dan persatuan
bangsa dirasakan oleh berbagai elemen bangsa, dengan persatuan dan
kesatuaan bangsa itu menjadi senjata untuk memenangkan hak-hak bangsa
Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan.
Sebagai bentuk realisasi semangat persatuan dan kesatuan mulai
terbentuklah organisasi-organisasi perjuangan untuk mewadahi cita-cita
bangsa. Dari organisasi inilah akan menjadi tonggak untuk
mensosialisasikan semangat persatuan dan kesatuan kepada masyaarakat
luas serta membentuk konsolidasi antar anggota kepada masyarakat luas.
Di Jawa terdapat organisasi yang mewadahi perjuangan dan
mewujudkan cita-cita bangsa yakni organisasi Budi Utomo, Sarekat Islam.
Tidak hanya itu untuk mengembangkan bentuk semangat persatuaan daan
kesatuan Indonesia, bangsa Indonesia yang ada di luar negeri bergabung
dalam Perhimpunaan Indonesia, dan mereka mulai menggunakan nama
Indonesia dalam konsep geografis, antropologis dan konsep politik.
Demikian dengan pelajar Indonesia di Timur Tengah, mereka ikut
berperan dalam menyatukan semangat kemerdekaan diantaranya
KH.Ahmad Dahlan, KH.Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama di tanah suci
Makkah, bahkan mereka berikrar di Multazam untuk bersama
memperjuangkan kemerdekaan sekembalinya dari tanah suci (Sucipto,
2010: 89).
33
Sekembalinya dari Makkah Ahmad Dahlan bergabung dengan
organisasi-organisasi seperti Budi Utomo, Serikat Islam dan membentuk
organisasi Muhammadiyah yang tujuannya pun tidak lepas dari
memperjuangkan kemerdekaan daan menjadikan bangsa yang lebih baik
lagi.Demikianlah peran besar dari Ulama, Ahmad Dahlan dalam
perjunagan melawan penjajah.
5. Peran sebagai Pendidik
Pada abad ke 17 hingga 18 M. bidang pendidikan di Indonesia
berada dalam pengawasan dan control ketat (VOC) sebuah kongsi
perusahaan dagang milik Belanda. Pada kondisi ini kondisi pendidikan
Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari kepentingan komersial.
Pendidikan diadakan hanya untuk memenuhi kebutuhan para pegawai
VOC dan keluarganya disamping itu untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kerja muda terlatih dari kalangan pribumi. Berangkat dari keprihatinan
inilah yang mendorong para pejuang bangsa melalui bidang pendidikan
menjadi pejuang serius para tokoh-tokoh pejuang bangsa, karena dengan
cara inilah bangsa Indonesia dapat lepas dari cengkeraman kaum
Imperialisme (Sucipto, 2010: 104)
Dimulai dari pendakwah Ahmad Dahlan menjelaskan semua hal
tentang Islam pada msyarakaat luas untuk mengamalkan ayat-ayat al-
Qur’an dan ajaran-ajaran Islam. Selain itu Ahmad Dahlan juga mengajar di
Kweekschool meski mengajarnya hanya pada jam tambaahan namun hal
tersebut tidak menyurutkaan perjuangannya sebagai pendidik selain itu
34
melalui itulah ia dapat lebih mudah lagi dalam menyerap ilmu dalam hal
sistem pendidikan, pada tanggal 1 Desember 1911 Ahmad Dahlan mulai
mendirikan sekolah di lingkungan keraton dengan sistem pendidikan
Gubernemen yang memberikan pelajaran Umum. Sekolah ini menurut
Steenbrink merupakan sekolah Islam pertama di Indonesia yang
memenuhi syarat untuk mendapat subsidi dari pemerintah. Setelah adanya
sekolah itu lahirlah sekolah-sekolah berbasis pesantren modern.
D. Usaha dan Jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan
Dengan keahlian dalam bidang agama dan ketekunannya dalam
mengikuti gagasan-gagasan pembaharu Islam. Kemudian aktif dalam
pengumpulan-pengumpulan dengan menyebarkan dengan cara diskusi,
dakwah melalui berdagang batik, khutbah dan mengajar di sekolah-
sekolah sampai kepelosok-pelosok tanah air. Berdirilah organisasi
Muhammadiyah pada tahun 1912.
Ahmad Dahlan adalah seorang seorang yang berani membela
kebenaran yang menurutnya benar sesuai dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah. Meskipun itu harus mengorbankan kekuasaannya. Beliau patut
diberi penghargaan atas jasa-jasanya dalam dalam pembaharuan ide, jasa,
perjuangannya terutama pada bidang pendidikan. Usaha dan jasa-jasanya
bias dibuktikan sebagai berikut:
1. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam secara popular, tidak hanya
mendapatkan di pesantren. Ahmad Dahlan bertindak sebagai
35
pendakwah yang dijuluki Mubaligh Jawa Tengah karena membawa
pembaharuan yang baik di Indonesia dengan hail pemikirannya.
2. Memberantas Bid’ah, Khurafat dan tahayul yang bertentangan dengan
ajaran Islam. Bid’ah, Khurafat dan tahayul merupakan tiga hal yang
dilarang dalam Islam. Pengertiannya adalah sebagai berikut, Bid’ah
adalah suatu amalan yang diada-adakan atau menambah amalan dalam
ritual ibadah, padahal tidak diperintahkan oleh Allah SAW dan tidak
dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. Pengertian Khurafat adalah
kepercayaan adanya kekuatan dalam diri manusia, hewan, tumbuh-
tumbuhan, benda-benda, dan kata-kata serta kepercayaan adanya jiwa
dan ruh yang dapat mempengaruhi alam manusia. Pengertian Tahayul
adalah suatu kepercayaan yang sampai kini masih melekat dalam diri
sebagian umat islam tentang bulan safar, yaitu bulan naas, bulan yang
penuh kesialan. Alasannya, karena safar berarti sejenis penyakit di
dalam perut, berbentuk ulat besar yang dapat mematikan. Tiga hal ini
yang sering dikenal dengan singkatan (TBC).
3. Mendirikan perkumpulan Muhammadiyah pada tanggal 18 November
1912. Senin Legi Dzulhijah 1330 H yang tersebar ke seluruh penjuru
Indonesia. Pada awal pembentukan organisasi ini Ahmad Dahlan harus
menghadapi isu meninggalkan ahli sunah wal jamaa’ah bermacam-
mcam tuduhan dan fitnah yang diberikan padanya. Akhirnya
Muhammadiyah dikenal di seluruh penjuru nusantara.
36
4. Mengubah arah kiblat sesuai dengan ketentuan yang benar. Dalam
pembenaran arah kiblat Ahmad Dahlan membuat acara musyawarah
yang mengundang 17 orang ulama yang ada di sekitar Yogyakarta.
Yang bertujuan untuk memusyawarahkan tentang arah kiblat di surau
milik keluarganya. Musyawarah ini berlangsung hingga subuh dalam
hal ini Ahmad Dahlan sudah mempersiapkan kitab-kitab sebagai
acuannya daalam berpendapatnya. Pendapatnya yang menyatakan arah
kiblat tidak pada arah barat pas namun sedikit cindong ke utara + 24
derajat, sampai pada akhirya tidak berujungnya permasalahan sultan
Hamengkubuwono IX memerintahkan Ahmad Daahlan untuk belajar ke
Tanah Suci dengan biaya Sultan untuk mempelajari arah kiblat.
5. Membangun panti asuhan yaitu tempat-tempat bagi anak kurang
mampu. Tujuannya agar anak-anak ini lebih terawat secara sikis
maupun psikisnya.
6. Memulai sekolah mulai dari Taman Kanak-Kanak jenjang dasar,
tengah, menengah perguruan tinggi. Tidak hanya itu membangun
pesantren yang modern sesuai kdengan kemajuan zaman.
7. Mendirikan Badan usaha agar masyarakat ini bias mengembangkan
perekonomian dalam kehidupan semakin maju.
8. Mendirikan rumah sakit Muhammadiyah.
9. Mendirikan organisasi wanita Aisyiyah yang dipimpin oleh istrinya
yang benama Siti Walidah gerakan ini didirikan untuk wanita-wanita
yang peduli dengan Muhammadiyah dan setuju dengan tujuan dari
37
Muhammadiyah untuk pembaharuan dan mengangkat derajat manusia
kearah yang lebih baik dengan meninggikan derajat wanita melalui
optimalisasi perannya dalam hal pembangunan bangsa (Mulkhan, 1990:
31).
Pemikiran-pemikiran tentang pengembangan kehidupan berbangsa
ke araha yang lebih baik baik itu dalam bidang soosial maupun pendidikan
menjadikan Ahmad Dahlan sebagai salah satu pahlawan Nasional yang di
tetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan keputusan
Presiden no 657 tanggal 27 Desember 1961. Dengan Dasar-Dasar
penetapan sebagai berikut:
a. K.H Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa yang masih harus belajar dan
berbuat.
b. Organisasi Muhammadiyahnya yang didirikannya telah banyak
memberikan ajaran Islam yang murni bagi bangsanya. Ajaran yang
menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi Masyarakat dan
umat, dengan dasar iman dan Islam
c. Organisasi Muhammadiyah telah banyak berkontribusi dalam
mempelopori amal usaha dalam hal sosial dan pendidikan demi
kemajuan bangsa.
d. Organisasi Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah
mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengenyam
38
pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat kaum pria (Sucipto, 2010:
198).
E. Cita-Cita K.H. Ahmad Dahlan
Cita-cita pendidikan yang digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah
lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama
intelek” atau “intelek-ulama”. Yaitu seorang muslim yang memiliki
keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam
rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, K.H. Ahmad
Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di
sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah
sendiri, dimana agama dan pengetahuan umum diajarkan bersama-sama,
dijelaskan dalam buku Moh Ahmad Ali (2005:95). Dengan kedua tindakan
tersebut diharapkan bangsa Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang
utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas
dan agama yang mendalam (Rasyad, 1988: 30).
Terlahir keluarga ulama besar, K.H. Ahmad Dahlan memiliki cita-
cita yang tinggi, memperbaiki masyarakat Indonesia dari keterpurukan dan
penindasan berlandaskan cita-cita Islam berdasarkan ajaran al-Qur’an dan
Hadist (Sucipto, 2010: 61).Usaha-usahanya lebih ditujukan untuk hidup
beragama dengan berbekal keyakinan, untuk membangun masyarakat
berbangsa haruslah terlebih dahulu di bangun semangat bangsa.
K.H. Ahmad Dahlan juga mengharapkan agar guru-guru sekolah
yang diajarnya dapat meneruskan agama Islam kepada murid-murid
39
mereka pula. Ternyata pelajaran yang diberikan olehnya memenuhi
harapan. Guru-guru yang diajarnya menyarankan agar K.H. Ahmad
Dahlan membuka sekolah yang diatur dengan rapi dan didukung oleh
organisasi yang bersifat permanen. Ini dilakukan untuk menghindari nasib
kebanyakan pesantren tradisional yang terpaksa ditutup apabila pemilk
pesantren meninggal (Anshory, 2010: 54).
Menurut pandangan K.H. Ahmad Dahlan, untuk membebaskan
bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa Belanda, harus dengan
meningkatkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan melalui lembaga
pendidikan. K.H. Ahmad Dahlan senantiasa menyerukan kepada
masyarakat untuk beramal dan berorganisasi, dan hendaklah berpegangan
pada prinsip “senantiasa mempertanggungjawabkan tindakan kepada Allah
SWT”. K.H. Ahmad Dahlan menyerukan perlunya setiap pemimpin
menambah terus ilmu sehingga bijaksana dalam mengambil keputusan dan
perlunya dilakukan perubahan menuju kearah yang lebih baik.
Dalam memahami agama, K.H. Ahmad Dahlan selalu berpegang
pada prinsip: 1) memahami ajaran Islam sumbernya hanya al-Qur’an dan
Hadist; 2) untuk dapat memahaminya dengan tepat harus menggunakan
akal yang sehat sesuai dengan jiwa agama Islam (Sucipto, 2010: 63).
Menurut K.H. Ahmad Dahlan ide-ide pembaharuan dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara, salah satunya dengan pendidikan.
Karena pendidikan adalah upaya strategis untuk menyelamatkan umat
islam dari kejumudan berpikir yang selama ini terjadi di masyarakat
40
umumnya, agar berubah menuju pemikiran yang dinamis, cerdas, kritis
dan memiliki daya analisis tajam dalam memetakan dinamika kehidupan
di masa depan. Oleh sebab itu hendaknya pendidikan ditempatkan pada
skala prioritas dalam proses pembangunan umat.
F. Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan
Selama ratusan tahun, puluhan juta rakyat Indonesia telah
merasakan penderitaan dibawah penjajahan Belanda. Berbagai
penderitaan, penyiksaan, bahkan kemiskinan dan kebodohan adalah
warisan dari penjajahan. Sebagai bentuk realisasi dari semangat yang
diperjuangkan bersama, mulailah terbentuk beberapa organisasi untuk
mewadahi cita-cita bangsa ini. Demikian pula halnya para pelajar di
Indonesia menyatukan semangat kemerdekaan. Diantaranya K.H. Ahmad
Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama lainnya (Sucipto,
2010: 189). Kondisi demikianlah yang mendorong K.H. Ahmad Dahlan
untuk mendorong untuk membentuk sebuah wadah organisasi yang
berusaha mengembalikan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Menurutnya, sikap keberagaman yang dipenuhi dengan mitos
menjadi penyebab utama kelemahan akidah dan semangat juang umat
Islam.Karena itu, tidak ada kata untuk menuju trasformasi sosial dan
memperjuangkan kemerdekaan adalah dengan melakukan reformasi
agama (Sucipto, 2010: 194).
Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan
kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan. Maka
41
pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai pahlawan nasional
Indonesia dengan surat keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961. Dasar-
dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1. K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan umat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, beliau telah
banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya.
3. Dengan organisasinya Muhammadiyah telah memelopori amal usaha
sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan
kemajuan bangsa dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah
memelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mendapatkan
pendidikan dan berfungsi sosial (Anshory, 2010: 63).
K.H. Ahmad Dahlan melalui organisasinya Muhammadiyah, telah
berhasil membangun organisasi yang bergerak di bidang sosial dan
pendidikan. Hingga menjelang kemerdekaan, lembaga pendidikan berdiri
di saentro negeri Indonesia. Beberapa rumah sakit Muhammadiyah yang
gratis bagi warga miskin, berdiri ketika lembaga pribumi belum ada,
kecuali Bethesda dan Panti Rapih (Mulkhan, 2010: 235).
42
G. K.H. Ahmad Dahlan, Politik dan Nasionalisme
Sejak awal berdirinya Muhammadiyah berpaut erat dengan
perjuangan dan Keindonesiaan. Secara khusus Ir. Soekarno memberikan
apresiasi tinggi terhadap peran K.H. Ahmad Dahlan dalam perintisan
gagasan nasionalisme bangsa. Presiden pertama RI ini menyebut K.H.
Ahmad Dahlan sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh terhadap
pergaulatan intelektualisme Indonesia (Nugraha, 2010: 106).
Bukan rahasia lagi bahwa K.H. Ahmad Dahlan bukanlah seseorang
tokoh politik ataupun negarawan yang hanya memikirkan keuntungan
sesaat Negara dan bukan seseorang tokoh sosiawan yang hanya berbuat
kebaikan dan menolong sesame hidup, atau tokoh kebatinan yang hanya
mengemudi kesucian pribadi menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa
saja. Akan tetapi beliau adalah seorang yang tergolong alim ulama dan
cerdik pandai, yang mendasarkan gerak amalnya atas agama Islam,
mengambil contoh teladan, mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW,
memimpin dan bekerja dalam bidang kemasyarakatan yang menuju
keridhaan Allah (Salam, 1968: 17). Sebagaimana juga Muhammadiyah
yang didirikannya, bukan sebagai organisasi politik, tetapi sebagai
organisasi “gerakan agama” yang menuju pembentukan masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.
Ditinjau dari segi kepentingan nasional, usaha dan tindakan K.H.
Ahmad Dahlan ini mempertebal kepercayaan kepada bangsa Indonesia
akan kekuatan diri sendiri, adapun dilihat dari segi kepentingan dan politik
43
pemerintah kolonial. Tindakan dan usaha beliau tersebut merugikan
kedudukan pemerintah Belanda, karena dengan demikian lambat laun,
sesudah bangsa Indonesia memiliki kepandaian dan ilmu pengertahuan,
akan sampai pada keinsyafan bahwa bangsa Indonesia tidak mau dijajah
oleh bangsa Belanda atau siapapun juga (Salam, 1968: 18).
44
BAB III
PENDIDIKAN KARAKTER
A. Pengertian Karakter
Secara harfiah menurut beberapa bahasa, karakter memiliki berbagai
arti seperti: “kharacter” (latin) berarti instrument of marking, “charessein”
(Prancis) berarti to engrove (mengukir), “watek” (Jawa) berarti ciri wanci;
“watak” (Indonesia) berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah
laku, budi pekerti, tabiat, dan peringai. Menurut Koesoema (2007: 80) istilah
karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri
seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan.
Menurut Douglas (dalam Samani dan Hariyanto, 2012: 41) karakter
tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari
demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi
tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas
pada setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Karakter merupakan suatu kebiasaan berupa sikap seseorang yang
menunjukkan tindakan moralnya. Karakter dapat juga dianggap sebagai nilai-
nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
45
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata karma, budaya, adat istiadat, dan estetika. Lickona (82:
2012) menyatakan bahwakarakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang
baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik.
Berdasarkan beberapa pengertian karakter di atas dapat disimpulkan
bahwa karakter merupakan nilai dasar yang membentuk jati diri seseorang
sehingga menjadi ciri khas yang membedakan dengan orang lain yang
kemudian diwujudkan melalui sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-
hari. Setiap manusia memiliki ciri khas atau karakter yang berbeda-beda. Hal
inilah yang dijadikan sebagai tolok ukur baik buruknya setiap individu dalam
lingkungan masyarakat. Karakter tidaklah lepas dari nilai dan norma yang
berlaku di lingkungan masyarakat. Seseorang yang memiliki karakter yang
kuat maka dia akan mampu bersosialisasi dengan baik di lingkungan
masyarakat. Sedangkan seseorang yang tidak memiliki karakter, maka dia
akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan keburukan sehingga dia tidak
dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan masyarakat.
B. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang membawa unsur
karakter dalam segala proses kegiatan pendidikan. Winton (dalam Samani dan
Hariyanto 2012: 43) menyatakan “pendidikan karakter adalah upaya sadar dan
sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para
siswanya.Pendidikan karakter menjadi pendukung dalam perbaikan moral dan
46
pengembangan emosional siswa”. Sedangkan Barnawi dan Arifin (2012: 29)
menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan ihwal karakter
atau pendidikan yang mengajarkan hakikat dalam ketiga ranah cipta, rasa, dan
karsa.
Raharjo (2010: 17) memaknai pendidikan karakter sebagai proses
pendidikan secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah
sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai pondasi bagi terbentuknya
generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip
suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Pendidikan karakter
merupakan pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter kepada
peserta didik sehingga mereka memiliki nilai karakter yang dijiwai dalam
dirinya dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Fadillah dan Khorida (2013: 23) mengartikan pendidikan karakter
sebagai bentuk pengarahan dan bimbingan supaya seseorang mempunyai
tingkah laku yang baik sesuai dengan nilai-nilai moralitas dan keberagamaan.
Pendidikan karakter merupakan upaya yang dirancang secara sengaja untuk
memperbaiki karakter siswa. Samani dan Hariyanto (2012: 45) menyatakan
bahwa:
“Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepadapeserta
didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi
hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter merupakan
pendidikan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuanpeserta
didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik,
dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-haridengan sepenuh
hati. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
47
melaksanakan nialai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil”.
Berdasarkan berbagai pengertian pendidikan karakter di atas, menurut
Drama Kusuma (2012:5) pendidikan karakter dapat diartikan sebagai sebuah
usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan
bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka
dapat memberikan kontribusi yang positif pada lingkungannya. Dharma
Kusuma (2012:6) menyimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan
pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua
mata pelajaran.
C. Tujuan Pendidikan Karakter
Samani dan Hariyanto (2012: 26) menyatakan bahwa pembangunan
karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan
bernegara. Indonesia telah berusaha untuk menjadikan pengembangan
karakter menjadi hal penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan
nasional. Sebagaimana tertulis dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan Nasional dalam publikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan
48
Pendidikan Karakter 2011(dalam Samani dan Hariyanto, 2012: 9)
menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk
bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Tujuan pendidikan
karakter yaitu untuk merubah seseorang menjadi lebih baik secara intelektual
maupun sikap. Melalui pendidikan karakakter, maka diharapkan peserta didik
mampu meningkatkan pengetahuandan mengaplikasikan nilai-nilai karakter
dalam kehidupan sehari-hari. Proses pendidikan karakter harus dilakukan
sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada setiap satuan
pendidikan. Tujuan pendidikan karakter dalam lingkup sekolah menurut
Kesuma (2011: 9) yaitu:
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik
yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. Pendidikan
karakter dapat membentuk karakter berdasarkan nilai-nilai yang
dikembangkan sehingga menjadi ciri khas kepribadian setiap peserta didik.
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-
nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Pendidikan karakter dapat menjadi
sebuah pedoman karakter yang membedakan antara nilai-nilai karakter
yang dikembangkan dan diharapkan oleh pihak sekolah dengan nilai-nilai
karakter yang menyimpang dari nilai-nilai tersebut.
49
c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat
dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Pendidikan karakter dapat membangun kerja sama antara pihak sekolah,
masyarakat, dan keluarga untuk menjalankan pendidikan karakter secara
maksimal.
Pendidikan karakter yang ada di dalam Kemendiknas Pusat Kurikulum
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional (2011:20)
dalam publikasinya berjudul Pelaksanaan Pendidikan Karakter, menyatakan nilai-
nilai pendidikan karakter yang terkandung adalah: religius, jujur, disiplin, kerja
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
Dengan demikian tujuan pendidikan karakter menurut Mansnur Muslich
(2011:81) adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang
mengarah pada pencapaian pembentuk karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu dan seimbang. Dasar pendidikan karakter ini sebaiknya
diterapkan sejak usia kanak-kanak yang biasa disebut sebagai usia emas. Anak
merupakan penerus kehidupan bangsa yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan
dikembangkan. Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang
dirujuk sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, merupakan tempat
untuk mengasah dan membentuk karakter anak supaya menjadi seorang individu
yang lebih baik.
50
D. Dasar Hukum Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang didukung oleh
pemerintah. Beberapa peraturan pemerintah secara resmi tersurat
untukmendukung pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Adapun
Barnawi dan Arifin (2012: 43) mengemukakan ada enam rujukan penyusunan
kebijakan nasional pendidikan karakter, yaitu:
1. Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025.
2. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
3. Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.
4. Arahan Presiden RI dalam Sidang cabinet Terbatas Bidang Kesra
tanggal 18 Maret 2010.
5. Arahan Presiden RI pada Rapat Kerja Nasional di Tampak Siring, Bali
Tanggal 19-20 April 2010.
6. Arahan Presiden RI pada Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional
di Istana Negara Tanggal 11 Mei 2010.
E. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memiliki peran penting dalam membangun moral
bangsa. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional dalam publikasinya yang berjudul
51
Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (dalam Samani dan Hariyanto,
2012: 9) menyatakan pendidikan karakter berfungsi sebagai berikut:
1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik.
2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.
3. Meningkatkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.
Goleman (dalam Adisusilo, 2012: 79) menyebutkan bahwa
pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang mencangkup
sembilan nilai dasar yang saling terikat, yaitu: (1) responsibility (tanggung
jawab), (2) respect (rasa hormat), (3) fairness (keadilan), (4) courage
(keberanian), (5) honesty (kejujuran), (6) citizenship (rasa kebangsaan), (7)
self-discipline (disiplin diri), (8) caring (peduli), (9) perseverance
(ketekunan).
Berdasarkan hasil dari kajian empirik Pusat Kurikulum (dalam
Samani dan Hariyanto, 2012: 52) ada 18 nilai yang bersumber dari agama,
Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai tersebut
antara lain: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras,
(6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat
kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13)
bersahabat/ komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16)
peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.
Selanjutnya dalam implementasinya di satuan pendidikan, Pusat
52
Kurikulum menyarankan agar implementasi 18 nilai karakter tersebut
dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai
kondisi masing-masing sekolah, misalnya bersih, rapi, nyaman, disiplin,
sopan, dan santun.
Berikut ini merupakan nilai dan deskripsi nilai karakter bangsa
menurut Kemendiknas, 2010 (dalam Abidin, 2012: 67) yaitu:
Tabel 2.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
(Sumber: Abidin, 2012: 67)
NILAI DESKRIPSI
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedu-lian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/ Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
53
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan 18 nilai karakter yang telah dipaparkan tersebut, selanjutnya
dikerucutkan menjadi beberapa nilai saja.Ada empat nilai inti yang dikembangkan
dalam implementasi pendidikan karakter di Indonesia.Adapun nilai-nilai inti
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
MEMILIH SEDIKIT, TETAPI YANG ESENSIAL
OTAK HATI
PERSONAL
SOSIAL
Gambar 2.1 Nilai-Nilai Inti (Core Values) yang Dikembangkan dalam Pendidikan Karakter
Indonesia
(Sumber: Samani dan Hariyanto, 2012: 134)
Dari gambar di atas maka dapat diartikan bahwa karakter peserta didik
ditentukan oleh perangai dari otak dan hati. Pengertian tersebut bukan berarti
aspek jasmani seperti olahraga tidak ikut menentukan, namunhal ini juga
CERDAS JUJUR
TANGGUHPEDULI
54
ditentukan oleh proses dalam otak dan hati. Nilai-nilai inti tersebut dapat
dijabarkan menjadi nilai-nilai turunan seperti pada tabel di berikut ini:
Tabel 2.2 Nilai-Nilai yang Merupakan Nilai turunan dari Nilai-Nilai Inti (Core Values)
(Sumber: Samani dan Hariyanto, 2012: 138)
No Nilai-Nilai Inti Nilai-Nilai Turunan
Personal
1 Jujur Kesalehan, keyakinan, iman dan takwa, integritas, dapat
menghargai diri sendiri, dapat menghormati sang pencipta,
pertanggungjawaban, ketulusan hati, sportivitas, amanah.
2 Cerdas Analitis, akal sehat, kuriositas, kreativitas, kekritisan, inovatif,
inisiatif, suka memecahkan masalah, produktivitas,
kepercayaan diri, control diri, disiplin diri, kemandirian,
ketelitian, kepemilikan visi.
Sosial
3 Peduli Penuh kasih sayang, perhatian, kebjakan, kewarganegaraan,
keadaban, komitmen, keharuan, kegotongroyongan,
kesantunan, rasa hormat, demokratis, kebijakan, disiplin,
empati, kesetaraan, suka memberi maaf, persahabartan,
kesahajaan, kedermawanan, kelemahlembutan, pandai
berterima kasih, pandai bersyukur, suka membantu, suka
menghormati, keramahtamahan, kemanusiaan, kerendahan hati,
kesetiaan, kelembutan hati, moderasi, kepatuhan, keterbukaan,
kerapian, patriotism, kepercayaan, kebanggaan, ketepatan
waktu, suka menghargai, punya rasa humor, kepekaan, suka
berhemat, kebersamaan, toleransi, kebajikan, kearifan.
4 Tangguh Kewaspadaan, antisipatif, ketegasan, kesediaan, keberanian,
kehati-hatian, keriangan, suka berkompetisi, keteguhan,
bersifat yakin, keterhandalan, ketetapan hati, keterampilan dan
kecekatan, kerajinan, dinamis, daya upaya, ketabahan,
keantusiasan, keluwesan, keceriaan, kesabaran, ketabahan,
keuletan, suka mengambil resiko, beretos kerja.
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai jujur dan nilai cerdas
termasuk kemampuan personal yang terdapat di dalam individu. Kemampuan ini
merupakan ciri khas individu yang membedakan dengan individu yang lain.
Sedangkan Nilai peduli dan nilai tangguh termasuk ke dalam kemampuan sosial
yang digunakan untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.
55
BAB IV
PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF K.H. AHMAD DAHLAN
A. Pendidikan Menurut K.H. Ahmad Dahlan
Dalam sejarah perkembangan kehidupan manusia pendidikan telah
menjadi teknologi yang memproduksi manusia masa depan paling efektif.
Pendidikan bukan saja menjadi alat suatu lembaga atau suatu masa dalam
proyeksi berbagai tujuan manusia, pendidikan bahkan telah menjadi kebutuhan
manusia sendiri (Abdul Munir Mulkhan, 1990:90). Pendidikan mampu
mengangkat dirinya sebagai substansi dari kehidupan masyarakat yang memiliki
daya pengaruh cukup kuat terhadap mekanisme dan dinamika sistem kehidupan
sosial itu sendiri. Dengan demikian pendidikan menjadi variabel yang tidak dapat
diabaikan dalam perubahan dan perencanaan kehidupan sosial (Abdul Munir
Mulkhan, 1990:94).
Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan hampir seluruhnya berangkat dari
keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi umat Islam yang pada waktu itu
tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan
(Ramayulis, 2005:205). Keprihatian terhadap situasi dan kondisi tersebut
membuat pemikiran beliau lebih bercorak puritanisme (pemurnian ajaran Islam).
Pemahaman tentang pemurnian ajaran Islam dipengaruhi oleh gerakan yang
56
dipelopori para pembaharu abad ke-19 dan ke-20. Seperti Jamaludin al-Afghani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Sayyid Ahmad Khan, dan lain sebagainya.
Secara umum, ide-ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan dapat
diklasifikasikan menjadi dua dimensi, yaitu; pertama, berupa memurnikan
(purifikasi) ajaran Islam dari khufarat, tahayul, dan bid’ah yang selama ini telah
bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat Islam
untuk keluar dari jaringan pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap
dokrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio
(Ramayulis, 2005:206).
Berdasarkan ide-idenya itu, terlihat bahwa beliau menggunakan
pendekatan self corrective terhadap umat Islam. Menurutnya, pandangan umat
Islam tradisionalis terlalu menitikberatkan pada aspek spiritual dalam kehidupan
sehari-hari (Abuduhin Nata, 2011:103). Upaya strategis untuk menyelamatkan
umat Islam dari pemikiran yang statis menuju pada pemikiran dinamis adalah
melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya ditempatkan pada
skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka dididik agar
menjadi manusia yang cerdas, kritis, dan memiliki daya analisis yang tajam
dalam metadinamika kehidupannnya pada masa depan. Adapun kunci untuk
meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali kepada al-Qur’an
dan hadis, mengarahkan umat Islam pada pemahaman ajaran Islam secara
komprehensif dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan (Ramayulis,
2005:206). Upaya ini secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan.
57
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam pada waktu itu hanya
dipahami sebagai proses pewarisan adat dan sosialisasi perilaku individu maupun
sosial yang telah menjadi model baku dalam masyarakat. Pendidikan tidak
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berkreasi dan mengambil
prakarsa. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan pendidikan berjalan searah dan
tidak bersifat dialogis. Padahal beliau menjelaskan bahwasanya pengembangan
daya kritis, sikap dialogis dan menghargai potensi akal dan hati nurani yang suci
merupakan cara strategis bagi peserta didik untuk mencapai pengetahuan yang
tinggi. Dari pembahasan ini terlihat bahwa beliau ingin meletakkan dasar visi
reformasi pendidikan Islam melalui penggabungan sistem pendidikan modern
dan pendidikan tradisional secara harmonis dan integral (Ramayulis, 2005:209).
K.H. Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah
sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama Islam dan Ilmu umum. Dalam
berbagai kesempatan beliau menyampaikan ide pendirian sekolah yang mengacu
pada metode pengajaran seperti yang berlaku pada sekolah milik pemerintah
kepada berbagai pihak, termasuk kepada santri yang belajar di Kauman maupun
penduduk Kauman secara umum (Hery Sucipto, 2010:124). Sebagian besar dari
mereka bersikap acuh tak acuh, bahkan ada yang secara tegas menolak ide
pendidikan tersebut karena dianggap bertentangan dengan tradisi dalam agama
Islam. Akibatnya, para santri yang selama ini belajar kepada beliau satu per satu
berhenti. Walaupun belum mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitarnya,
K.H. Ahmad Dahlan tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan
58
yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun
ilmu pengetahuan umum (Hery Sucipto, 2010:125).
K.H. Ahmad Dahlan menerapkan model sekolah di atas dikarenakan
beliau memperhatikan cara penyampaian dalam mengajar yang dilakukan di
Sekolah Kweek. Menurut beliau di dalamnya tidak jelas jenjang pendidikannya
dan metode yang tidak efektif lantaran mengutamakan menghafal dan tidak
merespon ilmu pengetahuan umum. Beliau juga memandang banyak masyarakat
menganggap Sekolah Kweek adalah sekolah Kristen. Di sana terdapat anak anak
keluarga keraton, tetapi kebanyakan dari mereka beragama Islam karena
mengikuti leluhur saja, malahan ada diantara mereka yang berpindah agama
karena kepentingan politik, dagang, atau perkawinan. Dengan melihat kondisi
tersebut, beliau bersemangat untuk mengajarkan agama di Sekolah Kweek. Maka
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan
pelajaran umum serta bahasa Belanda (Akmal Nasery Basral, 2010:342-344). Di
mana sekolah ini juga merupakan sekolah yang pertama dibangun dan dikelola
oleh pribumi secara mandiri, serta diatur dengan perlengkapan belajar mengajar,
seperti kursi, meja, papan tulis, kapur, dan lain-lain, serta menggunakan sistem
klasikal. Sistem pengajaran dan pengelolaan sekolah ini cenderung masih asing di
kalangan masyarakat santri. Murid pertama sekolah tersebut hanya 6 orang, akan
tetapi setengah tahun kemudian meningkat drastis menjadi 20 orang (Abdul
Munir Mulkhan, 1990:70-71). Dan setelah sekian lama mengajar di Sekolah
Kweek ternyata usaha dan kesabaran beliau tidak sia-sia, anak didiknya bahkan
yang beragama Kristen tertarik ingin belajar agama Islam.
59
K.H. Ahmad Dahlan merupakan tokoh pertama yang menggabungkan
pengetahuan umum dengan pendidikan Islam di pesantren. Ia menyadari bahwa
Islam memerintahkan kepada umat untuk menuntut ilmu yang bermanfaat
(Nasruddin, 2010:83). Sekolah pertama yang beliau dirikan tahun 1911 yakni
Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Diniyah di rumahnya sendiri. Sekolah
tersebut dikelola secara modern dengan mempergunakan metode dan kurikulum
baru, antara lain diajarkan berbagai ilmu pengetahuan yang sedang berkembang
di abad 20. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran K.H. Ahmad Dahlan telah
mengadakan pembaharuan pendidikan. Modernisasi dalam sistem pendidikan
dijalankan dengan menukar sistem pondok pesantren dengan pendidikan modern
sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman (Nasrudin Anshoriy:110).
Pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan terus berkembang dan bergerak menuju
kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian,
peranan pendidikan menjadi semakin penting untuk mendapatkan perhatian yang
serius. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan media yang sangat
strategis untuk mencerdaskan umat (Ramayulis, 2005:212). Beliau berpandangan
bahwa kemajuan materil merupakan prioritas untuk mencapai kesejahteraan yang
sejajar dengan kaum moderat (Abuddin Nata, 2011:103).
Muatan kurikulum dalam sekolah Muhammadiyah lebih memberikan
muatan yang besar kepada ilmu-ilmu umum, sedangkan dalam aspek keagamaan
minimal alumni sekolah Muhammadiyah dapat melaksanakan ibadah shalat lima
waktu, dan shalat-shalat sunnahnya, membaca kitab suci al-Qur’an dan menulis
huruf Arab (Al-Qur’an) mengetahui prinsip-prinsip akidah dan pendapat
60
membedakan bid’ah, khufarat, syirik dan muslim yang muttabi’ (pengikut) dalam
pelaksanaan ibadah.
Sementara itu, jalur pendidikan yang dikembangkan Muhammadiyah
meliputi jalur sekolah atau madrasah dan jalur luar sekolah. Jalur sekolah yang
terdiri dari madrasah Mualimin Muhammadiyah dan sekolah umum dengan
menambah pelajaran agama Islam berkisar antara 10-15% dalam kurikulumnya.
Sedangkan jalur luar sekolah diselenggarakan kursus-kursus yang khusus
memberikan pelajaran agama Islam, seperti kursus Mubalighin, Wustho
Mualimin, Zu’ama, Za’imat dan majlis-majlis taklim (Mulkhan, 2010:121). Maka
kurikulum pendidikan yang dijalankan meliputi akidah yang lurus, budi pekerti
yang terpuji, akal yang sehat, kecerdasan, ketrampilan dan pengabdian bagi
masyarakat ( M. Yunan Yusuf, 1985:94).
Dalam bidang pendidikan dan pengajaran K.H. Ahmad Dahlan telah
mengadakan pembaharuan pendidikan agama. Modernisasi dalam sistem
pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok pesantren dengan
pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman (Nasrudin
Anshori, 2011:110). Pengajaran agama diberikan di sekolah sekolah umum baik
negeri maupun swasta, sehingga terciptalah sekolah bersifat agama dan juga
umum.
K.H. Ahmad Dahlan menyadari bahwa pendidikan mempunyai pengaruh
cukup kuat terhadap mekanisme dan dinamika sistem kehidupan sosial manusia
(Munir Mulkhan, 2010:94). Pendidikan tidak untuk pengajaran kognitif belaka
melainkan juga untuk mengembangkan pendidikan karakter peserta didik. Oleh
61
karenanya, dengan dijalankannya sistem pendidikan tersebut para murid dididik
menjadi berkepribadian utuh, tidak terbelah menjadi pribadi yang berilmu umum
atau yang berilmu agama saja (Nasrudin Anshori, 2011:112).
Dengan adanya pendidikan akan menciptakan masyarakat yang
berintegritas. Artinya melalui pendidikan masyarakat akan tumbuh menjadi
masyarakat yang memiliki ilmu, memiliki sikap kejujuran dan rasa
tanggungjawab kepada dirinya, keluarganya, dan negaranya. Dengan pendidikan
pula masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan baik kesejahteraan secara
ekonomi maupun kesejahteraan sosial dan budaya.
Pendidikan tidak hanya sekedar usaha untuk meningkatkan intelektual
semata, tetapi untuk meningkatkan budi pekerti yang baik. Budi pekerti yang baik
adalah menumbuhkan antara pikiran, perasaan dan kemauan dengan sebaik-
baiknya. Untuk menumbuhkan karakter yang baik diperlukan waktu yang tidak
sebentar tetapi melalui proses yang panjang. Sehingga diperlukan suatu usaha
yang sungguh-sungguh untuk membentuk karakter yang baik tersebut.
Di Indonesia setelah kemerdekaan banyak mengalami perubahan dan
perkembangan dalam pendidikan. Pendidikan yang sebelumnya lebih
mengutamakan sistem kolonial sentris, yaitu suatu pendidikan yang
mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pemerintah kolonial semata, sehingga
pendidikan hanya bersumber dari arahan dan keinginan pemerintah kolonial
Belanda. Pendidikan semestinya memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa sebagaimana amanat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
62
Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
(Sisdiknas) pasal 3 menegaskan bahwa,
“Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
agresif dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab”.
Dari tujuan tersebut terlihat bahwa pendidikan nasional mengemban
harapan yang tidak ringan, yakni membangun manusia yang utuh, yang memilki
nilai-nilai karakter yang agung dan memiliki dasar keimanan dan ketakwaan.
Oleh sebab itu, pendidikan menjadi agent of change yang harus melakukan
perbaikan karakter suatu bangsa.
KH. Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh pembaharuan yang turut
memperjuangkan pendidikan di Indonesia. Organisasi Muhammadiyah yang telah
beliau dirikan menjadi salah satu gerakan yang memiliki tujuan sebagai
pembaharu pendidikan dari kelompok agama (Islam). Arti penting berdirinya
Muhammadiyah saat itu menurut Sodiq A. Kuntoro (2006:136) adalah yang
pertama, pergulatan pendidikan dalam masa pergerakan kebangsaan menjadi
memiliki basis yang luas bagi masyarakat pribumi; kedua semangat serta nilai-
nilai agama Islam ikut mewarnai dan menjadi basis pergerakan kebangsaan.
Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang mengarahkan pada
pemurnian keyakinan dan pelaksanaan ajaran Islam di kalangan umat yang saat
itu mengalami penyimpangan, kejenuhan, serta kemerosotan.
63
K.H. Ahmad Dahlan berpendapat keadaan masyarakat yang menyedihkan
secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya akibat dari penjajahan dan kehidupan
agama yang kurang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menyebabkan
sikap fatalistik dan statis, yaitu sikap yang menerima keadaan buruk dan
penderitaan sebagai pemberian. Untuk mengatasi keadaan tersebut diperlukan
adanya kebangkitan dan kesadaran baru supaya masyarakat memiliki
kepercayaan diri, sehingga dapat mengubah keadaan masyarakat tersebut.Bagi
seseorang yang taat agama kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat
mengembalikan dan membangun kembali jati diri dan kepercayaan diri,
Keberanian untuk berjuang melawan kemungkaran (penindasan) serta memiliki
kemauan untuk membangun kebaikan (kemerdekaan) (Sodiq A.Kuntoro,
2006:138).Alasan tersebut menjadi dasar perjuangan Muhammadiyah.
K.H. Ahmad Dahlan menerapkan Pendidikan Muhammadiyah yang
mengembangkan nilai-nilai agama Islam dan pengetahuan umum seperti telah
diterapkan pada sekolah-sekolah Muhammadiyah sesuai konsep pendidikan
beliau.Beliau juga menyatukan antara pendidikan umum dan pendidikan
keagamaan untuk dapat memperbaiki pendidikan di Indonesia pada masa
kolonial. Strategi menghadapi perubahan sosial akibat modernisasi, menurut
Ahmad Dahlan adalah mengembalikan pendidikan kepada al-Qur’an dan as-
Sunnah, menghilangkan sikap fatalisme, dan sikap taklid. Strategi tersebut
menurut Abdul Munir Mulkhan (1990:90) dapat diperbaiki dengan cara
menghidupkan jiwa dan semangat ijtihad melalui peningkatan kemampuan
berfikir logis-rasional dan mengkaji realitas sosial. Oleh karena itu, yang menjadi
64
dasar obyek gerakan dakwah Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan ialah membangun jiwa dan semangat pembaharuan pada seluruh lapisan
masyarakat, mulai dari rakyat kecil, kaum fakir miskin, para pengusaha dan para
intelektual.
Ketika telah memiliki pandangan dan pemahaman yang dijelaskan dalam
Al-Quran dan Al-Hadist siswa dapat melaksanakan setiap amalan yang akan
mereka lakukan sesuai dengan ajaran-ajaran yang telah disampaikan Allah
beserta Rasul-Nya. Dengan demikian siswa memperoleh kebebasan berfikir
dalam memahami agama (Sodiq A. Kuntoro, 2006:139). Kebebasan berfikir
tersebutlah yang diharapkan oleh K.H. Ahmad Dahlan supaya murid dapat
melaksanakan setiap amalan sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadist yang telah
mereka fahami ilmu di dalamnya.
K.H. Ahmad Dahlan telah melahirkan sebuah amalan nyata, yakni
mendirikan organisasi Muhammadiyah yang dikenal hingga sekarang. Dengan
demikian Pendidikan Muhammadiyah dilakukan semata-mata hanya untuk
mewujudkan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala hal yang dilakukan
Muhammadiyah, baik dalam bidang keagamaan, pendidikan dan pengajaran,
kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian dan lain sebagainya tidak
dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksanakan ajaran Islam.
Tegasnya pendidikan yang terdapat di dalamnya merupakan suatu bentuk usaha
untuk menampilkan wajah Islam dalam wujudnya yang nyata, dapat dihayati,
dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai Rahmatan Lil’alamin.
65
Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan
Pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan menurut penulis diambil dari
transkip pidato Tali Pengikat Hidup Manusia dalam Kongres Bulan Desember
1922. Adapun pendidikan karakter didalamnya dijelaskan sebagai berikut:
1. Konsep karakter
Konsep karakter dalam pandangan K.H. Ahmad Dahlan yaitu bahwa
benar dan salah, baik dan tidak baik ditentukan oleh hukum yang sah dan hati
yang suci. Hukum yang sah dan disetujui dengan hati suci tersebut apabila
dipandang dalam kacamata Islam yaitu al-Qur’an dan Sunnah. K.H. Ahmad
Dahlan menambahkan bahwa kebenaran dan kebaikan tidak semata-mata
diperoleh dari tafsir deduktif al-Qur’an saja, melainkan juga dari induksi
(iptek) pengalaman empirik beragam pemeluk agama. Pencapaian keluhuran
duniawi adalah jalan mencapai keluhuran kehidupan sesudah mati (Mulkhan,
2010:75).
Dari hal di atas dapat dipahami bahwa K.H. Ahmad Dahlan berusaha
melaksanakan isi kandungan dari al-Qur’an dan Sunnah dengan cara
mengaktualisasikan ajaran yang terkandung didalamnya. Hal ini beliau
membuktikan melalui amal kemanusiaan dan sosial organisasi
Muhammadiyah yang didirikannya.
Selain itu dalam menghadapi kemorosotan pendidikan karakter yang
terjadi di kalangan masyarakat beliau juga menyelenggarakan pengajian yang
diberi nama “Fathul-Asror wa Miftahus-Sa’adah”. Kegiatan ini bertujuan
66
untuk membimbing pemuda-pemuda supaya gemar beramal kebaikan. Dan
kemudian mereka sedikit demi sedikit diberi pelajaran supaya mereka menjadi
pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang shaleh (Salam, 2010:17).
K.H. Ahmad Dahlan dalam sebuah pengajarannya pernah mengatakan
sebagaimana dikutip oleh Hajid (2004:16) sebagai berikut.
“Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali,
berulang-ulang, maka kemudian bisa.Kalau sudah menjadi kesenangan
yang dicintai sukar untuk dirubah.Sudah menjadi tabiat, bahwa
kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima,
baikpun dari sudut keyakinan atau i’tiqad, perasaan kehendak maupun
amal perbuatan. Kalau ada yang akan merubah, sanggup membela
dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu bahwa anggapannya
bahwa apa yang dimiliki adalah benar”
Kutipan di atas memberi keterangan bahwa hati atau nafsu manusia
diibaratkan sebuah botol kosong yang tidak berisi. Manusia lahir di dunia
dalam keadaan suci-bersih, kemudian orang tuanya memberi tuntunan, dalam
pergaulannya mendapat pendidikan dan pengajaran, baik dari teman, guru
maupun masyarakat setempat dimana ia tinggal.
Dengan demikian konsep karakter yang sudah digagas oleh K.H.
Ahmad Dahlan dibangun di atas kebenaran melalui kehendak Tuhan yang
termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah serta kemampuan manusia dalam
memilih kebenaran itu sendiri. Baik atau buruk karakter manusia harus
dibimbing oleh peran al-Qur’an dan As-Sunnah agar mencapai keterpaduan.
Sebagaimana dalam ajaran beliau yang menekankan dimensi sosial untuk
dijadikan aplikasi ajaran-ajaran Allah. Ajaran agama menjadi titik tekan
keharusan aktivitas manusia didalamnya, tanpa harus menciderai ajaran
agama (Munir Mulkhan, 2010:91).
67
2. Konsep Pendidikan Karakter
Dalam menjalankan misi pendidikan dan kemanusiaan, K.H. Ahmad
Dahlan berdasar pada konsep welas asih (cinta kasih) yang merupakan hasil
penafsiran teologisnya tentang surat Al-Maun digunakan sebagai dasar aksi
pemberdayaan kaum tertindas, fakir-miskin, dan pemberdayaan kaum
perempuan. Welas Asih merupakan kesediaan menahan nafsu, bersedia
berkurban, tidak malas memperjuangkan kebaikan dan kebenaran, menjadikan
keluhuran dunia sebagai jalan mencapai keluhuran akherat (Munir Mulkhan,
2010:74).
Di setiap usaha pembaharuannya, K.H. Ahmad Dahlan lebih
memprioritaskan pembentukan akhlaq pemuda-pemudi Indonesia. Hal tersebut
karena K.H. Ahmad Dahlan menyadari sepenuhnya, bahwa masa depan
bangsa terdapat di pundak para pemudanya. Oleh karenanya, beliau
mendirikan Hizbul Wathan sebagai kumpulan pemuda muslim, dan Aisyiyah
sebagai perkumpulan pemudi muslim. Kedua perkumpulan tersebut berguna
untuk mendidik pemuda-pemudi Muhammadiyah agar kelak menjadi orang
Islam yang berarti, berbudi pekerti,berguna bagi diri sendiri dan bagi umum
serta takwa kepada Allah berdasarkan tuntunan agama Islam (Yusuf Abdullah
Puar, 1989:257).
Pendidikan karakter tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai moral
dan keagamaan bagi siswa, kesadaran akan pentingnya nilai moral dan
keagamaan serta pengembangan pengajaran dan menyatukan pendidikan
68
keimanan dan ketakwaan sejalan dengan esensi pendidikan sebagai sarana
perubahan.
Perspektif pemikiran nilai-nilai pendidikan karakter K.H. Ahmad
Dahlan tidak bisa ditelusuri dari tulisan atau karya beliau. Semasa hidup
beliau tidak meninggalkan karya tulis. Akan tetapi, aplikasi nilai pendidikan
karakter tersebut dapat ditelusuri dari praktek atau aksi nyata beliau dalam
kehidupan sehari-hari yang dapat ditelusuri dari perkaataan atau kisah nyata
murid dan sahabat K.H. Ahmad Dahlan. Pada bagian ini ini penulis
mensarikan konsep pendidikan karakter perspektif K.H. Ahmad Dahlan dari
beberapa buku yang membahas tentang beliau, di dalam buku tersebut berisi
konsep-konsep sebagai berikut:
Proses pendidikan karakter yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan
ditanamkan kepada muridnya dan dilakukan dengan perlahan namun pasti.
Pendidikan tersebut ditekankan terhadap keberanian dalam bertindak sesuai
dengan Al-Qu’ran dan As-Sunnah.Beliau berpendapat bahwa bertindak sesuai
Al-Quran dan As-Sunnah lebih penting daripada hanya sekedar membaca dan
menghafalkan. Membaca dan menghafalkan apabila tidak diimbangi dengan
pemahaman dan pelaksanan yang sesuai dengan ilmu-ilmu agama dinilai
kurang bermanfaat. Oleh sebab itu, metode pelaksanaan dalam mengajar
murid-muridnya tidak hanya membaca dan menghafalkan namun lebih
ditekankan dengan memahami makna kemudian melaksanakan dan
mengamalkan ilmu-ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
69
Dalam pendidikan karakter lebih diutamakan melalui sikap dan
tingkah laku seseorang terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Oleh sebab itu pendidikan karakter harus disesuaikan dengan pendidikan
yang telah diajarkan didalam al-Qu’ran dan as-Sunnah. Karena dalamnya
terdapat ilmu-ilmu yang sangat mendasar mengenai pendidikan karakter yang
diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ilmu-ilmu tersebut yang menjadi acuan
K.H. Ahmad Dahlan dalam memberikan pendidikan kepada seluruh murid-
muridnya, sehingga dapat membentuk karakter yang sesuai dengan Agama,
bangsa, dan Negara.
Pendidikan karakter saat ini diperlukan untuk semua kalangan, tidak
hanya di sekolah saja, melainkan di keluarga dan di lingkungan masyarakat
juga sangat dibutuhkan. Proses penanaman pendidikan karakter tidak hanya
kepada anak-anak saja, melainkan ke usia remaja hingga dewasa juga
memerlukannya. Pendidikan karakter dapat mencakup semua lapisan
masyarakat, demi berlangsungnya kehidupan bangsa yang lebih baik.alasan
berikut dapat menjadi salah satu acuan, kenapa pendidikan karakter sangat
diperlukan pada setiap individu.
Pendidikan karakter dapat diartikan bahwa suatu upaya terencana
supaya individu dapat mengenal, peduli dan melaksanakan nilai-nilai yang
terdapat di dalam pendidikan karakter tersebut, supaya setiap individu dapat
berperilaku sebagai insan kamil. Karakter tidak dapat diwariskan, karakter
tidak dapat dibeli, dan karakter tidak dapat ditukar. Karakter dikembangkan
secara sadar, melalui proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu
70
bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah kembali seperti sidik jari, karakter
dapat diubah dan dikembangkan, terutama untuk menjadi karakter yang baik,
sopan dan santun.
Dasar pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan diutamakan dengan
pendidikan Islam yang terdiri melalui tiga perkara, yakni mengenai iman,
ilmu dan amal (Hadjid, 2008:54).
Tiga perkara tersebutlah yang menjadi landasan beliau dalam usaha
pendidikan yang didirikannya. Iman yakni kenyakinan di dalam hati
seseorang yang menjadi dasar awal seseorang dalam bertindak dan bertingkah
laku. Ilmu merupakan pengetahuan untuk mendukung iman tersebut dalam
melaksanakannya. Selanjutnya yang ketiga amal, amal adalah bentuk
pelaksanaan yang sesuai dengan iman dan ilmu tersebut secara ikhlas sesuai
dengan ketentuan agama.
Pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan lebih mengedepankan
pendidikan kepribadian dan pendidikan budi pekerti atau pendidikan Akhlak.
Pendidikan akhlak menjadi pendidikan yang diutamakan oleh Ahmad Dahlan
karena melalui pendidikan akhlak tersebut dapat menanamkan karakter yang
baik sejak dini bagi murid-muridnya. Tujuan pendidikan sendiri menurut
Ahmad Dahlan adalah membentuk karakter yang baik bagi anak. Di dalam
agama Islam terdapat ajaran tentang hubungan antara manusia dengan
manusia, manusia dengan Tuhan-Nya, hal tersebut menjadi landasan
pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan (Marzuki, 2011:467).
71
K.H. Ahmad Dahlan menekankan pembinaan akhlak yang ditekankan
dan dimaksimalkan dalam sistem pendidikan di asrama maupun di pondok.
Konsep pendidikan asrama dan pondok beliau terdapat pendidikan jasmani
maupun pendidikan rokhani. Pemahaman akan ajaran agama dan
pelaksanaannya serta pembinaan sebagai generasi penerus menjadi tujuan
utama dari asrama dan pondok-pondok Muhammadiyah.
Konsep pendidikan karakter beliau mengacu pada sistem ajaran Islam.
Sistem ajaran Islam dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Akidah,
bagian muamalah, serta bagian Akhlaq/karakter. Ketiga bagian tersebut tidak
dapat dipisahkan, harus menjadi satu kesatuan yang utuh. Aqidah merupakan
fondasi paling dasar supaya terwujudnya muamalah dan akhlaq/karakter yang
baik. Akhlaq yang baik ialah akhlaq yang dilandasi oleh aqidah yang benar
sehingga terwujudnya pencapaian karakter yang seutuhnya (Marzuki,
2011:468).
Konsep pendidikan karakter tersebut memiliki ciri yang salah satunya
yakni menyatukan antara pendidikan yang terdapat pada pelajaran umum dan
pelajaran agama. Sehingga semua ketentuan tidak lepas dari ketentuan yang
telah diberikan Allah SWT. Dimana konsep pendidikan karakter ini
berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga sesuai dengan yang telah
diajarkan Allah beserta Rasul-Nya.
Pendidikan karakter perspektif K.H. Ahmad Dahlan yaitu, pendidikan
agama salah satu dukungan yang mendasar untuk tercapainya pendidikan
karakter tersebut. Karena dalam pendidikan agama terdapat ilmu-ilmu
72
pendidikan yang luhur yang sudah terbukti kebaikan dan kebenarannya. Ilmu-
ilmu tersebut antara lain yakni, pengetahuan teori dan praktek (amal), dalam
mempelajari keduanya saling berkesinambungan. K.H. Ahmad Dahlan
mengharapkan dapat menumbuhkan masyarakat Islam yang berkarakter Islam
dengan mengikuti Sunnah nabi Muhammad SAW.Materi pendidikan yang
diajarkan yakni pelajaran Al-Quran dan Hadist, pelajaran membaca dan
menghitung, pelajaran ilmu bumi dan menggambar.
3. Materi Pendidikan Karakter Menurut Ahmad Dahlan
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pelaksanaan pendidikan hendaknya
didasarkan pada landasan yang kokoh yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Landasan
ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal
pendidikan Islam, baik secara vertical (khalik) maupunhorizontal (makhluk).
Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia,
yaitu sebagai abd Allah (hamba Allah) dan khalifah fi al-ardh (wakil Allah di
bumi) (Sucipto, 2010:11).
Beliau juga menjelaskan, bahwasanya materi pendidikan karakter
adalah pengajaran Al-Quran dan Hadist dimana materi Al-Quran dan Hadist
meliputi: ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam
menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Quran dan
Hadist menurut akal, kerjasama antara agama, kebudayaan, kemajuan dan
peradaban, hukum kasualitas perubahan, nafsu dan kehendak, demokratis dan
liberalisasi, kemerdekaan berfikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia
di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti) (Sucipto, 2010:120). Oleh karena itu,
73
muatan kurikulum yang diterapkan K.H. Ahmad Dahlan dalam sekolah
Muhammadiyah lebih memberikan muatan yang besar kepada ilmu-ilmu
umum, sedangkan dalam aspek keagamaan minimal alumninya dapat
melaksanakan ibadah shalat lima waktu, membaca kitab suci al-Qur’an dan
menulis huruf al-Qur’an.
Melalui pendidikan K.H. Ahmad Dahlan juga berupaya menanamkan
karakter kepada peserta didiknya. Beliau membagi pendidikan menjadi tiga
jenis, 1) pendidikan akhlaq, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
karakter manusia yang baik, berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah; 2)
pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran
individu yang utuh, yang berkesinambungan antara kenyakinan dan
intelektual, antara akal dan pikiran, serta antara dunia dan akhirat; dan 3)
pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
keseimbangan dan keinginan hidup masyarakat (Syamsul Kurniawan,
2013:200).
Sementara itu, jalur pendidikan yang dikembangkan warga
Muhammadiyah meliputi jalur sekolah atau madrasah dan jalur luar sekolah.
Jalur sekolah yang terdiri dari Madrasah Mualimin Muhammadiyah dan
sekolah umum dengan menambahkan pelajaran agama Islam berkisar 10-15%
dalam kurikulumnya. Sedangkan jalur luar sekolah diselenggarakan kursus-
kursus yang khusus memberikan pelajaran agama Islam, seperti kursus
Mubalighin, Wustho Mualimin, Zu’ama, Za’imat dan majlis-majlis taklim
(Sucipto, 2010:121). Maka dari itu kurikulum yang dijalankan mencakup:
74
akidah yang lurus, budi pekerti yang terpuji, akal yang sehat, kecerdasan,
keterampilan dan pengabdian bagi masyarakat (Yusuf, dkk, 1985:94).
Lembaga pendidikan madrasah yang sebelumnya merupakan pondok
pesantren Muhammadiyah memberikan pelajaran agama dan ilmu umum
secara bersama-sama. Adapun pendidikan agama yang diajarkan terutama
yang bersumber dari kitab-kitab fikih dari mahzab Imam Syafi’i, ilmu
tasawuf karangan Imam al-Ghazali, tauhid dari kitab “Risalah tauhid” dan
kitab “Tafsir jalalain” dan tafsir “Al-Manar” sedangkan pengetahuan umum
meliputi ilmu sejarah, ilmu hitung, menggambar, bahasa Melayu, bahsa
Belanda, dan bahasa Inggris (Sucipto, 2005:122).
Pendidikan Agama Islam yang diberikan pada sekolah-sekolah di
Muhammadiyah terangkum dalam mata pelajaran Islam dan
Kemuhamadiyahan yang merupakan sistematisasi dan metodologis interaksi
formal usaha pengarahan perkembangan manusia sebagai ‘abid (hamba) dan
khalifah yang terkait dalam sistematika gerakan Islam dan dakwah.
Menurut gagasan K.H. Ahmad Dahlan, untuk mencapai tujuan
Muhammadiyah maka jenis pendidikan yang perlu dikembangkan adalah
yang bisa melahirkan manusia yang alim dalam ilmu agama, berpandangan
luas dan memiliki pengetahuan umum(Sairin, 1995:69).
Sebagai seorang pemikir dan pembaharuan dalam dunia pendidikan
beliau menekankan pentingnya pengelolaan pendidikan Islam yang dilakukan
secara modern dan professional. Untuk itu, pendidikan Islam perlu membuka
75
diri, inovatif, dan progesif. Secara garis besar, pembaharuan-pembaharuan
yang dilakukan para ulama dalam bidang pendidikan anatara lain:
1. Perubahan sistem pengajaran dari perorangan atau soragan menjadi
sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan madrasah.
2. Pemberian pengetahuan umum disamping pengetahuan agama dan
bahasa Arab, meskipun pengetahuan umum tersebut ada yang
diberikan dengan memakai bahasa Arab sebagai bahasa pengantar
(Sucipto, 2005:110).
Sistem pendidikan yang hendak dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan
adalah pendidikan yang berorientasi pada pendidikan modern, yaitu dengan
menggunakan sistem klasikal. Hal tersebut bagi kebayakan orang adalah
sesuatu yang masih langka, dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam pada
waktu itu. Di sini, beliau menggabungkan sistem pendidikan Belanda dengan
sistem pendidikan tradisional secara integral (Sucipto, 2010:117).
Sebagai seorang pendidik, K.H. Ahmad Dahlan dalam menyampaikan
cita-citanya kepada murid-muridnya selalu menggunakan cara yang tidak
membosankan, senantiasa menarik, sabar, jujur, dan dapat ngemong anak
didiknya (Salam, 1968:20). Dengan demikian, visi pendidikan yang digagas
Muhammadiyah jelas tercermin dari ide-ide dasar yang merupakan cita-cita
dan harapan penyelenggara pendidikan, sebagaimana yang diidnginkan
pendirinya yaitu “Menciptakan kiai yang intelek dan intelek yang kiai atau
ulama yang intelek, dan intelek yang ulama”. Hal ini sejalan dengan nasehat
yang seringkali dikemukakan di hadapan murid-muridnya sebagai berikut:
76
“Dadiyo Kiai sing kemajuan. Lan kanggo Muhammadiyah”
maksudnya, “jadilah ulama yang berfikir maju, dan jangan berhenti untuk
kepentingan pengabdian kepada organisasi Muhammadiyah”.
Cara atau metode pengajaran yang dilakukan oleh K.H. Ahmad
Dahlan, yaitu anak-anak didiknya siasat, mula-mula diikutinya segala
kemauan dan keinginan dari anak. Seperti berpiknik dan yang gemar bermain
musik, dipanggilnya untuk memainkan musik. Kemudian dari sedikit demi
sedikit mereka ini pun dididiknya yang kemudian hari dapat menjadi
pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang sholeh (Salam, 1968:17).
Dalam mengajarkan pengetahuan umum maupun agama K.H. Ahmad
Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan
siswa sehingga mampu menarik perhatian siswa untuk menekuninya. Tentu
saja sebagian siswa merasa, bahwa waktu pelajaran yang beliau sampaikan
belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa muridnya sering mengunjungi rumah
K.H. Ahmad Dahlan di Kauman pada hari Ahad untuk bertanya maupun
melakukan diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang berhubungan
dengan agama Islam.
4. Karakter Ilmu Menurut K.H. Ahmad Dahlan
Ilmu terdiri atas pengetahuan teori dan amal (praktek), dalam
mempelajari kedua ilmu tersebut supaya dengan cara bertingkat. Kalau
setingkat saja belum bisa tidak perlu ditambah (Sucipto, 2010:162). Dalam
berlogika, hal ini tidak perlu diragukan lagi. Kesempurnaan budi ialah
mengerti baik dan buruk, benar salah, kebahagiaan atau penderitaan, dan
77
bertindak sesuai dengan pengertian itu. Kondisi ini dicapai jika akalnya
sempurna, yakni akal kritis dan kreatif bebas yang diperoleh dari belajar
(Mulkhan, 2010:128). Inti ilmu ini adalah ilmu ajaran Islam, dengan satu asas
kebenaran yang memandang semua manusia berkedudukan sama.
Dari kerja K.H. Ahmad Dahlan, tumbuh suatu sistem nilai dan tradisi
kependidikan dengan pengertian yang luas. Dari sini muncul kesadaran,
bahwa setiap orang wajib menyebarkan ilmu sekaligus ajaran Islam kesemua
orang di semua tempat, menjadi guru sekaligus juga murid, belajar dan juga
mengajar untuk sebuah kebaikan hidup bagi seluruh umat manusia. Sekolah,
madrasah dan pesantren adalah instrument dan media promosi kebaikan
hidup, penyempurnaan budi dan akal yang terus disempurnakan sesuai zaman
dan perkembangan ilmu (Mulkhan, 2010:128).
Satu buah pikir K.H. Ahmad Dahlan yang tidak banyak diketahui
adalah konsepsinya tentang apa yang disebut oleh Abdul Munir Mulkhan
sebagai Etos Guru- Murid. Etos guru-murid dapat dikembangkan sebagai
etika dasar dari sebuah masyarakat demokratis dan etika dasar dari sebuah
masyarakat pembelajar di negeri yang sedang belajar berdemokrasi ini. Etos
guru adalah kesediaan setiap warga untuk memberikan ilmu dan teladan yang
baik. Etos murid ialah kesediaan warga untuk selalu terbuka agar bisa
mengakui dan belajar pada kebaikan orang lain (Syuja’, 2009:57).
Bagi K.H. Ahmad Dahlan, setiap umat muslim dan umat beragama
yang lainnya harus membangun di dalam dirinya etos kehidupan dan etos
sosial sebagai seorang guru dan sebagai seorang murid. Inilah inti gerakan
78
sosial yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan dan pada perkembangan
selanjutnya menjadi nilai penting dalam Muhammadiyah. Etos guru-murid ini
mencegah masyarakat terseret pada kebekuan ritual keagamaan dan gerakan
yang terkadang tidak mengakar. Sehingga gerakan sosial yang dilakukan
mempunyai fungsi pragmatis pemecah problem sosial.
Akal pikiran suci adalah akal yang sehat, dan kesehatan akal bisa
dicapai jika terus menerus diberi pengetahuan melalui pendidikan akal
dengan ilmu logika. Mustahil seseorang memperoleh ilmu kecuali dengan
pendidikan atau pengajaran yang diajarkan oleh guru. Karena itu pendidikan
harus dijalankan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan akalnya tersebut,
yaitu yang mendidik akal dengan kesesuaian pikiran dan kenyataan
(Mulkhan, 2010:144). K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang “ulama
amaliyah”. Ulama yang mencerahkan bukan dengan tulisan ilmiah, tapi
melalui amaliyah yang langsung memberikan dampak dimasyarakat.
Warga Muhammadiyah tentu tidak asing dengan cerita tentang
‘pengajian Al-ma’un oleh K.H. Ahmad Dahlan. Bagi beliau, surat Al-Ma’un
bukanlah hanya sekedar surat yang hanya dibaca dan dihafal. Banyak umat
muslim yang hafal surat ini namun masih miskin penghayatannya. Beliau
juga menekankan pentingnya pemahaman dalam aksi yang nyata. Dari seruan
itu lahirlah lembaga pengelola zakat, rumah sakit dan panti asuhan bernaung
di bawah panji organisasi Muhammadiyah.
Dengan demikian cita-cita K.H. Ahmad Dahlan sebenarnya adalah
ingin menumbuhkan masyarakat Islam yang berkarakter Islam dengan
79
mengikuti pola Sunnah Nabi Muhammad Saw. Melalui perjuangannya
mendidik masyarakat menuju perubahan perilaku menjadi berkarakter Islam,
serta mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berfikir dan beramal
menurut tuntunan agama Islam dengan kesadaran dan ilmu bukan dengan
paksaan atau kekerasan (Sucipto, 2010:65).
Warisan K.H. Ahmad Dahlan yang terutama, seperti juga diketahui
dengan mafhum, bahwa organisasi massa Islam terbesar kedua di Indonesia,
Muhammadiyah. Di tengah kritikan dari para ‘abdi dalemnya sendiri dan juga
tokoh dari luar, Muhammadiyah berhasil menjadi role model di mana Islam
dan ide-ide kemajuan dengan gemilang disinergikan. Secara tak langsung
pula, Muhammadiyah merupakan anak kandung intelektual K.H. Ahmad
Dahlan. Dari kegelisahan seorang ulama muda yang mendapati umatnya
terkungkung dalam formalitas dan tradisi yang feodalistis, beliau hadir
membawa gerakan pembaharuan yang dinamis dan membumi. Meski tak
lepas dari kritik, secara objektif dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan
dan Muhammadiyahnya adalah sebuah pencerahan sosial.
5. Metode Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan
Cara atau metode pengajaran yang dilakukan oleh K.H. Ahmad
Dahlan untuk anak dididiknya yaitu menggunakan siasat, mula-mula
diikutinya segala kemauan dan keinginan dari anak. Seperti berpiknik dan
yang gemar bermain musik, dipanggilnya untuk bermain musik. Kemudian
dari sedikit demi sedikit mereka inipun dididiknya yang kemudian hari dapat
menjadi pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang shaleh (Salam, 1968:16).
80
Dalam mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun
membaca al-Qur’an, beliau menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan
dengan kemampuan siswa sehingga mampu menarik perhatian siswa untuk
menekuninya. Tentu saja sebagian siswa merasa, bahwa waktu pelajaran
agama Islam sabtu sore itu belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa orang
siswa, termasuk mereka yang belum beragama Islam sering datang ke rumah
K.H. Ahmad Dahlan di Kauman pada hari ahad untuk bertanya ataupun
diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan umat Islam.
K.H. Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan
sebuah sekolah yang memadukan pelajaran ilmu agama dan ilmu umum.
Dalam berbagai kesempatan beliau menyampaikan ide pendirian sekolah
yang mengacu pada metode pengajaran seperti yang berlaku pada sekolah
milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada santri yang belajar
di Kauman maupun kepada penduduk Kauman secara umum ( Sucipto,
2010:124). Sebagian besar dari mereka bersifat acuh tak acuh, atau bahkan
menolak ide pendidikan sistem sekolah tersebut karena dianggap
bertentangan dengan tradisi agama Islam.
Akibatnya para santri yang belajar kepada K.H. Ahmad Dahlan satu
persatu berhenti.Walaupun belum mendapatkan dukungan dari masyarakat
sekitar, beliau tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang
menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun
ilmu pengetahuan umum (Sucipto, 2010:125).
81
Sekolah tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar diruang
tamu rumah K.H. Ahmad Dahlan dengan ukuran 2,5 m x 6m dan beliau
bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan oleh K.H.
Ahmad Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya.Sementara itu,
dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri pula dari papan
bekas kotak kain mori dan papan tulis terbuat dari kayu suren.
Madrasah tersebut kemudian dikenal sebagai sekolah pertama yang
dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri yang dilengkapi dengan
perlengkapan belajar mengajar modern seperti; bangku, papan tulis, kursi,
dan sistem pengajaran secara klasikal (Sucipto, 2010:126). Metode
pengajaran yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan tidak hanya menekankan
pemahaman secara teoritis namun juga sangat memerhatikan pada hal-hal
yang bersifat praktis (Sucipto, 2010:130). Demikian ini dimaksudkan agar
materi yang diajarkan dalam mengajar dan berdakwah tidak hanya sekedar
dipahami, tapi juga dihayati dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, berkat kesabaran dan keuletan dalam berjihad
memerangi kebodohan ditengah masyarakat yang tengah terbelenggu oleh
ketertindasan, pada akhirnya membuahkan hasil yang gemilang.Hal ini
terbukti dengan perkembangan lembaga pendidikan yang dikembangkan
Muhammadiyah lambat laun mengalami perkembangan dan kemajuan yang
sangat signifikan.
82
B. Pendidikan Karakter Berdasarkan Tujuh Falsafah dan Pesan-Pesan
K.H. Ahmad Dahlan
1. Tujuh Falsafah Ajaran K.H. Ahmad Dahlan
Tujuh falsafah merupakan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan yang
ditulis oleh muridnya yaitu KRH.Hadjid. Menurut riwayat, beliau
adalah murid termuda K.H. Ahmad Dahlan yang sangat rajin mencatat
apa saja yang diajarkan oleh K.H. Ahmad Dahlan.
“Genap 6 tahun ini saya tidak dapat ilmu apapun dari beliau yang
tercatat dalam hati, kecuali hanya 7 perkara.Begitu juga saya yakin,
bahwa kesulitan yang timbul dalam masyarakat umum dan dunia
internasional akan dapat diatasi dengan 7 perkara tersebut” (Hadjid,
2004:1).
Dalam tujuh falsafah K.H. Ahmad Dahlan tertuang nilai
pendidikan karakter yang diterapkan beliau dalam mengajar anak
didiknya. Poin-poin falsafah tersebut terangkum dalam muqadimah
buku Falsafah Ajaran dan K.H Ahmad Dahlan(2004:2-18), diantaranya:
a. “Kita, manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh:
sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau
kesengsaraankah? Dan ulama’-ulama’ itu dalam kebingungan,
kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramalpun
semuanya dalam kekhawatiran, kecuali mereka yang ikhlas atau
bersih”
Penjelasan falsafah yang pertama adalah masing-masing
manusia kebanyakan tidak memikirkan nasibnya sesudah mati
karena disibukkan dengan kesenangan duniawi saja. Pendidikan
karakter dari falsafah pertama K.H. Ahmad Dahlan adalah jadilah
manusia yang visioner yaitu manusia yang berfikir kedepan terhadap
kehidupan setelah di dunia yaitu kehidupan di akherat. Sehingga
83
akan dapat terwujud kehidupan yang bahagia di dunia maupun di
akhirat.
b. “Kebanyakan diantara para manusia berwatak angkuh, dan takabur,
mereka mengambil keputusan sendiri-sendiri”.
Penjelasan falsafah kedua yaitu, kebanyakan diantara para
manusia merasa tidak memerlukan lagi kehadiran orang lain, tidak
memerlukan lagi bermusyawarah dengan orang lain. Sudah merasa
paling bisa dan benar, padahal sudah menjadi kepastian bahwa
manusia adalah makluk sosial yaitu makluk yang membutuhkan
kehadiran orang lain di sekelilingnya. Pendidikan karakter dari
falsafah kedua yaitu, jadilah pribadi manusia yang lembah manah
atau mampu menghargai orang lain. Karena bagaimanapun itu kita
sangat membutuhkan bantuan dari orang-orang di sekeliling kita,
salah satu contohnya apabila kita ingin makan nasi kita
membutuhkan petani yang memiliki ilmu cara menanam padi
sehingga menghasilkan nasi yang dapat kita makan.
c. “Manusia itu kalo mengerjakan apapun, sekali, dua kali, berulang-
ulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan
yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk dirubah.
Sudah menjadi tabiat, bahwa kebanyakan manusia membela adat
kebiasaan yang telah diterima, baik itu dari sudut kenyakinan atau
itiqad, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada yang
akan merubah, mereka akan sanggup membela dengan
mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapannya bahwa
apa yang dimiliki adalah benar” (Hadjid, 2008:2)
Penjelasan dari falsafah ketiga yaitu, hati dan nafsu manusia
dapat diibaratkan sebuah botol yang tidak berisi. Semulanya lahir di
84
dunia dalam keadaan suci bersih. Kemudian seiring berjalannya
waktu manusia tersebut mendapatkan pendidikan dan pelajaran dari
pergaulannya baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun
lingkungan sekolah, yang menjadikan manusia tersebut memiliki
kenyakinan terhadap amal perbuatan yang dilakukannya hingga
menjadi suatu kebiasaan yang tidak mudah dirubah oleh orang lain,
kalau ada yang akan merubah sanggup membela dengan
mengorbankan jiwa dan raga diri mereka.
Pendidikan karakter dari falsafah ketiga yaitu, jadilah manusia
yang dapat menerima masukan nasehat orang lain, karena terkadang
kita masih banyak kesalahan dalam memahami berbagai hal. Untuk
itu janganlah memiliki anggapan bahwa kebiasaan yang sudah biasa
kita lakukan adalah kebiasaan yang benar yang sesuai diajarkan oleh
Allah dan Rasulnya.
d. “Adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia
suka mendengarkan atau memikir-mikir mencari ilmu yang benar?”
(Al-Furqon:44).
Manusia harus dapat menggunakan akal fikirannya untuk
memilah dan memilih soal itikad dan kepercayaannya, tujuan hidup
dan tingkah lakunya apakah sudah sesuai dengan perintah-perintah
Allah.
Pendidikan karakter yang dapat diambil dari falsafah kelima
yaitu janganlah hanyut dan tertarik pada kebiasaan buruk karena
yang demikian itu akan membuat hati sulit untuk menerima
85
kebenaran yang di sarankan oleh orang lain dan mengakibatkan
penyakit hati dan akhlaq yang mulai rusak. Maka dari itu terimalah
masukan dari orang lain sehingga akan menjadi pribadi yang lebih
baik dan hati yang sehat serta akhlaq yang baik pula.
e. “Manusia tidak menuruti, tidak mempedulikan sesuatu yang sudah
terang bagi dirinya. Artinya, dirinya sendiri, pikirannya sendiri,
sudah mengatakan itu benar, tetapi ia tidak mau menuruti kebenaran
itu karena takut kepada kesukaran, takut berat dan macam-macam
yang dikhawatirkan, karena nafsu dan hatinya sudah terlanjur rusak,
berpenyakit akhlaq (budi pekerti), hanyut dan tertarik oleh kebiasaan
buruk”
Penjelasannya adalah kebanyakan dari manusia dapat
membedakan kebenaran dan kesalahan tetapi terkadang sebagian
dari mereka mengetahui kebenaran tetapi tidak melaksanakan yang
benar tersebut, mereka lebih memilih mengikuti hati mereka yang
sudah hancur, dan akhlaq mereka yang sudah terbiasa melakukan
hal-hal yang buruk, maka dari itu jagalah hati dengan banyak
mengucap asma-asma Allah, dengan selalu mengingat Allah, dan
jagalah akhlaq dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Sehingga akan tumbuh karakter yang positif dan
bermanfaat bagi sesama.
f. “Kebanyakan pemimpin-pemimpin rakyat, belum berani
mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha
tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin-
pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia
yang bodoh-bodoh dan lemah”.
86
Penjelasannya adalah sebagian pemimpin-pemimpin rakyat
lebih susah untuk mengorbankan harta benda untuk keperluan
rakyatnya, biasanya pemimpin tersebut mempermainkan dan
memperalat orang-orang yang lemah, padahal yang seharusnya harus
dilakukan pemimpin dapat menjadi orang pertama yang
bertanggungjawab terhadap keadaan masyarakatnya, karena mereka
telah bersedia menjadi pemimpin bagi masyarakat. Pendidikan
karakter yang terdapat didalamnya adalah jadilah pribadi yang
amanah akan tanggungjawab yang diberikan atau dipercayakan
kepada kita.
g. “Pelajaran terbagi dalam dua bagian: (1) Belajar ilmu (pengetahuan
dan teori); (2) Belajar amal (mengajarkan, mempraktekkan). Semua
pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi
setingkat, demikian pula dalam belajar amal, harus dengan cara
bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan, tidak
perlu ditambah.”(Hadjid, 2008:7-9).
Penjelasannya adalah, belajarlah sesuai dengan kemampuan
dan jangan memaksakan sesuatu yang kita belum mampu. Karena
belajar adalah sebuah proses yang harus dilewati, proses tersebut
merupakan sebuah usaha yang secara perlahan namun pasti kita
lakukan untuk mendapatkan hasil yang baik. Sehingga akan
menghasilkan ilmu yang difahami dengan baik dan dilanjutkan
dengan amal akan hasil dari pemahaman ilmu tersebut.
87
Karena sesungguhnya ilmu tanpa amalan sama saja percuma,
sebab ilmu yang kita miliki yang kita fahami seharusnya dapat kita
praktekan dalam kehidupan sehari-hari supaya ilmu tersebut dapat
bermanfaat untuk orang lain. Maka dari itu tuntutlah ilmu sebanyak-
banyak nya kemudian pakailah ilmu itu untuk amalan nyata.
Sehingga akan terwujud insan yang berilmu dan insan beramal.
2. Pesan-pesan K.H Ahmad Dahlan yang Terkait Dengan Pendidikan
Karakter
a. Tulisan di papan tulis dekat tempat tidur K.H Ahmad Dahlan yang
ditulis dengan bahasa Arab yang artinya (Abdul Munir Mulkhan,
1990:90) :
“Hai Dahlan, sunggguh di depanmu pasti kau lihat perkara yang
lebih besar dan mematikan, mungkin engkau selamat atau sebaliknya
akan tewas. Hai Dahlan, bayangkan kau sedang berada di dunia ini
sendirian besera Allah dan dimukamu ada kematian, pengadilan
amal, syurga, dan neraka. Coba kau pikir, mana yang paling
mendekati dirimu selain kematian.Mereka yang menyukai dunia bisa
memperoleh dunia walaupun tanpa sekolah.Sementara yang sekolah
dengan sungguh-sungguh karena mencintai akherat ternyata tidak
naik kelas.Gambaran ini melukiskan orang-orang celaka di dunia dan
akherat sebagai akibat dari tidak bisa mengekang hawa
nafsunya.Apakah kau tidak bisa melihat orang-orang yang
mempertuhankan hawa nafsu?
Pendidikan karakter yang dapat diambil dari pesan di atas
adalah, jadilah manusia yang dapat mengekang hawa nafsu, karena
hawa nafsu adalah sebuah kenyakinan yang nantinya dapat merusak
kita sendiri, sebab hawa nafsu hanya berdasarkan keinginan kita
yang tidak berdasarakan perintah Allah dan Rosulnya. Untuk itu
jadilah pribadi yang berhati-hati dalam memilah dan memilih apa
88
yang harus kita lakukan. Dengan berhati-hati tersebutlah kita dapat
berfikir panjang terhadap sesuatu yang akan kita kerjakan.
b. “Harus bagaimana biar diriku selamat dari api neraka? Beramal apa?
Menjauhi dan meninggalkan apa?” (pertanyaan K.H. Ahmad Dahlan
yang ditujukan kepada murid-muridnya).
“Harus bagaimanakah biar diriku selamat dari api neraka?”
Kalimat bijak K.H. Ahmad Dahlan tersebut sangatlah mendalam.
Karena dalam kalimat bijak tersebut beliau memberikan gambaran
bahwa seharusnya kita juga berfikir masa depan kita yakni
kehidupan di akhirat. Pendidikan karakter yang terdapat didalamnya
yakni jadilah pribadi yang selalu berfikir panjang dalam
melaksanakan sesuatu sebab dari itu apabila kita tidak berfikir dulu
sebelum bertindak kita akan rugi, berfikirlah kebahagiaan tidak
hanya di dunia saja, berfikirlah bagaimana cara kita dapat bahagia di
masa selanjutnya juga yakni kehidupan yang kekal akherat.
c. “Orang yang mencari barang hak itu perumpamaannya
demikian:seumpama ada pertemuan antara orang Islam, dan orang
Kristen, yang beragama Islam membawa kitab suci Al-Quran dan
yang beragama Kristen membawa kitab suci Bibel, kemudian kitab
suci tersebut diletakkan diatas meja, kemudian kedua orang tadi
mengkosongkanhatinya kembali, kosong bagaimana awal manusia
tidak berkenyakinan apapun, dan sama sama mencari agama yang
benar, dengan musyawarah yang baik, begitulah seterusnya.
Demikianlah kalau semua itu membutuhkan barang yang hak”
Pendidikan karakter dari pesan tersebut adalah toleransi sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
89
dan dapat bermusyawarah dengan bijak dalam menentukan pilihan
dan mencari jalan penyelesaian.
d. “Mula-mula agama Islam itu cemerlang, kemudian makin suram.
Tetapi sesungguhnya yang suram itu manusianya, bukan agamanya.
Agama bukanlah barang yang kasar. Artinya, ajaran yang
mencocokkan kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah
agama lahir yang dapat dilihat, amal lahirnya itu adalah bekas dan
daya dari ruh agama.”
Pendidikan karakter dari nasihat diatas adalah senantiasa
jagalah ajaran-ajaran Islam melalui amal perbuatan kita dalam
kehidupan sehari-hari maka akan tercipta agama Islam yang
cemerlang. Sehingga akan menjadi agama yang dapat dirasakan
kebaikan yang terdapat didalamnya.
e. “Jangan kamu berteriak-teriak sanggup membela agama, walaupun
harus menyumbangkan jiwamu sekalian, entah dengan sakit atau
tidak, jika Allah yang berkehendak tentu akan mati sendiri. Tapi
beranikah kamu, menawarkan harta bendamu untuk kepentingan
agama? Itulah yang lebih diperlukan untuk waktu sekarang ini”
Pendidikan karakter yang terdapat dalam pesan diatas adalah
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya salah satunya dalam menggunakan harta
dalam kepentingan agama.
f. “Belanjakanlah harta bendamu pada saat kamu masih dapat
menguasainya. Kelak akan datang saatnya dimana yang wajib
(pemerintah) akan berkuasa penuh kepada keseluruhannya. Yakni
melalui pajak.”
Nilai karakter jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
90
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.Dalam pesan tersebut terdapat
pendidikan karakter untuk berperilaku jujr terhadap perkataan,
tindakan dan pekerjaan salah satunya yakni pajak.
g. “Mengapa kebanyakan dari kamu jika sakit pergi ke dokter laki-laki,
apalagi kalau melahirkan anak. Kalau benar kamu malu, teruslah
belajar, jadikanlah dirimu seorang dokter, sehingga kita sudah
mempunyai dokter wanita untuk kaum wanita pula. Alangkah
utamanya.”
Nilai karakter kerja kerasPerilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas
dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
h. “Janganlah kamu tergesa-gesa menyanggupi suatu tugas dari
keputusan sidang, sebelum kamu berfikir terlebih dahulu. Telitilah!
Kemungkinan kamu ada tugas pula yang bersamakan waktunya, kalo
memang benar adanya, usahakanlah jalan untuk memudahkannya
kepada waktu yang tidak bersamaan, supaya kamu tidak
mempermainkan atau mempermudah keputusan sidang dengan
hanya mengirim surat permisi dari kesanggupan tersebut setelah
kamu sampai rumah.”
Pendidikan karakter yang terdapat pada nasehat tersebut adalah
berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain. untuk itu bertanggungjawab
terhadap tugas yang harus di selesaikan merupakan karakter yang
sangat dibutuhkan.
i. “Maut adalah suatu bahaya yang besar. Maka hendaklah kamu
sekalian memperbanyak ingat kepada Allah dan terhadap sesama
manusia, sebelum datangnya waktu maut.”
Nilai karakter religius sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
91
pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk
agama lain. dijelaskan oleh
j. “Kalau kamu permisi dari suatu tugas yang ditetapkan oleh sidang
kepadamu, untuk bertabligh umpamanya, janganlah kamu permisi
kepadaku, tapi permisilah kepada Tuhan dengan mengemukakan
alasanmu, beranikah kamu bertanggungjawab atas perbuatan itu?”
Nilai karakter disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Dalam
pendidikan karakter disiplin tersebut sikap yang menunjukkan
tanggungjawab terhadap hal-hal yang diberikan kepercayaan
terhadap dirinya.
k. “Urusan dapur jangan dijadikan halangan untuk menjalankan tugas
dalam menghadapi masyarakat.”
Pendidikan karakter yang dapat dipelajari dari nasihat diatas
adalah berusahalah untuk selalu bertanggungjawab terhadap urusan-
urusan yang telah dipercayakan kepada kita, karena dengan hal itu
maka kita akan dapat menjadi pribadi muslim yang dapat
bertanggung jawab terhadap segala sesuatu.
l. “Hidup sekali untuk dipertaruhkan, berhati-hatilah kamu sekalian
dalam menggunakan waktu selama hidupmu.”
Pendidikan karakter yang dapat kita ambil dari nasihat tersebut
adalah, jadilah manusia yang berhati-hati dalam menggunakan waktu
dan kesempatan karena hidup sekali dapat menjadi pertaruhannya.
Apabila tidak berhati-hati kita akan menyesal. Maka akan terbentuk
pribadi manusia yang senantiasa berfikir panjang dalam keseharian.
92
m. “Menurut penyelidikanku, sesungguhnya keadaan umat Islam
sebagian besar telah jauh meninggalkan ajaran agama Islam. Adapun
yang menyebabkan kemunduran umat Islam itu karena menderita
berbagai penyakit. Sebab itulah aku perlu memperbanyak amalan
dan tetap berjuang bersama-sama anak-anakku sekalian guna
menegakkan kembali semua urusan yang kini udah lama bengkok.”
Keadaan umat Islam sesungguhnya telah jauh terhadap apa
yang diajarkan oleh Allah dan Rasulnya. Oleh sebab itu kembalilah
kepada ajaran-ajaran-Nya sehingga akan memperbanyak amalan
dalam kehidupan ini. Pendidikan karakternya adalah jadilah pribadi
manusia yang berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran Allah
sehingga agama Islam ini akan selalu memiliki generasi yang baik,
pintar dan bermanfaat untuk masa sekarang dan masa yang akan
datang.
C. Relevansi Pendidikan Karakter K.H. Ahmad Dahlan dengan Unsur-
Unsur Pendidikan Karakter Kemendiknas.
Sebagai seorang ulama’ yang disegani masyarakat karena
kepandaiannya dalam hal agama dan ilmu pengetahuan, K.H. Ahmad Dahlan
selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang patut untuk dicontoh oleh
masyarakat.Oleh karena itu beliau tampil dengan tutur kata yang sopan dan
perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam.Karena menurut beliau, tauladan
adalah bentuk pendidikan yang efektif.
1. Nilai Karakter Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta
93
hidup rukun dengan pemeluk agama lain. dijelaskan oleh (Zuhrian,
2008:26).
K.H. Ahmad Dahlan sangat menghormati para pemeluk agama
Kristen. Hal ini ditunjukkan dengan pergaulannya yang amat luas, tidak
terbatas sesama umat Islam. Beliau sangat akrab dengan para pastur dan
pendeta. Diantaranya adalah pastur Van Lith, Pastur Van Driesse
dll.Pergaulannya melintas keimanan dan agama. Dijelaskan dalam buku
karya (Asrofie, 1983:74).
Kerukunan beragama tidak diartikan merukunkan ajaran agama,
karena masing-masing agama memiliki klaim-klaim kebenaran yang
berada pada wilayah sensitive. Maka kerukunan antar umat beragama
harus diartikan sebagai kerukunan antar pemeluk agama, yang rukun
bukan agamanya, tetapi umatnya, yang sama-sama satu bangsa.Dijelaskan
dalam buku karya (Nugraha, 2010:105).
Beliau adalah seorang yang tergolong alim ulama dan cerdik pandai,
yang mendasarkan gerak amalnya atas agama Islam (patut taat kepada
Allah), mengambil contoh teladan, mengikuti jejak Nabi Muhammad
SAW, memimpin dan bekerja dalam bidang kemasyarakatan yang menuju
keridhaan Allah (Salam, 1968:17).
2. Nilai Karakter Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:26).
94
Kejujuran K.H. Ahmad Dahlan dapat dilihat ketika masalah arah
kiblat. Ketika masuk waktu shalat dhuhur, seorang muadzin Masjid Agung
melihat ada tiga garis putih yang melintang di depan tempat imam dari
arah utara ke selatan. Tiga buah garis sejajar dengan jarak selebar orang
shalat berjamaah itu agak condong ke utara sekitar 23 derajat. Garis
tersebut seolah-olah memberikan isyarat agar melaksanakan shalat
berjamaah mengikuti garis tadi (Wibowo, 2011:102).
3. Nilai Karakter Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
(Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:26).
K.H. Ahmad Dahlan sangat menghormati para pemeluk agama
Kristen. Hal ini dibuktikan dengan pergaulan beliau yang sangat luas.
Tidak terbatas sesama umat Islam. Beliau sangat akrab dengan para pastur
dan pendeta. Di antaranya adalah pastur Van Lith, Pastur Van Driesse dll.
Pergaulannya melintas keimanan dan agama (Asrofie, 1983:74).
Kerukunan beragama tidak diartikan merukunkan ajaran agama,
karena masing-masing agama memiliki klaim-klaim kebenaran yang
berada pada wilayah sensitif. Maka kerukunan antar umat beragama harus
diartikan sebagai kerukunan antar pemeluk agama, yang rukun bukan
agamanya, tetapi umatnya, yang sama-sama satu bangsa (Nugraha,
2010:105).
95
4. Nilai Karakter Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan. Dijelaskan dalam buku (Kementerian Pendidikan
Nasional, 2011:27).
Dalam pergerakan Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan selalu
konsisten dalam berpikir, berbicara, dan bekerja. Berpikir dengan akal
yang cerdas dan luas dengan pedoman al-Qur’an dan Hadist. Disiplin
dalam beragama dan mentaati perintah dan larangan Allah SWT (Anshory,
2010:85).
Pernah ada kejadian utusan Muhammadiyah yang betul-betul
kembali dari stasiun, karena ketinggalan kereta api ke Solo untuk
mendatangi rapat/pengajian. Sewaktu melaporkan kepada K.H. Ahmad
Dahlan, maka kata beliau:“Apakah kau tidak punya kaki untuk berjalan
sampai kesana? Kalau tidak ada kereta api, apakah tidak dapat pergi
dengan kendaraan lainnya? Maka berangkatlah utusan tersebut dengan
taksi yang tidak murah harga sewanya. Ternyata kedatangannya sudah di
tunggu oleh masyarakat di sana. Ini merupakan kesungguhan K.H. Ahmad
Dahlan menggiatkan untuk disiplin terhadap tugas yang diberikan (Salam,
1968:63).
5. Nilai Karakter Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:7).
96
Sewaktu beliau mendirikan Muhammadiyah, tidak sedikit ujian dan
rintangan yang dihadapinya. Baik dari pihak keluarganya, maupun dari
masyarakat di sekitarnya.Dalam menghadapi cobaan dan macam-macam
rintangan itu, K.H. Ahmad Dahlan tidak sedikitpun gentar atau mundur.
Melainkan beliau tetap melangkah dengan kerja keras, sehingga
tercapailah persarikatan Muhammadiyah. Meskipun kelahiran
Muhammadiyah, sebagai realisasi daripada ide pembaharuan yang diidam-
idamkan oleh beliau, karena kenyakinan beliau dan kesabaran dan
keuletannya sehingga tercapai cita-cita Muhamadiyah (Harapah dan
Sokawati, 1908:101).
6. Nilai Karakter Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki (Kementerian Pendidikan Nasional,
2011:27).
a. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam secara popular, bukan saja
dipesantren, melainkan pergi ke berbagai tempat.
b. Mengubah dan membetulkan arah kiblat (Anshory, 2010:53).
c. Penggunaan ilmu perhitungan astronomi untuk menetapkan mulai dan
akhir bulan puasa (hisab) (Anshory, 2010:89).
7. Nilai Karakter Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas (Kementerian Pendidikan Nasional,
2011:28).
97
Sekitar tahun 1908-1909, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah
pertama secara formal yakni MadrasahIbtidaiyah (setingkat SD) dan
MadrasahDiniyah dirumah beliau sendiri (Mulkhan, 1990:19). Sekolahan
tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah
K.H. Ahmad Dahlan. Beliau mengajar dan mempersiapkan keperluan
mengajar itu sendiri, salah satunya yaitu beliau menggunakan dua buah
meja miliknya. Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa
dibuat sendiri pula dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis
terbuat dari kayu suren.
Selanjutnya K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan Madrasah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (Mulkhan, 1990:19). Madrasah tersebut
kemudian dikenal sebagai sekolah pertama yang dibangun dan dikelola
oleh pribumi secara mandiri yang dilengkapi dengan perlengkapan belajar
mengajar modern seperti; bangku, papan tulis, kursi, dan sistem
pengajaran secara klasikal.
8. Nilai Karakter Demokrasi
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain (Kementerian Pendidikan Nasional,
2011:28).
Nilai demokrasi yang ditunjukkan oleh K.H. Ahmad Dahlan dapat
dilihat sewaktu beliau ditanya murid-muridnya nama apa gerangan yang
akan diberikannya kepada organisasi yang akan didirikannya? Maka
beliaupun menjawab:“Muhammadiyah” (Sucipto, 2005:45).
98
Rupanya nama tersebut dipilihnya sebagai hasil dari sembahyang
istikharah yang berulang kali. Beliau lakukan untuk menetapkan nama
perkumpulan yang akan didirikannya. Dalam hubungan ini, bapak Sudja’
yang terhitung adalah salah satu murid beserta kader beliau K.H. Ahmad
Dahlan pun bertanya, kenapa beliau memberikan nama tersebut?
Bukankah namanya seperti nama perempuan? Dan beliau pun menjawab,
“Muhammadiyah bukanlah nama perempuan, Muhammadiyah memiliki
makna yaitu pengikut Nabi Muhammad.
9. Nilai Karakter Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar
(Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:28).
K.H. Ahmad Dahlan belajar Qiraah pada Syekh Amin dan Sayid
Bakri Satock. Selanjutnya kyai juga belajar ilmu pengobatan dan racun
binatang dari Syekh Hasan (Mulkhan, 1990:6). Pengetahuan K.H. Ahmad
Dahlan yang sangat luas, dan mencakup kedisiplinan yang tinggi,
menjadikan K.H. Ahmad Dahlan tumbuh menjadi pribadi yang arif dan
tajam pemikirannya, serta memiliki pandangan yang jauh ke depan
(Mulkhan, 1990:7). Rasa ingin tahu yang besar mendorong K.H. Ahmad
Dahlan, memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar.
99
10. Nilai Karakter Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
(Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:28).
Menurut pandangan KH. Ahmad Dahlan, untuk membebaskan
bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa Belanda, harus dengan
meningkatkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan melalui lembaga
pendidikan. Beliau senantiasa menyerukan kepada masyarakat untuk
beramal dan berorganisasi dan hendaknya berpegangan pada prinsip
“Senantiasa mempertanggungjawabkan tindakan kepada Allah”.
K.H. Ahmad Dahlan menyerukan perlunya setiap pemimpin
menambah terus ilmu sehingga bijaksana dalam mengambil keputusan dan
perlunya dilakukan perubahan untuk menuju kearah yang lebih baik.
Dalam memahami agama KH Ahmad Dahlan selalu berpegang pada
prinsip: 1) memahami ajaran Islam itu sumbernya hanya Al-Qur’an dan
Al-sunah, 2) untuk dapat memahaminya dengan tepat harus menggunakan
akal yang sehat sesuai dengan jiwa agama Islam (Sucipto, dkk, 2010:63).
Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut,
KH. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran
agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-
sekolah sendiri, dimana agama dan pengetahuan umum diajarkan bersama-
sama. Dengan kedua tindakan tersebut diharapkan bangsa Indonesia dapat
100
didik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang
berilmu pengetahuan umum secara luas dan agama yang mendalam.
KH.Ahmad Dahlan memiliki cita-cita yang tinggi, memperbaiki
masyarakat Indonesia dari keterpurukan dan penindasan berlandaskan cita-
cita Islam berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Usaha-usahanya lebih
ditujukan untuk hidup beragama dengan berbekal keyakinan bahwa untuk
membangun masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu dibangun
semangat bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa semangat kebangsaan yang
ditunjukkan oleh KH.Ahmad Dahlan bercermin dari sikapnya membangun
pendidikan yang terbebas dari penjajahan.
11. Nilai Karakter Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa (Kementerian Pendidikan
Nasional, 2011:29).
Saat bangsa Indonesia masih dijajah, banyak rakyat yang tidak
dapat membaca dan menulis. Kondisi ini membuat K.H. Ahmad Dahlan
mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat dalam menuntut pengetahuan
umum dan agama. Selain itu didirikan pula poliklinik dan rumah yatim
banyak-banyaknya, dididiknya para pemuda tunas harapan bangsa. Wanita
tiang negara dan alat-alat negara seperti pamong praja, serta polisi dengan
pengetahuan agama dan ilmu umum yang praktis. Meskipun lapangan
101
perjuangan dalam bidang sosial dan peendidikan, namun usaha K.H.
Ahmad Dahlan ini mempunyai arti peduli lingkungan yang mendalam.
Muhammadiyah berpaut erat dengan perjuangan kebangsaan
Indonesia. Dimana sejak didirikannya persyarikatan Muhammadiyah pada
tahun 1912, sudah banyak jasa-jasa organisasi ini terhadap bangsa dan
tanah air Indonesia. Secara khusus Ir. Soekarno memberikan apresiasi
tinggi terhadap peran KH.Ahmad Dahlan dalam perintisan gagasan
nasionalisme bangsa. Presiden pertama RI ini menyebutkan K.H. Ahmad
Dahlan sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh terhadap pergulatan
intelektualisme di Indonesia.
Sejak awal berdirinya Muhammadiyah, tidak rahasia lagi jika
KH.Ahmad Dahlan bukanlah seorang tokoh politik ataupun negarawan
yang hanya memikirkan keuntungan sesaat negara, dan bukan pula
seorang tokoh sosial yang hanya berbuat kebaikan dan menolong sesama
hidup, atau tokoh kebatinan yang hanya mengemudi kesucian pribadi
menghadap kepada Tuhan Yang Maha Suci saja. Akan tetapi beliau adalah
seseorang yang tergolong alim ulam dan cerdik pandai, yang mendasarkan
gerak amalnya atas agama Islam (patuh taat kepada Allah), mengambil
contoh teladan, mengikuti jejak nabi Muhammad SAW., memimpin dan
bekerja dalam bidang kemasyarakatan yang menuju keridhaan
Allah.Sebagaimana juga Muhammadiyah yang didirikannya, bukan
sebagai organisasi politik, tetapi sebagai organisasi “gerakan agama” yang
menuju pembentukan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
102
12. Nilai Karakter Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan menghormati
keberhasilan orang lain (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011:29).
Landasan K.H. Ahmad Dahlan dalam mengadopsi bentuk
pendidikan dari luar, banyak diilhami oleh ajaran Rasulullah, “Hendaknya
mempelajari bahasa musuhmu agar tidak diperdaya musuhmu”. Serta
sabda Nabi: ‘Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Hal inilah yang
melatarbelakangi KH.Ahmad Dahlan untuk mendirikan sekolah yang
menggunakan bahasa Belanda. Contoh yang lain dapat dilihat dari
dukungan beliau kepada kaum perempuan dalam memperoleh pendidikan,
“mengapa kebanyakan dari kamu kalau sakit sama pergi kepada dokter
laki-laki, apalagi kalau melahirkan anak. Kalau benar-benar kamu sama
malu, teruskanlah belajar, jadikanlah dirimu seorang dokter, sehingga kita
sudah mempunyai seorang dokter wanita untuk kaum wanita pula” (Salam,
1968:52).
13. Nilai Karakter Bersahabat / Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul,
bekerja sama dengan orang lain (Kementerian Pendidikan Nasional,
2011:29).
K.H. Ahmad Dahlan memiliki nilai karakter bersahabat salah
satunya terlihat dari percakapan beliau sebagai berikut, “Kamu tidak mau
103
menjalankan tugas itu, karena kamu tidak bisa bukan? Beruntunglah!
Marilah saya ajarkan persoalan itu, jadi kalo sudah dapat dan mengerti,
kamu harus menjalankannya.Lain soalnya apabila kamu tidak mau, siapa
yanga kan mengatasi orang yang sengaja tidak mau!” nasihat K.H. Ahmad
Dahlan (Salam, 1968:53).
Pada akhir tahun 1897, K.H. Ahmad Dahlan merasa perlu untuk
meneruskan cita-citanya itu dengan jangkauan lebih luas. Beliau berencana
untuk mengadakan musyawarah di antara para alim ulama, baik di dalam
maupun luar kota Yogyakarta, untuk menentukan arah kiblatyang tidak
tepat tersebut (Wibowo, 2011:97).
14. Nilai Karakter Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya (Kementerian Pendidikan
Nasional, 2011:29).
Dalam menghadapi cobaan dan rintangan, K.H. Ahmad Dahlan
tidak gentar ataupun mundur setapak pun juga. Hatinya juga semakin
teguh membaja, untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangannya. Sehingga
Muhammadiyah mampu mengembangkan sayapnya ke berbagai daerah di
Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa beliau senantiasa cinta damai
terhadap sesama, walaupun dalam mendirikan Muhammadiyah
mendapatkan cacian, makian,hinaan, beliau tetap tabah dan sabar
menghadapinya.
104
15. Nilai Karakter Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang memberikan kebajikan bagi dirinya (Kementerian Pendidikan
Nasional, 2011:30).
Pada usia delapan tahun K.H Ahmad Dahlan telah lancar membaca
Al-Quran hingga katam (Sucipto, 2010:57). Sebagai alim ulama, beliau
mempunyai banyak kitab yang biasa digunakan dikaji di pondok-pondok.
Di antara buku dan kitab-kitab yang menjadi kegemaran beliau adalah
sebagai berikut (Sucipto, 2010:59).
a. Kitab Tauhid karangan Syech Muhammad Abduh
b. Kitab Tafsir JuzzAmma karangan Syech Muhammad Abduh
c. Kitab KanzulUlum
d. Kitab Dirotul ma’arif karangan Farid Wadji
e. Kitab-kitab Fil Bid’ah karangan Ibnu Taimiyah
f. Kitab Attawasul wal-wasilah karangan Ibnu Taimiyah
g. Kitab Al-Islam wan Nasroniyah karangan Syech Muhammad
Abduh
h. Kitab Idharulhaq karangan Rahmatullah Al-Hindi
i. Kitab-kitab Hadist Karangan Ulama Madzhab Hambali
j. Kitab-kitab tafsir Al-Manar karangan Sajid Al-Urwatul Wustqa
k. Matan Al-Hikmah li’ Atha-ilah
l. Al-Qashaid ‘ Ath-thasijah, li’ Abdullah Al-Ath-thas.
105
Dari banyaknya kitab-kitab yang dimiliki oleh K.H. Ahmad Dahlan
menunjukkan bahwa beliau gemar membaca untuk menambahkan
wawasan dan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu pengetahuan beliau
sangatlah luas dan dalam.
106
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Konsep K.H. Ahmad Dahlan mengenai pendidikan karakter adalah benar
dan salah, baik dan tidak baik yang ditentukan oleh hukum yang sah dan suci
dalam kacamata Islam yang sesui dengan Al-Qur’an dan AS-Sunnah. Dasar
pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan diutamakan dengan pendidikan Islam
yang terdiri melalui 3 perkara yakni iman, ilmu dan amal. Pendidikan karakter
K.H. Ahmad Dahlan juga terdapat pada tujuh intisari falsafah dan pesan-pesan
wasiat beliau selama mengajar. pendidikan karakter yang beliau terapkan dengan
menanamkan karakter kepada peserta didiknya melalui pendidikan akhlaq yang
sesuai dengan Al-quran dan as-sunnah sehingga dapat menghasilkan peserta didik
yang berkarakter berlandaskan Islam.
Relevansi Nilai Pendidikan Karakter Kemendiknas dengan Pendidikan
Karakter Perspektif K.H. Ahmad Dahlan diantaranya yaitu, nilai karakter religius,
jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggung jawab. Adapun
pendidikan karakter K.H. Ahmad Dahlan dapat mendukung pendidikan karakter
Kemendiknas sehingga mampu menciptakan pendidikan karakter yang efektif.
B. SARAN
Setelah memberikan kesimpulan diatas, penulis setidaknya dapat
memberikan saran-saran untuk bertujuan kemajuan dalam bidang pendidikan di
107
negara ini, terutama pendidikan karakter. Adapun saran-saran tersebut
diantaranya:
1. Pendidikan harus mengutamakan azas kebermanfaatan dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan tidak hanya sebatas teori saja namun juga praktek
nya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Nilai-nilai yang terdapat di pendidikan karakter seharusnya dapat
dipraktekan dalam kehidupan nyata, dengan cara diamalkan dan
dipraktekan. Tidak hanya mempelajari teori tanpa amalan.
3. Pendidikan umum dan pendidikan agama harus berjalan seimbang
sehingga menghasilkan peserta didik yang berkualitas, dimana tidak
hanya cerdas namun juga berakhlaq mulia.
108
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter Kontstruktivisme dan VCT
sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Pers
Anshory, HM Nasrudin. 2010.MatahariPembaharuan Rekam Jejak KH. Ahmad
Dahlan Yogyakarta: Galangpess
Anshory, HM Nasrudin.2011. Satu Abad Muhammadiyah Tafsir
JawaKeteladanan Kiai Ahmad Dahlan, Yogyakarta: Adi Wacana
Asrofie, M. Yusron.1983.KH. Ahmad Dahlan Pemikiran dan
KepemimpinannyaYogyakarta: Yogyakarta Offset
Barnawi dan M. Arifin. 2012. Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan
Karakter. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Dahlan Ahmad. 1985. Tali Pengikat Hidup Manusia, Dalam Buku Perkembangan
Pemikiran Muhammadiyah Dan Masa ke Masa, Menyambut Muktamar Ke-
41. Yogyakarta: PT Dua Dimensi
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka
Depertemen Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Fadillah, Muhammad dan Lilif Mualifatu Khorida. 2013. Pendidikan Karakter
Anak Usia Dini: Konsep dan Aplikasinya dalam PAUD. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung:
Alfabeta
Hadjid, K.R.H. 2008.Pelajaran K.H. Ahmad Dahlan, 7 Falsafah & 17 ayat Al-
Qur’an. Yogyakarta: LPI PP Muhammadiyah
Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter:Konsepsi & Implementasinya
Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan
Masyarakat, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Kesuma, Dharma, Cepi Triatna, dan Johar Permana. 2011. Pendidikan Karakter
Kajian Teori Dan Praktek Di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Koesoema A, Doni. 2010. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di
Zaman Global. Jakarta: Grasindo
Kementrian Pendidikan Nasional.2011.Pedoman Sekolah Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Kemendiknas
109
Lickona, Thomas. 2012. Mendidik untuk Membentuk Karakter: Bagaimana
Sekolah dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan
Bertanggung Jawab (Wahyudin, Uyu dan Suryani, Ed.). Jakarta: Bumi
Aksara
Marzuki. 2011. PrinsipDasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Dalam Buku
Pendidikan Karakter, Dalam Perspektif Teori dan Praktek. Yogyakarta :
UNY Press
Majid, Abdul, dkk. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Membaca
Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama
Mulkhan, Abdul Munir. 1990. Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan
Muhammadiyah Dalam Perspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara
Mulkhan, Abdul Munir. 2010. Kiai Ahmad Dahlan Jejak Pembaharuan Sosial
dan Kemanusiaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara
.Nugraha, Adi. 2010. KH. Ahmad Dahlam: Biografi Singkat (1869-1923),
Yogyakarta: Garasi
Rais, Amien, dkk. 1985. Pendidikan Muhammadiyah dan PerubahanSosial
Yogyakarta: PLP2M Amien Rais. 1995. Moralitas Politik Muhammadiyah,
Yogyakarta: Dinamika
Raharjo. 2010. Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia,
dalam Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta: Balitbang
Kemendiknas
Syuja Kyai. 2010. Islam Berkemajuan, Kisah Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan
dan Muhammadiyah Masa Awal, Tangerang : Al Wasth
Salam Junus. 1968. K.H.A Dahlan, Amal dan Perdjoeangannya. Djakarta : Depot
Pengadjaran Muhammadiyah
Sokawati, Bambang. 1979. Nyi Hajar Dewantara Kisah dan Data,
Jakarta:Gunung Agung
Sucipto, Hery, Nadjamuddin Ramly. 2005. Tajdid Muhammadiyah, Dari Ahmad
Dahlan Hingga A. Syafii Maarif, Jakarta: Grafifindo Khasanah Ilmu
Sucipto, Hery. 2010. KH. Ahmad Dahlan: Sang Pencerah, Pendidikan, dan
Pendiri Muhammadiyah, Jakarta: Best Media Utama
Salam, Junus.2009. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Tangerang: Al-
Wasat Publising House
Salim,Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan .2012.Studi Ilmu Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
110
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosdakarya Offset
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter: Startegi Membangun Karakter
Bangsa Berperadaban, Yogyakarta: Pustaka Belajar
Yusuf, M. Yunan, dkk. 1985.Cita dan Citra Muhammadiyah, Jakarta: Pustaka
Panjimas
Zuhrian, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta:Bumi Aksara
.
Sumber lain:
http://www.menkokesra.go.id/node/337. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendindikan Nasional, diakses 11
November 2015.
111
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama :Aisyah Kresnaningtyas
Tempat/TanggalLahir : Blora, 14 juli 1993
Alamat : Blora, Randublatung Ds. Kadengan Rt 02/ Rw 01
Jawa Tengah Indonesia.
Pendidikan :SDN Pilang 1 Randublatung, lulus tahun 2005
MTS Al-mukmin Ngruki Surakarta, lulus tahun
2008
SMA Muhammadiyah 3 Randublatung, lulus tahun
2011.
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 13 September 2016
Penulis
Aisyah Kresnaningtyas
NIM. 111-12-196