kelompok 5_kebijakan (makalah)
TRANSCRIPT
MAKALAH
KEBIJAKAN
Disajikan Untuk Perkuliahan Pengantar Ilmu Politik
Dosen : Dr. H. Sarbaini, M.Pd. dan Muhammad Elmy, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Ariani A1A213071
Dina Wati A1A213223
Jamaliah A1A213203
Khairiyati A1A213033
Mawarti A1A213056
Muthmainnah A1A213063
Nur Rakhmadeny A1A211024
Rahmawati A1A213068
Reni Solfia A1A213012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
Pengantar Ilmu Politik yang berjudul “ Kebijakan ” .
Penyusunan makalah ini di buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas
dalam mempelajari mata kuliah Pengantar Ilmu Politik. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. H. Sarbaini, M.Pd. dan Muhammad Elmy, S.Pd., M.Pd. yang
telah membimbing penulis pada mata kuliah Pengantar Ilmu Politik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Mungkin hal
ini karena terbatasnya pengetahuan maupun pengalaman penulis. Oleh karena itu,
kami memohon maaf yang sebesar-besarnya dan dengan terbuka menerima saran dan
kritik yang sifatnya membangun. Semoga hasil penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di masa mendatang.
Banjarmasin, 04 November 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Pengertian Kebijakan ......................................................................... 3
B. Definisi Kebijakan Publik .................................................................. 5
C. Urgensi Kebijakan Publik .................................................................. 11
D. Tahap-tahap Proses Kebijakan Publik ............................................... 13
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan ................ 15
F. Kerangka Kerja Kebijakan Publik ..................................................... 16
G. Ciri-ciri Kebijakan Publik .................................................................. 17
H. Jenis Kebijakan Publik ....................................................................... 19
I. Sistem Kebijakan Publik .................................................................... 24
BAB III. PENUTUP ....................................................................................... 28
A. Kesimpulan ......................................................................................... 28
B. Saran ................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan merupakan solusi atas suatu masalah. Kebijakan (policy) seringkali
disamakan dengan istilah seperti politik, program, keputusan, undang-undang,
aturan, ketentuan-ketentuan, kesepakatan, konvensi, dan rencana strategis. Fokus
utama kebijakan adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa
dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan
orang banyak (umum, public). Kebijakan merupakan sebuah konsep dan asas yg
menjadi pedoman dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak dalam pemerintahan negara, maka kebijakan politik adalah sistem konsep
resmi yg menjadi landasan atau pedoman perilaku ( dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak) politik negara.
Sebenarnya dengan adanya definisi yang sama dikalangan pembuat kebijakan,
ahli kebijakan, dan masyarakat yang mengetahui tentang hal tersebut tidak akan
menjadi sebuah masalah yang kaku. Namun, diharapkan adanya titik temu dalam
persepsi kebijakan itu sendiri. Memang dalam kenyataan bahwa kebijakan yang lahir
belum tentu menyenangkan dan dapat diterima oleh semua yang terkena sekaligus
pelaksana kebijakan tersebut, namun jika kebijakan tersebut tidak diambil, bisa jadi
pula dapat merugikan semuanya. Kebijakan seringkali tidak efektif akibat tidak
cermat dalam merumuskan masalah. Dengan kata lain, kebijakan sebagai obat
seringkali tidak manjur bahkan mematikan, akibat diagnosa masalah atau
penyakitnya yang keliru.
Dalam hal ini, penulis ingin menyampaikan makalah yang berkenaan dengan
kebijakan, dalam kaitannya dengan kebijakan publik. Sehingga dengan demikian
diharapkan adanya persepsi dan pemahaman tentang kebijakan dan kebijakan publik
itu sendiri.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kebijakan ?
2. Bagaimana Definisi Kebijakan Publik ?
3. Bagaimana Urgensi, Proses, Faktor-faktor, Kerangka Kerja, Ciri-ciri,
Jenis dan Sistem Kebijakan Publik ?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami hal-hal tentang Kebijakan
2. Memahami Definisi Kebijakan Publik
3. Mengetahui Urgensi, Proses, Faktor-faktor, Kerangka Kerja, Ciri-ciri,
Jenis dan Sistem Kebijakan Publik
4. Menambah Pengetahuan dan Mempertajam Persepsi Mengenai
Kebijakan Publik
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan
Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh
seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk
mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu
mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan,
prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.
Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 7) mendefinisikan
kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat
hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap
pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang
memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan,
karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya
dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu
masalah.
Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih
terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk
memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008: 40-50) memberikan
beberapa pedoman sebagai berikut :
a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan
b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi
c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan
d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan
e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai
f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun
implisit
3
g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu
h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan
yang bersifat intra organisasi
i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-
lembaga pemerintah
j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.
Menurut Budi Winarno (2007 : 15), istilah kebijakan (policy term) mungkin
digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia” , “kebijakan
ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih
khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang
debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi
Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan
dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang,
ketentuanketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno :2009 : 11).
Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010: 12) kebijakan harus dibedakan
dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya
dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan
pertimbangan-pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan-
aturan yang ada didalamnya.
James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17) mengungkapkan
bahwa kebijakan adalah “ a purposive course of action followed by an actor or set of
actors in dealing with a problem or matter of concern” (Serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau
sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). Konsep kebijakan
yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi Winarno (2007: 18) dianggap lebih
tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan
pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan
secara tegas antara kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang
mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.
Richard Rose sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007:17) juga menyarankan
bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit
banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang
bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat kedua ahli
4
tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan
dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai
arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan definisi kebijakan sebagai
pedoman untuk bertindak. Pedoman ini bisa amat sederhana atau kompleks, bersifat
umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci,
bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya
yang seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai
aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.
Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota
masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan bisa bersifat mengikat bagi orang banyak
pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas
publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik (umum) maka kebijakan haruslah
dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau
orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama
rakyat banyak. Contoh kebijakan adalah: (1) Undang-Undang, (2) Peraturan
Pemerintah, (3) Keppres, (4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati, dan (7)
Keputusan Direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan di sini adalah bersifat
mengikat dan wajib dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Contoh di atas juga memberi
pengetahuan pada kita semua bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro,
meso, dan mikro.
B. Definisi Kebijakan Publik
Para sarjana menekankan aspek kebijakan umum (public policy, beleid),
menganggap bahwa setiap masyarakat mempunyai beberapa tujuan bersama. Cita-
cita bersama ini ingin dicapai melalui usaha bersama, dan untuk itu perlu ditentukan
rencana-rencana yang mengikat, yang tertuang dalam kebijakan (policies) oleh pihak
yang berwenang, dalam hal ini pemerintah.
Ada banyak definisi mengenai apa itu kebijakan publik. Definisi mengenai
apa itu kebijakan publik mempunyai makna yang berbeda-beda, sehingga pengertian-
pengertian tersebut dapat diklasifikasikan menurut sudut pandang masing-masing
penulisnya. Berikut ini beberapa definisi tentang kebijakan publik :
5
Chandler dan Plano ( 1988 )
Kebijkan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-
sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang
dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok
yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut
berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik
menurut Chandlerdan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi
pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen
yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.
Thomas R. Dye ( 1981 )
Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang
dilakukan oleh pemerintah (“ is whatever government choose to do or not to
do”). Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini selanjutnya
dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam
ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini
dapat diklasifikasikan sebagai keputusan ( decision making ), dimana
pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif,
termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu
persoalan publik.
David Easton ( 1969 )
Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk
seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya
pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan
tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah
yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.
Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai
suatu proses management, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat
publik. Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan
tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik, sehingga
definisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah.
6
Anderson ( 1975 )
Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh
badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan
tersebut adalah :
1) Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai
tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.
2) Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.
3) Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah
jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untukdilakukan.
4) Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan
tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat
negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu.
5) Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan
pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Definisi
kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan sebagai proses
management, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja pejabat publik
ketika pemerintah benar-benar berindak untuk menyelesaikan persoalan
dimasyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision
makingketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif ( tindakan
pemerintahmengenai segal sesuatu masalah ) atau negatif ( keputusan
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu ).
Woll ( 1966 )
Kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan
masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga
yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Adapun pengaruh dari tindakan
pemerintah tersebut adalah :
1) Adanya pilihan kebijakan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau
yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
7
2) Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini
menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan
personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi
kehidupan masyarakat.
3) Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Definisi kebijakan publik menurut Woll
ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah ( intervensi sosio
kultural ) yaitu dengan mendayagunakan berbagai instrumen untuk mengatasi
persoalan publik. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai serangkaian
kerja para pejabat publik untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat.
Jones ( 1977 )
Jones menekankan studi kebijakan publik pada dua proses, yaitu :
1) Proses-proses dalam ilmu politik, seperti bagaimana masalah-masalah itu
sampai pada pemerintah, bagaimana pemerintah mendefinisikan masalah itu,
dan bagaimana tindakan pemerintah.
2) Refleksi tentang bagaimana seseorang bereaksi tehadap masalah-masalah,
terhadap kebijakan negara, dan memecahkannya.
Menurut Charles O. Jones ( 1977 ) kebijakan terdiri dari komponen-komponen :
1) Goal atau tujuan yang diinginkan.
2) Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan.
3) Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan.
4) Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan,
membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.
5) Efek, yaitu akibat-akibat dari program ( baik disengaja atau tidak, primer atau
sekunder ).
Jones memandang kebijakan publik sebagai suatu kelanjutan kegiatan
pemerintah di masa lalu dengan hanya mengubahnya sedikit demi sedikit.
Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making, yaitu ketika
pemerintah membuat suatu keputusan untuk suatu tindakan tertentu. Klasifikasi
ini juga dapat didefinisikan sebagai intervensi negara dengan rakyatnya ketika
terdapat efek dari akibat suatu program yang dibuat oleh pemerintah yang
diterapkan dalam masyarakat.
8
Heclo ( 1972 )
Heclo menggunakan istilah kebijakan secara luas, yakni sebagai rangkaian
tindakan pemerintah atau tidak bertindaknya pemerintah atas sesuatu masalah.
Jadi lebih luas dari tindakan atau keputusan yang bersifat khusus. Definisi ini
dapat diklasifikasikan sebagai decision making yaitu apa yang dipilih oleh
pemerintah untuk mengatasi suatu masalah publik, baik dengan cara melakukan
suatu tindakan maupun untuk tidak melakukan suatu tindakan.
Henz Eulau dan Kenneth Previt ( 1973 )
Merumuskan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai oleh kelakuan
yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat
kebijakan dan yang melaksanakannya. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai
decision making yaitu ketika pemerintah memilih untuk membuat suatu
keputusan ( to do ) dan harus dilaksanakan oleh semua masyarakat.
Robert Eyestone
Secra luas kebijakan publik dapat didefinsikan sebagai hubungan suatu unit
pemerintah dengan lingkungannya. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai
democratic governance, dimana didalamnya terdapat interaksi negara dengan
rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik.
Richard Rose
Kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit
banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang
bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan ini
dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan
untuk melakukan sesuatu. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi
negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik, karena
melalui hal tersebut akan terjadi perdebatan antara yang setuju dan tidak setuju
terhadap suatu hasil kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
9
Carl Friedrich
Ia memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkup tertentu, yang
memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan kesempatan terhadap
kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka
mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud
tertentu. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah
( intervensi sosio kultural ) dengan mendayagunakan berbagai instrumen ( baik
kelompok, individu maupun pemerintah ) untuk mengatasi persoalan publik.
James Anderson
Kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan
oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau
persoalan. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah
( intervensi sosio kultural ) yaitu dengan mendayagunakan berbagai
instrumenuntuk mengatasi persoalan publik.
Amir Santoso
Pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi kedalam dua
kategori, yaitu :
1) Pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan
pemerintah. Semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik.
Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making dimana tindakan-
tindakan pemerintah diartikan sebagai suatu kebijakan.
2) Pendapat ahli yang memberikn perhatian khusus pada pelaksanaan kebijakan.
Kategori ini terbagi dalam dua kubu, yakni :
a. Mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan
pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu dan mereka
yang menganggap kebijakan publik sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa
diramalkan atau dengan kata lain kebijakan publik adalah serangkaian instruksi
dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan
tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Definisi ini dapat
diklasifikasikan sebagai decision making oleh pemerintah dan dapat juga
10
diklasifikasikan sebagai interaksi negara dengan rakyatnya dalam mengatasi
persoalan publik.
b. Kebijakan publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan. Kebijakan
publik sebagai suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan
akibat-akibat yang bisa diramalkan ( Presman dan Wildvsky ). Definisi ini dapat
diklasifikasikan sebagai decision making dimana terdapat wewenang pemerintah
didalamnya untuk mengatasi suatu persoalan publik. Definisi ini juga dapat
diklasifikasikan sebagai intervensi antara negara terhadap rakyatnya ketika
negara menerapkan kebijakan pada suatu masyarakat.
Hoogerwerf
Obyek dari ilmu politik adalah kebijakan pemerintah, proses terbentuknya, serta
akibat-akibatnya. Kebijakan umum (public policy) di sini menurut Hoogerwerf
ialah, membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan.
Mustopadidjaja AR
Kebjakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi
permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu , atau untuk mencapai
tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka
penyelenggaraan Negara dan Pembangunan.
C. Urgensi Kebijakan Publik
Ilmu kebijakan (Policy Sience) dirancang untuk menyoroti masalah
fundamental yang sering diabaikan, yang muncul ketika warga negara dan penentu
kebijakan menyesuaikan keputusannya dengan perubahan-perubahan sosial dan
transformasi politik untuk melayani tujuan-tujuan publik. Ia menyangkut tidak hanya
produksi fakta, melainkan juga nilai-nilai dan tindakan yang dipilih. Ilmu kebijakan
berorientasi kepada masalah kontekstual, multi disiplin, dan bersifat normatif (benar-
salah, baik buruk, penting-tidak penting).
Studi kebijakan publik merupakan studi yang bermaksud untuk
menggambarkan, menganalisis, dan menjelaskan secara cermat berbagai sebab dan
akibat dari tindakan-tindakan pemerintah. Studi kebijakan publik menurut Thomas R.
11
Dye, sebagaimana dikutip Sholichin Abdul Wahab ( Suharno: 2010: 14) sebagai
berikut:
“Studi kebijakan publik mencakup menggambarkan upaya kebijakan publik,
penilaian mengenai dampak dari kekuatankekuatan yang berasal dari lingkungan
terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai pernyataan
kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik; penelitian
mendalam mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik pada masyarakat,
baik berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik berupa dampak yang
diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang tidak diharapkan.”
Sholichin Abdul Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010: 16-19) dengan
mengikuti pendapat dari Anderson (1978) dan Dye (1978) menyebutkan beberapa
alasan mengapa kebijakan publik penting atau urgen untuk dipelajari, yaitu:
a) Alasan Ilmiah
Kebijakan publik dipelajari dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan
yang luas tentang asal-muasalnya, proses perkembangannya, dan konsekuensi-
konsekuensinya bagi masyarakat. Dalam hal ini kebijakan dapat dipandang sebagai
variabel terikat (dependent variable) maupun sebagai variabel independen
(independent variable). Kebijakan dipandang sebagai variabel terikat, maka
perhatian akan tertuju pada faktor-faktor politik dan lingkungan yang membantu
menentukan substansi kebijakan atau diduga mempengaruhi isi kebijakan publik.
Kebijakan dipandang sebagai variabel independen jika fokus perhatian tertuju pada
dampak kebijakan tertuju pada sistem politik dan lingkungan yang berpengaruh
terhadap kebijakan publik.
b) Alasan professional
Studi kebijakan publik dimaksudkan sebagai upaya untuk menetapkan
pengetahuan ilmiah dibidang kebijakan publik guna memecahkan masalah-masalah
sosial sehari-hari.
c) Alasan Politik
Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah
dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan yang tepat pula.
Beberapa ilmuwan politik cenderung pada pilihan bahwa studi kebijakan publik
seharusnya diarahkan untuk memastikan apakah pemerintah mengambil kebijakan
yang pantas untuk mencapai tujuan-tujuan yang tepat.
12
D. Tahap-Tahap Proses Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu
beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi
proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tujuan
pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan
publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan
urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn
sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007: 32-34) adalah sebagai berikut :
a) Tahap penyusunan agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.
Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam
agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan
para perumus kabijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalah tidak disentuh
sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan,
atau ada pula masalah karena alasanalasan tertentu ditunda untuk waktu yang
lama.
b) Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada.
Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dipilih
sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini
masing-masing aktor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan pemecahan
masalah terbaik.
c) Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus
kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi
dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga
atau putusan peradilan.
13
d) Tahap implementasi kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program
tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang
telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang memobilisasikan
sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai
kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat
dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin
akan ditentang oleh para pelaksana.
e) Tahap evaluasi kebijakan
Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, unuk
melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang
diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena
itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yamh menjadi dasar untuk
menilai apakah kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai dampak
atau tujuan yang diinginkan atau belum.
Michael Howlet dan M. Ramesh sebagaimana yang dikutip Subarsono
menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut:
a. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu masalah bisa
mendapat perhatian dari pemerintah.
b. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihan-
pilihan kebijakan oleh pemerintah.
c. Pembuatan kebijakan (decicion making), yakni proses ketika pemerintah
memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.
d. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
e. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan
menilai hasil atau kinerja kebijakan.
Pakar kebijakan publik, James Anderson menetapkan proses kebijakan publik
sebagai berikut:
a. Formulasi masalah (problem formulation)
Apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan?
Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah?.
14
b. Formulasi kebijakan (formulation)
Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk
memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi
kebijakan?
c. Penentuan kebijakan (adaption)
Bagaimana alternatif ditetapkan? Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus
dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau
strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah
ditetapkan?
d. Implementasi (implementation)
Siapa yamg terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan?
Apa dampak dari isi kebijakan?
e. Evaluasi (evaluation)
Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur? Siapa yang
mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari evaluasi kebijakan? Adakah
tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan?
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan kebijakan
Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan
yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Walaupun
demikian, para administrator sebuah organisasi institusi atau lembaga dituntut
memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian, sehingga
dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks) maupun
yang tidak diharapkan (unintended risks).
Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal penting yang
turut diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan
kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembuatan kebijakan adalah:
a) Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar
Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau membuat
kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.
15
b) Adanya pengaruh kebiasaan lama
Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh Nigro disebutkan
dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi modal yang hingga saat ini
belum professional dan terkadang amat birikratik, cenderung akan diikuti
kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun keputusan/kebijakan yang
berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena sebagai suatu yang salah dan perlu
diubah. Kebiasaan lama tersebut sering secara terus-menerus pantas untuk diikuti,
terlebih kalau suatu kebijakan yang telah ada tersebut dipandang memuaskan.
c) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi
Berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh para pembuat
keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat pribadi
merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan.
d) Adanya pengaruh dari kelompok luar
Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan besar.
e) Adanya pengaruh keadaan masa lalu
Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman sejarah
pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan kebijakan/keputusan.
Misalnya,orang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang dimilikinya
kepada orang lain karena khawatir disalahgunakan (Suharno: 2010: 52-53).
F. Kerangka Kerja Kebijakan Publik
Menurut Suharno (2010: 31) kerangka kebijakan publik akan ditentukan oleh
beberapa variabel dibawah ini, yaitu:
a) Tujuan yang akan dicapai, hal ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan
dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit
mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin
sederhana, maka untuk mencapainya juga semakin mudah.
b) Prefensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan. Suatu kabijakan yang
mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk dicapai dibanding
dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.
c) Sumber daya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan
oleh sumber daya finansial, material, dan infrastruktur lainnya.
d) Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.
16
Kualitas dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas aktor kebijakan yang
terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut ditentukan oleh
tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja dan integritas
moralnya.
e) Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi,
maupun politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan.
f) Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan untuk
mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja suatu
kebijakan. Stretegi yang digunakan dapat bersifat top/down approach atau bottom
approach, otoriter atau demokratis (Suharno: 2010: 31).
G. Ciri-Ciri Kebijakan Publik
Menurut Suharno (2010: 22-24), ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan
publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan. Ciri-ciri
kebijakan publik antara lain:
a) Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada
sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan. Kebijakan-
kebijakan publik dalam system politik modern merupakan suatu tindakan yang
direncanakan.
b) Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan
berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat
pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. Kebijakan tidak
cukup mencakup keputusan untuk membuat undang-undang dalam bidang
tertentu, melainkan diikuti pula dengan keputusan-keputusan yang bersangkut
paut dengan implementasi dan pemaksaan pemberlakuan.
c) Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah
dalam bidang tertentu.
d) Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif, kemungkinan
meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak
melakukan tindakan apapun dalam masalah-masalah dimana justru campur tangan
pemerintah diperlukan.
17
Beberapa ciri umum dari kebijakan publik sebagaimana dijelaskan oleh
Anderson et al dalam Said Zainal Abidin (2002), yaitu : (1) setiap kebijakan publik
mesti ada tujuannya, dan jika tidak ada tujuan yang jelas untuk dicapai, maka tidak
perlu ada kebijakan publik (public policy is purpose, goal oriented behavior rather
than random or chance behavior); (2) suatu kebijakan publik tidak berdiri sendiri
atau terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan
lain yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah (public policy consist of course of
action– rather than separate, discrete decision or action-performed by government
officials); (3) kebijakan publik adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah dan bukan
apa yang ingin atau diniatkan akan dilakukan oleh pemerintah (public policy is what
government do – not what they say will do or what they intend to do); (4) kebijakan
publik dapat berbentuk larangan atau dapat juga berupa anjuran, arahan atau perintah
untuk melaksanakan sesuatu (public policy may be either nagative or positive); (5)
kebijakan publik didasarkan pada hukum yang berlaku, karena itu memiliki
kewenangan untuk memaksa masyarakat untuk mematuhinya (public policy is based
on law and is authoritative).
Ciri kebijakan publik yang utama adalah apa yang oleh David Easton disebut
sebagai orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, yakni para tetua
adat, para ketua suku, para eksekutif, para legislator, para hakim, para administrator,
para raja/ratu dan lain sebagainya. Mereka inilah yang menurut Easton merupakan
orang-orang yang dalam kesehariannya terlibat dalam urusan-urusan politik dan
dianggap oleh sebagian besar warga sebagai pihak yang bertanggung jawab atas
urusan-urusan politik tadi dan berhak untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu.
Implikasi dari pernyataan di atas adalah: Pertama, kebijakan publik merupakan
tindakan yang mengarah pada tujuan, bukan tindakan yang acak dan kebetulan.
Kebijakan publik dalam sisem politik modern merupakan suatu tindakan yang
direncanakan. Ke-dua, kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang
saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang beridiri sendiri.
Kebijakan tidak hanya berupa keputusan untuk membuat undang-undang, melainkan
diikuti pula dengan keputusan-keputusan yang bersangkut-paut dengan implementasi
dan pemaksaan pemberlakuannya. Ke-tiga, kebijakan bersangkut-paut dengan apa
yang senyatanya dilakukan pemerintah salam bidang-bidang tertentu, misalnya
18
dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi atau menggalakkan program
perumahan rakyat dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah
dalam bidang-bidang tersebut. Ke-empat, kebijakan publik mungkin berbentuk
positif, mungkin pula negatif. Dalam bentuknya yang positif, mungkin akan
mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk
mempengaruhi masalah tertentu, sementara dalam bentuknya yang negatif,
kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak
bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun ketika campur tangan pemerintah
sebenarnya diharapkan. Sudah barang tentu tiadanya bentuk campur
tangan/keterlibatan pemerintah dapat membawa dampak tertentu bagi seluruh atau
sebagian warga.
H. Jenis Kebijakan Publik
Banyak pakar yang mengajukan jenis kebijakan publik berdasarkansudut
pandang masing-masing. James Anderson sebagaimana dikutip Suharno (2010: 24-
25) menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut:
a. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural
Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan
oleh pemerintah. Misalnya: kebijakan pendidikan, kebijakan ekonomi, dan Iain-
lain.
Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut
dapat dijalankan. Kebijakan ini dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam
perumusannya. Contoh: dalam pembuatan suatu kebijakan publik, meskipun ada
Instansi/Organisasi Pemerintah yang secara fungsional berwenang membuatnya,
misalnya Undang-undang tentang Pendidikan, yang berwenang membuat adalah
Departemen Pendidikan Nasional, tetapi dalam pelaksanaan pembuatannya,
banyak instansi/organisasi lain yang terlibat, baik instansi/organisasi pemerintah
maupun organisasi bukan pemerintah, yaitu antara lain DPR, Departemen
Kehakiman, Departemen Tenaga Kerja, Persatuan Guru Indonesia (PGRI), dan
Presiden yang mengesahkan Undang-undang tersebut. Instansi-instansi/
organisasi-organisasi yang terlibat tersebut disebut policy stakeholders.
19
b. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan redistributif
Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada
masyarakat atau individu. Contoh: kebijakan tentang "Tax Holiday"
Kebijakan regulatori merupakan kebijakan yang berupa pembatasan atau
pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat. Contoh:
kebijakan tentang larangan memiliki dan menggunakan senjata api.
Sedangkan, kebijakan redistributif merupakan kebijakan yang mengatur alokasi
kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak diantara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Contoh: kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan
umum.
c. Kebijakan material versus kebijakan simbolik
Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya
komplet pada kelompok sasaran. Kebijakan ini mengatur tentang
pengalokasian/penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi
penerimanya. Contoh: kebijakan pembuatan rumah sederhana.
Sedangkan, kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat
simbolis pada kelompok sasaran.
d. Kebijakan yang barhubungan dengan barang umum (public goods) dan barang
privat (privat goods)
Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur pemberian barang atau
pelayanan publik. Contoh: kebijakan tentang perlindungan keamanan, penyediaan
jalan umum.
Sedangkan, kebijakan privat goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan
barang atau pelayanan untuk pasar bebas. Contoh: Kebijakan pengadaan barang-
barang/pelayanan untuk keperluan perorangan, misalnya tempat hiburan, hotel,
dan Iain-lain.
Sedangkan Riant Nugroho D membagi jenis-jenis kebijakan publik
berdasarkan 3 kategori. Pembagian jenis kebijakan publik kategori pertama
berdasarkan pada makna dari kebijakan publik. Berdasarkan maknanya, maka
kebijakan publik adalah hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan
hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Kebijakan
publik berdasar makna kebijakan publik dengan demikian terdiri dua jenis, yakni:
20
kebijakan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan kebijakan atau
hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Kedua,
pembagian jenis kebijakan publik yang didasarkan pada lembaga pembuat
kebijakan publik tersebut. Pembagian menurut kategori ini menghasilkan tiga jenis
kebijakan publik; Kesatu, kebijakan publik yang dibuat oleh legislatif. Kebijakan
publik ini disebut pula sebagai kebijakan publik tertinggi. Hal ini mendasarkan teori
Politica yang diajarkan oleh Montesquieu pada abad pencerahan di Perancis abad 7.
Demokrasi adalah sebuah suasana dimana seorang penguasa dipilih buka atas dasar
kelahiran atau kekerasan, namun atas dasar sebuah kontrak yang dibuat bersama
melalui mekanisme pemilihan umum baik langsung atau tidak langsung dan siapa
pun yang berkuasa harus membuat kontrak sosial dengan rakyatnya. Kebijakan
publik adalah kontrak sosial itu sendiri. Kedua kebijakan publik yang dibuat dalam
bentuk kerjasama antara legislatif dengan eksekutif. Model ini bukan menyiratkan
ketidakmampuan legislatif, namun mencerminkan tingkat kompleksitas
permasalahan yang tidak memungkinkan legislatif bekerja sendiri. Di Indonesia
produk kebijakan publik yang dibuat oleh kerjasama kedua lembaga ini adalah
undang-undang di tingkat nasional dan peraturan daerah di tingkat nasional untuk
hal-hal tertentu yang bersifat sementara sampai UU-nya dibuat. Bahkan di Indonesia
yang mengesahkan UU adalah Presiden. UU sendiri disahkan setelah ada persetujuan
dari legislatif dan eksekutif. Dalam hal setelah persetujuan setelah 30 hari eksekutif
tidak segera mengesahkan, maka sesuai dengan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945, maka
Rancangan UU tersebut dianggap sah dengan sendirinya. Di sini tampak bahwa
keluaran legislatif relatif lebih tinggi daripada eksekutif. Ketiga, kebijakan publik
yang dibuat oleh eksekutif saja. Di dalam perkembangannya, peran eksekutif tidak
cukup hanya melaksanakan kebijakan yang dibuat legislatif, karena dengan semakin
meningkatnya kompleksitas permasalahan kehidupan bersama sehingga diperlukan
kebijakan-kebijakan publik pelaksanaan yang berfungsi sebagai turunan dari
kebijakan publik di atasnya. Di Indonesia ragam kebijakan publik yang ditangani
eksekutif bertingkat sebagi berikut: (1) Peraturan Pemerintah, (2) Keputusan Presidin
(keppres), (3) Keputusan Menteri (Kepmen) atau Lembaga Pemerintah
Nondepartemen, (4) dan seterusnya, misalanya Instruksi Menteri. Sedangkan di
tingkat daerah terdapat: (1) Keputusan Gubernur dan bertingkat keputusan Dinas-
21
Dinas di bawahnya, (2) Keputusan Bupati, (3) Keputusan walikota dan bertingkat
keputusan dinas-dinas di bawahnya.
Pembagian jenis kebijakan publik kategori ketiga didasarkan pada karakter
dari kebijakan publik yang sebenarnya merupakan bagian dari kebijakan publik
tertulis formal. Di sini kebijakan publik dibagi menjadi dua yaitu: Pertama, regulasi
versus de-regulatif, atau restriktif versus non restriktif; dan kedua, alokatif versus
distributif atau redistributif. Kebijakan publik jenis pertama adalah kebijakan yang
menetapakan hal-hal yang dibatasi dan hal-hal yang dibebaskan dari pembatasan-
pembatasan. Sebagian besar kebijakan publik berkenaan dengan hal-hal yang
regulatif/ restsruktif dan regulatif non restruktif. Kebijakan publik jenis kedua,
kebijakan alokatif dan distributif. Kebijakan kedua ini basanya berupa kebijakan-
kebijakan yang berkenaan dengan anggaran atau keluaran publik. Richard A.
Musgrave dan Peggi B, pakar keuangan publik mengemukakan bahwa fungsi dari
kebijakan keuangan publik adalah fungsi alokasi yang bertujuan mengalokasiakan
barang-barang publik dan mekanisme pasar, fungsi distribusi yang berkenaan dengan
pemerataan kesejahteraan termasuk di dalamnya perpajakan, fungsi stabilisasi
yangberkenaan dengan peran penyeimbang dari kegiatan alokasi dan distribusi
tersebut, dan fungsi koordinasi anggaran yang berkenaan dengan koordinasi
anggaran secara horizontal dan vertikal.
Kategori lain, secara tradisional para ilmuwan politik umumnya membagi: (1)
kebijakan substantif (misalnya kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak
sipil, masalah luar negeri dan sebagainya; (2) kelembagaan (misalnya: kebijakan
legislatif, kebijakan yudikatif, kebijakan departemen; (3) kebijakan menurut kurun
waktu tertentu (misalnya: kebijakan masa reformasi, kebijakan masa Orde Baru )
Sholichin Abdul Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010: 25-27)
mengisyaratkan bahwa pemahaman yang lebih baik terhadap hakikat kebijakan
publik sebagai tindakan yang mengarah pada tujuan, ketika kita dapat memerinci
kebijakan tersebut kedalam beberapa kategori, yaitu:
a. Tuntutan kebijakan (policy demands)
Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang
dilakukan oleh actor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan pemerintah
sendiri dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya
22
untuk tidak melakukan tindakan pada suatu masalah tertentu. Tuntutan ini dapat
bervariasi, mulai dari desakan umum, agar pemerintah
berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan konkret tertentu
terhadap suatu masalah yang terjadi di dalam masyarakat.
b. Keputusan kebijakan (policy decisions)
Adalah keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan
untuk memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Dalam hal ini,
termasuk didalamnya keputusankeputusan untuk menciptakan statuta
(ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, ataupun membuat penafsiran
terhadap undang-undang.
c. Pernyataan kebijakan (policy statements)
Ialah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijakan publik tertentu.
Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit Presiden, keputusan
peradialn, pernyataan ataupun pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan
hasrat, tujuan pemerintah, dan apa yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan
tersebut.
d. Keluaran kebijakan (policy outputs)
Merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan dirasakan,
karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa
yang telah digariskan dalam keputusan dan pernyataan kebijakan. Secara singkat
keluaran kebijakan ini menyangkut apa yang ingin dikerjakan oleh pemerintah.
e. Hasil akhir kebijakan (policy outcomes)
Adalah akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat,
baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari
adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang
atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat.
William N. Dunn (2000: 21) membedakan tipe-tipe kebijakan menjadi lima
bagian, yaitu:
a. Masalah kebijakan (policy public)
Adalah nilai, kebutuhan dan kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi dapat
diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan public. Pengetahuan apa yang hendak
dipecahkan membutuhkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang mendahului
23
adanya problem maupun informasi mengenai nilai yang pencapaiannya menuntut
pemecahan masalah.
b. Alternative kebijakan (policy alternatives)
Yaitu arah tindakan yang secara potensial tersedia yang dapat member sumbangan
kepada pencapaian nilai dan pemecahan masalah kebijakan. Informasi mengenai
kondisi yang menimbulkan masalah pada dasarnya juga mengandung identifikasi
terhadap kemungkinan pemecahannya.
c. Tindakan kebijakan (policy actions)
Adalah suatu gerakan atau serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif kebijakan
yang dipilih, yang dilakukan untuk mencapai tujuan bernilai.
d. Hasil kebijakan (policy outcomes)
Adalah akibat-akibat yang terjadi dari serangkaian tindakan kebijakan yang telah
dilaksanakan. Hasil dari setiap tindakan tidak sepenuhnya stabil atau diketahui
sebelum tindakan dilakukan, juga tidak semua dari hasil tersebut terjadi seperti
yang diharapkan atau dapat diduga sebelumnya.
e. Hasil guna kebijakan
Adalah tingkat seberapa jauh hasil kebijakan memberiakan sumbangan pada
pencapaian nilai. Pada kenyataanya jarang ada problem yang dapat dipecahkan
secara tuntas, umumnya pemecahan terhadap suatu problem dapat menumbuhkan
problem sehingga perlu pemecahan kembali atau perumusan kembali.
I. Sistem Kebijakan Publik
William N. Dunn (1992) mengemukakan bahwa dalam sistem kebijakan
terdapat tiga elemen, yaitu stakeholders kebijakan (policy actors atau political
actors), kebijakan publik (public policy) dan lingkungan kebijakan (policy
environment). Pendapat serupa dinyatakan oleh Thomas R. Dye (1978) bahwa dalam
sistem kebijakan terdapat tiga elemen, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan
lingkungan kebijakan. Namun demikian, Mustopadijaja (1992) menambahkan satu
elemen kebijakan, selain dari tiga elemen di atas, yaitu kelompok sasaran kebijakan
(target groups). Bahkan menurut David Easton (1992) bahwa sistem kebijakan
publik terdiri atas lima unsur, yaitu inputs (demand/claims dan support), process,
outputs, feedback dan environment (intra dan extra societal environment).
24
Jadi, Kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu sistem, yang terdiri dari
elemen-elemen (unsur-unsur) sistem kebijakan publik, yaitu :
a. Input : masalah Kebijakan Publik
Masalah Kebijakan Publik ini timbul karena adanya faktor lingkungan
kebijakan publik yaitu suatu keadaan yang melatar belakangi atau peristiwa
yang menyebabkan timbulnya “masalah kebijakan publik” tersebut, yang
berupa tuntutan- tuntutan, keinginan-keinginan masyarakat atau tantangan
dan peluang, yang diharapkan segera diatasi melalui suatu kebijakan publik.
Masalah ini dapat juga timbul justru karena dikeluarkannya suatu kebijakan
publik yang baru.
Sebagai contoh : masalah kebijakan publik dapat timbul karena adanya
dorongan dari masyarakat. Misalnya, timbulnya INPRES SD, INPRES Pasar,
INPRES Puskesmas, karena adanya pandangan masyarakat (pada waktu itu)
tentang kurangnya pemerataan pembangunan.
Pembangunan dikatakan sudah berhasil, tetapi kurang merata. Masalah
kebijakan juga dapat timbul, justru adanya kebijakan pemerintah. Misalnya
sebagai akibat adanya kebijakan pemerintah DKI Jakarta, bahwa untuk
beberapa jalan protokol, kendaraan roda empat (kecuali taksi dan Bus Kota)
diwajibkan berpenumpang minimal tiga orang, yang kemudian terkenal
dengan sebutan “three in one” Kebijakan ini mengakibatkan timbulnya
masalah “Jockey”, yaitu “orang- orang yang dibayar” ikut mobil yang
berpenumpang kurang dari tiga orang.
b. Process (proses): pembuatan Kebijakan Publik.
Proses pembuatan kebijakan publik itu bersifat politis, di mana dalam proses
tersebut terlibat berbagai kelompok kepentingan yang berbeda-beda, bahkan
ada yang saling bertentangan.
Dalam proses ini terlibat berbagai macam policy stake- holders, yaitu
mereka-mareka yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu kebijakan
publik. Policy Stakeholders bisa pejabat pemerintah, pejabat negara, lembaga
pemerintah, dan juga dari lingkungan masyarakat (bukan pemerintah),
misalnya, partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, perusahaan dan
sebagainya.
25
c. Output : Kebijakan Publik, yang berupa serangkaian tindakan yang
dimaksudkan untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu
seperti yang diinginkan oleh kebijakan publik.
d. Impacts (dampak), yaitu dampaknya terhadap kelompok sasaran (target
groups). Kelompok sasaran (target groups) adalah orang-orang, kelompok-
kelompok orang, atau organisasi-organisasi, yang perilaku atau keadaannya
ingin dipengaruhi atau diubah oleh kebijakan publik tersebut.
Lebih lanjut, Thomas R. Dye (1978) menyebutkan bahwa kebijakan sebagai
pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever
government chooses to do or not to do). Hal serupa dikemukakan oleh George C.
Edward III dan Ira Sharkansky (1978) bahwa kebijakan publik sebagai apa yang
pemerintah katakan dan lakukan atau pun yang tidak dilakukan dan karenanya
menjadi maksud atau tujuan dari program pemerintah (what government say and do,
or not to do. It is the goals or purpose of government programs). Demikian juga
dengan Leslie A. Pal dalam Sony Yuwono dkk (2008) mengartikan kebijakan sebagai
serangkaian tindakan atau pun bukan tindakan yang dipilih oleh otoritas publik yang
ditujukan pada masalah tertentu atau hubungan diantara sejumlah masalah (as a
course of action or inaction chosen by public authorities to address a given problem
or interrelated set of problems). Sementara itu, Charles Jones dalam Said Zainal
Abidin (2002) mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah
adanya tujuan (goal), sasaran (objective) atau kehendak (purpose). Oleh karena itu,
kebijakan dipandang sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan
tertentu (a course of action intended to accomplish some end). Dalam mencapai
tujuan tertentu itu, terdapat beberapa substansi/isi dari kebijakan, yaitu :
(1) tujuan, yang dimaksudkan disini adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk
dicapai; (2) rencana, yaitu dokumen hasil perencanaan yang merupakan alat atau cara
tertentu untuk mencapai tujuan; (3) program, adalah instrumen kebijakan yang berisi
satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran dan tujuan serta
memperoleh alokasi anggaran; (4) keputusan, yaitu tindakan tertentu yang diambil
untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan
mengevaluasi program; (5) dampak, yakni dampak yang timbul dari suatu program
dalam masyarakat.
26
Bagi William N. Dunn (1992) penggunaan istilah analisis kebijakan lebih
dikedepankan daripada pengertian kebijakan, karena analisis kebijakan merupakan
sisi baru dari perkembangan ilmu sosial untuk pengamalannya dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, analisis kebijakan didefinisikan sebagai disiplin ilmu
terapan (policy sciences) yang memanfaatkan berbagai metode dan teknik dalam
ilmu sosial untuk menghasilkan informasi yang relevan dan diperlukan dalam
praktek pengambilan keputusan di sektor publik dan perumusan sebuah kebijakan
publik. Bahkan analisis kebijakan dianggap sebagai salah satu unsur sistem kebijakan
(policy system) atau seluruh institusional tempat di dalam kebijakan dibuat,
mencakup hubungan timbal balik di antara tiga unsur atau elemen kebijakan, yaitu
kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan (Lala M Kolopaking
dan Soeryo Adiwibowo, 2007). William N. Dunn menggambarkan penggunaan
komponen-komponen prosedur metodologi dalam melaksanakan analisis suatu
kebijakan dalam suatu sistem. Komponen-komponen yang dimaksud dalam prosedur
metodologi analisis kebijakan tersebut adalah perumusan masalah, peramalan,
rekomendasi, pemantauan dan evaluasi. Melakukan analisis kebijakan berarti
menggunakan kelima prosedur metodologi tersebut dalam proses kajiannya.
Dengan memperhatikan batasan dan pernyataan di atas, terdapat Pendapat
senada dikemukakan juga oleh Riant Nugroho (2004) yang menyatakan bahwa
kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan
oleh pemerintah sebagai tokoh sentral kebijakan publik. Dengan demikian, kebijakan
publik erat kaitannya dengan berbagai produk kebijakan yang dikeluarkan oleh
lembaga pemerintah untuk kepentingan masyarakat melalui berbagai strategi dan
program pembangunan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa produk dari kebijakan publik
tertuang dalam suatu produk hukum untuk mengatur masyarakat dan dilihat dari
bentuknya, secara luas terdiri dari dua, yaitu : (1) kebijakan dalam bentuk peraturan
pemerintah yang tertuang secara tertulis dalam peraturan perundang-undangan; (2)
kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan yang tidak tertulis namun disepakati
(konvensi).
27
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh
seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk
mencapai tujuan itu. Kebijakan adalah solusi atas suatu masalah. Fokus utama
kebijakan adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa
dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan
orang banyak (umum, public).
Kebijakan publik adalah suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah/negara
yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Kebijakan publik bertujuan untuk
memecahkan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat.
B. SARAN
Dalam sebuah kebijakan yang di tetapkan oleh pemerintah dan telah
direalisasikan kepada masyarakat ada kalanya merupakan sebuah kebijakan yang
dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, karena kebijakan tersebut mampu
menanggulangi krisis dan ketimpangan serta masalah-masalah yang ada dalam
masyarakat, akan tetapi ada kalanya dalam pemerintah membuat sebuah kebijakan
tidak diterima oleh masyarakat karena kebijakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan
kondisi dan situasi yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, saran dalam
makalah ini adalah sebaiknya pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan
hendaklah melihat realita dalam masyarakat sehingga kebijakan yang akan
ditetapkan dapat diterima oleh masyarakat dan kebijakan tersebut dapat menjadi
solusi yang tepat bagi problematika dalam masyarakat tersebut.
28
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
http://elisa1.ugm.ac.id/files/PSantoso_Isipol/81Yk2km0/Swastyasti%20P
%20%20kbjkn%20publik%20pdf.pdf diakses pada 27 September 2013 jam
22:33
http://eprints.uny.ac.id/8530/3/BAB%202%20-%2007401241045.pdf diakses pada
04 Oktober 2013 jam 23:07
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Karya%20B-Buku%20Dasar-dasar
%20Kebijakan%20Publik.pdf diakses pada 04 Oktober 2013 jam 23:13
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56679/BAB%20II
%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=4 diakses pada 25 Oktober
2013 jam 8:29
29