keinginan untuk mandiri selalu dipegang teguh oleh reza nurhilman
TRANSCRIPT
Reza Nurhilman, Presiden Maicih
Biodata Owner Maicih :
1) Nama : Reza Nurhilman
2) Panggilan : Axl
3) TTL : Bandung, 29 September 1987
4) Alamat : Jl.Padaringan 40 A, Kompleks KPAD,GegerKalong,
Bandung
5) Pendidikan : SMPN 1 Cimahi 2002
SMAN 2 Bandung 2005
Univ. Kristen Maranatha , Jur Manajemen 2009
Profil Produk
1. Keripik singkong pedas ( level 3,5,10)
2. Baso Goreng
3. Gurilem
4. Seblak
Profil Bisnis
Dengan Tagline : “ For Ichiher With Love “ maicih ingin tampul dekat dengan para
penggemarnya, selalu memanjakan penggemarnya di seantero nusantara dengan cita rasa
yang berkualitas.
Awal Usaha :
∙Dimulai pada pertengahan 2010
∙Dengan modal 15 juta
∙Produksi 50 bungkus per hari
∙Varian awal yang keluar keripik dan gurilem
∙Memproduksi level 1 sampai level 5
∙Dipasarkan dengan cara kelililing
Maicih Masa Kini
∙Membuat varian sampai level 10
∙Demand konsumen sangat tinggi
∙Kapasitas produksi hingga kini 2000 bungkus / hari
∙Omset per bulan 800 – 900 Juta ( ± 30 jt / day )
∙Memiliki 20‐an jenderal as a marketer
∙Pemasaran di Jakarta, Bandung, Jogja, Surabaya, dll melalui jenderal
∙Pegawai Produksi yang dimiliki 30‐an
Keinginan untuk mandiri selalu dipegang teguh oleh Reza Nurhilman. Dia tidak mau
menjadi karyawan karena tidak ingin bergantung dengan orang lain. Setelah
melewati berbagai jenis disana, Reza jatuh cinta pada usaha keripik Maicih. berkat
kerja kerasnya, permintaan keripik mencapai 200.000 bungkus tiap bulan.
Hidup mandiri adalah jalan yang ingin ditempuh Reza Nurhilman. Pemilik dan pendiri
usaha keripik merek Maicih di Bandung ini tidak ingin merepotkan kedua orang
tuanya Lahir sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, keinginan wirausaha Reza
muncul setelah lulus sekolah menegah atas (SMA) pada tahun 2005. Dia tidak mau
membebani orang tua sehingga memutuskan untuk tidak langsung melanjutkan ke
bangku kuliah.
Dengan kondisi ekonomi uang tua yang terpuruk, memaksakan kuliah akan semakin
membebani orang tuanya. Dia tidak mau terus meminta dan dia ingin mandiri.
Walaupun memutuskan untuk tidak langsung melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi, Reza tetap berharap nantinya bisa kuliah dan mendapat gelar sarjana.
Reza tidak mau menjadi karyawan. Dia ingin memulai usaha sendiri, Menurutnya,
seseorang menjadi karyawan maka dirinya tidak bisa mandiri karena selalu
tergantung pada orang lain.
Dengan tekad dan kemandirian tersebut, Reza lalu Menjalankan berbagai macam
usaha Dia mengalami jatuh bangun dan hinaan dari orang‐orang di sekitarnya ketika
memulai usaha sendiri.
Usaha pertama yang dia jalani adalah bisnis Multilevel Level Marketing (MLM). Dia
sempat dipandang sebelahmata dan dihina. Walau mendapat banyak cibiran, Reza
tidak pernah putus asa. Dia hanya tidak pernah habis pikir, kenapa orang‐orang di
sekitarnya tidak suka dengan apa yang dia lakukan. Padahal dia hanyalah anak muda
yang berusaha mencari uang sendiri dengan berusaha keras. Namun berbagai
sindiran dan hinaan itu membuat Reza menjadi semakin keras dan tidak mudah
jatuh.
Reza mengaku, dari bisnis MLM ini sebenarnya dia bisa mendapatkan penghasilan
lumayan. Namun karena sering tidak sejalan dengan pemilik, maka dia memutuskan
untuk keluar dan memulai bisnis baru.
Setelah keluar dari bisnis MLM, Reza menekuni bisnis pupuk. Hanya saja di bisnis ini,
dia mengaku pernah tertipu rekan bisnis. Ia bercerita saat itu dirinya bertugas
mengirimkan pupuk ke Sumatra. Setelah tugas dia selesaikan dengan baik rekan
bisnis yang ada di Sumatra mengingkari janji dan tidak mau melaksanakan
kewajibannya.
Kejadian tidak mengenakkan pada tahun 2008 tersebut sempat membuat Reza
jatuh. Selama sebulan, dia harus mengumpulkan semangat dan keinginan untuk
terus berusaha Kejadian itu memberinya banyak pelajaran, yaitu lebih selektif dalam
memilih rekan bisnis atau karyawan.
Untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola bisnis, Reza merealisasikan
keinginan untuk meneruskan kuliah. Pada 2009, dia masuk ke Jurusan Manajemen
Universitas Maranatha Bandung. Ia menggunakan tabungan untuk bisa meneruskan
ke bangku kuliah.
Dia berharap di bangku kuliah dia bisa lebih selektif dalam memilih rekan bisnis atau
karyawan.dengan mengambil jurusan ini maka ilmu yang didapat nanti akan lebih
aplikatif dan membantu mengelola usaha yang dirintis. Biayanya juga terjangkau.
Saat di bangku kuliah itulah rezeki Reza mulai terbuka lebar. Pada Juni 2010 dia
menemukanpeluang bisnis yang menurutnya sangat potensial, yaitu menjual
berbagai macam keripik berbahan baku singkong. Ide itu muncul saat dirinya
bertemu dengan produsen keripik di sebuah acara di Bandung. Rasa keripik yang
enak membuatnya langsung jatuh cinta sehingga tanpa pikir panjang dia
menawarkan kerjasama
Dari kerjasama itu, Reza bertindak sebagai pembeli keripik singkong. Reza lantas
memasang merek Maicih sendiri di dagangannya. Sebagai penjual, dia memulai
usaha dari awal. Memakai bakul plastik, ia menawarkan Maicih ke kampus dan
teman‐temannya dia menggunakan cara berjualan seperti ibu‐ibu di pasar yang
menggendong dagangan.
Insting bisnis Reza tak salah, setelah enam bulan permintaan keripik Maicih dari
1.000 bungkus pada Oktober 2010, kini mencapai 200.000 bungkus per bulan
dengan harga Rp 11.000 sampai Rp 15.000 per bungkus. Kini, Reza memproduksi
keripik singkong sendiri.
Nama Maicih, kata mahasiswa Manajemen Universitas Maranatha Bandung ini,
diambil dari istilah dompet kecil yang suka dipakai ibu‐ibu. Nama ini juga
mengundang rasa penasaran konsumen karena terdengar nyeleneh
Dalam sebulan, respons atas keripik itu mulai bermunculan. Kebanyakan
mengomentari penyedap rasa yang amat dominan. Setelah itu dia langsung
memperbaikinya karena kalau tidak akan kehilangan pelanggan. Reza juga mulai
mengenal selera pelanggan. Ternyata pelanggannya lebih banyak yang menyukai
keripik dengan kepedasan dari level 3 sampai 5. Tetapi ada juga yang level 10,
sangat pedas, tapi itu limited edition tidak diproduksi setiap hari.
Dalam menjalankan usahanya, Reza menerapkan prinsip totalitas, loyalitas, dan
sinergi. Dia berharap kepercayaan pelanggan terjaga dan kekompakan tim
pemasaran tetap berlangsung. Loyalitas terhadap keripik Maicih ini mendorong
mereka membentuk satu komunitas yang bernama Icihers. Komunitas ini
kebanyakan perempuan. Mereka amat aktif menyebarkan informasi tentang keripik
Maicih.
Reza mengucapkan banyak terima kasih kepada kolega, saudara, dan para Icihers
yang telah loyal memasarkan keripiknya. "Sehingga semakin banyak orang yang
'tericih‐icih' (istilah ketagihan keripik Maicih),"
Namun bukan berarti perjalanan bisnis Reza selalu berjalan mulus. Pada November
tahun lalu, keripik Maicih tidak diproduksi akibat kurangnya alat penggorengan yang
masih memakai tungku. Dia mengungkapkan bahwa "Pelanggan makin banyak tapi
kapasitas penggorengan kurang,". Selama sebulan dia harus memperbaiki itu.
Saat ini dalam sehari ia bisa memproduksi 2.000 bungkus.dan selalu habis. Ia
berencana akan menambah jumlah produksi mencapai 10 ribu bungkus per hari.
Kunci sukses pada bisnis yang
dilakukan Axl adalah terletak cara
berpikir secara “out of the box” atau di
luar konteks normal. Axl suskses berka
ketekunan dan keyakinannya terhadap
bisnis yang dijalankan.
t
"Menjadi sukses adalah kewajiban dan
hak setiap orang. Namun ingat, sukses
tidak mungkin datang dengan
sendirinya, tetapi melalui sebuah
perjuangan yang gigih pantang
menyerah. Suatu kegagalan itu wajar.
Orang mengalami kegagalan belum berarti dia menjadi orang yang gagal total,
namun sesungguhnya ada hikmah dibalik semua itu yaitu keberhasilan," demikian
prinsip yang dianut Axl.
Strategi pemasaran lewat jejaring sosial
Strategi pemasaran lewat jejaring sosial merupakan titik keberhasilan maicih. Axl
(Sapaan Reza Nurhilman) memanfaatkan kecanggihan teknologi masa kini yaitu
dengan media twitter dan facebook. Axl sengaja membuat produknya eksklusif agar
orang penasaran. Dia tidak membuka toko seperti layaknya kebanyakan penjual,
namun dijual dengan memanfaatkan media twitter sebagai informasi lokasi dimana
para jenderal (agen) maicih mangkal menjajakan dagangannya.
Tim pemasaran Maicih yang disebut sebagai Jenderal, akan menjual produk Maicih
di lokasi‐lokasi tertentu. Mulai dari kampus, kantor atau tempat keramaian lainnya.
Pendek kata, tak ada yang abadi sebagai tempat membeli produk Maicih. Cara
pemasaran yang cukup unik ini terbukti mendongkrak nama Maicih di jagat twitter.
Banyak yang penasaran seperti apa produk Maicih gara‐gara membaca kicauan
pengguna Twitter yang bersliweran tiap saat. Dan biasanya mereka yang sudah
merasakan kripik setan Maicih pastinya bakal tericih‐icih alias kepedasan.
Sejak diluncurkan akhir Juni 2010 lalu, keripik Maicih memang menjadi salah satu
hot isu dan fenomenal di kalangan anak muda urban, terutama para peselancar
dunia maya. Maklum saja, cara memasarkan keripik Maicih memang beda dengan
keripik pedas lainnya—yang notabene sudah lebih dulu beredar di Bandung.
Melalui jaringan kekerabatan, Axl mencoba menciptakan isu atau word of mouth
(WOM). Salah satunya, dengan tingkat kepedasan keripik. “Keripik yang kami jajakan
memiliki tingkat kepedasan yang berbeda. Mulai dari level satu sampai lima, dan
langsung ke level 10 yang tingkat pedasnya paling tinggi,” lanjutnya.
Walhasil, dengan diferensiasi seperti itu, produk pun direspon positif oleh lingkar
kekerabatan Axl. Mereka pun tak segan‐segan meng‐endorse keripik Maicih lewat
kicauan mereka di akun twitter masing‐masing. Dua bulan berjalan, permintaan
untuk level tiga dan lima melonjak tajam. Oleh karena itu, produksi keripik pun lebih
diperbanyak untuk dua level tersebut.
Melihat efektivitas kicauan teman‐temannya di dunia maya, maka Axl pun
memutuskan untuk fokus hanya berkomunikasi lewat twitter @infomaicih, facebook
#maicih, dan situs www.maicih.co.id. Diterangkan Axl, jumlah follower Maicih saat
ini sudah mencapai lebih dari 354 ribu, sedangkan jumlah fanspage mencapai
49.000‐an.
Untuk itu, jangan harap Anda akan menemukan gerai fisik Maicih. “Kami memang
sengaja tidak membangun gerai fisik. Dari sisi biaya operasionalnya sangat tinggi.
Dan yang terpenting, gerai fisik tidak mampu menciptakan interaksi antara brand
Maicih dengan konsumen,” ungkap Axl beralasan.
Konsep jualan nomaden itu rupanya justru menggelitik rasa penasaran sekaligus
memicu antusiasme konsumen. Dampaknya, tak sedikit anak‐anak muda justru
menunggu‐nunggu kicauan dari para jendral Maicih plus berharap lokasi kampus
atau rumah mereka bisa disambangi mobil Maicih.
Melalui konsep nomaden itu, urai Axl, “Kami ingin mencapai misi pertama kami,
yaitu menciptakan gengsi di dalam diri konsumen kalau bisa mengkonsumsi Maicih.
Bahkan, punya gengsi jika bisa menjadi icihers.” Itu artinya, jika belum tahu dan
mencoba Maicih, boleh dibilang mereka belum masuk kategori “bergaul”.
Kini, misi berikut dari Axl dan kawan‐kawan adalah menciptakan gengsi profesi
seorang jendral. Menjadi seorang jendral Maicih jelas tidak mudah. Seleksi dilakukan
sangat ketat. “Ada tiga batch yang kami tawarkan kepada para calon jendral,”
imbuhnya. Ketiga batch itu dibedakan berdasarkan pembelanjaan keripik Maicih.
Selain syarat pembelanjaan, yang terpenting adalah calon jendral Maicih harus
datang ke Bandung untuk interview dan mengikuti Akademi Jendral Maicih.
“Di sana, calon jendral di‐training seputar team work, inovasi, character building,
dan soft skill lainnya. Pendeknya, para calon jendral harus mampu menjadi
Independent Bussiness Owner (IBO),” tegas Axl.
Jangan heran, jika para jenderal Maicih dituntut untuk inovatif memikirkan cara‐cara
efektif dalam memasarkan keripik Maicih di area mereka masing‐masing. “Kami
tidak men‐support dana sepeser pun untuk para jendral. Mereka sendirilah yang
harus mampu membangun brand Maicih dan memasarkannya di wilayahnya
masing‐masing,” ia menambahkan.
Axl mencontohkan, area Cirebon memiliki karakteristik yang berbeda dengan
wilayah Jakarta. Di Cirebon, komunikasi jauh sangat efektif menggunakan medium
radio. Maka, jenderal di sana pun bekerja sama dengan sejumlah radio lokal untuk
menggelar talkshow seputar Maicih. Sementara di Jakarta, ketika Axl diundang hadir
di salah satu program Metro TV dan Trans7, permintaan Maicih langsung booming.
“Beda lagi dengan Bekasi. Pendekatan di sana justru sifatnya harus personal,”
tuturnya.
Kerja keras para jenderal—yang merupakan anak‐anak muda kelahiran era 80‐an—
itu tak percuma. Kini, Maicih sudah sampai seantero Indonesia, dari Aceh hingga
Papua. Bahkan, Maicih juga sudah menjangkau mancanegara. Sebut saja Jepang dan
Singapura. Tak mengherankan, dengan modal awal yang hanya Rp 15 juta, kini
omzet Maicih membengkak. Per bulan, omzet Maicih—yang didapat dari
pembelanjaan keripik para jendral—sudah menembus Rp 7 miliar.
“Untuk jenderal batch dua, tak sedikit pembelanjaan mereka tiap minggunya Rp 200
juta‐Rp 300 juta. Kontribusi tertinggi memang masih di kota‐kota besar seperti
Jakarta, Surabaya, Jogja, dan Semarang,” tuturnya.
Lantas, berhasilkah Axl pada misi keduanya: membangun gengsi menjadi jendral
Maicih? Jawabannya, jelas berhasil. Ini dibuktikan dengan membludaknya anak‐anak
muda yang ingin menjadi jendral Maicih. “Dalam sehari, lebih dari seribu orang yang
ingin mendaftar menjadi jendral Maicih. Dan, ada dari kalangan artis muda yang
sudah menjadi jendral Maicih,” terang Axl.
Setelah sukses dibincangkan di jejaring sosial serta diliput banyak media elektronik,
cetak, maupun online, diakui Axl, Maicih mulai kedatangan kompetitor. Di daerah
asalnya di Bandung, tak kurang dari 30 brand keripik—dengan jenis varian yang
serupa—mulai agresif memasarkan produknya.
Hasil pemasaran dari keripik “MAICIH”
Produk Maicih hasil kerja sama Reza (pemilik keripik “MAICIH”) dan kawan‐kawan
bersama warga setempat. Penduduk di sebuah kampung di Bandung, Jawa Barat,
membuat kripik ini dibantu sejumlah orang. Ibu Ade, ditunjuk Reza menjadi mitra
produksi rumahan maicih. Mereka mencari cara bagaimana mengemas jajaran
kampung yang tradisional ini agar bisa naik kelas. Berkat pemasaran yang dikemas
secara professional dengan metode gentayangan dimana pembeli yang mencari
keripik, Ibu Ade merasakan perubahan yang signifikan. Penjualan yang dahulu hanya
100 biji tapi setelah sekarang sudah bermitra dengan maicih, sehari sekarang
mencapai 2.000 per bungkus. Dalam sebulan omzet yang dikantongi bisa mencapai
Rp 800 juta sampai Rp 900 juta. Di mana sehari saja, bisa mencapai keuntungan Rp
30 juta.
Keripik pedas sering diidentikan dengan makanan kampung. Produk popular ini
biasanya gampang ditemukan di warung dan dijual secara eceran. Namun, ada pula
keripik pedas yang dapat dipesan melalui jejaring sosial Twitter atau Facebook. Reza
Nurhilman, menyulap keripik pedas biasa menjadi keripik pedas yang dicari‐cari oleh
banyak konsumen. Dengan brand Maicih, keripik produksi Reza sedang digandrungi
oleh masyarakat Bandung, terutama anak muda.
Nama brand Maicih diambil dari kisah masa lalu yang selalu teringat olehnya,
“Maicih itu terlahir waktu saya masih kecil. Biasanya, kalau saya dibawa mama ke
pasar, suka ada ibu‐ibu tua pake ciput dengan baju alakadarnya. Setiap belanja dia
ngeluarin dompet, bonus dari toko emas yang ada resletingnya untuk masukin
receh. Mama saya bilangnya itu dompet Maicih”, ungkapnya.
Beberapa tahun lalu, ia ketemu ibu‐ibu yang sosoknya menyerupai Maicih dalam
memorinya. Ibu‐ibu paruh baya yang pakaiannya tradisional membuat bumbu kripik
pedas. Kemudian ia terinspirasi untuk membuat brand Maicih dan ternyata orang
lain sangat menyukainya, karena nyeleneh dan unik.
Maicih mampu diproduksi 75 ribu bungkus per minggu. Pada semua varian dari
kripik, jeblak, gurilem. Dan, selalu habis. Ia mematok harga maicih di daerah
Bandung, keripik level 3‐5, gurilam dan jeblak itu dijual Rp 11 ribu, untuk keripik
yang level 10 dijual Rp 15 ribu. Di luar Bandung, keripik level 3‐5, gurilam dan jeblak
Rp 15 ribu, yang level 10 dihargai Rp 18 ribu.
Memilih rasa pedas karena memberikan efek kecanduan untuk yang mencobanya.
Namun konsumen tidak perlu khawatir karena dalam komposisi Maicih tidak
memakai bahan pengawet dan bisa awet sampai delapan bulan. Rasa pedas Maicih
dari rempah pilihan dan cabai yang segar. Dan produk ini sangat baik untuk
kesehatan, fungsi jantung, dan detoksifikasi. Keripik Maicih juga enak dimakan pakai
nasi, dicampur lotek atau mi rebus. Maicih lebih enak kalau dikombinasikan dengan
makanan‐makanan lainnya.
Awalnya, pemasaran Maicih melalui teman‐teman saja yang bertestimoni di media
sosial twitter. Kemudian ia lebih fokus untuk memasarkannya. “Mereka yang sudah
merasakan Maicih punya testimoni masing‐masing. Jadi, saya tidak usah capek‐
capek promosi. Dengan twitter, promosi seperti bola salju, terus membesar,"
ujarnya. Alasan pemasaran hanya melalui twitter dan facebook. Selain gratis,
promosi di twitter bisa menjadi gong karena kekuatan marketingnya dibuat orang‐
orang yang beli Maicih. Orang yang belum tahu Maicih akan bertanya dan mereka
yang nge‐tweet soal Maicih akan dengan antusias menjelaskan.
Strategi itu sukses. Keripiknya menjadi barang buruan. Konsumen harus mengant
berjam‐jam demi mendapatkan keripik superpedas itu. Bahkan, antrean pernah
memanjang hingga satu kilometer. Mereka rela mengantre walau hujan badai. Di
setiap kota juga ngantre.
re
Sekarang Jenderal‐jenderal punya fans dan komunitasnya
masing‐masing.
k, pembuat bumbu, dan
distribusi. Selebihnya agen, yang disebut jenderal maicih.
Waktu awal‐awal, ia masih memakai sistem cash on delivery (COD), ia mau
mengantar walau satu bungkus. Waktu itu Ia percaya, “Sekarang saya ngejar‐ngejar
konsumen, tapi nanti suatu waktu konsumen yang ngejar‐ngejar saya.” Dan,
sekarang terbukti. Ia tidak mempunyai karyawan yang banyak, untuk segi pekerja
itu sendiri sekitar 10 orang termasuk bagian packing, masa
Ia membuat bahasa marketing dengan nuansa yang berbeda supaya lebih menarik.
Menurutnya, kalau saya sebutnya, “ya ini agen maicih,” sepertinya kurang keren.
Kalau disebut agen, seperti agen minyak dan kurang menjual. Bukan bermaksud
mendiskreditkan pekerjaan itu. Disebut jenderal agar aspek penghargaannya
bertambah, karena produknya cuma keripik. Dia juga punya menteri perhubungan,
bahasa untuk karyawan yang memegang jalur distribusi dan penjualan ke luar pulau.
Ia seperti ingin membangun kerajaan sendiri.
"Orang yang menjadi pemasar dipilih yang memiliki intelektual baik, dan
berkompeten. Dari segi SDM, kami nggak hanya asal menerima jenderal, tetapi ada
proses interview dan training. Kualitas mereka harus yang terbaik. Jenderal atau
pemasar bukan karyawan tapi mitra usaha. Mereka membeli lisensi untuk izin usaha.
Jadi istilahnya, mereka adalah distributor atau agen resmi yang menjual kripik
Maicih. Jadi bisa dipertanggung jawabkan," katanya.
Karena banyak yang mengatasnamakan maicih dengan cara yang tidak baik. Banyak
konsumen yang dirugikan karena tertipu. Sementara maicih yang asli itu hanya
diinfokan oleh akun twitter @infomaicih dan yang hanya dijual oleh para jenderal.
Para jenderal ini dilatih seputar sikap, etika,
perilaku, serta bagaimana menyikapi bisnis ini
ke konsumen. Karena, mereka tidak hanya
menjual keripik, tetapi juga education. Ia
sendiri sering sharing pengetahuan di dalam
pelatihan. Dengan mengikuti pelatihan
mereka akan siap menjadi pengusaha dari segi
mental. Mereka tidak hanya jual beli putus,
tapi juga bisa dibilang independent bussines
owner (IBO). Jadi, merasa sebagai pemilik
s
Maicih di kotanya masing‐masing. Dan setiap bulan ia dan para jenderalnya
mengevaluasi penjualannya dengan mengadakan event‐event.
Harapan kedepannya, ia ingin pemasaran produk ini tidak hanya nasional tetapi juga
ke pasar internasional. Sekarang sudah masuk mulai dipasarkan ke Singapuran dan
Jepang. Tetapi masih sistem kirim, jendralnya para TKI di sana. Anak‐anak muda itu
harus jauh lebih yakin. Jika ingin menekuni sesuatu harus konsisten dan antusias.
Kita harus yakin dan semangat jika kita mempunyai cita‐cita dan tujuan. Untuk
menuju puncak itu memang tidak mudah, tidak semudah membalikkan telapak
tangan, tapi ketika kita mengejarnya dengan yakin dan percaya, pasti akan tercapai.