dhf wangaya reza
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
1/29
BAB 1
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue telah muncul di Indonesia sejak abad ke 18, dilaporkan olehDavid Bylon seorang dokter kebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue dikenal
sebagai penyakit demam lima hari (Vijf Daagse Koorts) kadang disebut juga demam sendi
(Knokkel Koorts). Disebut demikian oleh karena demam menghilang dalam lima hari,
disertai nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala hebat. Pada saat itu Infeksi virus
dengue merupakan penyakit yang ringan dan tidak pernah menyebabkan kematian, tapi
sejak tahun 1968 mulai dilaporkan adanya pasien demam berdarah yang meninggal di
Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi1.
Faktor faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD ini
sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak
terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan
peningkatan sarana transportasi.Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi
virus dengue, faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat2.
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh keadaan iklim dan kelembapan
udara. Pada suhu yang panas (28 32C) dengan kelembapan yang tinggi, nyamuk aedes
akan tetap bertahan hidup dalam jangka waktu lama. Di Indonesia oleh karena suhu udara
dan kelembapan tidak selalu sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit
agak berbeda. Di Jawa pada umumnya infeksi dengue terjadi pada awal Januari, meningkat
terus sehingga kasus terbanyak pada bulan April Mei setiap tahun3.
Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua dekade
terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia (2,5 trilyun orang) di daerah tropis dan sub
tropis beresiko terkena DHF. Penyakit ini kini menjadi penyakit yang endemik diIndonesia sejak tiga dekade terakhir. Insidennya berfluktuasi setiap tahun bahkan sampai
terjadi wabah DHF di beberapa daerah di Indonesia4. Sampai saat ini 200 kota telah
melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari 0,005 per 100 000 penduduk
pada tahun 1968 menjadi berkisar 6 27 per 100.000 penduduk pada tahun terakhir ini3.
Jumlah kasusDengue Hemorragic Fever( DHF ) di Indonesia sejak Januari s/d Mei 2004
1
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
2/29
mencapai 64.000 (IR 29,7 per 100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang
(CFR 1,1 %)5.
DHF dapat menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus DHF berdasarkan umur
di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak terjadi pada anak usia sekolah yaitu
pada usia 5-14 tahun4. DHF masih sulit diberantas karena belum ada vaksin untuk
pencegahan dan penatalaksanaannya hanya bersifat suportif. Keberhasilan penatalaksanaan
DHF terletak pada kemampuan mendeteksi secara dini fase kritis dan penanganan yang
cepat dan tepat5.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan
dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia
(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari harga
normal1.
2.2 Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara global.
Sebanyak 2,5 3,0 triliyun penduduk di seluruh dunia memiliki risiko menderita penyakit
ini. Di seluruh dunia 50 100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar
500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak anak
2
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
3/29
usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar
25.000 kasus kematian dilaporkan setiap harinya6.
Gb 2.1 Distribusi DBD di Dunia Tahun 20056.
2.3 Etiologi dan Transmisi
Demam Berdarah Dengue diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue
merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul
lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus
Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm,
mempunyai RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap
inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC4,7. Virus dengue
mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 43.
Penularan infeksi virus dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri,
terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus dengue
dikatakan menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di Afrika
menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi vertikal dari ibu ke anak
telah dilaporkan kejadiannya di Bangladesh dan Thailand6. Vektor utama dengue di
Indonesia adalahAedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus betina7. Ciri-ciri
nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamukAedes aegypti)8:
3
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
4/29
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan
di got/comberan
Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
perangkap semut dan lain-lain.
Gbr 2.2 Aedes aegypti betina 8.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka virus
dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu virus
dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian
tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Dalam
satu minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan bahkan sampai ratusan ribu sehingga siap
untuk ditularkan kepada orang lain. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat
tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap maka
terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya tidak membeku2.
Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain.
Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti tersebut akan terkena demam
berdarah dengue. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue
tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus dengue.
Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus
4
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
5/29
dengue, dia akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai
perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya3.
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh virus
yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD.
Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi.
Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat
reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah
dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul
gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksidengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen
Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper
dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus.
Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah
dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.6
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.6
Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu
teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
5
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
6/29
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.2,4
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika
terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat
mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan
antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang
berat.6 Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga juga
mengenai antibody dependent enhancement(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap
infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia
dan syok.6
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teorisecondary
heterologous infection) dapat dilihat pada gambar 2.3 Sebagai akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi
virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-
antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler
ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 48 jam. Perembesan plasma yang erat
hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan
adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di
dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena
itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.4
6
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
7/29
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody respo nse
Kompleks Virus -Antibody
Aktivasi Komplemen
Anafilato ksin (C3a, C5a)Komplemen
Histamin dalam urin meningkat
Permeabilitas kapiler meningkat
Perembesan Plasma
Hipovolemia
SYOK
Anoksia Asidosis
MENINGGAL
Ht Meningkat
Natrium Menurun
Cairan dalamrongga serosa
>30% pd kasus
syok 24 -48 jam
Gambar 2.3 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.4
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut
akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES
(reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati
konsumtif ( KID; koagulasi intravaskular deseminata ), ditandai dengan peningkatan FDP (
fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi
trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah
trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi
7
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
8/29
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody respose
Kompleks Virus -Antibody
Aktivasi KomplemenAgregasi Trombosit Aktivasi Koagulasi
PenghancuranTrombosit oleh RES
PengeluaranPlatelet faktor III Aktivasi Faktor Hageman
Trombositopenia Koagulopati
konsumtif
SistemKinin
Anafilaktosin
Gangguan fungsi
trombosit Penurunan faktor
Pembekuan
KininPeningkatan
Permeabilitas
kapiler
PERDARAHAN MASIF
FDP Meningkat
SYOK
akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan
faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel
kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.4
Gambar 2.4 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.4
2.5 Spektrum Klinis dan Derajat Penyakit
Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi antara
kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat tidak
menunjukan gejala (Asimtomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa
penyebab yang jelas, demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat demam berdarah
dengue (DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue ( SSD ).1
2.5.1 Demam Dengue ( DD )
Demam dengue adalah penyakit demam akut selama 2 7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi sebagai berikut : nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, manifestasi
perdarahan dan leukopenia1.
8
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
9/29
2.5.2 Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Pada awal perjalanan penyakit, DBD dapat menyerupai kasus DD dengan kecenderungan
perdarahan dengan satu manifestasi klinis atau lebih yaitu :a. Uji torniquet positif
b. Petekie, ekimosis atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi )
d. Hematemesis dan Melena
e. Trombositopenia (< 100000/mm3)
f. Hemokonsentrasi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler dengan
manifestasi satu atau lebih yaitu : (a). Peningkatan hematokrit lebih dari 20%
dibandingkan standar umur dan jenis kelamin, (b). Penurunan hematokrit lebih
atau sama dengan 20% setelah mendapat pengobatan cairan, (c). Tanda
perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia 1
2.5.3 Sindrom Syok Dengue
Kriteria yang telah disebutkan diatas, ditambah dengan manifestasi kegagalan sirkulasi
yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (< 20mmHg), hipotensi (sesuai umur),
kulit dingin dan lembab dan pasien tampak gelisah1.
Gambar 2.5 Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue6.
9
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
10/29
2.5.4 Derajat Penyakit DD / DBD
Ada 4 derajat penyakit DD/DBD sesuai kriteria WHO (1997) :
Derajat I : Deman tinggi disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet (uji rumple leedpositif).
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan nyata
lain (petekie, perdarahan gusi, perdarahan hidung, hematemesis, melena).
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,
kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur1.
2.6 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakanh berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun
1986 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan ( Overdiagnosis )1.
Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas berlangsung terus menerus selama 2
7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis / melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratoris :
a. Trombositopenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau lebih,
menurut standar umur dan jenis kelamin.
10
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
11/29
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan
atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau
terjadi perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan trombositopenia
mendukung diagnosis DBD1.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis DBD adalah
pemeriksaan darah lengkap, urine, sumsum tulang, serologi dan isolasi virus. Yang
signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis
DBD secara definitif dengan isolasi virus,identifikasi virus dan serologis.
Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DBD merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan
trombositopenia, dan leukopenia3.
Isolasi Virus :
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A. albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva. 3
Identifikasi Virus :
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan fluorescence
antibody technique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan
cunjugate. Untuk identifikasi virus dipakaiflourensecence antibody technique test secara
indirek dengan menggunakan antibodi monoklonal. 4
11
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
12/29
Uji Serologi :
1. Uji hemaglutinasi inhibasi (Haemagglutination InhibitionTest=HI test)
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai dan
digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak
dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun), maka
uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari
titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau
diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent dengue
infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test)
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh karena
selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerluikan tenaga
periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja ( 2 3 tahun )
3. Uji neutralisasi (Neutralisasi Tes = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction
Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang
terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan
dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari antibodi fiksasi dan
bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang
cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa )
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali
dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum
pasien. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
12
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
13/29
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 5 virus dengue, akan timbul IgM yang
diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan
diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 3 bulan setselah adanya
infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji
terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu
satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan
kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
spesifitas yang sama dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI ,
hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi dengue
IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah
beredar di pasaran.
Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase
konvalesen terhadap titer antibodi fase akut ( naik empat kali kelipatan atau lebih )3.
Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular, diagnosis infeksi virus
dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut Reverse Transcriptase Polymerase
Chai Reaction (RTPCR). Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan
spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah.
Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh
manusia , dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak
begitu dipengaruhi oleh penanganan spesimen yang kurang baik (misalnya dalam
penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak
mempengaruhi hasil dari PCR3.
13
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
14/29
2.7.2 Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 3:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
2.8 Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus,atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis chikungunya,
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat
membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh
anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila
dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif,
petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada
hitung jenis). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk
membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas
terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,
oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari
14
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
15/29
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam
cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD
jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder3.
2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dapat dirawat di ruang perawatan
biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. 1
Pada kasus DB|D derajat I dan II
1. Tirah baring3.
2. Asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi
Asupan makanan berupa diet makanan lunak. Pasien dianjurkan untuk banyak
minum, 2-2,5 liter dalam 24 jam. Pemberian cairan oral bertujuan untuk mencegah
dehidrasi. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu,
serta larutan oralit. Apabila cairan oralit tidak dapat diberikan karena penderita
muntah , tidak mau minum, atau nyeri perut yang berlebihan sebaiknya diberikan
secara intravena3.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin dan dipiron.
Paracetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu dibawah 39o C dengan
dosis 10-15 mg / kgbb / kali. Hindari pemberian salisilat (aspirin, asetosal) karena
dapat menimbulkan pendarahan saluran cerna dan asidosis. Selain pemberian obat-
obatan juga dilakukan pemberian kompres dingin.3
4. Monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi. Tekanan darah, pernafasan). Jika
kondisi pasien memburuk observasi ketat tiap jam. Periksa hemoglobin, hematokrit
dan trombosit setiap hari, terutama saat dimana periode febris berubah menjadi
15
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
16/29
afebris. Monitor tanda-tanda renjatan dini meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. Bila
penderita terus muntah atau keadaan semakin memburuk perlu diberkan cairan per
intravena dengan Ringer laktat atau Dekstrosa 40 % dalam NaCL 0,9 %.3
Pada kasus DHF derajat III dan IV 9,10
1. Prinsipnya mengatasi syok yang terjadi dengan memberikan cairan
pengganti yang adekuat dalam waktu yang cepat. Pada syok yang berat, sering
tetesan yang terjadi dengan klem dibuka masih kurang cepat karena kolapnya
pembuluh darah perifer. Untuk itu perlu diberikan cairan secara intravena dengan
tekanan yaitu menyuntikkan sejumlah 200 cc cairan dari semprit dan setelah agak
lancar baru dilanjutkan dengan tetesan infus. Tetesan dapat diberikan dengan dosis20 ml/kgbb/jam, sampai 30-40 ml/kgbb/jam. Secara praktis diberikan 1-2 liter
secepat mungkin dalam waktu 1-2 jam.
2. Bila dengan cairan ringer laktat tak memberikan respon yang baik ,maka
cairan diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgbb/jam. Dosis dapat
dinaikkan sampai 30-40 ml/kgbb/jam. Pada beberapa kasus mungkin perlu
dilakukan pemeriksaan tekanan vena sentral.
3. Monitor tekanan darah , nadi, dan respirasi tiap 1-2 jam, Hb dan HCT tiap 4
jam. Observasi hepatomegali, pendarahan , efusi pleura, gejala edema paru,
produksi urin dan suhu badan.
4. Koreksi keseimbangan asam dan basa
5. Transfusi darah, sebaiknya darah segar. Indikasinya pendarahan nyata
seperti hematemesis, melena, epistaksis terus menerus
6. Pemberian antibiotik bila diperkirakan adanya infeksi sekunder.
7. Oksigen pada setiap pasien syok
8. Trombosit konsentrat. Pemberian ini masih kontroversial
Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila :
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
16
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
17/29
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/l
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)1.
2.10 Penyulit
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan
perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan
hati akut3.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen,
dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD. Apabila pada pasien
syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok
harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi maka perlu dinilai kembali
kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran
tetap menurun (Hati hati bila jumlah trombosit < 50.000 / l). Pada ensefalopati dengue
dijumpai peningkatan kadar transaminase (SGOT / SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar
gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin
periksa kadar amoniak darah)3.
Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak
teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
17
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
18/29
mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan
jumlah urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin3.
Oedema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan yang
berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai dengan panduan
yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesan plasmamasih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila
cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami
distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran
oedema paru pada foto rontgen3.
2.11 Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam
Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk)
Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh
masyarakat, dengan cara sebagai berikut8:
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan
lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat
minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-
lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas,
ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak
menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan
lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya
18
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
19/29
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap
disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk
ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi
hal ini setiap 2-3 bulan sekali
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air cukup
dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu
sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.
Setelah dibubuhkan ABATE maka8:
1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik Aedes
aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti
airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air
tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan
dan tetap aman bila air tersebut diminum
2.12 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan diberikan,
umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III
dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada
syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang
baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa
umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai
komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk3
.
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : I Dewa Ayu Oktaviani Putri
19
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
20/29
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl.Cokroaminoto gg Kamboja No. 2B
MRS : 5 April 2008 (pkl 16.45)
II. HETEROANAMNESIS
KU : Panas Badan
Riwayat Penyakit Sekarang
- Os dikeluhkan panas badan sejak hari kamis (3 April 2008, pk 17.00 WITA),
panasnya mendadak tinggi, panas sempat turun dengan obat penurun panas tapi
kemudian naik lagi, panas tidak disertai kejang, tidak disertai mengigil ataupun
berkeringat.- Sakit kepala (+) hilang timbul sejak 3 hari SMRS terasa nyut-nyut, pegal-pegal dan
nyeri sendi terutama pada kaki sejak hari kamis, nyeri perut (-), nyeri bagian belakang
bola mata (-).
- Batuk (+) sejak 2 hari SMRS, jarang, dahak (-).
- Mimisan (-), bintik-bintik merah kecil pada kedua tangan dan kaki os (-), berak darah
(-) dan Perdarahan gusi (-).
- Mual (-), muntah (-)
- Pilek (-)
- Buang air besar normal, konsistensi padat, kuning, mencret (-)
Buang air kecil terakhir pkl 15.00 (1 jam SMRS), warna kuning jernih, tidak pekat.
- Nafsu makan dan minum menurun sejak sakit, Os merasa mual dan ingin muntah
setiap makan dan minum.
- Aktivitas sehari-hari Os menurun sejak sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu dan Riwayat Pengobatan
Os belum pernah menderita keluhan penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat Keluarga
Keluarga Os tidak ada yang memiliki keluhan sama dengan Os.
Riwayat Sosial
20
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
21/29
Keluarga Os termasuk kelompok ekonomi golongan menengah.
Tidak ada anggota masyarakat disekitar rumah Os yang memiliki keluhan serupa.
Riwayat Persalinan
Lahir spontan di RS, dengan berat badan lahir 2700 gram, panjang badan lahir 50 cm,
langsung menangis, anus (+), kelainan (-).
Riwayat imunisasi :
Lengkap sesuai umur
Riwayat nutrisi :
ASI : 0 - 6 bulan
Susu formula : 0 - sekarang
Bubur susu : 6 9 bulan
Bubur nasi : 9 bulan 1 tahun
Nasi : 1 tahun - sekarang
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status present
KU : Sedang
Kesadaran : E4V5M6
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 112x/ menit reguler, isi cukup
Respirasi : 24 x/ menit
Suhu aksila : 37,3 C (dengan pemberian antipiretik : Antiza)
Berat badan : 15 kg
Status Gizi : 95 % (Status gizi Waterlow normal)
Status General
Kepala : Normo Cephali, Ubun-ubun besar menutup
Mata : anemis -/- ikterus -/- reflek pupil +/+ isokor
THT : Telinga : tidak dievaluasi
Hidung : NCH(-), sianosis(-), darah(-)
21
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
22/29
Tenggorok : Tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Faring Hiperemis (-)
Thorax : Cor : S1S2 Tunggal Reguler normal, murmur (-)
Po : BronchoVesicular +/+ Ronchi -/- wheezing -/-
Simetris (+), retraksi (-)
Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) Normal
Hepar/Limpa : Tak teraba, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Hangat (+) sianosis (-) edema (-) pada keempat ekstremitas
Petecchie (+), CappilaryRefill< 2 detik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Hematologi Rutin
5/4/2008 6/4/2008 7/4/2008 8/4/2008 9/4/2008
HGB (gr/dL) 10.8 10.7 11.4 10.9 10.8
HCT (%) 34.3 33.8 35.0 33.5 33.3
PLT (K/L) 146 113 95 95 140
WBC (K/L) 3.05 2.22 4.75 4.30 5.60
RBC (M/L) 4.18 4.09 4.33 4.20 4.2
V. DIAGNOSIS
DHF Grade I (panas hari ke III mulai pk 17.00 WITA)
VI. TERAPI DAN PLANNING DIAGNOSIS
Terapi
- IVFD RL 16 tetes/ menit
- Cefotaxim 3x500 mg (i.v)
- Antipiretik dan antitusif (Antiza 3 x Cth )
Planning Diagnosis
22
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
23/29
- Uji Darah Lengkap setiap 24 jam atau sesuai gejala klinis
- Ig G atau Ig M anti Dengue pada hari keenam
- Observasi vital sign
- Observasi tanda-tanda perdarahan dan syok
- Balance cairan
- Pasang lingkar Abdomen
23
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
24/29
VII. FOLLOW UP SAAT MRS
Tanggal Subyektif, Obyektif, Assesment Terapi dan Planning Diagnosis
6/4/2008 S : batuk (+), Panas (+)
O : St. PresentKU : sedang
Kes : CM
N : 88 x/menit
R : 28 x/menit
tax : 37,8 C
St General
Kepala : Normo Cephali,
UUB menutup
Mata : an -/- ikt -/- Rp +/+
isokor
THT :
Telinga : tidak dievaluasiHidung : NCH(-), sianosis
(-), darah(-)Tenggorok : Tonsil T1/T1
hiperemis (-)
Faring Hip (-)
Thorax :
Cor : S1S2 Tgl Reg m (-)
Po : BV +/+ Rh -/- wh -/-
Simetris (+),retraksi (-)
Abdomen : Distensi (-),B.Usus (+) N
Hepar/Limpa:
Tak teraba,Nyeri tekan(-)
Ekstremitas : Hangat (+)
sianosis (-)
edema (-)
pd 4 ekst.Petecchie (+),
Cap.Ref
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
25/29
perdarahan (-)
O : St. Present
KU : sedang
Kes : CM
N : 92 x/menit
R : 24 x/menittax : 36 C
St General
Kepala : Normo Cephali,
UUB menutup
Mata : an -/- ikt -/- Rp +/+
isokor
THT :
Telinga : tidak dievaluasi
Hidung : NCH(-), sianosis(-), darah(-)
Tenggorok : Tonsil T1/T1
hiperemis (-)
Faring Hip (-)
Thorax :
Cor : S1S2 Tgl Reg m (-)
Po : BV +/+ Rh -/- wh -/-
Simetris (+),retraksi (-)Abdomen : Distensi (-),
B.Usus (+) N
Hepar/Limpa:
Tak teraba,
Nyeri tekan(-)
Ekstremitas : Hangat (+)
sianosis (-)
edema (-)
pd 4 ekst.Petecchie (+),
Cap.Ref
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
26/29
8/4/2008 S : batuk (-), Panas (-),
perdarahan (-)
O : St. Present
KU : sedang
Kes : CM
N : 92 x/menitR : 28 x/menit
tax : 36,5 C
St General
Kepala : Normo Cephali,
UUB menutup
Mata : an -/- ikt -/- Rp +/+
isokor
THT :
Telinga : tidak dievaluasiHidung : NCH(-), sianosis
(-), darah(-)
Tenggorok : Tonsil T1/T1
hiperemis (-)
Faring Hip (-)
Thorax :
Cor : S1S2 Tgl Reg m (-)
Po : BV +/+ Rh -/- wh -/-Simetris (+),retraksi (-)
Abdomen : Distensi (-),
B.Usus (+) N
Hepar/Limpa:
Tak teraba,
Nyeri tekan(-)
Ekstremitas : Hangat (+)
sianosis (-)
edema (-)pd 4 ekst.
Petecchie (+),
Cap.Ref
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
27/29
9/4/2008 S : batuk (-), Panas (-),
perdarahan (-)
O : St. Present
KU : sedang
Kes : CM
N : 98 x/menitR : 30 x/menit
tax : 36 C
St General
Kepala : Normo Cephali,
UUB menutup
Mata : an -/- ikt -/- Rp +/+
isokor
THT :
Telinga : tidak dievaluasiHidung : NCH(-), sianosis
(-), darah(-)
Tenggorok : Tonsil T1/T1
hiperemis (-)
Faring Hip (-)
Thorax :
Cor : S1S2 Tgl Reg m (-)
Po : BV +/+ Rh -/- wh -/-Simetris (+),retraksi (-)
Abdomen : Distensi (-),
B.Usus (+) N
Hepar/Limpa:
Tak teraba,
Nyeri tekan(-)
Ekstremitas : Hangat (+)
sianosis (-)
edema (-)pd 4 ekst.
Petecchie (+),
Cap.Ref
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
28/29
10/4/2008 S : batuk (-), Panas (-),
perdarahan (-)
O : St. Present
KU : sedang
Kes : CM
N : 98 x/menitR : 30 x/menit
tax : 36 C
St General
Kepala : Normo Cephali,
UUB menutup
Mata : an -/- ikt -/- Rp +/+
isokor
THT :
Telinga : tidak dievaluasiHidung : NCH(-), sianosis
(-), darah(-)
Tenggorok : Tonsil T1/T1
hiperemis (-)
Faring Hip (-)
Thorax :
Cor : S1S2 Tgl Reg m (-)
Po : BV +/+ Rh -/- wh -/-Simetris (+),retraksi (-)
Abdomen : Distensi (-),
B.Usus (+) N
Hepar/Limpa:
Tak teraba,
Nyeri tekan(-)
Ekstremitas : Hangat (+)
sianosis (-)
edema (-)pd 4 ekst.
Petecchie (+),
Cap.Ref
-
7/31/2019 DHF Wangaya Reza
29/29
DAFTAR PUSTAKA
1. Dengue Hemorrhagic Fever. In:Diagnosis Treatment, Prevention and Control. 2nd
ed. Geneva , WHO;1997.
2. Sutaryo, Pudjo H, Mulatsih S. Tatalaksana Syok dan Perdarahan Pada DBD.
medika fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta;2004.
3. Hadinegoro SRH, Safari HI, editor. Demam Berdarah dengue : Naskah lengkap
pelatih dokter spesialis anak dan dokter penyakit dalam, dalam tatalaksana
DBD.Jakarta :Balai Penerbit FK UI;1999.
4. Simon S, Saputra EJ, Nirmalasari O. Dengue Hemorragic Fever : An Indonesia
Perspective. Majalah Kedokteran Atma jaya 2004 Jan : 3 (1) : 37-49.
5. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Suryadi S. Tatalaksana Demam Dengue/Demam
Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman; 2004.
6. Dublish V, Shah I. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever/Dengue Shock
Syndrome. Last updated on 01-08-2005, Available on
http://www.pediatriconcall.com. Accessed: April 5,2008.
7. Hendrawanto. Dengue. Dalam : Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, Lesmana
LA, Widodo D, Isbagio H, dkk, Ilmu Penyakit Dalam. Ed ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI;1996.
8. Demam Berdarah Dinas Kesehatan DKI Jakarta.Last update 10-06-2003.Available
on www.dinkes-dki.go.id/db.html .Accessed:April 5,2008.
9. Waspadailah Demam Derdarah Depsos RI web sites. Available at http://www.
depsos. Go. Id/modules. Accesed:April 5,2008.
10. Silalahi L. Demam Berdarah 2004. Available at URL: http://www.
tempointeraktif. Com/hg/narasi/2004. html. Accesed :April 5,2008.
http://www.dinkes-dki.go.id/db.htmlhttp://www/http://www.dinkes-dki.go.id/db.htmlhttp://www/