korupsi pbak2.docx

50
Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi KORUPSI KELOMPOK 8 DIV KEPERAWATAN TINGKAT I SEMESTER II 1 Ni Kadek Ariyastuti (P07120214007) 2 Putu Epriliani (P07120214010) 3 I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012)

Upload: cintya-adianti

Post on 11-Jul-2016

238 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: KORUPSI PBAK2.docx

Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi

KORUPSI

KELOMPOK 8

DIV KEPERAWATAN TINGKAT I SEMESTER II

1 Ni Kadek Ariyastuti (P07120214007)

2 Putu Epriliani (P07120214010)

3 I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012)

4 Ni Putu Novia Indah Lestari (P07120214016)

5 Kadek Poni Marjayanti (P07120214026)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN AJARAN 2015

Page 2: KORUPSI PBAK2.docx

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kelompok kami dapat

menyelesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini memuat tentang “KORUPSI” dan

makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui dan memahami konsep dasar

mengenai korupsi sehingga mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Kami yakin makalah ini pasti tidak lepas dari kesalahan. Sehingga, kelompok

kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Serta, semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 1 Maret 2015

Penulis

Page 3: KORUPSI PBAK2.docx

Daftar Isi

Page 4: KORUPSI PBAK2.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan sebagai “penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan pribadi”. Sedangkan dalam undang-undang No. 20 tahun 2001 dapat diambil pengertian bahwa korupsi adalah “Tindakan melanggar hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara”. Hal itulah yang menyebabkan tindakan korupsi menjadi tindakan yang sangat tercela atau sangat terlarang. Karena pada dasarnya korupsi sama dengan mencuri.

Untuk menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang bersih, diperlukan sebuah sistem pendidikan anti korupsi yang berisi tentang sosialisasi bentuk-bentuk korupsi, cara pencegahan dan pelaporan serta pengawasan terhadap tindak pidana korupsi. Pendidikan seperti ini harus ditanamkan secara terpadu mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan anti korupsi ini akan berpengaruh pada perkembangan psikologis siswa.

Pendidikan anti korupsi berperan sangat penting bagi kelangsungan bangsa Indonesia, diantaranya adalah untuk menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa. Melalui pendidikan ini, diharapkan semangat anti korupsi akan mengalir di dalam darah setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Sehingga, pekerjaan membangun bangsa yang terseok-seok karena adanya korupsi dimasa depan tidak akan terjadi lagi. Jika korupsi sudah diminimalisir, maka setiap pekerjaan membangun bangsa akan maksimal.

Pola pendidikan yang sistematik akan mampu membuat siswa mengenal lebih dini hal-hal yang berkenaan dengan korupsi termasuk sanksi yang akan diterima kalau melakukan korupsi. Dengan begitu, akan tercipta generasi yang sadar dan memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan tahu akan sanksi yang akan diterima jika melakukan korupsi.

Page 5: KORUPSI PBAK2.docx

Tidak hanya itu, pendidikan anti korupsi yang dilaksanakan secara sistemik di semua tingkat institusi pendidikan, diharapkan akan memperbaiki pola pikir bangsa tentang korupsi. Selama ini, sangat banyak kebiasaan-kebiasaan yang telah lama diakui sebagai sebuah hal yang lumrah dan bukan korupsi. Termasuk hal-hal kecil. Misalnya, sering terlambat dalam mengikuti sebuah kegiatan, terlambat masuk sekolah, kantor dan lain sebagainya. Menurut KPK, ini termasuk salah satu bentuk korupsi, korupsi waktu. Kebiasaan tidak disiplin terhadap waktu ini sudah menjadi lumrah, sehingga perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat. Materi ini dapat diikutkan dalam pendidikan anti korupsi ini.

Dengan adanya pendidikan anti korupsi ini, diharapkan akan lahir generasi tanpa korupsi sehingga dimasa yang akan datang akan tercipta Indonesia yang bebas dari korupsi. Harapan awal tentunya ini akan berdampak langsung pada lingkungan sekolah yaitu pada semua elemen pendidikan, seperti kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa. Lingkungan sekolah akan menjadi pioneer bagi pemberantasan korupsi dan akan merembes ke semua aspek kehidupan bangsa demi mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari korupsi ?2. Sebutkan ciri-ciri dari korupsi !3. Sebutkan pola dari korupsi !4. Sebutkan modus dari korupsi !5. Jelaskanlah korupsi dalam berbagai perspektif !

C. Tujuan Penulisan

1. Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami pengertian dari korupsi.2. Agar mahasiswa dapat mengetahui ciri-ciri dari korupsi.3. Agar mahasiswa dapat mengetahui pola dari korupsi.4. Agar mahasiswa mengetahui modus dari korupsi.5. Agar mahasiswa memahami perspektif-perspektif dari korupsi.

Page 6: KORUPSI PBAK2.docx

D. Manfaat Penulisan

Dengan ditulisnya makalah pendidikan anti korupsi ini diharapkan agar mahasiswa memahami konsep dasar korupsi dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat meminimalisir tindakan-tindakan yang dapat menjadi benih timbulnya korupsi seperti halnya datang terlambat (korupsi waktu). Jika pendidikan anti korupsi ini dapat diserap, dimengerti, dan dipahami serta diimplementasikan dengan baik oleh mahasiswa, dosen, dan juga seperangkat komponen dalam institusi alhasil maka tidak sulit untuk menciptakan Indonesia yang bersih, bebas dari korupsi.

Page 7: KORUPSI PBAK2.docx

BAB II

ISI

2.1 PENGERTIAN KORUPSI

Korupsi adalah suatu tindakan yang sangat tidak terpuji dan dapat merugikan suatu bangsa. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus korupsi yang terbilang cukup banyak. Tidakkah kita melihat akhir-akhir ini banyak sekali pemberitaan dari koran maupun media elektronik yang banyak sekali memberitakan beberapa kasus korupsi di beberapa daerah di Indonesia yang oknumnya kebanyakan berasal dari pegawai negeri yang seharusnya mengabdi untuk kemajuan bangsa ini. Kasus korupsi menjadi sorotan berbagai pihak dan jenjang masyarakat Indonesia. Berikut dapat dijelaskan pengertian korupsi dari berbagai pendapat.

a. Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang  Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: 

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 ayat 1).

2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3).

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara jelas telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).

Page 8: KORUPSI PBAK2.docx

Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.

b. Pengertian Korupsi Menurut Ilmu PolitikDalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi lainnya.  

c. Pengertian Korupsi Menurut Ahli EkonomiPara ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi didefinisikan sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang umum dan swasta.

d. Pengertian Korupsi Menurut HaryatmokoKorupsi adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan yang didapat dari posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan demi kepentingan keuntungan dirinya.

e. Pengertian Korupsi Menurut BrooksMenurut Brooks, korupsi adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi. 

f. Pengertian Korupsi Menurut The Lexicon Webster DictionaryKorupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Page 9: KORUPSI PBAK2.docx

g. Pengertian Korupsi Menurut Gunnar MyrdalKorupsi adalah suatu masalah dalam pemerintahan karena kebiasaan melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan membongkar korupsi dan tindakan-tindakan penghukuman terhadap pelanggar. Tindakan pemberantasan korupsi biasanya dijadikan pembenar utama terhadap KUP Militer.

h. Pengertian Korupsi Menurut MubyartoKorupsi adalah suatu masalah politik lebih dari pada ekonomi yang menyentuh keabsahan (legitimasi) pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan para pegawai pada umumnya. Akibat yang ditimbulkan dari korupsi ini ialah berkurangnya dukungan pada pemerintah dari kelompok elite di tingkat provinsi dan kabupaten. Pengertian korupsi yang diungkapkan Mubyarto yaitu menyoroti korupsi dari segi politik dan ekonomi.

i. Pengertian Korupsi Menurut Robert KlitgaardKorupsi adalah suatu tingkah laku yang meyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, dimana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi. Pengertian korupsi yang diungkapkan oleh Robert yaitu korupsi dilihat dari perspektif administrasi negara.

j. Pengertian Korupsi Menurut Syeh Hussein Alatas Menurut beliau korupsi ialah subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas dan kesejahteraan umum, yang dilakukan dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan akan akibat yang diderita oleh rakyat.

k. Pengertian Korupsi Menurut Black’s Law Dictionary Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang berlawanan dengan kewajibannya dan juga hak-hak dari pihak lain.

Page 10: KORUPSI PBAK2.docx

Selain itu, masih banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.

Secara etimologis, korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir, 2006:281-282).

Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi (Anwar, 2006:10). Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.

Dalam Kamus Lengkap Oxford (The Oxford Unabridged Dictionary) korupsi didefinisikan sebagai penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa. Sedangkan pengertian ringkas yang dipergunakan World Bank, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain).

Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.

Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara

Page 11: KORUPSI PBAK2.docx

melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.

Dari beberpa definisi tersebut juga terdapat beberapa unsur yang melekat pada korupsi. Pertama, tindakan mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta negara atau masyarakat. Kedua, melawan norma-norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu. Kelima, merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun negara.

2.2 CIRI-CIRI KORUPSI

Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakanmelakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisahan keuangan pribadi dengan masyarakat. Perbuatan korupsi di manapun dan kapanpun akan selalu memiliki ciri khas. Dan ciri khas tersebut bisa bermacam-macam, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri korupsi, sebagai berikut :

1. Melibatkan lebih dari satu orang. Inilah yang membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.

2. Korupsi tidak hanya berlaku di kalangan pegawai negeri atau anggota birokrasi negara, korupsi juga terjadi di organisasi usaha swasta;

3. Korupsi dapat mengambil bentuk menerima sogok, uang kopi, salam tempel, uang semir, uang pelancar, baik dalam bentuk uang tunai atau benda atau pun wanita;

Page 12: KORUPSI PBAK2.docx

4. Umumnya serba rahasia, kecuali sudah membudaya;5. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang tidak selalu

berupa uang;6. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik

atau masyarakat umum;7. Setiap perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan

pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat;8. Di bidang swasta, korupsi dapat berbentuk menerima pembayaran uang dan

sebagainya, untuk membuka rahasia perusahaan tempat seseorang bekerja, mengambil komisi yang seharusnya hak perusahaan.

9. suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan10. dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus11. adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain12. terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan

yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya13. adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk

pengesahan hukum14. Mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan atau

wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.15. Setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau pada

masyarakat umum.

2.3 POLA KORUPSI

Di bawah ini dapat dijelaskan mengenai beberapa pola korupsi yang biasanya dilakukan oleh orang-orang :

1. Pola Konvensional

Pola konvensional berarti menggunakan uang kantor atau negara secara langsung untuk keperluan pribadi. Karena pola konvensional ini justru sudah jarang dilakukan karena risikonya tinggi, selain itu “skenarionya” sangat sederhana.

2. Pola Kuitansi Fiktif

Sebenarnya pola ini lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah manipulasi atau penyelewengan. Sesuatu yang kecil dibesar-besarkan dan

Page 13: KORUPSI PBAK2.docx

sebaliknya. Yang ada dibuat tidak ada dan sebagainya. Tetapi karena pola ini lebih banyak mengandalkan buku kuitansi dalam rangka menghadapi petugas inspektorat, audit, maupun pajak, maka cenderung disebut sebagai pola kuitansi fiktif karena kuitansinya memang terbukti ada. Tetapi barang atau jasa atau kegiatan yang dibeli/diselenggarakan justru lain dengan bukti kuitansinya, atau bahkan sama sekali tidak ada. Kasus seperti ini umum dilakukan oleh kantor-kantor pemerintah, swasta, maupun BUMN.

Contoh yang paling sederhana misalnya, si A membeli barang/jasa atau menyelenggarakan sebuah kegiatan untuk kepentingan kantornya. Bukti riil uang keluar yang harus dipertanggungjawabkan terhadap kantor tersebut adalah kuitansi. Supaya si A bisa mendapatkan keuntungan, ada beberapa cara yang bisa ditempuh. Pertama, barang/jasa yang dibeli atau kegiatan yang diselenggarakan diperkecil atau dikurangi jumlah maupun mutunya, sementara harganya tetap. Jumlah yang harus dibayarkan otomatis juga ikut turun sementara jumlah yang harus dipertanggungjawabkan ke kantor tetap seperti rencana. Selisih jumlah tersebut bisa langsung masuk kantung pribadi si A.

Cara kedua, jika sulit menurunkan jumlah maupun kualitas barang/jasa atau kegiatan, maka harganya yang justru dinaikkan. Selisih antara harga yang sebenarnya dengan harga yang sudah naik tadilah yang menjadi keuntungan si A. Bahkan barang, jasa atau kegiatan yang diselenggarakan bisa 100 persen difiktifkan. Anggaran tetap turun tapi barang/jasa yang dibeli atau kegiatan yang diselenggarakan sama sekali tidak ada. Contohnya reboisasi fiktif bahkan juga wartawan yang melakukan reportase fiktif. Sering pula terjadi, setelah diadakan seminar atau lokakarya atau raker, seorang ketua OC (organizing committee) memerintahkan sekretaris atau bendaharanya untuk mendatangi toko-toko tertentu yang biasa diajak kerjasama untuk membuat kuitansi fiktif, agar realisasi pengeluaran seminar/lokakarya atau raker bisa sesuai dengan rencana anggaran yang dibuat. Bahkan ada “oknum” yang sengaja mencetakkan macam-macam kuitansi dan menyimpan macam-macam stempel buatan tukang reklame kaki lima untuk mengelabuhi petugas inspektorat, audit, atau rekan sekantornya sendiri dari bagian akunting.

Page 14: KORUPSI PBAK2.docx

3. Pola Komisi

Sebuah kantor pemerintah, swasta, maupun BUMN pasti sering membeli barang dalam jumlah besar, baik untuk kegiatan rutin maupun untuk menunjang proyek-proyeknya. Misalnya kantor perlu 200 baju seragam untuk karyawannya. Harga baju di toko per lembar Rp 10.000. Tapi karena membeli di pengusaha konfeksi, salah satu karyawan yang ditugaskan membelinya bisa memperoleh potongan harga sampai 20 persen. Kalau manajemen di kantor kurang baik, dengan mudah seluruh komisi itu bisa menjadi milik karyawan tersebut.

Contoh di atas masih menggunakan barang yang sederhana.Bagaimana kalau mobil, rumah, pesawat terbang atau kapal tanker? Karena jumlah komisi ini bisa sangat besar, maka dari itu manajemen yang baik sangat diperlukan. Kadang-kadang kasus korupsi dengan pola komisi ini menjadi teramat rumit untuk diusut lebih lanjut, manakala komisi yang diberikan bukanlah berbentuk uang sesuai dengan persentase melainkan berupa barang sebagai hadiah, misalnya arloji, video. mobil, rumah, dan sebagainya. Tetapi bagaimanapun rumitnya, korupsi dengan pola ini masih tetap ada peluang untuk diusut dan dibuktikan secara hukum.

4. Pola Upeti

Meski komisi berupa hadiah barang, termasuk Hadiah lebaran, Natal dan Tahun Baru – asalnya selalu dari relasi dan selalu dihitung sesuai dengan persentase nilai transaksi yang telah atau akan dilakukan. Upeti juga bisa berupa uang maupun barang yang diberikan oleh bawahan untuk atasan. Tujuannya bisa macam-macam. Misalnya agar kondite tetap terjaga baik. Supaya kedudukan aman, tidak digeser atau dimutasikan ke tempat yang tidak diinginkan.

Dalam kondisi tertentu, bisa terjadi tawar-menawar antara atasan dengan bawahan tentang jumlah upeti yang disetor. Atasan bisa langsung memotong upeti yang sudah menjadi kesepakatan bersama itu. Jadi sifatnya sudah sangat mirip dengan pola komisi, perbedaannya ada pada pelakunya. Komisi adalah antara oknum pembelian dengan relasi, sedangkan upeti adalah antara bawahan dengan atasan.Upeti ini bisa berupa makanan atau cenderamata untuk si pengambil keputusan atau si penandatangan SPJ (Surat

Page 15: KORUPSI PBAK2.docx

Perintah Jalan) saat seseorang akan bertugas keluar kota atau keluar negeri. Sepertinya hal ini sudah menjadi semacam “budaya”.

5. Pola Menjegal Order

Contoh kasus : “misalnya saya bekerja sebagai tenaga sales di sebuah perusahaan konfeksi. Gaji saya Rp 300.000 ditambah persentase dari transaksi yang berhasil saya dapatkan. Tiba-tiba saya mendapatkan order senilai 500 juta rupiah. Persentase yang saya dapat dari kantor sesuai dengan peraturan pastilah kecil sekali. Mendingan order ini saya lempar ke pengusaha konfeksi lain hingga saya menerima komisi yang lebih gede. Kalau order ini datangnya dari relasi baru, kemungkinan terbongkarnya kasus saya ini akan jadi kecil sekali.Tapi yang lebih menguntungkan lagi adalah kalau order tadi saya garap sendiri. Itulah sebabnya kita lalu sering melihat adanya tenaga sales di sebuah perusahaan percetakan yang di rumah juga punya mesin cetak sendiri. Ada pegawai konfeksi yang di rumah punya usaha jahit sendiri. Ada pegawai bengkel yang di rumah juga punya usaha perbengkelan dan sebagainya. Order-order yang dijegal ini sebenarnya secara hukum adalah milik perusahaan. Jadi karena pembuktian kasus seperti ini juga tidak sulit, penindakannya secara administratif maupun hukum juga paling mudah untuk dilakukan. Biasanya oknum seperti ini kalau ketahuan akan segera di-PHK.”

Penjegalan order seperti ini tidak hanya jadi monopoli para tenaga sales. Resepsionis, penjaga toko, tenaga administratif bagian pembuka surat, bahkan juga satpam penjaga pintu gerbang pun bisa saja melakukan penjagalan order. Resepsionis menguasai relasi yang datang lewat telepon, tenaga administrasi menguasai pesanan lewat surat/wesel, dan satpam selalu bisa menyongsong relasi yang datang langsung lewat pintu gerbang.

6. Pola Perusahaan Rekanan

Apabila Anda seorang pimpinan proyek atau pejabat pengambil keputusan, tentu akan terlalu kentara manakala mempunyai perusahaan yang bisa menangkap order-order dari kantor Anda sendiri. Kalau Anda bekerja di sebuah kantor penerbitan lalu di rumah Anda mempunyai perusahaan percetakan untuk menampung order dari kantor, tentu teman-teman akan ribut lantaran hal itu kelewat mencolok mata. Itulah sebabnya lalu banyak oknum pejabat yang memberi modal pada si keponakan, si saudara sepupu, mertua,

Page 16: KORUPSI PBAK2.docx

istri, anak, dan kerabat dekat lain untuk membuat perusahaan rekanan. Kepadanyalah kemudian segala macam order mengalir dengan lumayan deras. Di kalangan elite di negeri ini, gejala demikian sebenarnya sudah bukan merupakan barang baru lagi. Hanya siapakah gerangan yang berani menulis atau membeberkannya di muka umum?

Sebenarnya, sejauh perusahaan rekanan yang dikelola oleh sanak famili tadi kualitasnya sama dengan perusahaan rekanan yang asli, masalahnya sama sekali tidak ada. Boleh-boleh saja. Tapi biasanya, karena pemberi order itu masih memiliki hubungan darah dengan Anda, maka hukum bisnis jadi sering tersendat untuk diterapkan secara lugas. Terjadilah kemudian penyimpangan kualitas, waktu, anggaran dan sebagainya.

Pola penyalahgunaan jabatan/wewenang. Pola inilah yang oleh masyarakat banyak lazim disebut sebagai pungli, uang semir, pelicin, sogok, suap dan lain-lain. Contohnya sudah banyak. Misalnya Polantas yang sering terima “salam tempel”. Petugas kantor kelurahan yang sering mengutip minimal gopek (lima ratus) hanya untuk stempel surat keterangan berkelakuan baik, bahkan juga oknum wartawan yang minta amplop sehabis menjepretkan kamera dan menodongkan tape recorder.

Bagaimanakah kalau masyarakat tidak mau memberikan sesuatu kepada para petugas tadi? Urusan bakal jadi berbelit, tersendat-sendat atau bahkan macet total. Kalau sudah begini, yang repot tentunya ya masyarakat sendiri.Memang selalu ada anjuran untuk tidak memberi iming-iming pungli kepada para petugas, agar mereka tidak tergoda. Anjuran ini mirip sekali dengan imbauan untuk beli karcis di loket stasiun dan bukan di calo. Tapi apa mau dikata, karena permintaan jauh lebih besar dari penawaran, jadinya ya tetap saja calo masih laku keras terutama di saat-saat ramai seperti di sekitar Lebaran.

Di kalangan para petugas/pegawai negeri masalahnya sama saja. Selama mereka diberi gaji kecil, padahal wewenangnya begitu besar, maka pungli pasti akan jalan terus. Karena masyarakat memang perlu pelayanan dan tidak mau direpotkan. Mereka cenderung lebih memilih keluar uang sedikit asal urusan cepat selesai.

Page 17: KORUPSI PBAK2.docx

7. Pola Korupsi Era Otonomi Daerah

Menurut Syarif Maulana, Dosen Filsafat dan Komunikasi, Universitas Padjajaran, sejak era reformasi, korupsi menjadi salah satu isu besar yang terus-menerus dikampanyekan untuk dilawan. Meski kampanye berlangsung di berbagai tingkat mulai dari pusat hingga daerah, namun sepertinya tidak ada perbaikan yang signifikan. Korupsi seolah tetap bertahan dan bahkan terus membiakkan diri. Baik Indonesia Corruption Watch (ICW) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kedua lembaga pengawas tersebut mencatat fenomena menjamurnya korupsi di tingkat pusat hingga daerah.

Ada sejumlah data terbaru yang mendukung argumen ini. ICW, misalnya, telah mempublikasikan bahwa 285 kasus korupsi terjadi di tingkat pusat maupun daerah pada periode 1 Januari hingga 31 Juli 2012. Terdapat 597 orang dijadikan tersangka oleh penegak hukum. Selain itu, dari laporan tahunan KPK tahun 2011, tercatat ada 29 kasus yang melibatkan kepala daerah dan 8 gubernur. Statistik ini juga didukung oleh data yang dipublikasikan Mendagri pada Mei 2012: terdapat sekitar 173 kepala daerah yang tersangkut kasus hukum. Dengan kata lain, sepertiga kepala daerah di Indonesia bermasalah.

Korupsi di daerah tidak bisa terlepas dari cacatnya perangkat hukum yang ada. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah tidak mengatur hierarki jelas antara pemerintah pusat dan daerah. Gubernur adalah wakil pemerintah karena bertanggung jawab kepada menteri dalam negeri, namun tidak memiliki kuasa untuk memberhentikan kepala daerah yang bermasalah. Kebanyakan pola korupsi di daerah pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan pola yang terjadi di pemerintah pusat, yakni kongkalikong hingga mengarah ke pemerasan. Di pusat, praktik kongkalikong hingga pemerasan terjadi saat terjadi permintaan suntikan modal. Di pusat, dalam hal ini DPR memiliki peranan kunci karena memiliki otoritas dalam mengucurkan dana.

Korupsi di daerah memiliki ciri serupa, namun terpusat di kepala daerah. Karena minimnya check and balance, kepala daerah bersikap seperti raja kecil. Pola korupsi yang umumnya dilakukan adalah mengorupsi APBD ataupun melakukan kongkalikong atau 'pemerasan' kepada pihak swasta. Salah satu contoh kasus yang bisa disorot adalah kontroversi kasus Buol yang

Page 18: KORUPSI PBAK2.docx

melibatkan Bupati Amran Batalipu dan pengusaha Siti Hartati Murdaya. Kasus kepala daerah yang melakukan korupsi juga tidak terlepas dari lengangnya pengawasan di daerah hingga membuat orang berlomba-lomba menjadi kepala daerah. Hal ini diperparah dengan mahalnya biaya pilkada. Kepala daerah terpilih menjadi tidak berkualitas, karena terdapat potensi korupsi, kepala daerah ini akan menggunakan posisi mereka untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan saat kampanye. Imbas dari pola korupsi ini adalah pertumbuhan ekonomi dan risiko berbisnis. Korupsi membuat anggaran pembangunan infrastruktur berkurang sehingga merugikan masyarakat daerah karena praktik pungli membuat ekonomi berbiaya tinggi.

Praktik kongkalikong dan pemerasan harus menjadi sorotan khusus. Kecurigaan kemungkinan adanya kongkalikong dan atau pemerasan BUMN yang diduga dilakukan oleh oknum anggota DPR harus diseriusi, karena hal tersebut juga terindikasi terjadi di daerah-daerah. Hal ini akan bermasalah karena praktik pemberian uang atau imbalan dapat diartikan sebagai penyuapan. Pebisnis di daerah memiliki risiko ganda. Jika tidak membayar pungli, bisnis tidak akan jalan. Jika membayar, ada risiko dianggap sebagai penyuap.

Pola korupsi di pusat dan daerah sebetulnya berakar dari permasalahan yang sama, yakni lemahnya pengawasan. Saat ini, tidak ada mekanisme yang memberikan efek jera. Ada sejumlah langkah yang bisa diambil untuk mengatasi hal ini. Pertama, meningkatkan fungsi pengawasan KPK pada tataran nasional dan regional. Saat ini KPK adalah satu-satunya penegak hukum yang dapat diandalkan dan memberi efek takut pada koruptor. Revisi Undang Undang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) perlu dipertimbangkan, karena fakta di lapangan memperlihatkan adanya ketidaharmonisan antara KPK, Polri dan Kejaksaan agung. Revisi diperlukan untuk mencegah overlapping di antara penegak hukum.

Kedua, memberikan jaminan keamanan kepada swasta. Praktik kongkalikong hingga pemerasan merupakan momok tersendiri bagi swasta karena menambah biaya investasi. Banyak kasus tidak dilaporkan karena adanya kekhawatiran akan diartikan sebagai upaya penyuapan. Adanya perbedaan persepsi ini membuat pihak swasta menjadi pihak yang paling dirugikan. Perlu diberikan adanya jaminan hukum bagi para whistle blower

Page 19: KORUPSI PBAK2.docx

sehingga pihak pebisnis tidak akan takut melaporkan adanya praktik kongkalikong yang bisa menjurus ke praktik pemerasan dari pemerintah daerah.

Ketiga, merevisi UU Otonomi Daerah. Saat ini pemerintah tidak memiliki kekuasaan untuk mengontrol kepala daerahnya. Gubernur hanya terbatas memberikan pembinaan. Revisi UU Otonomi Daerah terbaru haruslah memberikan kekuasaan kepada gubernur untuk memberhentikan kepala daerah, sehingga dapat meredam gejala 'raja kecil' di daerah.

Keempat, menghentikan pemekaran daerah. Tidak adanya perangkat hukum dan fungsi pengawasan membuat otonomi daerah menjadi tambang emas baru bagi koruptor. Tanpa adanya perangkat hukum jelas yang dapat mengontrol perilaku kepala daerah, otonomi daerah justru akan menjadi sumber korupsi baru. Tidak perlu ada pemekaran daerah baru sampai revisi UU Otonomi Daerah diterbitkan. Langkah-langkah di atas tentu saja tidak akan berjalan efektif jika masyarakat di daerah tidak kompak berpartisipasi dalam pengawasan. Kesadaran untuk mengawasi ini datang tidak hanya dari kampanye yang masif dan kontinyu, tapi juga melalui edukasi secara perlahan tapi mantap tertanam dalam kesadaran.

8. Pola Korupsi dalam Pilkada

Polemik perubahan sistem Pilkada langsung menjadi Pilkada tak langsung terus mendapat sorotan dari banyak kalangan, tidak terkecuali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK khawatir jika sistem baru ini jadi terealisasi, akan bermunculan pola – pola korupsi baru di kalangan anggota legislatif.

Terkait pola – pola korupsi baru yang sangat riskan terjadi akibat Pilkada tidak langsung, berikut yang dikawatirkan KPK:

a. ‘Pemerasan’ Terhadap Kepala Daerah oleh Anggota DPRD

Jika benar sistem Pilkada tak langsung dilaksanakan maka secara otomatis suara rakyat akan diwakili oleh suara anggota DPRD. Dengan demikian ditakutkan akan terjadi proses tawar menawar antara DPRD dengan

Page 20: KORUPSI PBAK2.docx

Kepala Daerah. Dimana dalam posisi ini tentu DPRD sedikit lebih diunggulkan.

Oleh sebab itu ketika kelak pemerintahan telah resmi berjalan, anggota DPRD akan dengan mudahnya meminta dana dengan berbagai dalih, salah satunya tentu untuk memuluskan program yang disusun. Kepala Daerah yang kemungkinan merasa ‘berhutang budi’ pada saat proses Pilkada bukan tidak mungkin akan terpojokkan dan tidak kuasa mengelak permintaan anggota DPRD.

b. Segitiga Suap antara DPRD-Kepala Daerah-Pengusaha

Kekawatiran kedua dari KPK ini jauh lebih besar dari pada yang pertama. Jika dengan sistem Pilkada langsung potensi suap hanya akan terjadi oleh perusahaan swasta ke kepala daerah dalam perurusan izin, beda halnya dengan sistem Pilkada tak langsung. Dengan sistem yang melibatkan anggota DPRD sebagai pihak paling menentukan, bukan tidak mungkin rantai suap akan berkembang dari yang awalnya hanya Perusahaan-kepala daerah menjadi perusahaan-kepala daerah-DRPD.

2.4 MODUS KORUPSI

Korupsi dan koruptor adalah dua kata yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Tidak ada Koran maupun televisi yang sepi dalam jangka waktu lama dari berita atau pembahasan mengenai hal tersebut. Ini membuktikan kita semua membenci korupsi dan menginginkan korupsi dibabat habis dari bumi Indonesia tercinta ini. Dan agar pemerintahan dapat dijalankan oleh individu-individu yang BTP (Bersih, Transparan dan Profesional).

Usaha pemberantasan korupsi sesungguhnya merupakan gerakan moral skala nasional yang perlu didukung semua stakeholder negeri ini. Namun dalam rangka pemberantasan korupsi tersebut, kita perlu mengetahui beberapa modus dari perilaku korupsi yang marak terjadi di pemerintahan maupun swasta.

Studi Modus Korupsi di Sektor Perbankan dilakukan dengan tujuan untuk :

Page 21: KORUPSI PBAK2.docx

a. Mengklasifikasikan antara kejahatan perbankan umum dengan tindak pidana korupsi pada sektor perbankan.

b. Mendapatkan gambaran awal – yang sebisa mungkin menyeluruh – tentang potensi dan kondisi kejahatan perbankan termasuk korupsi pada lembaga perbankan termasuk korupsi pada lembaga perbankan.

c. Memetakan potensi terjadinya kejahatan perbankan dan korupsi yang mungkin terjadi pada sektor perbankan serta modus operandinya,

d. Mendapatkan gambaran awal yang dari waktu ke waktu bisa digunakan sebagai data pembanding dengan kondisi di masa depan,

e. Mencari akar masalah atas potensi terjadinya kejahatan perbankan dan korupsi pada sektor perbankan,

f. Menyusun masukan yang dapat digunakan untuk menghindari terjadinya kejahatan perbankan dan korupsi pada sektor perbankan,

g. Menyusun masukan mengenai penanganan kejahatan perbankan dan kasus korupsi pada sektor perbankan terkait dengan kewenangan KPK.

Agar kita tidak terjebak mendukung atau ikut menikmati hasil tindak pidana korupsi, baik di pemerintahan maupun swasta, berikut ini dikemukakan 18 modus korupsi yaitu :

a. Pemerintahan : Pengusaha menggunakan pejabat pusat untuk membujuk kepala daerah mengintervensi proses pengadaan barang/jasa dalam rangka memenangkan pengusaha tertentu dan meninggikan harga ataupun nilai kontrak.

Swasta : Manajer atau karyawan yang ditunjuk dalam proyek pengadaan barang/ jasa di perusahaan mendekati rekanannya dan berjanji menggunakan jasa atau barangnya asal harga barang atau nilai kontrak ditinggikan untuk masuk kantong pribadi.

b. Pemerintahan : Pengusaha mempengaruhi kepala daerah untuk mengintervensi proses pengadaan barang/jasa agar rekanan tertentu dimenangkan dalam tender atau ditunjuk langsung dan harga barang dinaikkan (di-mark up).

Swasta : Manajer atau karyawan memenangkan rekanan tertentu dalam tender atau menunjuknya secara langsung dan harga barang/jasa dinaikkan (di-mark up) untuk masuk kantong sendiri.

Page 22: KORUPSI PBAK2.docx

c. Pemerintahan : Panitia pengadaan yang dibentuk Pemda membuat spesifikasi barang yang mengarah pada merek produk atau spesifikasi tertentu untuk memenangkan rekanan tertentu, serta melakukan mark up harga barang dan nilai kontrak.

Swasta : Manajer atau karyawan membuat spesifkasi barang yang mengarah pada merek produk atau spesifikasi tertentu untuk memenangkan rekanan tertentu, dengan maksud mendapatkan keuntungan pribadi dengan melakukan mark up harga barang dan nilai kontrak.

d. Pemerintahan : Kepala daerah ataupun pejabat daerah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan dan menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya kemudian membuat laporan pertangungjawaban fiktif.

Swasta : Manajer atau karyawan menggunakan dana/anggaran dari pos yang tidak sesuai dengan peruntukannya, lalu membuat laporan fiktif.

e. Pemerintahan : Kepala daerah memerintahkan bawahannya menggunakan dana untuk kepentingan pribadi si pejabat yang bersangkutan atau kelompok tertentu kemudian membuat pertanggungjawaban fiktif.

Swasta : Manajer atau karyawan menggunakan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi dengan membuat pertanggungjawaban fiktif.

f. Pemerintahan : Kepala daerah menerbitkan Perda sebagai dasar pemberian upah pungut atau honor dengan menggunakan dasar peraturan perundangan yang lebih tinggi, namun sudah tidak berlaku lagi.

Swasta : -

g. Pemerintahan : Pengusaha, pejabat eksekutif dan DPRD membuat kesepakatan melakukan ruislag (tukar guling) atas aset Pemda dan menurunkan (mark down) harga aset Pemda, serta meninggikan harga aset milik pengusaha.

Swasta : Manajer atau karyawan menjual aset perusahaan dengan laporan barang rusak atau sudah tidak berfungsi lagi.

Page 23: KORUPSI PBAK2.docx

h. Pemerintahan : Kepala daerah meminta uang jasa dibayar di muka kepada pemenang tender sebelum melaksanakan proyek.

Swasta : Manajer atau karyawan meminta uang jasa dibayar di muka kepada rekanan sebelum melaksanakan proyek.

i. Pemerintahan : Kepala daerah menerima sejumlah uang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan.

Swasta : Manajer atau karyawan menerima sejumlah uang atau barang dari  rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan.

j. Pemerintahan : Kepala daerah membuka rekening atas nama Kas Daerah dengan spesimen pribadi (bukan pejabat atau bendahara yang ditunjuk). Maksudnya, untuk mempermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur.

Swasta : Manajer atau kepala bagian membuka rekening atas nama perusahaan dengan spesimen pribadi untuk mempermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur.

k. Pemerintahan : Kepala daerah meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana pemerintah yang ditempatkan di bank.

Swasta : Manajer atau bagian keuangan meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana perusahaan yang ditempatkan di bank atau menempatkan dana perusahaan di bank atau pasar modal atas nama pribadi.

l. Pemerintahan : Kepala daerah memberikan izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Swasta : Manajer atau kepala bagian atau karyawan menyewakan atau men-swakelola aset perusahaan dan hasilnya masuk ke kantong sendiri.

m. Pemerintahan : Kepala daerah menerima uang/barang yang berhubungan dengan proses perijinan yang dikeluarkannya.

Page 24: KORUPSI PBAK2.docx

Swasta : Manajer atau karyawan menerima uang/barang sehubungan dengan tugas dan pekerjaannya dari pihak ketiga yang diuntungkan olehnya.

n. Pemerintahan : Kepala daerah, keluarga ataupun kelompoknya membeli lebih dulu barang dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali ke Pemda dengan harga yang sudah di-mark up.

Swasta : Manajer atau karyawan membeli barang dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali kepada perusahaan dengan harga yang di-mark up.

o. Pemerintahan : Kepala daerah meminta bawahannya untuk mencicilkan barang pribadinya menggunakan anggaran daerah.

Swasta : Manajer atau karyawan mencicil harga barang pribadinya dengan menggunakan uang kantor.

p. Pemerintahan : Kepala daerah memberikan dana kepada pejabat tertentu dengan beban pada anggaran dengan alasan pengurusasn DAK (Dana Alokasi Khusus) atau DAU (Dana Alokasi Umum).

Swasta : -

q. Pemerintahan : Kepala daerah memberikan dana kepada DPRD dalam proses penyusunan APBD.

Swasta : -

r. Pemerintahan : Kepala daerah mengeluarkan dana untuk perkara pribadi dengan beban anggaran daerah.

Swasta : Manajer atau karyawan menggunakan dana untuk keperluan pribadi dengan beban perusahaan.

Page 25: KORUPSI PBAK2.docx

2.5 BERBAGAI PERSPEKTIF TENTANG KORUPSI

Masalah korupsi menyangkut berbagai aspek sosial. Oleh sebab itu diperlukan berbagai displin ilmu untuk menganalisanya. Kenyataan bahwa masalah korupsi dibahas oleh berbagai ilmuwan sosial menunjukkan bahwa memang korupsi ini sudah merupakan masalah sosial, yang perlu diperhatikan secara serius. Masalah korupsi ini lebih banyak dibahas dan diteliti oleh para ahli-ahli politik (Political economic) dan sosiologi. Ada beberapa pandangan tentang masalah korupsi, yang masing – masing memiliki perspektif tersendiri.

1. Korupsi sebagai Masalah Sosial – budaya

Korupsi bisa dilihat dari perspektif kebudayaan. Secara teoritis dan praktis, relasi antara korupsi dan kebudayaan sangat kuat. Bahkan dalam praktiknya, korupsi terkait dengan unsur tradisi feodalisme, hadiah, upeti, dan sistem kekerabatan (extended family). Korupsi agaknya akan tumbuh dalam masyarakat atau bangsa yang memiliki tradisi budaya feodalis atau neofeodalis. Pasalnya, dalam budaya tersebut, tidak ada sistem nilai yang memisahksan secara tajam antara milik publik (negara) dengan milik pribadi bagi ruling class (elit penguasa). Sedangkan, sistem kekerabatan ikut mendorong nepotisme.

Almarhum Dr. Mohammad Hatta yang ahli ekonomi pernah mengatakan bahwa korupsi adalah masalah budaya. Pernyataan bung Hatta tersebut dapat diartikan bahwa korupsi di Indonesia tidak mungkin diberantas kalau masyarakat secara keseluruhan tidak bertekad untuk memberantasnya. Dalam sistem ini, menerima sesuatu dari rakyat, walaupun untuk itu rakyat sendiri harus berkorban dan menderita, tidaklah merupakan perbuatan tercela dan penerimaan itu jelas tidak dapat dimasukkan sebagai perbuatan korupsi. Sisa – sisa sistem feodal rupanya masih ada praktek – praktek dan tradisi yang dianggap ”wajar ”. Artinya, kebudayaan bangsa Indonesia dewasa ini masih belum berubah ke arah menolak sama sekali moral dan tradisi sistem feodal. Inilah salah satu kesulitan berat yang selalu dihadapi oleh hakim yang bertugas mengadili tindak pidana korupsi. Kalau pengadilan tidak berhasil membuktikan secara hitam diatas putih atau kalau tidak ada saksi – saksi yang dengan menganut sistem nilai baru yang anti feodal, yang benar – benar bersedia untuk membantu memperkuat tuduhan korupsi maka niscaya hakim tidak mempunyai alasan kuat untuk menghukum tertuduh.

Page 26: KORUPSI PBAK2.docx

2. Korupsi Sebagai Masalah Politik

Pada umumnya korupsi dimasukkan orang sebagai masalah politik karena menyangkut penyalahgunaan ( misuse ) kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi. Adapun mengapa dalam masyarakat kita, korupsi lebih dilihat sebagai masalah budaya adalah karena dalam sistem nilai budaya Indonesia sukar dicari batas antara kekuasaan publik dan kepentinan pribadi. Pada tahun 1970 presiden Soeharto, pernah menegaskan tekadnya untuk memimpin langsung secara pribadi perjuangan untuk memberantas korupsi. Sebagai jawaban langsung atas demonstrasi mahasiswa dan kritik pers. Bila ditinjau dari kacamata politk maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah akan kuat dan stabil kalau pemerintah jelas jelas memerangi korupsi. Dan sebaliknya wibawanya akan merosot kalau masyarakat mendapat kesan bahwa korupsi dibiarkan merajalela.

Keyakinan pemerintah bahwa korupsi adalah merupakan masalah politik makin lama makin terlihat jelas. Sesudah komisi IV, pemerintah membentuk berbagai panitia untuk mengatur dan mengawasi manajemen Pertamina dan BULOG. Juga Presiden menginstruksikan pendaftaran kekayaan pejabat dan PNS yang harus pensiun pada umur 56 tahun. Semua ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah menyadari bahwa pemberantasan korupsi adalah merupakan tugas politik yang penting bagi pemerintah. Kalau sekarang sudah kita menyakini bahwa masalah korupsi adalah masalah politik. Pertanyaan yang paling relevan bagi para peneliti ilmu politik adalah putusan dan tindakan apa di bidang politik yang dapat mengatasi masalah korupsi ini. Dengan perkataan lain, kebijakan politik apa yang dapat dipakai untuk menjamin terkendalikannya korupsi di Indonesia.

Dalam hubungan ini laporan penelitian Dr. Theodore Smith mengatakan bahwa salah satu yang penting dalam mengurangi dan memberantas korupsi adalah dengan mengurangi sentralisasi dalam struktur pemerintahan ( Desentralisasi ). Karena dengan desentralisasi akan lebih mudah dalam pengawasan dan pendeteksian penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri ( korupsi ).

3. Korupsi Sebagai Masalah Ekonomi

Page 27: KORUPSI PBAK2.docx

Dalam artikel yang berjudul ”Civil Service Compensation in Indonesian” . Dr Clive Gray pada pokoknya memberikan garis besar kerangka pemikiran yang dianggap perlu mendasari satu penelitian mengenai aspek ekonomi dari korupsi dan kaitannya dengan efisiensi pelaksanaan tugas – tugas administrasi pemerintahan.

Titik tolak analisa ekonomi ( pasar ) mengenai korupsi tersimpul dalam dua defenisi, yaitu :

a. Seorang PNS yang melakukan korupsi menganggap kantornya sebagai satu perusahaan di mana pendapatannya akan diusahakan setinggi mungkin.

b. Korupsi berarti pergeseran dari model penetapan harga pemerintah menjadi sebuah model pasar bebas.

Dengan defenisi korupsi demikian, maka sogokan, uang siluman atau pungli tidak lain merupakan ” harga pasar ” yang harus dibayar oleh konsumen yang ingin ”membeli” barang tertentu. Dan barang tertentu yang akan dibeli itu berupa keputusan, ijin atau secara lebih tegas; Tanda tangan. Secara teoritis harga pasar tanda tangan akan naik turun sesuai naik turunnya permintaan dan penawaran, dan setiap kali akan terjadi ” harga keseimbangan. ”. Tidak diragukan lagi bahwa analisa ilmiah yang demikian adalah sangat mengasyikkan dan relatif dibandingkan analisa politik dan kebudayaan. Karena lebih mampu menyakinkan bahwa masalah korupsi perlu kita analisa secara lugas, tanpa emosi, lepas dari pertimbangan moral.

Dengan analisa ekonomi mikro sederhana, dengan menggunakan grafik – grafik yang sungguh meyakinkan, ilmu ekonomi mempunyai kemampuan luar biasa untuk membahas masalah sosial yang sensitif sebagai masalah ilmiah yang tidak kompleks. Disinilah letak keunggulan ilmu ekonomi. Ilmu yang sudah mapan dan bermutu tinggi mampu meletakkan standar – standar ilmiah tertentu, sehingga penilaiannya menjadi objektif. Kalau ilmu ekonomi memang sudah benar – benar ampuh, artinya merupakan ilmu yang relevan dan realistis, pastilah ia memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi bahwa saran – saran kebijaksanaannya, kalau dilaksanakan secara baik, dapat memecahkan masalah – masalah yang dihadapi. Kalau sudah sampai tahap demikian, secara jujur ekonom akan mengakui bahwa ilmunya belum mencapai tingkat keampuhan seperti itu. Inilah bukti bahwa ilmu ekonomi

Page 28: KORUPSI PBAK2.docx

belum ampuh, artinya belum mampu menghasilkan obat mujarab untuk mengobati satu jenis penyakit ekonomi yang disebut korupsi.

Tetapi ekonom lain akan berkata bahwa kemungkinan ketidakmampuan kebijaksanaan ekonomi untuk mengobati penyakit korupsi, bukanlah karena ilmu ekonomi belum ampuh, tetapi karena tindak korupsi tidaklah hanya mempunyai aspek ekonomi saja tetapi juga aspek politik, aspek budaya, dan aspek moral. Dengan demikian setiap masalah sosial perlu ditangani dan dianalisa secara trans-disiplin, di mana para spesialis yang menelitinya harus berusaha sungguh – sungguh untuk memperluas cakrawala penglihatannya.

4. Korupsi dalam Perspektif PancasilaDalam hal pembahasan penulis ini akan membahasnya secara sudut

pandang butir-butir pancasila kemudian dikaitkan dengan perilaku-perilaku tindakan yang dibahas.

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

dalam hal ini jelas perilaku tindak pidana korupsi ini  tidak mencerminkan hal tersebut karena perilaku tindak pidana korupsi adalah perilaku yang tidak percaya dan taqwa kepada Tuhan. Dia menafikan bahwa Tuhan itu Maha Melihat lagi Maha Mendengar.

b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.Dalam sila ini perilaku tindak pidana korupsi sangat melanggar bahkan

sama sekali tidak mencerminkan perilaku ini, seperti mengakui persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan serta membela kebenaran dan keadilan.

c. Sila Persatuan Indonesia.Tindak pidana dan tipikor bila dilihat dalam sila ini, pelakunya itu hanya 

mementingkan pribadi, tidak ada rasa rela berkorban untuk bangsa dan Negara, bahkan bisa dibilang tidak cinta tanah air karena perilakunya cenderung mementingkan nafsu, kepentingan pribadi atau kasarnya kepentingan perutnya saja.

Page 29: KORUPSI PBAK2.docx

d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan / Perwakilan.Dalam sila ini perilaku yang mencerminkannya seperti, mengutamakan

kepentingan Negara dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak, keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjunjung tinggi harkat martabat manusia dan keadilannya. Sangat jelaslah bahwa tindak pidana korupsi tidak pernah ada  rasa dalam sila ini.

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat IndonesiaRata-rata bahkan sebagian besar pelaku tindak pidana korupsi itu, tidak

ada perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana gotong royong, adil, menghormati hak-hak orang lain, suka memberi pertolongan, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, serta tidak ada rasa bersama-sama untuk berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.Jadi semua perilaku tindak pidana dan tipikor itu semuanya melanggar dan tidak mencerminkan sama sekali perilaku pancasila yang katanya ideologi bangsa ini. Selain bersifat mengutamakan kepentingan pribadi, juga tidak adanya rasa kemanusiaan, keadilan, saling menghormati, saling mencintai sesama manusia, dan yang paling riskan adalah tidak ada rasa ‘percaya dan taqwa’ kepada Tuhan Yang Maha Esa.

5. Korupsi dalam Perspektif Agama Islam

a. Ghulul Yaitu penyalahgunaan jabatan. Jabatan adalah amanah, oleh sebab itu,

penyalahgunaan terhadap amanat hukumnya haram dan termasuk perbuatan tercela. Perbuatan ghulul misalnya menerima hadiah, komisi, atau apapun namanya yang tidak halal dan tidak semestinya dia terima.

Misalnya seorang staf sebuah kantor pemerintahan dalam pembelian inventaris kantornya dia mendapat discount dari si penjual, maka discount tersebut bukanlah menjadi miliknya, tetapi menjadi milik kantor. Contoh lainnya yang sering terjadi adalah seorang pejabat menerima hadiah dari calon tender supaya calon tender yang memberi hadiah tersebut yang mendapat tender tersebut.

Page 30: KORUPSI PBAK2.docx

Ghulul juga adalah pencurian dana (harta kekayaan) sebelum dibagikan, termasuk di dalamnya adalah dana jaring pengaman sosial. Contohnya adalah kasus pencurian terhadap barang-barang bantuan yang seharusnya diserahkan kepada korban bencana alam berupa gempa dan tsunami di Aceh.

Bentuk lain dari penyalahgunaan jabatan (ghulul) adalah perbuatan kolutif misalnya mengangkat orang-orang dari keluarga, teman atau sanak kerabatnya yang tidak memiliki kemampuan untuk menduduki jabatan tertentu, padahal ada orang lain yang lebih mampu dan pantas menduduki jabatan tersebut.

b. SariqahSyekh Muhammad An-Nawawi al-Bantani mendefinisikan sariqah dengan

“Orang yang mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi dari tempat yang dilarang mengambil dari tempat tersebut”. Jadi syarat sariqah harus ada unsur mengambil yang bukan haknya, secara sembunyi-sembunyi, dan juga mengambilnya pada tempat yang semestinya. Kalau ada barang ditaruh di tempat yang tidak semestinya untuk menaruh barang menurut beliau bukan termasuk kategori sariqah. Islam mengakui dan membenarkan hak milik pribadi, oleh karena itu, Islam akan melindungi hak milik tersebut dengan undang-undang.

c. Risywah (suap)Secara harfiyah, suap (risywah) berarti suap bisa membungkam seseorang

dari kebenaran. Menurut Ibrahim an-Nakha’i suap adalah “Suatu yang diberikan kepada seseorang untuk menghidupkan kebathilan atau untuk menghancurkan kebenaran”. Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mendefinisikan suap dengan “Memberikan harta kepada seseorang sebagai kompensasi pelaksanaan mashlahat (tugas, kewajiban) yang tugas itu harus dilaksanakan tanpa menunggu imbalan atau uang tip”.

6. Korupsi Dalam Perspektif Etika ProfesiBarda Nawawi Arief menyatakan bahwa korupsi terkait dengan

kompleksitas masalah, antara lain adalah masalah moral. Lebih lanjut, K. Bertens mengatakan bahwa masalah korupsi dianggap sebagai suatu masalah etika. Mau tidak mau perlu diakui, korupsi menyangkut moral bangsa dan moral pribadi dari oknum yang terlibat dalam praktek tersebut. Dalam etika selalu berperan sekurang-kurangnya dua faktor berikut: di satu pihak ada norma-norma dan nilai-nilai moral yang menurut kodratnya bersifat umum dan di lain pihak, ada situasi khusus yang menurut kodratnya bersifat spesifik.

Page 31: KORUPSI PBAK2.docx

Perilaku etis yang konkret merupakan penggabungan dari dua komponen tersebut. Demikian juga dalam konteks korupsi. Kejujuran, menghormati milik orang lain, tidak mencuri dan sebagainya merupakan nilai penting dalam konteks ini. Tetapi para koruptor akan membela diri dengan menunjuk kepada situasi spesifik mereka, misalnya mereka mengatakan bahwa gaji pegawai negeri tidak cukup untuk menghidupi keluarga. Atau mereka hanya akan menunjuk kepada “kebudayaan” yang ada disekitarnya, sambil menegaskan: “semua orang melakukan hal itu”. Mereka mencari suatu dalih dalam situasi tertentu.

Dalam perspektif kehidupan profesi dikaitkan dengan kegiatan korupsi, etika profesi atau kode etik profesi yang dianggap sebagai pedoman suatu moralitas yang apabila dipatuhi atau ditaati sepenuhnya oleh seorang profesionalis, maka setidaknya ada sebuah harapan bahwa dengan demikian kode etik profesi sangat berperan besar dalam hal mereduksi kegiatan korupsi yang dilakukan oleh kalangan profesionalis, sebab profesionalisme dan etika profesi merupakan suatu kesatuan yang manunggal, yang dalam hal ini etika profesi berperan sebagai alat pengatur karena etika profesi mengontrol perilaku anggotanya agar tetap bekerja menurut etika yang disepakatinya.

Masalahnya bagaimana dengan korupsi yang dilakukan oleh para politikus jika dikaitkan dengan etika, khususnya etika profesi? Politikus bukanlah profesi yang jelas-jelas tidak meiliki kode etik profesi. Di luar konteks peraturan perundangan, hanya moral si politikus lah yang menjadi rambu-rambu atas keingingannya untuk melakukan perbuatan korupsi. Namun apalah artinya moral masa kini, toh yang menilai baik buruk suatu moral adalah orang lain yang dalam hal ini dilakukan oleh masyarakat umum. Penilaian dan pemberian label sebagai seorang koruptor bukanlah menjadi jaminan tidak akan terjadi korupsi lagi di negeri ini, sepanjang ada niat seseorang (pejabat) untuk memperkaya diri sendiri dengan cara “mencuri” uang rakyat yang jelas-jelas bertentangan dengan norma hukum dan moral serta etika masih terus tertanam didalam diri si pelaku korupsi, maka praktek korupsi pasti masih akan terus berlanjut hingga kapanpun

Page 32: KORUPSI PBAK2.docx

DAFTAR PUSTAKA

https://www.facebook.com/permalink.php?id=567426959937721&story_fbid=608574645822952

http://irham93.blogspot.com/2013/11/pengertian-korupsi-menurut-undang.html

http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2010/11/korupsi-definisi-ciri-ciri-dan.htmlhttp://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-dan-ciri-korupsi-menurut.html#_

https://frahardi.wordpress.com/artikel/tujuh-pola-korupsi-di-indonesia/

http://www.viaberita.com/1239/ini-pola-korupsi-baru-yang-berpotensi-muncul-akibat-pilkada-tak-langsung/

http://www.haluankepri.com/politik/40999-pola-korupsi-era-otonomi-daerah.html

http://ahok.org/berita/identifikasi-18-modus-korupsi-di-indonesia/

http://acch.kpk.go.id/modus-korupsi-di-sektor-perbankan

https://kerincirealitas.wordpress.com/tag/modus-korupsi/

https://tyoino.wordpress.com/2009/04/20/berbagai-perspektif-tentang-korupsi-serta-penggulangannya/

web.unair.ac.id/admin/file/f_20025_8h.doc

Page 33: KORUPSI PBAK2.docx