kedokteran nuklir kelenjar tiroid dan pankreas
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kedokteran nuklir yang memberikan data pencitraan (imaging) organ merupakan
pemeriksaan in vivo karena menjadikan organ tubuh sebagai sumber radiasi. Peta energi sumber
radiasi tersebut dapat diamati untuk menentukan besar, bentuk dan letak organ serta kelainan-
kelainannya. Sedangkan kegunaan kedokteran nuklir lainnya, terhadap penderita yang tidak
diberikan radiofarmaka, tetapi radioaktif dimanfaatkan untuk menghitung konsentrasi hormon
atau obat dalam darah. Dengan mengambil sampel plasma penderita dan direaksikan dengan
radioaktif yang telah ditetapkan, baik reaksi kompetitif maupun imunologis, menghasilkan
ketepatan yang cukup baik, misalnya reaksi Radioimmunoassay (RIA) untuk menghitung hormon
T3 dan T4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KELENJAR THYROID
Kata “thyroid” berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini merupakan
kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh capsula yang berasal dari
lamina pretracheal fascia profunda. Capsula ini melekatkan thyroid ke larynx dan trachea.
Kelenjar thyroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis
1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk
seperti buah pear, dengan apex di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan
basis di bawah pada cincin trachea 5 atau 6.Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr,
rata-rata 25 gr.
Dengan adanya ligamentum suspensorium Berry kelenjar thyroidea ditambatkan ke
cartilage cricoidea dari facies posteromedial kelenjar. Jumlah ligamentum ini 1 di kiri dan kanan.
Fungsinya sebagai ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/ turunnya kelenjar
dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran kelenjar.
I. LOBUS LATERALIS
Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Apex
2. Basis
3. 3 Facies/ permukaan dan 3 Margo/ pinggir
1. APEX
• Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea
• Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan M.Sternothyroideus (di lateral)
• Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.
• Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah, arteri berada di
superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex (polus)→Ahli bedah sebaiknya
meligasi arteri thyroidea sup.dekat ke apex.
2. BASIS
• Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.
• Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus recurrent yang berjalan di
depan atau belakang atau di antara cabang-cabang arteri tersebut. →Ahli bedah
sebaiknya meligasi arteri thyroidea inf. jauh dari kelenjar.
3. PERMUKAAN
A. FACIES SUPERFICIAL/ ANTEROLATERAL
Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :
1. M. Sternothyroideus
2. M. Sternohyoideus
3. M. Omohyoideus venter superior
4. Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus
B. FACIES POSTEROMEDIAL
Bagian ini berhubungan dengan :
- 2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx berlanjut menjadi
oesophagus.
- 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
- 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.
C. FACIES POSTEROLATERAL
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu A. Carotis interna, N.
Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke lateral).
D. MARGO ANTERIOR
Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial, berhubungan dengan anastomose
A. Thyroidea superior.
E. MARGO POSTERIOR
Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial, berhubungan dengan
anastomose A. Thyroidea superior dan inferior. Ductus thoracicus terdapat pada sisi kirinya.
Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo posterior lobus lateralis
kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan false capsule. Setentang cartilage cricoidea dan
sebelah dorsal dari N. Laryngeus recurrent.
Kelenjar parathyroidea inferior letaknya bervariasi, terdapat 3 kemungkinan letaknya :
- Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule di bawah A.
Thyroidea inferior.
- Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior
- Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap N. Laryngeus
recurrent.
II. ISTHMUS
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan menghubungkan bagian bawah
lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin juga tidak ditemukan). Diameter transversa dan
vertical ± 1,25 cm.
Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :
- Kulit dan fascia superficialis
- V. Jugularis anterior
- Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
- Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.
Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada margo superiornya
dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobus pyramidalis dan Levator glandulae. Di
margo inferior didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea ima.
III. LOBUS PYRAMIDALIS
• Kadang-kadang dapat ditemui.
• Jika ada biasanya terdapat di margo superior isthmus, memanjang ke os hyoidea, atau bisa
juga berasal dari lobus kiri atau kanan.
• Sering didapati lembaran fibrosa atau musculous yang menghubungkan lobus pyramidalis
dan os hyoidea, jika penghubung ini otot dikenal dengan nama levator glandula thyroidea.
CAPSULE KELENJAR THYROIDEA
1. Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia cervicalis profunda.
2. Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar kelenjar thyroidea.
Pada celah antara kedua capsule tersebut didapati kelenjar parathyroidea, pembuluh darah.vena
yang luas dan banyak.
FISIOLOGI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid terdiri dari folikel sferik sel yang mensintesis hormone tiroid tiroksin (T4;
Prohormon) dan triiodotironin (T3; hormone aktif). T3 mempengaruhi metabolism dalam
Hipotalamus
Hipofisis
Kelenjar Tiroid
TRH
TSH
T3 T4
bermacam-macam cara. T3 dan T4 yang disimpan terikat pada glikoprotein, tiroglobulin, di
dalam koloid dari folikel.
Iodium di uptake dari darah dalam bentuk iodide untuk mengiodinisasi residu tirosinil.
Fungsi ini diatur oleh Thyroid Stimulating Hormone (TSH). Dalam proses ini residu tirosil
diiodinisasi sehingga menjadi residu diiodotirosil (DIT) dan monoiodotirosil (MIT). Setelah itu
juga melalui proses iodinisasi residu tirosil diatas saling bereaksi sehingga menghasilkan residu
tetraiodotirosil dan residu triiodotirosil. Ini merupakan bentuk penyimpanan dari T3 dan T4
Keseluruhan proses ini diatur melalui poros hipotalamus-hipofisis. Dimana Hipotalamus
mengeluarkan Thyroid Releasing Hormone (TRH), lalu TRH tersebut merangsang Hipofisis
anterior untuk mengeluarkan Thyroid Stimulating Hormone (TSH). TSH tersebut sendiri
menstimulasikan Kelenjar Tiroid untuk mensintesis T3 dan T4. Mekanisme feedback mengatur
kerja poros tersebut .
THYROID SCINTIGRAPHY
Latar Belakang dan Definisi
Tiroid Scintigrafi adalah prosedur untuk menghasilkan satu atau lebih gambaran planar dari
kelenjar tiroid yang diambil 15-30 menit setelah injeksi Tc-99m pertechnetate atau 3-24 jam
setelah menelan Iodium (I-131).
Mekanisme pengaturan sintesis Hormon Tiroid
Sel-sel kelenjar gondok akan menangkap secara aktif ion I dari plasma darah untuk sintesis
hormon T3 dan T4. Dengan demikian bila terhadap penderita diberikan I131 dalam bentuk
garam sodium, ion tersebut akan berkumpul di kelenjar gondok dan dapat dideteksi dari luar.
Kelenjar gondok juga dapat menangkap pertechnetate meskipun tidak untuk membuat hormone
tetapi cukup lama tinggal di tiroid sehingga dapat dipakai untuk membuat scanning (digunakan
radiofarmaka Tc-99m pertechnetate). Dari segi praktis masih tetap dipakai I131 untuk
mempelajari keadaan kelenjar gondok.
Indikasi
A. untuk mencari hubungan struktur kelenjar tiroid (contoh : adanya pembesaran difus atau
nodular) dengan fungsinya. Ini bermanfaat untuk membedakan Toxic nodular goiter
dengan Grave’s disease, juga untuk menentukan jumlah I-131 yahg diberikan untuk
terapi hipertiroidisme.
B. Menghubungkan palpasi dengan hasil scintigrafi sehingga bias menentukan fungsi
daerah yang bermakna secara klinis atau nodul
C. Untuk menemukan jaringan tiroid ektopik (mis : lingual)
D. Membantu evaluasi hipotiroidisme congenital.
E. Evaluasi massa leher atau substernal. Scintigrafi radionuklida bermanfaat untuk
mengkonfirmasi bahwa massa tersebut adalah jaringan tiroid yang fungsional
F. Mendiferensiasikan tiroiditis dan hipertiroidisme dengan Graves’ disease atau
hipertiroisdisme sebab lain.
G. Untuk mengevaluasi nodul tiroid, berfungsi atau tidak atau bahkan suatu nodul yang
otonom, pra dan pasca operasi karsinoma tiroid dan menilai efek terapinya
H. Menilai massa di leher dan mediastinum
I. Menilai laju penimbunan I131 ke dalam tiroid.
Pilihan Radionuklida
a. I-131 dalam bentuk garam sodium (NaI-131). Dosis pemberian 300 uCi secara oral.
Dengan waktu paruh 8,1 hari memungkinkan dapat disimpan.
Energi gamma 364 keV mudah dideteksi dari luar tubuh.
Memancarkan sinar beta sehingga dapat digunakan untuk internal radiasi pada
hyperthyroidism (graves disease) dan kanker thyroid.
b. Tc-99m pernechtate diberikan intravena dengan dosis 2-5 uCi.
Waktu paruhnya pendek (6,02 jam) sehingga beban radiasi terhadap pasien
rendah.
Energi gamma 140 keV, sangat efisien dideteksi oleh kristal skintilasi ukuran 3/8
– ½ inchi.
Bentuk molekulnya sama dengan Iodium, sehingga dapat diserap oleh kelenjar
thyroid namun mudah dilepas kembali.
c. I-123
Waktu paruhnya 13,3 jam.
Energi gamma 159 keV.
Dapat diproduksi melalui cyclotron.
Dari ke–3 radionuklida di atas, Tc-99m merupakan radionuklida yang sekarang banyak
dipakai untuk pemeriksaan thyroid, sedangkan pada kasus post thyroidektomi untuk melihat ada
tidaknya sisa thyroid masih dipakai I-131
Prosedur
A. Persiapan Pasien
a. Pastikan pasien tidak hamil atau menyusui
b. Hindari material yang member efek terhadap konsentrasi radioiodine di tiroid :
i. Obat, seperti hormone tiroid yang mengubah axis hipofisis-tiroid
ii. Makanan yang mengandung yodium
Kecuali dalam kondisi-kondisi spesifik (seperti untuk menentukan apakah sebuah nodul
autonom), scintigrafi tiroid sebaiknya ditunda untuk mengeliminasi efek dari factor-
faktor tersebut.
B. Pengambilan gambar
1. Instrumentasi
a. Kamera gamma dengan pinhole collimator dan aperture 5 mm atau lebih kecil
b. Rektilinier scanning tiroid juga bias digunakan untuk pencitraan tiroid.
Dibandingkan kamera gamma, scanner lebih baik untuk menentukan ukuran
tiroid dan dan menentukan lokasi nodul tiroid.
2. Posisi pasien
Pasien sebaiknya dalam posisi supine dengan leher diekstensikan dan disokong
dengan meletakkan bantal di bawah bahu. Pada pasien yang tak bias berbaring
telentang, bias juga posisi duduk.
3. Waktu pengambilan
a. Bila memakai Tc-99m pernechtate pencitraan sebaiknya dimulai 15-30 menit
setelah injeksi
b. Bila memakai I-123, pencitraan bisa diambil 3-4 jam setelah menelan I-123.
Gambar yang diambil pada jam ke 16-24 punya kelebihan memberikan
gambaran tubuh bagian bawah.
c. Bila memakai I-131, pencitraan bisa dilakukan pada 16-24 jam setelah
menelan radioiodine. Diberikan peroral 30 uCi I131, uptake pertama 2 jam,
kedua 24 jam, ketiga 48 jam setelah pemberian I131. Scanning dilakukan 24
jam setelah pemberian. Digunakan alat rectlinier berkristal 3 inci dengan
energi medium, kolimator terfokus dan window 20% (untuk scanning),
sedangkan untuk uptake digunakan probe skintilasi dengan kristal 1x1 inci,
serta kolimator pinhole dan window 20%. Scan dilakukan 800 counts/sm2
dengan posisi anterior lateral dan oblik. Aktivitas maksimum dicari di daerah
leher, scan dimulai dari kaudal ke kranial. Beri tanda dibatas luar leher, dagu,
sternum, dan massa yang teraba.
4. Parameter Pengambilan Gambar
Dengan Tc-99m, gambaran anterior didapatkan dengan 100.000-200.000 counts atau
5 menit. Dengan I-123, biasanya 50.000-100.000 counts atau 10 menit. Kedua sisi
anterior oblique bisa didapatkan bersamaan dengan gambaran anterior. Jarak antara
pinhole aperture dan leher harus diatur agar gambaran tiroid memenuhi 2/3 lapang
pandang.
Cara menghitung uptake : I131 yang akan diberikan kepada pasien dihitung counts nya
permenit dengan phantom berbentuk leher. Dan disebut sebagai counts awal; segera diberikan
radioaktif tersebut untuk ditelan oleh penderita. Lakukan perhitungan aktivitas di leher penderita
2 jam, 24 jam, dan 48 jam setelah pemberian.
Interpretasi
Riwayat penyakit yang memadai dan pemeriksaan fisik yang baik harus diperoleh, terutama
palpasi dari tiroid. Lokasi temuan pada palpasi harus ditandai pada leher si pasien, sehingga
dapat dikorelasikan dengan pencitraan scintigrafi. Hasil temuan lain dari USG atau prosedur
pencitraan diagnostik lainnya sebaiknya tersedia untuk perbandingan dengan gambar yang
diperoleh dari pemeriksaan radionuklir ini. Keseragaman dan intensitas foto tiroid harus
diperhatikan. Keberadaan, ketiadaan, ukuran, dan lokasi area dimana terjadi peningkatan atau
penurunan uptake harus didapatkan.
Variasi fungsi dari area yang berbeda perlu diperhatikan, dan dibandingkan area fokal yang
terjadi peningkatan atau penurunan fungsi dengan dibandingkan dengan area tiroid yang
berfungsi normal.kelenjar gondok normal berbentuk kupu-kupu dengan sayapnya berupa lobus
kanan dan kiri, dengan ismus di tengah-tengahnya. Batas bawah normal tidak sampai ke sternum.
Lobus kanan biasanya lebih besar. Luas scanning sekitar 20 cm2 untuk dewasa, sedang pada
anak-anak lebih kecil. Tiroid dapat membesar dengan aktivitas tetap merata (struma difusa),
dapat pula berbenjol-benjol karena nodul (struma nodosa). Bila aktivitas nodul kurang dari
sekitarnya disebut cold nodule, bila jauh lebih tinggi dibanding sekitarnya disebut hot nodule,
bila aktivitas sama dengan sekitarnya disebut warm nodule. Cold nodule dapat terjadi pada kista,
adenoma, atau keganasan; hot nodule biasanya suatu nodul autonom. Pada penyakit Grave terjadi
pembesaran tiroid secara difus. Uptake tiroid tidak mutlak menunjukkan fungsi kelenjar gondok,
uptake normal pada 2 jam sekitar 0-14%, pada 24 jam 14-50%, dan pada 48 jam lebih rendah
sedikit dari uptake 24 jam.
Keterbatasan
Bagian kelenjar gondok yang masih berfungsi tetapi dalam tingkat rendah akan tampak sebagai daerah yang cold (tak berfungsi) dibandingkan jaringan yang normal.
RADIOIMMUNOASSAYS
Untuk menentukkan kadar T3-T4 dalam plasma
Teknik pemeriksaan yang digunakan yaitu darah pasien 5 cc (dipisahkan antara plasma
dan sel darah merah)
Plasma darah + Larutan I-125 + Kit hormon triodothyronine (T3) dan thyroxine (T4)
T3 dan T4 yang mengikat I-125 akan mengendap sedangkan yang tidak mengikat akan
tetap dalam cairan
Pisahkan endapan dan cairan
Hitung aktivitas pada endapan dengan alat “ Well Type Counter “
Hasil perhitungan dapat menentukan nilai T3 dan T4 dalam darah yang menggambarkan
fungsi dari thyroid
BAB III
PEMBAHASAN
A. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5
cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan
besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak
pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial
kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak
dan berlobulus.
1. Bagian Pankreas
Pankreas dapat dibagi ke dalam:
a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung
duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica
superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan
caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae
hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan
hubungan dengan hilum lienale.
GAMBAR 1. Bagian-bagian Pankreas
2. Hubungan
a. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa
omentalis, dan gaster.
b. Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena
cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra,
glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.
3. Vaskularisasi
a. Arteriae
A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )
A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang A.lienalis
b. Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.
4. Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen
akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan mesenterica superiores.
5. Inervasi
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).
6. Ductus Pancreaticus
a. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang
pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar
pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor
Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus
choledochus.
b. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
c. Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus
Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu rongga,
yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan
tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara
ampulla. (Richard S. Snell, 2000)
GAMBAR 2. Ductus Pancreaticus pada Pankreas
B. Fisiologi Pankreas
7
1. Eksokrin
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan
utama : protein, karbohidrat, dan lemak. Ia juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar,
yang memegang peranan penting dalam menetralkan kimus asam yang dikeluarkan oleh
lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, ribonuklease,
deoksiribonuklease. Tiga enzim petama memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein
yang dicernakan, sedangkan neklease memecahkan kedua jenis asam nukleat : asam ribonukleat
dan deoksinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amilase pankreas, yang menghidrolisis pati,
glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat,
sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas, yang menghidrolisis
lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase, yang menyebabkan hidrolisis
ester-ester kolesterol.
Enzim-enzim proteolitik waktu disintesis dalam sel-sel pankreas berada dalam bentuk
tidak aktif ; tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase, yang semuanya secara
enzimtik tidak aktif. Zat-zat ini hanya menjadi aktif setelah mereka disekresi ke dalam saluran
cerna. Tripsinogen diaktifkan oleh suatu enzim yang dinamakan enterokinase, yang disekresi
oleh mukosa usus ketike kimus mengadakan kontak dengan mukosa. Tripsinogen juga dapat
diaktifkan oleh tripsin yang telah dibentuk. Kimotripsinogen diaktifkan oleh tripsin menjadi
kimotripsin, dan prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara yang sama.
Penting bagi enzim-enzim proteolitik getah pankreas tidak diaktifkan sampai mereka
disekresi ke dalam usus halus, karena tripsin dan enzim-enzim lain akan mencernakan pankreas
sendiri. Sel-sel yang sama, yang mensekresi enzim-enzim proteolitik ke dalam asinus pankreas
serentak juga mensekresikan tripsin inhibitor. Zat ini disimpan dalam sitoplasma sl-sel kelenjar
sekitar granula-granula enzim, dan mencegah pengaktifan tripsin di dalam sel sekretoris dan
dalam asinus dan duktus pankreas.
pankreas rusak berat atau bila saluran terhambat, sjumlah besar sekret pankreas
tertimbun dalam daerah yang rusak dari pankreas. Dalam keadaan ini, efek tripsin inhibitor
kadang-kadang kewalahan, dan dalam keadaan ini sekret pankreas dengan cepat diaktifkan dan
secara harfiah mencernakan seluruh pankreas dalam beberapa jam, menimbulkan keadaan yang
10
dinamakan pankreatitis akut. Hal ini sering menimbulkan kematian karena sering diikuti syok,
dan bila tidak mematikan dapat mengakibatkan insufisiensi pankreas selama hidup.
Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi oleh asinus kelenjar pankreas. Namun
dua unsur getah pankreas lainnya, air dan ion bikarbonat, terutama disekresi oleh sel-sel epitel
duktulus-duktulus kecil yang terletak di depan asinus khusus yang berasal dari duktulus. Bila
pankreas dirangsang untuk mengsekresi getah pankreas dalam jumlah besar – yaitu air dan ion
bikarbonat dalam jumlah besar – konsentrasi ion bikarbonat dapat meningkat sampai 145
mEq/liter.
Setiap hari pankreas menghasilkan 1200-1500 ml pancreatic juice, cairan jernih yang
tidak berwarna. Pancreatic juice paling banyak mengandung air, beberapa garam, sodium
bikarbonat, dan enzim-enzim. Sodium bikarbonat memberi sedikit pH alkalin (7,1-8,2) pada
pancreatic juice sehingga menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan
yang sesuai bagi enzim-enzim dalam usus halus.
Enzim-enzim dalam pancreatic juice termasuk enzim pencernaan karbohidrat bernama
pankreatik amilase; beberapa enzim pencernaan protein dinamakan tripsin, kimotripsin,
karboksipeptidase; enzim pencernaan lemak yang utama dalam tubuh orang dewasa dinamakan
pankreatik lipase; enzim pencernaan asam nukleat dinamakan ribonuklease dan
deoksiribonuklease.
Seperti pepsin yang diproduksikan dalam perut dengan bentuk inaktifnya atau
pepsinogen, begitu pula enzim pencernaan protein dari pankreas. Hal ini mencegah enzim-enzim
dari sel-sel pencernaan pankreas.
Enzim tripsin yang aktif disekresikan dalam bentuk inaktif dinamakan tripsinogen.
Aktivasinya untuk tripsin diselesaikan dalam usus halus oleh suatu enzim yang disekresikan oleh
mukosa usus halus ketika bubur chyme ini tiba dalam kontak dengan mukosa. Enzim aktivasi
dinamakan enterokinase. Kimotripsin diaktivasi dalam usus halus oleh tripsin dari bentuk
inaktifnya, kimotripsinogen. Karboksipeptidase juga diaktivasi dalam usus halus oleh tripsin.
Bentuk inaktifnya dinamakan prokarboksipeptidase.
2. Endokrin
11
Tersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil sel epitelium
yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil/ kepulauan Langerhans
yang bersama-sama membentuk organ endokrin.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah :
a. Insulin
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang
dihubungkan oleh jembatan disulfida. Terdapat perbedaan kecil dalam komposisi asam amino
molekul dari satu spesies ke spesies lain. Perbedaan ini biasanya tidak cukup besar untuk dapat
mempengaruhi aktivitas biologi suatu insulin pada spesies heterolog tetapi cukup besar untuk
menyebabkan insulin bersifat antigenik.
Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian dipindahkan ke
aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granula-granula berlapis membran.
Granula-granula ini bergerak ke dinding sel melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus
dan membran granula berfusi dengan membran sel, mengeluarkan insulin ke eksterior melalui
eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan endotel kapiler
yang berpori mencapai aliran darah.
Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5 menit. Insulin
berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami internalisasi. Insulin dirusak dalam endosom
yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim utama yang berperan adalah insulin protease,
suatu enzim di membran sel yang mengalami internalisasi bersama insulin.
b. Glukagon
Molekul glukagon adalah polipepida rantai lurus yang mengandung 29n residu asam
amino dan memiliki molekul 3485. Glukagon merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai
prinsip aktivitas fisiologis meningkatkan kadar glukosa darah. Glukagon melakukan hal ini
dengan mempercepat konversi dari glikogen dalam hati dari nutrisi-nutrisi lain, seperti asam
amino, gliserol, dan asam laktat, menjadi glukosa (glukoneogenesis). Kemudian hati
mengeluarkan glukosa ke dalam darah, dan kadar gula darah meningkat.
Sekresi dari glukagon secara langsung dikontrol oleh kadar gula darah melalui sistem
feed-back negative. Ketika kadar gula darah menurun sampai di bawah normal, sensor-sensor
kimia dalam sel-sel alfa dari pulau Langerhans merangsang sel-sel untuk mensekresikan
12
glukagon. Ketika gula darah meningkat, tidak lama lagi sel-sel akan dirangsang dan produksinya
diperlambat.
Jika untuk beberapa alasan perlengkapan regulasi diri gagal dan sel-sel alfa
mensekresikan glukagon secara berkelanjutan, hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) bisa
terjadi. Olahraga dan konsumsi makanan yang mengandung protein bisa meningkatkan kadar
asam amino darah juga menyebabkan peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon dihambat
oleh GHIH (somatostatin).
Glukagon kehilangan aktivitas biologiknya apabila diperfusi melewati hati atau apabila
diinkubasi dengan ekstrak hati, ginjal atau otot. Glukagon juga diinaktifkan oleh inkubasi dengan
darah. Indikasinya ialah bahwa glukagon dihancurkan oleh sistem enzim yang sama dengan
sistem yang menghancurkan insulin dan protein-protein lain.
GAMBAR 5. Regulasi Insulin dan Glukagon
c. Somatostatin
Somatostatin dijumpai di sel D pulau langerhans pankreas. Somatostatin menghambat
sekresi insulin, glukagon, dan polipeptida pankreas dan mungkin bekerja lokal di dalam pulau-
pulau pankreas. Penderita tumor pankreas somatostatin mengalami hiperglikemia dan gejala-
gejala diabetes lain yang menghilang setelah tumor diangkat. Para pasien tersebut juga
mengalami dispepsia akibat lambatnya pengosongan lambung dan penurunan sekresi asam
lambung, dan batu empedu, yang tercetus oleh penurunan kontraksi kandung empedu.
14
Sekresi somatostatin pankreas meningkat oleh beberapa rangsangan yang juga
merangsang sekresi insulin, yakni glukosa dan asam amino, terutama arginin dan leusin. Sekresi
juga ditingkatkan oleh CCK. Somatostatin dikeluarkan dari pankreas dan saluran cerna ke dalam
darah perifer.
d. Polipeptida pankreas
Polipeptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang dibentuk oleh sel
F pulau langerhans. Hormon ini berkaitan erat dengan polipeptida YY (PYY), yang ditemukan di
usus dan mungkin hormon saluran cerna; dan neuropeptida Y, yang ditemukan di otak dan
sistem saraf otonom.
Sekresi polipeptida ini meningkat oleh makanan yang mengandung protein, puasa,
olahraga, dan hipoglikemia akut. Sekresinya menurun oleh somatostatin dan glukosa intravena.
Pemberian infus leusin, arginin, dan alanin tidak mempengaruhinya, sehingga efek stimulasi
makanan berprotein mungkin diperantarai secara tidak langsung. Pada manusia, polipeptida
pankreas memperlambat penyerapan makanan, dan hormon ini mungkin memperkecil fluktuasi
dalam penyerapan. Namun, fungsi faal sebenarnya masih belum diketahui.
PANCREAS SCINTIGRAPHY
Diagnosis imaging dari penyakit pankreas telah ditemukan terutama deskripsi dari patologi
anatomi. Meskipun terjadi peningkatan pada teknologi cross-sectional structural imaging,
banyak dari penyakit pankreas yang terdeteksi melalui diagnosis anatomi secara berdiri sendiri.
Seperti contohnya, tingkat keparahan dari pankreatitis akut hanya bisa disimpulkan dengan
perubahan morfologi non-spesifik pankreas itu sendiri dan jaringan yang berdekatan, Yang
nampak pada kemunculan komplikasi seperti pembentukan massa radang, nekrosis pankreas, dan
kumpulan cairan di sekitar pankreas. Pada Pankreatitis kronik yang ringan sampai sedang,
keparahan dari abnormalitas morfologi ductus atau kelenjar tidak berhubungan dengan disfungsi
eksokrin. Gambaran bahwa fisiologi lebih menggambarkan penyakit dibandingkan anatomi,
dengan demikian bisa berguna pada studi fisiologi pankreas dan penyakitnya. Fungsional
imaging petama dari pankreas diperkenalkan oleh Blau dan Bender pada menggunakan 75 Se-
selenomethionine. Namun sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1962, Fungsional
imaging pankreas menggunakan 75 Se-selenomethionine tidak begitu berkembang, karena
tingkat keberhasilannya yang hanya rata-rata. Dan prosedur rutin menggunakan 75 Se-
15
selenomethionine ini hanya digunakan pada sebagian kecil pusat medis saja. Hanya 95% dari
subject yang didapati hasil normal yang bebas dari penyakit pankreas, sedangkan hanya 60% dari
subject yang didapati hasil abnormal yang mengalami penyakit pankreas. Hal ini yang
menyebabkan perkembangan radiofarmasi untuk diagnosis pankreas tidak begitu berkembang.
Fisiologi imaging agen yang ada untuk pankreas adalah asam amino, terutama 75 Se-
selenomethionine atau C-labeled L-methionine. Pada saat ini banyak penelitian yang dilakukan
untuk mendapatkan Fisiologi imaging yang lebih baik dari 75 Se-selenomethionine, seperti
Carbon-11-acetat dan iodine-123-HIPDM.