kel. b1 - ppok
TRANSCRIPT
TUGAS PRESENTASI KASUS
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
Tutor :
Dr. Indah Rahmawati, Sp.P
Disusun Oleh :
Chyntia Putriasni G1A009017
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS BLOK ECCE III STASE PARU
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
Disusun oleh :
Chyntia Putriasni G1A009017
Telah dipresentasikan dan disetujui
Tanggal : Desember 2012
Dokter Pembimbing,
dr. Indah Rahmawati , Sp.P
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Sudiran
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Supir
Alamat : Wetan Mesjid Kramat, Kembaran-Purwokerto
Tanggal masuk : Jumat, 7 Desember 2012 pukul 09.00 WIB
SUBYEKTIF
A. Keluhan Utama
Sesak nafas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelummasuk
RS. Sesak nafas dirasakan hilang timbul sepanjang hari. Sesak nafas dirasa
mengganggu aktivitas.. Sesak nafas terasa semakin berat apabila pasien
makan makanan berminyak, saat malam hari ketika hendak tidur dan cuaca
dingin. Sedangkan sesak nafas terasa ringan saat pagi atau siang hari. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna jernih dan berbusa,
susah tidur sejak 2 hari sebelum masuk RS. Kemudian pasien datang ke RS
dan mondok hingga saat ini.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama dan mondok di RS sebanyak
lima kali dalam jangka waktu satu tahun ini.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan sama seperti pasien.
Pasien mengaku tidak ada riwayat alergi dalam keluarga.
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai supir AKAP sejak tahun 1977dan berhenti menjadi
supir sejak tahun 2008. Sekarang pasien tidak bekerja. Pasien tinggal di
rumah yang berlantai plester dan beralaskan kayu yang diserut, ventilasi ada
di setiap kamar, jendela yang dibuka setiap hari dan terdapat tiga kamar tidur.
Pasien tinggal dengan seorang istri dan mempunyai 6 orang anak yang
berjenis kelamin laki-laki dan sudah berumah tangga. Pasien mempunyai
kebiasaan merokok 2-3 batang per hari, namun sempat berhenti apabila
pasien mengeluhkan sesak nafas. Pasien merokok sejak 35 tahun yang lalu,.
Pasien menggunakan JAMKESMAS untuk pembiayaan rumah sakit.
OBYEKTIF
A. PEMERIKSAAN FISIK :
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign
a. Tensi : 150/90 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit
c. Respirasi : 24 x/menit
d. Suhu : 35,2 0C
4. Kepala
a. Mata : Konjungtiva anemis (-) / (-),Sklera ikterik (-) / (-)
b. Hidung : Nafas cuping hidung (-)
c. Mulut : Sianosis (-)
5. Leher : Deviasi trakhea (-)
6. Toraks
a. Pulmo
Inspeksi : Dinding dada simetris (+), ketinggalan gerak (-)
Palpasi : VF apex sinistra = dextra
VF basal sinistra = dextra
Perkusi : Batas paru-hepar di SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikular (+) pada apex dextra dan sinistra
Suara dasar vesikular (+) pada basal dextra dan sinistra
RBH (-) / (-) , RBK (+) / (+), WH (+) / (+)
b. Cor
Inspeksi : IC di SIC 5, 2 jari lateral LMCS
Palpasi : Pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrica (-)
Perkusi : Batas kanan atas SIC 2 LPSD
Batas kiri atas SIC 2 LPSS
Batas kanan bawah SIC 4 LPSD
Batas kiri bawah SIC 5 2 jari LMCS
Auskultasi : S1 > S2, regular-regular, murmur (-), gallop (-)
7. Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Supel, undulasi (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
8. Ekstremitas : Oedem dan sianosis ekstremitas superior (-)
Oedem dan sianosis ekstremitas inferior (-)
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hb : 15,7 (normal)
b. Ht : 47 (normal)
2. Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax
ASSESMENT
A. Diagnosis Klinis : PPOK
B. Diagnosis Banding : Asma Bronkial
PLANNING
A. Diagnostik : PPOK
B. Terapi
1. Terapi farmakologi
a. O2 3 lpm
b. IVFD Dextrose 5% + aminofilin 2 amp 20 tpm
c. Nebulizer ventolyn + flexotide 4 amp
d. Injeksi aminofilin bolus ½ amp IV
e. Injeksi ceftazidime 2x1 gram IV
f. Injeksi MP 3x125 mg IV
g. PO fartolyn syr 3x1 C
h. Nebulizer ventolyn/8 jam
i. Seretide 2x500
2. Terapi non farmakologi
a. Istirahat
b. Diet tinggi protein dan rendah karbohidrat
c. Hindari makanan pencetus alergi
C. Monitoring
a. Keadaan umum
b. Vital sign
c. Tanda eksaserbasi
d. Efek samping obat
e. Kecukupan penggunaan O2
D. Edukasi
a. Menghentikan merokok
b. Menghindari makanan berlemak
c. Menghindari pencetus alergi
d. Memakai pakaian hangat saat cuaca dingin
e. Latihan pernafasan
E. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanastionam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
PENDAHULUAN
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) merupakan penyakit yang
menyerang sistem pernafasan yang masih menjadi masalah global. Menurut WHO
(World Health Organization), PPOK diketahui sebagai penyakit dengan
penyumbang kematian peringkat ke-4 di dunia. Prevalensi penderita PPOK di
dunia mencapai 64 juta penduduk dan 3 juta diantaranya meninggal karena PPOK.
Penyebab utama PPOK tidak dapat dipisahkan dari akibat polusi udara,
lingkungan yang tidak higienis, dan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok saat
ini terlihat semakin banyak pada usia muda bahkan hingga sekolah dasar. Karena
itu, PPOK merupakan sebuah penyakit yang perlu menjadi perhatian dunia
kedokteran (WHO, 2012).
Penyakit paru obstruktif kronik yang biasa dikenal dengan PPOK adalah
salah satu penyakit yang dapat dicegah dan dirawat yang dapat mengakibatkan
tingkah keparahan yang berbeda pada tiap individu. Jumlah penderita PPOK di
daerah Asia-Pasifik mencapai jumlah 56,6 juta penderita dengan angka prevalensi
6,3 %. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi
5,6% (Slamet, 2006).
Perbandingan jumlah penderita pria dengan penderita wanita adalah 3 : 1.
Pekerjaan penderita sering kali berhubungan erat dengan faktor alergi dan
hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden PPOK 1,5 kali lebih banyak
daripada di pedesaan. Selain itu, apabila seseorang diketahui sering batuk
berdahak dan sesak napas pada masa anak-anak, kelak pada masa tua sering
timbul emfisema paru (Alsagaff, 2009).
PPOK ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas
dan tidak selalu bersifat 7eversible. Berbagai jenis gangguan yang bersifat
progresif ini akan terjadi karena inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas
beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama
sesak napas, batuk, dan produksi sputum (Mangunnegara, 2004).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru
kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial (GOLD,
2009).
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan
faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain (Mansjoer,
1999) :
1) Merokok
2) Polusi udara
3) Infeksi paru berulang
4) Umur
5) Jenis kelamin
6) Ras
7) Riwayat Infeksi saluran nafas
8) Genetik
9) Defisiensi alfa-1 antitripsin
C. Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa
bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan
serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara
anatomik dibedakan tiga jenis emfisema (PDPI, 2003) :
1. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan
meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat
kebiasaan merokok lama
2. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara
merata dan terbanyak pada paru bagian bawah
3. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran
napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa
atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi
karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi,
fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama
obstruksi jalan napas (PDPI, 2003).
1. Patogenesis PPOK (PDPI, 2003).
2. Perbedaan patogenesis PPOK dan Asma (PDPI, 2003).
PPOK
3. Patofisiologi PPOK (PDPI, 2003).
Polusi bahan iritan (asap) atau rokok, riwayat kesehatan ISPA
Iritasi jalan nafas
Hiperekskresi lendir dan inflamasi peradangan
Peningkatan sel-sel goblet
Penurunan silia
Peningkatan produksi sputum
Bronkiolus menyempit & tersumbat berat badan
Batuk tidak efektif BB drastic
Nafas pendek obstruksi alveoli
Gang.Pola Nafas alveoli kolaps
Pe ventilasi paru Hipoksemia
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Pola nafas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas
D. Penegakkan diagnosis
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan (PDPI, 2003) :
1) Pada umumnya berusia pertengahan tahun ke atas
2) Keluhan berupa sesak nafas disertai batuk berdahak maupun tidak
berdahak
3) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
4) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernafasan
5) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakana di tempat kerja
6) Riwayat penyakit emfisema
7) Terdapat faktor predisposisi misalnya BBLR, infeksi saluran nafas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan auskultasi sering kali tidak di dapatkan kelainan
yang jelas terutama pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan berat
sering terlihat perubahan pernafasan atau perubahan anatomi thorax
(PDPI, 2003).
1. Inspeksi :
a) Bentuk dada barrel chest
b) Terdapat cara bernafas purse lips breathing (seperti orang
meniup)
c) Terlihat penggunan dan hipertrofi otot pernafasan
d) Pelebaran sela iga
2. Perkusi :
Hipersonor, batas jantung mengecil, diafragma rendah
3. Palpasi :
Fremitus melemah
4. Auskultasi :
a) Suara nafas vesikuler
b) Ekspirasi memanjang
c) Mengi
d) Ronki
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan adalah (PDPI, 2003) :
1. Faal paru
a.Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK danmemantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak
lebih dari 20%
b. Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15
- 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
-Normal
-Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
4. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
5. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran nafas berulng
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK
di Indonesia.
d. Gold Standar
Gold standar pada penegakkan diagnosis PPOK adalah pemeriksaan
faal paru yaitu FEV1 dan rasio FEV1/FVC (Alsagaff, 2010)
e. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan
PerkumpulanDokter Paru Indonesia (PDPI)/Gold tahun 2005 sebagai
berikut:
1. PPOK Ringan
Gejala klinis:
a) Dengan atau tanpa batuk
b) Dengan atau tanpa produksi sputum.
c) Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
a) VEP1 ≥80% prediksi ( normal spirometri ) atau
b) VEP1/KVP<70%
2. PPOK Sedang
Gejala klinis:
a) Dengan atau tanpa batuk
b) Dengan atau tanpa produksi sputum.
c) Sesak napas : derajat sesak 2 ( sesak timbul pada saat aktivitas ).
Spirometri:
a) VEP1/KVP <70% atau
b) 50%< VEP1 <80% prediksi.
3. PPOK Berat
Gejala klinis:
a) Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
b) Eksaserbasi lebih sering terjadi
c) Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
a) VEP1/KVP <70%,
b) VEP1 <30% prediksi atau
c) VEP1 > 30 % dengan gagal napas kronik
Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan
analisagas darah, dengan kriteria:
a) Hipoksemia dengan normokapnia, atau
b) Hipoksemia dengan hiperkapnia
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi (PDPI, 2003):1. Medikamentosa
a. Obat-Obatan
1. Bronkodilator
Antikolinergik
Agonis Beta-2
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2
Xantin
2. Anti inflamasi : metilprednisolon atau prednison
3. Antibiotika
Amoksisilin
Makrolid
Sefalosporin
Quinolon
4. Antioksidan
5. Mukolitik
6. Antitusif
b. Terapi Oksigen
1. Indikasi yaitu PaO2 <60 mmhg atau Sat O2 <90%
2. PaO2 diantara 55-59 mmhg atau Sat O2 >89% disertai korpulmonale,
perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda-anda gagal jantung
kanan, sleep apnea, dan penyakut paru lain.
c. Ventiasi Mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal nafas akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, atau pada
pasien PPOK derajat berat dengan gagal nafas kronik. Ventilasi
mekanis dapat dilakukan dengan cara ventilasi mekanis tanpa intubasi
dan dengan intubasi.
2. Non Medikamentosa
a. Nutrisi
Tiga nutrisi utama yang dibutuhkan sebagai sumber energi adalah
karbohidrat, protein dan lemak. Proses perubahan makanan menjadi
energi disebut metabolisme. Metabolisme dari setiap sumber energi
membutuhkan jumlah oksigen yang berbeda dan menghasilkan jumlah
karbondiosida yang berbeda. Metabolisme karbohidrat paling banyak
menghasilkan karbondioksida dalam tubuh. Karbon dioksida adalah
produk yang tidak terpakai dan dikeluarkan dari tubuh lewat ekspirasi.
Proses ini juga membutuhkan energi. Oleh karena itu, pada penderita
PPOK dianjurkan diet rendah karbohidrat (20-35 gram per hari) agar
tidak membebani sistem pernafasannya (American Lung Association,
2004).
b. Edukasi
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
pengetahuan dasar tentang PPOK, obat-obatan baik manfaat dan efek
sampingnya, cara pencegahan perburukan penyakit, menghidari
pencetus (berhenti merokok), penyesuaian aktivitas
c.Latihan pernafasan
F. Komplikasi
Berikut komplikasi dari PPOK (PDPI, 2003) :
1. Gagal nafas
a. Gagal nafas kronik
Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg, dan
pH normal, penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu
tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
b. Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
- Sesak nafas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.
Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limfosit darah.
G. Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak menghindari
faktor resiko seperti merokok dan polusi udara, penurunan fungsi paru
akan lebih cepat daripada bila pasien berhenti merokok. Terapi oksigen
jangka panjang merupakan satu-satunya terapi yang terbukti dapat
memperbaiki angka harapan hidup (Davey, 2006)
BAB III
KESIMPULAN
1. PPOK sebagai penyumbang kematian ke-4 di dunia.
2. Penyebab utama PPOK tidak dapat dipisahkan dari akibat polusi udara,
lingkungan yang tida higienis, dan kebiasaan merokok.
3. Gejala yang sering muncul pada PPOK adalah sesak nafas dan batuk
dengan atau tanpa produksi sputum
4. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan suara nafas vesikuler, ekspirasi
memanjang, mengi dan ronki
5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah radiologi dan
spirometri.
6. Diagnosis banding PPOK adalah asma bronkial, bronkiektasis dan
pneumothorax.
7. Penatalaksanaan dapat digunakan bronkodilator dan ventilasi mekanik
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood, Mukty, H. Abdul. 2009. Dasar-dasar Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. Hal : 231-232.
American Lung Association. 2004. Nutrition. Available at URL : http://www.lung.org/lung-disease/copd/living-with-copd/nutrition.html diakses tanggal : 11 Desember 2012.
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series. Hal : 181-183.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengendalian Paru Obstruktif Kronik. Jakarta : Depkes RI. Hal : 8-10.
GOLD. 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/ . Diakses tanggal 5 desember 2012.
Mangunnegara, Hadiarto. 2004. PPOK : Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.. Jakarta : PDPI Hal : 7.
Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Hal : 480.
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia Jakarta : PDPI.
Slamet H. 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
WHO (World Health Organization). 2012. Chronic Obstructive Pulmo Disease. Available at URL : http://www.who.int/respiratory/copd/en/index.html . Accesed on : 10 December 2012.