kedkom
DESCRIPTION
KEDKOMTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid yang terkandung secara alami
pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1-4,8%), kopi (1-1,5%), dan biji
kola(2,7-3,6%). Kafein diproduksi secara komersial dengan cara ekstraksi dari
tanaman tertentu serta diproduksi secara sintetis. Kebanyakan produksi kafein
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri minuman. Kafein juga digunakan
sebagai penguat rasa atau bumbu pada berbagai industri makanan (Misra, et al.,
2008).
Dewasa ini kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat
bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam
berbagai minuman dan makanan yang sering dikonsumsi seperti kopi, teh,
minuman kola, suplemen dan obat-obatan. Konsumsi kafein rata-rata di dunia
adalah 70 mg per hari bagi orang yang dikategorikan bukan pencandu. Kafein
secara umum dikonsumsi dalam jumlah tidak lebih dari 300 mg per hari.
(Donovan & Devane, 2001).
Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) saat ini adalah salah satu
penyebab tersering dari kenaikan enzim hati dan penyakit hati kronik pada bagian
barat dunia. Sehubungan dengan kenaikan tingkat obesitas secara cepat, seperti
komponen lain dari sindroma metabolik, seperti diabetes tipe II, prevalensi
NAFLD tumbuh dengan peningkatan yang patut diawasi pada dewasa dan anak.
Di Amerika Serikat, diperkirakan 25-30% dari populasi menderita NAFLD, 2-3%
1
memiliki non-alcoholic steato hepatitis (NASH) dan 10-15% diantaranya
berkembang menjadi sirosis (Birerdinc, et al., 2012). Berdasarkan penelitian yang
ada, prevalensi NAFLD di Indonesia adalah 30,6% (Hasan, 2006).
Sebelumnya Sinha dari Duke University Medical Center sudah pernah
meneliti tentang efek konsumsi kafein terhadap non-alcoholic fatty liver disease,
didapatkan hasil bahwa konsumsi kafein menstimulasi perlemakan hati melalui
jalur autofagi. Tetapi di Indonesia penulis belum menemukan adanya penelitian
yang membahas tentang efek konsumsi kafein terhadap non-alcoholic fatty liver
disease.
Mengingat kafein merupakan salah satu zat yang paling sering dikonsumsi
saat ini, serta penyakit perlemakan hati non alkoholik hingga saat ini merupakan
kondisi klinis yang sering ditemukan dalam bidang hepatologi, maka penulis
merasa perlu untuk membahas lebih lanjut dalam skripsi tentang efek konsumsi
kafein terhadap non-alcoholic fatty liver disease ditinjau dari kedokteran dan
Islam.
1.2. Permasalahan
1. Apakah konsumsi kafein bermanfaat terhadap non-alcoholic fatty
liver disease?
2. Apa komponen dari kafein yang berperan dalam non-alcoholic
fatty liver disease?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap efek konsumsi kafein
terhadap non-alcoholic fatty liver disease?
2
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Menjelaskan secara lengkap tentang efek konsumsi kafein terhadap non-
alcoholic fatty liver disease ditinjau dari kedokteran dan Islam.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Memahami dan dapat menjelaskan tentang bagaimana kafein
sebagai suatu zat.
2. Memahami dan dapat menjelaskan tentang non-alcoholic fatty liver
disease.
3. Memahami dan dapat menjelaskan bagaimana pandangan Islam
tentang makanan dan minuman yang halal dan efek konsumsi
kafein terhadap non-alcoholic fatty liver disease.
1.4. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah penulis mengenai
efek konsumsi kafein terhadap non-alcoholic fatty liver disease
ditinjau dari kedokteran dan Islam serta dapat memahami cara
menulis karya ilmiah yang baik dan benar.
1. Bagi Universitas YARSI
Skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan atau sebagai
masukan bagi segenap civitas akademika mengenai efek konsumsi
3
kafein terhadap non-alcoholic fatty liver disease ditinjau dari
kedokteran dan Islam.
2. Bagi Masyarakat
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai efek konsumsi kafein terhadap non-alcoholic
fatty liver disease ditinjau dari kedokteran dan Islam.
4
BAB II
EFEK KONSUMSI KAFEIN TERHADAP NON-ALCOHOLIC FATTY
LIVER DISEASE DITINJAU DARI KEDOKTERAN
2.1 Kafein
2.1.1 Definisi
Kafein adalah stimulan paling popular di dunia. Pertama kali diolah dan
ditanam di Etiopia dan kemudian menyebar ke Arab sekitar tahun 800 dan
akhirnya Eropa sekitar tahun 1300. Kafein ditemukan oleh ahli Kimia Jerman,
Friedrich Ferdinand Runge, pada tahun 1819. Dia menamainya dengan istilah
kaffein, sebuah senyawa kimia yang ada pada kopi, yang dalam logat Inggris
menjadi caffeine. Kafein juga dinamai guaranine ditemukan pada guarana,
mateine ketika ditemukan pada teh. Semua nama ini adalah sinonim terhadap
senyawa kimia yang sama (Nurrachman, 2008).
Kafein adalah senyawa alkaloid turunan xantine (basa purin) yang
berwujud kristal berwarna putih. Kafein bersifat psikoaktif, digunakan sebagai
stimulan sistem saraf pusat dan mempercepat metabolisme (diuretik). Konsumsi
kafein berguna untuk meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan
menaikkan mood. Overdosis kafein akut, biasanya lebih dari 300 mg per hari,
dapat menyebabkan sistem saraf pusat terstimulasi secara berlebihan. Kondisi ini
disebut keracunan kafein, gejalanya antara lain gelisah, gugup, insomnia,
emosional, urinasi berlebihan, gangguan pencernaan, otot berkedut, denyut
jantung yang cepat dan tidak teratur. Gejala yang lebih parah adalah munculnya
5
depresi, disorientasi, halusinasi dan dampak fisik seperti kerusakan jaringan otot
rangka (Smith, et al., 1993).
2.1.2 Sumber Kafein
Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami di didalam
makanan contohnya biji kopi, teh, biji kelapa, buah kola (cola nitide) guarana,
dan mate. Teh adalah sumber kafein yang lain, dan mengandung setengah dari
kafein yang dikandung kopi. Beberapa tipe teh yaitu teh hitam mengandung lebih
banyak kafein dibandingkan jenis teh yang lain. Teh mengandung sedikit jumlah
teobromine dan sedikit lebih tinggi theophyline dari kopi. (Purwanti, 2006).
Kafein juga merupakan bahan yang dipakai untuk ramuan minuman non
alkoholik seperti cola, yang semula dibuat dari kacang kola. Soft drinks khususnya
terdiri dari 10-50 miligram kafein. Coklat terbuat dari kokoa mengandung sedikit
kafein. Efek stimulan yang lemah dari coklat dapat merupakan kombinasi dari
theobromine dan theophyline sebagai kafein. (Knocha, 2005)
Selain itu, kafein juga terdapat dalam berbagai jenis obat flu, sakit kepala
dan alergi, sebagai pelawan efek negatif yang diakibatkan oleh obat tersebut
seperti rasa kantuk. Sehingga diharapkan seseorang dapat melakukan aktivitas
seperti biasa saat mengkonsumsi obat tersebut. Salah satu kombinasi zat aktif
yang sering digunakan adalah parasetamol, salisalimida dan kafein yang
berkhasiat sebagai analgesik dan antipiretik dalam produk influenza (Nurrachman,
2008).
6
Tabel 1. Kandungan kafein pada produk makanan dan minuman (Modi, 2010)
2.1.3 Biokimiawi
Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine
bersama sama senyawa teofilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem
saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein ialah serbuk putih yang pahit dengan rumus
kimianya C6 H10 O2, dan struktur kimianya 1,3,7- trimethylxanthine.
Gambar 1. Struktur Kimia Kafein (Simpson, 2001)
7
Kafein mempunyai nama lain 1,3,7-trimethylxanthine trimethylxanthine,
theine,methyltheobromine. Wujud fisik dari kafein yaitu berupa bubuk putih dan
tidak berbau. Senyawa ini mempunyai berat molekul 194.19 g/mol, densitas 1.23
g/cm3 (solid), titik leleh 227–228 °C (anhydrous) 234–235 °C (monohydrate),
titik didih 178 °C subl., kelarutan dalam air 2.17 g/100 ml (25 °C) 18.0 g/100 ml
(80 °C) 67.0 g/100 ml (100°C), keasaman -0,13 – 1,22 pKa serta momen dipole
3.64 D (Smith, et al., 1993).
2.1.4 Efek Konsumsi Kafein Terhadap Tubuh Manusia
Di Amerika Serikat, kafein rata-rata dikonsumsi sebanyak 211 mg per hari
dan paling banyak dikonsumsi dari minuman kopi. Di Inggris dan Asia, kafein
paling banyak dikonsumsi dari minuman teh. Inggris merupakan Negara dengan
konsumsi kafein tertinggi yaitu 444 mg per hari (Donovan & Devane, 2001).
Kebiasaan mengkonsumsi kafein dapat diklasifikasikan dalam tiga level yaitu
pengkonsumsi kafein tingkat rendah (kurang dari 200 mg per hari), tingkat sedang
(antara 200-400 mg per hari), dan pengkonsumsi kafein tingkat tinggi (lebih dari
400 mg per hari) (Weinberg,2000).
Kafein dimetabolisme dalam hati oleh sistem enzim sitokrom P450
oksidase (khususnya isoenzim IA2) menjadi tiga dimethylxanthines metabolis,
dimana tiap bentukannya memiliki efek yang berbeda terhadap tubuh.
Paraxanthine ( 84%) memiliki efek meningkatkam lipolisis, memicu peningkatan
gliserol dan asam lemak bebas dalam plasma darah. Teobromin (12%)
memperbesar pembuluh darah serta meningkatkan volume urin. Teobromin juga
8
merupakan alkaloid utama pada kakao, dan pastinya pada coklat. Teofilin (4%)
melenturkan otot lunak pada bronkus dan biasa digunakan untuk terapi asma.
Ketiganya dimetabolis dan dikeluarkan melalui urin (Nurachman, 2008).
Ketiganya mengandung gugus metil. Xantin sendiri adalah dioksipurin
yang mempunyai struktur mirip dengan asam urat, Paraxanthine adalah 1,3,7-
trimetilxantin, teofilin adalah 1,3-dimetilxantin dan teobromin adalah 3,7-
dimetilxantin (Sunaryo, 1995).
Gambar 2. Derivat kimia kafein (Dach, 2008)
Kafein adalah stimulan dari sistem saraf pusat, digunakan baik untuk
pengobatan dalam mengurangi keletihan fisik dan juga dapat meningkatkan
tingkat kewaspadaan sehingga rasa ngantuk dapat ditekan. Kafein juga
merangsang sistem saraf pusat dengan cara menaikkan tingkat kewaspadaan,
sehingga pikiran lebih jelas dan terfokus dan koordinasi badan menjadi lebih baik.
9
Kafein mempunyai efek relaksasi otot polos , terutama otot polos bronkus,
merangsang susunan saraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan diuresis.
Kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut jantung,
sebaliknya kadar kafein dan teofilin yang lebih tinggi menyebabkan takikardi,
bahkan pada individu yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia yang
berdampak kepada kontraksi ventrikel yang prematur.
Pada pembuluh darah, kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah
termasuk pembuluh darah koroner dan pulmonal, karena efek langsung pada otot
pembuluh darah. Resistensi pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran
darah dan PO2 di otak, ini diduga merupakan refleksi adanya blokade adenosin
oleh Xantin (Nurachman, 2008).
Kadar tertinggi kafein dalam plasma biasanya tercapai setelah 30-120
menit setelah asupan oral, kemudian mengalami metabolisme di hepar. Setelah
minum satu cangkir kopi (100 mg kafein) kadar puncak dalam plasma adalah
antara 0,5-3 mg/liter sama dengan 2-15 µmol/liter (Fredholm, et al., 1999). Waktu
paruh kafein antara 2-10 jam, dengan rata-rata 4-5 jam (Nurminem, et al., 1999)
dan akan segera dieliminasi setelah 24 jam terakhir dikonsumsi. Tidak terdapat
perbedaan waktu paruh antara usia muda dan tua (Freedholm, et al. 1999).
Kafein memiliki waktu singkat untuk beredar di dalam tubuh. Ini berarti
membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam untuk menghilangkan efek kafein dalam
tubuh. Setelah 8-10 jam, sebesar 75% kafein akan hilang (Purwanti, 2006).
Kafein berstruktur sama dengan adenosin. Adenosin adalah nukleotida di
dalam otak yang salah satunya berfungsi mengatur kondisi tidur dan terjaga. Salah
10
satu kerja dalam mengatur kondisi ini adalah menimbulkan pelebaran pembuluh
daarah di otak. Untuk bisa menimbulkan efek tersebut, adenosin harus berikatan
dengan reseptor adenosin di dinding pembuluh darah. Karena strukturnya sama,
molekul kafein bersaing untuk berikatan dengan reseptor tesebut tidak
menimbulkan efek, selain hanya menghambat kerja dari adenosin (kalah
berkompetisi berikatan dengan reseptor adenosin). Akibatnya, pelebaran
pembuluh darah yang dilakukan oleh adenosin terhambat, pembuluh darah tidak
jadi melebar. Efek adenosin-inhibitor oleh kafein ini tidak berarti menimbulkan
penyempitan pembuluh darah atau vasokonstriksi (Andreas, 2006).
Gambar 3. Struktur adenosin dan kafein (Dach J, 2008)
11
2.1.5 Efek Samping Konsumsi Kafein Terhadap Tubuh
Kafein meningkatkan kadar dopamin dengan cara yang sama seperti
amphetamine. Dopamin merupakan neurotransmitter yang mengaktivasi pusat
kesenangan di bagian tertentu otak. Heroin dan kokain memanipulasi kadar
dopamin dengan mengurangkan kadar absorpsi dopamin. Walaupun efek kafein
jauh lebih rendah berbanding heroin, namun mekanisme kerjanya sama. Diduga
bahwa hubungan dengan dopami menyebabkan ketergantungan kafein
(Fredholm, 1999).
Konsumsi kafein mempunyai dampak yang besar terhadap
kesehatan penggunanya. Kafein yang terdapat dalam minuman berenergi
menyebabkan diuresis dan natriuresis. Konsumsi kafein yang akut juga akan
menaikkan sensitivitas insulin dan meningkatkan rata-rata tekanan darah arteri.
Konsumsi kafein berhubungan dengan nyeri kepala kronik, terutama pada wanita
muda berusia kurang dari 40 tahun dan mereka yang mendapat nyeri kepala
episode kronis dengan onset kurang dari 2 tahun. Pada konsumsi kafein kronis
dapat ditemukan gejala gangguan sistem saraf pusat, kardiovaskular,
gastrointestinal dan disfungsi renal (Louisa, 1995).
Kafein mempunyai waktu paruh selama 6 jam dan ini dapat
mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Sebaiknya kafein tidak digunakan pada
penderita penyakit jantung. Penderita penakit ginjal harus mengurangi konsumsi
kafein karena sifat kafein sebagai diuretik dapat memperparah kondisi penderita.
Wanita hamil tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi kafein walaupun pada
penelitian yang dilakukan, hubungan antara kafein dengan kelainan kongenital
12
belum terbukti. Penderita ulkus lambung dan penyakit lambung lain harus berhati-
hati dalam mengkonsumsi kafein karena sifat asam dari kafein (Dekker, 1993).
2.2 Non-Alcoholic Fatty Liver Disease
2.2.1 Definisi
Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) adalah spektrum dari penyakit
liver yang berhubungan dengan obesitas, termasuk beberapa variasi derajat mulai
dari steatosis, inflamasi, cedera hepatoseluler, dan fibrosis. NAFLD adalah
masalah kesehatan yang penting, bukan hanya karena tingkat morbiditasnya tapi
juga karena prevalensinya. NAFLD terdeteksi pada sekitar 33% dari penduduk
dewasa Amerika (Sullivan, 2010).
Pada tahun 1980 Ludwig memberi nama non-alcoholic steatohepatitis
(NASH) untuk sekelompok kelainan hati yang secara histopatologi tidak dapat
dibedakan dengan perlemakan hati akibat alkohol tetapi terjadi pada pasien bukan
peminum alkohol. Penyakit hati yang ditunjukkan oleh Ludwig tersebut
mempunyai hubungan dengan obesitas dan diabetes melitus. Secara klinik tanda
yang sering dijumpai adalah hepatomegali dan gangguan faal hati ringan.
Penelitian–penelitian selanjutnya membuktikan bahwa NASH merupakan satu
bagian dari kelainan hati yang lebih luas yang disebut penyakit perlemakan hati
non alkoholik. Pada mulanya penyakit perlemakan hati non alkoholik dianggap
sebagai penyakit yang ringan, tetapi anggapan itu ternyata salah. Sebagian pasien
penyakit perlemakan hati non alkoholik yang diteliti, pada pemeriksaan
histopatologi menunjukkan fibrosis yang luas, sirosis hati bahkan karsinoma
hepatoseluler. Selain dapat berlanjut menjadi penyakit hati yang berat dan
13
irreversibel, penyakit perlemakan hati non alkoholik juga mempunyai prevalensi
yang tinggi dan menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat (Hirlan,
2004).
Penyakit perlemakan hati non alkoholik adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan spektrum luas dari penyakit hati. Penyakit ini bervariasi
mulai dari yang ringan yaitu perlemakan hati sederhana (steatosis) hingga ke
perlemakan hati dengan inflamasi (non alkoholik steatohepatitis = NASH),
fibrosis sampai menjadi sirosis. Oleh karena itu, saat ini penyakit perlemakan hati
non alkoholik telah dianggap sebagai salah satu penyebab penyakit hati kronis,
juga merupakan faktor penting untuk terjadinya karsinoma hepatoseluler dan
meningkatnya indikasi untuk dilakukan transplantasi hati (Adam & Angulo,
2005).
NAFLD (non-alcoholic fatty liver disease) adalah sekumpulan gejala
yang ditandai dengan perlemakan hati makrovesikuler, fibrosis, dan sirosis hati.
Keseluruhannya tidak berhubungan dengan konsumsi alkohol. NAFLD
merupakan suatu kondisi medis dari penyakit hati yang mempunyai spektrum
sangat luas, mulai dari perlemakan hati yang bersifat ringan (steatosis) tanpa
adanya bukti kelainan biokimia atau histologi akibat dari peradangan hati ataupun
fibrosis, sampai perlemakan hati yang disertai adanya nekroinflamasi dengan atau
tanpa fibrosis (steatohepatitis) dapat juga berkembang menjadi fibrosis hati yang
berat bahkan sirosis (Mathur, et al., 2007).
14
2.2.2 Epidemiologi
Di Negara barat prevalensi NAFLD berkisar antara 15-20%. Prevalensi
NAFLD pada populasi dewasa di Amerika Serikat, Jepang dan Italia berkisar 15-
20% dan 20-30% diantaranya berada pada fase yang lebih berat seperti NASH.
Penelitian pada populasi obesitas di negara maju didapatkan 60% perlemakan hati
sederhana, 20-25% NASH dan 2-3% sirosis. Kejadian NAFLD pada populasi
diabetes mellitus sebesar 70% dan pada pasien dislipidemia 60%. Berdasarkan
penelitian yang ada prevalensi NAFLD di Indonesia adalah 30,6% (Hasan, 2006).
Penyakit perlemakan hati non alkoholik kini diketahui sebagai salah satu
bentuk penyakit hati kronik di negara–negara berkembang dengan prevalensi
10%-24% dari seluruh populasi. Prevalensi penyakit perlemakan hati non
alkoholik 30%-100% pada laki–laki sedangkan 52,8% pada anak yang obesitas
(Prodia, 2003).
Penyakit perlemakan hati non alkoholik berhubungan kuat dengan
obesitas. Prevalensi penyakit perlemakan hati non alkoholik tertinggi adalah pada
umur 40–49 tahun. Penyakit perlemakan hati non alkoholik akan berlanjut
menjadi fibrosis atau sirosis hepatis 15%-50% dan mortalitas 10%. Dari
keseluruhan pasien dengan penyakit perlemakan hati non alkoholik, 5%
berkembang menjadi sirosis hepatis dalam kurun waktu 7 tahun dan 1,7%
meninggal karena sirosis hepatis (Amarapurkar, 2007).
2.2.3 Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis
NAFLD. Faktor risiko yang telah diketahui adalah faktor resistensi insulin ,
15
obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan sindroma metabolik. Resistensi insulin
merupakan komponen penting dalam patofisiologi NAFLD, dan berhubungan
dengan prevalensi NAFLD dan NASH terutama di negara barat. Resistensi insulin
yang disertai hiperinsulinemia merupakan suatu fitur klinis yang spesifik dari
penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan sindroma metabolik. Dengan meningkatnya
prevalensi sindroma metabolik pada penduduk suatu negara, maka tentunya akan
disertai meningkatnya prevalensi NAFLD. Pada masa kini NAFLD dianggap
sebagai salah satu manifestasi kelainan hati dari sindroma metabolik. Banyak
penelitian prevalensi NAFLD yang dihubungkan dengan berbagai komponen dari
sindroma metabolik. Obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan hiperlipidemia adalah
faktor risiko yang sering dijumpai pada penderita NAFLD. Dengan adanya
peningkatan prevalensi obesitas di Amerika Serikat dan hubungan antara obesitas
dengan NAFLD, maka prevalensi NAFLD diperkirakan juga meningkat.
Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) pada tahun 1999-2002, menunjukkan peningkatan proporsi penduduk
Amerika Serikat yang overweight (BMI > 25) menjadi 65%, dan obesitas
(BMI>30) menjadi 30.1%. Suatu penelitian di negara maju terhadap populasi
umum dengan obesitas didapatkan 60% dengan perlemakan hati sederhana, 20-
25% NASH, dan 2-3% sirosis. Disebutkan pula perlemakan hati didapatkan pada
70% penderita diabetes mellitus tipe 2 dan pada 60% penderita dislipidemia
(Amarapurkar, et al., 2007).
16
Telah diketahui banyak kondisi atau penyakit lain yang menyebabkan
steatosis tanpa atau dengan hepatitis (steatohepatitis), selain akibat alkohol dan
non alkoholik. Dikenal 4 golongan penyebab penyakit tersebut, yaitu: nutrisi,
obat-obatan, kelainan metabolik atau genetik, dan penyebab lain-lain (Angulo,
2002).
Tabel 2. Beberapa penyebab perlemakan hati (Angulo, 2002)
2.2.4 Patogenesis
Patogenesis penyakit perlemakan hati non alkoholik belum sepenuhnya
dimengerti. hipotesis yang sampai saat ini banyak diterima adalah the two hit
theory (Schreuder, et al., 2008 & Charlton, 2009).
Pada first hit terjadi steatosis hepatik sedangkan second hit berupa jejas
dan inflamasi hati. Abnormalitas metabolik primer yang mengarah pada
17
akumulasi lipid dalam hepatosit masih belum jelas diketahui (Schreuder, et al.,
2008 & Charlton, 2009).
Gambar 4. Patogenesis penyakit perlemakan hati non alkoholik (Hasan,2006)
First hit dapat terjadi karena berbagai keadaan, seperti dislipidemia,
diabetes mellitus dan obesitas. Dalam keadaan normal, asam lemak bebas
dihantarkan memasuki hati lewat sirkulasi darah arteri dan vena portal. Di dalam
hati, asam lemak bebas akan mengalami metabolisme lebih lanjut, seperti proses
re-esterifikasi menjadi trigliserida atau digunakan untuk pembentukan lemak
lainnya. Adanya peningkatan massa jaringan lemak tubuh, khususnya pada
obesitas sentral, akan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas (Free Fatty
18
Acid/ FFA) yang kemudian menumpuk di dalam hepatosit. Bertambahnya asam
lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan
esterifikasi (Schreuder, et al., 2008 & Charlton, 2009).
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis NAFLD ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pencitraan hati dan
biopsi hati.
2.2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diketahui bahwa pemeriksaan laboratorium tidak dapat secara akurat
membedakan steatosis dengan steatohepatitis, dan NAFLD dengan dengan
perlemakan hati alkoholik. Peningkatan kadar aspartate aminotransferase (AST),
alanine aminotransferase (ALT), ataupun keduanya biasa terdapat pada penderita
NAFLD, dengan peningkatan kurang 4 kali batas normal. Derajat peningkatan
kadar aminotransferase tidak dapat digunakan sebagai faktor prediksi. Meskipun
dalam beberapa kasus kadar ALT lebih tinggi daripada kadar AST, kadar AST
mungkin dapat lebih tinggi daripada kadar ALT terutama bila ada sirosis
(Lesmana, 2007).
The Dallas Heart Study dan Dyonisos Nutrition and Liver Study
melaporkan 25 % dari orang dewasa di Amerika dan Italia mengidap NAFLD.
Dalam studi 55% pasien dengan NAFLD mempunyai kadar aminotransferase
19
yang normal. Hal ini menunjukkan bahwa enzim hati bukan penanda yang baik
untuk diagnosis NAFLD (Bellentani, 2010).
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada penderita NAFLD meliputi
aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), gamma
glutamyl transpeptidase (GGT), albumin, bilirubin, international normalized ratio
(INR), dan platelet. Pemeriksaan albumin, bilirubin, dan INR dapat menunjukkan
kadar abnormal pada penderita NAFLD yang berat yang berhubungan dengan
sirosis hepatis, tetapi tidak dapat diandalkan untuk membedakan tahap awal
penyakit (Quercioli, 2009).
2.2.5.2 Pencitraan
Metode pencitraan yang umum digunakan untuk mendeteksi NAFLD
adalah ultrasonografi (USG), computerized tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI). Untuk diagnosis NAFLD, pemeriksaan USG hati
adalah pilihan pencitraan yang umum dan paling banyak digunakan dalam praktik
klinik dan penelitian di masyarakat. Hal ini dikarenakan mudah dikerjakan, biaya
relatif murah, tidak invasive, banyak tersedia dan mempunyai nilai akurasi yang
baik. Untuk mendeteksi steatosis, pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas
sebesar 89% dan spesifisitas 93% (Hasan, 2006). Pada pemeriksaan USG,
perlemakan hati memberikan gambaran peningkatan ekogenik difus yang disebut
bright liver dengan atenuasi posterior dibandingkan dengan ekhogenitas ginjal.
Pada umumnya perlemakan hati bersifat difus, tetapi pada beberapa kasus dapat
bersifat setempat (localized) yang mengenai sebagian parenkim hati. Berdasarkan
penilaian gambaran ekogenitas hati dan pembuluh darah intrahepatik, secara
20
USG perlemakan hati dapat dibedakan dalam 3 derajat, yakni derajat ringan,
derajat sedang dan derajat berat (Bisset, 2002).
Tabel 3. Derajat perlemakan hati secara sederhana (Bisset, 2002)
21
Gambar 5. Ultrasonografi sagital. (Karnokowski, 2007)
Gambar diatas menunjukkan intensitas ekhogenitas di kedua parenkim hati
(L) dan korteks renal (K). Gambar (a) tidak adanya steatosis, (b) derajat ringan,
(c) derajat sedang, dan (d) derajat berat. Pada pemeriksaan CT-scan non-kontras,
perlemakan hati tampak hipodens dan tampak lebih gelap daripada limpa.
Pembuluh darah hepatik terlihat yang relatif cerah, dan dapat terjadi kesalahan
diagnosis apabila pemeriksaan CT-scan dengan injeksi kontras (Adams, 2005).
Ketiga teknik pencitraan di atas (USG, CT-scan dan MRI) terbukti
memiliki sensivitas yang baik untuk mendeteksi perlemakan hati lebih dari
30%. Akan tetapi tidak ada metode pencitraan ini yang dapat membedakan
antara steatosis sederhana dan NASH atau menunjukkan tahap fibrosis (Adams,
2005).
22
2.2.5.3 Biopsi Hati
Hasil histopatologi dari biopsi hati merupakan gold standard untuk
diagnosis N A F L D . Biopsi hati adalah satu-satunya metode diagnosis
NAFLD yang dapat membedakan berbagai derajat NAFLD dari steatosis
sederhana, steatohepatitis, dengan dan tanpa fibrosis dan sirosis. Hasil biopsi hati
tidak dapat digunakan untuk membedakan antara NAFLD dengan penyakit
perlemakan hati alkoholik karena keduanya memiliki gambaran histologi yang
sama (Hasan, 2006).
2.2.6 Tatalaksana
Sampai sekarang modalitas pengobatan yang terbukti baik masih terbatas.
Belum ada terapi yang secara universal dapat dikatakan efektif, strategi
pengobatan cenderung dilakukan dengan pendekatan emperis karena patogenesis
penyakit juga belum begitu jelas diketahui (Hasan, 2006).
2.2.6.1 Pengontrolan Faktor Resiko
2.2.6.1.1 Mengurangi Berat Badan dengan Diet
Intervensi terhadap gaya hidup dengan tujuan mengurangi berat badan
merupakan terapi lini pertama bagi steatohepatitis non alkoholik. Target
penurunan berat badan adalah untuk mengoreki resistensi insulin dan obesitas
sentral, bukan untuk memperbaiki bentuk tubuh (Hasan, 2006).
Penurunan berat badan secara bertahap terbukti mampu memperbaiki
konsentrasi serum aminotransferase ( AST dan ALT) serta gambaran histologi
hati pada pasien dengan steatohepatitis non alkoholik (Hasan, 2006).
23
Esensi pengaturan diet tidak berbeda dengan diet pada diabetes:
mengurangi asupan lemak total menjadi <30% dari total asupan energi,
mengurangi asupan lemak jenuh, mengganti dengan karbohidrat kompleks yang
mengandung setidaknya 15 gr serat serta kaya akan buah dan sayuran (Hasan,
2006).
2.2.6.2 Terapi Farmakologis
2.2.6.2.1 Antidiabetik dan Insulin Senitizer
Metformin meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkan
produksi glukosa hati. Lin dkk menunjukkan perbaikan penyakitan perlemakan
hati pada model hewan dengan steatohepatitis non alkoholik. Hal ini dianggap
terjadi melalui penghambatan TNFα sehingga terjadi perbaikan insulin,
downregulation konsentrasi UCP-2 messenger RNA di hati, dan penurunan
pengikatan DNA oleh SREBP-1 pada ekstrak tikus (Hasan, 2006).
Penelitian lain dilakukan oleh Marchesini, dkk. Empat belas pasien
steatohepatitis non alkoholikik mendapat terapi metformin 3 x 500 mg/hari selama
4 bulan dan sebagai kelompok kontrol adalah 6 pasien steatohepatitis non
alkoholikik yang hanya mendapat terapi diet. Didapatkan perbaikan konsentrasi
rata-rata SGPT, peningkatan sensitivitas insulin, dan penurunan volume hati pada
pasien yang mendapat terapi metformin (Hasan, 2006).
2.2.6.2.2 Obat anti Hiperlipidemia
Studi menggunakan gemfibrozil menunjukkan perbaikan ALT dan
konsentrasi lipid setelah pemberian obat selama satu bulan (Hasan, 2006).
24
2.2.6.2.3 Antioksidan
Berdasarkan patogenesisnya, terapi antioksidan diduga berpotensi untuk
mencegah progresi steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosa. Antioksidan yang
pernah dievaluasi sebagai altenatif terapi pasien perlemakan hati non alkoholik
antara lain vitamin E (a-tokoferol), vitamin C, betain dan N-asetilsistein (Hasan,
2006).
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa vitamin E
menghambat produksi sitokin oleh leukosit. Sementara itu uji klinis pada manusia
menunjukkan bahwa pada vitamin E dengan dosis sampai 300 IU/hari dapat
menurunkan konsentrasi TGF-β, memperbaiki inflamasi dan fibrosis (Hasan,
2006).
2.2.6.2.4 Hepatoprotektor
Ursodeoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu dengan banyak
potensi, seperti efek imunomodulator, pengaturan lipid, dan efek sitoproteksi.
Pertama kali digunakan secara empiris pada seorang perempuan berusia 66 tahun
dengan steatohepatitis non alkoholik yang menunjukkan normalisasi enzim
transaminase setelah terapi UDCA selama satu tahun (Hasan, 2006).
2.3 Efek Konsumsi Kafein Terhadap Non-alcoholic fatty liver disease
Pada 1992, Klatsky dan Amstrong melaporkan adanya hubungan
berbanding terbalik antara konsumsi kopi dan resiko dari sirosis hati dalam studi
kohort 10 tahun dengan followup (Grobe, 2012).
25
Penyakit perlemakan hati non alkoholik berkembang karena akumulasi
lemak yang berlebihan di dalam liver, tanpa adanya konsumsi alkohol yang
signifikan. NAFLD diperkirakan manifestasi liver pada sindroma metabolik.
Spektrum dari NAFLD mempunyai tingkatan dari simpel steatosis sampai NASH
(Non-alcoholic steatohepatitis) (Birerdinc, 2012).
Kafein adalah salah satu obat yang paling banyak dikonsumsi di dunia.
Walaupun efek pada metabolisme tubuh dan oksidasi lipid sudah diketahui pada
manusia dan hewan tetapi masih sedikit yang diketahui efek langsung kafein
terhadap liver (Sinha, et al., 2014).
Hati adalah tempat utama untuk oksidasi asam lemak pada mamalia.
Penurunan pergantian lipid hati dapat menyebabkan perkembangan penyakit hati
berlemak pada manusia. Baru-baru ini, peningkatan pesat dalam prevalensi
obesitas dan diabetes pada populasi umum telah memberikan kontribusi terhadap
peningkatan paralel dalam non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) di sebagian
besar dunia. Saat ini diperkirakan bahwa sampai 46% dari penduduk AS dewasa
mungkin memiliki hepatosteatosis. Saat ini, tidak ada terapi obat yang efektif
untuk NAFLD. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa asupan kafein
pada manusia dan hewan berkorelasi berbanding terbalik dengan keparahan dari
NAFLD dan diabetes tipe II . Tetapi mekanisme untuk tindakan ini tidak
diketahui (Sinha, et al., 2014).
Kafein yang masuk kedalam tubuh meningkatkan sensitivitas insulin dan
mengurangi produksi inflamasi sitokin. Kadar glukosa dalam darah berkurang
26
setelah mengkonsumsi kafein. Terdapat penurunan tingkat keparahan dari
NAFLD pada pasien yang mengkonsumsi kopi (Grobe, 2012).
Secara khusus , jika kita konversi asupan kafein setiap hari untuk satu
cangkir , dengan asumsi 100 mg kafein maka asupan kafein mungkin memiliki
efek hepatoprotektor sampai ambang batas tertentu, setelah itu tidak ada manfaat
tambahan dapat diperoleh. (Birerdinc, 2012).
Penelitian sebelumnya berfokus pada fibrosis telah menunjukkan bahwa
methylxanthine, komponen besar kafein, dapat menghambat faktor pertumbuhan
jaringan ikat (CTGF / CCN2) dalam parenkim hati dan sel non parenkim dengan
memulai degradasi Smad2 / 3, yang mempunyai efek merusak transformasi faktor
pertumbuhan b (TGF-b). Baik CTGF maupun TGF-b adalah faktor penting di
renovasi fibrosis dan karsinogenesis, mekanisme ini dapat menjelaskan efek
protektif kafein diamati pada fibrogenesis (Birerdinc, 2012).
Kafein meningkatkan pergantian lipid droplet, oksidasi lemak, dan
fosforilasi oksidatif dalam sel hati melalui jalur autofagi. In vitro berasal dari
bahasa latin, mempunyai arti di dalam kaca. In vitro merupakan istilah yang
dipakai dalam biologi untuk menyebutkan kultur suatu sel, jaringan, atau bagian
organ tertentu di dalam laboratorium. Istilah ini dipakai karena kebanyakan kultur
artifisial ini dilakukan di dalam alat laboratorium yang terbuat dari kaca. In vivo
berasal dari bahasa latin, mempunyai arti pada makhuk hidup. Maksudnya
percobaan dilakukan pada organisme yang utuh dan masih hidup, biasanya
dilakukan pada hewan. Menggunakan inhibitor genetik dan farmakologi autofagi,
27
dapat langsung dihubungkan kafein diinduksi autofagi dengan metabolisme lipid
oksidatif baik in vitro dan in vivo. (Sinha, et al.. 2014)
Kafein menginduksi pengurangan lipid berhubungan dengan peningkatan
aktivitas autofagi pada sel hati. Kafein, pada konsentrasi serendah 0,05 mM dan
pada waktu sedini 6 jam diinduksi pembentukan autophagosome dalam sel
HepG2. Kafein diinduksi autofagi di HepG2 dikaitkan dengan peningkatan protein
pro-autofagik seperti ATG7, ATG5, Beclin dan dan penurunan regulasi dari
rapamycin (mTOR). Kenaikan serupa di tingkat LC3-II dan penurunan regulasi
sinyal mTOR (Sinha, et al., 2014).
Meskipun terdapat kelangkaan data mekanistik pada efek proteksi kopi
dalam etiologi NAFLD , ada hipotesis yang menunjukkan bahwa kopi memiliki
efek penekanan pada hiperglikemia dengan meningkatkan sensitivitas insulin.
Sebagian disebabkan oleh reduksi ekspresi sitokin inflamasi (Birerdinc, 2012).
28
BAB III
EFEK KONSUMSI KAFEIN TERHADAP NON-ALCOHOLIC FATTY
LIVER DISEASE DITINJAU DARI SUDUT PANDANG ISLAM
3.1 Pandangan Islam tentang Makanan dan Pola Makan
Makanan memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan individu. Tubuh
terdiri dari beberapa jaringan dan setiap jaringan terdiri dari jutaan sel. Agar setiap
sel dapat menjalankan tugasnya masing-masing, maka manusia harus
mengkonsumsi beberapa unsur makanan yang aman dan terdiri dari zat-zat yang
dapat memberi kekuatan dan sumber penting bagi pertumbuhan agar dapat
terhindar dari berbagai macam penyakit. Jika tidak, aktivitasnya dapat terhenti dan
berpengaruh terhadap fungsi tubuh secara keseluruhan (As-Sayyid, 2006).
Perintah agar manusia memperhatikan makanan dan minuman ditegaskan Allah
SWT:
Artinya:
“Maka hendaklah manusia memperhatikan makanan dan minumannya”
(Q.S Abasa (80): 24)
Makanan seimbang dipandang sebagai faktor penting untuk menjaga
kesehatan tubuh. Menurut Islam, makanan seimbang adalah makanan yang ideal,
baik kuantitas maupun kualitas. Makanan seimbang adalah kata lain dari makanan
29
sehat, sebagai perwujudan bagi keseimbangan yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT pada segala sesuatu (As-Sayyid 2006). Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kalian
jangan merusak keseimbangan itu, dan tegakkanlah keseimbangan itu
dengan adil dan janganlah kalian mengurangi keseimbangan itu”. (Q.S ar-
Rahman (55): 7-9)
Dalam ilmu gizi, fungsi makanan secara umum adalah:
1. Sebagai sumber energi dan tenaga
2. Menyokong pertumbuhan badan
3. Memelihara jaringan tubuh, mengganti yang rusak atau terpakai
4. Mengukur metebolisme dan keseimbangan misalnya keseimbangan air,
asam-basa dan mineral dalam cairan tubuh
5. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit,
misalnya antibodi, dll (Sediaoetama, 2008).
Menurut nash agama penentuan hukum jenis makanan terbagi atas 3
kelompok (Zuhroni, 2003):
1. Makanan halal
Islam menekankan manusia untuk mengkonsumsi makanan yang
halal dan thayyib. Halal adalah makanan yang baik memperoleh maupun
30
substansinya berdasarkan ketentuan syara’. Sedangkan thayyib adalah
segala yang baik bagi diri dan tidak membahayakan badan dan akal.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
Artinya:
“Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi
mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan
yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih
nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan
Allah kepadamu . Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu ,
dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya) .
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-
Nya.” (Q.S al-Maidah (5): 4)
Menurut syariat Islam, kehalalan suatu makanan ditentukan dari 4 segi
yaitu zat, sifat, cara perolehan dan akibat yang ditimbulkan. Sebagian ulama
menyatakan tiga hal pertama termasuk kategori halal dan yang terakhir
dikategorikan thayyib (Zuhroni,2010). Anjuran untuk memakan makanan yang
halal dan thayyib antara lain disebutkan dalam firman Allah SWT:
31
Artinya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal baik dari apa yang terdapat
dibumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh nyata bagimu”. (Q.S al-Baqarah
(2): 168)
Dalam nash agama, sedikit sekali jenis makanan yang diharamkan maka
pada prinsipnya semua binatang halal dimakan kecuali yang disebutkan
keharamannya. Salah satu makanan halal adalah binatang laut sebagaimana
dinyatakan dalam ayat:
Artinya:
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal)
dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang
yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang
32
buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah
Yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (Q.S Al Maidah (5) : 96)
Allah juga menghalalkan berbagai jenis binatang ternak, contohnya unta,
kambing, sapi kerbau, ayam dan sebaginya. Hal ini dijelaskan dalam ayat:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu . Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya.” (Q.S al-Maidah (5):1)
Allah menghalalkan makanan selain hewan seperti buah-buahan, sesuai
dengan ayat:
Artinya:
“Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari
segala jenis yang mereka ingini.” (Q.S ath-Thur (52) : 22)
33
Makanan selain hewan pada dasarnya adalah halal, kecuali yang
berbahaya, memabukkan, beracun atau terkena najis. Islam menekankan
memelihara agama, akal, keturunan, harta, dan kehormatan yang merupakan
prinsip pokok (dharuriyyah). Karena itu, segala sesuatu yang akan mencelakakan
diri termasuk mengkonsumsi makanan yang berbahaya hukumnya adalah haram.
Akan tetapi, dalam keadaan terpaksa makanan yang haram boleh dimakan asal
tidak berlebihan. Firman Allah SWT :
Artinya:
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang
dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang". (Q.S al-An’am (6) : 145)
34
2. Makanan haram
Makanan yang diharamkan dalam Islam jumlahnya sangat sedikit.
Hal-hal yang menjadi pokok haramnya makanan ada 5 yaitu (Zuhroni,
2003):
1. Haram berdasarkan Nash al-Qur’an
Al-Qur’an dengan tegas mengharamkan memakan daging babi,
bangkai, darah, minuman keras sebagaimanan ditegaskan dalam ayat:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S al-Baqarah (2) : 173)
Dari ayat di atas jelaslah bahwa makanan yang diharamkan secara
global ada 4, yaitu:
35
1. Bangkai
Bangkai yang dimaksud dalam Islam adalah hewan yang mati
dengan tidak disembelih, termasuk hewan yang matinya tercekik,
dipukul, jatuh, ditanduk, dan diterkam oleh hewan buas. Bangkai
yang boleh dimakan berdasarkan hadist yaitu bangkai ikan dan
belalang.
2. Darah
Darah yang dimaksud adalah segala macam darah termasuk yang
keluar pada waktu hewan disembelih, sedangkan darah sisa
penyembelihan pada daging yang telah dibersihkan hukumnya boleh.
Dalam literatur fikih disebutkan terdapat 2 macam darah yang
dibolehkan yaitu jantung dan limpa.
3. Daging Babi
Ulama sepakat menyatakan bahwa semua bagian babi haram
dimakan, baik daging, lemak, tulang, dan produk-produk olahannya.
4. Binatang yang disembelih tidak dengan menyebut nama Allah SWT.
Makanan yang diharamkan berdasarkan nash dari beberapa hadist
adalah keledai, binatang buas yang mempunyai taring dan burung
yang mempunyai kuku tajam. Sabda Rasulullah SAW:
ذي ناب من باع، الس وكل ذي مخلب من الطير
نهى عن كل Artinya:
36
“Beliau (Nabi) melarang untuk memakan semua hewan buas yang
bertaring dan semua burung yang memiliki cakar”. (HR. Muslim)
2. Haram karena diperintahkan untuk membunuhnya
Makanan haram yang termasuk dalam kriteria ini adalah ulat, gagak,
tikus, anjing dan burung elang.
Rasulullah bersabda:
“Ada lima (binatang) yang fasik (jelek) yang boleh dibunuh baik dia
berada di daerah halal (selain Mekkah) maupun yang haram
(Mekkah): Ular, gagak yang belang, tikus, anjing, dan rajawali”. (HR.
Muslim)
3. Haram karena dilarang membunuhnya
Binatang yang termasuk dalam kategori ini berdasarkan sabda
Rasulullah adalah semut dan lebah, shurod dan burung hud-hud.
Rasulullah bersabda:
“Rasulullah SAW melarang membunuh shurod, kodok, semut, dan
hud-hud.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shohih).
4. Haram karena sifatnya yang keji atau kotor
Binatang yang termasuk dalam kriteria ini adalah kutu, kutu anjing,
ulat dan lain-lain.
5. Haram karena memberi mudharat
Makanan yang merugikan atau melemahkan tubuh, menyebabkan
penyakit, bertambah parahnya penyakit adalah haram. Yang termasuk
dalam kriteria ini adalah memakan sesuatu selain binatang dan dapat
37
memberikan mudharat bagi tubuh dan akal seperti opium, arak, batu,
kaca, dan lain-lain.
Allah berfirman:
Artinya:
“…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” (Q.S al-A’raf (7):
157)
3. Makanan yang tidak dijelaskan syara’
Terdapat beberapa makanan dalam Islam yang tidak dijelaskan dalam
nash. Makanan tersebut hukumnya boleh dimakan, baik jenis binatang, tumbuhan,
dan lain-lain. Sesuai dengan penegasan Allah SWT dalam al-Qur’an:
Artinya:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S al-Baqarah (2):
29)
Untuk menentukan kedudukan hukum makanan yang tidak terdapat dalam
nash, perlu diperhatikan sisi mudharat dan maslahah-nya. Dalam prinsip hukum
38
Islam jika mendatangkan maslahah maka dibolehkan, sedangkan jika
mendatangkan mudharat akan dilarang, berdasarkan penegasan Nabi:
ال ضرر وال ضرارArtinya:
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain”. (Ibn Majah,
Ahmad, Malik)
Di sisi lain, jika ragu dalam mengidentifikasi jenis makanan tertentu halal
atau haram, maka harus dihindarkan. Hal tersebut termasuk syubhat yang harus
dihindarkan, sesuai dengan hadits Nabi:
Artinya:
“Yang halal jelas, yang haram jelas, diantara keduanya ada yang tidak
jelas (musytabihat). Banyak orang yang tidak mengetahuinya, maka
siapa yang menjauhinya ia terjaga kehormatan dan agamanya, dan
siapa yang melakukannya maka ia akan terjerumus dalam haram”.
(HR. al-Bukhari, Ibn Majah, Muslim, dan al-Darimi)
Perlemakan hati non alkoholik merupakan penyakit yang timbul akibat
pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat sehingga lambat laun bisa
berkembang menjadi fibrosis (Sullivan, 2010). Islam sangat menganjurkan untuk
39
memenuhi pola makan sehat dengan makanan yang halal dan thayyib. Berbagai
makanan dan minuman yang dibutuhkan tubuh juga disinggung dalam al-Qur’an
seperti pentingnya sayur mayur, daging, ikan, susu, madu dan sebagainya
(Zuhroni, 2003).
Apabila seseorang dengan faktor risiko perlemakan hati non alkoholik
mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib serta sesuai dengan pola makan
sehat dan seimbang maka kemungkinan untuk menderita perlemakan hati non
alkoholik dapat dikurangi (Departemen Kesehatan RI, 2009, As-Sayyid, 2006).
3.2 Pandangan Islam tentang Kafein
Kafein merupakan zat yang terdapat pada tanaman seperti biji kopi, daun
teh, dan buah cokelat. Alam dan bumi Indonesia yang subur menghasilkan
berbagai ragam tanaman. Allah SWT telah menciptakan alam semesta dengan
penuh kesempurnaan dan keseimbangan. Bumi tempat manusia menjalani
kehidupan fana dilengkapi dengan makhluk alam lainnya seperti udara, lautan
dengan berbagai jenis ikan, begitu juga tanaman laut yang tumbuh di bawah
permukaan laut. Bumi dilengkapi gunung-gunung, bukit-bukit yang ditumbuhi
berbagai jenis pohon dan tumbuh-tumbuhan. Semuanya mempunyai manfaat dan
khasiat bagi kebutuhan manusia. Indonesia telah dianugerahi kekayaan dan
keanekaragaman hayati oleh Allah SWT (Ustman, 2005).
Allah SWT menciptakan tumbuh-tumbuhan yang beranekaragam.
Keanekaragaman nabati tersebut merupakan iradah Allah SWT. Dibalik
40
keanekaragaman tersebut memiliki hikmah dan tujuan tersendiri. Manusia dan
tumbuh-tumbuhan sangat erat kaitannya dalam kehidupan. Banyak sekali nilai
manfaat yang didapatkan oleh manusia dari tumbuh-tumbuhan namun masih
banyak pula tumbuh-tumbuhan yang ada disekitar kita yang belum diketahui
manfaatnya. Keberadaan tumbuh-tumbuhan merupakan berkah dan nikmat Allah
SWT yang diberikan kepada seluruh makhluknya
Allah SWT menjadikan kehidupan alam dengan berbagai keanekaragaman
hayati sebagai nikmat bagi kehidupan manusia, di dalamnya terkandung manfaat
yang sangat beragam, contohnya tumbuhan yang tumbuh di sekitar kita yang
dapat dipergunakan untuk pengobatan. Dari dulu hingga kini, pengobatan dengan
tumbuhan (herbal medicine) masih sering digunakan sebagai alternatif
penyembuhan. Perintah Allah SWT kepada manusia untuk memanfaatkan
tumbuhan tersurat dalam firman allah dalam Q.S An-Nahl 69 :
Artinya:
“ Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah
jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke
luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
41
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-
orang yang memikirkan “ (Q.S.An-Nahl [16]:69.
Ayat di atas mengandung pengertian bahwa Allah SWT menumbuhkan
beraneka macam tumbuhan yang mempunyai manfaat yang sangat besar bagi
manusia, diantaranya sebagai bahan makanan, karena Allah SWT menciptakan
bermacam- macam tumbuhan lengkap dengan manfaatnya, diantaranya adalah
tumbuhan yang tumbuh di sekitar kita. Sebagi khalifah di bumi, kita semua
berkewajiban untuk melestarikan dan menjaga hewan dan tumbuhan.Sebagai salah
satu contoh adalah kafein merupakan senyawa yang menghambat perkembangan
penyakit perlemakan hati non alkoholik.
Tumbuhan adalah salah satu makhluk hidup yang terdapat di alam semesta
yang dapat melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Dalam
melangsungkan kehidupan, tumbuhan tidak hanya membutuhkan sinar matahari
akan tetapi juga membutuhkan air untuk tumbuh dan berkembang. Firman Allah
dalam QS Thaha : 53
Artinya :
“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air
42
hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuhtumbuhan yang bermacam-macam”(Q.S. Thaha: 53)
Menurut tafsir al Mishbah surat at Thaha ayat 53 menjelaskan bahwa
Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam dengan perantara
air hujan. Dari air hujan tersebut mengurai aneka tumbuhan dengan beberapa
tingkatan dan jenis tumbuhan yaitu mulai dari tingkat rendah sampai ketingkat
tinggi, jenis tumbuhan berkeping dua (dikotil) dan tumbuhan berkeping satu
(monokotil) (Shihab, 2002).
Semua aspek kehidupan manusia telah diatur dan tercantum dalam Al-
Quran, antara lain terciptanya air dan aneka bahan makanan, baik yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan maupun binatang. Air merupakan unsur yang sangat
esensial. Tumbuh-tumbuhan tidak akan tumbuh subur dan mendapatkan nutrisi
jika tidak ada air. Pentingnya air dalam kehidupan dijelaskan dalam beberapa
firman Allah SWT :.
Artinya :
“Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
43
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Q.S Al- Anbiya
(21): 30 ).
Ayat diatas menjelaskan bahwa tanpa air maka bumi akan kering dan
gersang yang mengakibatkan semua bentuk kehidupan di bumi tidak akan dapat
bertahan hidup. Air adalah syarat utama terwujudnya proses tumbuhan. Tumbuh
dan berkembangnya tumbuhan di muka bumi menjadi salah satu bukti adanya
kehidupan. Hal ini didukung oleh para ahli yang menyimpulkan bahwa air
merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan bagi kehidupan dan kelangsungan
hidup, dan bahkan sebagian ahli mengatakan bahwa kehidupan itu adalah air, dan
tidak ada satu interaksi kimia pun yang terjadi dalam tubuh tanpa melibatkan
peran air.
Air yang ada di muka bumi beraneka ragam macamnya antara lain air
hujan, air sungai, air alut, air embun, dan air sumur. Semua jenis air tersebut
dijadikan sumber kehidupan bagi manusia.air mampu melarutkan banyak bahan
daripada udara, tanah, dan batu. Air hujan turun di atas permukaan bumi berguna
untuk menumbuhkan tumbuhan yang beraneka ragam jenisnya. Sebagaimana
firman Allah adalam QS. Al-An’an ayat 99 yang berbunyi:
44
Artinya :
“Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan dari
tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari
tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma
mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan
(Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak
serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan
(perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
beriman”(Q.S.Al-An’an : 99).
Ayat di atas menerangkan tentang kebesaran Allah dalam dunia
tumbuh-tumbuhan. Segala jenis tumbuhan makan dan tumbuh dari air,
sinar, karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, fosforus, sulfur, kalsium,
45
magnesium dan besi. Meskipun unsur makanan sama, dalam tanah yang
sama, air yang sama, akan tetapi Allah mampu menumbuhkan ribuan jenis
tumbuhan dan buah-buahan yang aneka ragam bentuk, warna, bau, dan
rasa (Pasya, 2004).
Dalam firman allah dalam surat al An'am ayat 99 juga
menggambarkan morfologi tumbuhan yang berupa daun dalam kalimat “
fa akhrajna minhu khadhiran “ (kami keluarkan dari daun-daun yang
menghijau) yaitu Allah SWT mengeluarkan dari tanaman tersebut daun
yang menghijau. Walaupun semua daun kelihatan hijau, tetapi secara
morfologi masing-masing daun berbeda dari berbagai sisi. Misalnya pada
daun teh dan kopi di dalamnya terdapat semyawa kafein yang berguna
sebagai salah satu terapi untuk penyakit perlemakan hati non alkoholik.
Sudah jelas bahwa Allah menyediakan tumbuhan didunia dengan manfaat
yang luar biasa untuk kemaslahatan umat manusia.
Dalam kitab suci Al-Qur’an banyak menyebutkan tentang tumbuh-
tumbuhan untuk dimanfaatkan oleh manusia, yaitu dalam surat Al-An’am
ayat 141:
46
Artinya :
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan”(Q.S Al-An’am : 141).
Manusia sebagai makhluk sempurna ciptaan Allah SWT yang dibekali
akal pikiran maka harus terus mengambil pelajaran dari alam semesta yang akan
bermanfaat bagi kelangsungan hidup, seperti yang terdapat dalam firman Allah
SWT:
Artinya :
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak
seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang
tidak seimbang? (3). Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya
47
penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu
cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.(4)” (Q. S Al- Mulk
(67): 3-4).
Ayat diatas menyatakan kesempurnaan ciptaan-Nya yang penuh dengan
keseimbangan. Dia telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis dan tidak terlihat
sedikitpun ketidak keseimbangan dari ciptaan-Nya. Sebagai manusia kita tinggal
memelihara dan memanfaatkan yang allah SWT berikan sebaik mungkin sehingga
memberikan manfaat bagi orang banyak.
Allah SWT berfirman :
Artinya :
” Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-
gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut
ukuran”(Q.S. Al- Hijr (15) : 19).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan bumi
dengan segala isinya, berupa pegunungan dan berbagai tumbuhan sesuai dengan
ukuran tempat tumbuhnya tanaman tersebut. Allah SWT telah menciptakan segala
sesuatunya sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebih-lebihan. Alam nabati
(tumbuh-tumbuhan) yang ada disekeliling kita tercipta untuk memenuhi
48
kebutuhan manusia. Baik itu untuk kebutuhan makanan dan untuk kebutuhan
pengobatan. Dari tanaman tersebut diantaranya tanaman yang mrngandung kafein
seperti biji kopi, daun teh, dan buah coklat yang sering diolah menjadi minuman
dan dikonsumsi sehari-hari. Selain itu menurut ilmu kedokteran kafein juga
bermanfaat sebagai obat-obatan, diantaranya untuk mencegah keparahan penyakit
perlemakan hati non alkoholik.
3. 3 Pandangan Islam tentang Non-Alcoholic Fatty Liver Disease
Sehat adalah suatu keadaan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang baik,
bukan hanya tidak berpenyakit atau cacat. Hal ini sesuai dengan rumusan World
Health Organization (WHO) yaitu health is a state of complete physical, mental
and social being, not merely the absence of disease or infirmity. Namun sejak
tahun 1984, WHO telah menyempurnakan definisi tersebut dengan menambahkan
satu unsur lagi, yaitu sehat spiritual atau agama sehingga menjadi sehat bio-psiko-
sosial-spiritual. Menurut pendapat lain, seseorang dikatakan sehat apabila
memiliki tubuh jasmani yang tidak berpenyakit, mental dan sosial yang baik, serta
memiliki iman atau spiritual yang baik dan benar. Sedangkan jiwa yang sehat
adalah seseorang yang mempunyai iman yang benar dan kuat, berakhlak mulia
dan senantiasa menjauhi perbuatan tercela (Zuhroni, 2003, Al-Jauziyah, 2004).
Kesehatan merupakan nikmat Allah SWT yang tak terhingga sehingga
harus disyukuri dan digunakan untuk beribadah kepada-Nya. Bersyukur dapat
dilakukan dengan hati, lisan dan anggota tubuh. Bersyukur dengan hati berarti
49
mengikrarkan dalam hati bahwa Allah sebagai pemberi kesehatan, dengan lisan
berarti pengakuan dalam bentuk ucapan dan dengan anggota tubuh artinya
menggunakan kesehatan untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT (Zuhroni,
2003).
Tak selamanya seseorang akan sehat, segala sesuatu yang melampaui batas
keseimbangan atau kewajaran akan menyebabkan terganggunya fisik, mental dan
bahkan kesempurnaan amal seseorang. Jika dirumuskan maka sakit adalah
gangguan fisik, mental, sosial serta adanya penyakit atau cacat pada seseorang.
Sakit disebutkan dalam al-qur’an dengan kata al-maradh. Berbagai penyakit
disinggung dalam al-Qur’an seperti al-Akmaha (buta), al-Abrasha (sopak), dan al-
A’raj (pincang). Dalam Islam, penyakit dibagi atas penyakit jasmani atau fisik,
penyakit jiwa, penyakit sosial dan penyakit akidah (Zuhroni, 2003).
Salah satu penyakit fisik yang dapat diderita seseorang adalah non-
alcoholic fatty liver disease (NAFLD) yang merupakan salah satu manifestasi dari
pola hidup masyarakat yang tidak sehat. Penelitian Wilson dkk menunjukkan
bahwa penyakit perlemakan hati non alkoholik berhubungan kuat dengan obesitas
(Salgado, et al., 2006). Penyakit perlemakan hati non alkoholik kini diketahui
sebagai salah satu bentuk penyakit hati kronik di negara–negara berkembang
dengan prevalensi 10%-24% dari seluruh populasi (Sey, 2003). Prevalensi
penyakit perlemakan hati non alkoholik 30%-100% pada laki–laki sedangkan
52,8% pada anak yang obesitas (Prodia, 2003). Terdapat beberapa faktor risiko
yang dianggap berperan dalam patogenesis NAFLD. Faktor risiko yang telah
50
diketahui adalah faktor resistensi insulin , obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan
sindroma metabolik (Amarapurkar, et al., 2007).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perlemakan hati
non alkoholik adalah dengan mengendalikan faktor risiko pada seseorang yang
memiliki risiko tinggi menderita perlemakan hati non alkoholik. Hal ini dapat
dilakukan dengan menjaga kesehatan sejak dini. Syariat Islam menekankan agar
manusia menjaga kesehatan dan menghindari penyebab dari suatu penyakit
(Zuhroni, 2010). Secara khusus dalam al-Qur’an dianjurkan untuk menjaga
kesehatan dalam ayat:
Artinya:
“dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,”(Q.S Asy-Syu’ara
(26) : 80)
Memelihara kesehatan yang dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (Nashr, 2004):
1. Menjaga Kesehatan
Allah SWT mengisyaratkan dalam firmanNya:
Artinya:
51
”(yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu)
memberi makan seorang miskin. Barang siapa dengan kerelaan hati
mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan
berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S Al-Baqarah
(2): 184)
Imam Ibnu Qayyim mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah SWT
membolehkan berbuka bagi orang yang sakit, karena alasan sakitnya.
Bagi orang yang bersafar karena berkumpulnya kesusahan-kesusahan
yang akan menyebabkan lemahnya badan maka Allah membolehkan
bagi mereka untuk berbuka, untuk memelihara kekuatan mereka dari hal-
hal yang bisa melemahkannya”.(Al-Jauziyah, 2004)
2. Menjaga diri dari hal-hal yang membahayakan
Kaidah ini diisyaratkan Allah SWT dalam firmanNya:
Artinya:
52
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang
air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)”. (Q.S al-Maidah
(5): 6)
Dalam ayat ini Allah membolehkan orang yang sakit untuk
menggunakan debu yang suci dan tidak menggunakan air demi menjaga
badan dari hal-hal yang bisa membahayakan. Dalam ayat ini juga
terdapat peringatan untuk menjaga diri dari setiap hal yang
membahayakan, baik dari dalam maupun luar tubuh (Al-Jauziyah, 2004).
3. Menyingkirkan zat-zat yang merusak
Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah dalam firmanNya:
Artinya:
“Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu
ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu:berpuasa” (QS.
Al-Baqarah (2) : 196)
Dalam ayat ini Allah SWT membolehkan orang yang sakit atau yang ada
gangguan di kepalanya, seperti: kutu, rasa gatal, atau yang lainnya pada
saat berhaji untuk memotong rambut. Hal ini bertujuan untuk
menyingkirkan zat-zat yang menyebabkan penyakit di kepalanya.
53
Menahan zat-zat yang rusak di dalam tubuh dapat menjadi penyebab
utama timbulnya penyakit-penyakit ganas. Para dokter dan ulama seperti
Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang jika ditahan
bisa menimbulkan penyakit ganas, yaitu darah apabila tekanannya naik,
mani jika telah memuncak (tidak tersalurkan), air kencing, kotoran,
muntah, bersin, mengantuk, lapar dan haus. Hal-hal tersebut apabila
ditahan akan mengakibatkan penyakit sesuai dengan kadarnya.
Sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa menjaga kesehatan lebih baik
dari pada mengobati, untuk itu perlu upaya sejak dini agar seseorang tetap sehat.
Dalam menjaga kesehatan dapat dilakukan dua tindakan yaitu tindakan
pencegahan atau preventif dan perlindungan kesehatan tubuh. Tindakan
pencegahan sendiri ada dua jenis yaitu pencegahan dari hal-hal yang dapat
menimbulkan sakit dan pencegahan dari sesuatu yang dapat memperparah
penyakit yang sudah ada. Cara pertama disebut pencegahan primer yaitu
mencegah timbulnya penyakit pada orang yang sehat. Cara yang kedua adalah
pencegahan bagi orang yang sakit agar penyakitnya tidak bertambah parah. Dasar
dari amalan ini adalah firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 6 yang
menjelaskan pencegahan penyakit dengan air karena air bisa membahayakan
kesehatan seseorang yang menderita penyakit tertentu (Al-Jauziyah, 2004).
Upaya preventif dijelaskan dalam al-Qur’an melalui hikmah thaharah
yang mencakup kesucian fisik dan non-fisik. Kesucian fisik meliputi pakaian,
tempat tinggal, jalan, serta segala sarana dan prasarana kehidupan manusia.
54
Sedangkan kesucian non-fisik yaitu kesucian hati, jiwa, lahir dan batin (Zuhroni,
2003). Anjuran agar setiap muslim menjaga kesuciannya sebagaimana
diperintahkan Rasulullah SAW antara lain pada hadits berikut:
Artinya :
“Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqas dari bapaknya, dari Rasulullah
saw. : Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci,
Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha mulia yang
menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu
bersihkanlah tempat-tempatmu” (HR. Tirmizi).
Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan kepada umat Islam untuk
menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit pada badan dan ruh. Inilah
yang disebut tibbun nabawi al-wiqa’i atau tindakan Nabi yang bersifat preventif.
Hal ini banyak dijelaskan dalam sunnah, bahkan dianjurkan oleh Al-Qur’an.
Upaya pencegahan yang dijelaskan dalam Thibb Nabawi yaitu mencegah individu
atau masyarakat agar jangan tertimpa penyakit. Hal ini dilakukan dengan
memperhatikan kesehatan lingkungan, membasmi atau menghindari berbagai
penyakit menular dan memberikan pengetahuan tentang kesehatan kepada
masyarakat. Dalam pengobatan Nabi juga ditekankan pentingnya pemeliharaan
diri dari penyakit menular yang dikenal sebagai sistem karantina. Sistem karantina
55
adalah upaya sistematis dengan mengisolasi diri agar terhindar dari penyebaran
penyakit atau wabah tertentu. Sistem karantina juga merupakan prinsip penting
dalam dunia kedokteran (Nashr, 2004; Zuhroni,2010).
Dalam upaya menjaga kesehatan, Nabi Muhammad SAW selalu
memanjatkan doa kepada Allah setiap pagi dan sore hari agar selalu diberi
kesehatan, seperti yang diriwayatkan dalam hadits:
Artinya:
“Dari ‘Abdillah bin ‘Umar, ia berkata, Rasulullah SAW senantiasa tidak
meninggalkan doa ini, pada pagi dan sore hari, Ya Allah aku memohon
kepada-Mu kesehatan didunia dan akhirat, ya Allah, aku memohon kepada-
Mu ampunan dan kesehatan agamaku, duniaku, keluarga dan hartaku….
“(HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibn Majah)
Saat ini, seiring dengan perkembangan zaman telah terjadi perubahan pola
hidup masyarakat yang mengakibatkan meningkatnya angka kejadian penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh pola hidup tidak sehat. Salah satu penyakit yang
banyak diderita oleh masyarakat Indonesia adalah perlemakan hati non alkoholik.
Perlemakan hati non alkoholik merupakan suatu manifestasi dari pola hidup
56
masyarakat yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan cepat saji yang
tinggi lemak dan rendah serat, merokok, kegemukan, stress, dan lain-lain.
Penyakit ini dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat sebagaimana
ditetapkan pada ajaran Islam. Islam menekankan pada kesehatan jasmani agar
seseorang dapat beribadah dengan baik (Amarapurkar, et al., 2007).
Pola hidup sehat dalam Islam meliputi (Zuhroni, 2003):
a. Mengatur pola makan dan minum
Dalam ilmu kesehatan dan gizi disebutkan bahwa makanan merupakan
unsur terpenting untuk menjaga kesehatan. Dalam Islam, makanan yang
baik untuk kesehatan adalah makanan yang halal dan thayyib.
Perlemakan hati non alkoholik sering disebabkan oleh perubahan pola
hidup masyarakat yang tidak sehat akibat memakan makanan yang tinggi
lemak dan kurang serat secara berlebihan. Islam sangat menganjurkan
agar mengatur pola makan yang tidak berlebihan sehingga badan selalu
segar dan sehat. Dianjurkan pula agar makan tidak terlalu kenyang atau
dekat jaraknya karena menurut pakar kesehatan, makan terlalu banyak
yang melebihi kebutuhan tubuh akan membahayakan bahkan
menyebabkan munculnya berbagai penyakit seperti perlemakan hati non
alkoholik.
Perintah untuk mengkonsumsi makanan yang baik dan tidak berlebihan
terdapat pada firman Allah SWT :
كلوا من بات طي ما رزقناكم وال تطغوا فيه57
Artinya:
“Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang telah kami berikan kepada
kalian dan janganlah melampaui batas,” (QS. Thaha (20):81)
b. Keseimbangan beraktivitas dan istirahat
Islam menekankan keteraturan untuk menjaga ritme hidup dengan cara
melakukan aktivitas yang diimbangi dengan tidur yang cukup, istirahat
yang cukup di samping hak-haknya kepada Allah untuk beribadah
seperti dalam hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Umar,
Artinya:
“Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak yang harus kamu penuhi.”
(Mutafaq’alaih).
c. Olah raga sebagai upaya menjaga kesehatan
Aktivitas terpenting untuk menjaga kesehatan dalam ilmu kedokteran
adalah olah raga. Kurangnya aktivitas fisik pada seseorang dapat
meningkatkan risiko perlemakan hati non alkoholik pada kemudian hari
sehingga perlu upaya preventif seperti olah raga. Dalam pandangan
ulama fikih, hukum olah raga adalah mubah, bahkan bisa bernilai ibadah
jika diniati sebagai ibadah atau agar mampu melakukan ibadah dengan
58
sempurna dan pelaksanaannya sesuai dengan norma Islami. Dari sumber
hadits dapat dijumpai berbagai riwayat, adakalanya Nabi berolah raga,
juga menganjurkan berolahraga. Berbagai jenis olah raga yang
dianjurkan Nabi adalah renang, memanah, berkuda, anggar, dan lain-
lain.
Kata memanah sebagai kekuatan pernah disebutkan Nabi di atas mimbar
sebanyak 3 kali, sebagaimana dinyatakan dalam hadits:
Artinya:
Nabi berkata:”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kamu sanggupi. Ingatlah kekuatan itu adalah memanah,
ingatlah kekuatan itu adalah memanah, ingatlah kekuatan itu adalah
memanah.” (HR Muslim, al-Turmudzi, Abu Dawud, Ibn Majah, Ahmad
dan al-Darimi)
Perlemakan hati non alkoholik merupakan penyakit yang dapat dicegah
sejak dini. Apabila seseorang melakukan tindakan pencegahan seperti anjuran
Islam dalam menjaga kesehatan meliputi pola hidup sehat disertai doa dan ibadah
59
kepada Allah maka diharapkan orang tersebut dapat terhindar dari perlemakan
hati non alkoholik.
3.4 Pandangan Islam tentang Efek Konsumsi Kafein Terhadap Non-
Alcoholic Fatty Liver Disease
Secara bahasa mashlahah berarti kebaikan yang tidak terikat pada dalil
atau nash al-quran dan sunnah. Menurut istilah hukum Islam adalah menetapkan
hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan
kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syariat. Definisi lain menyebutkan,
mashlahah mursalah adalah menetapkan hukum yang tidak disebutkan sama sekali
dalam al-quran dan sunnah atas pertimbangan menarik kebaikan dan menolak
kerusakan dalam kehidupan masyarakat. Menurut para ulama, hukum dibuat
semata-mata untuk keselamatan umum. Mashlahah (nilai kebaikan) yang dapat
diterima adalah mashlahat yang sebenarnya bukan mengada-ada, mashlahah
umum bukan mashlahah pribadi dan tidak boleh bertentangan dengan al-quran
dan al-hadis. Mashlahah umum ini tak terhitung banyaknya dan senantiasa
berubah seirama dengan perubahan zaman .
Jika dicermati lebih dalam berdasarkan pengertian dari konsep mashlahah
mursalah di atas, penggunaan kafein untuk mengobati perlemakan hati non
alkoholik tidak dapat dikatakan telah mengurangi kekuasaan Allah atau merubah
ciptaan Allah, karena pada dasarnya pengetahuan yang diperoleh manusia untuk
menemukan terapi tersebut pastilah didapat atas izin Allah SWT, selain itu juga
60
menimbulkan manfaat yang besar dalam penyembuhan perlemakan hati non
alkoholik .
Firman Allah SWT menyebutkan :
Artinya :
”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah apa yang terdapat pada
(keadaan) suatu kaum sampai mereka merubah apa yang terdapat dalam diri
mereka” (Q.S. Ar-Rad (13):11).
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa manusia dianjurkan oleh Allah untuk
berusaha seoptimal mungkin untuk merubah keadaan yang ada, dalam hal ini
adalah penyakit, dengan menggunakan potensi yang ada pada dirinya sehingga
terciptanya pengetahuan mengenai penggunaan senyawa kafein untuk pengobatan
perlemakan hati non alkoholik.
Walaupun penelitian lebih lanjut senantiasa masih harus dilakukan untuk
menilai lebih jauh lagi manfaat dan kemudharatannya. Dengan terapi ini,
seseorang yang mengidap perlemakan hati non alkoholik mempunyai progres
yang baik terhadap penyakitnya sehingga tidak berkembang menjadi sirosis.
Selain itu karena senyawa ini dapat dihasilkan dari tumbuhan, maka dapat
61
meringankan biaya pengobatan sehinngga setiap orang memiliki kesempatan
untuk sembuh dari penyakitnya. Selain dari pada itu karena senyawa ini berasal
dari tumbuh-tubuhan maka sudah pasti kehalalanya untuk digunakan sebagai
pengobatan.
BAB IV
62
KAITAN PANDANGAN ILMU KEDOKTERAN DAN ISLAM MENGENAI
EFEK KONSUMSI KAFEIN TERHADAP NON-ALCOHOLIC FATTY
LIVER DISEASE
Setelah memperhatikan penjelasan pada bab II dan bab III, maka kaitan
pandangan ilmu kedokteran dan islam mengenai efek konsumsi kafein terhadap
non-alcoholic fatty liver disease adalah:
Dari segi kedokteran diketahui bahwa kafein adalah senyawa kimia yang
dijumpai secara alami di didalam makanan contohnya biji kopi, teh, biji kelapa,
buah kola (cola nitide) guarana, dan mate NAFLD (non-alcoholic fatty liver
disease) adalah sekumpulan gejala yang ditandai dengan perlemakan hati
makrovesikuler, fibrosis, dan sirosis hati. Keseluruhannya tidak berhubungan
dengan konsumsi alkohol. NAFLD merupakan suatu kondisi medis dari penyakit
hati yang mempunyai spektrum sangat luas, mulai dari perlemakan hati yang
bersifat ringan (steatosis) tanpa adanya bukti kelainan biokimia atau histologi
akibat dari peradangan hati ataupun fibrosis, sampai perlemakan hati yang disertai
adanya nekroinflamasi dengan atau tanpa fibrosis (steatohepatitis) dapat juga
berkembang menjadi fibrosis hati yang berat bahkan sirosis dan. Efek konsumsi
kafein yaitu meningkatkan pergantian lipid droplet, oksidasi lemak, dan fosforilasi
oksidatif dalam sel hati melalui jalur autofagi.
Menurut pandangan Islam, penggunaan kafein untuk penyakit perlemakan
hati non alkoholik dilihat dari konsep mashlahah mursalah dalam agama Islam
jelas diperbolehkan, karena penggunaan kafein ini memberikan manfaat dan tidak
63
mendatangkan kemudharatan. Selain itu terdapat pada tumbuhan yang berasal dari
alam, sehinga dengan demikian maka penggunaan kafein adalah halal. Jadi
berdasarkan konsep ini maka dapat disimpulkan bahwa Islam membolehkan
penggunaan kafein pada perlemakan hati non alkoholik.
Ilmu kedokteran dan Islam sejalan terhadap penggunaan penggunaan kafein
pada perlemakan hati non alkoholik, karena mengkonsumsi kafein dapat
memberikan efek yang baik pada penyakit perlemakan hati non alkoholik.
64
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Masih membutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap masalah efek
konsumsi kafein terhadap non-alcoholic fatty liver disease karena
penelitian yang sudah dilakukan hanya menggunakan percobaan
terhadap hewan. Manfaat konsumsi kafein terhadap non-alcoholic fatty
liver disease yaitu meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi
produksi inflamasi sitokin.
2. Hasil metabolisme kafein yaitu methylxanthine menghambat faktor
pertumbuhan jaringan ikat (CTGF / CCN2) dalam parenkim hati dan sel
non parenkim melalui cara merusak transformasi faktor pertumbuhan b
(TGF-b).
3. Tinjauan Islam tentang penggunaan kafein terhadap penyakit
perlemakan hati non alkoholik, pada dasarnya hukum awal
mengkonsumsi kafein adalah halal selama banyak memberikan
manfaatnya, Tetapi jika sudah banyak menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan, maka wajib dihentikan karena menimbulkan mudharat
yang lebih banyak dari maslahatnya.
65
5.2. Saran
1. Bagi dokter muslim
Disarankan bagi dokter muslim untuk terus membekali diri dengan dan
terus melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek konsumsi kafein
terhadap non-alcoholic fatty liver disease dikarenakan masih banyak hal
yang tidak diketahui mengenai mekanisme kafein yang dapat
menurunkan perlemakan hati non alkoholik dan literatur yang sangat
terbatas.
2. Bagi masyarakat
Dengan adanya penelitian-penelitian tentang kafein yang bisa
menghambatan perlemakan hati non alkoholik, masyarakat yang
mempunyai penyakit perlemakan hati non alkoholik dapat mencoba cara
ini dengan konsultasi terlebih dahulu kepada dokter.
3. Bagi peneliti
Disarankan kepada para peneliti untuk terus melakukan penelitian-
penelitian lebih lanjut tentang kafein dan bagaimana aplikasi lebih lanjut
agar lebih bermanfaat untuk mengurangi perlemakan hati non alkoholik.
4. Bagi para mubaligh
Disarankan kepada para mubaligh untuk dapat menyampaikan kepada
masyarakat terutama umat Islam untuk berobat dan bertanya kepada
ahlinya dan dengan obat-obat yang halal.
66
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an dan Terjemahnya. 2008. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.
Al-Jauziyah IQ. 2004. Metode Pengobatan Nabi. Griya Ilmu. Jakarta.
Adams LA, Angulo P, Lindor KD. 2 0 0 5 . Nonalcoholic Fatty Liver Disease. CMAJ Vol. 172(7). p899-905.
Amarapurkar DN, Hashimoto E, Lesmana LA, Sollano JD, Chen PJ, and Goh KL.2007. How Common is Non-Alcoholic Fatty Liver Disease in the Asia–Pacific Region and are There Local Differences. J of Gastroenterol Hepatology. Vol.22.p788–793.
Andreas AP. 2006. Masyarakat dan Pecandu Stimultan Kafein. www.infosehat.com diakses tanggal 15 April 2014
Angulo P. 2002. Nonalcoholic Fatty Liver Disease. N Engl J.Med. Vol.346.p 1221-1231.
As-Sayyid ABM. 2006. Pola Makan Rasulullah. Almahira, Jakarta.
Bellentani S, Scaglioni F, Marino M, Bedogni G. 2010. Epidemiology of Non- Alcoholic Fatty Liver Disease. Dig Dis. Vol.28.p155-161.
Birerdinc A, Stepanova M, Pawloski L & Younossi ZM. 2012. Caffeine is Protective in Patients with Non-Alcoholic Fatty Liver Disease. Alimentary Pharmacology and Therapeutics. Vol. 35, p76-82.
Bisset RA, Khan AN. 2002 . Liver, Biliary System, Pancreas and Spleen. In:
Differential Diagnosis In Abdominal Ultrasound. 2ed. London: Saunders WB.p.38-41.
Charlton, M. 2009. Liver Transplantations : Challenging Controversies and Childhood Obesity. Indian Journal Pediatric. Vol. 74. p401-407.
Dach J, 2008. Making Coffe Out of This World. www.drdach.com diakses tanggal 20 April 2014.
Dekker M. 1993. Coffe and Methylxantines Food and Safety, University of WilconsinMadison.p376-381.
Departemen Kesehatan RI 2009. Petunjuk Teknis Pengendalian Faktor Resiko Penyakit Jantung Melalui Pola Makan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
67
Donovan CL,Devane CL,et al. 2001. A Primer on Caffeine Pharmacology and Its Drug Interactions in Clinical Psychopharmacology. Department of Psychiatry and Behavioral Sciences, Medical University of South Carolina.
Freedholm BB, Battig K, Holmen J. 1999. Actions of Caffeine in the Brain With Special Refence to Factors That Contribute to Its Widespread Use Phamalogical rev. The New England Journal of Medicine. Vol.283, p101-102
Grobe YG, Tapia NC, Valle VS,et al. 2012. High Coffe Intake is Associated with Lower Grade Nonalcoholic Fatty Liver Disease : The role of Peripheral Antioxidant Activity. Annals of Hepatology. Vol.11. No.3. p350-355.
Hasan I. Perlemakan Hati Non Alkoholik. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S.(Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4ed , Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UI.2006: p. 464-472.Hepatol. Vol. 22.p788–793.
Hirlan. 2004. Penyakit Perlemakan Hati Non Alkohol. Balai Penerbit Universitas Diponegoro. p127-38.
Karnokowski M, Córdova C, de Oliveira RJ, et al. 2007. Non-Alcoholic Fatty Liver Disease and Metabolic Syndrome in Brazilian Middle-aged and Older Adults. Sao Paulo Medical Journal.
Knocha. 2005. Kopi Mengandung Kafein. www.knocha.multiply.com/journal/item/7 diakses tanggal 13 April 2014.
Lesmana LA. 2007.Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease). In: Sulaiman A, Akbar N, Lesmana LA, Noer HMS (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Jaya Abadi. p.301-305.
Louisa M, Dewato HR. 1995. Perangsang Susunan Saraf Pusat. Farmakologi dan Terapi, 5th Ed. Jakarta. Gayabaru. p252-257.
Mathur P, Das KM dan Arora NK. 2007 Non-Alcoholic Fatty Liver Disease and Childhood Obesity. Indian Journal Pediatric Vol. 74. p401-407
Misra HD, Mehta BK, et al. 2008. Study of Extraction and HPTLC – UV Method for Estimation of Caffeine in Marketed Tea (Camellia sinensis) Granules. International Journal of Green Pharmacy. p47-51.
Modi AA, Fled JJ. 2010. Increased Caffeine Consumption Is Associated withReduced Hepatic Fibrosis. Hepatology. Vol.5.p201-209.
68
Nashr M. 2004. Kaidah Thibb Nabawi. www. h abbats. com diakses tanggal 31 Mei 2014.
Nurrachman Z. 2008. Kafein Alias Caffeine. www.republika.co.id/launcher/view/mid/19/news_id/8374 diakses tanggal 13 April 2014
Prodia. 2003. Konsep Terkini Perlemakan Hati Nonalkoholik. Informasi laboratorium.Vol.2. p1-2.
Purwanti. 2006. Mitos Kafein. www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/?ar_id=NjQy diakses tanggal 12 April 2014.
Quercioli A, Montecucco F, and Mach F. 2009. Update on the Treatments of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Cardiovascular & Haemotologic Disorders-Drug Targets. Vol. 9.p261-270.
Schreuder TC, Verwer BJ, Nieuwkerk, et al. 2008. Nonalcoholic Fatty Liver Disease: An Overview of Current Insights in Pathogenesis, Diagnosis and Treatment. World J Gastroenterol. Vol. 14 No.2.p2474-2486.
Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Dian Rakyat, Jakarta.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Lentera Hati : Jakarta.
Sinha RA, Farah BL, Singh BK, et al. 2014. Caffeine stimulates hepatic lipid metabolism by the autophagy-lysosomal pathway in mice. Hepatology Vol. 59, Issue 4, p1366–1380.
Simpson BB, and Molly CO. 2001. Economic Botany: Plants in Our World, 3rd ed. New York: McGraw-Hill Companies.
Smith AP, Brockman P, Flynn R, et al. 1993. Investigation of the Effect of Coffe on Alertness and Performance During the Day and Night. Neuropsychobiology, Vol.27, p217-223.
Sullivan S. 2010 Implications of Diet on Nonalcoholic Fatty Liver Disease.. Missouri. Current Opinion in Gastroenterology. Vol. 26. p160–164
Sunaryo. 1995. Perangsan Susunan Saraf Pusat “Xantin” dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta. FKUI. Vol. 4 p226-233. Topics. 1st Ed. Humana Press. Chapter 10.p169-190.
Ustman NA. 2005. Mukjizat Penciptaan Manusia Tinjauan Al-Qur’an dan Medis Cetakan I. Akbar Medika Eka Sarana
69
Weinberg BA, Bealer BK. 2000. The World of Caffeine: The Science and Culture of theWorld’s Most Popular Drug, 1st ed. Routledge, New York.
Zuhroni, Riani N dan Naaruddin N. 2003. Islam untuk Disiplin Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2 (Fiqh Kontemporer). Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Jakarta.
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Universitas YARSI, Jakarta.
70