karakteristik hidrologi_2

Upload: arlin

Post on 07-Jul-2015

162 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KARAKTERISTIK HIDROLOGI LERENG TANAH RESIDUAL TROPIK VULKANIK FORMASI GUNUNG API TUA DAERAH PADALARANG JAWA BARAT *R. KarlinasariUniversitas Islam Sultan Agung Semarang, Indonesia

P. P. RahardjoUniversitas Katolik Parahyangan Bandung, Indonesia*Jurnal Universitas Katolik Widya Mandira Kupang

ABSTRAK: Sering kali kelongsoran tanah yang dipicu oleh curah hujan yang tinggi terjadi di tanah tropik vulkanik Padalarang. Untuk mempelajari secara mendalam fenomena ini, perlu diketahui karakteristik hidrologi lereng tanah residual, juga karakteristik curah hujan yang terjadi. Karakteristik hidrologi suatu lereng tanah residual dipengaruhi terutama oleh permeabilitas (k) masingmasing lapisan tanahnya. Permeabilitas tanah merupakan suatu fungsi dari struktur butir-butir tanah dan kondisi insitu tanah. Parameter angka pori (e), porositas tanah (n = s), ukuran butir (grain size) dapat menggambarkan struktur butir-butir tanah. Parameter derajat kejenuhan tanah (S r) menggambarkan kondisi insitu tanah. Karakteristik curah hujan selama dua musim ( musim hujan dan musim kering) perlu diamati untuk mengetahui perbedaan besarnya curah hujan yang terjadi, demikian pula besarnya tingkat infiltrasi tanah. Suatu penelitian mengenai permeabilitas, angka pori, dan porositas tanah telah dilakukan pada suatu lereng tanah residual, demikian pula curah hujan dan tingkat infiltrasi. Diharapkan dengan didapatkannya pengetahuan mengenai kedua karakteristik ini, fenomena kelongsoran tanah yang dipicu oleh curah hujan yang tinggi dapat diteliti lebih lanjut. Kata kunci : karakteristik hidrologi, karakteristik curah hujan, permeabilitas, angka pori, derajat kejenuhan tanah, curah hujan, dan infiltrasi.

1

PENDAHULUAN

Wilayah kepulauan Indonesia memiliki karakteristik geologi yang unik, yaitu terletak di daerah tropis dan dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik, baik gunung berapi maupun gerakan-gerakan tanah lainnya. Kondisi ini sangat berpengaruh pada karakteristik tanahnya sehingga dapat dikategorikan sebagai tanah residual tropik vulkanik (tropical volcanic residual soil). Tanah residual adalah tanah yang terjadi akibat pelapukan batuan oleh pengaruh cuaca dan masih berada diatas batuan asalnya, sedangkan tanah tropik adalah tanah yang terletak diantara Tropic of Cancer (23.50 N) di Utara dan Tropic of Capricorn (23.50S) di Selatan. Tanah vulkanik adalah tanah yang berasal dari aktivitas vulkanik, baik sebagai hasil langsung proses vulkanik (debu vulkanik) maupun sebagai hasil pelapukan dari batuan dasar yang

berasal dari proses vulkanik. Tanah residual tropik vulkanik Jawa Barat dalam penelitian ini adalah tanah tropik yang dalam proses pembentukannya mengalami temperatur yang tinggi dan curah hujan yang besar , dengan kondisi drainase yang baik.Kejadian tanah longsor di Jawa Barat cukup sering terjadi, lebih dari 100 kejadian pertahunnya. Hampir semua kejadian tanah longsor tersebut, dipicu oleh hujan (rainfall induced landslide). Sering kali kelongsoran

tanah yang dipicu oleh curah hujan yang tinggi terjadi di tanah tropik vulkanik. Untuk mempelajari secara mendalam fenomena ini, perlu diketahui karakteristik hidrologi lereng tanah residual, juga karakteristik curah hujan yang terjadi. Karakteristik hidrologi suatu lereng tanah residual dipengaruhi terutama oleh permeabilitas (k) masing-masing lapisan tanahnya. Permeabilitas tanah merupakan suatu fungsi dari struktur butir1

butir tanah dan kondisi insitu tanah. Parameter angka pori (e), porositas tanah (n = s), ukuran butir (grain size) dapat menggambarkan struktur butirbutir tanah. Parameter derajat kejenuhan tanah (S r) menggambarkan kondisi insitu tanah. Karakteristik curah hujan selama dua musim (musim hujan dan musim kering) perlu diamati untuk mengetahui perbedaan besarnya curah hujan yang terjadi, demikian pula besarnya tingkat infiltrasi tanah. Suatu penelitian mengenai permeabilitas, angka pori, dan porositas tanah telah dilakukan pada suatu lereng tanah residual, demikian pula curah hujan dan tingkat infiltrasi. Diharapkan dengan dimulainya pengetahuan mengenai kedua karakteristik ini, fenomena kelongsoran tanah yang dipicu oleh curah hujan yang tinggi dapat diteliti lebih lanjut. 2 ANGKA PORI TANAH RESIDUAL TROPIK VULKANIK FORMASI GUNUNG API TUA PADALARANG Profil void ratio tanah residual memiliki bentuk yang khas, karena berbagai proses yang dialami oleh tanah residual dalam proses pelapukannya. Profil membesar dan mengecil sesuai dengan proses dan kandungan jenis mineral pada setiap tahapan pelapukan. Void ratio maksimum yang terjadi berkisar antara 1.7-2.0. Void ratio minimum yang terjadi berkisar antara 1.0-1.5. Kekhasan yang paling menonjol adalah adanya void ratio maksimum yang terjadi pada perbatasan antara zone ke 4 dan zone ke 5 tanah residual. Diatas zona ke 5 void ratio bervariasi dengan kecenderungan untuk lebih mengecil. Perubahan dari zona ke 4 ke zona ke 3 ditandai dengan nilai void ratio yang minimum (Gambar 1) 3 DERAJAT KEJENUHAN TANAH RESIDUAL TROPIK VULKANIK FORMASI GUNUNG API TUA PADALARANG

Untuk meneliti pengaruh prosedur uji telah dilakukan uji sederhana dengan memvariasikan tingginya suhu pengeringan yaitu pada suhu 60oC dan pada 100oC, didapatkan kadar air pada uji dengan pengeringan 60 oC

lebih kecil 3 % daripada kadar air dengan pengeringan 100oC. Perbedaan sebesar itu untuk tanah dengan void ratio dan Gs yang sama menghasilkan perbedaan derajat kejenuhan mencapai 5 %. Dilakukan pula variasi sampel, yaitu sampel dengan ukuran aggregat minimum 0.5 cm dan sampel dengan ukuran aggregat minimum 2 cm (block), dari uji ini didapatkan nilai kadar air berbeda hingga 0.4 %. Diperlukan penelitian yang lebih menyeluruh dengan jumlah sampel yang besar untuk menentukan besarnya derajat kejenuhan tersebut.Tabel 1 Uji kadar air dengan variasi temperature pengeringanNo. Container Test temperature Kadar air, w % Kadar air rata-rata No. Container Test temperature Kadar air, w % Kadar air rata-rata 133 60o

136 60o

157 60o

119 100o

152 100o

162 100o 58.4

54.6 55.46 168 60o

55.9

55.8

58.8 58.75

58.9

146 60o

145 60o

115 100o

104 100o

99 100o 58.5

55.6 55.28

54.8

55.3

57.9 58.33

58.5

Dari uji mineral untuk sampel dengan variasi pengeringan, yaitu pengeringan alami, pengeringan 60oC oven dan 100oC oven diperoleh kadar sesquioxides per quartz yang membesar, hal ini menunjukkan cara pengeringan yang berbeda mengakibatkan perubahan kandungan mineral pada tanah residual, demikian diasumsikan juga terjadi perubahan pada ikatan air yang berada pada permukaan mineral kaolin. Secara umum derajat kejenuhan maksimum didapatkan pada perbatasan zona ke 4 dan zona ke 5, kecuali pada profil BH02 Neglajaya, hal ini dimungkinkan terjadi karena ketebalan zona ke 5 pada BH02 Neglajaya ini relatif tipis. 4 HUJAN DAN PERMEABILITAS TANAH RESIDUAL TROPIK VULKANIK FORMASI GUNUNG API TUA PADALARANG Untuk mengamati kondisi cuaca insitu, dilakukan pemasangan alat rain gauge pada lereng. Hasil pengamatan hujan selama setahun ( April 2005 April 2006 ) ditampilkan pada Gambar 7 berikut. Tampak pada bulan April 2005 hingga September 2005, hujan relatif sedikit dengan intensitas maksimum dibawah 40 mm/jam. Total hujan antara April 2005 hingga September 2005 adalah sebesar2

Nilai derajat kejenuhan pada tanah residual berdasarkan penelitian ini sering kali lebih dari 100 %. Selain ketidak akuratan penelitian, hal ini dapat terjadi karena kecenderungan tanah residual yang terutama adalah tanah lempung secara mineralogis berkemampuan menahan air lebih berat dari pada berat air sebesar volume pori berukuran makronya. Sehingga ketika terjadi proses pengeringan, air yang terikat pada permukaan mineral kaolin ikut pula mengering sehingga menghasilkan kadar air yang tinggi kemudian derajat kejenuhan yang tinggi.

447.4 mm. Pada bulan Oktober 2005 hingga April 2006 hujan relatif lebih banyak dengan intensitas maksimum 53 mm/jam. Total hujan antara Oktober 2005 hingga April 2006 adalah sebesar 1422.4 mmData curah HujanMaksimum Rata-rata Mode Median Jumlah kejadian hujan Frekuensi Hujan Maksimum Frekuensi Hujan di atas rata-rata Frekuensi Hujan di atas 20 mm/jam

(tiga kali lipat dari periode April 2005 hingga September 2005). Adapun data statistik periode hujan setahun adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Data Statistik Curah Hujan53 2.61718 0.2 0.6 745 2 161 19 mm/jam mm/jam mm/jam mm/jam kali kali kali 1.47E-02 7.27E-04 5.56E-05 1.67E-04 mm/det mm/det mm/det mm/det

kali

5

KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH RESIDUAL TROPIK VULKANIK FORMASI GUNUNG API TUA PADALARANG Pengukuran koefisien permeabilitas dilakukan di laboratorium, dengan methode Constant Head. Diusahakan semaksimal mungkin struktur tanah tidak terganggu sehingga porisitas tanah dapat terjaga. Hasil penelitian seperti tampak pada Gambar 3 hingga Error! Reference source not found. berikut. Koefisien permeabilitas tanah residual yang didapatkan dari penelitian berkisar antara 3.11 x 10-8 m/detik hingga 1.3 x 10 -5 m/detik. Menurut Wesley, permeabilitas dari tanah laterit terkompaksi tipical sebesar 1 x 10 -8 sampai 1 x 10-10 m/detik. Seringkali diasumsikan bahwa tanah laterit dan andisols memiliki koefisien permeabilitas sebesar 1 x 10-4 m/detik dan relatif incompressible dibandingkan dengan tanah pada zone non tropik sehubungan dengan adanya sementasi. Sehingga koefisien permeabilitas tanah residual hasil penelitian lebih besar dari permeabilitas tanah laterit terkompaksi (1 x10-8 sampai 1 x 10-10 m/detik) dan lebih kecil dari asumsi 1 x10-4 m/detik, hal ini sesuai dengan kondisi tanah laterit dalam keadaan terstruktur (unremoulded, uncompacted). Hasil pengukuran koefisien permeabilitas untuk tanah residual pada BH02 Cijengkol tampak pada berikut dan Koefisien permeabilitas minimum sebesar 5.2x10-7 m/det dan terbesar 8.09 x 10-6 m/det. Pada kedalaman 14.5 tampak terjadi debit yang tiba-tiba membesar kembali, hal ini kerap kali terjadi pada hasil penelitian permeabilitas untuk tanah pada kedalaman yang besar, menunjukkan bahwa tanah pada kedalaman tersebut memiliki struktur. Gambar 4 berikut menunjukkan profil koefisien permeabilitas dan hubungannya dengan profil void ratio. Kedua profil menunjukkan kesesuaian bentuk kurva, dimana pada porositas

yang tinggi maka koefisien permeabilitas tanah membesar. Demikian pula yang ditunjukkan pada Gambar berikut hingga, yaitu terdapat kesesuaian bentuk profil antara profil koefisien permeabilitas dengan profil void ratio setiap lubang bor. Sehingga jika diketahui profil void ration suatu lubang bor maka dapat dipresiksi profil koefisien permeabilitasnya.

6

HUJAN DAN PERMEABILITAS TANAH RESIDUAL TROPIK VULKANIK FORMASI GUNUNG API TUA PADALARANG Untuk mengamati kondisi cuaca insitu, dilakukan pemasangan alat rain gauge pada lereng. Hasil pengamatan hujan selama setahun ( April 2005 April 2006 ) ditampilkan pada Gambar 7 berikut. Tampak pada bulan April 2005 hingga September 2005, hujan relatif sedikit dengan intensitas maksimum dibawah 40 mm/jam. Total hujan antara April 2005 hingga September 2005 adalah sebesar 447.4 mm. Pada bulan Oktober 2005 hingga April 2006 hujan relatif lebih banyak dengan intensitas maksimum 53 mm/jam. Total hujan antara Oktober 2005 hingga April 2006 adalah sebesar 1422.4 mm (tiga kali lipat dari periode April 2005 hingga September 2005). Adapun data statistik periode hujan setahun adalah sebagai berikut : 7 KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH RESIDUAL TROPIK VULKANIK FORMASI GUNUNG API TUA PADALARANG Pengukuran koefisien permeabilitas dilakukan di laboratorium, dengan methode Constant Head. Diusahakan semaksimal mungkin struktur tanah tidak terganggu sehingga porisitas tanah dapat terjaga.3

Koefisien permeabilitas tanah residual yang didapatkan dari penelitian berkisar antara 3.11 x 10-8 m/detik hingga 1.3 x 10 -5 m/detik. Menurut Wesley, permeabilitas dari tanah laterit terkompaksi tipical sebesar 1 x 10 -8 sampai 1 x 10-10 m/detik. Seringkali diasumsikan bahwa tanah laterit dan andisols memiliki koefisien permeabilitas sebesar 1 x 10-4 m/detik dan relatif incompressible dibandingkan dengan tanah pada zone non tropik sehubungan dengan adanya sementasi. Sehingga koefisien permeabilitas tanah residual hasil penelitian lebih besar dari permeabilitas tanah laterit terkompaksi (1 x10-8 sampai 1 x 10-10 m/detik) dan lebih kecil dari asumsi 1 x10-4 m/detik, hal ini sesuai dengan kondisi tanah laterit dalam keadaan terstruktur (unremoulded, uncompacted). Hasil pengukuran koefisien permeabilitas untuk tanah residual pada BH02 Cijengkol tampak pada Gambar 3 dan Gambar 4. Koefisien permeabilitas minimum sebesar 5.2x10 -7 m/det dan terbesar 8.09 x 10-6 m/det. Pada kedalaman 14.5 tampak terjadi debit yang tiba-tiba membesar kembali, hal ini kerap kali terjadi pada hasil penelitian permeabilitas untuk tanah pada kedalaman yang besar, menunjukkan bahwa tanah pada kedalaman tersebut memiliki struktur. Gambar 4 menunjukkan profil koefisien permeabilitas dan hubungannya dengan profil void ratio. Kedua profil menunjukkan kesesuaian bentuk kurva, dimana pada porositas yang tinggi maka koefisien permeabilitas tanah membesar. Demikian pula yang ditunjukkan, yaitu terdapat kesesuaian bentuk profil antara profil koefisien permeabilitas dengan profil void ratio setiap lubang bor. Sehingga jika diketahui profil void ration suatu lubang bor maka dapat dipresiksi profil koefisien permeabilitasnya. 8 TINGKAT INFILTRASI TANAH RESIDUAL TROPIK VULKANIK FORMASI GUNUNG API TUA PADALARANG

9

KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil antara lain sebagai berikut : 1. Profil koefisien permeabilitas menunjukkan bentuk yang sama dengan profil void ratio, dimana koefisien permeabilitas membesar dari zona 3 ke zona 4 untuk kemudian mengecil kembali pada zona ke 5. Koefisien permeabilitas terbesar berada pada zona 4. 2. Tingkat Infiltrasi yang diukur di lapangan dengan alat double ring infiltrometer menunjukkan profil yang berkesesuaian dengan profil koefisien permeabilitas. 10 REFERENSI

1. Blight, G.E., 1988, Keynote Paper : Construction in Tropical Soils, Proceedings Geomechanics in Tropical Soils Seminar, NTU-ISSMFE-SEAGS, Singapore 2. Mitchell, J. K., Sitar, N.,1982, Engineering Properties of Tropical Residual Soils, ASCE, Engineering and Construction in Tropical and Residual Soils, Proceedings of the ASCE Geotechnical Engineering Division Speciality Conference Honolulu Hawaii, ASCE, New York. 3. Wesley, L., 2004, Geotechnical Engineering in Residual and Volcanic Soils , Presentation at Catholic University Parahyangan, Bandung. 4. Rao,K.S. Subba, Sivapullaiah,P.V., Padmanabha J.R. , 1988, Influence of climate on the properties of tropical soils,Proceedings of Geomechanics in Tropical Soils, Singapore 5. Vargas, M., 1988, Characterization, Identification and Classification of Tropical Soil, Proceedings of Geomechanics in Tropical Soils, Singapore 6. Yudhbir, B.C.R, Sahu, B.K., 1988, Identification and Classification of Tropical Soil, Proceedings of Geomechanics in Tropical Soils, Singapore 7. Wesley, L.D., 1988, Engineering Classification of Residual Soils, Proceedings Geomechanics in Tropical Soils Seminar, NTU-ISSMFE-SEAGS, Singapore 4

Pengukuran tingkat infiltrasi dilakukan dengan double ring infiltrometer, pada undak-undakan lereng Cijengkol. Hasil pengukuran adalah sebagai ditunjukkan pada Gambar 10 berikut. Tingkat infiltrasi terbesar pada kedalaman 4.0 m dengan 1.51 x 10-5 m/detik. Ditunjukkan pula perbandingan besarnya nilai tingkat infiltrasi dengan koefisien permeabilitas pada lereng Cijengkol. Tampak profil tingkat infiltrasi berkesesuaian dengan profil koefisien permeabilitas.

Gambar. 1. Profil void ratio tanah residual

BAB 8. KARAKTERISTIK HIDROLOGI LERENG TANAH RESIDUAL TROPIK VULKANIK

5

Gambar 2. Profil derajat kejenuhan tanah residual

6

Gambar 3. Hasil penelitian constant head permeability test untuk BH02 Cijengkol

7

Gambar 4. Profil koefisien permeabilitas dan void ratio pada BH02 Cijengkol

8

Gambar 10. Hasil pengukuran tingkat infiltrasi pada lereng Cijengkol

9

Gambar 6. Perbandingan koefisien permeabilitas dan tingkat infiltrasi pada lereng Cijengkol

10

Gambar 7. Data curah hujan di daerah Cijengkol tahun 2005 - 2006

11

ABSTRAK: Sering kali kelongsoran tanah yang dipicu oleh curah hujan yang tinggi terjadi di tanah tropik vulkanik Padalarang. Untuk mempelajari secara mendalam fenomena ini, perlu diketahui karakteristik hidrologi lereng tanah residual, juga karakteristik curah hujan yang terjadi. Karakteristik hidrologi suatu lereng tanah residual dipengaruhi terutama oleh permeabilitas (k) masing-masing lapisan tanahnya. Permeabilitas tanah merupakan suatu fungsi dari struktur butir-butir tanah dan kondisi insitu tanah. Parameter angka pori (e), porositas tanah (n = s), ukuran butir (grain size) dapat menggambarkan struktur butir-butir tanah. Parameter derajat kejenuhan tanah (Sr) menggambarkan kondisi insitu tanah. Karakteristik curah hujan selama dua musim ( musim hujan dan musim kering) perlu diamati untuk mengetahui perbedaan besarnya curah hujan yang terjadi, demikian pula besarnya tingkat infiltrasi tanah. Suatu penelitian mengenai permeabilitas, angka pori, dan porositas tanah telah dilakukan pada suatu lereng tanah residual, demikian pula curah hujan dan tingkat infiltrasi. Diharapkan dengan didapatkannya pengetahuan mengenai kedua karakteristik ini, fenomena kelongsoran tanah yang dipicu oleh curah hujan yang tinggi dapat diteliti lebih lanjut. Kata kunci : karakteristik hidrologi, karakteristik curah hujan, permeabilitas, angka pori, derajat kejenuhan tanah, curah hujan, dan infiltrasi.

AbstractIn many case the slope failure induced by high intensity of rain fall were occurred on tropical volcanic residual soils of Padalarang. To study further this phenomenon, the knowledge of the hidrological characteristic of residual slopes should be attained and also the rainfall characteristic of the site. The hidrological characteristics of residual slopes were influenced by permeability (k) of the soil layers. Permeability is a function of soils structure and in-situ condition. Void ratio parameters (e), soil porosity (n= s) and grain size were describe as soils structure. Degree of saturation (Sr) was describes as in-situ condition. The rainfall characteristics of two seasons (wet and dry seasons) were monitored to define the difference between the intensity of the rainfall, and also the infiltration condition of the soils. A research on permeability, void ratio, soils porosity were conducted at a residual slope, together with rainfall intensity and infiltration rate research. Hopefully with this gained of knowledge of the two characteristics, the researches on phenomenon of rainfall induced landslides will furthermore continue.

12