kebijakan nasional pembangunan … · web viewkebijakan sub sistem produksi air, meliputi (1)...
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN NASIONALPEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
Disampaikan Oleh:Bambang Satrijadi, S.H., M.Si
Asisten Deputi Urusan Wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP RIJl. Perintis Kemerdekaan KM. 17
Telp. 0411 555701, 555702, Fax. 0411 555703
1
MakassarI. PENDAHULUAN
Pentingnya pelestarian lingkungan hidup telah diperkuat dengan
ditetapkannya amandemen UUD 1945 pasal 33 ayat 4 yang berbunyi:
”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Amandemen Pasal 33 UUD 1945 tersebut, secara tegas mengkaitkan
antara pembangunan ekonomi nasional dengan lingkungan hidup. Jadi
prinsip dasar pembangunan yang dianut sekarang ini harus dapat
menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, maupun lingkungan secara
baik dan harmonis.
Falsafah dan makna yang terkandung dalam pasal 33 UUD 45
sungguh amat dalam, yaitu adanya filosofi “ transgenerasi ”. Bumi, air dan
kekayaan alam yang menjadi dasar pembangunan bangsa Indonesia untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat hanya akan tercapai apabila
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan. Jaminan kekayaan akan dapat bermanfaat
bagi generasi masa kini dan dapat dinikmati generasi mendatang apabila
kekayaan alam tidak mengalami kerusakan dan pencemaran yang
diakibatkan oleh eksploitasi dan eksplorasi yang berlebihan dan tidak
terencana serta melanggar ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, telah didukung oleh
peraturan perundang-undangan sektor seperti misalnya bidang
perindustrian, kehutanan, pertambangan, pertanian, pengairan,
perhubungan dan kepariwisataan, yang didalamnya telah mengakomodir
prinsip-prinsip kehati-hatian dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya masih banyak menimbulkan
persoalan kerusakan dan pencemaran. Untuk itu, diperlukan suatu
perlindungan bagi sumber daya alam agar tidak terus menerus mengalami
2
degradasi akibat pelaksanaan kegiatan dan atau usaha oleh sektor tersebut.
Tekanan kerusakan dan pencemaran terhadap sumber daya alam, tidak
hanya berasal dari kegiatan dan atau usaha skala besar, tetapi juga berasal
dari kegiatan sehari-hari orang-perorangan, rumah tangga dan kegiatan
skala kecil lainnya.
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup pada dasarnya mengatur dan melaksanakan proteksi
atau perlindungan terhadap sumber daya alam, yaitu udara, tanah, air,
pesisir dan laut, keanekaragaman hayati, pedesaan, perkotaan, lingkungan
sosial agar tidak mengalami kerusakan dan atau pencemaran dari
pelaksanaan kegiatan dan atau usaha, baik skala kecil maupun skala besar.
Jaminan atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi setiap orang, untuk
generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang, merupakan
makna yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Seiring dengan waktu, dibentuklah UU No 32 Tahun 2004 sebagai
pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang
merubah paradigma pembangunan yang bersifat sentralistik ke
desentralisasi kepada Pemerintah Propinsi dan Kota/kabupaten. Ada suatu
filosofi yang hendak dicapai dalam konteks pengelolaan sumber daya alam
didasarkan pada prinsip Otonomi Daerah, yaitu bahwa masyarakat di
daerah harus mendapatkan manfaat yang nyata dari keberadaan sumber
daya alam di daerahnya. Hal ini hanya dapat terwujud apabila tanggung
jawab pengelolaaan lingkungan hidup berdasarkan prinsip otonomi daerah
dapat dilaksanakan oleh seluruh komponen Pemerintah Daerah, masyarakat
dan dunia usaha.
Banyak kendala yang dihadapi oleh Daerah untuk mewujudkan hal
tersebut seperti :
a. Peruntukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber
yang utama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, akibatnya
sumber daya alam dieksploitasi secara besar-besaran tanpa
mengindahkan prinsip transgenerasi yang diamanatkan oleh UUD 1945.
3
b. Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM)
di bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup memerlukan biaya yang mahal,
akibatnya membebani APBD.
c. Lemahnya kemampuan dan kemauan para birokrasi untuk
melaksanakan Pengelolan Lingkungan Hidup.
d. Peran masyarakat sebagai penghasil limbah cair dan padat
(sampah rumah tangga) yang masih sangat kurang (budaya dan
kesadaran hidup bersih dan sehat).
e. Kurangnya kemampuan dan kemauan aparat penegak hukum
di pusat dan daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, status lingkungan hidup dan usaha
pelestariannya sampai pada pertengahan tahun ini dalam garis besarnya
adalah sebagai berikut :
1. Status dan kecenderungan kualitas lingkungan hidup dan SDA
dalam keadaan buruk dan terus menerus menurun, serta dalam keadaan
yang membahayakan berbagai aspek kehidupan manusia.
2. Walaupun dalam retorika, pelestarian lingkungan hidup cukup
mendapat tempat yang baik, tetapi pada tingkat pengambilan keputusan,
prinsip-prinsip pelestarian lingkungan hidup tidak mendapatkan tempat
yang layak. Pelestarian lingkungan hidup tetap menjadi “ isu pinggiran ”
dalam proses pengambilan keputusan.
3. Kelembagaan pelestarian lingkungan hidup selama ini telah
berkembang cukup baik. Berbagai peraturan, institusi di tingkat pusat
dan daerah, serta pengembangan SDM sudah cukup memadai.
Walaupun demikian, kelengkapan kelembagaan ini tidak mampu untuk
menghadapi tantangan yang dihadapi.
4. Kesadaran lingkungan yang sejak dahulu dikembangkan sudah
cukup memadai. Pada umumnya, masyarakat memahami hak dan
kewajibannya dalam pelestarian lingkungan hidup. Walaupun demikian
secara umum, kesadaran ini masih bersifat pasif. Beberapa perkecualian
timbul, khususnya pada kantong-kantong dimana masyarakat secara
langsung menderita karena pencemaran lingkungan hidup. Dalam
kantong-kantong ini berkembang kesadaran aktif yang tinggi dan militan.
4
5. Beberapa perkembangan baru yang perlu dicatat dan
dipertimbangkan dalam usaha pelestarian adalah masih belum
berlalunya multi krisis di masyarakat kita, berlangsungnya proses
otonomi daerah dan munculnya masalah lingkungan hidup yang relatif
baru seperti pencemaran di Teluk Buyat, banjir di kota-kota besar, atau
pun bencana alam Tsunami di Aceh.
II. KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Kebijakan pemerintah (negara) dalam kepustakaan internasional
disebut sebagai public policy. Kebijakan publik tetap ada dan terus ada
sepanjang masih ada negara yang mengatur kehidupan bersama. Dalam
refleksi para pemikir seperti Hobbes dan Smith dalam Priyono (2003),
misalnya, kondisi asli kita berupa konflik tak berkesudahan antar individu
(manusia ialah serigala bagi sesamanya). Inilah yang disebut “masalah
Hobbesian tentang tatanan”. Jadi di satu pihak, orang ingin berbuat
sesukanya tanpa memikirkan kebutuhan orang lain. Di lain pihak, hidup
bersama hanya mungkin berdiri di atas tatanan yang mengakomodasi
kebutuhan banyak orang. Mengelola tegangan keduanya merupakan alasan
keberadaan kebijakan publik.
Kebijakan pemerintah (negara) adalah serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan
seluruh masyarakat. Menurut konsep demokrasi modern, kebijaksanaan
pemerintah (negara) tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat
para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik (public opinion) yang
mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan (tercermin) dalam
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Setiap kebijakan harus selalu
berorientasi pada kepentingan publik (Islami, 2003).
Menurut jenisnya, kebijakan pemerintah (public policy) dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan
pemerintah yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan, dan
5
peraturan-peraturan tidak tertulis namun disepakati, yaitu yang disebut
sebagai konvensi-konvensi (Nugroho, 2002). Kebijakan pemerintah ini
juga mencakup rencana aksi, yang meliputi program dan kegiatan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
Perumusan kebijakan mempunyai persamaan dan perbedaan dengan
pengambilan keputusan. Pembentukan kebijakan dilakukan dengan
pemilihan alternatif-alternatif yang bersifat terus menerus dan tidak pernah
selesai, atau dengan kata lain meliputi banyak pengambilan keputusan
(Tjokroamidjojo, 1981).
Meskipun telah banyak kebijakan pemerintah Indonesia, rencana dan
program maupun peran serta berbagai pihak, namun ternyata permasalahan
sumber daya alam dan lingkungan hidup tetap terjadi. Sehubungan dengan
hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup telah terdorong untuk
melengkapi kebijakan, rencana dan program yang telah ada, dengan
dilandasi cara pandang bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan hidup harus berkelanjutan.
Dalam menyusun kebijakan ini digunakan perangkat Kajian Lingkungan
Strategis (KLS) terhadap kebijakan, rencana dan program yang telah ada
dan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Secara substansial, KLS merupakan suatu upaya sistematis dan logis dalam
memberikan landasan bagi terwujudnya pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup secara berkelanjutan melalui proses pengambilan keputusan yang berwawasan lingkungan.
Dari beberapa kebijakan pemerintah di bidang sumber daya alam dan
lingkungan hidup, terdapat kebijakan di bidang air dan energi, yang dapat
dipedomani dan disinergikan dengan kebijakan-kebijakan pembangunan
lingkungan hidup di daerah.
Adapun pokok-pokok kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup bidang air adalah:
1. Kebijakan pelestarian air perlu menempatkan subsistem
produksi air, distribusi ar, dan konsumsi air dalam satu kesatuan yang
meyeluruh dan terkait untuk menuju pada pencapaian pola
keseimbangan antar sub sistem tersebut
6
2. Kebijakan sub sistem Produksi Air, meliputi (1)
Konservasi ekosistem DAS dan sumber air untuk menjamin pasokan air;
(2) Mencegah dan memulihkan kerusakan lingkungan terutama pada
ekosistem DAS, (3) Mengendalikan pencemaran untuk menjaga dan
meningkatkan mutu air; (4) Optimalisasi pemanfaatan air hujan.
3. Kebijakan konsumsi air yang hemat dan efisien untuk
mendukung pelestarian air
4. Kebijakan sub sistem distribusi air, meliputi (1)
merencanakan peruntukan air permukaan dan air tanah (2)
meningkatkan infrastruktur yang memadai.
5. Kebijakan penataan ruang, meliputi (1) Menetapkan
rencana tata ruang sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan
(2) Konsistensi pemanfaatan ruang; (3) pengawasan penataan ruang, (4)
Meningkatkan akses informasi
6. Kebijakan kelembagaan, meliputi (1) membentuk
lembaga pengelola air, (2) mekanisme penyelesaian sengketa air (3)
Valuasi ekonomi, (4) insentif ekonomi.
Pokok-pokok kebijakan sumber daya alam dan lingkungan hidup di
bidang energi adalah:
1. Kebijakan pencegahan pencemaran; Baku Mutu Limbah Cair
penambangan batu bara, Baku Mutu kualitas udara ambient dan emisi
gas buang kendaraan bermotor, dan pelaksanaan AMDAL pada setiap
kegiatan penambangan
2. Kebijakan produksi dan penyediaan energi yang ramah lingkungan
3. Kebijakan penguatan security of supply, dengan upaya penyediaan
bahan bakar campuran BBM seperti gahosol, biodisel, dll.
4. Kebijakan pemanfaatan energi yang ramah lingkungan
5. Kebijakan pemanfaatan energi tak terbarukan dengan efisien dan
hemat
6. Kebijakan pemenfaatan energi terbarukan, dengan dorongan
investasi dan inovasi teknologi.
7
Dengan kondisi dan status lingkungan hidup di Indonesia, Pemerintah
juga telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, dengan sasaran yang ingin dicapai adalah membaiknya
sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tujuannya
untuk mencapai keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya
alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor perikanan,
kehutanan, pertambangan dan mineral terhadap PBD) dengan aspek
perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai
penopang sistem kehidupan secara luas. Adanya keseimbangan tersebut
berarti menjamin keberlanjutan pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan
(mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) di seluruh sektor, baik di pusat maupun di daerah, menjadi
suatu keharusan. Yang dimaksud dengan sustainable development adalah
upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan
kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh kegiatannya harus
dilandasi tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu menguntungkan
secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially
acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip tersebut
harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan maupun investasi
pembangunan jangka menengah (2005-2009) di seluruh sektor dan bidang
yang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan
lingkungan hidup, seperti di bawah ini:
Sasaran pembangunan lingkungan hidup adalah: (1) Meningkatnya
kualitas air sungai khususnya di seluruh DAS kritis disertai pengendalian
dan pemantauan secara kontinyu; (2) terjaganya danau dan situ, khususnya
di Jabodetabek, dengan kualitas air yang memenuhi syarat; (3)
Berkurangnya pencemaran air dan tanah di kota kota besar disertai
pengendalian dan pemantauan terpadu antar sektor; (4) Terkendalinya
kualitas air laut melalui pendekatan terpadu antara kebijakan konservasi
wilayah darat dan laut; (5) membaiknya kualitas udara perkotaan khususnya
di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan, didukung oleh perbaikan
manajemen dan sistem transportasi kota yang ramah lingkungan; (6)
Berkurangnya penggunaan bahan perusak ozon (ODS/Ozone Depleting
8
Substances) secara bertahap dan sama sekali hapus pada tahun 2010; (7)
Berkembangnya kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim global; (8)
Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan sesuai
pedoman IBSAP 2003-2020 (Indonesia Biodiversity Strategy and Action
Plan); (9) meningkatnya upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam
manajemen persampahan untuk mengurangi beban TPA; (10) regionalisasi
pengelolaan TPA secara profesional untuk mengantisipasi keterbatasan
lahan di Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya; (11) mengupayakan
berdirinya satu fasilitas pengelolaan limbah B3 yang baru di sekitar pusat
kegiatan induatri; (12) tersusunya aturan pendanaan lingkungan yang
inovatif sebagai terobosan untuk mengatasi kecilnya pembiayaan sektor
lingkungan hidup; (13) sosialisasi berbagai perjanjian internasional kepada
para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah; (14) membaiknya
sistem perwakilan Indonesia di berbagai konvensi internasional untuk
memperjuangkan kepentingan nasional; dan (15) meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya memelihara sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
Sasaran pembangunan lingkungan hidup di bidang kehutanan adalah: (1) Tegaknya hukum, khususnya dalam pemberantasan illegal
loging dan penyelundupan kayu; (2) Pengukuhan kawasan hutan dalam tata
ruang seluruh propinsi di Indonesia, setidaknya 30 persen dari luas hutan
yang telah ditata batas; (3) Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil
hutan dan kayu; (4) Meningkatnya hasil hutan non kayu sebesar 30 persen
dari produksi tahun 2004; (5) Bertambahnya hutan tanaman industri (HTI),
seluas 3 juta hektar, sebagai basis pengembangan ekonomi hutan; (6)
Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan di 141 DAS prioritas untuk menjamin
pasokan air dari sistem penopang kehidupan lainnya; (7) Desentralisasi
kehutanan melalui pembagian wewenang dan tangghung jawab yang
disepakati oleh Pusat dan Daerah; (8) berkembangnya kemitraan antara
pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari;
dan (9) Penerapan iptek yang inovatif pada sektor kehutanan.
Sasaran pembangunan lingkungan hidup di bidang kelautan adalah; (1) Berkurangnya pelanggaran dan perusakan sumber daya
9
kelautan; (2) Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-
pulau kecil secara terpadu; (3) Selesainya batas laut dengan negara
tetangga; dan (4) Serasinya peraturan perundang di bidang kelautan.
Sasaran pembangunan lingkungan hidup di bidang pertambangan dan sumber daya mineral adalah: (1) Optimalisasi peran migas dalam
penerimaan negara guna menunjang pertumbuhan ekonomi; (2)
meningkatnya cadangan, produksi, dan ekspor migas; (3) Terjaminnya
pasokan migas dan [produk-produknya untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri; (4) terselesaikannya Undang undang Pertambangan sebagai
pengganti Undang undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pokok
Pertambangan; (5) Meningkatnya investasi pertambangan dengan
perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (6) Meningkatnya
produksi dan nilai tambah produk pertambangan; (7) terjadinya alih teknologi
dan kompetensi tenaga kerja; (8) Meningkatnya kualitas industri hilir yang
berbasis sumber daya mineral, (9) Meningkatnya keselamatan dan
kesehatan kerja pertambangan; dan (10) Berkurangnya kegiatan
pertambangan tanpa ijin (PETI).
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, arah kebijakan yang akan
ditempuh meliputi perbaikan manajemen dan sistem pengelolaan sumber
daya alam, optimalisasi manfaat ekonomi dan sumber daya alam termasuk
jasa lingkungannya, penegakan hukum, rehabilitasi dan pemulihan
cadangan sumber daya alam, dan pengendalian pencemaran lingkungan
hidup. Sasaran pembangunan di atas dibuat agar sumber daya alam dapat
tetap mendukung perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat tanpa mengorbankan daya dukung dan fungsi lingkungan
hidupnya, agar kelak tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Pembangunan lingkungan hidup diarahkan untuk:7. Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan;
8. Koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat
nasional dan daerah
9. Meningkatkan upaya penegakan hukum secara
konsisten kepada pencemar lingkungan
10
10. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan
hidup baik di tingkat nasional maupun daerah; dan
11. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada
isu lingkungan hidup dan berperan aktif sebagai kontrol sosial dalam
memantau kualitas lingkungan hidup.
Untuk menterjemahkan sasaran pembangunan dan arah kebijakan di
atas, maka pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup jangka
menengah 2004-2009 akan mencakup program-program sebagai berikut:
1. Program Pemantapan dan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan
2. Program Pengelolaan Sumber Daya Hutan
3. Program Pembinaan Usaha Pertambangan Migas
4. Program Pembinaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara
5. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam
6. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam
7. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup
8. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup
9. Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
Dari kesembilan program tersebut, dijabarkan menjadi kegiatan-
kegiatan yang merupakan rencana aksi, yang harus dilaksanakan untuk
mewujudkan dari pilihan kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan
lingkungan hidup, yang diantaranya adalah:
1. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan
sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup melalui tata kelola yang
baik (good environmental government) berdasarkan prinsip transparansi,
partisipasi dan akuntabilitas.
Kegiatan pokoknya meliputi:
1. Pengkajian dan analisis instrumen pemanfaatan sumber daya alam
secara berkelanjutan
11
2. Peningkatan kapasitas kelembagaan serta aparatur pengelola
sumberdaya alam dan lingkungan hidup di pusat dan daerah
3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pola kemitraan
4. Pengembangan sitem pengendalian dan pengawasan sumber daya
alam
5. Pengembangan sistem pendanaan alternatif untuk lingkungan hidup
6. Peningkatan koordinasi antar lembaga baik di pusat maupun di
daerah
7. Penegakan hukum terpadu dan penyelesaian hukum atas kasus
perusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup
8. Penerapan perjanjian internasional yang telah disepakati
9. Upaya pembentukan Komisis Naional Pembangunan Berkelanjutan
10.Pendirian Komisis Kenaekaragaman Hayati yang didahului dengan
pendirian sekretariat bersama tim terpadu keanekaragaman hayati
nasional, dan
11.Penyempurnaan prosedur dan sistem perwakilan Indonesia dalam
berbagai konvensi internasional bidang lingkungan hidup.
2. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk mningkatkan kualitas dan akses
informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka
mendukung perencanaan pemanfaatan sumber daya alam dan
perlindungan fungsi lingkungan hidup.
Kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini meliputi:
1. Penyusunan data sumber daya alam baik data potensi maupun data
daya dukung kawasan ekosistem, termasuk di pulau-pulau kecil
2. Pengembangan valuasi sumber daya alam meliputi hutan, air, pesisir,
dan cadangan mineral
3. Penyusunan neraca sumber daya alam nasional dan neraca
lingkungan hidup
4. Penyusunan dan penerapan produk domestik bruto hijau (PDB)
Hijau)
12
5. Penyusunan neraca sumber daya hutan (NSDH)
6. Pendataan dan penyelesaian tata batas hutan dan kawasan
perbatasan dengan negara tetangga
7. Penyusunan indikator keberhasilan pengeloaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup
8. Penyebaran dan peningkatan akses informasi kpada masyarakat
9. Pengembangan sistem informasi dini yang berkaitan dengan
dinamika global dan perubahan kondis alam, seperti banjir dan
kekeringan
10.Pengembangan sistem informasi terpadu antara sistem jaringan
pemantauan kualitas lingkungan hidup naional dan daerah, dan
11.Sosialisasi hasil konvensi internasional bidang lingkungan kepada
para pengambil keputusan di tingkat nasional dan daerah.
3. Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan HidupProgram ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup
dalam upaya mencegah perusakan dan/atau pencemaran lingkungan
hidup baik di darat, perairan tawar dan laut, maupun udara sehingga
masyarakat memperoleh kualitas lingkungan hidup yang bersih dan
sehat.
Kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini meliputi:
1. Pemantauan kualitas udara dan badan air secara kontinyu dan
terkoordinasi antar daerah dan antar sektor;
2. Peningkatan fasilitas laboratorium lingkungan di tingkat propinsi
3. Penyelesaian kasus pencemaran lingkungan secara hukum
4. Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di sektor transportasi
dan energi dalam upaya megurangi polusi udara perkotaan
5. Spsialisasi penggunaan teknologi bersih dan ekoefisiensi di berbagai
kegiatan manufaktur dan transportasi
6. Perbaikan sistem perdagangan dan impor bahan perusak lapisan
ozon (ODS) hingga akhir tahu 2007 dan penghapusan ODS pada
tahun 2010
13
7. Pengkajian mendalam terhadap dampak perubahan iklim global pada
sektor sektor tertentu
8. Adaptasi dampak perubahan iklim pada rencana strategis sektor
maupun rencana pembangunan daerah
9. Peningkatan produksi dan penggunaan pupuk kompos yang berasal
dari sampah perkotaan
10.Peningkatan peran sektor informal khsususnya pemulung dan lapak
dalam upaya pemisahan sampah dan 3 R
11.Pengkajian pendirian perusahaan TPA regional di beberapa kota
besar, khususnya Jabodetabek dan Bandung
12.Upaya pendirian satu fasilitas pengelola B3 baru
13.Pengembangan sistem insentif dan disinsentif terhadap kegiatan-
kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan seperti industri dan
pertambangan
14.Penetapan dana alokasi khsus (DAK) sebagai kompensasi daerah
yang memiliki dan menjaga kawasan lindung
15.Pengintegrasian biaya-biaya lingkungan ke dalam biaya produksi
termasuk pengembangan pajak progresif dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup
16.Pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan, termasuk
teknologi tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam,
pengelolaan limbah, dan teknlogi industri yang ramah lingkungan,
serta
17.Perumusan aturan dan mekanisme pelaksanaan tentang alternatif
pendanaan lingkungan seperti DNS (Debt for nature swap), CDM
(Clean Development Mechanism), retribusi lingkungan, dan
sebagainya.
III. PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Program lingkungan PBB (UNEP) mengidentifikasikan lima tujuan
pokok pembangunan berkelanjutan, yaitu :
14
a. Membantu kaum miskin karena konon, maka tak punya pilihan
untuk bertahan selain merusak lingkungan
b. Pembangunan atas kekuatan sendiri yang dipagari oleh daya
dukung lingkungan
c. Pembangunan dengan biaya efektif dan menggunakan
parameter ekonomi non konvensional
d. Perbaikan lingkungan kesehatan, penyediaan air bersih dan
tempat tinggal untuk setiap manusia
e. Pembangunan yang bersifat pada inisiatif rakyat (people
centered development).
Agenda 21, program aksi PBB yang dihasilkan KTT Bumi Rio De
Janeiro 1992, pernyataan tentang prinsio-prinsip kehutanan, konvensi
tentang perubahan iklim dan konvensi tentang kekanekaragaman hayati.
Sustainable development dalam terminologi ekonomi, diartikan sebagai
suatu pembangunan yang tidak pernah punah – development that last,
pearce and barbier (Adiningsih, 2002:5). Secara lebih spesifik dapat
diartikan sebagai suatu pembangunan ekonomi yang memakimumkan
kualitas kehidupan generasi sekarang yang tidak menyebabkan penurunan
kualitas kehidupan generasi mendatang. Kualitas hidup tidak hanya
mencakup aspek kebutuhan ekonomi namun juga kebutuhan akan alam
yang bersih, sehat dan tingkat kehidupan sosial yang diinginkan. Dapatlah
dikatakan pembangunan yang berindikator pada keberhasilan eknomi,
social, budaya dan kesehatan saja adalah sebuah kegagalan sebab harus di
ukur dari keberhasilan pelestarian lingkungan hidup yang menjamin
kelangsungan hidup generasi mendatang untuk dapat disebut sebagai
pembangunan yang berhasil.
Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Lingkungan Hidup di Rio De
Janeiro Brasil tahun 1992 menghasilkan sejumlah prinsip-prinsip
Pembangunan Berkelanjutan yang harus bisa dilaksanakan oleh setiap
negara peserta dan penandatanganan Deklarai Bumi terdapat 5 (lima)
prinsip yang sangat penting dalam melaksanakan pembangunan
berkelanjutan, yaitu :
1. Prinsip keadilan inter dan antar generasi
15
2. Prinsip kehati-hatian
3. Prinsip internalisasi dampak lingkungan eksternal yang
ditimbulkan
4. Prinsip keberlanjutan pemanfaatan
5. Prinsip pencemar membayar
IV. PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN OTONOMI DAERAH
Undang- undang No 32 Tahun 2004 terbit menggantikan Undang-
undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU 32/2004 ini
diharapkan dapat semakin memperkokoh kebijakan publik di Indonesia
dalam pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang ini merupakan
landasan dan pedoman dalam penyelenggaran pemerintahan di Indonesia.
Berbagai fenomena “unproductive” dalam masa UU 22/1999 yang telah
memberikan kewenangan yang besar kepada Pemerintah Kota/Kabupaten
dalam penyelenggaran pemerintahannya, termasuk dalam pengendalian
dampak lingkungan, diharapkan dapat segera diatasi. Penyerahan
kewenangan dalam pengelolaan lingkungan hidup kepada pemerintah
kabupaten/kota, di berbagai daerah ternyata tidak memberikan dukungan
yang memperkuat upaya pelestarian lingkungan. Hal tersebut terlihat dari
banyaknya Peraturan Daerah yang cenderung “kebablasan”, tidak sejalan
dengan sistem peraturan perundang-undangan di atasnya. Namun di sisi
lain, ada juga beberapa daerah yang lebih memperhatikan kelestarian
lingkungan di daerahnya. Pada umumnya daerah tersebut telah dapat
menempatkan lingkungan hidup sebagai faktor pendukung pembangunan di
daerahnya. Sebagai contoh kota-kota di Bali, dengan lingkungan hidup yang
baik, maka pembangunan menjadi daerah wisata lebih terdukung.
Lahirnya Undang-undang No 32/2004 telah memberikan keseimbangan
dalam system pemerintahan di Indonesia, termasuk di bidang lingkungan
hidup. UU ini telah memberikan porsi kewenangan yang cukup kepada
pemerintah Pemerintah Propinsi, yakni sebagai koordinator
penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerahnya. Dengan demikian
16
diharapkan terdapat keseimbangan dan sinergitas antara level
pemerintahan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Sebagaimana diatur dalam pasal 13 UU 32/2004 yang menjadi urusan
wajib dan menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan
urusan dalam skala provinsi yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat
d. penyediaan sarana dan prasarana umum
e. penanganan bidang kesehatan
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menengah termasuk lintas kabupaten/kota
j. pengendalian lingkungan hidupk. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum
dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan, seprti halnya pertambangan,
pertanian, kehutanan, pariwisata dan lain sebagainya.
17
Sedangkan yang menjadi urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintah daerah untuk kabupaten/kota adalah urusan yang berskala
kabupaten dan kota, dengan komponen yang sama dengan urusan wajib
propinsi.
Dalam hal pengendalian dampak lingkungan adalah merupakan salah
satu urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
Rincian lebih lanjut mengenai urusan wajib ini akan ditaungkan dalam
peraturan pemerintah.
Keputusan Menteri LH No 197 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Lingkungan Hidup di Daerah, mengatur jenis-jenis
pelayanan yang harus diselenggarakan pemerintah daerah, dalam hal ini
lembaga lingkungan di daerah adalah:
1. Pelayanan perlindungan sumber air
a. Jumlah sumber air di hutan yang dilindungi (100%)
b. Jumlah mata air di luar hutan lindung yang dilindungi (100%)
c. Jumlah kawasan tertentu yang ditetapkan sebagai kawasan
penyangga (1 kawasan)
2. Pelayanan pencegahan pencemaran air
Jumlah usaha dan atau kegiatan mentaati persyaratan administrasi dan
teknis pengendalian pencemaran air (100%)
3. Pelayanan pemulihan pencemaran air pada sumber air
Jumlah sumber air yang telah dipulihkan akibat pencemaran air (50%)
4. Pelayanan pencegahan pencemaran udara
a. 10 % Ruang Terbuka Hijau (RTH) di lokasi pemukiman,
industri, pusat perdagangan dan lokasi padat lalu lintas (100%)
b. Jumlah kendaraan wajib yang secara administrasi terdaftar di
Kabupaten/Kota yang bersangkutan dipantau emisinya (100%)
c. Jumlah kendaraan tidak wajib uji yang secara administrasi
terdaftar di Kabupeten/Kota yang bersangkutan dipantau emisinya
(5%)
d. Jumlah usaha dan atau kegiatan sumber tidak bergerak yang
memenuhi persyaratan administrasi dan teknis pengendalian
pencemaran udara (100%)
18
e. Kualitas udara yang memenuhi baku mutu udara ambient
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (100%).
5. Pelayanan pencegahan dan penanggulangan dampak lingkungan
akibat sampah
Jumlah TPS dan TPA dioperasikan sesuai persyaratan teknis dan
lingkungan (100%)
Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan
wajib di bidang pengendalian dampak lingkungan dilaksanakan oleh
pemerintah atau pemerintah provinsi selaku wakil pemerintah.
Pembinaan dalam bentuk pemberian fasilitas berupa pemberian standar
teknis, pedoman, bimbingan teknis, pelatihan, percontohan dan
sebagainya.
V. PENUTUP
Perkembangan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia,
menunjukkan kemajuan yang yang cukup signifikan. Perundang-undangan
yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup meningkat, baik dari
jumlah dan materi cakupan. Dengan demikian, akan semakin lengkap
kebijakan publik pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.
Namun demikian kebijakan yang fleksibel, yang dapat mengikuti
perkembangan jaman, menjadi suatu kebutuhan pokok untuk menjadikan
kebijakan yang efektif. Selain itu, untuk mewujudkan kebijakan yang efektif
harus didukung oleh 3 (tiga) unsur, yaitu materi kebijakan (content of policy),
tata laksana kebijakan (structure of policy), dan budaya kebijakan (culture of
policy). Content of policy, adalah isi dan cakupan yang komprehensif dan
mengakomodir berbagai kepentingan masyarakat. Structure of policy adalah
kelembagaan dan aparat pelaksana dari kebijakan pemerintah. Culture of
policy adalah kondisi sosial masyarakat obyek kebijakan yang akan
mempengaruhi sikap dan penerimaan dari kebijakan pemerintah.
19
DAFTAR PUSTAKA
Gunningham, N., 1998. Smart Regulation; Designing Environmental Policy. Oxford University Press.
Islami, M.I, 2003, Prinsip Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta
Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2003. Status Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta
Nugroho, R.D., 2003, Kebijakan Publik; Formulasi, Impelentasi dan Evaluasi, Elek Media Komputindo, Jakarta
Rauf, M., 2002. Pemerintah Daerah dan Konflik Horizontal, Jurnal Ilmu Politik, 18: 27 - 35
Ratnawati, T., 2002. Desentralisasi dalam Konsep dan Implementasi di
Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogya Santosa, M, A. 2004. Undang-undang Lingkungan, Sebuah Tantangan.
Majalah Serasi.
Soekanto, S. dan Mamudji, S. 2001. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Pers. Jakarta.
Topatimasang, R., dkk, 2000, Merubah Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Jakarta
Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sekretariat Negara RI, Jakarta
Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup RI. Jakarta
20