kel. b1 - ppok

27
TUGAS PRESENTASI KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Tutor : Dr. Indah Rahmawati, Sp.P Disusun Oleh : Chyntia Putriasni G1A009017 JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Upload: nugroho-rizki-p

Post on 06-Aug-2015

112 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kel. B1 - PPOK

TUGAS PRESENTASI KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Tutor :

Dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun Oleh :

Chyntia Putriasni G1A009017

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Kel. B1 - PPOK

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS BLOK ECCE III STASE PARU

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

Disusun oleh :

Chyntia Putriasni G1A009017

Telah dipresentasikan dan disetujui

Tanggal : Desember 2012

Dokter Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati , Sp.P

Page 3: Kel. B1 - PPOK

BAB II

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Sudiran

Umur : 53 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Supir

Alamat : Wetan Mesjid Kramat, Kembaran-Purwokerto

Tanggal masuk : Jumat, 7 Desember 2012 pukul 09.00 WIB

SUBYEKTIF

A. Keluhan Utama

Sesak nafas

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelummasuk

RS. Sesak nafas dirasakan hilang timbul sepanjang hari. Sesak nafas dirasa

mengganggu aktivitas.. Sesak nafas terasa semakin berat apabila pasien

makan makanan berminyak, saat malam hari ketika hendak tidur dan cuaca

dingin. Sedangkan sesak nafas terasa ringan saat pagi atau siang hari. Selain

itu, pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna jernih dan berbusa,

susah tidur sejak 2 hari sebelum masuk RS. Kemudian pasien datang ke RS

dan mondok hingga saat ini.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan yang sama dan mondok di RS sebanyak

lima kali dalam jangka waktu satu tahun ini.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan sama seperti pasien.

Pasien mengaku tidak ada riwayat alergi dalam keluarga.

E. Riwayat Sosial Ekonomi

Page 4: Kel. B1 - PPOK

Pasien bekerja sebagai supir AKAP sejak tahun 1977dan berhenti menjadi

supir sejak tahun 2008. Sekarang pasien tidak bekerja. Pasien tinggal di

rumah yang berlantai plester dan beralaskan kayu yang diserut, ventilasi ada

di setiap kamar, jendela yang dibuka setiap hari dan terdapat tiga kamar tidur.

Pasien tinggal dengan seorang istri dan mempunyai 6 orang anak yang

berjenis kelamin laki-laki dan sudah berumah tangga. Pasien mempunyai

kebiasaan merokok 2-3 batang per hari, namun sempat berhenti apabila

pasien mengeluhkan sesak nafas. Pasien merokok sejak 35 tahun yang lalu,.

Pasien menggunakan JAMKESMAS untuk pembiayaan rumah sakit.

OBYEKTIF

A. PEMERIKSAAN FISIK :

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Vital sign

a. Tensi : 150/90 mmHg

b. Nadi : 80 x/menit

c. Respirasi : 24 x/menit

d. Suhu : 35,2 0C

4. Kepala

a. Mata : Konjungtiva anemis (-) / (-),Sklera ikterik (-) / (-)

b. Hidung : Nafas cuping hidung (-)

c. Mulut : Sianosis (-)

5. Leher : Deviasi trakhea (-)

6. Toraks

a. Pulmo

Inspeksi : Dinding dada simetris (+), ketinggalan gerak (-)

Palpasi : VF apex sinistra = dextra

VF basal sinistra = dextra

Perkusi : Batas paru-hepar di SIC V LMCD

Auskultasi : Suara dasar vesikular (+) pada apex dextra dan sinistra

Suara dasar vesikular (+) pada basal dextra dan sinistra

Page 5: Kel. B1 - PPOK

RBH (-) / (-) , RBK (+) / (+), WH (+) / (+)

b. Cor

Inspeksi : IC di SIC 5, 2 jari lateral LMCS

Palpasi : Pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrica (-)

Perkusi : Batas kanan atas SIC 2 LPSD

Batas kiri atas SIC 2 LPSS

Batas kanan bawah SIC 4 LPSD

Batas kiri bawah SIC 5 2 jari LMCS

Auskultasi : S1 > S2, regular-regular, murmur (-), gallop (-)

7. Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Supel, undulasi (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

8. Ekstremitas : Oedem dan sianosis ekstremitas superior (-)

Oedem dan sianosis ekstremitas inferior (-)

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Hb : 15,7 (normal)

b. Ht : 47 (normal)

2. Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax

ASSESMENT

A. Diagnosis Klinis : PPOK

B. Diagnosis Banding : Asma Bronkial

PLANNING

A. Diagnostik : PPOK

B. Terapi

Page 6: Kel. B1 - PPOK

1. Terapi farmakologi

a. O2 3 lpm

b. IVFD Dextrose 5% + aminofilin 2 amp 20 tpm

c. Nebulizer ventolyn + flexotide 4 amp

d. Injeksi aminofilin bolus ½ amp IV

e. Injeksi ceftazidime 2x1 gram IV

f. Injeksi MP 3x125 mg IV

g. PO fartolyn syr 3x1 C

h. Nebulizer ventolyn/8 jam

i. Seretide 2x500

2. Terapi non farmakologi

a. Istirahat

b. Diet tinggi protein dan rendah karbohidrat

c. Hindari makanan pencetus alergi

C. Monitoring

a. Keadaan umum

b. Vital sign

c. Tanda eksaserbasi

d. Efek samping obat

e. Kecukupan penggunaan O2

D. Edukasi

a. Menghentikan merokok

b. Menghindari makanan berlemak

c. Menghindari pencetus alergi

d. Memakai pakaian hangat saat cuaca dingin

e. Latihan pernafasan

E. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanastionam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Page 7: Kel. B1 - PPOK

BAB II

PENDAHULUAN

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) merupakan penyakit yang

menyerang sistem pernafasan yang masih menjadi masalah global. Menurut WHO

(World Health Organization), PPOK diketahui sebagai penyakit dengan

penyumbang kematian peringkat ke-4 di dunia. Prevalensi penderita PPOK di

dunia mencapai 64 juta penduduk dan 3 juta diantaranya meninggal karena PPOK.

Penyebab utama PPOK tidak dapat dipisahkan dari akibat polusi udara,

lingkungan yang tidak higienis, dan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok saat

ini terlihat semakin banyak pada usia muda bahkan hingga sekolah dasar. Karena

itu, PPOK merupakan sebuah penyakit yang perlu menjadi perhatian dunia

kedokteran (WHO, 2012).

Penyakit paru obstruktif kronik yang biasa dikenal dengan PPOK adalah

salah satu penyakit yang dapat dicegah dan dirawat yang dapat mengakibatkan

tingkah keparahan yang berbeda pada tiap individu. Jumlah penderita PPOK di

daerah Asia-Pasifik mencapai jumlah 56,6 juta penderita dengan angka prevalensi

6,3 %. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi

5,6% (Slamet, 2006).

Perbandingan jumlah penderita pria dengan penderita wanita adalah 3 : 1.

Pekerjaan penderita sering kali berhubungan erat dengan faktor alergi dan

hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden PPOK 1,5 kali lebih banyak

daripada di pedesaan. Selain itu, apabila seseorang diketahui sering batuk

berdahak dan sesak napas pada masa anak-anak, kelak pada masa tua sering

timbul emfisema paru (Alsagaff, 2009).

PPOK ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas

dan tidak selalu bersifat 7eversible. Berbagai jenis gangguan yang bersifat

progresif ini akan terjadi karena inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas

beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama

sesak napas, batuk, dan produksi sputum (Mangunnegara, 2004).

Page 8: Kel. B1 - PPOK

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru

kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas

yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial (GOLD,

2009).

B. Etiologi

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan

faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain (Mansjoer,

1999) :

1) Merokok

2) Polusi udara

3) Infeksi paru berulang

4) Umur

5) Jenis kelamin

6) Ras

7) Riwayat Infeksi saluran nafas

8) Genetik

9) Defisiensi alfa-1 antitripsin

C. Patofisiologi

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa

bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan

serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga

udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara

anatomik dibedakan tiga jenis emfisema (PDPI, 2003) :

1. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan

meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat

kebiasaan merokok lama

Page 9: Kel. B1 - PPOK

2. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara

merata dan terbanyak pada paru bagian bawah

3. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran

napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa

atau dekat pleura

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi

karena perubahan struktural  pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi,

fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama

obstruksi jalan napas (PDPI, 2003).

1. Patogenesis PPOK (PDPI, 2003).

2. Perbedaan patogenesis PPOK dan Asma (PDPI, 2003).

Page 10: Kel. B1 - PPOK

PPOK

3. Patofisiologi PPOK (PDPI, 2003).

Polusi bahan iritan (asap) atau rokok, riwayat kesehatan ISPA

Iritasi jalan nafas

Hiperekskresi lendir dan inflamasi peradangan

Peningkatan sel-sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

Bronkiolus menyempit & tersumbat berat badan

Batuk tidak efektif BB drastic

Nafas pendek obstruksi alveoli

Gang.Pola Nafas alveoli kolaps

Pe ventilasi paru Hipoksemia

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Pola nafas tidak efektif

Gangguan pertukaran gas

Page 11: Kel. B1 - PPOK

D. Penegakkan diagnosis

a. Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan (PDPI, 2003) :

1) Pada umumnya berusia pertengahan tahun ke atas

2) Keluhan berupa sesak nafas disertai batuk berdahak maupun tidak

berdahak

3) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

4) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernafasan

5) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakana di tempat kerja

6) Riwayat penyakit emfisema

7) Terdapat faktor predisposisi misalnya BBLR, infeksi saluran nafas

berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan auskultasi sering kali tidak di dapatkan kelainan

yang jelas terutama pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat

hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan berat

sering terlihat perubahan pernafasan atau perubahan anatomi thorax

(PDPI, 2003).

1. Inspeksi :

a) Bentuk dada barrel chest

b) Terdapat cara bernafas purse lips breathing (seperti orang

meniup)

c) Terlihat penggunan dan hipertrofi otot pernafasan

d) Pelebaran sela iga

2. Perkusi :

Hipersonor, batas jantung mengecil, diafragma rendah

3. Palpasi :

Fremitus melemah

4. Auskultasi :

a) Suara nafas vesikuler

Page 12: Kel. B1 - PPOK

b) Ekspirasi memanjang

c) Mengi

d) Ronki

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan adalah (PDPI, 2003) :

1. Faal paru

a.Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau

VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%

VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK danmemantau perjalanan penyakit.

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,

APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai

alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak

lebih dari 20%

b. Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada

gunakan APE meter.

Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15

- 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,

perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit

paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

Page 13: Kel. B1 - PPOK

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

Pada bronkitis kronik :

-Normal

-Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

4. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil

PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

5. bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur

resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk

memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran nafas berulng

merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK

di Indonesia.

d. Gold Standar

Gold standar pada penegakkan diagnosis PPOK adalah pemeriksaan

faal paru yaitu FEV1 dan rasio FEV1/FVC (Alsagaff, 2010)

e. Klasifikasi

Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan

PerkumpulanDokter Paru Indonesia (PDPI)/Gold tahun 2005 sebagai

berikut:

1. PPOK Ringan

Gejala klinis:

a) Dengan atau tanpa batuk

b) Dengan atau tanpa produksi sputum.

c) Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1

Spirometri:

a) VEP1 ≥80% prediksi ( normal spirometri ) atau

b) VEP1/KVP<70%

2. PPOK Sedang

Page 14: Kel. B1 - PPOK

Gejala klinis:

a) Dengan atau tanpa batuk

b) Dengan atau tanpa produksi sputum.

c) Sesak napas : derajat sesak 2 ( sesak timbul pada saat aktivitas ).

Spirometri:

a) VEP1/KVP <70% atau

b) 50%< VEP1 <80% prediksi.

3. PPOK Berat

Gejala klinis:

a) Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.

b) Eksaserbasi lebih sering terjadi

c) Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.

Spirometri:

a) VEP1/KVP <70%,

b) VEP1 <30% prediksi atau

c) VEP1 > 30 % dengan gagal napas kronik

Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan

analisagas darah, dengan kriteria:

a) Hipoksemia dengan normokapnia, atau

b) Hipoksemia dengan hiperkapnia

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi (PDPI, 2003):1. Medikamentosa

a. Obat-Obatan

1. Bronkodilator

Antikolinergik

Agonis Beta-2

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2

Xantin

2. Anti inflamasi : metilprednisolon atau prednison

3. Antibiotika

Amoksisilin

Page 15: Kel. B1 - PPOK

Makrolid

Sefalosporin

Quinolon

4. Antioksidan

5. Mukolitik

6. Antitusif

b. Terapi Oksigen

1. Indikasi yaitu PaO2 <60 mmhg atau Sat O2 <90%

2. PaO2 diantara 55-59 mmhg atau Sat O2 >89% disertai korpulmonale,

perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda-anda gagal jantung

kanan, sleep apnea, dan penyakut paru lain.

c. Ventiasi Mekanis

Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan

gagal nafas akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, atau pada

pasien PPOK derajat berat dengan gagal nafas kronik. Ventilasi

mekanis dapat dilakukan dengan cara ventilasi mekanis tanpa intubasi

dan dengan intubasi.

2. Non Medikamentosa

a. Nutrisi

Tiga nutrisi utama yang dibutuhkan sebagai sumber energi adalah

karbohidrat, protein dan lemak. Proses perubahan makanan menjadi

energi disebut metabolisme. Metabolisme dari setiap sumber energi

membutuhkan jumlah oksigen yang berbeda dan menghasilkan jumlah

karbondiosida yang berbeda. Metabolisme karbohidrat paling banyak

menghasilkan karbondioksida dalam tubuh. Karbon dioksida adalah

produk yang tidak terpakai dan dikeluarkan dari tubuh lewat ekspirasi.

Proses ini juga membutuhkan energi. Oleh karena itu, pada penderita

PPOK dianjurkan diet rendah karbohidrat (20-35 gram per hari) agar

tidak membebani sistem pernafasannya (American Lung Association,

2004).

b. Edukasi

Page 16: Kel. B1 - PPOK

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

pengetahuan dasar tentang PPOK, obat-obatan baik manfaat dan efek

sampingnya, cara pencegahan perburukan penyakit, menghidari

pencetus (berhenti merokok), penyesuaian aktivitas

c.Latihan pernafasan

F. Komplikasi

Berikut komplikasi dari PPOK (PDPI, 2003) :

1. Gagal nafas

a. Gagal nafas kronik

Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg, dan

pH normal, penatalaksanaan :

- Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2

- Bronkodilator adekuat

- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu

tidur

- Antioksidan

- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

b. Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

- Sesak nafas dengan atau tanpa sianosis

- Sputum bertambah dan purulen

- Demam

- Kesadaran menurun

2. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.

Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan

menurunnya kadar limfosit darah.

Page 17: Kel. B1 - PPOK

G. Prognosis

Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak menghindari

faktor resiko seperti merokok dan polusi udara, penurunan fungsi paru

akan lebih cepat daripada bila pasien berhenti merokok. Terapi oksigen

jangka panjang merupakan satu-satunya terapi yang terbukti dapat

memperbaiki angka harapan hidup (Davey, 2006)

Page 18: Kel. B1 - PPOK

BAB III

KESIMPULAN

1. PPOK sebagai penyumbang kematian ke-4 di dunia.

2. Penyebab utama PPOK tidak dapat dipisahkan dari akibat polusi udara,

lingkungan yang tida higienis, dan kebiasaan merokok.

3. Gejala yang sering muncul pada PPOK adalah sesak nafas dan batuk

dengan atau tanpa produksi sputum

4. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan suara nafas vesikuler, ekspirasi

memanjang, mengi dan ronki

5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah radiologi dan

spirometri.

6. Diagnosis banding PPOK adalah asma bronkial, bronkiektasis dan

pneumothorax.

7. Penatalaksanaan dapat digunakan bronkodilator dan ventilasi mekanik

Page 19: Kel. B1 - PPOK

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood, Mukty, H. Abdul. 2009. Dasar-dasar Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. Hal : 231-232.

American Lung Association. 2004. Nutrition. Available at URL : http://www.lung.org/lung-disease/copd/living-with-copd/nutrition.html diakses tanggal : 11 Desember 2012.

Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series. Hal : 181-183.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengendalian Paru Obstruktif Kronik. Jakarta : Depkes RI. Hal : 8-10.

GOLD. 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/   .   Diakses tanggal 5 desember 2012.

Mangunnegara, Hadiarto. 2004. PPOK : Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.. Jakarta : PDPI Hal : 7.

Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Hal : 480.

PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia Jakarta : PDPI.

Slamet H. 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

WHO (World Health Organization). 2012. Chronic Obstructive Pulmo Disease. Available at URL : http://www.who.int/respiratory/copd/en/index.html . Accesed on : 10 December 2012.