kasus hepatitis b

Upload: aglalita-jamhur-risia-tama

Post on 18-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kfjsdkfiusdjfue sdhfuefneufwu efwyfuawoifwf hefyhwiuuyfwfnwf

TRANSCRIPT

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Hepatitis B adalah penyakit infeksi diserbabkan oleh virus hepatitis B yang dapat menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel-sel hati.

Sekitar satu per tiga dari populasi dunia pernah terpapar pada suatu waktu pada virus hepatitis B (HBV). Selain itu, hampir 350 juta individu-individu diseluruh dunia terinfeksi secara kronis (durasi yang lama) dengan virus ini. Sebagai akibatnya, komplikasi-komplikasi dari infeksi virus hepatitis B menjurus pada dua juta kematian-kematian setiap tahunnya.

Menurut angka-angka dari Centers for Disease Control (CDC), 141.000 sampai 320.000 kasus-kasus akut (durasi yang pendek) hepatitis B (infeksi hati dengan virus hepatitis) terjadi setiap tahun di Amerika. Hanya kira-kira 50% dari orang-orang dengan hepatitis B akut yang mempunyai gejala-gejala (adalah simptomatik). Diantara pasien-pasien yang simptomatik (symptomatic), 8.400 sampai 19.000 orang-orang diopname dan 140 sampai 320 meninggal setiap tahun di Amerika. Pada dekade yang lalu terjadi penurunan yang lebih dari 70% pada kejadian hepatitis B akut di Amerika. Indonesia menempati peringkat ketiga dunia setelah China dan India untuk jumlah penderita hepatitis. Ahli kesehatan dari Divisi Hepatologi, Depatemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ali Sulaiman memperkirakan sejumlah 13 juta penduduk Indonesia mengidap hepatitis B.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Hepatitis B endemik di China dan bagian lain di Asia termasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di kawasan ini bisa terinfeksi hepatitis B sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah negara di Asia, 8-10 persen populasi orang dewasa mengalami infeksi hepatitis B kronik. Infeksi hepatitis B kronik atau jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati yang parah seperti pengerasan hati atau sirosis dan kanker hati atau karsinoma hepatoseluler yang dapat mengakibatkan kematian.

Kejadian yang sering pada penderita yang mendapat virus hepatitis B sejak bayi-bayi dan anak-anak dimana akan menjadi infeksi kronis. Jadi, di Amerika, suatu perkiraan dari 1 sampai 1.25 juta orang-orang terinfeksi kronis dengan virus hepatitis B. Lebih jauh, 5.000 sampai 6.000 orang-orang meninggal setiap tahun dari penyakit hati virus hepatitis B kronis dan komplikasi-komplikasinya, termasuk kanker hati (hepatocellular carcinoma) primer (berasal dari hati).1.2 Tujuan Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dan dapat bermanfaat bagi sejawat. Secara terperinci tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:1. Diajukan untuk memenuhi tugas referat pada stase Ilmu Penyakit Dalam di RSU Mardi Waluyo Blitar2. Mengetahui dan memahami tentang hepatitis B BAB 2DESKRIPSI UMUM2.1 Definisi Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang dapat menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel-sel hati. Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian. Dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama kurang dari 6 bulan, dan kronis apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6 bulan. Hepatitis B (HBV) adalah suatu proses nekroinflamatorik yang mengenai sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB).2.2 Etiologi Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia. Infeksi virus hepatitis B (HBV) sebelumnya dinamai hepatitis serum. Virus ini termasuk DNA virus. Virus hepatitis B merupakan anggota famili hepadnavirus, berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane", kelompok virus DNA hepatotropik nonsitopatogenik.

HBV mempunyai genom DNA sirkuler, sebagian helai ganda tersusun sekitar 3.200 nukleotid. Empat gena telah dikenali: gena S, C, X, dan P. Permukaan virus termasuk dua partikel yang ditandai antigen hepatitis permukaan (hepatitis B surface antigen [HBsAg]) = partikel sferis diameter 22-nm dan partikel tubuler lebar 200 nm. Bagian dalam virion berisi antigen core hepatitis B (hepatitis B core antigen [HBcAg]) dan antigen nonstruktural disebut hepatitis B e antigen (HBeAg) antigen larut-nonpartikel berasal dari HBcAg yang terpecah sendiri oleh proteolitik. Replikasi HBV terjadi terutama dalam hati tetapi juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal dan pankreas. Pada inti terdapat HBV DNA Polimerase. Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.

Gambar 2.1 Hepatitis B Viral (HBV)2.3 Epidemiologi Hepatitis B adalah penyakit infeksi virus hati yang menurut perkembangannya apabila tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi sirosis hati, karsinoma hepatoseluler bahkan tidak jarang menyebabkan kematian. Menurut WHO, sedikitnya 350 juta penderita carrier hepatitis B terdapat di seluruh dunia, 75%-nya berada di Asia Pasifik. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 2 juta pasien meninggal karena hepatitis B. Hepatitis B mencakup 1/3 kasus pada anak. Indonesia termasuk negara endemik hepatitis B dengan jumlah yang terjangkit antara 2,5% hingga 36,17% dari total jumlah penduduk. Ramai pembawa virus hepatitis B tidak mengetahui implikasi penyakit ini, dan mempunyai persepsi yang berbeda-beda.2.4 Penularan Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:

1. Darah

2. Saliva

3. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B

4. Feces dan urine

5. Kontak dengan penderita melalui parenteral yang berasal dari produk-produk darah secara intravena, kontak seksual, dan perinatal secara vertikel (dari ibu ke janin).6. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap darah.

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus hepatitis B ini menular yaitu secara vertikal dan horizontal, yaitu:

1. ParenteralDimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo2. Non ParenteralKarena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B. Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting, yaitu:

1. Penularan vertikal yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.2. Penularan horizontal yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama serta hubungan seksual dengan penderita. 2.5 Patofisiologi Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran darah, partikel masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. Virus hepatitis B merangsang respon imun tubuh, yang pertama kali adalah respon imun non spesifik karena dapat terangsang dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T, CD8+ terjadi setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide HBV-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T CD8+ akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT.

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, sehingga akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.

Gambar 2.2 Patofisiologi Hepatitis B Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis B dapat diakhiri. Tetapi kalau proses tersebut kurang efisien, maka terjadi infeksi virus hepatitis B yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis B oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus atau pun faktor pejamu. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.

2.6 Manifestasi Klinis Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibangi 2, yaitu:1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes.Hepatitis B akut terdiri atas 3, yaitu:a. Hepatitis B akut yang khasBentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase, yaitu:

Fase Praikterik (prodromal)

Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat) Fase lkterikGejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. Setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal. Fase PenyembuhanFase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.b. Hepatitis FulminanBentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.c. Hepatitis Subklinik2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan HBV tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan HBV. Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap.2.7 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemui dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium. Riwayat ikterus pada para kontak keluarga, kawan-kawan sekolah, pusat perawatan bayi, teman-teman atau perjalanan ke daerah endemi dapat memberikan petunjuk tentang diagnosis. Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (>6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan, hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT >10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah: HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA. Diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan, antara lain:

1. HBsAg (antigen permukaan virus hepatitis B) merupakan material permukaan/kulit HBV. HBsAg mengandung protein yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi HBV. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu tersebut terinfeksi HBV, carrier HBV, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi HBV dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier HBV.2. Anti-HBsAg (antibodi terhadap HBsAg) merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya antibodi terhadap HBV. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin HBV ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi HBV.

3. HBeAg (antigen HBV), yaitu antigen HBV yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif menunjukkan virus HBV sedang aktif bereplikasi atau membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.4. Anti-Hbe (antibodi HbeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai positif berati HBV dalam keadaan fase non-replikatif.5. HBcAg (antigen core HBV) merupakan antigen core (inti) HBV, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang terinfeksi HBV. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti HBV.6. Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi HBV. Adanya HBsAg dalam serum merupakan petanda serologis infeksi hepatitis B. Titer HBsAg yang masih positif lebih dari 6 bulan menunjukkan infeksi hepatitis kronis. Munculnya antibodi terhadap HBsAg (anti HBs) menunjukkan imunitas dan atau penyembuhan proses infeksi. Adanya HBeAg dalam serum mengindikasikan adanya replikasi aktif virus di dalam hepatosit. Titer HBeAg berkorelasi dengan kadar HBV DNA. Namun tidak adanya HBeAg (negatif) bukan berarti tidak adanya replikasi virus, keadaan ini dapat dijumpai pada penderita terinfeksi HBV yang mengalami mutasi (precore atau core mutant). Penelitian menunjukkan bahwa pada seseorang HBeAg negatif ternyata memiliki HBV DNA >105 copies/ml. Pasien hepatitis kronis B dengan HBeAg negatif yang banyak terjadi di Asia dan Mediteranea umumnya mempunyai kadar HBV DNA lebih rendah (berkisar 104-108 copies/ml) dibandingkan dengan tipe HBeAg positif. Pada jenis ini meskipun HBeAg negatif, remisi dan prognosis relatif jelek, sehingga perlu diterapi. Secara serologi, infeksi hepatitis persisten dibagi menjadi hepatitis B kronis dan keadaan carrier HBsAg inaktif. Yang membedakan keduanya adalah titer HBV DNA, derajat nekroinflamasi dan adanya serokonversi HBeAg. Sedangkan, hepatitis kronis B sendiri dibedakan berdasarkan HBeAg, yaitu hepatitis B kronis dengan HBeAg positif dan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif.

Pemeriksaan virologi, untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus. Ada beberapa persoalan berkaitan dengan pemeriksaan kadar HBV DNA. Pertama, metode yang digunakan untuk mengukur kadar HBV DNA. Saat ini ada beberapa jenis pemeriksaan HBV DNA, yaitu: branched DNA, hybrid capture, liquid hybridization dan PCR. Dalam penelitian, umumnya titer HBV DNA diukur menggunakan amplifikasi, seperti misalnya PCR, karena dapat mengukur sampai 100-1000 copies/ml. Kedua, beberapa pasien dengan hepatitis B kronis memiliki kadar HBV DNA fluktuatif. Ketiga, penentuan ambang batas kadar HBV DNA yang mencerminkan tingkat progresifitas penyakit hati. Salah satu kepentingan lain penentuan kadar HBV DNA adalah untuk membedakan antara carrier hepatitis inaktif dengan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif: kadar 105 copies/ml merupakan batas penentuan untuk hepatitis B kronis. Salah satu pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktifitas nekroinflamasi. Oleh karena itu, pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang meningkat menunjukkan proses nekroinflamasi lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu, pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. Ukuran spesimen biopsi yang representatif adalah 1-3 cm (ukuran panjang) dan 1,2-2 mm (ukuran diameter) baik menggunakan jarum Menghini atau Tru-cut. Salah satu metode penilaian biopsi yang sering digunakan adalah dengan Histologic Activity Index score. Pada setiap pasien dengan infeksi HBV perlu dilakukan evaluasi awal. Pada pasien dengan HBeAg positif dan HBV DNA >105 copies/ml dan kadar ALT normal yang belum mendapatkan terapi antiviral perlu dilakukan pemeriksaan ALT berkala dan skrining terhadap risiko KHS, jika perlu dilakukan biopsi hati. Sedangkan, bagi pasien dengan keadaan carrier HBsAg inaktif perlu dilakukan pemantauan kadar ALT dan HBV DNA.2.8 Terapi Penderita dan keluarga diberi penjelasan atau penyuluhan tentang cara penularan, infeksiositas penderita sebagai pengidap HBsAg, apalagi jika HBeAG positif, keluarga serumah dan yang menjalin hubungan intim/seksual perlu divaksinasi terhadap hepatitis B (perlu uji saring pra-vaksinasi atas HBsAg dan anti-HBs)

1. Aktivitas pekerjaan sehari-hari seperti biasa disesuaikan dengan keluhan (aktivitas hepatitis), jangan sampai terlalu meletihkan, demikian juga dengan olahraga

2. Diet khusus tak diperlukan, namun harus pertahankan gizi baik dan tidur yang cukup. Protein 1-1,5 gr/kg/hari. Di RSU DR Sutomo sejak tahun 2003 tersedia diet hati pra/ensefalopati yang terdiiri dari:

a. Diet Hati I (DH I): Protein 1-1,2 gr/kgBB/hari, kalori 40 kal/kgBB/hari

b. Diet Hati II (DH II): Protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari, kalori 40 kal/kgBB/hari

3. Terapi spesifik hingga sekarang masih dalam tahapo eksperimental dan pola pemberian bermacam-macam.

Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah untuk mencegah atau menghentikan progesi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan infeksi dalam pengobatan hepatitis B kronik, tujuan akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif secara menetap (HBeAg dan DNA VHB ) atau dengan kata lain mengontrol viral load serendah mungkin menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati. Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, serokonvensi HBeAg tidak dapat dipakai sebagai titik akhir pengobatan dan respons pengobatan hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB. Terdapat dua golongan pengbatan untuk hepatitis kronik yaitu:1. Golongan imunomodulasi

a. Interferon (IFN) Interferon adalah kelompok protein intreseluler yang normal ada dalam tubuh, diproduksi oleh sel limfosit dan monosit. Produksinya dirangsang oleh berbagai macam stimulasi terutama infeksi virus.

Interferon berkhasiat sebagai antivirus, imuno modulator, anti proliferatif dan antipribotif. Efek anti virus terjadi dimana IFN berinteraksi dengan reseptornya yang terdaftar pada membran sitoplasma sel hati yang diikuti dengan diproduksinya protein efektor sebagai antivirus. Pada hepatitis B kronik sering didapatkan penurunan IFN. Akibatnya, terjadi penampilan molekul HLA kelas 1 pada membran hepatosit yang sangat diperlukan agar sel T sitotoksit dapat mengenali sel-sel hepatosit yang terkena virus VHB. Sel-sel tersebut menampilkan antigen sasaran (target antigen) VHB pada membrane hepatosit.

Interferon adalah salah satu obat pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dnegan HBeAg positif, dengan aktifitis penyakit ringan-sedang, yang belum mengalami sirosis. Interferon telah dilaporkan dapat mengurangi replikasi virus. Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN, antara lain:

Konsentrasi ALT yang tinggi

Konsentrasi DNA VHB yang rendah

Timbulnya flare up selama terapi

IgM anti HBc yang positif

Efek samping IFN, antara lain: Gejala seperti flu

Tanda-tanda supresi sutul

Flare up

Depresi

Rambut rontok

Berat badan turun

Gangguan fungsi tiroid Dosis IFN yang dianjurkan untuk HBeAg (+) adalah 5-10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu. Untuk HBe Ag (-) sebaiknya sekurang-kurangnya diberikan selama 12 bulan.

b. Timosin alfa

Timosin alfa merangsang fungsi sel limfosit. Pada hepatitis virus B, timosin alfa berfungsi menurunkan replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah tidak efek samping seperti IFN, dengan kombinasi dengan IFN obat ini dapat meningkatkan efektifitas IFN.

2. Golongan antiviral

a. Lamivudin

Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3 tiasitidin yang merupakan suatu analog nukleosid, berfungsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi HBV baru dan mencegah infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi, karena itu apabila obat dihentikan konsentrasi DNA akan naik kembali akibat diproduksinya virus-virus baru oleh sel-sel yang telah terinfeksi. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna dibandingkan placebo. Lamivudin dapat memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan makin lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia, resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun pertama pemberian lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% masing masing pada tahun ke 2, 3, 4 dan 5 terapi.b. Adefovir Dipivoksil

Prinsip kerjanya hampir sama dengan lamivudin, yaitu sebagai analog nukleosid yang menghambat enzim reverse transcriptase. Umumnya, digunakan pada kasus-kasus yang kebal terhadap lamivudin, dosisnya 10-30 mg tiap hari selama 48 minggu. Konsultasi kepada ahli gastrohepatologi diperlukan bila:

Timbul gejala-gejala ke arah fulminan :

Kesadaran menurun, terdapat gejala perdarahan, ALT dan AST lebih dari 1000 iu/l, serum bilirubin lebih dari 10 mg/dl, pemanjangan waktu protrombin lebih dari 3 detik dari nilai normal.

Terjadi kolestasis yang memanjang (lebih dari 30 hari)

2.9 Pencegahan Di Indonesia dan negara endemis HBV lainnya, transmisi infeksi HBV pada usia dini menimbulkan dampai epidemiologis yang besar terhadap rantai penularan HBV. Tujuan utama tatalaksana HVB adalah memotong jalur transmisi pada usia dini karena hepatitis B kronik yang ditemukan pada masa dewasa, umumnya berawal dari infeksi dini masa bayi.

1. Upaya Preventif

Titik berat upaya preventif adalah memotong rantai transmisi HBV pada usia dini. Upaya ini dibahas berdasarkan dua pola transmisi HBV yaitu transmisi vertikal dan transmisi horizontal, baik secara umum maupun khusus.

a. Upaya Preventif umum terhadap transmisi horizontal

Mekanisme kerja transmisi horizontal tidak begitu jelas, tetapi tampaknya melibatkan kontrak fisik erat dimana HBV masuk melalui permukaan mukosa atau kulit. Infeksi pada anak-anak tersebut merefleksikan peran faktor kepadatan pada transmisi HBV. Berikut ini adalah beberapa upaya preventif umum transmisi HBV, antara lain:

Uji tapis donor darah dengan uji diagnostik yang sensitif Sterilisasi instrumen secara adekuat Tenaga medis senantiasa mempergunakan sarung tangan Mencegah kontak mikrolesi seperti yang dapat terjadi melalui pemakaian sikat gigi dan sisir, atau gigitan anak pengidap HBVb. Upaya preventif umum terhadap transmisi vertikal

Kemungkinan terbesar preventif terjadi pada saat kelahiran pervaginam akibat robekan plasenta dan kontaminasi darah ibu terhadap luka/mikrolesi bayi. Idealnya, semua ibu hamil menjalani uji tapis HVB karena akan sangat menentukan proses pengambilan keputusan dalam tatalaksana selanjutnya.

Skrining ibu hamil. Pemeriksaan dilakukan pada awal dan pada trimester ketiga kehamilan, terutama pada ibu yang beresiko terinfeksi HBV Ibu ditangani secara multidisipliner yaitu oleh dokter ahli kandungan dan ahli penyakit dalam Segera setelah bayi lahir diberikan imunisasi hepatitis B Tidak ada indikasi kontra untuk menyusui2. Upaya Preventif Khusus

Upaya preventif khusus terhadap HBV dibahas dari 3 sudut pandang yaitu upaya imunisasi aktif dengan vaksin hepatitis B rekombinan, imunisasi pasif dengan HBIg, serta penanganan terhadap bayi terlahir dari ibu pengidap HBV.

a. Imunisasi Aktif

Vaksin hepatitis B rekombinan. Vaksin dibuat dengan mengekspresikan antigen HBs pada sel ragi (Saccharomyces cervisae atau Hansenula polymorpha). Sel ragi akan memproduksi HBsAg yang identik dengan HBsAg plasma pengidap HBV. Imunogenisitasnya sesuai dengan imunogenisitas vaksin plasma.

Imunisasi HBV dengan vaksin yang mengandung HBsAg berdasarkan pada peran genom HBs dalam menimbulkan prespons imun protektif terhadap infeksi. Tujuan imunisasi aktif HBV adalah memotong jalur transmisi HBV melalui program imunisasi HBV terhadap bayi baru lahir dan kelompok resiko tinggi tertular HBV. Imunisasi ini juga menurunkan resiko KHS akibat HBV.

Sasaran dan strategi imunisasi aktif HBV. Prioritas utama imunisasi aktif HBV adalah bayi baru lahir secara universal kepada semua bayi, segera setelah lahir, terintegrasi dengan program imunisasi lainnya. Selain memotong transmisi dini HBV keuntungan lain adalah memperoleh imunisasi pada masa bayi, harus diimunisasi secapatnya, paling lambat saat berusia 11-12 tahun.

b. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif HBV adalah pemberian Hepatitis B Immune globulin (HBIg) untuk proteksi cepat, jangka pendek. HBIg dibuat dari kumpulan plasma donor yang mengandung anti-HBs titer tinggi serta bebas HIV dan anti-HCV. Sebaiknya diberikan 0,05 ml/kg HBIg secepatnya pada individu yang dimasuki darah yang terkontaminasi HBsAG. Jenis vaksin untuk hepatitis B yaitu Inaktivated Viral Vaccine (IVV): vaksin rekombinan dan plasma derived. Diberikan dengan dosis 0,5 cc/dosis secara SC/IM. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg negatif mendapat 1/2 dosis anak vaksin rekombinan dan 1 dosis anak vaksin plasma derived. Dosis kedua harus diberikan 1 bulan atau lebih setelah dosis pertama.

Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif mendapat 0,5 cc HBIG dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 1 dosis anak vaksin rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived pada tempat suntikan yang berlainan. Dosis kedua direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama dengan vaksin campak pada umur 9 bulan. Boster diberikan 5 tahun kemudian. Kontra indikasi pada anak dengan defisiensi imun (mutlak). Efek samping berupa reaksi lokal ringan dan demam sedang 24-48 jam.

HBIg terindikasi pada keadaan paparan akut HBV dan harus diberikan segera setelah seseorang terpajang HBV. Paparan akut HBV yang dimaksud adalah kontrak dengan darah yang maengandung HBsAg, baik melalui mekanisme inokulasi, tertelan, atau terciprat ke mukosa atau ke mata. HBIg ibu ditentukan berdasarkan status HBsAg ibu, sedangkan status HBeAg ibu bukan merupakan faktor pertimbangan mutlak.Pemantauan pada Penderita Hepatitis B Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain:1. Penilaian kesadaran, suhu badan, derajat ikterus, dan ukuran hati2. Gejala perdarahan terutama dari saluran cerna3. Laboratorium: Bilirubin direk, indirek, ALT dan AST, glukosa, albumin diulang tiap 3-7 hari tergantung perkembangan penyakit Pemantauan berkala seperti di bawah ini:1. Setiap 6 bulan dilakukan pemeriksaan HBsAG, HBeAg, SGOT-SGPT, USG hati2. Pemeriksaan HBV DNA tidak rutin, tetapi ideal bila dilakukan setiap 1-2 tahun. Bila terindikasi terapi anti virus, pemeriksaan ini merupakan keharusan untuk memprediksi keberhasilan terapi dan untuk memantau respons terapi3. Bila selama pemantauan, HBsAg tetap positif tetapi SGOT/PT senantiasa dalam batas normal, anak dipantau secara berkala seperti pada butir nomor 1

4. Bila HBsAg tetap positif dan SGOT/PT meningkat lebih dari 1,5 kali batas atas normal pada >3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan interval minimal 2 bulan, perlu dipertimbangkan pemberian terapi antivirus. Pada anak yang memenuhi deskripsi butir nomor 4, dilakukan biopsi hatiBAB 3PENUTUP3.1 Kesimpulan

Hepatitis B merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan hepatitis B. Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah/produk darah, saliva, semen, alat-alat yang tercemar hepatitis B dan inokulasi perkutan dan subkutan secara tidak sengaja. Penularan secara parenteral dan non parenteral serta vertikal dan horizontal dalam keluarga atau lingkungan. Resiko untuk terkena hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita. Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan dibandingkan pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion dan Spesifik Protection, maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan pasif.3.2 Saran

Melalui makalah ini, pembaca sebelumnya disarankan membaca mengenai hepatitis B secara garis besar. Perlu bahasan lanjutan tentang masalah hepatitis B ini.DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman, S.A. 2007. Hepatitis Viral Kronis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Balai Penerbit FK UI Jakarta.Benenson, Abraham, S. 1990. Control of Communicable Disease in Man, Fifteenth edition, Washington DC.Cahyono, S.B. 2010. Hepatitis B. Yogyakarta: Kanisius; 20-33Depkes RI. 1998. Profil Kesehatan Indonesia. Depkes RI. JakartaLindseth; Glenda, N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. Dalam: Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, editor. Patofisiologi. Volume I. Jakarta: EGC; 472-515Markum. 1997. Imunisasi. FKUI. Jakarta

Maria, H. 1997. Hepatitis B Makin Meningkat. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia tahun XXV, no 7

Nusi, I.A., dkk. 2007. Hepatitis Kronis. Dalam: Askandar Tjokroprawiro dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Surabaya: Airlangga University; 125-8Rasmilah. 2001. Hepatitis B. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. USU digital librarySoemohardjo, S., Gunawan, S. 2009. Hepatitis B Kronik. Dalam: Aru W. Sudoyo dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing; 653-661Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Balai Penerbit UI.

Sulaiman, Ali dan Yulitasari. 1995. Virus Hepatitis A sampai E di Indonesia, Yayasan Penerbitan IDI. Jakarta

Harrison. Principle of Internal Medicine Edisi 9. Gangguan Hepatobilier dan Pankreas. Penterjemah Adhi Dharma. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta Utara.

Watt, G. 1993. Hepatitis B. Dalam: Strickland Gt, penyunting Hunters tropical medicine, edisi 7. Tokyo. W.B Saunders CompanyPAGE 17