kista hepar icha.docx

30
BAB I PENDAHULUAN Istilah kista berasal dari kata Yunani yaitu kustis yang berarti kantong dimana merupakan suatu abnormalitas pada pertumbuhan jaringan. Dalam pengertian secara histopatologi, kista adalah rongga yang dilapisi sel epitel. Pada kista terdapat duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh obstruksi, hiperplasia epitel, sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista timbul dari sisa-sisa epitel ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-tengah massa epitel. 1 Kista dapat bersifat kongenital atau didapat. Cairan kista biasanya bening dan tidak berwarna namun dapat juga viscous atau mengandung kristal kolesterol sebagai hasil dari nekrosis jaringan. True cysts atau kista yang sesungguhnya harus dibedakan dari false cysts atau pseudokista, pseudokista ini merupakan timbunan cairan yang terkandung dalam kavitas yang tidak mempunyai lapisan epithelium. Kista seperti ini biasanya berasal dari suatu proses inflamasi atau degeneratif. 2 Penyakit kistik hepar sering diidentifikasi saat laparotomi dan selama pemeriksaan gejala abdominal yang tidak berhubungan dengan kista. Dalam banyak kasus, penemuan kista hepar yang tidak terduga baik soliter maupun multipel, tidak memiliki arti klinis bila tidak bergejala, walaupun kista hepar ini juga dapat diasosiasikan sebagai proses patologis yang cukup serius. 3 kista hepar lebih banyak dijumpai pada kaum wanita dibanding laki-laki, dengan perbandingan 10:1, pada rentang usia 50-60 tahun. Gejala klinis terjadi akibat pembesaran 1

Upload: siti-rahmah

Post on 23-Nov-2015

38 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Istilah kista berasal dari kata Yunani yaitu kustis yang berarti kantong dimana merupakan suatu abnormalitas pada pertumbuhan jaringan. Dalam pengertian secara histopatologi, kista adalah rongga yang dilapisi sel epitel. Pada kista terdapat duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh obstruksi, hiperplasia epitel, sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista timbul dari sisa-sisa epitel ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-tengah massa epitel.1Kista dapat bersifat kongenital atau didapat. Cairan kista biasanya bening dan tidak berwarna namun dapat juga viscous atau mengandung kristal kolesterol sebagai hasil dari nekrosis jaringan. True cysts atau kista yang sesungguhnya harus dibedakan dari false cysts ataupseudokista, pseudokista ini merupakan timbunan cairan yang terkandung dalam kavitas yang tidak mempunyai lapisan epithelium. Kista seperti ini biasanya berasal dari suatu proses inflamasi atau degeneratif.2Penyakit kistik hepar sering diidentifikasi saat laparotomi dan selama pemeriksaan gejala abdominal yang tidak berhubungan dengan kista. Dalam banyak kasus, penemuan kista hepar yang tidak terduga baik soliter maupun multipel, tidakmemiliki arti klinis bila tidak bergejala, walaupun kista hepar ini juga dapat diasosiasikan sebagai proses patologis yang cukup serius.3kista hepar lebih banyak dijumpai pada kaum wanita dibanding laki-laki, dengan perbandingan 10:1, pada rentang usia 50-60 tahun. Gejala klinis terjadi akibat pembesaran secara progresif kista, atau karena komplikasi yang timbul akibat kista tersebut. Komplikasi yang bisa terjadi di antaranya perdarahan intrakistik, infeksi pada kista, trasformasi kista kearah proses malignansi, kompresi pada organ-oran sekitar yang juga dapat menyebabkan ikterus obstruktif, kista ruptur spontan serta alergi akibat kebocoran cairan kista.3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi HeparHepar terletak pada kuadran kanan atas abdomen, intraperitoneal tepat dibawah sisi kanan diafragma yang dilindungi oleh costa. Berat hepar kurang lebih 1400 gram pada orang dewasa dan dibungkus oleh sebuah kapsul fibrous.4

Gambar 1. Posisi hepar dalam tubuh.5

Hepar memiliki facies diaphragmatica dan facies visceralis (dorsokaudal) yang dibatasi oleh tepi kaudal hepar. Facies diaphragmatic bersifat licin dan berbentuk kubah, sesuai dengan cekungan permukaan kaudal diafragma, tetapi untuksebagian besar terpisah dari diafragma karena recessus subphrenicus cavitasperitonealis. Hepar tertutup oleh peritoneum, kecuali di sebelah dorsal, tempat hepar bersentuhan langsung pada diafragma. Area nuda hepar ini dibatasi oleh melipatnya peritoneum dari diafragma ke hepar sebagai lembar ventral (cranial) dan lembar dorsal (kaudal) ligamentum coronarium. Kedua lembar tersebut bertemu di sebelah kanan untuk membentuk ligamentum triangulare. Ke arah kiri lembar-lembar ligamentum coronarium tercerai dan membatasi area nuda hepar yang berbentuk segitiga. Lembar ventral ligamentum di sebelah kiri bersinambungan dengan lembar kanan ligamentum falciforme, dan lembar dorsal bersinambungan dengan lembar kanan omentum minus. Lembar kiri ligamentum falciforme dan omentum minus bertemu untuk membentuk ligamentum triangulare sinistrum.6Hepar terbagi menjadi lobus hepatis dekstra dan lobus hepatis sinistra yang masing-masing berfungsi secara mandiri. Masing-masing lobus memiliki pendarahan sendiri dan arteria hepatica dan vena portae hepatis, dan juga penyaluran darah venosa dan empedu bersifat serupa.3,6,7Lobus hepatis dekstra dibatasi terhadap lobus hepatis sinistra oleh fossa vesicae biliaris dan sulcus vena cava pada facies visceralis hepatis, dan oleh sebuah garis khayal pada permukaan diaphragmatika yang melintas dari fundus vesicae biliaris ke vena cava inferior.6

Gambar 2. Anatomi Hepar.5

Lobus hepatis sinistra mencakup lobus caudatus dan hampir seluruh lobus quadratus. Lobus hepatis sinistra terpisah dari lobus caudatus dan lobus quadrates oleh fissure ligament teretis dan fissura ligament venosi pada facies visceralis, danoleh perlekatan ligamentum teres hepatis pada facies diaphragmatica.6,7Hepar menerima darah dari dua sumber: arteri hepatica propria (30%) dan vena porta hepatis (70%). Arteri hepatica propria membawa darah yang kaya akan oksigen dari aorta, dan vena porta hepatis mengantar darah yang miskin akan oksigendari saluran cerna, kecuali dari bagian distal canalis analis. Di porta hepatis arteri hepatica propria dan vena porta hepatis berakhir dengan membentuk ramus dekstra dan ramus sinistra, masing-masing untuk lobus hepatis dekstra. Lobus-lobus ini berfungsi secara terpisah, dalam masing-masing lobus cabang primer vena porta hepatis dan arteri hepatica propria teratur secara konsisten untuk membatasi segmen vascular. Bidang horizontal melalui masing-masing lobus membagi hepar menjadi delapan segmen vascular. Antara segmen-segmen terdapat vena hepatica untukmenyalurkan darah dari segmen-segmen yang bertetangga.3,4,6,7

Gambar 3. Distribusi vaskular dan duktus hepatikus.5

Vena hepatica yang terbentuk melalui persatuan vena centralis hepatis, bermuara dalam vena cava inferior, tepat kaudal dari diaphragm. Hubungan vena ini dengan vena cava inferior membantu memantapkan kedudukan hepar.6

Gambar 4. Sistem duktuli dan vaskular intrahepatik.5Hepar memiliki vasa lymphaticum superficial dan vasa lymphaticum profundum. Vasa lymphaticum superficial terbanyak bergabung dengan pembuluh limfe di porta hepatis dan ditampung oleh nodi lymphoidei hepatici.6Pembagian anatomi menurut nomenklatur Couinaud sangat penting dalam mempertimbangkan reseksi segmen hepar. Hal ini memungkinkan kita melakukan reseksi pada segmen tertentu atau kombinasi beberapa segmen dengan tetap mempertahankan vaskularisasi dan kontinuitas aliran bilier pada segmen yang tertinggal.32.2 Fisiologi HeparHepar memiliki banyak fungsi, termasuk fungsi pengambilan, penyimpanan,dan distribusi nutrisi dari darah atau traktus gastrointestinal, sintesis, metabolisme, dan eliminasi berbagai substrat endogen, eksogen, dan berbagai macam toksin. Hepar menerima suplai darah ganda dengan 75% dari vena porta, dan 25% dari arteri hepatica. Terdapat autoregulasi dari aliran arteri hepatica, namun tidak dari system vena porta. Aliran vena porta meningkat seiring dengan asupan makanan, garam empedu, sekretin, pentagastrin, polipeptida intestinal vasoaktif (VIP), glucagon, isoproterenol, prostaglandin E1 dan E2, dan papaverin. Aliran porta diperlambat oleh serotonin, angiotensin, vasopressin, nitrat, dan somatostatin.3Secara umum, hepar memiliki empat unit anatomic-fisiologik yang saling berhubungan dalam membentuk fungsi hepar, yaitu:71. Sistem sirkulasi Suplai darah ganda berfungsi membawa nutrisi bagi hepar dan berguna sebagai pembawa material yang diabsorbsi dari traktus intestinalis untuk digunakan dalam proses metabolisme. Pembuluh darah yang diikuti dengan sistem limfatik dan serat saraf berkontribusi untuk mengatur aliran darah dan tekanan intrasinusoidal.2. Saluran empeduSaluran ini berfungsi untuk mengalirkan material yang disekresikan oleh sel-sel hepar, termasuk bilirubin, kolesterol, dan obat-obat yang telah terdetoksifikasi. Sistem ini berasal dari apparatus Golgi, yang melewati mikrovili dari kanalis biliaris dan berakhir pada common bile duct.3. Sistem retikoulo endothelial.Sistem ini memiliki 60% elemen pada hepar, termasuk pula sel Kupffer dan sel-sel endothelial.4. Sel fungsional hepar (hepatosit) Sel ini memiliki aktifitas yang sangat bervariasi. Fungsi metabolik dari heparmembantu menyediakan kebutuhan tubuh. Sel-sel ini membantu proses anabolikmaupun katabolik, fungsi sekresi dan penyimpanan.

Empedu dibentuk pada membrana kanalikuli hepatosit dan duktuli empedu,dan disekresikan melalui sebuah proses aktif yang relative tidak tergantung padaaliran darah. Komponen organik utama dari empedu adalah asam empeduterkonjugasi, kolesterol, fosfolipid, pigmen empedu, dan protein. Dalam kondisinormal, 600 hingga 1000 mL empedu diproduksi setiap harinya.3Bilirubin, sebuah produk degradasi dari heme, dieliminasi hampir seluruhnyapada empedu. Bilirubin bersikulasi terikat pada albumin dan dikeluarkan dari plasmaoleh hepar melalui sistem transpor termediasi. Di dalam hepatosit, bilirubin terikatpada asam glukuronat sebelum disekresikan pada empedu.3Hepar mensintesis protein plasma utama, termasuk albumin, gamma-globulin,dan beberapa protein koagulasi. Disfungsi hepar akan memberikan efek koagulasi dengan menurunnya produksi protein koagulasi, atau dalam kasus ikterus obstruktif,terdapat penurunan aktifitas dari faktor II, V, VII, IX dan X, sebagai akibat dari kurangnya modifikasi post-translasi yang bergantung pada vitamin K.3

Fungsi normal hepar 4Metabolisme energi dan interkonversi substrat

Produksi glukosa melalui glukoneogenesis dan glikogenolisis

Konsumsi glukosa melalui jalur sintesis glikogen, sintesis asam lemak, glikolisis,dan siklus asam trikarboksilat

Sintesis kolesterol dari asetat, sintesis trigiliserida dari asam lemak, dan sekresi keduanya pada partikel VLDL

Pengambilan kolesterol dan trigliserida melalui endositosis partikel HDL dan LDLdengan ekskresi kolesterol pada empedu, beta-oksidasi asam lemak, dan konversi dari asetil-KoA berlebih menjadi keton

Deaminasi asam amino dan konversi ammonia menjadi urea melalui siklus urea

Transaminasi dan sintesis de novo asam amino non esensial

Fungsi sintesis protein

Sintesis berbagai macam protein plasma, termasuk albumin, faktor pembekuan,protein pengikat, apolipoprotein, angiotensinogen, dan insulin-like growthfactor I

Fungsi solubilisasi, transport, dan penyimpanan

Detoksifikasi obat dan racun melalui reaksi biotransformasi fase I dan fase II danekskresi melalui empedu

Solubilisasi lemak dan vitamin larut lemak pada empedu untuk diambil olehenterosit

Sintesis dan sekresi dari partikel VLDL dan lipoprotein pre-HDL, dan pembersihansisa HDL, LDL, dan kilomikron

Sintesis dan sekresi berbagai macam protein pengikat, termasuk transferin,globulin pengikat hormone steroid, globulin pengikat hormone tiroid,seruloplasmin, dan metalotionein

Pengambilan dan penyimpanan vitamin A, D, B12 dan folat

Fungsi proteksi dan pembersihan

Detoksifikasi ammonia melalui siklus urea

Detoksifikasi obat melalui oksidasi mikrosomal dan sistem konjugasi

Sintesis dan pengantaran glutathione

Pembersihan sel-sel yang rusak dan protein, hormone, obat-obatan, dan factor pembekuan teraktivasi dari sirkulasi portal

Pembersihan bakteri dan antigen dari sirkulasi portal

2.3 EpidemiologiKista hidatid bersifat endemik di negara-negara berkembang maupun Negara maju seperti negara Mediterania, Amerika Selatan, Australia dan New Zealand.Insidens penyakit kista hidatid di kawasan endemik berkisar dari 1-220 kasus per 100. 000 orang penduduk. Tidak terdapat predileksi dari jenis kelamin namun biasanya kista hidatid terjadi pada umur antara 30-40 tahun.3,7Insidens kista hepar non-parasitik yang pasti tidak diketahui karena biasanya penderita asimptomatik dan tidak menunjukkan gejala hingga terjadi komplikasi. Namun diperkirakan kista hepar diderita oleh 5% dari populasi umum. Tidak lebih dari 10-15% dari jumlah penderita ini mengalami simptom secara klinis. Kista hepar biasanya dijumpai secara tidak sengaja pada pemeriksaan radiologik abdominal atau pada prosedur laporotomi untuk kelainan lain yang dialami penderita, yang tidakberkaitan dengan gangguan fungsi hepar.3,10Kista hepar lebih banyak dijumpai pada kaum wanita dibanding laki-laki, dengan perbandingan 10:1, pada rentang usia 50-60 tahun. Gejala klinis terjadi akibat pembesaran secara progresif kista, atau karena komplikasi yang timbul akibat kista tersebut. Komplikasi yang bisa terjadi di antaranya perdarahan intrakistik, torsi, infeksi pada kista, transformasi kista ke arah proses malignansi, kompresi pada organ-organ sekitar yang juga dapat menyebabkan ikterus obstruktif, kista ruptur spontan serta reaksi alergi akibat kebocoran cairan kista.3,7,11 2.4.Klasifikasi Kista Hepar12

Kista Intrahepatik kongenital

Parenkimal

Soliter

Penyakit polikistik hepar

Anak Dewasa

Fibrosis hepatis congenital

Dilatasi fokal duktus biliaris intrahepatik (Carolis disease)

Kista Intrahepatik didapat

Inflamatorik

Piogenik Amebik Hydatid (Echinococcal)

Neoplastik

Benigna Maligna

Traumatic

)

Kista Intrahepatik KongenitalKista ini dapat tunggal, multipel, difus, terlokalisasi, unilokular, atau multilokular. Kejadian ditemukan kista pada autopsi dilaporkan dalam 0,15% kasus,1 % pada pemeriksaan CT scan. Kista soliter maupun penyakit polikistik hepar lebih banyak ditemukan pada wanita usia 40 hingga 60 tahun.7Kista non-parasitik soliter biasanya terletak pada lobus kanan hepar. Isi kista berupa material yang bening, dan memiliki karakteristik tekanan internal yang rendah tidak seperti kista parasitik yang memiliki tekanan tinggi. Biasanya cairan kista ini berwarna kuning kecokelatan, yang diduga berasal dari parenkim yang nekrosis. Penyakit polikistik hepar menunjukkan gambaran honeycomb appearance dengan kavitas yang multipel, dengan lesi yang tersebar merata di seluruh hepar.7Baik lesi soliter maupun polikistik tumbuh secara perlahan dan relatif tidakbergejala. Sebuah massa di kuadran kanan atas yang tidak nyeri adalah keluhan yang paling sering, dan ketika gejala muncul, biasanya dihubungkan dengan penekanan pada organ yang berdekatan. Nyeri abdominal yang akut dapat mengikuti komplikasi torsi, hemoragik intrakistik, atau rupture intraperitoneal. Pemeriksaan klinis dapat mengidentifikasi massa, dan ginjal juga dapat teraba. Ikterus jarang ditemukan.Fungsi hepar biasanya tidak menunjukkan abnormalitas. CT scan, USG, dan arteriografi dapat digunakan untuk menentukan posisi intrahepatik dari massa, dan peritoneoskopi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.12Kista soliter yang asimtomatik dan penyakit polikistik hepar biasanya tidakmembutuhkan penanganan khusus. Kista yang besar, soliter, dan simtomatik dapat ditangani secara elektif kecuali bila terjadi ruptur, hemoragik intrakistik, atau torsi.Pasien dengan kista hepar telah dapat ditangani dengan baik melalui drainage yang dikontrol secara radiologik, pada waktu yang bersamaan dengan injeksi cairan yang menyebabkan sklerosis seperti alkohol. Prosedur inisering dikaitkan dengan kasus rekurensi. Resolusi permanen diperoleh melaluioperasi yang sederhana dengan pembukaan atap kista secara luas dan dihubungkan kembali seperti halnya parenkim hepar yang normal. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparoskopik. Pada kasus hemoragik intrakistik yang signifikan,cystectomy mungkin dibutuhkan. Drainase internal ke intestinum mungkin dibutuhkan hanya bila terdapat erosi di dalam duktus hepatikus major yang tidak dapat diperbaiki kembali.7

a. Simple Liver CystSimple hepatic cyst muncul dalam jumlah besar dengan ukuran yangbervariasi, permukaan rata, mengkilat, berwarna biru-keabuan dan sering ditemukanpada lobus kanan. Dindingnya terdiri atas 3 lapisan : lapisan terdalam menyerupaiepitel duktus biliaris, lapisan tengah yang berupa jaringan ikat padat, dan lapisan luaryang mengandung jaringan ikat longgar dan duktus biliaris serta pembuluh darahyang terkompresi.3Kista soliter dapat berasal dari duktus yang tumbuh abnormal sebagai akibat dari hiperplasia inflamatorik atau obstruksi kongenital. Kista ini dapat mengenai semua usia. 90% dari kista jenis ini unilokular, dan memiliki ukuran yang bervariasi. Sebuah kista yang mengandung 2,5 liter cairan telah dilaporkan pada pasien berusia 2 tahun.1Penyebab dari kista jenis ini tidak diketahui, namun diduga muncul secara congenital. Kista ini memiliki epitel tipe bilier, dan mungkin berasal dari dilates progresif mikrohemartroma bilier. Kista ini jarang mengandung empedu, hipotesis yang paling diterima adalah kegagalan mikrohemartroma untuk membentukhubungan normal dengan saluran empedu. Secara khas, cairan yang terkandung didalam kista ini memiliki komposisi elektrolit yang menyerupai plasma. Empedu ,amylase, dan sel darah putih tidak ditemukan. Cairan kista ini disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel epitel di tepi kista. Karena alasan inilah, aspirasi cairan dari simple cysttidak bersifat kuratif.10Apabila ukuran kista besar, mungkin terdapat keluhan yang berhubungan dengan penekanan organ akibat massa yang besar di kuadran kanan atas. Sebagian besar kista soliter tidak membutuhkan penanganan, namun bila diindikasikan, ekstirpasi seluruh kista dipertimbangkan. Bila ukuran kista besar, reseksi dari bagian dindingnya saja yang dilakukan. Lobektomi hepatik jarang dilakukan.1,2

b. Policystic Liver DiseaseInsidens kista hepar congenital sulit ditentukan oleh karena sebagian besar individu dengan lesi ini tidak mengeluhkan gejala. Penyakit polikistik ini biasanya disubklasifikasikan sebagai varian pada anak dan dewasa, karena memiliki perbedaan pada pola pewarisan, status penampilan dan konsekuensi klinis. Penyakit polikistikpada anak diwariskan secara resesif autosomal dengan 4 subtipe secara umum :perinatal, neonatal, infantile, dan juvenile. Semua varian dari polikistik pada anak ini mengenai hepar dan ginjal dengan peningkatan absolut dari duktus biliaris intrahepatik.1,2Sebuah kelainan genetik yang jarang pada anak, infantile polycystic disease ofthe kidneys and liver, biasanya fatal pada anak-anak. Kista hepatik yang berukuran mikroskopik dapat terlihat, anak-anak ini dapat mengalami hipertensi portal, atauhipertensi arteri renalis dan gangguan renal yang progresif.1Penyakit polikistik hepar pada orang dewasa diwariskan secara dominan autosomal. Hepar tampak kistik difus secara makroskopik, walaupun dapat tampakpola yang berbeda dari penyakit ini, seperti kista yang unilobar dan ukuran kista yang bervariasi. Kista dapat ditemukan pada lien, pancreas, ovarium, paru-paru, dan ginjal.Insidens meningkat seiring usia dan lebih sering pada wanita dibandingkan pria.1Prognosis dari penyakit polikistik hepar biasanya bergantung pada penyakit ginjal yang menyertainya. Kegagalan fungsi hati, ikterus, dan manifestasi hipertensiportal jarang ditemukan. Tingkat mortalitas dari kista non-parasitik yang ditanganisecara operatif mendekati angka nol.7

Kista Intrahepatik Acquired (didapat)a. Echinococcal/Kista HydatidKista jenis ini dapat ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah peternakan biri-biri. Daerah ini termasuk Mediterania (terutama Yunani), Australia,dan New Zealand, serta negara di Timur Tengah seperti Iran. Infeksi Echinococcaldisebabkan oleh Echinococcus granulosa, yang dapat asimptomatis selama bertahun-tahun dan menunjukkan hasil yang efektif dengan pembedahan, atau E.multilocularis, yang lebih virulen dan menyebabkan kista invasif yang multipel dan lebih sulit ditangani secara operatif. Dua pertiga dari kasus kista echinococcal ditemukan pada hepar, dan 75% di antaranya berlokasi pada lobus kanan.7Pada hepar host intermediate, terbentuk hydatid unilocular yang tumbuh perlahan dan tidak bergejala selama bertahun-tahun. Dinding hydatid ini memiliki dua lapisan yang terdiri atas ektokista, yang berupa cangkang fibrous non-selular yang berfungsi proteksi, dan sebuah endokista, yang merupakan bagian yang aktifdari kista tersebut. Endokista mensekresi cairan bening yang mengisi kista dan memproduksi kapsul-kapsul (yang dikenal dengan hydatid sand) dan kista anakan. Selama bertahun-tahun kemudian, hydatid ini membesar dengan beberapa liter cairan dan kista anakan yang tak terhitung jumlahnya.12Pasien dengan kista multivesikular yang simpel atau belum berkompliasi biasanya tidak bergejala. Gejala hanya timbul bila terjadi tekanan pada organ disekitarnya. Nyeri tumpul abdomen adalah keluhan yang paling sering ditemukan(80%). Ikterus, demam, pruritus, nausea, dan vomitus ditemukan pada kurang dari sepertiga pasien. Fungsi hepar ditemukan abnormal dan pembesaran hepar yang dapat dipalpasi pada pemeriksaan fisis ditemukan pada 50% pasien, dan eosinofilia hanya ditemukan pada 5-15% individu yang terinfeksi.12

Komplikasi dari kista hidatid di antaranya:7,12 Ruptur intrabilier, yang mengenai 5% hingga 10% kasus. Ruptur intraperitoneal, yang sangat jarang namun dapat menyebabkan pembentukan kista baru pada rongga peritoneal. Infeksi bakteri sekunde, yang menyebabkan pembentukan abses. Ekstensi transdiafragmatika ke rongga pleura.

.Kista hidatid berukuran besar yang menimbulkan gejala dapat ditanganisecara laparoskopik maupun denganopen surgery. Langkah-langkah manajemen kista ini meliputi:12 Isolasi kista dari rongga peritoneal untuk meminimalisasi tumpahan cairan kista. Aspirasi isi kista sedapat mungkin, dibutuhkan pengalaman yang memadai sebab cairan dalam kista biasanya bertekanan rendah. Instilasi agen skolekoidal ke dalam rongga kista seperti cairan saline hipertonikmaupun alkohol. Eksisi kista hidatid dengan memisahkan kista dari hepar melalui pemisahan diantara lapisan germinal dan adventitia. Sebagai alternatif, kista dapat dikeluarkan melalui reseksi hepar, atau bila cukup ekstensif, dapat dilakukan marsupialisasi dan pengisian dengan omentum.

b. Kista NeoplastikLesi kistik neoplastik hepar, jarang merupakan kistadenoma bilier primer ataukistadenokarsinoma. Lesi ini lebih sering merupakan metastasis dari tumor kistik dariorgan lain, seperti pancreas atau ovarium, atau sekunder dari degenerasi kistik tumorhepar solid primer atau metastatik.11Kista denoma (benigna) atau kista denokarsinoma (maligna) hepar lebih sering terjadi pada wanita (lebih dari 75%) dan biasanya muncul sebagai nyeri tumpul danrasa penuh di perut bagian atas. Lesi ini biasanya dapat didiagnosis dengan USG dan CT scan, yang menunjukkan sebuah massa kistik dengan dinding yang tebal, tepirata dan septa internal. Sebuah massa solid yang berhubungan dengan dinding kista biasanya dideskripsikan sebagai komponen maligna yang membutuhkan reseksi yang lebih radikal. Angiografi akan menunjukkan SOL yang avaskular dan bayangan tumor pada perifer yang disebabkan oleh proyeksi dinding tumor. Tumor ini tidakberhubungan dengan duktus biliaris, sehingga cholangiografi preoperatif tidakmemiliki nilai diagnostik.11Setelah didiagnosis, sebuah lesi kistik primer hepar dengan gambaran radiografi berupa kista denoma harus dieksisi secara utuh walaupun tidak bergejala. Operasi yang kurang defenitif akan menyebabkan rekurensi tumor, pembesaran, atau infeksi, hingga dapat bertransformasi menjadi malignansi. Apabila gambaran kista tampak benigna, kadang dapat dibuang seluruhnya dan memisahkannya dari parenkim hepar. Dinding kista yang menebal di sekitarnya atau penyebaran pada parenkim hepar di sekitarnya menunjukkan malignansi, dan eksisi yang lebih lebar dengan evaluasi histologik melalui frozen section harus dipertimbangkan. Tumor ini, seperti neoplasma kistik di tempat lain, memiliki potensi malignansi yang cukup rendah dan jarang rekuren bila dieksisi secara adekuat.11

c. Kista TraumatikTipe kista hepatis ini dibentuk dari resolusi hematoma subscapular atau intra parenkimal yang berasal dari trauma abdominal, di mana peristiwa trauma itu sendiri dapat diingat maupun tidak diingat oleh pasien. Perdarahan di dalam parenkim hepar dapat timbul pada trauma tumpul maupun tajam. Kista traumatic mengandung darah, empedu, dan jaringan hepar yang nekrotik. Lapisan epithelial yang sedikit menggambarkan bahwa sebenarnya kista traumatik adalah pseudokista. Bila riwayat trauma tidak jelas, kista ini biasanya tidak dapat dibedakan dari kista congenital soliter, dan memiliki penanganan yang sama. Pembedahan dianjurkan bagi pasien yang mengeluhkan gejala. Pada saat laparotomi, kista traumatik biasanya dapat dibedakan dari kista congenital dengan adanya dinding yang sangat fibrotik dan mengandung hemosiderin. Kista yang simptomatik harus dieksisi secara utuh apabila dimungkinkan. Apabila sebagian dinding kista tidak dapat direseksi dengan mudah, evaluasi frozen section harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa tidak akan terjadi proses neoplastik setelahnya. Walaupun kista traumatic dapat terinfeksi sekunder, kista ini dapat diharapkan memiliki hasil penanganan yang baik.

2.5 Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan LaboratoriumPasien dengan kista hepar tidak banyak memerlukan pemeriksaanlaboratorium. Hasil pemeriksaan faal hati seperti transaminase atau alkali fosfatasemungkin sedikit abnormal, namun kadar bilirubin, prothrombin time (PT) danactivated prothrombin times (APTT) biasanya berada dalam batas normal.4,10Pada Polycystic Liver Disease (PCLD), dapat dijumpai abnormalitas yang lebih banyak pada pemeriksaan fungsi faal hati, namun gagal fungsi hati jarang dijumpai. Tes fungsi ginjal termasuk kadar urea dan kreatinin darah biasanya abnormal. Pada tumor kistik hepar, tes fungsi hati juga dapat normal seperti pada simple cystnamun bisa terdapat abnormalitas pada sebagian pasien.4Terdapat peningkatan kadar Carbohydrate antigen (CA) 19-9 pada sebagian pasien. Cairan kista dapat diambil untuk pemeriksaan CA 19-9 pada saat pembedahan sebagai pemeriksaan marker untuk kista denoma dan kista denokarsinoma. Pasien dengan abses hepar dapat dikenal pasti dari gejala klinis. Pada pemeriksaan darah sering ditemukan leukositosis.4Jika terdapat kista hidatid, dijumpai eosinophilia pada sekitar 40% pasien, dan titer antibody echinococcal positif pada hampir 80% dari pasien. Pemeriksaan immunoassay enzim (enzyme immunoassay, EIA) dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi spesifik untukE. histolytica Pemeriksaan histologik dari kista dilakukan dengan tujuan untukmenyingkirkan kemungkinan suatu keganasan, seperti kista denokarsinoma. Secara histopatologik kista hepar yang benigna mengandung cairan yang bersifat serosa dan dindingnya terdiri dari selapis sel epitel kuboidal dan stroma fibrosa yang tipis

b. Pemeriksaan radiologikSebelum tersedia modalitas pencitraan abdominal secara luas termasukultrasonografi (USG) dan CT scan, kista hepar didiagnosa hanya apabila ia sudah sangat membesar dan bisa dilihat sebagai massa di abdomen atau sebagai penemuan tidak sengaja saat melakukan laparotomy. Saat ini, pemeriksaan radiologik sering menemukan lesi yang asimptomatik secara tidak sengaja. Terdapat beberapa pilihan pemeriksaan radiologik pada pasien dengan kista hepar, seperti USG yang bersifat non-invasif namun cukup sensitif untuk mendeteksi kista hepar. CT scan juga sensitifdalam mendeteksi kista hepar, dan hasilnya lebih mudah untuk diinterpretasikan dibanding USG. MRI, nuclear medicine. scanning dan angiografi hepatik mempunyai penggunaan yang terbatas dalam mengevaluasi kista hepar.4,10Secara umum simple cysts mempunyai gambaran radiologik yang tipikal yaitumempunyai dinding yang tipis dengan cairan yang berdensitas rendah dan homogenous. PCLD harus dikonfirmasi dengan USG atau CT scan dengan menemukan kista-kista multiple pada saat evaluasi.4,10Kista hidatid bisa diidentifikasi dengan ditemukannya daughter cystyang terkandung dalam rongga utama yang berdinding tebal. Kista denoma dan kista denokarsinoma umumnya terlihat multilokuler dan mempunyai septa internal,densitas yang heterogeneus dan dinding kista yang irregular. Tidak seperti tumor lain pada umumnya, jarang dijumpai kalsifikasi pada kista denoma dan kista denokarsinoma. Satu masalah yang sering ditemui dalam mengevaluasi pasien dengan lesi kistik pada hepar adalah untuk membedakan kista neoplasma dan simple cyst. Namun secara umum, neoplasma kistik mempunyai dinding yang tebal, irregular dan hipervaskular, sedangkan dinding kista pada simple cyst tipis dan uniform. Simple cyst memiliki tendensi memiliki bagian interior yang homogenous dan berdensitas rendah, sedangkan neoplasma kistik biasanya mempunyai bagian interior yang heterogenous dengan septasi-septasi.

2.6 Penatalaksanaana. Penanganan MedikamentosaPengobatan secara medikamentosa untuk penanganan kista hepar non-parasitik maupun kista parasitik mempunyai manfaat yang terbatas. Tidak ada terapi konservatif yang ditemui berhasil untuk menangani kista hepar secara tuntas.4Aspirasi perkutaneous dengan dibantu oleh USG atau CT scan secara teknis mudah untuk dilaksanakan namun sudah ditinggalkan karena mempunyai kadar rekurensi hampir 100%. Tindakan aspirasi yang dikombinasikan dengan sklerosan dengan menggunakan alkohol atau bahan lain berhasil pada sebagian pasien namun mempunyai tingkat kegagalan dan kadar rekurensi yang tinggi. Sklerosis akan berhasil hanya terjadi dekompresi sempurna dari dinding kista. Hal ini tidak mungkin terjadi jika dinding kista menebal atau pada kista yang sangat besar. Tidak terdapat pengobatan medikamentosa untuk PCLD dan kista denokarsinoma.4Kista hidatid dapat diobati dengan agen antihidatid yaitu albendazole dan mebendazole, namun biasanya tidak efektif. Obat-obatan ini digunakan sebagai terapi adjuvan dan tidak dapat menggantikan peran penanganan bedah atau pengobatanperkutaneus dengan teknik PAIR (Puncture Aspiration Injection Reaspiration). Pengobatan medikamentosa dimulai 4 hari sebelum pembedahan dan dilanjutkan 1 hingga 3 bulan setelah operasi sesuai panduan dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation, WHO).4

b. Penanganan OperatifSecara umum tujuan terapi operatif adalah untuk mengeluarkan seluruhlapisan epithelial kista karena dengan adanya sisa epitel akan menyebabkan terjadinya rekurensi. Secara ideal, kista direseksi keluar secara utuh tanpa melubangi kavitas kista tersebut. Jika ini terjadi, kista akan kolaps dan ditemukan kesukaran untuk mengenal secara pasti dan mengeluarkan lapisan epitel.4

1.Teknik PAIR (Puncture, Aspiration, Injection, Reaspiration)Teknik PAIR untuk penanganan kista hepar dilakukan dengan dibantu oleh USG atau CT scan yang melibatkan aspirasi isi kista melalui sebuah kanula khusus, diikuti dengan injeksi agen yang bersifat skolisidal selama 15 menit, kemudian isi kista direaspirasi lagi. Proses ini diulang hingga hasil aspirasi jernih.Kista kemudian diisi dengan solusi natrium klorida yang isotonik. Tindakan ini harus diikuti dengan pengobatan perioperatif dengan obat benzimodazole 4 harisebelum tindakan hingga 1-3 bulan setelah tindakan.2.

2. Marsupialisasi (dekapitasi)Dekapitasi atau unroofingkista dilakukan dengan cara mengeksisi bagian dari dinding kista yang melewati permukaan hepar. Eksisi seperti ini menghasilkan permukaan kista yang lebih dangkal pada bagian kista yang tertinggal hingga cairan yang disekresi oleh epitel yang masih tertinggal merembes kedalam rongga peritoneal dimana ia diabsorbsi. Sisa epitel dapat juga diablasi dengan menggunakan sinar koagulator argon atau elektrokauter. Sebelumnya penanganan kista seperti ini memerlukan tindakan laparotomi (open unroofing) namun seiring dengan perkembangan alat dan teknik, ini bisa dilakukan secara laparoskopik.13Dari hasil penelitian yang dijalankan, didapatkan bahwa unroofing kista secara laparoskopik mempunyai tingkat morbiditas yang rendah, waktu reokupasi yang lebih singkat dan bisa kembali ke aktivitas normal lebih cepat dibandingkan open unroofing secara laparotomi. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi terjadi rekurensi dengan teknik ini adalah deroofing yang adekuat, kista yang terletak dalam atau berada di segmen posterior dari hepar, penggunaan sinar argon untuk sisa epitel dinding kista, tindakan omentoplasty untuk cavitas residual, dan tindakan laparoskopi atau laparotomi yang pernah dilakukan sebelumnya yang menyebabkan timbulnya jaringan fibrosis di hepar.13

3. Reseksi Hepar dan Tranplantasi HatiProsedur yang lebih radikal seperti reseksi hepar dan transplantasi hati telah digunakan dalam penanganan kista hepar non-parasitik. Walaupun prosedur inibisa mendapatkan hasil terbaik dari segi kadar rekurensi yang sangat rendah,namun ia mempunyai kadar morbiditas yang tinggi, yang mungkin tidak dapat diterima untuk suatu penyakit yang benigna. Penelitian Martin dkk. Menemukan kadar morbiditas 50% pada 16 pasien yang menjalani prosedur reseksi hepar untukpenanganan kista hepar non-parasitik. Di antara komplikasi yang terjadi pada tindakan reseksi hepar, termasuk infeksi paru-paru, efusi pleura, infeksi pada luka operasi, drainase cairan peritoneal dan empedu yang lama dan hematoma subphrenikus.4Tranplantasi hepar diindikasikan untuk penyakit polikistik dengan symptom yang menetap setelah pendekatan terapeutik medikamentosa dan operatif yang lain gagal, atau pada keadaan gagal ginjal.4,11Reseksi hepar layak untuk diaplikasikan pada pasien dengan kista multiple yang rekuren atau terdapat kemungkinan suatu tumor kistik hepar. Anatomi segmental hepar yang pertama dijelaskan oleh Couinaud pada tahun 1957 membagi hepar menjadi delapan segmen dimana setiap segmen mempunyai cabang arteri hepatikum, vena porta dan traktus biliaris yang tersendiri. Hal ini memungkinkan untuk mereseksi setiap segmen ini secara individual apabila diperlukan, dan mengurangi pemotongan tidak perlu dari jaringan hepar yang normal. Kehilangan darah bisa dikurangi dengan menggunakan teknik oklusi vaskular (manoeuvre Pringle).4,11Tujuan dari teknik oklusi vaskular adalah untuk mereseksi hepar dengan perdarahan seminimal mungkin. Penting untuk diperhatikan bahwa dibutuhkan fungsi hepar residual yang cukup setelah dilakukan reseksi, untuk mencegah insufisiensi hepatik post-operatif. Kehilangan darah yang banyak diasosiasikan dengan peningkatan morbiditas peri-operatif.9Dalam prakteknya, lebih mudah untuk mereseksi segmen hepar secara keseluruhan. Walaupun pemisah antarsegmen tidak dapat terlihat melalui permukaan hepar, segmen dapat diidentifikasi dengan melakukan oklusi terhadap aliran inflow, terhadap segmen yang dituju, maka akan terjadi iskemik dan akan terlihat pembagian fungsional hepar dari permukaan.9Beberapa insisi abdominal dapat digunakan untuk reseksi hepar. Insisi subkostal bilateral memberikan akses yang baik dan biasanya dilakukan dengan memperluas insisi eksploratif subkostal kanan untuk menjamin tidak terdapat penyakit peritoneal yang tidak diharapkan. Ekstensi ke arah atas hingga tepi bawah sternum (insisi Mercedes-Benz) juga dapat dilakukan untuk mendapatkan akses yang lebih lebar.9Setelah dilakukan laparotomi eksplorasi, hepar dimobilisasi dari peritoneal.Ligamentum falciforme dipisahkan dengan perhatian khusus pada identifikasi lokasi dimana vena hepatika memasuki vena cava inferior. Ligamentum koronaria dekstra , dipisahkan untuk mobilisasis lobus kanan hepar. Ligamentum triangulare sinistra dipisahkan untuk mobilisasi lobus kiri hepar.9

2.7 PROGNOSISPasien dengan kista non-parasitik yang menjalani teknik dekapitasi kista secara laparoskopik untuk kista hepar benigna mengalami kadar penyembuhan lebih dari 90%, sedangkan pada pasien dengan PCLD (Policystic Liver Disease )mempunyai presentase kesembuhan yang lebih rendah dengan teknik yang sama. Penanganan yang paling efisien untuk PCLD dan kista neoplastik adalah dengan reseksi hepar, sedangkan efisiensi penanganan kista hidatid dengan teknik PAIR berbanding penganan operatif lain masih kontroversial.10,11,12

BAB IIIDAFTAR PUSTAKA1. Vaughan, VC., McKay RJ., Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. Liver andbile ducts Philadelphia : W.B. Saunders Company. 2007. h.1131-2.2.2. Doherty, GM., Way, LW. Current surgical diagnosis & treatment 11.The.Benign tumor & cysts of the liver. India : Mc Graw-Hill. 1994. h.576-7.3.3. Norton, JA., et al. Essential practice ofsurgery : basic science and clinical evidence.Liver. New York : Springer-Verlag. 2003. h.235-41.4.4. McPhee, SJ., Lingappa, VR., Ganong, WF. Pathophysiology of disease : an introduction to clinical medicine 4 th.ed. New York : Lange Medical Books/Mc Graw-Hill. 2003. h. 380-92.5.5. Netter. The Human Body Atlas of Netter [e-book]6.6. Moore, KL., Agur, AM. Anatomi klinis dasar. Abdomen. Editors : Vivi S. & Virgi S.Jakarta : Hipokrates. 2002. h. 117-25.7.7. Schwartz, SI., et al. Principles of surgery 7th.ed.Liver. New York : Mc Graw-Hill.1999. h. 1395-405.8.8. Smithuis, R. Liver : segmental anatomy [online]. 2006 [dikutip April 2010]. Tersedia pada URL http://www.radiologyassistant.nl/en/4375bb8dc241d9.9. Heriot AG., Karanjia ND. A review of techniques for liver resection [online]. 2002[dikutip April 2010]. Tersedia pada URL http://www.rsmpress.co.uk/arcsam.pdf10.10. Jackson, HH., Mulvihill, SJ. Hepatic cyst [online]. September 2009 [dikutip April2010]. Tersedia pada URL http://emedicine.medscape.com/article/190818-overview11.11. Cady, B. The surgical clinics of north America vol. 69 : Liver surgery. Managementof cystic disease of the liver.Philadelphia : W.B. Saunders Company. 1989. h. 285-95.12.12. Debas, HT. Gastrointestinal surgery : pathophysiology and management.Liver cyst.San Fransisco : Springer-Verlag. 2004. h.18013. Chan. CY., Tan CHJ., Chew, SP, Teh CH. Laparoscopic fenestration of a simplehepatic cyst [online]. 2001 [dikutip April 2010]. Tersedia pada URLhttp://www.pkdiet.com/pdf/liver%20lapRx.pdf

BAB IVILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien Nama: Ny.SS Umur : 63 Tahun Jenis kelamin: Perempuan Agama : Kristen Bangsa : Indonesia Masuk RS: 27 Desember 2013

AnamnesisKeluhan Utama: nyeri di semua lapangan perut sejak 3 hari SMRSRiwayat Penyakit Sekarang : 3 hari SMRS Nyeri disemua lapangan perut terutama perut kanan atas. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Perut tampak membesar dan ada perasaan menyesak diperut. Demam (-), Mual (+), muntah (-). 6 bulan SMRS pasien mengeluhkan keluhan yang sama nyeri perut kanan atas, nyeri bersifat hilang timbul dan dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Pasien juga sering meraskan mual.

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : ComposmentisVital Sign : TD: 110/70 mmHg HR: 92 x/menit RR: 24 x/menit T: 37,1oCPemeriksaan Kepala : DBN Pemeriksaan Toraks : DBNPemeriksaan Abdomen : status lokalisPemeriksaan Ekstramitas: DBN Pemeriksaan Genitourinarius : DBN

Status Lokalis Inspeksi: perut tampak membesar, tampak striae. Palpasi : nyeri tekan pada perut kanan atas Perkusi: DBN Auskultasi: DBNDiagnosis Kerja Kista HeparPemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan darah HB: 9,9 g/dL HT: 28,2 % Trombosit : 191x10-3/UL Leukosit :4,7 x 10-3/UL Albumin : 2,0 g/dL

b. USG AbdomenKesan: Lesi kistik besar pada lobus sinistra 11,2 x 13 cm.Diagnosis : Kista hepar + hipoalbuminPenatalaksanaan : Diet TKTP IVFD NaCL 0,9 % Transfusi albumin Ketorolac 1