kaspan mata
DESCRIPTION
lalalaTRANSCRIPT
PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGILJl. Raya Raci - Bangil, Telp. (0343) 744900 Fax. (0343) 744940
P A S U R U A N
LEMBAR PENGESAHAN
KEPANITERAAN KLINIK FK – UWKSRSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN
Telah dipresentasikan di :Bangil, ............................................... 2014Stase .............................................................
Pembimbing
Dr. Tutuk Wibowo Chamidy, Sp.MNIP. 19710313.200212.1.006
Mengetahui, Kepala Bagian/SMF Mata
Dr. Gunawan Tri R., Sp.MNIP. 19550626.199003.1.002
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah yang
diberikan-Nya, kami bisa menyelesaikan laporan kasus yang sangat sederhana in. Kami
berharap agar tugas ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya dan dapat menunjukkan hasil
belajar kami untuk memajukan para dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik
stase mata di RSUD Bangil dala, berpikir dan memecahkan masalah-masalah kedokteran
yang ada saat ini. Atas tersusunnya laporan kasus ini, kami tidak lupa untuk mengucapkan
terima kasih kepada :
1. dr. Gunawan Tri, Sp.M selaku kepala SMF Mata Rumah Sakit Umum Daerah Bangil
Kabupaten Pasuruan.
2. dr. Tutuk Wibowo C, Sp.M selaku pembimbing dokter muda di bagian Mata Rumah
Sakit Umum Daerah Bangil Kabupaten Pasuruan.
3. Perawat beserta staff di ruang Mata yang telah ikut serta membantu serta memberi
support dalam menyelesaikan laporan ini.
4. Teman-teman kelompok kami yang telah menyumbangkan doa dan pemikirannya
untuk menyusun tugas ini.
Dengan kerendahan hati,kami berharap tugas ini dapat berguna bagi semua pihak dan bisa
menjadi referensi bagi tugas-tugas yang akan kami susun selanjutnya. Atas perhatian,
kami ucapkan terima kasih dan apabila ada kesalahan penulisan kata-kata dalam makalah
ini kami memohon maaf.
Bangil, September 2014
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra
(suatu sambungan mukomutan) dan dengan epitel kornea di limbus. (Vaughan et al, 2010)
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat
eral ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris (Vaugha et al, 2010).
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dam melipat
berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (duktus-duktus kelenjar lakrimal
bermuara ke forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul
tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva
menyatu sepanjang 3mm) (vaughan et al, 2010).
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak (plica
semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata
dalam pada beberapa hewan kelas rendah. Struktur epidermoid kecil semacam daging
(caruncula) menempel secara superficial ke bagian dalam plica semilunaris dan
merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membran mukosa.
Salah satu penyakit yang ada pada konjungtiva adalah konjungtivitis (Vaughan et al,
2010).
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak mata dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Penyebab
konjungtivitis antara lain bakteri, klamida, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit
sistemik. Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang sering dijumpai di Indonesia
Beberapa hal yang diungkapkan di atas, melatar belakangi kami sebagai peneliti
untuk membahas kasus ini sehingga dapat dipahami secara jelas bagaimana terjadinya
konjungtivitis khususnya dalam kasus ini konjungtivitis virus.
1.2. Rumusan Masalah
- Bagaimana patofisiologi dari konjungtivis?
- Apa saja klasifikasi dari konjungtivitis?
- Apa saja gejala pada konjungtivitis?
- Bagaimana mekanisme terjadinya konjungtivitis?
- Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis konjungtivitis?
1.3. Tujuan Penelitian
- Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dan klasifikasi dari konjungtivitis.
- Untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa konjungtivitis.
- Untuk mengetahui mekanisme terjadinya konjungtivitis, penatalaksanaan dan
prognosisnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Konjungtivitis merupakan salah satu penyakit mata merah dengan pengelihatan
normal. Konjungtivitis didefinisikan sebagai suatu radang konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.
Penyebabnya adalah bakteri, klamida, alergi, viral, toksis, berkaitan dengan penyakit
sistemik. Gambaran klinis dari konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi,
lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak
membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran pseudomembran, granilasi, flikten,
mata seperti ada benda asing, dan adenopati preaurikular. Biasanya sebagai reaksi
konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Bilik mata dan
pupil dalam bentuk normal.
2.2. Epidemiologi
Menurut Ferri’s Clinical Advisor, beberapa bentuk konjungtivitis, bakteri dan virus,
dapat ditemukan pada 1,6 persen menjadi 12 persen dari semua bayi yang baru lahir di
Amerika Serikat. Mata bayi kadang-kadang mungkin bisa terkena beberapa bakteri selama
proses kelahiran. Konjungtivitis bakteri juga dapat mempengaruhi bayi yang hanya beberapa
minggu. Konjungtivitis bakteri dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin. Konjungtivitis
dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis pada bayi baru lahir, bisa
mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir.
Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin
iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa
menyebabkan konjungtivitis gonokokal.
Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis melalui hubungan seksual
(misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis
hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata
menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata
bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan
maupun tetes mata yang mengandung antibiotik.
2.3. Klasifikasi
Pembagian konjungtivitis terdiri dari konjungtivitis bakteri, konjungtivitis gonore,
konjungtivitis angular, konjungtivitis mukopurulen, konjungtivitis virus, konjungtivits
epidemi, konjungtivitis herpetik, konjungtivitis varisela-zoster, konjungtivitis new castle,
konjungtivitis hemoragik epidemik akut, konjungtivitis menahun / alergi ( konjungtivitis
vernalis, konjungtivitis flikten, konjungtivitis iatrogenik, konjungtivitis atopik ),
konjungtivitis folikularis kronis, trakoma, konjungtivitis dry eyes, toksik konjungtivitis
folikular, keratokonjungtivitis limbus superior, konjungtivitis membranosa.
a. Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis yang disebabkan bakteri seperti infeksi gonokok, meningokok,
staphyloccocus aureus, streptococcus pneumoniae, hemophilus influenzae dan
escherichia coli. Memberikan gejala sekret mukopurulen dan purulen, kemosis
konjungtiva, edema kelopak dan kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis.
Konjungtivitis bakteri ini mudah menular pada satu mata ke mata sebelahnya dan
menyebar ke orang lain melalui benda yang dapat menyebarkan kuman.
b. Konjungtiva Gonore
Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai dengan sekret purulen.
Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonore merupakan penyebab timbulnya
konjungtivits gonore. Penderita penyakit ini tersering diderita pada neonatus yang
ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut.
c. Konjungtivitis Angular
Konjungtivitis angular terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra, disertai
ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang. Konjungtivitis angular disebabkan basil
moraxella axenfield.
d. Konjungtivitis Mukopurulen
Merupakan konjungtivitis dengan gejala umum kataral mukoid. Penyebabnya adalah
Streptococcuspneumoniae atau basil koch weeks. Penyakit ini ditandai dengan
hiperemia konjungtiva dengan sekret mukopurulen yang mengakibatkan kedua
kelopak mata melekat tertama pada pagi hari.
e. Konjungtivitis virus
Merupakan suatu konjungtivitis yang disebabkan oleh virus. Ada pun pembagian
konjungtivitis virus yaitu:
1. Konjungtivitis virus akut
Penyebab konjungtivitis akut adalah adenovirus. Berjalan dengan gejala penyakit
hiperemia konjungtiva, foto fobia, sekret serous.
2. Konjungtivitis herpetik
Merupakan manifestasi primer dari herpes dan terdapat pada anak-anak yang
mendapat infeksi dari pembawa virus berlangsung 2-3 minggu. Ditandai dengan
infeksi unilateral, iritasi, sekret mukosa, nyeri dan fotofobia ringan.
3. Konjungtivitis varisela-zoster
Merupakan herpes zooster yang terdapat pada usia 50 tahun ke atas. Gambaran pada
penyakit ini mirip seperti konjungtivitis pada umumnya. Bila terkena ganglion cabang
oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zooster pada mata.
4. Kongjungtivitis new castle
Merupakan konjungtivitis yang disebabkan oleh virus new castle dengan gambaran
klinis sama dengan demam faringo-konjungtiva. Penyakit ini biasanya terapat pada
pekerja peternakan unggas yang ditulari virus new castle yang terdapat pada unggas.
5. Konjungtivitis Hemoragik Epidemik Akut
Merupakan konjungtivitis yang disertai pendarahan konjungtiva. Terdapat gejala yang
penting yaitu adanya pendarahan subkonjungtiva yangmulai dengan ptekia.
f. Konjungtivitis Menahun / Alergi
Radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap non infeksi, dapat berupa reaksi
cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti
pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Gejala utama penyakit alergi ini adanya
radang, gatal, silau berulang dan menahun.
Beberapa macam konjungtivitis menahun / alergi:
1. Konjungtivitis Vernal
Reaksi akibat hipersensitifitas yang mengenai kedua mata den bersifat rekuren.
Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal,
dengan rasa gatal berat.
2. Konjungtiva flikten
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri atau
antigen tertentu.
3. Konjungtivitis iatrogenik
Merupakan konjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan oleh dokter melalui
efek samping obat.
4. Konjungtivitis atopik
Reaksi alergi selaput lendir mata atau konjungtiva terhadap polen yang disertai
dengan demam.
g. Konjungtivitis Folikularis Kronis
Konjungtivitis yang ditandai dengan adanya tanda khusus berupa benjolan kecil
berwarna kemerahan pada lipatan retrotarsal. Folikel yang terjadi merupakan reaksi
konjungtva terhadap virus dan alergen toksik seperti iodoioksiuridin, fisostigmin dan
klamidia.
h. Trakoma
Bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh chlamydia trachomatis.
Daerah yang banyak terkena penyakit ini adalah di Semenanjung Balkan. Cara
penularan ini melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma.
i. Konjungtivitis dry eyes
Merupakan suaru keaddan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva yang
diakibatkan kurangnya fungsi air mata.
j. Toksik Konjungtivitis Folikular
Merupakan folukular dapat terjadi akut dan kronik dimana gejala utamanya adalah
terbentuknya folikel pada konjungtiva tarsal superior atau inferior.
k. Konjungtivitis Limbus Superior
Merupakan peradangan konjungtiva bulbi dan konjungtiva tarsus superiro yang tidak
diketahui penyebabnya. Penyakit ini biasanya bilateral, simetris, terletak pada limbus
sekitar jam 12.
l. Konjungtivitis Membranosa
Konjungtivitis dengan pembentukan membran yang menempel erat pada jaringan
dibawah konjungtiva.
2.4. Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga kemungkinan terinfeksi
dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila ada mikroorganisme yang dapat menembus
pertahanan konjungtiva berupa tear film yang juga berfungsi untuk mmelarutkan kotoran-
kotoran dan bahan-bahan toksik melalui meatus nasi inferior maka dapat terjadi
konjungtivitas.
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita oleh masyarakat, ada
yang bersifat akut atau kronis. Gejala yang muncul tergantung dari factor penyebab
konjungtivitis dan factor berat ringannya penyakit yang diderita oleh pasien. Pada
konjungtivitis yang akut dan ringan akan sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu tanpa
pengobatan. Namun ada juga yang berlanjut menjadi kronis, dan bila tidak mendapat
penanganan yang adekuat akan menimbulkan kerusakan pada kornea mata atau komplikasi
lain yang sifatnya local atau sistemik.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan factor
lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari
substansi luar. Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang
diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin
pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma
(pembentukan folikel). Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel
kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet,
embentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun
tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior, menyebabkan hoperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan
mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya didapatkan
pembengkakan dan hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi
tergores, panas, atau gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga
timbul dari pembuluh darah yang hyperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien
mengeluh sakit pada iris atau badan siliare berarti kornea terkena.
2.5. Gejala Klinis
Gejala klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtva
bulbi, lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat
kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran,
granulasi, flikten, mata seperti ada benda asing dan adenpati preaurikular. Biasanya sebagai
reaksi dari konjungtivitisvirus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Pasien biasanya
sering mengeluhkan mata merah, ngeres seperti ada pasir di mata, gatal, panas, kemeng
disekitar mata.
2.6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Segmen Anterior
Pemeriksaan segmen Posterior
Tonometri
Pemeriksaan Visus
2.7. Diagnosa Banding
Konjungtivitis merupakan suatu kelainan mata merah. Berikut merupakan
diagnosa banding dari mata merah
konjungtivitis Keratitis/ Ulkus kornea uveitis akut Glaukoma Akut
Sakit kesat sedang sedang sampai hebat hebat dan menyebar
kotoran sering purulen Hanya refleks epifora Hebat presipitat sedang
kornea jernih Fluoresein presipitat edema
Pengelihatan Normal menururn menurun menurun
sekret ada tidak ada tidak ada tidak ada
Tekanan intra okular normal normal normal ( sedikit pegal ) meningkat ( pegal )
vaskularisasi kongjungtiva posterior siliar pleksus siliar episkleral
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan untuk konjungtivitis bakteri dapat dilakukan dengan pemberian:
1. Antibiotik ( neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenikol )
Penatalaksanaan untuk konjungtivitis virus dapat dilakukan:
1. Kompres, astringen, lubrikasi
2. Untuk kasus yang berat: antibiotik dengan steroid topikal
Penatalaksanaan untuk konjungtivitis alergi dapat dilakukan:
1. Stroid topikal dosis rendah lalu disusul dengan kompres dingin
2. Pada kasus berat dapat menggunakan antihistamin dan steroid sistemik
2.9. Komplikasi
1. Komplikasi dari pterygium :
- Gangguan penglihatan
- Mata kemerahan
- Iritasi
- Gangguan pergerakan bola mata
- Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
- Pada pasien yang belum di eksisi terjadi distorsi dan penglihatan sentral
berkurang.
- Timbul jaringan parut pada otot rectus medial yang dapat mengakibatkan
diplopia
- Dry eyes syndrome
- Keganasan epitel pada jaringan epitel di atas pterygium
2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut :
- Rekurensi
- Infeksi
- Perforasi korneosklera
- Jahitan graf terbuka hingga terjadi pembengkakan dan perdarahan
- Korneoskleral dellen
- Granuloma konjungtiva
- Epitelial inklusion cyst
- Konjungtiva scar
- Adanya jaringan parut di kornea
- Disinsersi otot rektus
2.10. Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau beta
radiasi.
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman
pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi. Sebagian besar pasien dapat beraktivitas
kembali setelah 48 jam postoperasi. Pasien dengan rekuren pterigium dapat dilakukan
eksisi ulang dengan conjungtiva autografi atau transplantasi membran amnion. Umumnya
rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama setelah operasi.
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterigium seperti riwayat keluarga atau
karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan
mengurangi intensitas terpapar sinar matahari.
BAB III
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nanda Edi
Usia : 17 tahun
Alamat : Cendono Purwosari, Pasuruan
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status : Belum menikah
Pendidikan : Pelajar
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
II. ANAMNESA
Keluhan Utama
- Mata kanan dan kiri merah dan nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang
- Kedua mata terasa gatal dan memerah sesudah berenang sejak 3 hari
yang lalu
- Terasa nyeri
- Setiap bangun pagi mata selalu berair tidak berwarna
- Terasa silau pada saat melihat cahaya
- Pasien juga merasa tenggorokannya sakit
- Kelopak mata bengkak
Riwayat Pengobatan Penyakit Sekarang
- Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
- Sudah berobat ke Poli mata, obat habis tetapi masih sakit
Riwayat Kontak
- Tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu
- Diabetes Melitus (-)
- Hipertensi (-)
- Tidak pernah operasi mata
- Tidak pernah memakai kacamata
Riwayat Alergi Obat
- Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini
III. PEMERIKSAAN FISIK
OD OS
Visus Natural
- VOD : 6/6
- VOS : 6/6
- PD : 62/60
Segmen Anterior
OD OS
No. Segmen Anterior OD OS
1. Palpebra Dan silia
Hematoma - -
Edema - -
Benjolan - -
Ekimosis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Lagoftalmus - -
Ptosis - -
Sikatriks - -
Xantelasma - -
Blefarospasme - -
2. Konjungtiva Palpebra
Folikel - -
Papil - -
Sikatriks - -
Penebalan Konjungtiva - -
3. Konjungtiva bulbi
PCVI - -
CVI - -
Massa - selaput segitiga di
nasal bola mata
dengan apeks
melewati limbus
tapi belum
mencapai pupil
Sekret - -
4. Sklera
Ikterus - -
Corpus Alineum - -
Benjolan - -
Hiperemi episklera - -
5. Kornea
Jernih - +
Defek + -
Infiltrat - -
Corpus Alineum - -
Edema - -
6. Bilik Mata Depan
Dalam + +
Hifema - -
Hipopion - -
Fler/Sel/Infiltrat - -
7. Iris
Reguler + +
Atrofi - -
Sinekia Anterior/
Posterior
- -
Iris Shadow - -
8. Pupil
Diameter 3 mm 3 mm
Isokor + +
Reflek pupil + +
Bentuk Pupil Bulat Bulat
9. Lensa
Jernih + +
Subluksasi/Luksasi
Lensa
- -
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Slit lamp : OS terdapat selaput segitiga di nasal dan temporal bola mata
dengan apeks melewati limbus tapi belum mencapai pupil
V. DIAGNOSA BANDING
- Pseudopterygium
Pseudopterygium merupakan perlekatan konungtiva dengan kornea
yang cacat. Sering pseudopterygium ini terjadi pada proses
penyembuhan tukak kornea sehingga konjungtiva menutupi kornea.
Letak pseudopterygium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat
dengan proses kornea sebelumnya.
- Pinguekula
Pinguekula merupakan bentuk degenerasi atau penebalan jaringan
konjungtiva yang menutup bola mata. Pinguekula merupakan bentuk
degenerasi serabut kolagen stroma konjungtiva mata. Bentuk
pinguekula seperti timbunan kuning keputihan pada konjungtiva dekat
limbus. Perbedaan dengan pterygium berupa tepi fibrosis berbentuk
baji yang tumbuh mengarah pada limbus. Pinguekula lebih sering
terdapat di sebelah nasal kornea.
VI. DIAGNOSA AKHIR
- OS Pterygium nasal grade II
VII. PENATALAKSANAAN
TERAPI
- Cendo xitrol 4 kali sehari 1 tetes
- Paracetamol 500 mg 2 kali sehari
KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)
- Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu, dan udara
kering dengan kacamata pelindung.
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah kita ketahui pterygium merupakan suatu perluasan pinguecula ke kornea,
seperti daging berbentuk segitiga dan umumnya bilateral di sisi nasal (Vaughan et al, 2010).
Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau
di daerah kornea (Ilyas et al, 2012). Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan
berwarna merah dapat mengenai kedua mata (Ilyas et al, 2012).
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya pterygium antara
lain paparan radiasi sinar UV, sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan
faktor herediter (Ilyas , 2009). Pada kasus kali ini pasien mengalami keluhan mata sebelah
kiri terasa mengganjal dan berat sejak kurang lebih 10 bulan yang lalu. Gejala yang dialami
oleh pasien adalah terasa nyeri, penglihatan kabur, pusing, dan mata kiri mudah lelah. Pada
pemeriksaan slit lamp pada mata sebelah kiri pembuluh darah episkleral sebagian terlihat dan
terdapat massa di bagian nasal konjungtiva.
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson):
Derajat 1 :: jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea.
Derajat 2 :Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih
dari 2mm melewati kornea.
Derajat 3 : jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter
pupil sekitar 3-4 mm).
Derajat 4 : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
Pasien ini didiagnosa dengan OS Pterigium Nasal Stadium II berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis di dapatkan rasa selaput pada
kedua mata kiri dialami kurang lebih 10 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan inspeksi OS di dapatkan adanya selaput berbentuk segitiga pada
konjungtiva dengan tepi melewati limbus, tetapi belum melewati pupil, yang
menunjukkan tanda pterygium stadium II.
Diagnosis banding pterigium adalah pinguekula dan pseudopterigium. Pinguekula
merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orangtua, terutama yang
matanya sering mendapatkan rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas. Yang
membedakan pterigium dengan pinguekula adalah bentuk nodul, terdiri atas jaringan hyaline
dan jaringan elastic kuning, jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang.
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering
pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva
menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit
peradangan pada kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan
biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal pada posisi jam
3 atau jam 9.
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik untuk pterigium. Tujuan
pengobatan medikamentosa adalah untuk mengurangi peradangan dan mengurangi rasa nyeri.
Bila terjadi peradangan dapat diberikan steroid topikal. Dan diberikan analgesik untuk
mengurangi rasa nyeri. Tindakan pembedahan pada pterigium adalah suatu tindakan bedah
untuk mengangkat jaringan pterigium dengan berbagai teknik operasi.
Diharapkan agar penderita sedapat mungkin menghindari faktor pencetus timbulnya
pterigium seperti sinar matahari, angin dan debu serta rajin merwat dan menjaga kebersihan
kedua mata. Oleh karena itu dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung atau topi
pelindung bila keluar rumah. Menurut kepustakaan, umumnya pterigium bertumbuh
secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang bermakna sehingga
prognosisnya adalah baik.
DAFTAR PUSTAKA
Laszuarni. Prevalensi Pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis Mata.
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2009.
Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P, 2010, Oftalmologi Umum, Edisi ke-17, Widya Medika,
Jakarta
Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. 2012. Sari Ilmu Penyakit Mata,
Balai penerbit FKUI, Jakarta.
Ilyas, Sidarta,. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata, Balai penerbit FKUI, Jakarta.
Ilyas, Sidarta,. Yulianti, S.R. 2012. Ilmu Penyakit Mata, Edisi keempat, Balai penerbit FKUI,
Jakarta.
Kanski, J Jack et al,. 2011. Clinical Opthalmology a Systematic Approach, 7th edition,
Elsevier Limited, UK.
American academy of opthalmology. 2008. Clinical approach to deposition and
degenerations of the conjunctiva, cornea, and sclera capture 17. In external disease
and cornea. Singapore : livelong education opthalmology. Pp 366