kaspan hipertensi retinopathy

42
KASUS PANJANG RETINOPATI HIPERTENSI Oleh : Ratih Paramita Suprapto 0610710111 Rizqi Amalia Paramitha 0710710086 Kishern Mathavan 071071 Pembimbing: dr. Anny Sulistiyowati, Sp.M LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MATA RUMAH SAKIT Dr. SAIFUL ANWAR MALANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012

Upload: dewi-mustika

Post on 14-Aug-2015

115 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

Page 1: Kaspan Hipertensi Retinopathy

KASUS PANJANG

RETINOPATI HIPERTENSI

Oleh :

Ratih Paramita Suprapto 0610710111

Rizqi Amalia Paramitha 0710710086

Kishern Mathavan 071071

Pembimbing:

dr. Anny Sulistiyowati, Sp.M

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MATA

RUMAH SAKIT Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2012

Page 2: Kaspan Hipertensi Retinopathy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas

paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini dapat berdampak

langsung ataupun tidak langsung terhadap sistem organ tubuh, termasuk mata.

Retinopati hipertensi adalah kondisi retina dengan karakteristik terjadi perubahan

vaskularisasi retina, perdarahan retina, eksudat, edema papila, dan edema retina

(Mosby Medical Dictionary, 2009).

Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada

sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan

didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas.

Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda

dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study yang

mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Penelitian yang dilakukan

di Meksiko mendapatkan 70 % penderita retinopati merupakan wanita dengan usia

rata-rata 51±10.4 tahun, dan tekanan darah rata-rata 149±13.3/88±9.7mmHg

(Salvador, 2003). Sedangkan penelitian lain yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi

Semarang, menjelaskan bahwa retinopati hipertensi dipengaruhi oleh usia, dan

derajat hipertensi, dimana ditemukan usia terbanyak penderita retinopati hipertensi

adalah 41-50 tahun (30,4%), serta 59,5% penderita merupakan penderita retinopati

hipertensi dengan hipertensi sistemik stadium II (Kristiani S, Wilardjo, 2001).

Retinopati hipertensi telah lama dianggap sebagai indikator resiko dari

morbiditas dan mortalitas sistemik. Banyak penelitian yang melaporkan hubungan

yang erat antara retinopati hipertensi dengan kejadian stroke dan penyakit penyakit

serebrovaskular. Studi yang dilakukan Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC)

tahun 2002, menunjukkan bahwa penderita retinopati hipertensi memiliki

kecenderungan 2 kali lipat untuk menderita stroke, walaupun faktor - faktor lain

seperti merokok, dan kadar lipidnya terkontrol. Penderita retinopati hipertensi juga

memiliki kecenderungan 2 kali lipat untuk menderita gagal jantung kongestif (Wong

Page 3: Kaspan Hipertensi Retinopathy

TY et al, 2005), dan juga lebih cenderung menderita disfungsi renal (Wong TY et

al, 2004).

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (JNC) dan British Society of Hypertension telah

bersama-sama memberikan penuntun panduan yang menekankan tentang

penanganan yang agresif pada penderita hipertensi retinopati karena penyakit

tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah hipertensi retinopati itu?

2. Bagaimana cara mendiagnosis hipertensi retinopati ?

3. Bagaimana penatalaksanaan hipertensi retinopati ?

1.3 Tujuan

1. Memahami apa yang disebut dengan hipertensi retinopati.

2. Mengenali tanda dan gejala hipertensi retinopati.

3. Mampu memberikan pengobatan dan edukasi kepada pasien hipertensi

retinopati.

Page 4: Kaspan Hipertensi Retinopathy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi retina mata

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan

semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dari dinding bola

mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus cilliare dan berakhir

pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata (Vaughan, 2002).

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang dapat menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan

koroid dengan sel pigmen retina, dan terdiri dari lapisan :

1. Lapisan membran Bruch, sebenarnya merupakan membran basalis epitel pigmen

retina.

2. Lapisan epitel pigmen retina.

3. Lapis fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina dan terdiri atas sel batang dan

sel kerucut.

4. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

5. Lapis nukleus / inti luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang

yang mendapat hasil metabolisme dari kapiler koroid.

6. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel

fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

7. Lapis nukleus / inti dalam, merupakan badann-badan sel bipolar, sel horizontal,

dan sel amakrin / Muller. Lapisan ini mendapat hasil metabolisme dari arteri retina

sentral.

Page 5: Kaspan Hipertensi Retinopathy

8. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinaps

sel bipolar, sel amakrin, dan sel ganglion.

9. Lapis sel ganglion, merupakan lapisan badan sel daripada neuron kedua.

10. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf

optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

11. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan

kaca.

Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu koriokapilaris yang berada

tepat di luar membran Bruch yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk

lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen

retina; serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang mendarahi dua pertiga

dalam retina (Vaughan, 2002).

Lapisan dalam retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina sentralis.

Arteri ini berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan

nervus optikus dan bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri sentralis

merupakan arteri utuh dengan diameter kurang lebih 0,1 mm, yang merupakan

suatu arteri terminalis tanpa anastomose dan membagi menjadi empat cabang

utama yaitu aa.temporalis superior dan inferior dan aa.nasalis superior dan inferior.

Sementara itu, lapisan luar retina tidak mempunyai vaskularisasi. Bagian ini

mendapatkan nutrisinya melalui proses difusi dari lapisan koroid yaitu dari

korioapilaris. (Pavan, 1998).

Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap

kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh

darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk

sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh darah koroid berlubang-lubang.

Sawar darah-retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina

(Vaughan, 2002).

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan

iskemia, dan merah pada hiperemia. Arteri retina biasanya berwarna merah cerah,

Page 6: Kaspan Hipertensi Retinopathy

tanpa disertai pulsasi manakala vena retina berwarna merah gelap dengan pulsasi

spontan pada diskus optikus (Sidarta, 2011).

Gambar 2.1 Anatomi dari mata

Gambar 2.2 Anatomi dari retina

Page 7: Kaspan Hipertensi Retinopathy

Gambar 2.3 Lapisan-lapisan retina

2.2 Struktur dan fisiologi retina

Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai

suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif.

Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya

menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke

korteks penglihatan oksipital (Vaughan, 2002).

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut

meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan

sel batang lebih tinggi di perifer. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman

penglihatan) dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan

pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola;

sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras,

dan penglihatan malam (skotopik) (Vaughan, 2002).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik

yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang

mengawali proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung

rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam

diskus bermembran ganda pada fotoreseptor segmen luar (Vaughan, 2002).

Page 8: Kaspan Hipertensi Retinopathy

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor batang.

Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu,

tetapi warna-warnanya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi

penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektrum retina bergeser dari puncak

dominasi rhodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu

objek akan berwarna apabila objek tersebut secara selektif memantulkan atau

menyalurkan sinar dengan panjang gelombang tertentu dalam kisaran spektrum

cahaya tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari (fotopik) terutama

diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala (mesopik) oleh kombinasi sel

kerucut dan batang, dan malam (skotopik) oleh fotoreseptor batang (Vaughan,

2002).

Fotoreseptor diperantarai oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting

dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen

luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta

membentuk sawar selektif antara koroid dan retina. Membran basalis sel-sel

epitel pigmen retina membentuk laisan dalam membran Bruch, yang juga

tersusun atas matriks ekstraselular khusus dan membran basalis koriokapilaris

sebagai lapisan luarnya. Sel-sel epitel pigmen retina mempunyai kemampuan

terbatas dalam melakukan regenerasi (Vaughan, 2002).

2.3 Kelainan dan penyakit dari retina

2.3.1 Retinopati

Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan oleh

radang. Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau

kelainan lain dari retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian

nutrisi atau vaskularisasi maupun oksidasi, pemberian oksigen dari darah kurang

mencukupi untuk kebutuhan jaringan. Di dalam retina terdapat dua macam

vaskularisasi, yaitu daerah makula yang mendapat nutrisi dari pembuluh

khoriokapilaris serta daerah retina yang lain yang mendapat nutrisi dari pembuluh

darah retina sentral. Retinopati terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi,

arteriosklerosis, anemia, diabetes mellitus, leukemia (Ghozi, 2002). Cotton wool

Page 9: Kaspan Hipertensi Retinopathy

patches merupakan gambaran eksudat pada retina akibat penyumbatan arteri

prepapil sehingga terjadi daerah nonperfusi di dalam retina. Gambaran ini terdapat

pada retinopati hipertensi, retinopati diabetes, penyakit kolagen, retinopati anemia,

penyakit Hodgkin, dan keracunan monoksida (Sidarta, 2011).

2.3.2 Retinitis pigmentosa

Retinitis pigmentosa dengan tanda degenerasi sel epitel retina terutama sel

batang dan atrofi saraf optic, menyebar tanpa tanda peradangan. Retina

mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam. Merupakan kelainan yang

berjalan progrsif sejak masa kanak-kanak. Retinitis pigmentosa merupakan

kelainan autosomal resesif, autosomal dominan, X linked resesif atau simpleks.

Kebanyakan pasien tanpa riwayat penyakit keluarga sebelumnya (Sidharta, 2009).

2.4 Retinopati hipertensi

2.4.1 Definisi

Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan

kelainan pada retina dan vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan

tekanan darah. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada

kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal.

Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara

general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina

dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.

Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat

dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi (Wong, 2008).

Hipertensi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi,

dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina, dan

perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum

atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing, atau

sklerosis pembuluh darah.

Penyempitan (spasme) pembuluh darah tampak sebagai :

1. Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat

Page 10: Kaspan Hipertensi Retinopathy

2. Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau iregular (karena spasme lokal)

3. Percabangan arteriol yang tajam

Bila kelainan berupa sklerosis dapat tampak sebagai :

1. Refleks cooper wire

2. Refleks silver wire

3. Sheating

4. Lumen pembuluh darah yang irregular

5. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :

- Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada di bawahnya

- Deviasi : penggeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena

tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil

- Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan

vena

Kelainan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada retina yaitu

retinopati hipertensi yang dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada

daerah makula dapat memberikan gambaran seperti bintang (star figure).

Eksudat retina tersebut dapat berbentuk :

1. Cotton wool patches yang merupakan edema serat saraf retina akibat

mikroinfark sesudah penyumbatan arteriole, biasanya terletak sekitar 2-3

diameter papil di dekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.

2. Eksudat pungtata yang tersebar.

3. Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.

Perdarahan retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau sekunder akibat

arteriosklerosis yang mengakibatkan oklusi vena. Pada hipertensi yang berat dapat

terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar dengan permukaan

Page 11: Kaspan Hipertensi Retinopathy

retina. Perdarahan vena akibat diapedesis biasanya kecil dan berbentuk lidah api

(flame shaped) (Sidarta, 2011).

2.4.2 Klasifikasi

Klasifikasi retinopati hipertensi di bagian ilmu penyakit mata RSCM adalah

sebagai berikut :

Tipe 1 :

- Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati, tidak ada sklerose, dan

terdapat pada orang muda.

- Funduskopi : arteri menyempit dan pucat, arteri meregang dan percabangan

tajam, perdarahan ada atau tidak ada, eksudat ada atau tidak ada.

Tipe 2 :

- Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati sklerose senil, terdapat pada

orang tua.

- Funduskopi : pembuluh darah tampak mengalami penyempitan, pelebaran dan

sheating setempat. Perdarahan retina ada atau tidak ada. Tidak ada edema

papil.

Tipe 3 :

- Fundus dengan retinopati hipertensi dengan arteriosklerosis, terdapat pada

orang muda.

- Funduskopi : penyempitan arteri, kelokan bertambah fenomena crossing

perdarahan multipel, cotton wool patches, makula star figure.

Tipe 4 :

- Hipertensi progresif

- Funduskopi : edema papil, cotton wool patches, hard eksudat, dan star figure

exudate yang nyata.

Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie, adalah sebagai berikut :

1. Stadium 0 : ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina.

2. Stadium I : terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil.

Page 12: Kaspan Hipertensi Retinopathy

3. Stadium II : penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh dengan kadang-

kadang disertai penciutan pembuluh darah setempat sampai seperti benang,

pembuluh darah arteri tegang dan membentuk cabang keras.

4. Stadium III : lanjutan stadium II dengan cotton wool- exudate, perdarahan,

dapat terjadi pada tekanan darah diastolik diatas 120mmHg, dapat disertai

penurunan penglihatan.

5. Stadium IV : seperti stadium III dengan edem papil dengan starfigure exudate,

disertai penurunan penglihatan dengan tekanan diastolik diatas 150mmHg.

Gambar 2.1 Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan

focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran

copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).

Page 13: Kaspan Hipertensi Retinopathy

Gambar 2.2 Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton

wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool

spot (panah putih) (B).

Gambar 2.3 Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam)

dan papiledema.

Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939), dimana klasifikasi ini dibuat

berdasarkan meninggalnya penderita dalam waktu 8 tahun :

1. Stadium I : Penyempitan ringan, sklerosis arterioles retina, hipertensi ringan,

asimptomatis. Dalam periode 8 tahun : 4% meninggal.

2. Stadium II : Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan crossing

phenomena, tekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa gejala dari

hipertensi. Dalam periode 8 tahun : 20% meninggal.

Page 14: Kaspan Hipertensi Retinopathy

3. Stadium III : Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan

darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala, vertigo,

kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi ginjal. Dalam periode

8 tahun : 80% meninggal.

4. Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;

peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala, asthenia,

penurunan berat badan, dispneu, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung,

otak dan fungsi ginjal. Dalam periode 8 tahun : 98% meninggal.

Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati

hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang terlihat pada retina.

Menurut Wijana (1993), berdasarkan patofisiologinya, retinopati hipertensi

dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Retinopati hipertensi yang didahului sklerosis senilis

Pada tahun-tahun pertama dari sklerosis senilis baik tekanan systole

ataupun diastole masih normal. Dapat juga terjadi adanya kenaikan systole yang

ringan, sehingga proses sklerosisnya dapat berlanjut dengan tambahan

angiospasme akibat hipertensinya, kolom darah menjadi lebih sempit. Dengan

adanya sklerosis, dindingnya bertambah tebal variasi kaliber kolom darah lebih

nyata. Arteriola dengan fibrosis yang hebat, melebar karena otot polosnya tidak

berfungsi. Disini hanya terdapat sedikit kenaikan systole, tidak terjadi kenaikan

Page 15: Kaspan Hipertensi Retinopathy

diastole. Agaknya proses sklerosis senilis mencegah terjadinya hipertoni yang

hebat dari arteriola, sehingga tidak menimbulkan gangguan vaskuler yang hebat,

seperti perdarahan, edema, infark, ablasi retina, yang dapat dilihat pada hipertensi

yang mengenai orang muda. Karena itulah, orang tua jarang yang menunjukkan

retinopati hipertensi yang hebat.

2. Retinopati hipertensi yang tidak didahului sklerosis senilis

Keadaan ini didapatkan pada orang muda dengan usia kurang dari 50

tahun. Dengan adanya hipertensi, timbul hipertoni, sehingga kolom darah arteriola

retina menjadi lebih sempit secara menyeluruh, lebih pucat, lebih lurus,

menyerupai keadaan sklerosis senilis pada orang tua, hanya di sini belum terdapat

penebalan dinding, jadi transparansi dinding arteriola masih baik. Karenanya tidak

terdapat fenomena crossing, perubahan kaliber kolom darah tidak nyata. Kalau

tekanan tetap tinggi, dalam beberapa minggu atau beberapa bulan timbullah

proses hiperplasi, hipertrofi dan fibrosis dari dinding pembuluh darah arteriola.

Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap

hipertensi saja, karena ia juga dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh

darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential.

Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak seperti pada

hipertensi maligna, toxemia gravidarum atau penyakit ginjal dapat langsung

menimbulkan hard eksudat tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain

terlebih dulu (Ilyas et al., 2002; Satria, 2008).

Pada hipertensi maligna, dengan adanya permeabilitas kapiler yang tinggi,

beberapa minggu kemudian dapat terbentuk eksudat keras, terutama terdiri dari

lipid. Kalau hal ini terdapat di daerah makula maka akan membentuk garis-garis

radier berwarna putih, keluar dari makula seperti gambaran bintang, sehingga

disebut starshaped figure. Eksudat retina dapat berbentuk cotton wool patch yang

merupakan edema serabut saraf retina akibat mikroinfark setelah penyumbatan

arteriola, eksudat pungtata yang tersebar, eksudat putih pada daerah yang tak

tertentu dan luas (Ilyas, 2008)

Page 16: Kaspan Hipertensi Retinopathy

Vasokonstriksi yang hebat pada hipertensi maligna, akan menyebabkan

nekrose dari otot polos dinding arteriola sehingga bagian ini melebar ireversibel.

Dilatasi ini menyebabkan dinding arteriola terbuka terhadap tekanan yang tinggi

sehingga menyebabkan hilangnya barier antara dinding pembuluh darah dan

komponen darah. Dengan demikian, komponen darah dapat keluar dari pembuluh

darah. Keadaan ini dinamakan plasmic vasculosis. Hal ini dapat juga terjadi,

karena intima yang tebal, pada hipertensi maligna, yang terdiri dari lapisan-lapisan

fibrotik. Kemudian terjadi nekrose fibrinoid dari dinding arteriola, sehingga platelet,

sel darah merah, fibrin dan komponen darah lainnya terdapat di luar dinding

pembuluh darah. Keadaan seperti ini terjadi juga di dalam ginjal dan organ lain di

tubuh, seperti otak, sehingga dapat berakhir dengan kematian. Hipertensi maligna

akan menyebabkan pembuluh darah menyempit dan akan mengakibatkan

gangguan aliran darah baik di retina maupun koroid. Hal ini terjadi bila tekanan

hidrostatik aliran darah tidak mampu mengatasi penyempitan yang terjadi.

Gangguan pada koroid yang terutama terdiri dari pembuluh darah, dapat terjadi

atheroma, sklerosis, nekrosis fibrinoid dan juga dapat menimbulkan edema yang

hebat dan mendorong retina, sehingga dapat lepas dari dasarnya, Keadaan seperti

ini disebut ablasi retina (Wijana, 1993; Ghozi, 2002).

2.4.3 Patofisiologi

Ketika tekanan darah menjadi tinggi, seperti pada hipertensi, retina menjadi

rusak. Bahkan hipertensi ringan bisa merusak pembuluh darah retina jika tidak

segera diobati dalam setahun. Hipertensi merusak pembuluh darah kecil pada

retina, menyebabkan dinding retina menebal dan dengan demikian mempersempit

pembuluh darah terbuka dan mengurangi suplai darah menuju retina. Potongan

kecil pada retina bisa menjadi rusak karena suplai darah tidak tercukupi.

Sebagaimana perkembangan Retinopati Hipertensi (Hypertensive retinopathy),

darah bisa bocor ke dalam retina. Perubahan ini menyebabkan kehilangan

penglihatan secara bertahap, terutama jika mempengaruhi macula, bagian tengah

retina (Mandava, 1999).

Perubahan patofisilologi pembuluh darah retina pada hipertensi, akan

mengalami beberapa tingkat perubahan sebagai respon terhadap peningkatan

tekanan darah. Terdapat teori bahwa akan terjadi spasme arterioles dan kerusakan

Page 17: Kaspan Hipertensi Retinopathy

endotelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi

pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah

(Mandava, 1999).

Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara

generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari

mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada

pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara

generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan

terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan

degenerasi hialin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih

berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai

”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu

terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai

”copper wiring” (Vaughan, 2002).

Dinding arteriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat

sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian

tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari

lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan

menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak

transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar.

Produk-produk lemak kuning keabuan yang terdapat pada dinding pembuluh darah

bercampur dengan warna merah darah pada lumen pembuluh darah akan

menghasilkan gambaran khas “copper-wire’”. Hal ini menandakan telah terjadi

arteriosklerosis tingkat sedang. Apabila sklerosis berlanjut, refleksi cahaya dinding

pembuluh darah berbentuk “ silver-wire” (Vaughan, 2002).

Tahap pembentukan eksudat, akan menimbulkan kerusakan pada sawar

darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan

iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai

gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat

saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat

pada tahap ini, dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan

darah yang sangat berat (Wong, 2008).

Page 18: Kaspan Hipertensi Retinopathy

Perubahan-perubahan yang terjadi ini tidak bersifat spesifik hanya pada

hipertensi, karena selain itu juga dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh

darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sekuensial,

misalnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung

menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain

terlebih dahulu (Vaughan, 2002).

2.4.4 Komplikasi

Dalam kondisi yang berat hipertensi retinopati dapat menimbulkan

beberapa komplikasi. Komplikasi tersebut antara lain dapat berupa oklusi cabang

vena retina (BRVO), oklusi arteri retina sentralis (CRAO) dan sindroma iskemik

okuler. Pada oklusi cabang vena retina (BRVO) gambaran funduskopi belum dapat

terlihat dengan jelas. Akan tetapi dalam hitungan jam atau hari dapat menimbulkan

edema yang bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina.

Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga

kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan

yang permanen terhadap pembuluh darah.

Pada oklusi arteri retina sentralis (CRAO) terjadi kehilangan penglihatan

yang berat dan terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak,

terutama pada kutub posterior dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling

tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di bawah foveola

menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red

spot. CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina

cribrosa.

Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskemik okuler juga dapat menjadi

komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang

diberikan untuk gejala okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan

kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi

yang paling sering. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam kurun

Page 19: Kaspan Hipertensi Retinopathy

waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena dan

penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.

2.4.5 Penatalaksanaan komplikasi retinopati hipertensi

Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan

pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah

140/90 mmHg. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukkan

bahwa tandatanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar

tekanan darah. Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi

mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler. Berikut diagram

penatalaksanaan retinopati hipertensi.

Gambar 4. Diagram penatalaksaan retinopati hipertensi

Page 20: Kaspan Hipertensi Retinopathy

2.5 Diagnosis Banding Retinopati Hipertensi

2.5.1 Retinopati diabetik

Retinopati diabetik adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita

diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurisma,

melebarnya vena, perdarahan dan eksudat. Penderita diabetes mellitus akan

mengalami retinopati diabetik hanya bila pasien telah menderita lebih dari 5 tahun.

Bila seseorang telah menderita diabetes lebih 20 tahun maka umumnya telah

terjadi kelainan pada retina (Sidharta, 2009).

Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan

vaskuler retina, dimana pada retina ditemukan mikroaneurisma, perdarahan dalam

bentuk dot blot, serta adanya edema retina dan gangguan fungsi makula,

vaskularisasi retina dan badan kaca. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium

lengkap, funduskopi dan angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan

pada retinopati diabetik yang berbeda dengan hipertensi retinopati, diantaranya

yaitu pada hipertensi retinopati tidak ada mikroanuerisma. Pada hipertensi

retinopati didapatkan kelainan makula yang berupa macular star, sedangkan pada

diabetik retinopati makula mengalami edema. Kapiler pembuluh darah pada

hipertensi retinopati menipis, sedangkan pada diabetik retinopati terjadi penebalan

kapiler pembuluh darah (Sidharta, 2009).

2.5.2 Retinopati anemia

Anemia merupakan salah satu kelainan hematologis dengan manifestasi

penurunan tingkat sirkulasi sel darah merah dan/ atau terjadinya penurunan kadar

hemoglobin. Gejala umum dari amenia adalah lemah dan letih. Manifestasi dari

anemia retinopati tidak spesifik dan dapat dijumpai kemiripan dengan hipertensi

atau diabetik retinopati. Perubahan retina yang terjadi pada pasien anemia

umumnya berupa cotton wool spots, venous tortuosity, dan perdarahan retina yang

dapat ditemukan pada semua derajat kelainan retina dan choroid. Tiga tipe

perdarahan retina yaitu dot blot, flame shape, dan boat shaped dapat dijumpai

pada anemia. Hal ini terjadi apabila kadar hemoglobin di bawah 8 g/100 ml atau

Page 21: Kaspan Hipertensi Retinopathy

bila penghitungan platelet mencapai di bawah 50.000/mm3. Kombinasi dari anemia

berat dan trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan retina pada sebagian

besar pasien (Sidartha, 2009).

2.5.3 Retinopati Sickle Cell

Abnormalitas ocular sickle cell disebabkan oleh sickling intavaskular,

hemolisis, hemostasis, dan thrombosis. Kejadian inisial dalam pathogenesis dari

retinopati sickle cell adalah oklusi arteriolar perifer dan nonperfusi kapiler, yang

dapat berlanjut ke neovaskularisasi retinal biasanya pada batas antara retina yang

terperfusi dan yang non perfusi. Insidens kehilangan visual yang signifikan karena

retinopati sickle cell adalah bervariasi akan tetapi tampak relative rendah

(Clarkson, 1992).

2.5.4 Retinopati akibat radiasi

Pada retinopati radiasi dapat terlihat gambaran yang sama dengan

hipertensi retinopati, riwayat radiasi pada mata atau jaringan adnexa seperti otak,

sinus atau nasofaring dapat menjadi rangsangan. Ini semua dapat berkembang

setiap waktu setelah terapi radiasi, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama.

Paparan radiasi dapat menimbulkan kerusakan vaskularisasi retina. Penyakit ini

dikenal dengan radiasi retinopati, yang memiliki onset lambat, dengan progresifitas

yang lambat, dan secara klinis menyebabkan perubahan mikroangiopati. Radiasi

retinopati dapat terjadi dalam hitungan bulan sampai tahun setelah terapi radiasi.

Secara umum radiasi retinopati dapat ditemukan sekitar 18 bulan setelah terapi

radiasi (Patel & Schachat, 2008; Shields, et al., 2005).

Secara klinis pasien dapat menunjukkan gejala yang asimptomatik atau

dapat mengeluhkan adanya penurunan tajam pengelihatan. Pada pemeriksaan

mata dapat ditemukan tanda-tanda penyakit vascular retina, yang meliputi cotton

wool spots. Perdarahan retina, mikroaneurisma, perivascular sheating, capillary

telangiectasis, edema makular, dan edema diskus. Capillary nonperfusion

ditemukan dengan pemeriksaan fluorescein angiography. Ischemia retina yang

luas dapat mengarah kepada terjadinya neovaskularisasi retina, iris, dan diskus.

Komplikasi lain dapat timbul, seperti optik atropi, central retinal artery occlusion,

central retinal vein occlusion, neovaskularisasi choroidal, perdarahan vitreous,

Page 22: Kaspan Hipertensi Retinopathy

glaucoma neovaskularisasi, dan tractional retinal detachment (Patel & Schachat,

2008; Shields, et al., 2005).

2.5.5 Central atau Branch retinal vein occlusion (CRVO atau BRVO)

Oklusi vena retina sentral maupun cabang dapat dijumpai unilateral,

multiple haemorhage, dilatasi / berkelok-keloknya vena, tidak ada penyempitan

arteri dan dapat terjadi sekunder dari hipertensi. Pada CRVO terjadi kompresi vena

pada arteriovenous crossing, perubahan dinding pembuluh darah, dan faktor

hematologis yang abnormal.

Patogenesis dari oklusi vena retina multifaktorial, dimana BRVO dapat

terjadi berkaitan dengan kombinasi terjadinya tiga mekanisme utama, yaitu

kompresi vena pada arteriovenous crossing, perubahan degeneratif dari dinding

pembuluh darah, dan faktor hematologis yang abnormal.

2.5.6 Retinopati Prematur

Retinopati iskemik premature yang terjadi pada bayi berat badan lahir

rendah (Mc Namara & Conolly, 1999). Untuk screening terhadap retinopati

premature berdasarkan pernyataan American Academy of Pediatrics, Section on

Ophth almology; the American Association for Pediatric Ophthalmology and St

rabismus; and the American Academy of Ophthalmology merekomendasikan

paling sedikit dua pemeriksaan funduskopi dilatasi menggunakan biomikroskopi

indirek binokulerbagi semua bayi yang berat badan lahirnya kurang dari 1500 gr

atau bayi dengan usia gestasi kurang dari atau sama dengan 30 bulan, demikian

pula padabayi dengan berat badan lahir 1500-2000 gr dengan usia gestasi lebih

dari 30 minggu.yang klinisnya (American Academy of Pedriatics). Usia

pemeriksaan harus dilakukan pada usia antara 4-6 minggu setelah lahir atau 31-33

minggu setelah usia postkonsepsional atau usia premenopausal (Mc Namara &

Conolly, 1999).

Page 23: Kaspan Hipertensi Retinopathy

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

Nama : Ny. Turiyah

No Reg : 109793xx

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 47 thn

Alamat : Jln Kunto Basworo III/5 Polehan Malang

Pekerjaan : Karyawati perusahaan swasta

Suku : Jawa

Agama : Islam

Tanggal periksa : 01 Agustus 2012

3.2 Anamnesa (Autoanamnesis pada tanggal 1 Agustus 2012)

3.2.1 Keluhan utama : penglihatan kedua mata kabur dan kedua mata terasa sakit

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan penglihatan kabur sejak 3 bulan yang lalu dan

semakin lama semakin memberat. Pasien mengeluh kadang penglihatan

mendadak gelap terutama jika tensi naik sampai 250/…. Pasien juga mengeluh

kedua mata terasa sakit. Keluhan mata merah (-), nrocoh (+) jika nyeri pada mata

timbul, gatal (-), melihat pelangi jika melihat ke sumber cahaya (-).

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu

Darah tinggi (+) sejak 5 tahun yang lalu tidak rutin kontrol, tekanan darah

sekitar 160/… pada saat keadaan stabil atau tanpa keluhan. Pada saat ada

Page 24: Kaspan Hipertensi Retinopathy

keluhan seperti pusing, mata kabur dan nyeri dada pasien hanya beristirahat dan

baru memeriksakan diri ke dokter. Pasien riwayat masuk CVCU RSSA 3 bulan

sebelumnya dengan keluhan nyeri dada hilang timbul selama satu bulan dan

diagnosis penyakit jantung sumbatan dan jantung bengkak. Pasien lalu kontrol ke

poli kardiologi setiap bulan dan mendapatkan terapi untuk jantung dan darah tinggi.

Riwayat trauma (-), riwayat mual muntah (-).

3.2.4 Riwayat Pengobatan

Terapi dari poli kardiologi RSSA antara lain ASA 1x80 mg, captopril 3x25

mg, ISDN 3x5 mg, HCT 12,5 mg-0-0, Atenolol 2x50 mg, Simvastatin 0-10 mg, dan

alprazolam 0-0,5 mg. Namun obat juga tidak rutin diminum. Kemudian dari poli

kardiologi pasien dikonsulkan ke bagian poli mata karena pasien mengeluh mata

kabur disertai tekanan darah tinggi 240/150. Dari pemeriksaan di poli mata RSSA

pasien didiagnosis dengan hipertensi retinopati. Riwayat pengobatan mata (-).

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan hipertensi (-), DM (-), penyakit mata serupa (-).

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : cukup, compos mentis

Nadi : 80 kali/menit

Frekuensi nafas : 16 kali/menit

Tensi : 160/110

Page 25: Kaspan Hipertensi Retinopathy

Pemeriksaan Oftalmologi

Tabel 3.1 Status oftalmologi pasien hipertensi retinopati

5/30 cc S-0,5 C-1,50x90

5/7,5 PH (-)

Add +1,50

Visus 3/60 cc S-1,00 C-1,00x100

5/8,5 PH 5/7

Add +1,50

Orthoforia Posisi Bola

Mata

Orthoforia

Gerak Bola

Mata

Madarosis (-) Suprasilia Madarosis (-)

Trichiasis (-), entropion (-),

ektropion (-)

Silia Trichiasis (-), entropion (-),

ektropion (-)

Spasme (-), edema (-) Palpebra Spasme (-), edema (+)

Tidak menyempit Rima okuli Tidak Menyempit

CI (-), PCI(-), SCH (-) Konjungtiva CI (-), PCI (-), SCH (-)

Jernih Kornea Jernih

Dalam Kamera Okuli

Anterior

Dalam

Red line (+), coklat Iris Red line (+), coklat

Midriasis e.c middriatyl

diameter 7 mm

Pupil Midriasis e.c middriatyl

diameter 7 mm

Jernih Lensa Jernih

6/5,5 TIO 6/5,5

Page 26: Kaspan Hipertensi Retinopathy

Tabel 3.2 Status pemeriksaan funduskopi pasien trauma tumpul okuli

FR (+) Fundus

reflek

FR (+)

Jernih Media

Refraksi

Jernih

Bulat, batas tegas, CD ratio 0,3

warna jingga

Papil nervus

II

Bulat, batas tegas, CD ratio 0,3

warna jingga

a/v 1/2, sklerotik (+), crossing (+) Vasa a/v 1/3, sclerotic (+), crossing (+)

Eksudat (+), haemorrhage (-) Retina Eksudat (+), haemorrhage (-)

Reflek fovea (-), eksudat (+) Makula Reflek fovea (-), eksudat (-)

Pemeriksaan Funduskopi

OD

Makula eksudat

Retina eksudat

a/v = 1/2

Sklerosis

Cotton Wool Spots

Page 27: Kaspan Hipertensi Retinopathy

OS

3.4 Assesment

QDS Astigmatisme Myopia Komplikata + ODS presbiopia + ODS Hypertensi Retinopathy

KW III

3.5 Planning Diagnosis

Fluorescen Angiografi

3.6 Planning Terapi

Terapi antihipertensi

a/v = 1/3

eksudat

AV crossing

Page 28: Kaspan Hipertensi Retinopathy

Captopril 3x25 mg

Atenolol 2x50 mg

HCT 12,5 mg -0-0

ISDN 3x5 mg

Vitamin B kompleks 2x1

3.7 Planning Monitoring

1. Visus

2. Gejala klinis pada mata

3. Keluhan pada sistemik (nyeri dada)

4. Tanda-tanda vital

5. Respon terapi Keluhan pasien berkurang atau tidak, tekanan darah turun atau tidak

6. Komplikasi yang timbul

7. Efek samping terapi

8. Keteraturan minum obat

3.8 Planning Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

1. Diberitahukan kepada pasien tentang penyakit yang diderita pasien, rencana

pengobatan yang akan dilakukan, serta prognosa penyakit.

2. Diberitahukan kepada pasien cara pemberian terapi, tujuan terapi, dan efek samping

terapi.

3.9 Prognosis

Visam : dubia et malam (ODS)

Vitam : dubia et malam

Sanam : dubia et malam

Kosmetik : dubia et bonam

Page 29: Kaspan Hipertensi Retinopathy

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien dalam kasus ini Ny J berusia 47 tahun telah menderita hipertensi dalam

waktu yang lama yaitu 5 tahun akan tetapi tidak pernah mengontrol tekanan darahnya baik

dengan perubahan life style, diet rendah garam maupun obat-oabatan. Apabila muncul

gejala hipertensi seperti pusing, mata tiba-tiba kabur dan nyeri dada, pasien hanya

beristirahat dan datang berobat ke dokter apabila dengan istirahat keluhan tidak

berkurang. Pasien diketahui menderita kelainan jantung yaitu Infark Miokard Akut 3 bulan

yang lalu kemudian kontrol ke poli kardiologi RSSA namun pasien juga tidak meminum

obat dengan teratur. Pasien dikonsulkan ke poli mata RSSA karena keluhan mata kabur

sejak 3 bulan yang lalu dan makin lama makin memberat.

Dari keluhan pasien mata kabur makin lama makin memberat dan riwayat pasien

dengan hipertensi tidak terkonrol serta dari pemeriksaan funduskopi yang dilakukan pada

tanggal 1 Agustus 2012 pasien didiagnosis menderita hipertensi retinopati KW III. Pada

pemeriksaan funduskopi ditemukan penyempitan arteri sehingga rasio arteri vena adalah

1/2 untuk mata kanan dan 1/3 untuk mata kiri, ditemukan sklerosis arteria fokal, eksudat

yang tersebar, dan cotton wool spots serta ditemukan eksudat pada macula di retina

sebelah kanan. Dari hasil pemeriksaan funduskopi tersebut maka pasien masuk dalam

Keith Wagener Barker derajat III. Kriteria Hiperensi retinopati Keith Wegener Barker

derajat III yaitu penambahan penyempitan, ukuran pembuluh nadi dalam diameter yang

berbeda-beda dan terdapat fenomena crossing serta ditambah perdarahan retina dan

cotton wool patches. Apabila melihat prognosisnya disebutkan bahwa prognosis pasien

tersebut dalam periode 8 tahun adalah meninggal sebanyak 80%.

Komplikasi dari hipertensi retinopati yang tidak terkontrol antara lain oklusi

cabang vena retina (BRVO), oklusi cabang arteri retina (CRVO), infark choroidal iskemik

(Elschnig’s spots), makroaneurisma arteri retina, neuropati optic iskemik dan ocular motor

nerve palsies. Penatalaksanaan pasien dengan hipertensi retinopati yaitu antara lain

dengan menterapi kelainan primernya yaitu dengan menterapi hipertensi derajat dua.

Page 30: Kaspan Hipertensi Retinopathy

Pasien diberikan obat captopril 3x25 mg, ISDN 3x5 mg, atenolol 2x50 mg, dan HCT 12,5

mgx1 serta ASA 1x80 mg. Captopril atau golongan ACE inhibitor diketahui bermanfaat

untuk retina yaitu terbukti mengurangi kekeruhan dinding arteri retina. ISDN bermanfaat

merelaksasi pembuluh darah koroner. Atenolol merupakan golongan beta bloker

bermanfaat pada gagal jantung derajat ringan dan menurunkan rate jantung. HCT

merupakan golongan thiazide yang mengurangi beban kerja jantung (pre load). Kesemua

obat tersebut merupakan anti hipertensi. Dengan mengontrol tekanan darahnya

diharapkan dapat menurunkan tekanan darah sehingga mengurangi beban tekanan pada

arteri retina. Pada hipertensi retinopati tekanan darah harus diturunkan hingga 140.90

mmHg. Pasien datang berobat pertama kali dengan tekanan darah 240/150 mmHg

dengan terapi antihipertensi selama 3 bulan tekanan darah pasien dapat turun hingga

160/110 mmHg. Namun, pasien juga tidak rutin mengkonsumsi obatnya. Sehingga kami

menyimpulkan kesadaran pasien akan pentingnya mengkontrol tekanan darah masih

rendah.

Pasien juga di KIE tentang penyakit hipertensi dan dampaknya bagi tubuh

terutama organ jantung dan mata yang telah diserang. Pasien juga diberikan edukasi

tentang bagaimana mengontrol tekanan darah baik secara farmakologis maupun non

farmakologis seperti mengurangi asupan garam dan makanan berpengawet, olah raga

secara teratur, mengurangi makanan berlemak, menurunkan berat badan hingga

mendekati ideal, dan manajemen stress yang baik serta minum obat secara teratur dan

sesuai anjuran.

Page 31: Kaspan Hipertensi Retinopathy

DAFTAR PUSTAKA