kasus 1 tbc

36
MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR “TUBERCULOSIS (TBC)” DOSEN PENGAMPU: Inaratul RH, M.Sc.,Apt DISUSUN OLEH : KELOMPOK : 5 (LIMA) / KELOMPOK C ANGGOTA : 1. AFIFAH MIFTA AULIA R. ( 18123460 A ) 2. AYU PRACILIA SISKA ( 18123462 A ) 3. DEWI LARASWATI

Upload: rini-pramuati

Post on 10-Apr-2016

251 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR// PENYELESAIAN KASUS TBC

TRANSCRIPT

Page 1: KASUS 1 TBC

MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

INFEKSI DAN TUMOR

“TUBERCULOSIS (TBC)”

DOSEN PENGAMPU:

Inaratul RH, M.Sc.,Apt

DISUSUN OLEH :

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2015

KELOMPOK : 5 (LIMA) / KELOMPOK C ANGGOTA : 1. AFIFAH MIFTA AULIA R. ( 18123460 A )

2. AYU PRACILIA SISKA ( 18123462 A ) 3. DEWI LARASWATI ( 18123463 A )

4. RINI PRAMUATI ( 18123464 A ) 5. LAILA TASBICHA ( 18123465 A )

Page 2: KASUS 1 TBC

TUBERCULOSIS (TBC)

I. PENDAHULUAN

1.1 Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di

dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan

tuberkulosis sebagai “Global Emergency”. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan

bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus

BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman

tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia

tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah

penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih

besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Diperkirakan angka kematian

akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004

menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara

yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.

Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens

HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Tuberkulosis (TB) penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

yang mampu menginfeksi secara laten ataupun progesif. Secara umum, 2 milyar orang

terinfeksi dan 2-3 juta orang meninggal karena tuberculosis tersebar setelah India dan

Cina. Mycobacterium tuberculosis ditransmisikan dari orang ke orang melalui batuk

dan bersin. Kontak yang terlalu dekat dengan penderita TB akan memperbesar

kemungkinan penularan. HIV adalah faktor resiko paling penting pada TB aktif,

terutama pada umur sekitar 25-44 tahun. Penderita yang terinfeksi HIV dengan infeksi

tuberkulosis, akan berkembang menjadi penyakit yang aktif 100 kali lebih besar

dibandingkan dengan penderita yang tidak terinfeksi dengan HIV.

Page 3: KASUS 1 TBC

1.2 Klasifikasi

a) Kategori 1 Diberikan kepada :

- Penderita baru TB paru, BTA positif.

- Penderita baru TB Paru BTA negatif, rontgen positif yang sakit berat.

- Penderita TB ekstra paru berat .

b) Kategori 2 Diberikan kepada :

- Penderita kambuh (relaps).

- Penderita Gagal (failure).

- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

c) Kategori 3 Diberikan kepada :

- Penderita baru BTA negatif, rontgen positif, sakit ringan.

- Penderita TB ekstra paru ringan.

Gambar 1. Skema Klasifikasi Tuberkulosis

Page 4: KASUS 1 TBC

1.3 Faktor resiko

- Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat.

- Kegagalan program TB diantaranya kurangnya kepatuhan pasien dalam

mengkonsumsi obat TB, harga obat TB yang mahal, dan resistensi.

- Perubahan demografik kerena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan

struktur umur penduduk.

- Dampak pandemi HIV

II. PATOFISIOLOGI

2.1 Patogenesis

Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di jaringan

paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau

efek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,

berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan

saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh

pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Efek primer

bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai komplek primer. Komplek

primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut:

1. Sembuh dengan tidak meningkatkan cacat sama sekali.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus).

3. Menyebar dengan cara perkontinuitatum, penyebaran secara bronkogen, baik

di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan dan

penyebaran secara hematogen dan limfogen.

Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu

tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun dan

sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan

masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai

dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun

lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang

pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

Page 5: KASUS 1 TBC

1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sarang akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan jaringan

fibrosis.

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

2.2 Etiologi

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus tidak bespora dan

juga tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1- 4 mm.

Dinding sangat komplek dan terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%).

Penyusun utama dinding Mycobacterium tuberculosis ialah asam mikolat, lilin

komplek, trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan mycobacterial sulfolipids

yang berperan dalam virulensi.

2.3 Gejala

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang

timbul sesuai dengan organ yang terlibat.

a) Gejala umum

- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat dengan darah).

- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam

hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti

influenza dan bersifat hilang timbul.

- Penurunan nafsu makan dan berat badan.

- Perasaan tidak enak (malaise) dan lemah.

Page 6: KASUS 1 TBC

b) Gejala khusus

- Tergantung dari organ tubuh yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian

bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah

bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi” suara nafas

melemah yang disertai sesak.

- Cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru) disertai keluhan sakit dada.

- Mengenai tulang, maka akan menjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada

suatu saat dapat membentuk saluran dan bermmuara pada kulit.

2.4 Manifestasi klinik

a) Pasien yang tidak terinfeksi HIV

- Manifestasi klinik dari TB pulmoner tidak spesifik, indikasi hanya pada proses

infeksi yang berjalan dengan lambat.

- Pemeriksaan fisik nonspesifik, dugaan perkembangan penyakit pulmoner.

- Manifestasi klinik berhubungan dengan TB ekstrapulmoner bervariasi

tergantung pada organ dengan demam tingkat rendah dan simptom lainnya.

b) Pasien yang terinfeksi HIV

- Manifestasi klinik dari pasien dengan infeksi HIV yang memiliki TB berbeda

dengan pasien yang tidak terinfeksi HIV (pada penderita AIDS, TB muncul

Ciri–ciri dan Gejala

Pasien biasanya mengalami penurunan berat badan, lemas, demam, dan

keringat malam

Hemofisis Frank

Pemeriksaan Fisik

Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada, dan peningkatan suara yang bergetar

lebih sering diamati pada auskultasi

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan pada perhitungan sel darah putih dengan dominasi limfoit

Radiografi dada

Infiltrasi nodus pada daerah apikal di lobus bagian atas dari bagian

superior dari lobus paling bawah.

Kavitasi yang menunjukkan kadar udara-air sebagai tanda perkembangan

infeksi

Page 7: KASUS 1 TBC

dalam bentuk primer yang berkembang, yang melibatkan daerah

ekstrapulmoner, dan melibatkan berbagai lobus paru-paru).

- TB pada pasien AIDS, sepertinya kurang terlibat dalam penyakit kavitari, yang

dihubungkan dengan uji kulit positif, atau dihubungkan dengan demam.

II.5 Diagnosis

a) TB Paru BTA positif

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 sps dahak hasilnya BTA positif 1 sps dahak

BTA positif dan foto rontgen menunjukkan TB aktif.

b) TB Paru BTA negatif

- 3 sps dahak BTA negatif, namun foto thorax menunjukkan TB aktif.

III. SASARAN TERAPI

Sasaran terapi pada penyakit TBC adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.

IV. TUJUAN TERAPI

Tujuan terapi pada penyakit TBC adalah menghilangkan/membunuh kuman

Mycobacterium tuberculosis, mencegah terjadinya penularan, serta mengurangi faktor resiko

terjadinya penularan.

V. STRATEGI TERAPI

Tata Laksana Terapi

5.1 Guideline Terapi Tuberkulosis

Page 8: KASUS 1 TBC

5.2 Guideline Terapi Hipertensi

Page 9: KASUS 1 TBC

5.3 Terapi Non Farmakologi

- Mengkonsumsi makanan bergizi : munculnya penyakit TBC adalah

kekurangan gizi seperti mineral dan vitamin. Penderita secara rutin

mengkonsumsi makanan bergizi, seperti buah, sayur, dan ikan laut.

- Tinggal ditempat yang sehat : menjaga kebersihan akan membantu

penderita TBC untuk sembuh. Karena penyakit ini disebabkan oleh virus

sehingga jika penderita berada di lingkungan yang kotor menyebabkan

virus berkembang.

- Meningkatkan kepatuhan konsumsi OAT.

5.3 Terapi Farmakologi

a) Pendekatan umum

- Kategori 1 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan

etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan

(fase lanjutan) dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu

(2HRZE/ 4H3R3).

- Kategori 2 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol

dan stremtomisin selama 2 bulan setiap hari dan selanjutnya dengan

isoniazid, rifampisin dan etambutol selama 5 bulan seminggu 3 kali

(2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Jika setelah 2 bulan BTA masih positif, fase

intensif ditambah 1 bulan sebagai sisipan (dengan HRZE).

- Kategori 3 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid selama 2

bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan)

dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu (2HRZ/ 4H3R3).

Tabel dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Berat badan

Tahap intensif tiap hari

selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap lanjutan 3 kali

seminggu selama 16 minggu

RH(150/150)

30 -37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2 KDT

38 - 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2 KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2 KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2 KDT

KDT : kombinasi dosis tetap

Page 10: KASUS 1 TBC

Tabel dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Berat

badan

Tahap intensif tiap hari RHZE

(150/75/400/275) + S

Tahap lanjutan 3

kali seminggu RH

(150/150) + E(275)

Selama 56 hari Selama 28 hariSelama 20

mingggu

30 – 37 kg2 tab 4KDT

+ 500 mg Streptomisin inj2 tab 4KDT

2 tab 2 KDT

+ 2 tab Etambutol

38 – 54 kg3 tab 4KDT

+750 mg Streptomisin inj3 tab 4KDT

3 tab 2 KDT

+ 3 tab Etambutol

55 – 70 kg4 tab 4KDT

+1000 mg Streptomisin inj4 tab 4KDT

4 tab 2 KDT

+ 4 tab Etambutol

≥ 71 kg5 tab 4KDT

+1000 mg Streptomisin inj5 tab 4KDT

5 tab 2 KDT

+ 5 tab Etambutol

Page 11: KASUS 1 TBC

VI. PENYELESAIAN KASUS

A. Kasus

Tuberkulosis

Seorang Bapak BB dengan usia 60 tahun dan berat badan 51 kg mengalami batuk

secara terus menerus sejak 1 bulan yang lalu dan semakin sering pada 2 minggu yang lalu.

Penderita juga merasa lemah, lesu, demam, malam berkeringat, dan kehilangan berat badan 5

kg dalam 2 minggu ini. Kemarin Bapak BB mengkonsumsi protein dalam jumlah yang tinggi.

Bapak BB tidak memiliki riwayat penyakit tukak lambung dan hepatitis. Karena stres

perusahaannya bangkrut. Bapak BB mengkonsumsi alkohol dalam kadar berlebih dan

mengulangi kembali kebiasaan merokok yang sudah dia hilangkan sejak 3 tahun lalu.

Riwayat penyakit terdahulu hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan mendapat HCT 25

mg tiap hari. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

TD : 138/88mmHg Kreatinin : 1,3 mg/dL

Nadi : 84 x/menit BUN : 30 mg/dL

Suhu : 38°C SGOT : 72 Ui/L

RR : 16 x/menit SGPT : 56 Ui/L

BTA (+) Bilirubin total : 1,0 mg/dL

Na : 134 mEq/L K : 34 mEq/L

Cl : 96 mEq/L

Fotothorax menunjukkan abnormalitas dan pasien didiagnosa menderita TB paru.

B. Analisis Kasus

1. Analisis kasus secara SOAP :

- SUBYEKTIF

Bapak BB dengan usia 60 tahun dan berat badan 51 kg mengalami batuk secara

terus menerus sejak 1 bulan yang lalu dan semakin sering pada 2 minggu yang lalu.

Penderita juga merasa lemah, lesu, demam, malam berkeringat, dan kehilangan berat

badan 5 kg dalam 2 minggu ini. Bapak BB mengkonsumsi protein dalam jumlah yang

tinggi. Bapak BB tidak memiliki riwayat penyakit tukak lambung dan hepatitis, tetapi

memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun lalu. Bapak BB mengkonsumsi alkohol dalam

kadar berlebih dan mengulangi kembali kebiasaan merokok yang sudah dia hilangkan

sejak 3 tahun lalu.

Page 12: KASUS 1 TBC

- OBYEKTIF

Hasil Pemeriksaan

LaboratoriumNilai Normal Keterangan

TD : 138/88mmHg 120 / 80 mmHg Pre Hipertensi

Nadi : 84 x/menit 60 - 100 x /menit Normal

Suhu : 38°C 36,5 - 37,5 °C Meningkat

RR : 16 x/menit 18 - 20 x /menit Normal

Na : 134 mEq/L 134 - 144 mEq/L Normal

Cl : 96 mEq/L 96 - 106 mEq/L Normal

K : 3,4 mEq/L 3,4 - 4,8 mEq/L Normal

Kreatinin : 1,3 mg/dL 0,6 - 1,3 mg/dL Normal

BUN : 30 mg/dL 5 - 25 mg/dL Meningkat

SGOT : 72 U/L 5 - 35 U/L Meningkat

SGPT : 56 U/L 5 - 35 U/L Meningkat

Bilirubin total : 1,0 mg/dL ≤ 1,4 mg/dL Normal

BTA (+) - Kultur bakteri (+)

Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didiagnosa menderita TB

paru dengan fotothorax menunjukkan abnormalitas. Obat yang pernah digunakan oleh

pasien yaitu HCT 25 mg tiap hari.

- ASSESMENT

1) Pasien mengalami penurunan berat badan 5 kg selama 2 minggu. Hal tersebut

dikarenakan pasien mengkonsumsi HCT dengan dosis 25 mg tiap hari.

2) Dari hasil pemeriksaan laboratorium, pasien mengalami pre hipertensi mungkin

disebabkan karena stres, tetapi pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun

yang lalu dan riwayat pengobatan hipertensi tidak jelas sehingga perlu diatasi.

3) Pasien mengalami peningkatan BUN (Blood Urea Nitrogen) sehingga dalam

pemilihan obat harus diperhatikan karena pasien memiliki gangguan pada fungsi

Page 13: KASUS 1 TBC

ginjal. Pasien juga mengalami peningkatan pada serum SGOT dan SGPT. Hal

tersebut menunjukkan bahwa pasien memiliki gangguan pada fungsi hati.

4) Pasien didiagnosa menderita TB paru. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya

hasil foto thorax yang abnormalitas dan juga adanya BTA (+) sehingga harus

diberikan terapi yang sesuai dengan kondisi fisik pasien.

- PLANNING

1) Penggunaan HCT dihentikan karena menyebabkan penurunan berat badan pada

pasien yang cukup drastis.

2) Mengatasi hipertensi pada pasien dengan memberikan obat golongan ACEIs.

Pemberian obat golongan ACEIs tersebut dikarenakan obat golongan tersebut

cocok untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi hati dan ginjal.

3) Mengobati pasien TB paru dengan memberikan regimen obat yang sesuai untuk

kondisi fisik pasien yang mengalami gangguan fungsi hati dan ginjal.

4) Melakukan terapi farmakologi maupun non farmakologi untuk pasien TB paru.

C. Sasaran Terapi

- Mengatasi kuman penyebab TB yaitu Mycobacterium tuberculosis.

D. Tujuan Terapi

- Menghilangkan kuman penyebab TB dan mencegah penularan TB.

- Menghilangkan dan mengurangi faktor resiko terjadinya penularan.

E. Strategi Terapi

- Farmakologi : Obat antituberkulosis

- Non Farmakologi : Perbaikan gizi, meningkatkan kesadaran, menjaga kebersihan,

dan meningkatkan kepatuhan dalam mengkonsumsi OAT.

Page 14: KASUS 1 TBC

F. Tata Laksana Terapi

1) Guideline Terapi Tuberkulosis

2) Guideline Terapi Hipertensi

3) Terapi Non Farmakologi

- Mengkonsumsi makanan bergizi : munculnya penyakit TBC adalah

kekurangan gizi seperti mineral dan vitamin. Penderita secara rutin

mengkonsumsi makanan bergizi, seperti buah, sayur, dan ikan laut.

- Tinggal ditempat yang sehat : menjaga kebersihan akan membantu

penderita TBC untuk sembuh. Karena penyakit ini disebabkan oleh virus

Page 15: KASUS 1 TBC

sehingga jika penderita berada di lingkungan yang kotor menyebabkan

virus berkembang.

- Menghilangkan kebiasaan merokok dan juga menghilangkan kebiasaan

mengkonsumsi alkohol dalam kadar berlebih.

- Meningkatkan kepatuhan konsumsi OAT.

4) Terapi Farmakologi

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk

memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan

sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan.

Beberapa OAT kombipak yang beredar di Indonesia antara lain paduan OAT

kategori 1, II, III, panduan OAT sisipan, paduan OAT kategori anak, dan kombipak

anak. Untuk memperbaiki pengobatan tuberkulosis, WHO menganjurkan

menggunakan 2 dan 3 OAT-FDC dalam strategi DOTS. Terakhir WHO

menambahkan 4 OAT-FDC dalam model daftar obat essensial untuk pengobatan

tuberkulosis secara FDC lengkap. Tablet FDC (Fixed Dose Combination) diberikan

dengan tujuan mencegah ketidakpatuhan atau kelalaian minum obat, mengurangi

jumlah obat yang diminum perhari, dan menurunkan MDR.

Page 16: KASUS 1 TBC

- Kategori 1 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan

etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan

(fase lanjutan) dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu

(2HRZE/ 4H3R3).

- Kategori 2 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol

dan stremtomisin selama 2 bulan setiap hari dan selanjutnya dengan

isoniazid, rifampisin dan etambutol selama 5 bulan seminggu 3 kali

(2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Jika setelah 2 bulan BTA masih positif, fase

intensif ditambah 1 bulan sebagai sisipan (dengan HRZE).

Page 17: KASUS 1 TBC

- Kategori 3 : Diobati dengan isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid selama 2

bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan)

dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu (2HRZ/ 4H3R3).

B.

G. Evaluasi Obat Terpilih

Pasien tersebut termasuk ke dalam pasien TBC kategori 1, sehingga regimen

pengobatannya yaitu (2HRZE/4H3R3). Artinya pasien tersebut diobati dengan isoniazid,

rifampisin, pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan

selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu.

1) Isoniazid 100 mg, Vitamin B6

Jumlah Sediaan Isoniazid 100 mg, 300 mg.

Indikasi Tuberkulosis di dalam dan di luar paru.

Dosis Dewasa : Sehari 5 mg/kgBB sampai 300 mg

dosis tunggal.

Anak : 10-15 mg/kgBB dalam 2 dosis terbagi

(pagi dan malam) atau 20-40 mg/kgBB 2-3 kali

seminggu.

Kontraindikasi Pasien gangguan hati, gangguan ginjal yang

parah, epilepsi.

Perhatian Hati-hati penggunaan INH pada penderita

dengan gangguan fungsi ginjal dan hati. Pada

penderita gangguan fungsi ginjal dosis INH

perlu diturunkan.

Hati-hati penggunaan pada ibu hamil dan ibu

Page 18: KASUS 1 TBC

menyusui, serta penderita dengan riwayat

psikosis, DM, alkoholisme, malnutrisi dan

penderita HIV.

Interaksi Obat - INH dapat meningkatkan toksisitas

karbamazepine, fenitoin, diazepam, triazolam,

teofilin, dan warfarin.

- Resiko hepatotoksisitas dapat meningkat bila

digunakan bersamaan dengan rifampisin dan

obat hepatotoksik lainnya.

- Konsentrasi INH dalam darah dapat

berkurang bila digunakan bersamaan dengan

ketokonazole.

Efek Samping Efek toksik terhadap saraf pusat, anoreksia,

nausea, sakit kepala, ataksia, konstipasi,

hepatotoksik nekrosis.

Harga Obat Tab 100 mg x 1500 = Rp 505.310,-

@tab 100 mg = Rp 336,-

Alasan Pemilihan Obat Karena INH termasuk ke dalam regimen

pengobatan TB dan merupakan antibiotik

dengan aktivitas bakterisid dan bakteriostatik

serta dapat menghambat sintesa asam mikolinat

yang merupakan unsur penting dalam

pembentukan dinding sel Mycobacterium

tuberculosis. INH dianjurkan untuk

dikombinasikan dengan vit. B6 untuk

mengurani pengaruh efek samping dari INH.

2) Rifampisin 450 mg

Jumlah Sediaan Rifampisin 450 mg, 600 mg

Indikasi Tuberkulosa, lepra.

Dosis Dewasa : 450-600 mg/hari sebagai dosis

tunggal.

Anak : 10-20 mg/kgBB/hari dalam dosis

Page 19: KASUS 1 TBC

tunggal.

Kontraindikasi Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini,

penderita Jaundice, porfiria.

Perhatian Monitoring fungsi hati pada penggunaan

jangka panjang, data keamanan pada wanita

hamil dan bayi baru lahir.

Interaksi Obat Ripampicin menurunkan efektivitas kontrasepsi

oral, fenitoin, kortikosteroid, antidiabetes oral,

antikoagulan oral.

Efek Samping Gangguan GI, gangguan fungsi hati ditandai

dengan meningkatnya SGPT dan SGOT,

eosinofilia, leukopenia, trombositopenia,

purpura, hemolisis, syok.

Harga Obat Kap 450 mg x 100 = Rp 325.000,-

@kap 450 mg = Rp 3.250,-

Alasan Pemilihan Obat Karena Rifampicin termasuk ke dalam regimen

pengobatan TB yang dikombinasikan dengan

OAT lainnya dan merupakan antibiotik

semisintetik yang mempunyai efek bakterisid

terhadap Mycobacterium tuberculosis dan

bakteri Gram (+) serta bekerja menghambat

sintetis RNA dari Mycobacterium tuberculosis.

3) Pirazinamid 500 mg

Jumlah Sediaan Pirazinamid 500 mg.

Indikasi Tuberkulosis.

Dosis Dewasa : 20-35 mg/kgBB/hari sampai

maksimal sehari 3 gram. Harus dikombinasikan

dengan minimal 2 antiTB lain.

Kontraindikasi Kerusakan hati berat atau penyakit hati akut,

hiperurisemia dengan atau tanpa artritis gout,

wanita hamil dan menyusui, dan hipersensitif

terhadap pirazinamid.

Perhatian Insufisiensi ginjal dan riwayat gout atau DM.

Page 20: KASUS 1 TBC

Interaksi Obat Mempengaruhi hasil tes keton urin. Probenesid,

sulfinpirazon, allopurinol, antidiabetik oral.

Efek Samping Hepatotoksisitas, hiperurisemia, demam ringan,

gout, artralgia.

Harga Obat Kapl salut selaput 500 mg x 10 x 10 = Rp

115.000,-

@tab 500 mg = Rp 1.150,-

Alasan Pemilihan Obat Karena pirazinamid termasuk ke dalam

regimen pengobatan TB dan merupakan OAT

yang digunakan sebagai terapi kombinasi

dengan OAT lainnya.

4) Etambutol 250 mg

Jumlah Sediaan Etambutol HCl 250 mg, 500 mg.

Indikasi Tuberkulosis.

Dosis Dosis lazim 15-25 mg/kgBB/hari dosis tunggal.

Pasien yang belum pernah diobati dengan

antiTB 15 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Dapat

diberikan bersama INH dosis tunggal.

Pasien yang sudah diterapi dengan antiTB 25

mg/kgBB/hari dosis tunggal. Dapat diberikan

secara simultan bersama antiTB lain, biasanya

tidak sama dengan obat yang diberikan

sebelumnya.

Kontraindikasi Hipersensitif terhadap etambutol, neuritis optik.

Perhatian Pemeriksaan mata harus dilakukan sebelum

penggunaan. Tidak untuk anak < 13 tahun.

Kontrol fungsi ginjal, hati, dan darah secara

periodik pada terapi jangka panjang. Pasien

dengan gangguan fungsi ginjal, hamil, laktasi.

Interaksi Obat Etambutol

Efek Samping Gejala neuritis, anafilaksis, gatal, gangguan GI,

Page 21: KASUS 1 TBC

artralgia, sakit kepala, gangguan emosional.

Harga Obat Tab salut selaput 250 mg x 100 = Rp 42.000,-

@tab 250 mg = Rp 425,-

Alasan Pemilihan Obat Karena etambutol termasuk ke dalam regimen

pengobatan TB dan merupakan OAT yang

digunakan sebagai terapi kombinasi dengan

OAT lainnya dan penggunaannya bukan

sebagai obat tunggal.

5) Lisinopril 5 mg

Jumlah Sediaan Lisinopril 5 mg, 10 mg.

Indikasi Hipertensi, gagal jantung kongestif, infark

miokard akut.

Dosis Obat diberikan 1 x 1 hari. Hipertensi esensial

dan renovaskular : Awal sehari 2,5 mg selama

2-4 minggu, dapat ditingkatkan sehari 10-20

mg. Maks. Sehari 40 mg.

Pemeliharaan : 10-20 mg/hari.

Kontraindikasi Hamil, riwayat edema, angioneurotik,

angiodema, stenosis aorta, kor pulmonale.

Perhatian Pasien dengan insufiensi ginjal, pasien

hemodialisis, anemia, trombositopenia,

leukopenia, diabetes, hiperkalemia.

Interaksi Obat Risiko hiperkalemia jika diberikan dengan

diuretik hemat K, suplemen K, atau penggant

garam yang mengandung K. Efek tambahan

antihipertensi dengan diuretik dapat

mengurangi eliminasi litium.

Efek Samping Hipotensi, reaksi hipersensitif, pusing, sakit

kepala, diare, batuk, mual, lelah.

Harga Obat Tab 5 mg x 30 = Rp 48.000,-

@tab 5 mg = Rp 1.600,-

Alasan Pemilihan Obat Karena lisinopril merupakan obat untuk

menurunkan tekanan darah yang mekanisme

Page 22: KASUS 1 TBC

kerjanya tidak dimetabolisme di hati dalam

jumlah yang nyata, sehingga cukup aman untuk

digunakan untuk pasien dengan gangguan

fungsi hati dan ginjal.

H. KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)

- OAT ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau

petunjuk dokter atau petugas kesehatan lainnya dan diupayakan agar tidak lupa.

Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya.

- Minum sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan

lainnya misalnya pada pagi hari.

- Menghindari meminum alkohol dan menghindari kebiasaan merokok.

- Obat yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu

diberitahukan berat badan pasien kepada petugas kesehatan.

- Rifampisin menyebabkan urin, air ludah, dahak, dan air mata akan menjadi coklat

merah. Bagi yang menggunakan softlens disarankan untuk tidak

menggunakannya karena akan bereaksi atau berubah warna.

- Etambutol diminum dengan makanan atau pada saat perut isi.

- INH sebaiknya diminum dalam keadaan perut kosong. Waktu yang baik

pemberian INH adalah 1-2 jam sebelum makan.

I. Monitoring dan Evaluasi

- Memonitoring kepatuhan pasien dalam menelan OAT dengan cara memberikan

pengawasan langsung.

- Pada tahap pengobatan intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

- Monitoring secara berkala hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan

fisik pasien.

- Bila terdapat gangguan fungsi hati dan ginjal, maka dianjurkan untuk

menurunkan dosis OAT.

- Jika SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali maka OAT harus dihentikan.

- Pemberian pengobatan OAT pada gangguan fungsi hati dan ginjal ini harus

dimonitoring secara berkala dengan melakukan pemeriksaan fungsi hati dan

ginjal serta hitung jenis darah secara periodik.

Page 23: KASUS 1 TBC

- Kadar obat dalam plasma harus dimonitoring secara berkala untuk mengetahui

efektivitas penggunaan OAT maupun toksisitas akibat penggunaan OAT.

VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN SAAT DISKUSI

1) Ditanyakan oleh : Rosita Rahmah ( 18123452 A )

Pertanyaan : Dari kasus yang dibahas tersebut, pasien diberikan regimen

pengobatan TBC kategori berapa ?

Jawaban : Pasien tersebut termasuk ke dalam pasien TBC kategori 1,

sehingga regimen pengobatannya yaitu (2HRZE/4H3R3).

Artinya pasien tersebut diobati dengan isoniazid, rifampisin,

pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan (fase intensif)

setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan

isoniazid dan rifampisin 3 kali dalam seminggu.

2) Ditanyakan oleh : Ridha Nurul Qumaryah ( 18123438 A )

Pertanyaan : Apakah pemberian obat antihipertensi lisinopril ( golongan

ACEIs ) aman digunakan untuk pasien TBC yang menderita

gangguan fungsi hati dan ginjal ?

Jawaban : Lisinopril merupakan obat untuk menurunkan tekanan darah

yang mekanisme kerjanya tidak dimetabolisme di hati dalam

jumlah yang nyata, sehingga cukup aman untuk digunakan

untuk pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.

Pemberian obat ini juga sesuai dengan guideline terapi

hipertensi untuk pasien yang memiliki gangguan fungsi hati

dan ginjal. Jika diberikan obat golongan lain contohnya

captopril akan memberikan efek samping batuk kering,

sehingga tidak tepat untuk pasien TBC.

3) Ditanyakan oleh : Retno Ning Aty ( 18123439 A )

Pertanyaan : Bagaimana mekanisme HCT dapat menurunkan berat badan

pasien ?

Page 24: KASUS 1 TBC

Jawaban : Mekanisme HCT menghambat reabsorpsi natrium di tubulus

distal ginjal sehingga menyebabkan peningkatan ekskresi natrium dan air, begitu

pula kalium dan ion hidrogen. Semakin banyak air dan natrium yang

diekskresikan melalui urin maka ada kemungkinan terjadi penurunan berat badan

pada pasien tersebut.

VIII. KESIMPULAN

Dari kasus yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasien

didiagnosa menderita TB paru dengan BTA (+) dan termasuk ke dalam TB kategori 1

yang diberikan regimen pengobatan yaitu (2HRZE/4H3R3). Artinya pasien tersebut

diobati dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan (fase

intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan isoniazid dan

rifampisin 3 kali dalam seminggu.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2005. Informasi Produk Terapetik Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

14(2): 1-8.

Badan POM RI. 2008. Informasi Obat Nasional Indonesia. KOPERPOM.

Gusmira, Sefni. 2010. Evaluasi Penggunaan Antihipertensi Konvensional dan

Kombinasi Konvensional Bahan Alam Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas

Wilayah Depok. Tesis FMIPAUI. Depok.

Kusnandar., Adji Pryitno Setiadi., I Ketut Adnyana., Joseph I Sigit., Retnosari

Andrajati., Elin Yulinah Sukandar. 2008. ISO Farmakoterapi Buku 1. Isfi

penerbitan. Jakarta.

Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis.

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga. FKUI.