kasus plasenta increta anggun & udtiek.docx

83
LAPORAN KASUS Postpartum Hemorrhage, Plasenta Increta Diajukan untuk Memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Kota Semarang Disusun oleh: Anggun Rahayu Pratiwi 01.208.5599 Udtiek Muncar Previa 01.209.6039 Pembimbing: dr.Jati, Sp. OG

Upload: praevia

Post on 08-Feb-2016

88 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

placenta increta

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

LAPORAN KASUS

Postpartum Hemorrhage, Plasenta Increta

Diajukan untuk

Memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat

menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan

RSUD Kota Semarang

Disusun oleh:

Anggun Rahayu Pratiwi 01.208.5599

Udtiek Muncar Previa 01.209.6039

Pembimbing:

dr.Jati, Sp. OG

BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

RSUD KOTA SEMARANG

2014

Page 2: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu

syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kebidanan dan

Kandungan RSUD Kota Semarang periode

Nama/NIM : Anggun Rahayu Pratiwi / 01.208.5599

Udtiek Muncar Previa / 01.209.6039

Judul : Laporan Kasus Pasien dengan Postpartum hemorrhage, Plasenta

Increta

Bagian : Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Kepaniteraan Klinik : RSUD Kota Semarang

Pembimbing : dr. Jati, Sp. OG

Semarang, Januari 2014

Telah diajukan dan disahkan oleh

Pembimbing,

dr. Jati, Sp. OG

Page 3: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

STATUS ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. I

Usia : 32 Th

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : DS.Tabet Limbangan, Kendal, Jawa Tengah

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Pendidikan : D3

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal masuk : 5 Januari 2014

Bangsal : Srikandi

No. CM : 27.63.18

Nama Suami : Tn. A

Usia : 31 Th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : DS.Tabet Limbangan, Kendal, Jawa Tengah

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Pernikahan : Menikah

II. Anamnesis

Data diambil dari autoanamnesa dengan pasien, alloanmnesa dengan

suami pasien dan menurut catatan medis yang diambil pada tanggal 5 Januari

2014.

Page 4: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

1. Keluhan Utama :

Pasien P4A0 usia 32 tahun datang ke IGD RSUD Kota Semarang dengan

keluhan keluar darah dari jalan lahir setelah melahirkan.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien P4A0 usia 32 tahun datang ke IGD RSUD Kota Semarang sebagai

rujukan dari Puskesmas Mranggen III dengan keluhan plasenta belum lahir

> 30 menit setelah melahirkan anak yang keempat pada pukul 16.45 WIB,

keluar darah dari jalan lahir, darah banyak dan berwarna merah segar,

gumpalan (+). Pasien melahirkan spontan pukul 16.45 WIB bayi laki-laki

di tolong oleh bidan puskesmas. Saat di IGD pada pukul 19.30 pasien

dilakukan pemeriksaan oleh bidan IGD dan didapatkan adanya sisa

plasenta dan perdarahan yang banyak. Robekan jalan lahir (-). Pasien

mengeluh mulas dan badan sangat lemas.

3. Riwayat Kehamilan :

HPHT: 01-04-2013

Pasien tidak menstruasi sejak bulan Mei 2013, 3 minggu setelah terlambat

haid pasien melakukan tes kehamilan dengan tes pack kehamilan dan

hasilnya positif. Pasien kemudian kemudian memeriksakan diri ke bidan

dan oleh bidan dinyatakan hamil.

Riwayat ANC :

Selama hamil pasien sudah 7 kali melakukan pemeriksaan kehamilan di

bidan. Oleh bidan diberi tablet penambah darah dan multivitamin. Serta

diberi informasi bahwa ibu diminta menjaga kehamilannya dengan istirahat

cukup, hindari kelelahan dan makan makanan yang bergizi dilengkapi

konsumsi multivitamin serta tablet penambah darah yang sudah diberikan.

Sudah mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid sebanyak 1x.

4. Riwayat Obstetri :

Page 5: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Tahun

Kelahiran

Penolong

Persalina

n

Usia

Kehamilan

Cara

Persalinan

Jenis

Kelamin

BB

Bayi

(gr)

Keadaan

Anak

Sekarang

G1 2004 Bidan Aterm Spontan Perempua

n

3200 Sehat

G2 2007 Bidan Aterm Spontan Perempua

n

4000 Sehat

G3 2010 Bidan Aterm Spontan Perempua

n

3200 Sehat

G4 2014 Bidan Aterm Spontan Laki-laki 3400 Sehat

5. Riwayat Menstruasi :

- Menarche : 13 tahun

- Siklus haid : 28 hari

- Lama haid : 7 hari

- Dismenore : (-)

6. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat darah tinggi : disangkal

- Riwayat penyakit jantung : disangkal

- Riwayat penyakit paru : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat alergi obat & makanan : disangkal

7. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat darah tinggi : disangkal

- Riwayat penyakit jantung : disangkal

- Riwayat penyakit paru : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

8. Riwayat KB :

Pasien menggunakan KB yaitu pil KB selama satu tahun ( 2011-2012)

9. Riwayat Gizi :

Nafsu makan pasien baik, mual (-), muntah (-). Pasien makan 3x sehari

namun dengan porsi sedikit.

Page 6: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

10. Riwayat Perkawinan :

Pasien menikah pertama kali dengan suami yang sekarang. Usia pertama

kali menikah yaitu 23 tahun. Usia pernikahan kurang lebih 9 tahun

11. Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir adalah

D3. Suami pasien bekerja swasta dengan pendidikan terakhir adalah SMP.

Pasien tinggal bersama suami, ibu pasien, dan ke empat anaknya. Kesan

ekonomi kurang sehingga biaya pengobatan di rumah sakit ditanggung oleh

Jamkesmas.

III. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal 5 Januari 2014, pukul 19.45 WIB di IGD RSUD Kota

Semarang.

Status present

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Somnolent ( E4M5V4)

Vital Sign :

Tekanan darah: 90/40 mmHg

Nadi : 110 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,50 C

Status Gizi : BB :60 Kg, TB:155cm 60 / (1,64) 2 = 22,3 (baik)

Status internus

- Kepala : Mesocephale

- Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)

- Hidung : Discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping hidung

(-)

- Telinga : Discharge (-), bentuk normal

- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)

- Tenggorokan : Faring hiperemesis (-), pembesaran tonsil (-)

- Leher : Trakhea teraba di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba

membesar

Page 7: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

- KGB : retroaurikuler, submandibula, cervikal, supraclavivula,

inguinal tidak teraba membesar

- Payudara : Simetris, areola mammae tidak retraksi, tidak tampak

hiperpigmentasi pada kedua aerola mammae, tidak teraba massa, tanda

radang (-/-), nyeri tekan (-/-), ASI +/+

- Paru :

Inspeksi : Retraksi (-), bentuk simetris pada saat statis & dinamis

Palpasi : Vocal fremitus kanan kiri sama kuat

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki (-/-) wheezing (-/-)

- Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba, pada ICS V linea

midclavicularis sinistra

Perkusi :

Batas kiri : ICS V, 2 cm medial linea midclavicula sinistra

Batas kanan : ICS II, linea parasternalis sinistra

Batas atas : ICS IV, linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen :

Inspeksi : membuncit, striae gravidarum (+)

Palpasi : Teraba TFU setinggi pusat, nyeri tekan (+)

Perkusi : Timpani (+)

Auskultasi : Peristaltik (+), normal

- Ekstremitas :

Superior Inferior

Oedem

Akral dingin

Reflek fisiologis

Reflek patologis

-/-

+/+

+/+

-/-

-/-

+/+

+/+

-/-

Status Ginekologi

Page 8: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

1. Fl/fx : -/ +

2. V.u.v : dbn

3. Cut : lembek

4. portio : sebesar ibu jari kaki orang dewasa

5. OUE : terbuka

6. AP/CD : dbn

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratoirum Darah

Pre Operasi :

5 Januari 2014

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 7,0 g/dl 11-16

Hematokrit 20,60 % 42-52

Leukosit 37,9 Ribu/uL 4,8-10,0

Trombosit 269 Ribu/uL 150-400

Golongan Darah O

Masa Perdarahan /BT 02min 30 sec 1 – 3

Kualitatif HbsAg 09min 20sec 5-15

V. Resume

Pasien P4A0 usia 32 tahun datang ke IGD RSUD Kota Semarang sebagai

rujukan dari Puskesmas Mranggen III dengan keluhan plasenta belum lahir

> 30 menit setelah melahirkan anak yang keempat pada pukul 16.45 WIB,

keluar darah dari jalan lahir, darah banyak dan berwarna merah segar,

gumpalan (+). Pasien melahirkan spontan pukul 16.45 WIB bayi laki-laki

di tolong oleh bidan puskesmas. Saat di IGD pada pukul 19.30 pasien

dilakukan pemeriksaan oleh bidan IGD dan didapatkan adanya sisa

plasenta dan perdarahan yang banyak. Pasien mengeluh mulas dan badan

sangat lemas.

Status present

Page 9: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Composmentis ( E4M6V5)

Vital Sign :

Tekanan darah: 90/40 mmHg

Nadi : 110 x/menit

Status Gizi : BB :60 Kg, TB:155cm 60 / (1,60) 2 = 23 (baik)

Status internus :

• Mata : Conjungtiva anemis + / +

• Abdomen : Nyeri tekan regio umbilicalis dan regio supra pubis

• Ekstermitas : Akral dingin + +

+ +

Status Ginekologi

- Genitalia :

Fl/fx : -/ +

V.u.v : dbn

Cut : lembek

portio : sebesar ibu jari kaki

OUE : terbuka

AP/CD : dbn

VI. DIAGNOSA

Pasien P4A0 usia 32 tahun

Postpartum hemorrhage

Plasenta Restan

Presyok

Anemia

VII. RENCANA TERAPI

Informed Consent

A,B,C,D,E

Pengawasan: KU, Vital sign, Hb, PPV

Pengeluaran plasenta dengan manual plasenta

Page 10: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Usaha Transfuse WB 2 kolf

Rencana histrektomi diagnostik dan terapeutik tanggal 5 Januari

Konsul anestesi dan penyakit dalam untuk toleransi operasi

Medikamentosa :

- Infuse 2 jalur RL guyur, RL 20 tpm

- Inj Kalnex 3x500 mg

- Inj metergin 1 amp

- Oksitosin 2 amp drip

VIII. RENCANA EDUKASI

-Memberitahukan keluarga pasien tentang kondisi pasien

IX. PROGNOSA

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad malam

Ad sanationam : dubia ad bonam

HISTEREKTOMI TOTAL ( 5 Januari 2014)

Explorasi : uterus seperti umur kehamilan 4 – 5 bulan, warna pucat,

Kontraksi lemah

Adnexa normal

- Kenali vasa adneks ka / ki , lalu di klem- Kenali arteri uterina ka / ki , lalu di klem- Kenali lig. Rotundum klem potongikat- Kenali ovarii propia tuba vasa klem potong ikat- Kenali arteri uterina klem potongikat- Buka plica vesicouterina supravaginal- Jahit tunggal jelujur dengan montem 1 evaluasi perdarahan- Jahit dinding abdomen (plica vesicouterina peritoneum fascia

transversalismusculus rectus abdominis fascia scarpa subkutis kutis)

Page 11: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

POST OPERASI

DIAGNOSIS

P4Ao U32 th

Postpartum hemorrhage

Plasenta increta

Anemia

Pemeriksaan Laboratorium

6 Januari 2014

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 8,8 g/dl 11-16

Hematokrit 25,20 % 42-52

Leukosit 29,6 Ribu/uL 4,8-10,0

Trombosit 130 Ribu/uL 150-400

Golongan Darah O

8 Januari 2014

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 8,4 g/dl 11-16

Hematokrit 24,30 % 42-52

Leukosit 18,7 Ribu/uL 4,8-10,0

Trombosit 185 Ribu/uL 150-400

Page 12: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Luka basah, darah -, nanah -, nyeri +

Golongan Darah O

RENCANA TERAPI POST OP

Pengawasan KU, Tanda-tanda vital, Hb, PPV Transfusi dengan Whole Blood 4 kolf, PRC 3 kolf (sampai Hb

mencapai ≥10 g/dl) Medikamentosa :

o Inj. Cefotaxime 2 x 1 o Inj. Tramadol 3 x 150 mgo Inj. Kalnex 3 x 500 mgo Inj. AL.F 3 x 1 amp

FOLLOW UP SETELAH PROGRAM HISTEREKTOMI

6 Januari 2014

Keluhan : nyeri bekas operasi

Keadaan umum : tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital :

o Tekanan darah : 110 / 70 mmHg

o Nadi : 68 x/menit

o Pernapasan : 20 x/menit

o Suhu : 36.6º C

Status internus :

o Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

o Thorax : C/P dbn

o Abdomen : mendatar, supel, bising usus normal, nyerti tekan (+)

Status Lokalis : Regio Suprapubis

o Ekstremitas : Edema (-/-)/(-/-)

o BAB/BAK : -/+ DC (06.00-07.30) = 100 cc

Page 13: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Luka basah, darah -, nanah -, nyeri +

o Flatus : -

Status Obstetri :

o TFU : Tidak teraba

o CUT : Tidak teraba

o PPV : darah (+)

o ASI : - / -

o Mobile : -

Ass/ P4AoU32th

Post histrektomi H+1 (a/i plasenta increta, anemia, syok)

Anemia

Advice dr. Jati, SpOG:

o Cek Hb

o Terapi lanjutkan

7 Januari 2014

Keluhan : lemas, nyeri bekas operasi

Keadaan umum : tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital :

o Tekanan darah : 120 / 70 mmHg

o Nadi : 88 x/menit

o Pernapasan : 20 x/menit

o Suhu : 37º C

Status internus :

o Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

o Thorax : C/P dbn

o Abdomen : mendatar, supel, bising usus normal, nyerti tekan (+)

Status Lokalis : Regio Suprapubis

Page 14: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Luka basah, darah -, nanah -, nyeri +

o Ekstremitas : Edema (-/-)/(-/-)

o BAB/BAK : -/+ DC

o Flatus : -

Status Obstetri :

o TFU : Tidak teraba

o CUT : Tidak teraba

o PPV : darah (-)

o ASI : - / -

o Mobile : -

Ass/ P4AoU32th

Post histrektomi H+2 (a/i plasenta increta, anemia, syok)

Advice dr. Jati, SpOG:

o Cek Hb

o Terapi lanjutkan

8 Januari 2014

Keluhan : lemas, pusing, nyeri bekas operasi

Keadaan umum : tampak sakit sedang, compos mentis

Tanda vital :

o Tekanan darah : 130 / 70 mmHg

o Nadi : 88 x/menit

o Pernapasan : 24 x/menit

o Suhu : 36,9º C

Status internus :

o Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

o Thorax : C/P dbn

o Abdomen : mendatar, supel, bising usus normal, nyerti tekan (+)

Status Lokalis : Regio Suprapubis

Page 15: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

o Ekstremitas : Edema (-/-)/(-/-)

o BAB/BAK : -/+ DC

o Flatus : +

Status Obstetri :

o TFU : Tidak teraba

o CUT : Tidak teraba

o PPV : darah (-)

o ASI : - / -

o Mobile : -

Ass/ P4AoU32th

Post histrektomi H+3 (a/i plasenta increta, anemia, syok)

Advice dr. Jati, SpOG:

o Transfusi PRC II Kolf

o Terapi lanjutkan

8 Januari 2014

Keluhan : lemas, nyeri bekas operasi

Keadaan umum : tampak sakit ringan, compos mentis

Tanda vital :

o Tekanan darah : 130 / 70 mmHg

o Nadi : 80 x/menit

o Pernapasan : 20 x/menit

o Suhu : 37,3º C

Status internus :

o Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

o Thorax : C/P dbn

o Abdomen : mendatar, supel, bising usus normal, nyerti tekan (+)

Status Lokalis : Regio Suprapubis

Page 16: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Luka basah, darah -, nanah -, nyeri +

o Ekstremitas : Edema (-/-)/(-/-)

o BAB/BAK : -/+ DC

o Flatus : -

Status Obstetri :

o TFU : Tidak teraba

o CUT : Tidak teraba

o PPV : darah (-)

o ASI : - / -

o Mobile : -

Ass/ P4AoU32th

Post histrektomi H+4 (a/i plasenta increta, anemia, syok)

Anemia

Advice dr. Jati, SpOG : -

Memberitahu tujuan terapi yang diberikan dan tindakan (manual plasenta)

yang akan dilakukan

Memberitahu untuk kontrol setelah keluar dari rumah sakit

Kondisi pasien saat sudah diperbolehkan pulang :

Page 17: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

TINJAUAN PUSTAKA

PERDARAHAN POSTPARTUM

2.1 Perdarahan Postpartum

2.1.1 Pengertian Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala

III selesai (setelah plasenta lahir).53

Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm

sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap

sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III

persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta.

Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai.42

Page 18: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan

menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan

perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena

akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan

juga jatuh dalam syok.33

2.1.2 Penyebab Perdarahan Postpartum

Penyebab perdarahan Postpartum antara lain :

1. Atonia uteri 50% - 60%

2. Retensio plasenta 16% - 17%

3. Sisa plasenta 23% - 24%

4. Laserasi jalan lahir 4% - 5%

5. Kelainan darah 0,5% - 0,8%.33

Untuk lebih mudahnya penyebab perdarahan postpartum disebabkan 4 T yaitu: 2

Tone - atonia uteri

Trauma - trauma uteri, servik, atau vagina

Tissue - retensio plasenta atau bekuan darah

Thrombin - Koagulopati

Tonus

Atonia uteri dan kegagalan kontraksi dan relaksasi miometrium dapat mengakibatkan

perdarahan yang cepat dan massif dan hipovolemik syok. Uterus yang terlalu meregang

baik absolute maupun relative, adalah factor resiko mayor untuk atonia uteri. Uterus yang

terlalu teregang dapat diakibatkan oleh gestasi multifetal, makrosomia, polihidramnion

atau abnormalitas janin ( misalnya hidrosefalus berat); suatu struktur uteri yang abnormal;

atau gangguan persalinan plasenta atau distensi dengan perdarahan sebelum plasenta

dilahirkan.

Kontraksi miometrium yang buruk dapat diakibatkan karena kelelahan akibat

persalinan yang lama atau percepatan persalinan, khususnya jika distimulasi. Dapat juga

merupakan hasil dari inhibisi kontraksi oleh obat seperti anestesi halogen, nitrat, AINS,

MgSO4, beta-simpatomimetik, dan nifedipin. Penyebab lain plasenta letak rendah, toksin

bakteri, hipoksia, dan hipotermia.

Tissue / Jaringan

Page 19: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan terlepasnya plasenta. Pelepasan plasenta

yang lengkap mengakibatkan retraksi yang berkelanjutan dan oklusi pembuluh darah yang

optimal.

Retensi plasenta lebih sering bila plasenta suksenturiata atau lobus aksesoris. Setelah

plasenta dilahirkan dan dijumpai perdarahan minimal, plasenta harus diperiksa apakah

plasenta lengkap dan tidak ada bagian yang terlepas.

Plasenta memiliki kecenderungan untuk menjadi retensi pada kondisi kehamilan

preterm yang ekstrim (khususnya < 24 minggu), dan perdarahan yang hebat dapat terjadi.

Ini harus dijadikan pertimbangan pada persalinan pada awal kehamilan, baik mereka

spontan ataupun diinduksi. Penelitian terakhir menganjurkan penggunaan misoprostol

pada terminasi kehamilan trimester kedua mengurangi risiko terjadinya retensio plasenta

dibandingkan dengan penggunaan prostaglandin intrauterine atau saline hipertonik.

Sebuah percobaan melaporkan retensio plasenta membutuhkan dilatasi dan kuretase dari

3.4 % misoprostol oral dibandingkan dengan 22.4 % yang menggunakan prostaglandin

intra-amnion (Marquette, 2005).

Kegagalan pelepasan menyeluruh dari plasenta terjadi pada plasenta akreta dan

variannya. Pada kondisi ini plasenta lebih masuk dan lebih lengket. Perdarahan signifikan

yang terjadi dari tempat perlekatan dan pelepasan yang normal menandakan adanya akreta

sebagian. Akreta lengkap dimana seluruh permukaan plasenta melekat abnormal, atau

masuk lebih dalam (plasenta inkreta atau perkreta), muungkin tidak menyebabkan

perdarahan masif secara langsung, tapi dapat mengakibatkan adanya usaha yang lebih

agresif untuk melepaskan plasenta. Kondisi seperti ini harus dipertimbangkan jika

plasenta terimplantasi pada jaringan parut di uterus sebelumya, khususnya jika

dihubungkan dengan plasenta previa.

Semua pasien dengan plasenta previa harus diinformasikan risiko terjadinya

perdarahan post partum yang berat, termasuk kemungkinan dibutuhkannya transfuse dan

histerektomi. Darah mungkin dapat menahan uterus dan mencegah terjadinya kontraksi

yang efektif.

Akhirnya, darah yang tertinggal dapat mengakibatnya distensi uterus dan menghambat

kontraksi yang efektif.

Trauma

Kerusakan traktus genitalis dapat terjadi spontan atau karena manipulasi yang

digunakan pada saat persalinan. Persalinan secara section caesaria mengakibatkan

Page 20: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

kehilangan darah dua kali lebih banyak dari pada persalinan per vaginam. Insisi pada

segmen bawah yang memiliki kontraksi buruk sembuh dengan baik tergantung jahitan,

vasospasme, dan pembekuan untuk hemostasis.

Ruptur uteri lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat s.c sebelumnya. Semua

uterus yang pernah menjalani s.c mengakibatkan gangguan dinding uterus memiliki risiko

terjadinya rupture pada kehamilan berikutnya.

Trauma dapat terjadi pada persalinan yang lama dan sulit, khususnya jika pasien

memiliki CPD relative atau absolute dan uterus telah distimulasi dengan oksitosin atau

prostaglandin. Pengontrolan tekanan intrauterin dapat mengurangi risiko terjadinya

trauma. Trauma juga dapat terjadi pada manipulasi janin intra maupun ekstra uterin.

Risiko yang paling besar mungkin dihubungkan dengan versi internal dan ekstraksi pada

kembar kedua; bagaimanapun, ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat versi eksternal.

Akhirnya, trauma mengakibatkan usaha untuk mengeluarkan retensi plasenta secara

manual atau dengan menggunakan instrument. Uterus harus selalu berada dalam kendali

dengan cara meletakkan tangan di atas abdomen pada prosedur tersebut. Injeksi

salin/oksitosin intravena umbilical dapat mengurangi kebutuhan teknik pengeluaran yang

lebih invasif.

Laserasi servikal sering dihubungkan dengan persalinan menggunakan forceps dan

serviks harus diinspeksi pada persalinan tersebut. Persalinan per vaginam dengan bantuan

(forceps atau vakum) tidak boleh dilakukan tanpa adanya pembukaan lengkap. Laserasi

servikal dapat terjadi secara spontan. Pada kasus ini, ibu sering tidak dapat menahan untuk

tidak mengedan sebelum terjadi dilatasi penuh dari serviks. Terkadang eksplorasi manual

atau instrumentasi dari uterus dapat mengakibatkan kerusakan serviks. Sangat jarang,

serviks sengaja diinsisi pada posisi jam 2 dan/atau jam 10 untuk mengeluarkan kepala

bayi yang terjebak pada persalinan sungsang (insisi Dührssen).

Laserasi dinding vagina sering dijumpai pada persalinan pervaginam operatif, tetapi

hal ini terjadi secara spontan, khususnya jika tangan janin bersamaan dengan kepala.

Laserasi dapat terjadi pada saat manipulasi pada distosia bahu. Trauma vagina letak

rendah terjadi baik secara spontan maupun karena episiotomi.

Trombosis

Pada awal periode postpartum, gangguan koagulasi dan platelet biasanya tidak selalu

mengakibatkan perdarahan yang massif, hal ini dikarenakan adanya kontraksi uterus yang

mencegah terjadinya perdarahan (Baskett,1999). Fibrin pada plasenta dan bekuan darah

Page 21: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

pada pembuluh darah berperan pada awal masa postpartum, gangguan padahal ini dapat

menyebabkan perdarahan postpartum tipe lambat atau eksaserbasi perdarahan karena

sebab lain terutama paling sering disebabkan trauma.

Abnormalitas dapat terjadi sebelumnya atau didapat. Trombositopenia dapat

berhubungan dengan penyakit lain yang menyertai, seperti ITP atau HELLP sindrom

(hemolisis, peningkatan enzim hati, dan penurunan platelet), abruptio plasenta, DIC, atau

sepsis. Kebanyakan hal ini terjadi bersamaan meskipun tidak didiagnosa sebelumnya.

PATOFISIOLOGI2

Dalam masa kehamilan, volume darah ibu meningkat kurang lebih 50% (dari 4 L

menjadi 6 L). Volume plasma meningkat melebihi jumlah total sel darah merah, yang

mengakibatkan penurunan konsentrasi hemoglobin dan hematokrit. Peningkatan volume

darah digunakan untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta dan persiapan

terhadap hilangnya darah saat persalinan (Cunningham, 2001).

Diperkirakan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 mL/menit, yang berarti 10-15%

dari curah jantung. Kebanyakan dari aliran ini melewati plasenta yang memiliki resistensi

yang rendah. Pembuluh darah uterus menyuplai sisi plasenta melewati serat miometrium.

Ketika serat ini berkontraksi pada saat persalinan, terjadi retraksi miometrium. Retraksi

merupakan karakteristik yang unik pada otot uterus untuk melakukan hal tersebut serat

memendek mengikuti tiap kontraksi. Pembuluh darah terjepit pada proses kontraksi ini, dan

normalnya perdarahan akan terhenti. Hal ini merupakan ’ligasi hidup’ atau ’jahitan fisiologis’

dari uterus (Baskett,1999).

Atonia uteri adalah kegagalan otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan

beretraksi. Hal ini merupakan penyebab penting dari Perdarahan post partum dan biasanya

terjadi segera setelah bayi dilahirkan hingga 4 jam setelah persalinan. Trauma traktus genitalia

(uterus, serviks, vagina, labia, klitoris) pada persalinan mengakibatkan perdarahan yang lebih

banyak dibandingkan pada wanita yang tidak hamil karena adanya peningkatan suplai darah

terhadap jaringan ini. Trauma khususnya berhubungan dengan persalinan, baik persalinan

pervaginam maupun persalinan sesar

2.1.3 Klasifikasi Perdarahan Postpartum

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu32:

1. Perdarahan Postpartum Primer

Page 22: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran.

Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta,

sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2. Perdarahan Postpartum Sekunder

yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran.

Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang

tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

2.1.4 Gejala Klinik Perdarahan Postpartum

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total

tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah

sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi

lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat,

tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain.53

Anamnesis

Selain menanyakan hal umum tentang periode perinatal, tanyakan tentang episode

perdarahan postpartum sebelumnya, riwayat seksio sesaria, paritas, dan riwayat fetus

gandaatau polihidramnion.

Tentukan jika pasien atau keluarganya memiliki riwayat gangguan koagulasi atau

perdarahan massif dengan prosedur operasi atau menstruasi.

Dapatkan informasi mengenai pengobatan, dengan pengobatan hipertensi (calcium-

channel blocker) atau penyakit jantung ( missal digoxin, warfarin). Informasi ini penting

jika koagulopati dan pasien memerlukan transfusi.

Tentukan jika plasenta sudah dilahirkan.

Pemeriksaan Fisik

Pada seorang wanita dengan perdarahan masif, secara simultan memerlukan

pemeriksaan fisik dan resusitasi. Fokuskan pemeriksaan pada pencarian penyebab perdarahan.

Pasien dapat tidak memiliki perubahan hemodinamik tertentu pada awal syok akibat

perdarahan fisiologik maternal hipervolemia. Perdarahan postpartum selalu perlu disadari saat

gangguan hemodinamik terjadi tanpa adanya perdarahan massif.

Palpasi bimanual uterus terasa lunak, atonia, atau pembesaran uterus, dengan suatu

akumulasi darah yang banyak. Palpasi juga dapat merasakan adanya hematom dalam

perineum atau pelvis.

Page 23: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Selama penghisapan, inspeksi servik dan vagina dalam penerangan yang cukup dapat

melihat adanya robekan jaringan.

Periksa adanya jaringan plasenta yang hilang, yang menandakan adanya kemungkinan

retensio plasenta.

Tabel 2. Perdarahan Post Partum

Kehilangan

Darah

Tekanan Darah

(Sistolik)

Tanda dan Gejala Derajat Syok

500-1000 mL

(10-15%)

Normal Palpitasi, Takikardi, Gelisah Terkompensasi

1000-1500 mL

(15-25%)

Menurun ringan

(80-100 mm Hg)

Lemah, Takikardi, Berkeringat Ringan

1500-2000 mL

(25-35%)

menurun sedang

(70-80 mm Hg)

Sangat lemah, Pucat, oliguria Sedang

2000-3000 mL

(35-50%)

Sangat turun

(50-70 mm Hg)

Kolaps, Sesak nafas, Anuria Berat

Pendeteksian dan pendiagnosisan yang cepat dari kasus perdarahan postpartum sangat

penting untuk keberhasilan penatalaksanaan. Resusitasi dan pencarian penyebab harus

dilaksanakan dengan cepat sebelum terjadi sekuele dari hipovolemia yang berat.

2.1.5 Diagnosis Perdarahan Postpartum

Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Diagnosis Perdarahan Postpartum

No.

Gejala dan tanda yang selalu ada

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada

Diagnosis kemungkinan

1. -Uterus tidak berkontraksi dan lembek -Perdarahan segera setelah anak lahir (Perdarahan Pascapersalinan Primer atau P3)

- Syok - Atonia Uteri

2. - Perdarahan segera (P3) -Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir (P3) - Uterus kontraksi baik - Plasenta lengkap

- Pucat - Lemah - Menggigil

- Robekan jalan lahir

Page 24: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

3. -Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera (P3) - Uterus kontraksi baik

-Tali pusat putus akibat traksi berlebihan -Inversio uteri akibat tarikan -Perdarahan lanjutan

- Retensio Plasenta

4. - Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap - Perdarahan segera (P3)

-Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

-Tertinggalnya sebagian plasenta

5. - Uterus tidak teraba -Lumen vagina terisi massa -Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) - Perdarahan segera (P3) - Nyeri sedikit atau berat

- Syok neurogenik -Pucat dan limbung

- Inversio uteri

No.

Gejala dan tanda yang selalu ada

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada

Diagnosis kemungkinan

6. - Sub-involusi uterus - Nyeri tekan perut bawah - Perdarahan lebih dari 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S. - Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)

- Anemia - Demam

- Perdarahan terlambat - Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)

7. - Perdarahan segera (P3) (Perdarahan intraabdominal dan atau vaginum) - Nyeri perut berat

- Syok - Nyeri tekan perut - Denyut nadi ibu cepat

- Robekan dinding uterus (ruptura uteri)

2.2 Perdarahan Postpartum Primer

2.2.1 Pengertian Perdarahan Postpartum Primer

Page 25: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam

pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri,

retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.32

2.2.2 Penyebab Perdarahan Postpartum Primer

a. Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan

sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu

menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya

perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada

bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan.

Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting

dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan

tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut

mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk

angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot

berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk

berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan.

Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :

1. Partus lama

2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,

hidramnion atau janin besar

3. Multiparitas

Page 26: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

4. Anestesi yang dalam

5. Anestesi lumbal

Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III

persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan

plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus.53

b. Sisa Plasenta

Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara

efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi

segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta

segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang

hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan.42

c. Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan

dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.42

Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan

vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya.

Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah

perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina,

serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan

robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena.

Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan

pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan

dihentikan dengan melakukan ligasi.32

d. Inversio Uteri

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat

secara mendadak atau terjadi perlahan.32

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah

dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba

dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah

kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali

pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio

uteri dibagi dalam beberapa tingkat53:

Page 27: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut

2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina

3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.

Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan

itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa

menyebabkan syok.

e. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin

lahir. Hal tersebut disebabkan53:

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian

plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera

mengeluarkannya.

2.3 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum Primer

2.3.1 Umur

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan

kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang

wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi

reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi

normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama

perdarahan akan lebih besar.

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan

persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada

usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi

pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.53

2.3.2 Pendidikan

Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh

pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang berpendidikan lebih tinggi

akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima

perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.

Page 28: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang lebih

tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB), dan mencari pelayanan

antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga tidak akan mencari pertolongan dukun bila

hamil atau bersalin dan juga dapat memilih makanan yang bergizi.

2.3.3 Paritas

Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer.

Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi

persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama

kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan

melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi

kehamilan.32

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan

pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi

(lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Lebih

tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan

asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau

dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak

direncanakan.53

2.3.4 Jarak Antar Kelahiran

Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai terjadinya

kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya

komplikasi kehamilan.Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh

ibu kembali seperti kondisi sebelumnya.

Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan

kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai

karena ada kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

2.3.5 Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan

persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada

terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan

buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea,

persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum

dan postpartum.

Page 29: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

2.3.6 Anemia

Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil adalah kondisi

dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0 gr%.

Volume darah ibu hamil bertambah lebih kurang sampai 50% yang menyebabkan

konsentrasi sel darah merah mengalami penurunan. Bertambahnya sel darah merah masih

kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma darah sehingga terjadi pengenceran darah.

Perbandingan tersebut adalah plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Keadaan ini

tidak normal bila konsentrasi turun terlalu rendah yang menyebabkan hemoglobin sampai <11

gr%. Meningkatnya volume darah berarti meningkatkan pula jumlah zat besi yang dibutuhkan

untuk memproduksi sel-sel darah merah sehingga tubuh dapat menormalkan konsentrasi

hemoglobin sebagai protein pengankut oksigen.53

Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan frekuensi

komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga menyebabkan peningkatan risiko

perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat lelah pada penderita anemia disebabkan metabolisme

energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama hamil

diperlukan lebih banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah merah karena ibu harus

memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat bersalin ibu membutuhkan

hemoglobin untuk memberikan energi agar otot-otot uterus dapat berkontraksi dengan baik.

Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin dapat dilakukan dengan menggunakan alat

sahli. Hasil pemeriksaan dengan alat sahli dapat digolongkan sebagai berikut (Manuaba,

1998) :

1. Hb > 11,0 gr% disebut tidak anemia

2. Hb 9,0 gr% - 10,9 gr% disebut anemia ringan

3. Hb 7,0 gr% - 8,9 gr% disebut anemia sedang

4. Hb < 6,9 gr% disebut anemia berat

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester

I dan trimester III.

2.4 Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer

Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi (Manuaba, 1998).

Paritas adalah keadaan seorang wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang dapat hidup.

Menurut Prawirohardjo (2002), paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan

grandemultipara.

1. Primipara

Page 30: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak yang cukup besar untuk hidup di

dunia luar.

2. Multipara

Multipara adalah wanita yang telah melahirkan anak lebih dari satu kali.

3. Grandemultipara

Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya

mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan.

Kematian maternal lebih banyak terjadi dalam 24 jam pertama postpartum yang

sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Sebab yang paling umum dari

perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pascapersalinan atau yang biasa disebut

perdarahan postpartum primer adalah kegagalan rahim untuk berkontraksi sebagaimana

mestinya setelah melahirkan, plasenta yang tertinggal dan uterus yang turun atau inversi. Dari

beberapa sebab perdarahan tersebut, salah satu faktor pemicunya adalah paritas.

Pada paritas yang rendah (paritas 1), menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam

menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang

terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Pada paritas tinggi (lebih dari 3), fungsi

reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu regang dan kurang dapat berkontraksi

dengan baik sehingga kemungkinan terjadi perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.32

2.5 Manajemen Perdarahan Post Partum

2.5.1 Manajemen Standar

2.5.1.1 Masase Uterus;

2.5.1.2 Manual Plasenta

2.5.1.3 Kompresi Uterus Bimanual

2.5.1.4 Pemberian Uterotonika

2.5.2 Manajemen Bedah

2.5.2.1 Tampon Uterus Internal;

2.5.2.2 Pelvic Pressure Pack;

Page 31: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

2.5.2.3 Embolisasi;

2.5.2.4 Jahitan Compression;

2.5.2.5 Ligasi Arteri Iliaka Interna (Hipogastrika);

2.5.2.6 Histerektomi Peripartum.

2.5 Manajemen Standar

2.5.1 Masase Uterus

Masase uterus dilakukan dengan membuat gerakan meremas yang lembut berulang-

ulang dengan satu tangan pada perut bagian bawah untuk merangsang uterus berkontraksi.

Hal ini diyakini bahwa gerakan berulang seperti ini akan merangsang produksi prostaglandin

dan menyebabkan kontraksi uterus dan mengurangi kehilangan darah, meskipun hal ini akan

mengakibatkan ketidaknyaman atau bahkan menyakitkan 14. Secara keseluruhan, masase

uterus tampaknya memiliki beberapa keuntungan dari segi kehilangan darah ibu 14.

2.5.1.2. Manual Plasenta

Plasenta manual adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding

uterus dan mengeluarjannya dari cavum uteri secara manual.Plasenta manual dilaksanakan

stelah dilaksanakan manajemen aktif kala III, dimana setelah 30 menit terlampaui dan telah

diberikan oksitosin 10 unit untuk kedua kalinya plasenta tidak lahir, dengn catatan ada tanda –

tanda perdarahan.Hal ini biasanya dilakukan di bawah anestesi atau lebih jarang, di bawah

sedasi dan analgesia. Tangan dimasukkan melalui vagina ke dalam rongga rahim dan plasenta

terlepas dari dinding rahim dan kemudian diambil secara manual. Jika plasenta tidak dapat

dipisahkan dengan mudah dari permukaan uterus, mungkin ada plasenta akreta.

2.5.1.3. Kompresi Uterus Bimanual

Page 32: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Kompresi Bimanual Eksternal

Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua

belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar, bila perdarahan

berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila

belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal

Kompresi Bimanual Internal

Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam

vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme

kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan

berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap

terjadi , coba kompresi aorta abdominalis

Kompresi Aorta Abdominalis

Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,

genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu

badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau

sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan

perdarahan yang terjadi

2.5.1.4 Pemberian Uterotonika

Oksitosin

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.

Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya

umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan

kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.

Oksitosin dapat diberikan secara im atau iv, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus

dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU

intramiometrikal. Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea

dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan 13.

Dengan menggunakan terapi uterotonika yang sesuai dan tepat waktu, mayoritas

wanita dengan atonia uterus dapat menghindari intervensi bedah. Stimulasi kontraksi uterus

biasanya dicapai dengan pemijatan uterus bimanual dan injeksi oksitosin (baik secara

Page 33: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

intramuskuler atau intravena), dengan atau tanpa ergometrine. oksitosin melibatkan stimulasi

dari segmen uterus bagian atas untuk kontraksi secara ritmik. Karena oksitosin mempunyai

half-life dalam plasma pendek (rata-rata 3 menit), infus intravena secara kontinu diperlukan

untuk menjaga uterus berkontraksi . Dosis biasa adalah 20 IU dalam 500 ml larutan kristaloid,

dengan tingkat dosis disesuaikan dengan respon (250 ml / jam). Ketika diberikan secara

intravena, puncak konsentrasi dicapai setelah 30 menit. Sebaliknya, jika diberikan secara

intramuskular mempunyai onset yang lebih lambat (3-7 menit) tetapi efek klinis berlangsung

lama (hingga 60 menit) 15.

Methyl Ergometrine

Berbeda dengan oksitosin, ergometrine menyebabkan kontraksi tonik yang terus

menerus melalui stimulasi reseptor α-adrenergik miometrium terhadap kedua segmen bagian

atas dan bawah uterus dengan demikian dirangsang untuk berkontraksi secara tetanik.

Suntikan intramuskular dosis standar 0,25 mg dalam permulaan aksi 2-5 menit.

Metabolismenya melalui rute hepar dan half-life nyadalam plasma adalah 30 menit.

Meskipun demikian, dampak klinis dari ergometrine berlangsung selama sekitar 3 jam.

Respon oksitosin segera dan ergometrine lebih berkelanjutan 15.

Misoprostol

Misoprostol adalah suatu analog sintetik prostaglandin E1 yang mengikat secara

selektif untuk reseptor prostanoid EP-2/EP-3 miometrium, sehingga meningkatkan

kontraktilitas uterus. Hal ini dimetabolisme melalui jalur hepar. Ini dapat diberikan secara

oral, sublingual, vagina, dubur atau melalui penempatan intrauterin langsung. pemberian

melalui rektal terkait dengan tindakan awal, tingkat puncak yang lebih rendah dan profil efek

samping yang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan rute oral atau sublingual.

Misoprostol oral sebagai agent profilaksis untuk partus kala III menunjukkan kurang efektif

untuk mencegah perdarahan postpartum dibandingkan pemberian oksitosin parenteral.

Namun, karena kenyataan bahwa interval waktu Misoprostol lebih lama yang diperlukan

untuk mencapai kadar puncak serum dapat membuatnya menjadi agen lebih cocok untuk

perdarahan uterus yang berkepanjangan, dan dalam perannya sebagai terapi bukan agen

profilaksis 15.

2.5.2 Manajemen Bedah

Page 34: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

2.5.2.1 Tampon Uterus Internal

Asal-usul dari kata tampon tampaknya datang dari kata Prancis, yang membawa

konotasi plug, atau sumbatan yang dimasukkan ke luka terbuka atau rongga tubuh untuk

menghentikan aliran darah 16.

Pada perdarahan postpartum, dengan memasukkan beberapa jenis tampon uterus untuk

menghentikan aliran darah. Biasanya dalam bentuk satu bungkus kasa atau balon kateter.

prosedur internal uterin tamponadetelah digunakan dengan sukses secara tersendiri atau

dalam kombinasi dengan Brace jahitan untuk mengurangi atau menghentikan perdarahan

postpartum .

Prinsip Tampon Uterin

Prinsip tampon uterin dalam menghentikan perdarahan dengan membuat tekanan intrauterin.

Ini bisa dicapai dengan dua cara:

1. Dengan masuknya balon yang mengakibatkan distensi dalam rongga uterus dan

menempati seluruh ruang, sehingga menciptakan tekanan intrauterin yang lebih besar

dari pada tekanan arteri sistemik. Dengan tidak adanya lecet, aliran darah ke dalam uterus

akan berhenti saat tekanan di balon tampon lebih besar daripada tekanan arteri sistemik;

2. Dengan penyisipan dari uterine pack yang terdiri dari gulungan kasa yang dikemas

dimasukkan ke dalam uterus dengan demikian tekanan kapiler langsung pada perdarahan

pembuluh vena atau permukaan dari dalam uterus, sehingga dapat menghentikan

perdarahan uterus 16.

Tindakan Ini harus dilakukan di ruang operasi dengan anestesi dan staf keperawatan serta

persiapan transfusi darah. Wanita itu ditempatkan dalam Davies Lloyd atau posisi lithotomy

dengan kateter. Pemeriksaan dilakukan dibawah pembiusan. kemudian prosedur tampon

dicoba. Uterotonika dan hemostatik disarankan sebagai terapi tambahan dan dapat diberikan

secara simultan 16.

2.5.2.2 Pelvic Pressure Pack

Ketika farmakologis dan intervensi bedah gagal untuk memperbaiki perdarahan

postpartum, histerektomi menjadi pilihan terakhir. pelvic pressure pack pasca-bedah adalah

konsep lama dan salah satu yang telah digunakan untuk mengontrol perdarahan dari berbagai

sumber, termasuk trauma liver, pra-eclampsia induced rupture hepar, kanker dubur, dan

Page 35: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

pembedahan kanker ginekologik. Pada tahun 1926, Logothetopoulos menjelaskan pengelolaan

perdarahan panggul post histerektomi yang tidak terkendali. Teknik ini kemudian disebut

jamur, parasut, payung, tekanan panggul, atau packLogothetopoulos 17.

Singkatnya, pelvic pressure pack berasal dari bahan-bahan medis yang umum tersedia

dan sederhana dan dalam hal kontrol perdarahan berhasil dicapai sebagian besar kasus. Jika

pelvic pressure pack gagal untuk mengendalikan perdarahan, intervensi medis, bedah dan

radiologi akan diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. pelvic pressure pack akan

sangat berguna di negara berkembang di mana kemampuan pembedahan dan teknologi,

seperti embolisasi arteri selektif tidak tersedia. Pada kebanyakan kasus, pelvic pressure pack

akan mampu menghantarkan pasien yang kritis ke pemulihan pasca operasi, di mana

pemulihan hemodinamik, temperatur, hematologi, dan hemostasis asam-basa dapat dicapai 17.

2.5.2.3 Embolisasi

Ketika perlakuan standar perdarahan postpartum tidak berhasil, maka, percutaneous

transcatheter arterial embolization (selanjutnya disebut embolisasi) dapat dipilih. Tujuan

utama dari embolisasi adalah untuk menghentikan perdarahan aktif dari uterus atau jalan lahir

dan untuk mencegah perdarahan berulang. Apabila hal ini tidak mungkin, usaha terakhir

adalah untuk menutup jalan arteri iliaka internal sementara untuk membantu intervensi bedah

berikutnya18.

Ketika embolisasi berhasil, di sisi lain, pasien bisa cepat sembuh tanpa menjalani

operasi tambahan. Embolisasi tidak hanya menyelamatkan kehidupan pasien, tetapi juga

uterus dan organ adnexa, sehingga mempertahankan kesuburan. Prosedur ini juga bermanfaat

pada pasien yang tidak dapat menerima transfusi karena alasan agama atau lainnya Di rumah

sakit yang mana embolisasi tersedia, merupakan prosedur pilihan untuk perdarahan

postpartum sebelum intervensi bedah 18.

2.5.2.4 Jahitan Kompresi

2.5.2.4.1 Jahitan kompresi B-Lynch

Manajemen bedah pada perdarahan postpartum termasuk ligasi dari arteri uterina,

ligasi iliaka interna, dan akhirnya abdominal histerektomi total atau subtotal10. Selain itu ada

sebuah prosedur manajemen alternatif bedah konservatif yang dikenal dengan teknik jahitan

kompresi dan terbukti efektif untuk mengontrol perdarahan postpartum. Prosedur ini pertama

Page 36: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

kali dilakukan dan dijelaskan pada tahun 1997 oleh Mr. Christopher B-Lynch, seorang

konsultan obstetri, ahli bedah ginekologi , anggota dari the Royal College of Obstetricians

and Gynaecologists of the UK, dan anggota dari the Royal College of Surgeons of Edinburgh,

bermarkas di Milton Keynes General Hospital National Health Service (NHS) Trust (Oxford

Deanery, UK), selama menangani pasien dengan perdarahan postpartum, pasien ini menolak

untuk dilakukan histerektomi 17.

Prinsip

Jahitan ditujukan untuk menimbulkan kompresi vertikal berkelanjutan pada sistim vaskuler.

Pada kasus perdarahan postpartum karena plasenta previa, jahitan kompresi segmen

transversal lebih efektif 10.

Bahan

Berbagai bahan jahitan telah dicoba, termasuk vicryl (polyglactin 910), dexon

(polyglycolic asam), PDS (polydioxanone), prolene (monofilamen polypropylene) dan nilon.

Diyakini bahwa jahitan yang ideal adalah jahitan yang kuat, berbahan monofilamen (untuk

meminimalkan kemungkinan terjadinya trauma pada jaringan yang lemah pada atonia uteri),

cepat diserap, dan dipasang pada jarum melengkung yang besar untuk kemudahan

penempatan jahitan. Bahan tidak diserap atau perlahan-lahan diserap oleh usus dapat

mengakibatkan proses inflamasi, sehingga jahitannya menjadi longgar, dan juga dapat

merangsang pembentukan adhesi. Idealnya, perlu jahitan untuk mempertahankan daya regang

selama 48-72 jam, dan kemudian diserap dengan cepat. Atas dasar ini, monocryl

(polyglecaprone 25) telah dinyatakan oleh Price dan B-Lynch sebagai bahan yang paling yang

sesuai untuk jahitan B-Lynch 21,22.

Dua mekanisme utama penyerapan pada benang yang diserap. Bahan benang yang

berasal dari biologis seperti usus secara bertahap dicerna oleh enzim jaringan sedangkan

bahan benang yang dibuat dari polimer sintetis akan dipecah melalui hidrolisis (air masuk ke

benang yang menyebabkan rusaknya rantai polimer) didalam cairan jaringan. Di stadium

pertama proses absorbsi kekuatan benang berangsur berkurang (beberapa minggu), kemudian

pada stadium kedua terdapat hilangnya materi benang 53.

Teknik Prosedur Jahitan B-Lynch

1. Posisi ahli bedah berdiri di sebelah kanan pasien, dianggap ahli bedah tidak kidal.

Page 37: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

2. Laparatomi sangat penting untuk melihat keadaan uterus.

Melakukan Insisi transversal segmen bawah rahim atau Pembukaan kembali jahitan seksio

sesaria pada segmen bawah rahim untuk memeriksa rongga uterus apakah ada sisa

plasenta dan untuk membersihkannya 10.

3. Sebelum prosedur jahitan B-lynch dimulai, penting melakukan uji efektifitas penggunaan

dari teknik jahitan B-lynch.

Pasien dalam posisi Lloyd davies atau semi litotomi (kaki katak), seorang asisten berdiri

diantara kaki pasien dan secara berkala melakukan pembersihan vagina untuk menentukan

adanya perdarahan dan lainnya. Uterus kemudian di eksteriorkan dan dilakukan kompresi

bimanual (jika sudah dilakukan seksio sesarea sebelumnya, lokasi tersebut ditekan

kembali), seluruh uterus kemudian dikompresi dengan meletakkan satu tangan dengan

ujung jari berada pada serviks dibagian posterior dan tangan lainnya tepat dibawah

bladder dibagian anteriornya. Jika perdarahan berhenti dengan melakukan kompresi

tersebut, maka ada peluang baik untuk dilakukan aplikasi jahitan B-lynch yang akan

bekerja dan menghentikan perdarahan 10.

Jika kriteria dari uji penggunaan jahitan B-lynch sudah didapatkan, uterus tetap dalam

keadaan eksteriorasi hingga aplikasinya lengkap. Asisten senior mengambil alih dalam

melakukan kompresi dan mempertahankannya dengan dua tangan selama dilakukannya

jahitan oleh ahli bedah yang memimpin.

1. Jahitan pertama dilakukan 3 cm di bawah insisi histerotomi / seksio sesaria pada sisi kiri

pasien dan dirajut sepanjang rongga uterus untuk menutup 3 cm diatas tepi insisi kira-kira

4 cm dari batas lateral uterus (gambar 1a(i);

2. Jahitan kemudian dilakukan pada bagian atas uterus dan bagian belakangnya. Saat lokasi

jahitan tepat difundus, penjahitan harus dilakukan kurang lebih vertikal dan berada sekitar

4 cm dari kornu, tidak ada kecenderungan terjadinya pergeseran kearah lateral menuju

broad ligamen karena uterus telah dikompresi dan jahitan melekat, sehingga memastikan

bahwa penutupan jahitan yang tepat telah dicapai dan dipertahankan (gambar 1a);

3. Pada bagian belakang uterus dimana penjahitan dilakukan sepanjang dinding uterus.

Tepatnya pada bidang horizontal pada tingkat insisi uterus dari perlekatan / insersi

ligament uterosakral (gambar 1b);

Page 38: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

4. Saat jarum menembus sisi rongga uterus dari dinding posterior, lalu diarahkan ke dinding

posterior, sehingga jahitan berada diatas fundus dan pada sisi kanan anterior uterus. Jarum

dimasukkan kembali ke rongga uterus seperti yang dilakukan pada sisi kiri, yaitu 3 cm

diatas insisi atas dan 4 cm dari sisi lateral uterus melalui tepi atas insisi, menuju rongga

uterus dan keluar lagi sepanjang 3 cm dibawah tepi bawah insisi (gambar 1a (ii));

5. Asisten mempertahankan kompresi saat benang jahitan dilekatkan dari sudut yang berbeda

untuk memastikan tekanan yang seragam dan tidak bergeser. Kedua ujung jahitan

dilakukan “double throw knot” untuk keamanan dalam mempertahankan tekanan;

6. Tekanan pada kedua ujung benang dapat dijaga selama proses penutupan segmen bawah

rahim yang diinsisi atau simpul diikat terlebih dahulu diikuti dengan penutupan segmen

bawah rahim (gambar 2c) jika ini dipilih, hal ini sangat penting untuk memperhatikan

sudut insisi histerotomi dan posisi jahitan sebelum simpul ini diikat untuk memastikan

bahwa segmen terbawah telah tertutup dan sudut insisi tertutup rapat. Kedua prosedur ini

sama baiknya. Sangat penting untuk mengidentifikasi sudut insisi uterus untuk

meyakinkan tidak ada titik perdarahan.

7. Pasca aplikasi dan penutupan histerotomi. Pada tahapan ini dapat terjadi efek maksimum

dari tekanan jahitan, dalam kurun waktu 24-48 jam. Karena uterus mengkerut pada

minggu pertama setelah persalinan pervaginam / seksio sesarea, jahitan mulai kehilangan

kontraksinya ,akan tetapi proses hemostasis telah terjadi. Tidak ada alasan untuk menunda

penutupan dinding abdomen setelah aplikasi jahitan. Asisten berdiri diantara kedua

◄Gambar 1 :

a – c Prosedur Teknik B-Lynch 10

Page 39: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

tungkai dan melakukan pembersihan pada vagina dan meyakinkan bahwa perdarahan

telah terkontrol.

Aplikasi Setelah Persalinan Normal Vagina.

Jika laparatomi diperlukan sebagai manajemen dari perdarahan atonia postpartum,

histerotomi sangat penting untuk melakukan aplikasi jahitan B-lynch. Histerotomi dilakukan

untuk mengeksplorasi rongga uterin, mengeluarkan produk-produk konsepsi , mengevakuasi

blood clot yang besar dan mendiagnosa plasentasi abnormal, kerusakan dan perdarahan.

Teknik penjahitan B-lynch dengan modifikasinya, tanpa histerotomi akan mengakibatkan

perdarahan postpartum sekunder oleh karena itu memastikan bahwa rongga uterus benar-

benar kosong. Kemudian histerotomi bisa juga untuk menunjukkan bahwa penjahitan yang

benar dari jahitan tersebut akan memberi efek kompresi maksimum, selama dan setelah

penjahitan, dengan memakai teknik B-lynch , ini juga untuk menghindari obliterasi servikal /

rongga uterus yang bias menyebabkan penumpukan bekuan darah, debris infeksi, pyometra,

sepsis dan kematian. Penjahitan untuk plasentasi abnormal 22,24,25,26. Jahitan B-lynch bisa

bermanfaat pada kasus plasenta akreta, perkreta, dan inkreta. Kompresi jahitan transversal ke

anterior bawah atau Kompartemen posterior atau keduanya, dilakukan untuk mengontrol

perdarahan. Jika ini tidak berhasil longitudinal brace jahitan component bisa dilakuan untuk

memicu proses hemostasis 26.

Seluruh uterus dikompresi dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan menggunakan

benang yang dapat diserap , mengikat pada anterior dan posterior segmen bawah uterus

sehingga integritas dan hemostasis dipelihara, sebagaimana dibuktikan oleh laparoskopi,

histerosalpingografi, USS dan MRI dan visualisasi langsung uterus pada saat operasi sesarea

elektif berikutnya 27,28. Rongga yang tetap terbuka ini untuk aliran darah tetap terjaga .

Pyometra, yang telah dilaporkan dalam satu kasus setelah jahitan Teknik Square dimana

teknik ini menghilangkan rongga uterus 25. Kejadian ini belum ada laporan pada pasien yang

menggunakan teknik jahitan B-Lynch. Salah satu pengamatan yang paling penting untuk

komplikasi jahitan B-Lynch adalah involusi cepat dari uterus selama minggu pertama pasca

persalinan. Fisiologis ini mencegah proses ketegangan berlebihan dari jahitan ke uterus.

Jahitan kompresi uterus tepat untuk perdarahan postpartum primer dan sekunder pada

atonia uteri, DIC, plasenta akreta, inkreta dan previa. Tindakan ini tidak direkomendasikan

pada perdarahan postpartum primer dan sekunder tanpa terlebih dahulu menggunakan

Page 40: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

langkah-langkah medis yang telah direkomendasikan. Memang dianjurkan sebelum

dilakukan pembedahan lebih radikal. Landasan pengelolaan pada perdarahan postpartum

dengan teknik ini adalah diagnosis dini sebelum pasien menjadi terancam. Teknik jahitan B-

Lynch memperoleh kepercayaan diseluruh dunia sebagai alternatif histerektomi dalam

pengelolaan perdarahan postpartum sebagaimana ditunjukkan dalam literatur internasional.

Prosedur ini lebih cepat dan sederhana dari pada histerektomi atau ligasi iliaka internal 29.

Keuntungan Teknik Jahitan B-Lynch

1. Aplikasi sederhana;

2. Life saving;

3. Relatif aman;

4. Mempertahankan uterus dan fertilitas;

5. Hemostasis dapat dinilai segera setelah aplikasi;

6. Daya regang berkurang dalam 48 jam, sehingga menghindari adanya kerusakan

permanen pada uterus;

7. Uterus yang terbuka memungkinkan mengeksplorasi rongga uterus untuk mengeluarkan

produk-produk yang tertinggal dan memungkinkan penjahitan langsung dibawah

visualisasi operator.

2.5.2.4.2 Jahitan U

Beberapa prosedur melibatkan kompresi dengan jahitan seperti penahanuntuk

mempertahankan uterus setelah perdarahan dengan atonia 11,15,23,45 , juga dengan kombinasi

dengan intrauterine balon kateter 46. Yang lain menjelaskan beberapa jahitan persegi dan

jahitan vertikal kedalam segmen bawah rahim dikombinasikan dengan jahitan penetrasi

miring pada korpus atau beberapa jahitan vertikal 24,47,48,49.

Page 41: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Gambar 2 teknik Jahitan U

Aplikasi jahitan U

Benang Vicryl 0 Yang dapat diserap dan sebuah jarum XLH melengkung digunakan

secara manual untuk menjahit. Untuk melakukan jahitan tunggal U, jarum disisipkan di

dinding ventral uterus, dilanjutkan melalui dinding posterior dan kemudian kembali ke ventral

dinding tempat benang itu bergabung dengan simpul ganda (Gambar 2a dan b). Sementara

ahli bedah yang memimpin mengikat jahitan, yang lain membantu dilakukannya kompresi

uterus bimanual. Jumlah jahitan yang dibutuhkan tergantung pada ukuran uterus dan

banyaknya perdarahan. Secara umum, memakai 6-16 jahitan U pada barisan horizontal

sepanjang uterus (Gambar 2), mulai dari fundus dan berakhir di serviks. Jadi, kira-kira 2-4 cm

jaringan dipadatkan dalam setiap jahitan. Antibiotik diberikan pada semua kasus. Ini

dilanjutkan pasca operasi selama 5 hari 50.

2.5.2.4.3 Metode Jahitan Haemostatic Multiple Square (Cho)

Teknik ini diperkenalkan oleh Cho JI pada tahun2000 24.Tujuan dari teknik ini adalah

untuk mendekati dinding uterusanterior dan posterior sehingga tidak ada ruang sisa pada

rongga uterus. Demikian juga perdarahan dari endometrium karena atonia uteri atau plasenta

bed terkontrol karena tekanan 22.

Teknik ini dilakukan di tempat yang banyak perdarahan pada seluruh dinding uterus,

dari lapisan serosa dinding anterior ke dinding posterior, melalui rongga uterus, teknik jahitan

ini berbentuk angka 7 atau angka 8 dengan menggunakan jarum bedah lurus, benang chromic

atraumatic nomor 1. beberapa jahitan kemudian dimasukkan sehingga tidak ada ruang sisa

pada rongga uterus. Jika perdarahan disebabkan oleh atonia uterus, empat sampai lima jahitan

persegi ditempatkan secara merata seluruh uterus dari fundus ke segmen yang lebih rendah.

Jika perdarahan itu karena plasenta akreta, dengan sumber perdarahan dari tempat plasenta,

jahitan difokuskan pada dua sampai tiga tempat sumber perdarahan yang banyak. Dengan

menjahit beberapa daerah dengan metode ini, perdarahan dapat dikendalikan dengan menekan

dinding uterus anterior dan posterior. Jika perdarahan terjadi di segmen bawah uterus karena

plasenta previa, hemostasis dilakukan pada beberapa tempat dengan jahitan persegi

disisipkan setelah mendorong kandung kemih ke bawah 22. Namun teknik ini dapat

menyebabkan risiko pada rongga uterus dengan perkembangan selanjutnya menjadi

pyometra 25. Teknik ini juga kurang berhasil dibandingkan dengn teknik jahitan B-Lynch 51.

Page 42: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

2.5.2.4.4 Modifikasi Teknik B-Lynch Oleh Hayman

Modifikasi teknik B-Lynch oleh Hayman (2002) 23, memiliki keunggulan, teknik yang

sederhana dan cepat, untuk melakukannya tidak memerlukan uterus dibuka. Menggunakan

jarum lurus Dexon nomor 2, jahitan dilakukan tusukan pada seluruh dinding uterus , di atas

refleksi kandung kemih, dari dinding anterior (3 cm di bawah dan 2 cm medial tepi bawah

rongga uterus) ke posterior dinding uterus

Gambar 3 Teknik Hayman Gambar 4 Teknik Cho multiple

square

2.4.2.5 Ligasi Arteri Iliaka Interna (Hipogastrika)

Sejumlah publikasi menyatakan ligasi arteri iliaka internal tersebut telah digunakan oleh ahli

bedah dengan berbagai spesialisasi di seluruh dunia.

Indikasi Ligasi Arteri Iliaka Internal

Pencegahan, indikasi ligasi arteri iliaka internal untuk tindakan pencegahan meliputi

perdarahan post aborsi, perdarahan postpartum, atonia uteri sebelum histerektomi, solusio

plasenta dengan atonia uterus, kehamilan abdominal dengan pelvis implantasi plasenta,

plasenta akreta dengan perdarahan keras, dan sebelum total atau subtotal histerektomi ketika

semua langkah yang konservatif telah gagal 19.

Pasien yang juga dianggap beresiko tinggi untuk perdarahan postpartum berulang,

plasenta previa atau mempunyai faktor-faktor risiko yang penting mungkin menjadi kandidat

untuk ligasi profilaksis iliaka internal. penilaian klinis sangat penting dan jika ligasi

Page 43: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

profilaksis dianggap jalan terbaik, maka tidak boleh ditunda 19. Tindakan ligasi diperlukan

pada keadaan:

1. Sebelum atau setelah histerektomi untuk perdarahan postpartum;

2. Apabila terjadi perdarahan yang signifikan dari bagian bawah ligamentum latum ;

3. Apabila ada perdarahan yang banyak dari dinding samping pelvis;

4. Jika ada perdarahan berlebihan dari sudut vagina;

5. Dimana terjadi perdarahan yang difus tanpa identifikasi yang jelas dari vascular bed;

6. Ketika ada indikasi tambahan termasuk atonia uteri dimana metode konvensional telah

gagal;

7. Luka yang luas pada servix yang terjadi setelah persalinan;

8. Bila ada luka tembakan pada perut bagian bawah;

9. Dalam hal fraktur panggul dan perdarahan intraperitoneal.

Dalam keadaan seperti itu, histerektomi sendiri mungkin tidak memadai untuk

mengontrol perdarahan. ligasi arteri iliaka internal, unilateral atau bilateral, menjadi perlu dan

tidak boleh ditunda dalam situasi yang membahayakan jiwa 19.

Ligasi Arteri Uterina

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-

90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi

batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan seksio sesarea, ligasi dilakukan 2-3 cm

dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang

besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan

jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular

ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina

dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk

menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak

efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika

urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah

ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada

segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih

terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian 13.

Ligasi arteri Iliaka Interna

Page 44: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Identifikasi bifurkasio arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya

harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah

peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal

bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan

menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari

trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus

dilakukan sebelum dan sesudah ligasi risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang

dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini operator harus

mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien 13.

2.5.2.6 Histerektomi Peripartum

Histerektomi emergensi peripartum adalah pilihan terakhir yang diambil bila terjadi

maternal morbiditas yang berat dan juga near miss mortality. Kajian data selama 25 tahun

terakhir menunjukkan insiden yang bervariasi, dari satu kejadian per 3313 persalinan sampai

satu kejadian per 6978 persalinan. Di Negara berkembang kejadiannya mencapai satu per

2000 persalinan 20.

Angka mortalitas maternal yang dihubungkan dengan histerektomi emergensi berkisar

0 - 30%, dengan angka kejadian yang tertinggi pada daerah dengan sarana rumah sakit dan

pelayanan kesehatan yang minimal. Namun demikian, sekalipun pada Negara dengan angka

mortalitas yang rendah, angka morbiditasnya dapat tetap tinggi akibat perdarahan, transfusi

darah, disseminated intravascular coagulation, infeksi dan potensi cedera pada saluran kemih

bagian bawah. Perdarahan obstetri, seperti pada plasenta previa dan/atau plasenta akreta,

sudah seharusnya kasus-kasus seperti ini dirujuk ke fasilitas dengan peralatan dan personel

yang mampu memberikan pilihan histerektomi 20.

JENIS-JENIS HISTEREKTOMI

Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi

mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena

kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher

rahim) secara rutin.

Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara

keseluruhan.

Page 45: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini mengangkat uterus,

mulut rahim, kedua tuba falopii, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium

menyebabkan keadaan penderita seperti menopause meskipun usianya masih muda.

Histerektomi radikal, histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan

kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis

kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.

Histerektomi dapat dilakukan melalui 3 macam cara, yaitu abdominal, vaginal dan

laparoskopik. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis

penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya. Histerektomi abdominal tetap

merupakan pilihan jika uterus tidak dapat dikeluarkan dengan metode lain. Histerektomi

vaginal awalnya hanya dilakukan untuk prolaps uteri tetapi saat ini juga dikerjakan pada

kelainan menstruasi dengan ukuran uterus yang relatif normal. Histerektomi vaginal memiliki

resiko invasive yang lebih rendah dibandingkan histerektomi abdominal. Pada histerektomi

laparoskopik, ada bagian operasi yang dilakukan secara laparoskopi (garry, 1998)

KOMPLIKASI

a. Hemoragik

Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya terjadi dengan cepat dan

dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini diklasifikasikan dalam sejumlah cara yaitu,

berdasarkan tipe pembuluh darah arterial, venus atau kapiler, berdasarkan waktu sejak

dilakukan pembedahan atau terjadi cidera primer, dalam waktu 24 jam ketika tekanan

darah naik reaksioner, sekitar 7-10 hari sesudah kejadian dengan disertai sepsis sekunder,

perdarahan bisa interna dan eksterna.

b. Thrombosis vena

Komplikasi hosterektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi membahayakan jiwa

adalah thrombosis vena dalam dengan emboli paru-paru, insiden emboli paru-paru

mungkin dapat dikurangi dengan penggunaan ambulasi dini, bersama-sama dengan

heparin subkutan profilaksis dosis rendah pada saat pembedahan dan sebelum mobilisasi

sesudah pembedahan yang memadai.

1. Infeksi

Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen, antitoksinnya didalam darah

atau jaringan lain membentuk pus.

2. Pembentukan fistula

Page 46: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau menghubungkan 1 organ

dengan bagian luar. Komplikasi yang paling berbahaya dari histerektomi radikal

adalah fistula atau striktura ureter. Keadaan ini sekarang telah jarang terjadi, karena

ahli bedah menghindari pelepasan ureter yang luas dari peritoneum parietal, yang

dulu bisa dilakukan. Drainase penyedotan pada ruang retroperineal juga digunakan

secara umum yang membantu meminimalkan infeksi.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Radiologi

USG dapat membantu menemukan abnormalitas dalam kavum uteri dan adanya

hematom.

Angiografi dapat digunakan pada kemungkinan embolisasi dari pembuluh darah.

2. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai masaa di rongga pelvis serta

menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter

3. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan

infertilitas.

4. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis

5. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin

darah.

Darah Lengkap

o Untuk memeriksa kadar Hb dan hematokrit

o Perhatikan adanya trombositopenia

PT dan aPTT diperiksa untuk menentukan adanya gangguan koagulasi.

6. Tes kehamilan

7. D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk menyingkirkan

kemungkinan patologi pada rahim (hyperplasia atau adenokarsinoma endometrium).

PENATALAKSANAAN

Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah uterus berkontraksi dengan baik, atau

adakah perdarahan karena atonia uteri.

Pada kasus dengan faktor predisposisi atonia uteri, setelah bayi lahir disuntikkan

synthetic oxytocin 10 UI IM. Apabila dalam 30 menit plasenta belum lahir dilakukan

Page 47: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

pengeluaran plasenta secara manual. Tetapi bila terjadi perdarahan banyak meskipun belum

sampai 30 menit plasenta juga harus segera dilahirkan.

Setelah plasenta lahir disuntikkan uterotonika methyl ergometrin maleat 0,2 mg IV

sekaligus dilakukan pemijatan pada corpus uteri. Apabila kontraksi uterus tetap jelek dan

perdarahan terus terjadi, maka dipasang infus synthetic oxytosin 10 UI, pasang dower

catheter, berikan oxygen dan teruskan pemijatan uterus. Cari penyebab dari perdarahan post

partum apakah hipotonia uteri, robekan jalan lahir, sisa placenta ataukah gangguan

pembekuan darah. Therapy sesuai penyebab yang ditemukan.Tabel 4. Penggunaan Obat Oksitosik9

  Oxytocin Ergometrine/ Methyl-ergometrine

15-methyl Prostaglandin F2α

Dose and route IV: Infuse 20 units in 1 L IV

fluids at 60 drops per

minute 

IM: 10 units

IM or IV (slowly): 0.2 mg IM: 0.25 mg

Continuing dose 

IV: Infuse 20 units in 1 L IV

fluids at 40 drops per

minute

Repeat 0.2 mg IM after 15

minutes

If required, give 0.2 mg IM or

IV (slowly) every 4 hours 

0.25 mg every 15

minutes

Maximum dose Not more than 3 L of IV

fluids containing oxytocin

5 doses (Total 1.0 mg) 8 doses (Total 2 mg)

Precautions/Contrain-dications

Do not give as an IV bolus Pre-eclampsia, hypertension,

heart disease

Asthma

Pada kasus dengan perdarahan pasca persalinan dengan kontraksi uterus baik, maka

segera dilakukan inspekulo untuk melihat robekan serviks atau vagina. Bila ditemukan segera

lakukan penjahitan/ hemostasis. Pada gangguan pembekuan darah : transfusi darah segar/

plasma segar/ fibrinogen.

Page 48: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Managemen Perdarahan Postpartum

PPH

Asses Maternal ABC’sMaternal Resuscitation

Massage Uterus Bleeding Stopped

Placenta In Manually removeExplore UterusMassage Uterus

Oxytocin 20 U/l crystalloid Bleeding StoppedCross-match ≥2 units

Bimanual Compression Bleeding Stopped

Uterus Still Atonik Inspect for and repair Vaginal/ Cervical trauma

Consider/treat Coagulopathy

Hemabate 0,25 mg IM/IU Bleeding Stopped+/-

Ergonovine 0,25 mg IM

Page 49: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Skema 1. Manajemen Perdarahan Postpartum

RETENSIO PLASENTA

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin

lahir. Hal tersebut disebabkan53:

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian

plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera

mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :

1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan

plasenta (plasenta adhesiva)

2. Kelainan dari plasenta , yaitu :

Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua

sampai endometrium (plasenta akreta)

Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai

di bawah peritoneum (plasenta perkreta).

Page 50: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua

sampai miometrium (plasenta inkreta)

3. Kesalahan manajemen kala III persalinan : manipulasi dari uterus yang tidak perlu

sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik,

pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga dapat menyebabkan serviks kontraksi

(pembentukan constriction ring) dan menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

DIAGNOSIS dan MANAGEMEN8

Perdarahan Sebelum lahirnya plasenta

Perdarahan dalam kala III persalinan biasanya disebabkan karena retensio plasenta.

Meskipun demikian pasien juga dapat berdarah karena adanya robekan jaan lahir. Ketika

terjadi perdarahan dan plasenta masih didalam uterus hal pertama yang dilakukan adalah

berusaha untuk mengeluarkan plasentadengan tarikan ringan dengan penekanan pada uterus

dengan menekan abdomen. Bila berhasil, uterus harus tetap ditekan dan diberikan oksitosin

intravena. Kompresi bimanual harus tetap dilakukan hingga uterus berkontraksi dengan baik.

Page 51: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Gambar 1. Kompresi Bimanual

Retensio Plasenta karena kontraksi serviks

Retensio plasenta karena kontraksi serviks hampir selalu terjadi pada persalinan

preterm. Serviks akan menutup hingga hanya terbuka 2 jari. Pada situasi ini tidak dianjurkan

untuk melakukan pengeluaran plasenta dengan tarikan pada tali plasenta, tekanan pada

abdomen maupun pemberian oksitosin. Hal yang lebih baik dilakukan adalah dengan

memberikan nitrogliserin untuk merelaksasi serviks sehingga dapat dilakukan manual

plasenta.

Nitrogliserin merupakan vasodilator kuat, hipotensor dan relaksan otot miometrium.

Pemberian dosis rendah intra vena membuat relaksasi uterus tanpa mempengaruhi tekanan

darah. Meskipun demikian, obat ini sebaiknya tidak digunakan pada pasien syok dan tekanan

darah rendah. Sebelum memasukkan nitrogliserin sebaikknya diberikan cairan intravena

berupa kristaloid sebanyak 500-1000 cc, Kemudian 500 micro gram intravena. Kurang lebih

60-120 detik setelah nitrogliserin dimasukkan, serviks akan relaksasi sehingga tangan

operator dapat masuk kedalam kavum uteri.

Retensio Plasenta karena Perlekatan plasenta yang abnormal10

Terdapat beberapa derajat kuatnya perlekatan plasenta ke dinding uterus. Pada

kebanyakan kasus plasenta dapat lepas dari dinding uterus tanpa kesulitan. Pada beberapa

kasus plasenta melekat erat pada dinding uterus sehingga plasenta sulit lepas dari dinding

Page 52: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

uterus sehingga memerlukan tindakan berupa manual plasenta dan perdarahan menjadi sangat

banyak. Kondisi ini disebut plasenta akreta dan kebanyakan berakhir dengan histerektomi.

Plasenta akreta menunjukkan angka kematian 4 kali lebih tinggi dari plasenta yang dapat lahir

normal yang merupakan indikasi histerektomi.

Pada plasenta akreta, perlekatan villi plasenta langsung pada miometrium, yang

mengakibatkan pelepasan yang tidak sempurna pada saat persalinan. Komplikasi yang

signifikan dari plasenta akreta adalah perdarahan post partum. Berdasarkan penelitian oleh

Resnik, angka kejadian plasenta akreta meningkat dan dokter diharapkan waspada akan

kondisi ini, terutama pada wanita yang memiliki riwayat seksio sesaria sebelumnya atau

berbagai penyebab parut pada uterus.

Perdarahan setelah Plasenta lahir

Perdarahan setelah plasenta lahir biasanya disebabkan atonia uteri. Tidak jarang juga

disebabkan karena adanya sisa plasenta, robekan jalan lahir, inversi uteri, ruptur uteri dan juga

gangguan sitem koagulasi.

Hal pertama yang dilakukan pada perdarahan setelah plasenta lahir adalah penekanan

bimanual vaginal dan abdominal, hal ini dapat mengurangi perdarahan. Kemudian dipasang

satu atau dua infus dan diberikan infu oksitosin (30 IU dalam 1000 cc RL)

Bila penekanan uterus dan infus oksitosin tidak berhasil, pasien diperiksa dengan USG

untuk memeriksa sisa jaringan yang masih tertinggal atau dengan tangan memeriksa adanya

robekan uterus.

PENATALAKSANAAN1,5

Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus harus

dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita menghadapi perdarahan

post partum lanjut.

Jika plasenta belum lahir, harus diusahakan mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu

parasat Crede, tetapi saat ini tidak digunakan lagi karena memungkinkan terjadinya inversio

uteri. Tekanan yang keras akan menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri keras

dengan kemungkinan syok. Cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara

Brandt, yaitu salah satu tangan penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain

diletakkan pada dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan

terletak dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim.

Dengan melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan rahim terangkat. Apabila

Page 53: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas simfisis

diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali

pusat untuk membantu megeluarkan plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak

dapat dilahirkan seluruhnya melainkan sebagian masih harus dikeluarkan dengan tangan.

Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Tehnik ini kita

kenal sebagai plasenta manual.

Indikasi Plasenta manual

Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 500 cc

Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir

Setelah persalinan yang sulit seperti forceps, vakum, perforasi dilakukan eksplorasi

jalan lahir.

Tali pusat putus

Tehnik Plasenta Manual3

Sebelum dikerjakan penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum

penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus Ringer Laktat. Operator berdiri atau duduk

dihadapan vulva, lakukan desinfeksi pada genitalia eksterna begitu pula tangan dan lengan

bawah si penolong (setelah menggunakan sarung tangan). Kemudian labia dibeberkan dan

tangan kanan masuk secara obstetris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri.

Tangan dalam sekarang menyusun tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.

Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan

sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah

kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dengan

dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.

Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan

ditarik keluar.

Page 54: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

PENANGANAN RETENSIO PLASENTA6

Page 55: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

Skema 2. Penanganan Retensio Plasenta

Page 56: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Abd Rabbo SA. 1994. Step-wise uterine devascularization: a novel technique for management of uncontrollable postpartum haemorrhage with the preservation of the uterus. American Journal of Obstetrics and Gynaecology 171:694 – 700

2. Anderson J, Etches D, Smith D. Postpartum haemorrhage. In Damos JR, Eisinger SH, eds. Advanced Life Support in Obstetrics (ALSO)provider course manual. Kansas: American Academy of Family Physicians, 2000:1–15

3. Basket TF. 2003. Emergency obstetric hysterectomy. BJOG:An International Journal of Obstetrics and Gynaecology 23(4),353 – 355.

4. Bhal K, Bhal N, Mulik V, Shankar L. The uterine compression jahitan–a valuable approach to control major haemorrhage at lower segmentsesareaean section.J Obstet Gynaecol 2005;25:10-14.

5. B-Lynch C, Coker A, Lawal AH, Abu J, Cowen MJ. 1997. The BLynch surgical technique for the control of massive postpartum haemorrhage: An alternative to hysterectomy? Five cases reported. British Journal of Obstetrics and Gynaecology 104:372 – 375.

6. B-Lynch C, Cowen M.J. A new non-radical surgical treatment of massive post partum hemorrhage. Contemp Rev Obstet Gynaecol 1997; March:19–24 C. B-Lynch

7. B-Lynch C, Keith L.G., Lalonde A.B., Karoshi M (2006) Postpartum Hemorrhage 1st

Published. Sapiens Publishing,UK. 287-988. B-Lynch C, Keith L.G., Lalonde A.B., Karoshi M (2006) Postpartum Hemorrhage 1st

Published. Sapiens Publishing,UK. 256-61.9. B-Lynch C, Keith L.G., Lalonde A.B., Karoshi M (2006) Postpartum Hemorrhage 1st

Published. Sapiens Publishing,UK..10. Chaudhary P1, Sharma S2, Yadav R3, Dhaubhadel P4 B-Lynch Brace jahitan for

conservative surgical management for placenta increta.Kathmandu University Medical Journal (2003) Vol. 2, No. 2, Issue 6, 149-151

11. Cho JH, Jun HS, Lee CN. Hemostatic suturing technique for uterine bleeding during cesarean delivery. Obstet Gynecol 2000;96: 129–31

12. Dacus JV, Busowski MT, Busowski JD, Smilthson S, Masters K and Sibai BM. 2000. Surgical treatment of uterine atony employing the B-Lynch technique. Journal of Maternal-Fetal Medicine 9(3):194 – 196.

13. Danso D, Reginald P. 2002. Combined B-lynch jahitan with intrauterine balloon catheter triumphs over massive postpartum haemorrhage. BJOG:An International Journal of Obstetrics and Gynaecology 109(8):963.

14. David, L. Dunn “ The Wound Closure Manual”. Ethicon, inc a Johnson & Johnson company15. Depkes RI, Dirjen Binkesmas. Prinsip Pengelolaan Program KIA. Dalam: Pedoman

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). 2004. Hal. 1-11.16. El-Hammamy E, B-Lynch C. A worldwide review of the uses of the uterine compression

jahitan techniques as alternative tohysterectomy in the management of severe post-partum haemorrhage. J Obstet Gynaecol 2005;25:143–9

Page 57: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

17. Engelsen IB, Albrechtsen S, Iversen OE. Peripartum hysterectomy-incidence and maternal morbidity. Acta Obstet Gynecol Scand 2001;80:409–412.

18. Ferguson JE, Bourgeois FJ, Underwood PB. 2000. B-Lynch jahitan for postpartum haemorrhage. Obstetrics and Gynecology 95(6 Pt 2):1020 – 1022.

19. Francois K, Ortiz J, Harris C, Foley MR, Elliott JP. Is peripartum hysterectomy more common in multiple gestations? Obstet Gynecol 2005;105:1369–1372.

20. Grotegut CA, Larsen FW, Jones MR, Livingston E. Erosion of a B-Lynch jahitan through the uterine wall: a case report. J Reprod Med 2004; 49: 849-52.

21. Gupta Anjali, Nanda Smriti, Dahiya Pushpa, Chauhan Meennakshi, Sangwan Krishna Placenta percreta causing spontaneous uterine rupture in late pregnancy: conservative surgical management. Australian and New Zealand journal of Obstetrics and gynaecology August 2003 Vol –43 issue 4 p-334

22. Hackethal1,*, D. Brueggmann1, F. Oehmke1, H.-R. Tinneberg1, M.T. Zygmunt2 and K. Muenstedt1 Uterine compression U-jahitans in primary postpartum hemorrhage after Cesarean section: fertility preservation with a simple and effective techniqueHum. Reprod. Advance Access published November 17, 2007

23. Hayman RG, Arulkumaran S, Steer PJ. Uterine compression jahitans: surgical management of post partum hemorrhage. Obstet Gynecol 2002; 99:502–6

24. Hebisch G, Huch A. 2002. Vaginal uterine artery ligation avoids high blood loss and puerperal hysterectomy in postpartum hemorrhage. Obstetrics and Gynecology 2002; 100(3): 574 – 578.

25. Hofmeyr GJ, Abdel-Aleem H, Abdel-Aleem MA,2008.”Uterine massage for preventing postpartum haemorrhage(Review)” In : The Cochrane Library, Issue 3

26. Hwu YM, Chen CP, Chen HS, Su TH. Parallel vertical compression jahitans: a technique to control bleeding from placenta praevia or akreta during sesareaean section. Br J Obstet Gynaecol 2005;112:1420–1423.

27. Joshi MV, Shrivastava M. Partial ischaemic necrosis of the uterus following a uterine brace compression jahitan. BJOG 2004; 111:279-80.

28. Kalu E, Wayne C, Croucher C, Findley I, Manyonda I. 2002. Triplet pregnancy in a Jehovah’s Witness: recombinant human erythroietin and iron supplementation for minimising the risks of excessive blood loss. BJOG:An International Journal of Obstetrics and Gynaecology 109:723 – 725.

29. Koh E, Devendra K, Tan L K B-Lynch jahitan for the treatment of uterine atony Singapore Med J 2009; 50(7) : 693

30. Maier RC. 1993. Control of postpartum haemorrhage with uterine packing. American Journal of Obstetrics and Gynecology 169:317 – 321.

31. Majhar S B , Yasmin S, Guljar S. ( 2003) Management of massive postpartum hemorrhage by “B-Lynch” brace jahitan. J Coll physicians Surg. Pak. 2003 Jan; 13(1): 51-2

32. Manuaba, IBG, 1998. Ilmu Kebidanan : Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.

Page 58: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

33. Mochtar, R, 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. EGC. Jakarta.

34. Nelson GS, Birch C. Compression jahitans for uterine atony and hemorrhage following Sesareaean delivery. Int J Gynecol Obstet 2006;92:248–250.

35. Nelson WL, O’Brien JM. The uterine sandwich for persistent uterine atony: combining the B-Lynch compression jahitan and an intrauterine Bakriballoon. Am J Obstet Gynecol 2007;196:e9–e10.

36. O’Leary JA. 1986. Stop of haemorrhage with uterine artery ligation. Contemporary Obestetrics and Gynaecology 28:13 – 16

37. Ochoa M, Allaire AD, Stitely ML. Pyometra after hemostatic square jahitan technique. Obstet Gynecol 2002;99:506–9

38. Ouahba J, Piketty M, Huel C, Azarian M, Feraud O, Luton D, Sibony O, Oury JF. Uterine compression jahitans for postpartum bleeding with uterine atony. Br J Obstet Gynaecol 2007;114:619–622.

39. Pal M, Biswas A K , Bhattacharya SM. (2003) B-Lynch Brace suturing in primary postpartum haemorrhage during sesareaean section. J Obst. Gynaecol Res.2003 Oct;29(5): 317-20

40. Prendiville W, Elbourne D. Care during the third stage of labour. In: ChalmersI, Enkin M, Keirse MJNC (ed). Effective Care in Pregnancy and Childbirth.Oxford: Oxford University Press, 1998, 1145–1169.

41. Prendiville WJ, Elbourne D, McDonald S. Active versus expectant management in the third stage of labour. Cochrane Database of Systematic Reviews 2000, Issue 3. Art No: CD000007. DOI: 10.1002/ 14651858.CD000007.

42. Saiffuddin, A.B, dkk, 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan aternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. Jakarta.

43. Saifudin AB. Issues in training for essential maternal healthcare in Indonesia. Medical Journal of IndonesiaVol 6 No. 3, 1997: 140 – 148.

44. Schuurmans, et al, 2000, SOGC Clinical Practice Guidelines, Prevention and Management of postpartum Haemorrhage, No. 88, April 2000.

45. Shakila Yasmin ( 2003) “ B-Lynch brace jahitan as an alternative to hysterectomy for severe PPH. Pakistan J Med Res Sep 2003 ; 42(3) : 146-148

46. Smith KL, Baskett TF. 2003. Uterine compression jahitans as an alternative to hysterectomy for severe postpartum haemorrhage. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2003;25(3): 197 – 200.

47. Tjalma WAA, Jacquemyn Y. A uterus-saving procedure for postpartum haemorrhage. Int J Gynaecol Obstet 2004;86:396–397.

48. Tsitpakidis C, Lalonde A, Danso D, B-Lynch C. Long term anatomical and clinical observations of the effects of the B-Lynch uterine compression jahitan for the management of post partum hemorrhage – ten years on. J Obstet Gynaecol 2006; in press

49. UNFPA, SAFE Research study and impacts. Maternal mortality update2004, delivery into good hands. New York, UNFPA; 2004.

Page 59: Kasus Plasenta Increta Anggun & Udtiek.docx

50. WHO, 2007. The State of Maternal Mortality in The World. http://www.who.int51. WHO. Maternal mortality in 2000. Department of Reproductive Health andResearch WHO,

2003.52. Wingprawat S, Chittacharoen A, Suthutvoravut S. Risk factors for emergency peripartum

Sesareaean hysterectomy. Int J Gynaecol Obstet 2005;90: 136 –137.53. Winknjosastro, H, 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Gramedia. Jakarta.54. Wohlmuth CT, Gumbs J, Quebral-Ivie J. B-Lynch jahitan: a case series. Int J Fertil

Womens Med 2005; 50:164-73.