presus lintang - kista hepar
DESCRIPTION
Presus Lintang - Kista HeparTRANSCRIPT
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Romhadi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 57 tahun
Alamat : Klebakan RT 31 RW 8 Blondo Magelang
II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien mengeluh lemas dan BAB berwarna hitam sejak ± 10 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang:
Seorang pasien laki laki usia 57 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
RSUD Tidar Kota Magelang dengan keluhan lemas dan BAB berwarna
kehitaman sejak ±10 HSMRS. Pterus-menerus, demam disertai dengan mata
kuning, mual, muntah, nafsu makan berkurang, dan lemas. BAB/BAK (+),
warna air kencing seperti air teh. Nyeri kepala (-), sesak nafas (-), nyeri dada
(-), batuk (-).
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat Keluhan serupa (-)
- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat Penyakit Jantung (-)
- Riwayat Diabetes (-)
- Riwayat Hepatitis (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa dengan pasien (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes (-)
- Riwayat Hepatitis (-)
1
III. PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Tensi : 150/90 mmHg
Nadi : 94 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37.2 oC
Pemeriksaan fisik
Kepala : Mesocephal, Conjungtiva anemis (+/+), Sklera Ikterik
(-/-), Pupil Isokor, Reflex Cahaya (+/+), Fotofobia (-)
Leher : Normocolli, JVP ǂ Meningkat, Inn tak teraba
Thorax
Inspeksi : Massa (-), Scars (-), Retraksi (-), Simetris
Palpasi : Ketinggalan gerak (-), Vokal Fremitus ka = ki, Iktus
Cordis tak teraba, massa (-)
Perkusi : Sonor (+/+), Batas Jantung dbn
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-), S1/S2
Reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Flat, Massa (-), Scars (-), pelebaran vena (-), Asites (-)
Hiperpigmentasi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Supel (+), Nyeri Tekan (+) pada kuadran kanan atas,
Hepar teraba bertepi licin, konsistensi keras, Benjolan
(-), Lien tak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Ekstrimitas : Akral hangat, Edema (-) non pitting pada tungkai
inferior, ikterik (-), Hipo/Hiperpigmentasi (-),
Sianosis (-), CRT (+) ± 2 detik
Pemeriksaan penunjang
2
1. Darah rutin
Hemoglobin : 6,0 (14.0 – 18.0)
Jumlah Sel Darah
Leukosit : 13,500 (4,250 – 9,000)
Eritrosit : 2,0 x 106 ( [4.7 – 6.1] x 106 )
Hematokrit : 19.6 (42 – 52)
Angka Trombosit : 224,000 (150,000 – 450,000)
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil Segmen : 80 (50 – 70)
Limfosit : 13 (20 – 40)
Monosit : 6 (2 – 8)
Eosinofil : 0 (2 – 4)
Basofil : 0 (0 – 1)
Diameter Sel
RDW-CV : 19,9 (11.6 – 14.4)
RDW-SV : 54.3 (35.1 – 43.9)
P-LCR : 12.4 (9.3 – 27.9)
Kalkulasi
MCV : 96.1 (79 – 99)
MCH : 29,4 (27 – 31)
MCHC : 30.6 (33 – 37)
2. Kimia klinik
GDS : 119
Profil Lemak
Kolesterol : 116 (50 – 200)
Trigliserida : 145 (50 – 200)
Fungsi Hati
Protein Total : 6.2 (6.5 – 8.3)
Albumin : 2.7 (3.5 – 5)
3
Globulin : 3.5 (2.3 – 3.5)
Bilirubin Total : 1.6 (0.05 – 1)
Bilirubin Direk : 0.12 (0.05 – 0.2)
Bilirubin Indirek : 0.52
SGOT : 53.1 (10 – 38)
SGPT : 65.4 (10 – 42)
Seroimunologi
HBsAg : Negatif (Negatif)
3. Urinalisa
Warna : Kuning (Kuning Muda)
Kekeruhan : - (Jernih)
Berat Jenis : 1.020 (1.010 – 1.025)
pH : 6 (6 – 7)
Glukosa : Normal
Protein : - (Negatif)
Bilirubin : - (Negatif)
Urobilin : - (Negatif)
Keton : - (Negatif)
Nitrit : - (Negatif)
Blood : - (Negatif)
Leukosit : - (Negatif)
4. Morfologi Darah Tepi
Eritrosit : Normositik, Normokromik
Leukosit : Jumlah cukup, Morfologi dbn
Trombosit : Jumlah cukup, distribusi merata,
Morfologi dbn
Kesan : Anemia
5. USG Abdomen
4
Hepar : Ukuran relative dbn, echostructure parenkim
Homogen , permukaan rata, sudut lancip, tak tampak
nodul, vena porta hepatika dbn, kista (+) ukurang 25,2
mm lobus dextra.
Vesica Felea : Ukuran dbn, dinding tidak menebal, tak tampak batu
Pankreas : Ukuran normal, echostructure parenkim homogen,
permukaan rata, tak tampak massa/nodul
Lien : Ukuran dbn, echostructure parenkim homogen,
5
permukaan rata, tak tampak massa/nodul, vena
lienalis dbn
Renal s & d : Ukuran normal, echostructure parenkim dbn, batas
kortikomedular masih tegas, pyelocalices system
tidak melebar, batu (-)
Vesica urinaria : Dinding tak menebal, rata, tak tampak batu/massa
Kesan Kista Hepar Lobus Dextra
IV. DIAGNOSIS
- Melena et causa suspek gastritis
- Anemia Normositik Normokromik
- Hipertensi
- Kista Hepar lobus dextra
V. TERAPI
- IUVD RL 16 tpm
- PRC 1 Kolf/ hari
- Inj Kalnex 500 mg 3 x 1
- Inj. Ozid 3 x 1
- Inj dexanta 2 x 1
- Laxadin 3 x 1
Colistine 1,5 3 x 1
6
PEMBAHASAN
I. PENDAHULUAN
Istilah kista berasal dari perkataan Yunani kustis yang bererti kantong
dimana merupakan suatu abnormalitas pada pertumbuhan jaringan. Dalam
pengertian secara histopatologi, kista adalah rongga yang dilapisi sel epitel. Pada
kista terdapat duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh obstruksi,
hiperplasia epitel, sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista
timbul dari sisa-sisa epithelial ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-
tengah massa epitel.
Liver merupakan organ besar yang berada di dalam rongga abdomen
bagian superior dextra. Hampir seluruh organ ini terlindungi oleh costae dan
kartilago costae. Dari posisi anatomi, liver terletak superior dari renal dextra,
kolon, gaster, pankreas dan inferior dari diafragma. Dari aspek anterior, liver
terbagi menjadi lobus kanan dan kiri, yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme. Liver merupakan salah satu organ dalam tubuh yang selalu aktif dan
serba guna. Fungsi organ ini antara lain: memproduksi cairan empedu, mengolah
hormon dan obat-obatan, sintesis makronutrien (protein dan glukosa), sintesis
faktor pembeku, tempat penyimpanan mikronutrien (vitamin & mineral),
mengkonversi amonia menjadi urea dan asalm lemak menjadi keton.
Kista dapat bersifat kongenital atau didapat. Cairan kista biasanya bening
dan tidak berwama namun dapat juga viskuos atau mengandung kristal kolestrol
sebagai hasil dari nekrosis jaringan. "True cysts" atau kista sesungguhnya harus
dibedakan dari "false cysts" atau pseudokista dimana pseudokista ini merupakan
timbunan cairan yang terkandung dalam, kavitas yang tidak mempunyai lapisan
epithelium. Kista seperti ini biasanya berasal dari suatu proses inflamasi atau
degeneratif. Penyakit kistik hepar sering diidentifikasi saat laparotomi dan
selamapemeriksaan gejala abdominal yang tidak berhubungan dengan kista.
Dalam banyak kasus, penemuan kista hepar yang tidak terduga baik soliter
7
maupun multipel, tidak memiliki arti klinis bila tidak bergejala, walaupun kista
hepar ini juga dapatdiasosiasikan sebagai proses patologis yang cukup serius.
II. LIVER
a. Anatomi
Liver merupakan organ intestinal terbesar dengan berat 1.2 – 1.8 Kg atau
kurang lebih 25% dari total berat badan orang dewasa. Organ ini menempati
sebagian kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme
tubuh dengan fungsi yang sangat komplex. Batas atas liver sejajar dengan
ruang interkostal V dextra dan batas bawah menyerong ke atas dari costae IX
ke costae VIII sinistra. Permukaan posterior liver berupa cekungan dan
terdapat sistem porta yang terdiri atas arteri hepatika, vena porta, dan duktus
koledokus.
Gb II.1 Penampakan Liver Anterior
8
Gb. II.2 Sistem Porta Liver & Vena Cava
Permukaan anterior liver yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh
ligamentum falciforme, yakni lobus dextra dan sinistra. Lobus dextra
berukuran 2 kali lebih besar dari lobus sinistra. Liver juga dapat dibagi
menjadi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda-beda. Pembagian ini
berdasarkan pada suplai pembuluh darah dan saluran empedu yang berbeda-
beda pada masing-masing segmen.
Gb. II.3 Segmentasi Liver
9
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50,000 – 100,000 lobuli,
dan setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk
kubus yang tersusun dengan pola radial mengelilingi vena sentralis. Diantara
lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan
cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel kupffer (sel
fagositik) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi
menghancurkan mikroba & benda asing. Selain cabang-cabang vena porta dan
arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat
saluran empedu yang membentuk kapiler empedu (kanalikuli empedu) yang
berjalan diantara lembaran hepatosit.
Gb. II.4 Lobulus Liver
b. Fisiologi
Deskripsi Umum Fungsi HatiMetabolisme Karbohidrat
ApolipoproteinAs. Amino (Trans- & de-aminasi)Storasi Vitamin larut lemakObat-obatan & Konjugasinya
Sintesa Urea
10
AlbuminFaktor PembekuanKomplemen C3 & C4Ferritin & TransferinProtein C ReaktifHaptoglobinα1-antitripsinα-fetoproteinα2-makroglobulinSeruloplasmin
Ekskresi Sintesis empeduMetabolit obat
Endokrin Sintesis 25-hidroksilase vitamin D
Imunologi Perkembangan Limfosit-B fetusPembuangan komplex imun sirkulasiPembuangan limfosit T CD8 teraktivasiFagositosis & Presentasi AntigenProduksi Lipopolysaccharide-binding proteinPelepasan sitokin (TNF- α1)InterferonTransport IgA
Lain-lain Kemampuan untuk regenerasi sel-sel hatiPengaturan angiogenesis
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena porta
yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peranan penting dalam
fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein, dan asam
lemak.
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu (bile). Hati
mengekskresikan empedu sebanyak ± 1 liter perhari ke dalam usus halus.
Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, dan garam empedu.
Walaupun bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan
secara fisiologi tidak memiliki peran aktif, tapi enting sebagai indikator suatu
penyakit hati maupun saluran empedu, karena setiap jaringan maupun cairan
yang berhubungan dengan bilirubin akan mengalami pewarnaan.
11
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan
disimpan di dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini, glukosa
disuplai secara konstan melalui pembuluh darah ke sel-sel tubuh untuk diolah
(glikogenolisis).
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah menghasilkan protein plasma
berupa albumin, protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi
hati dalam metabolisme lemak adalah sintesis lipoprotein, kolesterol,
fosfolipid, dan asam asetoasetat.
Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap memiliki
kemampuan untuk beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk
beregenerasi sudah terbatas, maka sekelompok sel pluripotensial oval yang
berasal dari duktulus-duktulus empedu akan berproliferasi sehingga terbentuk
kembali sel-sel hepatosit dan sel-sel billier. Kemampuan hati untuk
beregenerasi inilah yang memungkinkan dilakukannya reseksi jaringan hati
selama prosedur pembedahan.
III. KISTA HEPAR
A. Definisi
Istilah kista berasal dari perkataan Yunani kustis yang bererti kantong dimana
merupakan suatu abnormalitas pada pertumbuhan jaringan. Dalam pengertian
secara histopatologi, kista adalah rongga yang dilapisi sel epitel. Pada kista
terdapat duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh obstruksi,
hiperplasia epitel, sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista
timbul dari sisa-sisa epithelial ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-
tengah massa epitel.
B. Epidemiologi
Kista hidatid bersifat endemik di negara-negara berkembang maupun
negaramaju seperti negara Mediterania, Amerika Selatan, Australia dan New
Zealand.Insidens penyakit kista hidatid di kawasan endemik berkisar dari 1-
12
220 kasus per100. 000 orang penduduk. Tidak terdapat predileksi dari jenis
kelamin namunbiasanya kista hidatid terjadi pada umur antara 30-40 tahun.
Insidens kista hepar non-parasitik yang pasti tidak diketahui karena
biasanyapenderita asimptomatik dan tidak menunjukkan gejala hingga terjadi
komplikasi.Namun diperkirakan kista hepar diderita oleh 5% dari populasi
umum. Tidak lebihdari 10-15% dari jumlah penderita ini mengalami simptom
secara klinis. Kista heparbiasanya dijumpai secara tidak sengaja pada
pemeriksaan radiologik abdominal ataupada prosedur laporotomi untuk
kelainan lain yang dialami penderita, yang tidak berkaitan dengan gangguan
fungsi hepar
Kista hepar lebih banyak dijumpai pada kaum wanita dibanding laki-
laki,dengan perbandingan 4-10:1, pada rentang usia 50-60 tahun. Gejala klinis
terjadiakibat pembesaran secara progresif kista, atau karena komplikasi yang
timbul akibatkista tersebut. Komplikasi yang bisa terjadi di antaranya
perdarahan intrakistik, torsi,infeksi pada kista, transformasi kista ke arah
proses malignansi, kompresi pada organ-organ sekitar yang juga dapat
menyebabkan ikterus obstruktif, kista ruptur spontanserta reaksi alergi akibat
kebocoran cairan kista.
C. Klasifikasi Kista Hepar
Kista Intrahepati Kongenital
Parenkima
Soliter
Penyakit Polikistik Hepar
-Anak
-Dewasa
Fibrosis Hepatic Konenital
Dilatasi fokal duktus biliaris intrahepatic ( Carolis’s disease)
Kista Intrahepatik didapat (acquired)
13
Inflamatorik
-Piogenik
-Amebic
-Echinococcal (hydatid)
Neoplastik
-Benigna
-Maligna
Traumatik
D. Kista Intrahepatik Kongenital
Kista ini dapat tunggal, multipel, difus, terlokalisasi, unilokular,
ataumultilokular. Kejadian ditemukan kista pada autopsi dilaporkan dalam
0,15% kasus,1 % pada pemeriksaan CT-scan. Kista soliter maupun penyakit
polikistik hepar lebihbanyak ditemukan pada wanita usia 40 hingga 60 tahun.
Kista non-parasitik soliter biasanya terletak pada lobus kanan hepar. Isi
kistaberupa material yang bening, dan memiliki karakteristik tekanan internal
yang rendah tidak seperti kista parasitik yang memiliki tekanan tinggi.
Biasanya cairan kista ini berwarna kuning kecokelatan, yang diduga berasal
dari parenkim yang nekrosis. Penyakit polikistik hepar menunjukkan
gambaran honeycomb appearance dengan kavitas yang multipel, dengan lesi
yang tersebar merata di seluruh hepar. Baik lesi soliter maupun polikistik
tumbuh secara perlahan dan relatif tidak bergejala. Sebuah massa di kuadran
kanan atas yang tidak nyeri adalah keluhan yangpaling sering, dan ketika
gejala muncul, biasanya dihubungkan dengan penekananpada organ yang
berdekatan. Nyeri abdominal yang akut dapat mengikuti komplikasitorsi,
hemoragik intrakistik, atau rupturintraperitoneal. Pemeriksaan klinis
dapatmengidentifikasi massa, dan ginjal juga dapat teraba. Ikterus jarang
ditemukan.Fungsi hepar biasanya tidak menunjukkan abnormalitas. CT scan,
14
USG, danarteriografi dapat digunakan untuk menentukan posisi intrahepatik
dari massa, danperitoneoskopi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
Kista soliter yang asimtomatik dan penyakit polikistik hepar biasanya
tidak membutuhkan penanganan khusus. Kista yang besar, soliter, dan
simtomatik dapatditangani secara elektif kecuali bila terjadi ruptur, hemoragik
intrakistik, atau torsi.Pasien dengan kista hepar telah dapat ditangani dengan
baik melalui percutaneus cathether drainage yang dikontrol secara
radiologik, pada waktu yang bersamaandengan injeksi cairan yang
menyebabkan sklerosis seperti alkohol. Prosedur inisering dikaitkan dengan
kasus rekurensi. Resolusi permanen diperoleh melaluioperasi yang sederhana
dengan pembukaan atap kista secara luas dan dihubungkankembali seperti
halnya parenkim hepar yang normal. Prosedur ini dapat dilakukansecara
laparoskopik. Pada kasus hemoragik intrakistik yang signifikan, Cystectomy
mungkin dibutuhkan. Drainage internal ke intestinum mungkin dibutuhkan
hanya bilaterdapat erosi di dalam duktus hepatikus major yang tidak dapat
diperbaiki kembali.
1. Simple Liver Cyst
Simple hepatic cyst muncul dalam jumlah besar dengan ukuran
yangbervariasi, permukaan rata, mengkilat, berwarna biru-keabuan dan
sering ditemukanpada lobus kanan. Dindingnya terdiri atas 3 lapisan :
lapisan terdalam menyerupaiepitel duktus biliaris, lapisan tengah yang
berupa jaringan ikat padat, dan lapisan luar. yang mengandung jaringan
ikat longgar dan duktus biliaris serta pembuluh darahyang terkompresi.
Kista soliter dapat berasal dari duktus yang tumbuh abnormal sebagai
akibatdari hiperplasia inflamatorik atau obstruksi kongenital. Kista ini
dapat mengenaisemua usia. 90% dari kista jenis ini unilokular, dan
memiliki ukuran yang bervariasi.Sebuah kista yang mengandung 2,5 liter
cairan telah dilaporkan pada pasien berusia 2 tahun.
15
Penyebab dari kista jenis ini tidak diketahui, namun diduga muncul
secara congenital. Kista ini memiliki epitel tipe bilier, dan mungkin
berasal dari dilatasi progresif mikrohemartroma bilier. Kista ini jarang
mengandung empedu, hipotesisyang paling diterima adalah kegagalan
mikrohemartroma untuk membentuk hubungan normal dengan saluran
empedu. Secara khas, cairan yang terkandung didalam kista ini memiliki
komposisi elektrolit yang menyerupai plasma. Empedu,amylase, dan sel
darah putih tidak ditemukan. Cairan kista ini disekresikan secaraterus-
menerus oleh sel-sel epitel di tepi kista. Karena alasan inilah, aspirasi
cairan dari simple cyst tidak bersifat kuratif.
Apabila ukuran kista besar, mungkin terdapat keluhan yang
berhubungandengan penekanan organ akibat massa yang besar di kuadran
kanan atas. Sebagianbesar kista soliter tidak membutuhkan penanganan,
namun bila diindikasikan,ekstirpasi seluruh kista dipertimbangkan. Bila
ukuran kista besar, reseksi dari bagiandindingnya saja yang dilakukan.
Lobektomi hepatik jarang dilakukan.
2. Polycystic Liver Disease
Insidens kista hepar congenital sulit ditentukan oleh karena sebagian
besarindividu dengan lesi ini tidak mengeluhkan gejala. Penyakit
polikistik ini biasanyadisubklasifikasikan sebagai varian pada anak dan
dewasa, karena memiliki perbedaanpada pola pewarisan, status
penampilan dan konsekuensi klinis. Penyakit polikistik pada anak
diwariskan secara resesif autosomal dengan 4 subtipe secara
umum :perinatal, neonatal, infantile, dan juvenile. Semua varian dari
polikistik pada anak ini mengenai hepar dan ginjal dengan peningkatan
absolut dari duktus biliaris intrahepatik.
Sebuah kelainan genetik yang jarang pada anak, infantile polycystic
disease of the kidneys and liver, biasanya fatal pada anak-anak. Kista
hepatik yang berukuranmikroskopik dapat terlihat, anak-anak ini dapat
16
mengalami hipertensi portal, atauhipertensi arteri renalis dan gangguan
renal yang progresif.
Penyakit polikistik hepar pada orang dewasa diwariskan secara
dominanautosomal. Hepar tampak kistik difus secara makroskopik,
walaupun dapat tampak pola yang berbeda dari penyakit ini, seperti kista
yang unilobar dan ukuran kista yangbervariasi. Kista dapat ditemukan
pada lien, pancreas, ovarium, paru-paru, dan ginjal.Insidens meningkat
seiring usia dan lebih sering pada wanita dibandingkan pria. PCLD pada
dewasa bersifat kongenital dan biasanya berhubungan dengan autosomal
dominant polycystic kidney disease (AD-PKD). Pada pasien ditemukan
mutasi dari gen PKD1 dan PKD2. Namun dalam beberapa kasus, PCLD
ditemukantanpa adanya PKD. Pada dengan PKD, kista ginjal biasanya
lebih dominandibandingkan kista pada hepar. PKD sering menyebabkan
gagal ginjal, sedangkan kista hepar sangat jarang menyebabkan fibrosis
hepar dan kegagalan fungsi hati.
Tidak seperti kista non-parasitik soliter, penyakit polikistik hepar
seringdiasosiasikan dengan kista pada organ lain; 51,6% polikistik hepar
diasosiasikandengan polikistik ginjal. Polikistik hepar juga diimplikasikan
sebagai penyebab yang jarang dari hipertensi portal, dan juga
diasosiasikan dengan atresia duktus biliaris,kolangitis, dan hemangioma.
Pada pasien dengan gejala yang signifikan terkait efek massa dari
polikistik hepar, terapi paliatif dapat dicapai dengan reseksi non-anatomik
dan fenestrasi yang lebar pada kista yang lebih besar.
Prognosis dari penyakit polikistik hepar biasanya bergantung pada
penyakitginjal yang menyertainya. Kegagalan fungsi hati, ikterus, dan
manifestasi hipertensiportal jarang ditemukan. Tingkat mortalitas dari
kista non-parasitik yang ditanganisecara operatif mendekati angka nol.
E. Kista Intrahepatik didapat (Acquired)
1. Echinococcal/Kista Hydatid
17
Kista jenis ini dapat ditemukan di seluruh dunia, terutama di
daerahpeternakan biri-biri. Daerah ini termasuk Mediterania (terutama
Yunani), Australia,dan New Zealand, serta negara di Timur Tengah
seperti Iran. Infeksi Echinococcal disebabkan oleh Echinococcus
granulosa, yang dapat asimptomatis selama bertahun-tahun dan
menunjukkan hasil yang efektif dengan pembedahan, atau
E.multilocularis, yang lebih virulen dan menyebabkan kista invasif yang
multipel danlebih sulit ditangani secara operatif. Dua pertiga dari kasus
kista echinococcal ditemukan pada hepar, dan 75% di antaranya berlokasi
pada lobus kanan. Pada hepar host intermediate, terbentuk hydatid
unilocular yang tumbuhperlahan dan tidak bergejala selama bertahun-
tahun. Dinding hydatid ini memilikidua lapisan yang terdiri atas ektokista,
yang berupa cangkang fibrous non-selular yang berfungsi proteksi, dan
sebuah endokista, yang merupakan bagian yang aktif dari kista tersebut.
Endokista mensekresi cairan bening yang mengisi kista danmemproduksi
kapsul-kapsul (yang dikenal dengan hydatid sand ) dan kista anakan.
Selama bertahun-tahun kemudian, hydatid ini membesar dengan beberapa
liter cairan dan kista anakan yang tak terhitung jumlahnya.
Pasien dengan kista multivesikular yang simpel atau belum
berkompliasibiasanya tidak bergejala. Gejala hanya timbul bila terjadi
tekanan pada organ disekitarnya. Nyeri tumpul abdomen adalah keluhan
yang paling sering ditemukan (80%). Ikterus, demam, pruritus, nausea,
dan vomitus ditemukan pada kurang darisepertiga pasien. Fungsi hepar
ditemukan abnormal dan pembesaran hepar yang dapatdipalpasi pada
pemeriksaan fisis ditemukan pada 50% pasien, dan eosinofilia
hanyaditemukan pada 5-15% individu yang terinfeksi.
Komplikasi dari kista hidatid di antaranya :
Ruptur intrabilier, yang mengenai 5% hingga 10% kasus.
18
Ruptur intraperitoneal, yang sangat jarang namun dapat menyebabkan
pembentukan kista baru pada rongga peritoneal.
Infeksi bakteri sekunde, yang menyebabkan pembentukan abses.
Ekstensi trans-diafragmatika ke rongga pleura.
Kista hidatid berukuran besar yang menimbulkan gejala dapat
ditanganisecara laparoskopik maupun dengan
open surgery. Langkah-langkah manajemenkista ini meliputi
Isolasi kista dari rongga peritoneal untuk meminimalisasi tumpahan
cairan kista
Aspirasi isi kista sedapat mungkin, dibutuhkan pengalaman yang
memadai sebab cairan dalam kista biasanya bertekanan rendah.
Instilasi agen skolekoidal ke dalam rongga kista seperti cairan saline
hipertonik maupun alkohol.
Eksisi kista hidatid dengan memisahkan kista dari hepar melalui
pemisahan diantara lapisan germinal dan adventitia.
Sebagai alternatif, kista dapat dikeluarkan melalui reseksi hepar, atau
bila cukup ekstensif, dapat dilakukan marsupialisasi dan pengisian
dengan omentum.
2. Kista Neoplastik
Lesi kistik neoplastik hepar, jarang merupakan kistadenoma bilier
primer ataukistadenokarsinoma. Lesi ini lebih sering merupakan
metastasis dari tumor kistik dariorgan lain, seperti pancreas atau ovarium,
atau sekunder dari degenerasi kistik tumor hepar solid primer atau
metastatik. Kistadenoma (benigna) atau kistadenokarsinoma (maligna)
hepar lebih seringterjadi pada wanita (lebih dari 75%) dan biasanya
muncul sebagai nyeri tumpul danrasa penuh di perut bagian atas. Lesi ini
biasanya dapat didiagnosis dengan USG dan CT scan, yang menunjukkan
sebuah massa kistik dengan dinding yang tebal bertepirata dan septa
internal. Sebuah massa solid yang berhubungan dengan dinding kista
19
biasanya dideskripsikan sebagai komponen maligna yang membutuhkan
reseksi yanglebih radikal. Angiografi akan menunjukkan SOL yang
avaskular dan bayangan tumor pada perifer yang disebabkan oleh proyeksi
dinding tumor. Tumor ini tidak berhubungan dengan duktus biliaris,
sehingga cholangiografi preoperatif tidak memiliki nilai diagnostik.
Setelah didiagnosis, sebuah lesi kistik primer hepar dengan
gambaranradiografi berupa kistadenoma harus dieksisi secara utuh
walaupun tidak bergejala.Operasi yang kurang defenitif akan
menyebabkan rekurensi tumor, pembesaran, atauinfeksi, hingga dapat
bertransformasi menjadi malignansi. Apabila gambaran kistatampak
benigna, kadang dapat dibuang seluruhnya dan memisahkannya
dariparenkim hepar. Dinding kista yang menebal di sekitarnya atau
penyebaran pada parenkim hepar di sekitarnya menunjukkan malignansi,
dan eksisi yang lebih lebardengan evaluasi histologik melalui frozen
section harus dipertimbangkan. Tumor ini,seperti neoplasma kistik di
tempat lain, memiliki potensi malignansi yang cukuprendah dan jarang
rekuren bila dieksisi secara adekua.t.
3. Kista Traumatik
Tipe kista hepatis ini dibentuk dari resolusi hematoma subscapular
atauintraparenkimal yang berasal dari trauma abdominal, di mana
peristiwa trauma itusendiri dapat diingat maupun tidak diingat oleh
pasien. Perdarahan di dalam parenkim hepar dapat timbul pada trauma
tumpul maupun tajam. Kista traumatic mengandungdarah, empedu, dan
jaringan hepar yang nekrotik. Lapisan epithelial yang sedikit
menggambarkan bahwa sebenarnya kista traumatik adalah pseudokista.
Bila riwayat trauma tidak jelas, kista ini biasanya tidak dapat dibedakan
dari kista kongenital soliter, dan memiliki penanganan yang sama.
Pembedahan dianjurkan bagi pasien yang mengeluhkan gejala. Pada saat
laparotomi, kista traumatik biasanya dapatdibedakan dari kista congenital
20
dengan adanya dinding yang sangat fibrotik dan mengandung
hemosiderin. Kista yang simptomatik harus dieksisi secara utuh apabila
dimungkinkan. Apabila sebagian dinding kista tidak dapat direseksi
dengan mudah, evaluasi frozen section harus dilakukan untuk meyakinkan
bahwa tidak akan terjadiproses neoplastik setelahnya. Walaupun kista
traumatic dapat terinfeksi sekunder,kista ini dapat diharapkan memiliki
hasil penanganan yang baik.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pasien dengan kista hepar tidak banyak memerlukan
pemeriksaanlaboratorium. Hasil pemeriksaan faal hati seperti
transaminase atau alkali fosfatasemungkin sedikit abnormal, namun kadar
bilirubin, prothrombin time (PT) dan activated prothrombin times (APTT)
biasanya berada dalam batas normal.
Pada Polycystic Liver Disease (PCLD), dapat dijumpai abnormalitas
yang lebih banyak pada pemeriksaan fungsi faal hati, namun gagal fungsi
hati jarangdijumpai. Tes fungsi ginjal termasuk kadar urea dan kreatinin
darah biasanya abnormal. Pada tumor kistik hepar, tes fungsi hati juga
dapat normal seperti pada simple cyst namun bisa terdapat abnormalitas
pada sebagian pasien. Terdapat peningkatan kadar Carbohydrate antigen
(CA) 19-9 pada sebagianpasien. Cairan kista dapat diambil untuk
pemeriksaan CA 19-9 pada saat pembedahansebagai pemeriksaan marker
untuk kistadenoma dan kistadenokarsinoma. Pasiendengan abses hepar
dapat dikenal pasti dari gejala klinis. Pada pemeriksaan darahsering
ditemukan leukositosis.
Jika terdapat kista hidatid, dijumpai eosinophilia pada sekitar 40%
pasien, dantiter antibody echinococcal positif pada hampir 80% dari
pasien. Pemeriksaan Enzyme Immunoassay (EIA) dapat digunakan untuk
mendeteksiantibodi spesifik untuk E. Histolytica
21
2. Pemeriksaan Radiologi
Sebelum tersedia modalitas pencitraan abdominal secara luas termasuk
ultrasonografi (USG) dan CT scan, kista hepar didiagnosa hanya apabila
ia sudah sangat membesar dan bisa dilihat sebagai massa di abdomen atau
sebagai penemuan tidak sengaja saat melakukan laparotomy. Saat ini,
pemeriksaan radiologik sering menemukan lesi yang asimptomatik secara
tidak sengaja. Terdapat beberapa pilihan pemeriksaan radiologik pada
pasien dengan kista hepar, seperti USG yang bersifat non-invasif namun
cukup sensitif untuk mendeteksi kista hepar. CT scan juga sensitif dalam
mendeteksi kista hepar, dan hasilnya lebih mudah untuk diinterpretasikan
dibanding USG. MRI, nuclear medicine. scanning dan angiografi hepatik
mempunyaipenggunaan yang terbatas dalam mengevaluasi kista hepar.
Secara umum simple cysts mempunyai gambaran radiologik yang
tipikal yaitu mempunyai dinding yang tipis dengan cairan yang
berdensitas rendah dan homogenous. PCLD harus dikonfirmasi dengan
USG atau CT scan dengan menemukan kista-kista multiple pada saat
evaluasi. Kista hidatid bisa diidentifikasi dengan ditemukannya daughter
cyst yang terkandung dalam rongga utama yang berdinding tebal.
Kistadenoma dan kistadenokarsinoma umumnya terlihat multilokuler dan
mempunyai septa internal,densitas yang heterogeneus dan dinding kista
yang irregular. Tidak seperti tumor lainpada umumnya, jarang dijumpai
kalsifikasi pada kistadenoma dan kistadenokarsinoma.
Satu masalah yang sering ditemui dalam mengevaluasi pasien dengan
lesi kistik pada hepar adalah untuk membedakan kista neoplasma dan
simple cyst. Namun secara umum, neoplasma kistik mempunyai dinding
yang tebal, irregular dan hipervaskular, sedangkan dinding kista pada
simple cyst tipis dan uniform. Simple cyst memiliki tendensi memiliki
bagian interior yang homogenous dan berdensitas rendah, sedangkan
22
neoplasma kistik biasanya mempunyai bagian interior yang heterogenous
dengan septasi-septasi.
G. Penatalaksanaan
1. Penanganan Medikamentosa
Pengobatan secara medikamentosa untuk penanganan kista hepar non-
parasitik maupun kista parasitik mempunyai manfaat yang terbatas. Tidak
ada terapi konservatif yang ditemui berhasil untuk menangani kista hepar
secara tuntas.
Aspirasi perkutaneous dengan dibantu oleh USG atau CT scan secara
teknis mudah untuk dilaksanakan namun sudah ditinggalkan karena
mempunyai kadar rekurensi hampir 100%. Tindakan aspirasi yang
dikombinasikan dengan sklerosan dengan menggunakan alkohol atau
bahan lain berhasil pada sebagian pasien namun mempunyai tingkat
kegagalan dan kadar rekurensi yang tinggi. Sklerosis akan berhasil hanya
terjadi dekompresi sempurna dari dinding kista. Hal ini tidak mungkin
terjadi jika dinding kista menebal atau pada kista yang sangat besar. Tidak
terdapat pengobatan medikamentosa untuk PCLD dan
kistadenokarsinoma.
Kista hidatid dapat diobati dengan agen antihidatid yaitu albendazole
dan mebendazole, namun biasanya tidak efektif. Obat-obatan ini
digunakan sebagai terapi adjuvan dan tidak dapat menggantikan peran
penanganan bedah atau pengobatan perkutaneus dengan teknik PAIR
(Puncture, Aspiration, Injection, Reaspiration).Pengobatan
medikamentosa dimulai 4 hari sebelum pembedahan dan dilanjutkan
1hingga 3 bulan setelah operasi sesuai panduan dari Organisasi Kesehatan
Dunia (World Health Organisation, WHO).
2. Penanganan Operatif
Secara umum tujuan terapi operatif adalah untuk mengeluarkan
seluruhlapisan epithelial kista karena dengan adanya sisa epitel akan
23
menyebabkanterjadinya rekurensi. Secara ideal, kista direseksi keluar
secara utuh tanpa melubangikavitas kista tersebut. Jika ini terjadi, kista
akan kolaps dan ditemukan kesukaranuntuk mengenal secara pasti dan
mengeluarkan lapisan epitel.
a. Teknik PAIR (Puncture, Aspiration, Injection, Reaspiration) Teknik
PAIR untuk penanganan kista hepar dilakukan dengan dibantu
olehUSG atau CT scan yang melibatkan aspirasi isi kista melalui
sebuah kanulakhusus, diikuti dengan injeksi agen yang bersifat
skolisidal selama 15 menit,kemudian isi kista direaspirasi lagi. Proses
ini diulang hingga hasil aspirasi jernih.Kista kemudian diisi dengan
solusi natrium klorida yang isotonik. Tindakan iniharus diikuti dengan
pengobatan perioperatif dengan obat benzimodazole 4 harisebelum
tindakan hingga 1-3 bulan setelah tindakan
b. Marsupialisasi ( Derkapitasi)
Dekapitasi atau unroofing kista dilakukan dengan cara mengeksisi
bagiandari dinding kista yang melewati permukaan hepar. Eksisi
seperti ini menghasilkanpermukaan kista yang lebih dangkal pada
bagian kista yang tertinggal hinggacairan yang disekresi oleh epitel
yang masih tertinggal merembes kedalam ronggaperitoneal dimana ia
diabsorbsi. Sisa epitel dapat juga diablasi denganmenggunakan sinar
koagulator argon atau elektrokauter. Sebelumnya penanganan kista
seperti ini memerlukan tindakan laparotomi (open unroofing) namun
seiringdengan perkembangan alat dan teknik, ia bisa dilakukan secara
laparoskopik.
c. Reseksi Hepar dan Tranplantasi Hati
Prosedur yang lebih radikal seperti reseksi hepar dan transplantasi hati
telah digunakan dalam penanganan kista hepar non-parasitik.
Tranplantasi hepar diindikasikan untuk penyakit polikistik dengan
24
symptom yang menetap setelah pendekatan terapeutik medikamentosa
dan operatif yang lain gagal, atau pada keadaan gagal ginjal.
IV. PROGNOSIS
Pasien dengan kista non-parasitik yang menjalani teknik dekapitasi
kistasecara laparoskopik untuk kista hepar benigna mengalami kadar
penyembuhan lebihdari 90%, sedangkan pada pasien dengan PCLD
(Policystic Liver Disease) mempunyai presentase kesembuhan yang lebih
rendah dengan teknik yang sama. Penanganan yang paling efisien untuk
PCLD dan kista neoplastik adalah dengan reseksi hepar, sedangkan
efisiensi penanganan kista hidatid dengan teknik PAIR berbanding
penganan operatif lain masih kontroversial.
Manajemen utama penanganan Abses Hepar adalah drainase, baik
secara perkutaneus maupun pembedahan, dan pemberian antimicrobial.
Jika penyebabnya diketahui merupakan infeksi bakteri, maka pemberian
antibiotik dapat dilakukan. Terapi antibiotik yang digunakan pada Abses
Hepar sama dengan yang digunakan pada intraabdominal abses lainnya
maupun peritonitis bakterialis sekunder, yaitu: antibiotik spektrum luas
penicillin yang dikombi-nasikan dengan β-laktamase inhibitor (ticarcillin-
klavulanat, 3.1 gram setiap 4 – 6 jam per IV), cefoxitin 2 gram tiap 4 – 6
jam per IV, kombinasi ceftriaxone 2 gram tiap 24 jam per IV dengan
metronidazole 500 mg tiap 8 jam per IV, jika pasien di ICU dapat
diberikan meropenenm 1 gram tiap 8 jam per IV.
V. DAFTAR PUSTAKA
25
Fauci, S.A., Braunwald, E., Isselbacher, J.K., Martin, B.J. (2012). Intraabdominal Infections & Abscess. Dalam Zaleznik, D.F (Eds). Harrison’s Internal Medicine. 18th ed. McGraw-Hill. United States.
Jackson, HH., Mulvihill, SJ. Hepatic cyst [online]. September 2009 [dikutip April 2010]. Dari URL http://emedicine.medscape.com/article/190818-overview
Snell, R.S. (2006). Clinical Anatomy by Regions. 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins. USA. p. 205
Amirudin, R. (2009). Fisiologi dan Biokimiawi Hati. dalam Sudoyo, A.W., setiyohadi, B., Alwi, I., K, Marcellus.S., setiati, S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. p. 627-630
Debas, HT. Gastrointestinal surgery : Pathophysiology And Management. Liver Cyst .San Fransisco : Springer-Verlag. 2004. h.180-1.
26