kepemimpinan msdm
DESCRIPTION
manajemen sumber daya manusiaTRANSCRIPT
PEMIMPIN DAN TEORI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat
menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran
yang maksimal. Dalam pelaksanaan kepemimpinannya, cenderung menumbuhkan kepercayaan,
partisipasi, loyalitas dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Semua ini akan
diperoleh karena kecakapan, kemapuan, dan perilakunya.
Pemimpin merupakan seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya
untuk mengarahkan bawahan agar mengerjakan sebagian pekerjaan dalam mencapai tujuan
organisasi. Leader adalah seorang pemimpin yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dan
kewibawaan (personal authority). Falsafah kepemimpinannya yaitu bahwa pemimpin adalah
untuk bawahan dan milik bawahan.
Kepemimpinan Pancasila adalah kepemimpinan yang memiliki jiwa Pancasila, yang
memiliki wibawa dan daya untuk membawa serta dan memimpin masyarakat lingkungannya ke
dalam kesadaran kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
Asas utama kepemimpinan Pancasila antara lain :
1) Ing Ngarsa Sung Tuladha, bahwa seorang pemimpin haruslah mampu lewat sifat dan
perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan bagi orang-orang yang dipimpinnya.
2) Ing Madya Mangun Karsa, bahwa seorang pemimpin harus mampu membangkitkan
semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya.
3) Tut Wuri Handayani, bahwa seorang pemimpin harus mampu mendorong orang-orang
yang diasuhnya berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Cara, gaya, ataupun tipe kepemimpinan pada dasarnya sama, tetapi makna dan hakikatnya
bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang
tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal. Beberapa gaya/tipe dari
kepemimpinan adalah sebagai berikut :
a. Kepemimpinan Otoriter
Ciri-ciri kepemimpinan otoriter adalah :
Sebagian besar kekuasaan/wewenang mutlak tetap berada pada pimpinan, jika
pimpinan tersebut menganut sistem sentralisasi wewenang. Sedangkan jika pimpinan
menganut sistem manajemen tertutup, kurang menginformasikan keadaan
perusahaan pada bawahannya. Pengkaderan kurang mendapat perhatiannya ;
Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin ;
Bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam
proses pengambilan keputusan ;
Falsafah pemimpin yaitu “bawahan adalah untuk pemimpin/atasan” ;
Pemimpin menggangap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling
cakap ;
Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi/perintah, ancaman
hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat.
b. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Dalam kepemimpinannya dilakukan secara persuasif, menciptakan kerja sama yang
serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan ;
Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan ;
Falsafah pemimpin ialah “pemimpin adalah untuk bawahan” ;
Bawahan harus berpartisipasi dalam memberikan saran, ide, dan pertimbangan-
pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan ;
Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka dan desentralisasi wewenang ;
Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan
mengambil keputusan ;
Pemimpin akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang
lebih besar.
c. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan delegatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap ;
Bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa
dalam melaksanakan pekerjaannya ;
Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan
pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan ;
Prinsipnya yaitu “Inilah pekerjaan yang harus Saudara kerjakan, saya tidak peduli,
terserah Saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan tersebut bisa
diselesaikan denan baik” ;
Pemimpin menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada
bawahan agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri dalam
menyelesaikan pekerjaan tersebut ;
Pimpinan tidak membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan-
pekerjaan tersebut, dan hanya sedikit melakukan kontak dengan bawahannya ;
Bawahan dituntuk memiliki kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan
kematangan psikologis (kemauan).
d. Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard
pada tahun 1960. Model ini mengacu pada pendekatan teori situasional yang menekankan
perilaku pemimpin dan merupakan model praktis yang dapat digunakan manajer, tenaga
pemasaran, guru, atau orangtua untuk membuat keputusan dari waktu ke waktu secara
efektif dalam rangka mempengaruhi orang lain.
Fokus pendekatan situasional terhadap kepemimpinan terletak pada perilaku yang
diobservasi atau perilaku nyata yang terlihat, bukan pada kemampuan atau potensi
kepemimpinan yang dibawa sejak lahir. Jadi, penekanan pendekatan situasional adalah pada
perilaku pemimpin dan anggota/pengikut dalam kelompok dan situasi yang variatif. Menurut
kepemimpinan situasional, tidak ada satupun cara yang terbaik untuk mempengaruhi orang
lain. Gaya kepemimpinan mana yang harus digunakan terhadap individu atau kelompok
tergantung pada tingkat kesiapan orang yang akan dipengaruhi.
Selain tipe-tipe diatas, ada juga beberapa gaya dalam pengambilan keputusan, yaitu sebagai
berikut :
1) Gaya Otoratif, yaitu gaya yang diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman
dan informasi untuk menghasilkan konklusi, sementara pengikut tidak memiliki
kemampuan, kesediaan, dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi, manajer harus
membuat keputusan tanpa bantuan pengikut.
2) Gaya Konsultatif, yaitu manajer mengenali bahwa pengikut juga mempunyai beberapa
pengalaman atau pengetahuan tentang masalah dan bersedia memecahkan masalah
meskipun belum mampu. Jadi dalam situasi ini, strategi yang terbaik adalah memperoleh
masukan mereka, sebelum membuat keputusan final.
3) Gaya Fasilitatis, yaitu manajer dan pengikut bekerja sama dalam mencapai keputusan
bersama. Gaya ini merupakan cara yang sempurna manakala berhadapan dengan pengikut
yang mampu, tetapi belum yakin akan dirinya.
4) Gaya Delegatif, yaitu gaya yang digunakan terhadap pengikut yang memiliki tingkat
kesiapan yang memiliki pengalaman dan informasi yang diperlukan untuk keputusan atau
rekomendasi yang layak.
KESEPAKATAN KERJA BERSAMA DAN COLLECTIVE BARGAINING
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) adalah adanya musyawarah dan mufakat antara
pimpinan perusahaan dengan pimpinan serikat karyawan (buruh) dalam memutuskan masalah
yang menyangkut kebutuhan karyawan dan kepentingan perusahaan. Pentingnya kesepakatan
kerja bersama yaitu untuk :
Menciptakan pengintegrasian ;
Membina kerja sama ;
Menghindarkan terjadinya konflik dalam perusahaan ;
Diharapkan permasalahan yang dihadapi karyawan dengan perusahaan dapat diatasi
dengan baik (seperti masalah kenaikan gaji/upah, tunjangan hari raya, pemecatan
buruh, dan lain-lain).
Permasalahan dari kesepakatan kerja bersama yaitu seringkali pimpinan serikat karyawan,
bukannya memperjuangkan kebutuhan karyawan tetapi malah diperalat oleh pimpinan
perusahaan untuk menekan kepentingan karyawan.
Pada hakikatnya kesepakatan kerja bersama lebih banyak memberikan dampat positif, yaitu
dalam menciptakan integrasi di perusahaan. Jadi, kesepakatan kerja bersama sejalan dengan
hubungan industrial Pancasila yang menekankan pada musyawarah dan mufakat untuk
menetapkan keputusan.
Sementara itu, Collective Bargaining merupakan adanya perundingan antara pimpinan
perusahaan dengan pimpinan serikat buruh (karyawan) dengan menetapkan keputusan-keputusan
yang menyangkut kepentingan perusahaan dan kebutuhan buruh. Hal tersebut dilakukan agar
tercipta integrasi yang harmonis dan usaha-usaha untuk menghindari terjadinya konflik dalam
perusahaan.
Perbedaan antara Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dengan Collective Bargaining yaitu
bahwa Collective Bargaining didasarkan atas perundingan yang berarti adu kekuatan, yakni
siapa yang mempunyai posisi kuat maka dialah yang banyak menentukan keputusan, serta
Collective Bargaining dapat diibaratkan seperti demokrasi Barat. Sedangkan Kesepakatan Kerja
Bersama didasarkan atas musyawarah dan mufakat dalam menetapkan keputusan-keputusan,
bukan atas adu kekuatan/posisi. KKB diibaratkan seperti demokrasi Pancasila.
Kesimpulannya yaitu untuk menciptakan dan membina integrasi yang baik dalam
perusahaan, maka dapat diusahakan dengan human relations, motivasi, kepemimpinan,
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), dan juga Collective Bargaining melalui peranan komunikasi
dua arah. Jika integrasi dalam perusahaan dapat tercipta dan terbina dengan baik, maka semangat
kerja, loyalitas, serta partisipasi karyawan akan meningkat, sehingga tujuan optimal perusahaan
dan kepuasan semua pihak akan tercapai secara efektif dan efisien.