kata penganta1.docx
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena saya telah menyelesaikan tugas
matakuliah Imunologi dengan membahas tentang Sistem Imun Spesifik.
Makalah ini saya tuliskan berdasarkan hasil pencarian yang sudah saya dapat. Isi makalah
ini mencakup tentang Anatomi Aktivasi Limfosit, Reseptor Sel, Sel B, Sel T, Perbedaan Sel B
dan Sel T, Seleksi Klon, Hubungan Antara Imunitas NonSpesifik dan Spesifik, Sinyal
Transduksi, dan Cluster Of Differentiation Molecule.
Makalah ini di harapkan mampu untuk memberikan pengetahuan tentang Sistem Imun
Spesifik secara detail.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi pembaca.
Manado, 7 Mei 2014
Penysun
Arsenius Yosua Sirait
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................
Daftar Isi ............................................................................
BAB I Pendahuluan ............................................................................
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................
1.3. Tujuan ............................................................................
BAB II ISI ............................................................................
1.1. Anatomi Aktivasi Limfosit ............................................................................
1.2. Reseptor Sel ............................................................................
1.3. Sel B ............................................................................
A. Pematangan sel B ............................................................................
B. Reseptor sel B ............................................................................
1. Ig permukaan .............................................................................
2. Reseptor sel B .............................................................................
3. Reseptor C3 .............................................................................
4. Reseptor Epstein Barr Virus .........................................................
5. Determinan Antigenik Imunoglobulin .......................................
C. Aktivasi Sel B ............................................................................
1. Aktivasi Sel B dan T Dependen ........................................
2. Aktivasi Sel B dan T Independen ........................................
3. Peran Komplemen CR2/CR21 Pada Aktivasi Sel B ................
4. Pengalihan Imunoglobulin .....................................................
1.1. Sel T .............................................................................
A. Pematangan Sel T .............................................................................
B. Reseptor Sel T .............................................................................
C. Molekul Asesori .............................................................................
ii
D. Fungsi Sel T ................................................................................
E. Subset Sel T .................................................................................
1.2. Perbedaan Sel B dan Sel T .................................................................................
1.3. Seleksi Klon ..................................................................................
1.4. Hubungan Antara Imunitas NonSpesifik dan Spesifik ..................................
A. Interaksi Antara Sistem Imun NonSpesifik dan Spesifik ......................
B. Interaksi Antara Sel NK dan Sel Lain ...............................................
C. Interaksi Antara Sel CD4+ dan CD8+ ...............................................
1.5. Sinyal Transduksi ...................................................................................
1.6. Cluster Of Differentiation Molecule ........................................................................
DAFAR PUSTAKA
iii
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sebanyak 20% dari semua leukosit dalam sirkulasi darah orang dewasa adalah limfosit
yang terdiri atas sel T dan sel B yang merupakan kunci pengontrol sistem imun. Secara
morfologik sangat sulit untuk membedakan berbagai sel limfosit dan diferensiasi subkels sel B
dan sel T.
Sel limfosi merupakan sel yang berperan utama dalam sistem imun spesifik, sel T pada
imunitas selular dan sel B pada imunitas humoral. Pada imunitas humoral, sel T CD4+
berinteraksi dengan sel B dan merangsang proliferasi dan diferensiasi sel B. Pada imunitas
selular, sel T CD4+ mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba atau CD8+ untuk
membunuh mikroba intraselular yang menginfeksi sel. Kedua sistem imun, nonspesifik dan
spesifik bekerja sangat erat satu dengan yang lainnya
1.2. Rumusan Masalah
Dimana letak seleksi klon?
Bagaimana hubungan antara sistem imun nonspesifik dan spesifik?
Mengapa kontak antara antigen dan sel B muda tidak menimbulkan ekspansi
rantai Ig-α?
Apa fungsi utama sel T dan sel B?
1.3. Tujuan
Untuk mengatahui letak seleksi klon
Untuk mengetahui hubungan antara sistem imun nonspesifik dan spesifik
Untuk mengetahui alasan kontak antara antigen dan sel B muda yang tidak
menimbulkan ekspansi rantai Ig-α
Untuk mengatahui fungsi utama sel T dan sel B
BAB II
1
ISI
1.4. Anatatomi Aktivasi Limfosit
Pada respon imun spesifik, limfosit naif asal sumsum tulang atau timus bermigrasi
ke organ limfoid sekunder tempat diaktifkan antigen, berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel efektor, sel memori dan beberapa diantaranya bermigrasi ke jaringan
Limfosit naif efektor dan memori selalu di temukan di berbagai tempat di seluruh tubuh
dan populasi sel tersebut dapat di bedakan dalam beberapa fungsi dan kriteria fenotip
Limfosit yang berperan dalam respon imun spesifik
Jenis Sel Fungsi Sel Produk Fungsi Produk
B Produksi antibodi
Presentasi antigen
Antibodi Neutralisasi
Opsonisasi
Lisis Sel
Th2 ↑ produksi antibodi
oleh sel B
↑ Tc aktif
Sitokin IL-3, IL-4,
IL-5, IL-10,IL-13
Membantu sel B
dan Tc
Th1 Inflamasi :
mengawali dan
meningkatkan
IL-2, IFN-γ, TNF Mediator inflamasi
Tr ↓ produksi antibodi
sel B
↓ sel Tc aktif
Faktor Supresor Supresi Th dan
akibatnya juga
Supresi B dan Tc
Tc Lisis sel target
antigenik
IFN-γ
Perforin
Meningkatkan
ekspresi MHC
Merusak membran
sel sasaran
NKT Pemusnahan sel
sasaran
IL-4, IFN-γ
2
1.5. Reseptor Sel
Sel B dan T yang matang mengekspresikan reseptor (BCR dan TCR) pada
permukaan sel yang berperan dalam diversitas, spesifisitas dan memori.
Sel B menggunakan antibodi sebagai reseptor sel yang dapat mengenal antigen
bebas, sedang TCR hanya mengenal antigen yang diikat molekul MHC. Ada 2 jenis
MHC yaitu MHC-I yang diekspresikan oleh hampir semua sel bernukleus dan MHC-II
yang diekspresikan APC.
1.6. Sel B
Sel B merupakan 5-25% dari limfosit dalam darah yang berjumlah sekitar 1000-
2000 sel/mm3. Terbanyak merupakan limfosit asal sumsum tulang (hampir 50%) sisanya
sekitar 1/3-nya berasal dari KGB, limfe dan kurang dari 1% di timus.
A. Pematangan sel B
Sel B di produksi pertama selama proses embrionik dan berlangsung terus
selama hidup. Sebelum lahir yolk sac, hati, dan sumsum tulang janin merupakan
tempat pematangan utama sel B dan setelah lahir pematangan sel B terjadi di
sumsum tulang. Pematangan sel B terjadi dalam berbagai tahap. Fase-fase
pematangan sel B berhubungan dengan Ig yang di produksi.
Pematangan limfosit terjadi melalui proses yang disebut seleksi (positif
dan negatif).
Sel B dan sel T berasal dari sel prekursor yang sama, di produksi dalam
sumsum tulang, termasuk pembentukan reseptor. Pematangan sel B terjadi dala,
sumsum tulang, sedang progenitor sel T bermigrasi ke dan menjadi matang di
timus. Perkembangan sel B mulai dari sel prekursor limfoid yang berdiferensiasi
menjadi sel progenitor B (pro-sel B) yang mengekspresikan transmembran
tirosinfostase (CD45R).
Pematangan progenitor sel B disertai modifikasi gen yang berperan dalam
diversias produk akhir dan penentuan spesifitas sel B. Pematangan dalam
sumsum tulang tidak memerlukan antigen, tetapi aktivasi dan diferensiasi sel B
3
matang di KGB perifer memerlukan antigen. Aktivasi sel B diawali dengan
pengenalan antigen spesifik oleh reseptor permukaan.
B. Reseptor sel B
BCR yang mengikat antigen multivalen asing, akan memacu 4 proses :
proliferasi, diferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi,
membentuk sel memori dan mempresentasikan antigen mIgM dan mIgD
menunjukkan ikatan dengan membran, sedang IgG, IgA dan IgE merupakan Ig
yang di lepas.
1. Ig permukaan
Sel B termuda sudah ditemukan dalam hati janin dan sumsum
tulang dan belum mengekspresikan imunoglobulin atau petanda
permukaan. Kebanyakan sel B yang matang dan belum diaktifkan
meninggalkan sumsum tulang. Mula-mula dibentuk IgM dalam
sitoplasma sel yang dapat digunakan sebagai ciri dari sel pre-B.
Kontak antara antigen dan sel B muda ini tidak menimbulkan
ekspansi rantai Ig-α memiliki ekor sitoplasma yang panjang yang
mengandung 61 asam amino; ekor Ig-β mengandung 48 asam amino.
Kedua ekor tersebut cukup panjang untuk berinteraksi dengan sinyal
molekular interselular..
Perkembangan sel B dalam sumsum tulang adalah antigen
independen tetapi perkembangan selanjutnya memerlukan rangsangan
antigen. Sel B dalam keadaan istirahat berukuran kecil dan memiliki
sitoplasma sedikit sekali. Sel B yang diaktifkan akan berkembang
menjadi limfoblas. Beberapa di antaranya menjadi matang/ sel plasma
yang mampu memproduksi antibodi bebas dan lainnya berkembang
menjadi sel memori.
2. Reseptor Fc
Sel B memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgG (Fcγ-R). Reseptor
tersebut dapat diperlihatkan dengan menambahkan sel darah merah biri-
4
biri-biri yang dilapisi antibodi IgG ke larutan sel B yang membentuk
roset. FcR yang menunjukkan afinitas terhadap bagian Fc dari Ig yang
dilepas. Reseptor ini adalah esensial untuk banyak fungsi biologis
antibodi. FcR berperan dalam gerakan antibodi melewati membran sel
dan transfer IgG dari ibu ke janin melalui plasenta.
Dengan bantuan antibodi, FcR da[at mengerahkan komponen
selular imunitas nonspesifik seperti makrofag dan sel NK. Ikatan antibodi
dengan antigen oleh FcR pada makrofag atau neutrofil merupakan sinyal
efektif untuk fagositosis (opsonisasi atau ADCC) kompleks antigen-
antobodi yang efisien.
3. Reseptor C3
Sel B memiliki pula reseptor untuk komponen komplemen yang
diaktifkan C3b. Oleh karena itu sel B dapat pula diperlihatkan dengan
cara roset seperti di atas dengan menggunakan sel darah merah biri-biri
yang dilapisi dengan C3.
4. Reseptor Epstein Barr Virus
EBV dapat diikat sel B melalui reseptor spesifik (RC3d). Infeksi
EBV sering menimbulkan replikasi sl B yang stabil dan terus menerus.
5. Determinan antigenik imunoglobulin
Molekul imunoglobulin sendiri, bila disuntikkan ke spesies hewan
lain, dapat berfungsi imunogen poten yang menginduksi respon imun.
Determinan antigen atau epitop pada imunoglobulin terdiri atas tiga
kategori mayor, determinan isotip, alotip dan idiotip, yang terletak dalam
bagian khas molekul.
C. Aktivasi sel B
Sel B dapat diaktifkan sel T melalui dua cara, yang T dependen dan T
independen.
5
1. Aktivasi sel B yang T dependen
Setelah antigen diikat mIg, sel B memakan antigen,
memproses dan mengekspresikan epitop antigen di elah MHC, dan
mempresentasikannya ke sel T. Sel T memodulasi fungsi sel B
melalui sejumlah cara. Sitokin asal sel T seperti IL-4, IL-5, IL-6,
IL-2, dan IFN-γ meningkatkan proliferasi sel B dan diferensiasi
menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Interaksi fisik
antara sel B dan sel T memberikan sinyal melalui koreseptor
CD40L-CD40 yang atas pengaruh IL-4 berperan penting dalam
imunoregulasi dan pengalihan kelas Ig. Sel B naif
mempresentasikan IgM dan IgD pada permukaannya dan atas
pengaruh pengaruh rangsangan, sel B mengalihkn kelas Ig yang
memproduksi IgG, IgA, atau IgE.
Aktivasi sel B oleh antigen protein larut memerlukan
bantuan sel Th. Tanpa adanya interaksi dengan TCR dan sitokin,
ikatan antigen dengan mIg pada sel B sendiri tidak akan
menginduksi proliferasi dan diferensiasi. Pada waktu yang sama,
sebagian sel B akan kembali ke dalam fase istirahat, sebagian sel
menjadi matang, menjadi sel B memori yang dapat memberikan
respon imun dengan lebih cepat pada pajanan ulang dengan
antigen yang sama.
Ikatan antigen juga mengawali sinyal melalui BCR yang
menginduksi sel B meningkatkan ekspresi sejumlah molekul
membran sel seperti MHC-II dan ligan kostimulator B. Pada
umumnya diperlukan 30-60 menit untuk memproses dan
mempresentasikan antigen melalui MHC-II pada permukaan sel.
2. Aktivasi sel B yang T independen
Pada keadaan tertentu sel B juga dapat memberikan respons
dan berproliferasi melalui mekanisme yang tidak memerlukan sel
6
T (T independen), biasanya pada antigen dengan epitop yang
berulang dan panjang sehingga memungkinkan terjadinya ikatan
silang dengan reseptor imunoglobulin pada permukaan sel B.
Kejadian selular dini yang diinduksi kompleks ikatan silang
antara antigen-sel B mengawali proliferasi dan diferensiasi sel B
untuk selanjutnya berinteraksi dengan sel Th.
Antigen yang sel T independen dapat di bagi menjadi dua
tipe antigen. Antigen tipe 1 berasal dari bagian luar membran
bakteri negatif-Gram dan asam nukleat bakteri yang lebih
merangsang sel B melalui TLR dibanding BCR. Antigen tipe 2
adalah polisakarida kapsul yang mempunyai subunit multipel
berulang dan merangsang sel B melalui ikatan silang dengan
beberapa BCR bersama.
3. Peran komplemen CR2/CD21 pada aktivasi sel B
Aktivasi sel B ditingkatkan oleh sinyal asal protein
komplemen dan CD21 koreseptor yang menunjukkan interaksi
antara imunitas nonspesifik dan spesifik.
4. Pengalihan imunoglobulin
Sebagai respon terhadap ikatan CD40 dengan sitokin,
beberapa progeni sel B yang mengekspresikan IgM dan IgD
menunjukkan pengalihan isotip (kelas) yang menghasilkan
antibodi dengan rantai berat dari berbagai kelas seperti α, β, dan γ.
1.1. Sel T
Progenitor sel asal sumsum tulang yang bermigrasi ke timus berdiferensiasi
menjadi sel T. Sel T yang nonaktif disirkulasikan melalui KGB dan limpa yang
dikonsentrasikan dalam folikel dan zona marginal serta folikel.
A. Pematangan sel T
Sel T imatur dipersiapkan dalam timus untu memperoleh reseptor. TImosit
imtur hanya dapat menjadi matang bila reseptornya tidak berintegrasi dengan
7
peptida sel tubuh sendiri (self antigen) yang diikat MHC dan dipresentasikan
APC.
Diferensiasi sel berhubungan dengan petanda permukaan dan terjadi
proliferasi timosit subkapsular yang luas. Sebagian besar sel tersebut mati, tetapi
sisanya terus berdiferensiasi.
Pematangan sel T dari progenitornya melibatkan serangkaian dan ekspresi
gen TCR, proliferasi sel, seleksi yang diinduksi antigen dan perolehan
kemampuan untuk berfungsi.
B. Reseptor sel T
Kemampuan limfosit T matang untuk mengenal benda asing
dimungkinkan oleh ekspresi molekul unik pada membrannya yang disebut TCR.
Reseptor tersebut memiliki sifat diversitas, spesifitas, memori, dan berperan
dalam imunitas spesifik.
Sel T perifer terbanyak mengekspresikan rantai α dan β pada
permukaannya. Fungsi utama sel T adalah pengikatan antigen melalui TCR.
C. Molekul asesori
Baik pada fase induksi maupun fase efektor, respon sel T naif dipacu oleh
kompleks antigen-MHC yang dipresentasikan APC/SD. SD seperti sel
Langerhans di kulit yang menangkap antigen akan bemigrasi ke kelenjar limfoid
akan mempresentasikan antigen ke sel T.
Sel T yang mengenal fargmen peptida dari kompleks antigen-MHC yang
dipresentasikan APC akan berproliferasi menjadi sel T efektor dan memori. Ciri
APC seperti sel B, makrofag dan SD adalah kemampuannya untuk
mengekspresikan MHC-II dan memproduksi sitoin yang mengaktifkan sel T.
Interaksi antara APC dan sel T terjadi melalui berbagai molekul adhesi/asesori
dan ligannya, namun untuk aktivasi sel T penuh, masih diperlukan molekul-
molekul kostimulator.
D. Fungsi sel T
8
Sel T umumnya berperan dalam inflamasi, aktivasi fagositosis makrofag,
aktivasi dan proliferasi sel B dalam produksi antibodi. Sel T juga berperan dalam
pengenalan dan penghancuran sel yang terinfeksi virus. Sel T terdiri atas sel Th
yang mengaktifkan makrofag untuk membunuh mikroba dan sel CTL/Tc yang
membunuh sel terinfeksi mikroba/virus dan menyingkirkan sumber infeksi.
E. Subset sel T
Sel T terdiri atas sel CD4+, CD8+, sel T naif, NKT, dan Tr/Treg/Ts/Th3.
Sel T naif yang terpajan dengan kompleks antigen MHC dan dipresentasikan
APC atau rangsangan sitokin spesifik, akan berkembang menjadi subset sel T
berupa CD4+ dan CD8+ dengan fungsi efektor yang berlainan.
1.2. Perbedaan sel B dan T
Reseptor sel B dan T adalah anggota superfamili gen imunoglobulin. Gen dalam
famili ini menjadi protein dengan motif yang disebut imunoglobulin. Anggota famili gen
ini adalah imunoglobulin (BCR), TCR, MHC, molekul T asesori (CD4), molekul adhesi
(ICAM-1m ICAM-2) reseptor poli Ig, Ig-α, Igβ heterodimer.
Ciri-Ciri sel T dan Sel B
Sel T Sel B
Tempat pematangan Timus Sumsum Tulang
Reseptor Antigen TcR Antibodi
MHC untuk pengenalan Ya Tidak
Petanda Semua memiliki
TcR/CD3
Th-CD4
Tc-CD8
Ig permukaan
CD19/CD20/CD21
CD79
-
Lokasi utama dalam
kelenjar getah bening
Parakortikal Folikel
Sel memori Ya Ya
Fungsi Proteksi terhadap mikroba Proteksi terhadap mikroba
9
ekstraselular intraselular
Produk Th1-IFN-γ/TNF-α
Th2-IL-4, IL-5, IL-6, Tc
perforin
Antibodi (sel B menjadi sel
plasma)
1.3. Seleksi Klon
Klon adalah segolongan sel yang berasal dari satu sel dan karenanya genetik
identik. Selama perkembangannya dalam jaringan limfoid primer, sel B dan T
memperoleh reseptor permukaan spesifik untuk satu antigen yang akan memberikan
kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen tersebut. Reseptor sel T (TCR) tersebut akn
menetap selama sel hidup, terapi imunoglobulin permukaan pada sel B dapat berubah
oleh mutasi somatik, Hal tersebut terlihat dari pengalihan produksi imunoglobulin bila
sel terpajan dengan antigen spesifik. Sel yang dirangsang antigen dan berproliferasi akan
menurunkan sel-sel yang genetik identik (=klon). Fenomena tersebut disebut seleksi
klon.
Sel memori merupakan sel B dan sel T yang pernah dirangsang antigen dan hidup
lama. Ig G dietemukan pada permukaan sel memori B yang berfungsi sebagai reseptor
antigen dengan afinitas yang lebih besar dibanding dengan IgD dan IgM.
Sel perawan yang belum dirangsang antigen terpajan dengan antigen yang
dipresentasikan APC, akan berkembang menjadi sel efektor, Sebagian sel perawan
beserta sel memori tersebut disebar ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi darah dan
limfe sehingga dapat memantau jaringan tubuh terhadap serangan mikroorganisme.
Imunoglobulin yang dibentuk sel plasma dapat ditemukan dalam sitoplasma dan
permukaan sel dengan teknik imunofluoresen. Biasanya sel B akan dirangsang menjadi
sel plasma yang membentuk antibodi atas pengaruh antigen dan sel T (T dependen). Sel
B dapat pula membentuk antibodi atas rangsangan antigen tanpa bantuan sel T (T
independen).
1.4. Hubungan Antara Imunitas NonSpesifik dan Spesifik
A. Interaksi antara sistem imun nonspesifik dan spesifik
10
Invasi mikroba memacu berbagai efektor nonspesifik dan sinyal inflamasi
sehingga mikroba mudah diserang oleh berbagai molekul dan sel efektor.
Mikroba dikenal oleh CRP atau MBP yang mengikatnya dan berperan sebagai
opsonin dan dalam aktivasi komplemen.
Sinyal inflamasi memacu fagosit seperti makrofag dan neutrofil berikatan
dengan dinding pembuluh darah, keluar dari pembuluh darah dan bergerak ke
tempat infeksi untuk memakan mikroba penyebab infeksi. Selama proses ini
sinyal inflamasi lainnya meningkatkan mobolisasi fagosit dan mediator larut
CRP, MBL dan komplemen melalui arus darah ke tempat infeksi.
Sistem imun nonspesifik dan spesifik perlu bekerja bersama dalam
interaksi dan sistem kooperasi yang sangat tinggi yang menghasilkan respon
kombinasi yang lebih efekif. Sistem imun nonspesifik bekerja dengan cepat dan
sering diperlukan untuk merangsang sistem imun spesifik.
B. Interaksi antara sel NK dan sel sistem imun lain
Sel NK memberikan pertahanan pertama terhadap infeksi virus. Sasaran
sel NK adalah partikel virus. Lisis sel terinfeksi virus oleh sel NK menyingkirkan
infeksi yang diperlukan sampai sistem imun spesifik seperti sel Tc dan antibodi
dapa bekerja. Sel NK yang diaktifkan juga merupakan sumber berbagai sitokin
yang mengatur sek sistem imun lainnya. Sel NK dapat memproduksi IFN-γ dan
TNF-α yang merupakan sitokin imunoregulator poten. Kemokin yang merupakan
bagian dari sitokin memiliki aktivitas kemotaktok dan mengerahkan sel spesifik
ke tempat sel yang melepas sitokin. Sitokin selanjutnya bereperan dalam
komunikasi intraselular yang disebut penyampaian sinyal.
Beberapa manifestasi klinis yang dapat terjadi karena disfungsi sistem
imun adalah penyakit alergi, penyakit autoimun, penyakit defisiensi imun, dan
penolakan tandur serta penyakit Graft versus Host.
C. Interaksi antara sel CD4+ dan CD8+
Mikroba yang menginfeksi dan berkembang biak dalam sitoplasma
berbagai kenis sel, termasuk sel non fagositik, kadang tidak dapat disingkirkan
11
oleh fagosit yang diaktifkan sel T melalui DTH. Satu-satunya jalan untuk
menyingkirkan infeksi mikroba yang sudah menetap atau virus yang berkembang
biak dalam sitoplasma berbagai sel adalah dengan membunuh sel terinfeksi
sendiri. Hal itu merupakan fungsi CTL/Tc/CD8+.
Makrofag mencerna mikroba yang dimakannya dalam vesikel (fagosom),
namun beberapa mikroba dapat terlelpas dan masuk ke dalam sitoplasma. Sel
CD4+ akan mengenal antigen yang berasal dari mikroba vesikular dan
mengaktifkan makrofag untuk membunuh mikroba dengan vesikel. Sel CD8+
mengenal antigen yang berasal dari sitoplasma dan menyingkirkan mikroba
dengan membunuh sel terinfeksi.
1.5. Sinyal Transduksi
Reseptor permukaan sel seperti makrofag menerima sinyal awal yang
mengaktifkan respon imun nonspesifik yang kompleks. Tahap selanjutnya adalah
transmisi sinyal ke interior sel atau sinyal transduksi yang universil dalam sistem
biologis. Respons terhadap sinyal memerlukan 3 elemen yaitu sinyal sendiri, reseptot
dan jalur transduksi sinyal yang menghubungkan detektor dan mekanisme efektor.
Sinyal → reseptor → transduksi sinyal → mekanisme efektor.
Pada imunitas nonspesifik, sinyal berupa produk mikroba, reseptornya adalah
PRR pada leukosit dan sinyal akan diteruskan (transduksi) dengan interaksi molekul
intraselular spesifik. Mekanisme efektor - hal yang terjadi sebagai akibat sinyal -
menghasilkan klirens mikroba yang menginvasi. Beberapa gambaran umum jalur
transduksi sinyal yang dijelaskan di sini, terjadi pada transduksi sinyal melalui TCR.
Jenis komunikasi intraselular yang diperankan sitokin disebut pemberian sinyal. Pada
dasarnya pemberian sinyal terdiri dari reaksi antara molekul larut (ligan) dan molekul
yang diikat membran pada dua sel berbeda. Interaksi antara reseptor dan ligannya
menimbulkan adaptasi metabolik dalam sel.
Ada berbagai jalur sinyal transduksi. Sinyal transduksi mulai terjadi bila sinyal
diikat reseptorna yang terletak diluar sel atau dalam sel (steroid). Sinyal yang tidak dapat
melintasi membran sel, diikat reseptornya (MHC) pada permukaan sel.
12
1.6. Cluster Of Diferrentation Molecule
CD adalah istilah untuk molekul permukaan epitop dan dapat diidentifikasi
dengan antibodi monoklonal. Sel limfosit yang ada dalam berbagai fase pematangan
dapar dibedakan dari ekspresi molekul membran yang dapat ditentukan dengan
menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik untuk epitop tunggal antigen. Secara
internasional telah dibuat nomenklatur standar untuk antigen permukaan sel. Kelas
limfosit dengan fungsi tertentu mengekspresikan protein permukaan tertentu pula.
Molekul permukaan tersebut disebut Cluster Of Diferrentation (CD) atau nomor
molekul. Istilah antigen digunakan oleh karena dapat diproduksi antibodi terhadapnya.
Dalam buku ini dilaporkan 339 molekul CD, beberapa diantaranya ditemukan pada sel
bukan leukosit, beberapa petanda CD yang umum digunakan untuk membedakan fungsi
subpopulasi limfosit dapat dilihat pada tabel di bawah ini!
Beberapa petanda CD digunakan untuk membedakan fungsi subpopulasi limfosit
Jenis Fungsi
Sel T
Sel B Th Tc Sel
NK
CD2 Molekul adhesi; transduksi
sinyal
- + + +
CD3 Elemen transduksi sinyal
reseptor sel T
- + + -
CD4 Molekul adhesi yang
berikatan dengan MHC-II;
transduksi sinyal
- +* -* -
CD5 Belum diketahui (subset) - - + +
CD8 Molekul adhesi yang
berikatan dengan MHC-I;
sinyal transduksi
- -* +* +^
CD16 (FcgRIII) Reseptor regio Fc afinitas
rendah pada IgG
- - - +
CD21 (CR1) Reseptor komplemen (C3d) + - - -
13
dan EBV
CD28 Reseptor kostimulator
molekul B7 pada APC
- + + -
CD32 (FcgRII) Reseptor regio Fc pada IgG + - - -
CD35 (CR1) Reseptor komplemen (C3b) + - - -
CD40 Transduksi sinyal + - - -
CD45 Transduksi sinyal + + + +
CD56 Molekul adhesi - - - +
*biasanya ^ bervariasi
BAB III
PENUTUP
14
1.7. Kesimpulan
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan unuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
dirinya. Benda asing yang pertama timbul dalam badan yang segera dikenal sistem imun
spesifik, akan mensensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Sehingga bila sel sistem tersebut
terpapar ulang dengan benda asing yang sama, akan dikenali lebih cepat dan dihancurkannya.
Oleh karena itu sistem tersebut disebut spesifik.
Imunitas spesifik di perlukan untuk melawan antigen dari imunitas nonspesifik.Antigen adalah
substansi yang berupa protein dan polisakarida yang mempunyai kemampuan merangsang
munculnya system kekebalan tubuh (antibody)
Tubuh dapat dengan cepat merespon infeksi suatu penyakit,apabila tubuh terdapat antibody
untuk jenis antigen tertentu yang berasal dari kuman.
Sistem imun spesifik terdiri dari sistem imun spesifik humoral dan selular.
Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B Sel B tersebut
berasal dari sel asal multipoten dalam sumsum tulang. Bila sel B dirangsang benda asing, sel
tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang dapat membentuk
antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum.
yang jika dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi menjadi sel plasma yang dapat
membentuk antibodi (imunoglobulin). Selain itu juga berfungsi sebagai Antigen Presenting Cells
(APC)
Sedangkan yang berperan dalam sistem imun spesifik selular adalah limfosit T atau sel T yang
berfungsi sebagai regulator dan efektor. Fungsi regulasi terutama dilakukan oleh sel T helper (sel
TH, CD4+) yang memproduksi sitokin seperti interleukin-4 (IL-4 dan IL-5) yang membantu sel
B memproduksi antibodi, IL-2 yang mengaktivasi sel-sel CD4, CD8 dan IFN yang mengaktifkan
makrofag. Fungsi efektor terutama dilakukan oleh sel T sitotoksik (CD8) untuk membunuh sel-
sel yang terinfeksi virus, sel-sel tumor, dan allograft. Fungsi efektor CD4+ adalah menjadi
mediator reaksi hipersensitifitas tipe lambat pada organisme intraseluler seperti Mycobacterium
tuberculosis
Pada keadaan tidak homeostasis, bangkitnya respon imun ini dapat merugikan kesehatan, misal
pada reaksi autoimun atau reaksi hipersensitifitas (alergi). Beberapa penyakit seperti diabetes
melitus, sklerosis multipel, lupus, artritis rematoid termasuk contoh penyakit autoimun. Kondisi
15
ini terjadi jika sistem imun disensitisasi oleh protein yang ada dalam tubuh kemudian menyerang
jaringan yang mengandung protein tersebut.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS.2007. Cellular and Molecular Imunnology. Ed.6.
Philadelphia : WB Saunders Caompany
Anderson WL.1999. Immunology. Madison : Fence Creek Publishing
Karnen Garna Baratawidjaja dan Iris Rengganis.2010. Imunologi Dasar Edisi Ke-9.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia