karakteristik resvr
DESCRIPTION
Karakteristik ReservoarTRANSCRIPT
BAB II KARAKTERISTIK RESERVOAR
2.1. Karakteristik Fisik Reservoar
Reservoar merupakan suatu tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon dan
air. Reservoar hidrokarbon haruslah memiliki unsur-unsur yang menjadi syarat
terdapatnya hidrokarbon. Unsur-unsur tersebut adalah
1. Batuan reservoar, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan/atau
gas bumi. Biasanya batuan reservoar berupa lapisan batuan yang berpori. Batuan
sedimen merupakan batuan yang sering menjadi batuan reservoar.
2. Batuan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan yang tidak permeabel dan terdapat
diatas suatu reservoar serta menghalangi minyak dan/atau gas bumi keluar dari
reservoar.
3. Perangkap reservoar (reservoir trap), merupakan suatu unsur pembentuk yang
bentuknya sedemikian rupa sehingga lapisan beserta penutupnya merupakan
bentuk konkaf ke bawah dan menyebabkan minyak dan/atau gas bumi berada di
bagian teratas reservoar.
Batuan reservoar mempunyai sifat-sifat fisik batuan yang mendukung
keberadaan hidrokarbon di dalam batuan tersebut. Sifat-sifat fisik batuan reservoar itu
meliputi : porositas, wettabilitas, tekanan kapiler, permeabilitas, saturasi fluida dan
kompressibilitas batuan. Sifat-sifat tersebut perlu ditelaah dalam rangka perkiraan
cadangan hidrokarbon. Karakteristik fluida reservoar juga perlu ditelaah dalam
rangka eksploitasi hidrokarbon dalam reservoar secara maksimal.
2.1.1. Batuan Reservoar
Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan komposisi kimia. Banyak sedikitnya suatu komposisi
kimia akan membentuk suatu jenis mineral tertentu dan akan menentukan macam
batuan.
Batuan reservoar umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir, batuan karbonat dan shale atau kadang-kadang batuan volkanik. Masing-
masing batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda, begitu pula sifat
fisiknya. Unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoar perlu diketahui mengingat
macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat dari mineral yang
terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya. Mineral merupakan
zat-zat yang tersusun dari komposisi kimia tertentu yang dinyatakan dalam bentuk
rumus-rumus dimana menunjukkan macam-macam unsur serta jumlahnya yang
terdapat dalam mineral tersebut.
2.1.1.1. Batupasir
Batupasir merupakan batuan reservoar yang banyak dijumpai, namun
batupasir pada daerah yang satu dengan daerah yang lainnya akan berbeda dari segi
kandungan mineral dan komposisi kimianya. Mineral yang paling dominan pada
batuan ini adalah kwarsa (SiO2), feldspar (KNaCa(AlSi3O8)) dan beberapa mineral
lainnya.
Batupasir, menurut Pettijohn, dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Orthoquarzite, Graywacke dan Arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada jumlah
kandungan mineral kwarsanya.
a. Orthoquarzite
Orthoquarzite merupakan jenis batupasir yang terbentuk akibat proses
sedimentasi dengan unsur silikat yang sangat tinggi dan tidak mengalami
metamorfosa (perubahan bentuk). Batuan ini terbentuk dari mineral kwarsa yang
dominan dan beberapa mineral lain yang stabil, contohnya pyrite (FeS2), dolomit
(CaMg(CO3)2) dan material pengikat (semen) yaitu karbonat dan silika. Komposisi
kimia orthoquarzite secara terperinci dapat dilihat pada tabel 2-1.
Tabel 2-1 Komposisi Kimia Orthoquarzite (%) (17)
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari mineral-mineral
berbutir kasar, terutama mineral kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen batuan
lainnya, dengan mineral pengikatnya yaitu clay dan karbonat. Komposisi kimia
batupasir jenis ini juga tersusun dari unsur silika yang cukup tinggi, meskipun
kadarnya lebih rendah dari batupasir orthoquarzite. Komposisi kimia graywacke
secara terperinci dapat dilihat pada tabel 2-2.
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir dengan mineral penyusun utama adalah
mineral kwarsa, meskipun kadang-kadang jumlah mineral feldspar lebih besar dari
mineral kwarsanya. Tabel 2-3 dapat dipergunakan untuk memperjelas pengertiannya
dimana terlihat bahwa mineral kwarsa tetap mendominasi komposisi kimia arkose,
unsur-unsur lain yang berperanan seperti microline, plagioklas, mika, lempung yang
biasanya berkisar antara 5%-15%. Unsur-unsur kimia pembentuknya tampak lebih
kompleks daripada jenis batupasir sebelumnya (orthoquarzite dan graywacke).
Tabel 2-2 Komposisi Kimia Graywacke (%) (17)
Tabel 2-3 Komposisi Kimia Arkose (%) (17)
2.1.1.2. Batuan Karbonat
Batuan karbonat secara umum terjadi karena adanya proses kimia yang
bekerja padanya, baik secara langsung maupun dengan perantaraan organisme.
Batuan karbonat terdiri dari limestone (batugamping) dan dolomit. Limestone
merupakan kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80% kalsium karbonat.
Tabel 2-4 memperlihatkan susunan kimia pembentuk batuan limestone, diperlihatkan
bahwa kandungan CaO dan CO2 sangat besar, mencapai lebih besar dari 95%. Unsur
lain yang penting adalah MgO dalam jumlah berkisar antara 1-5%, kemungkinan
mengandung mineral dolomit. Limestone pada umumnya mengandung unsur MgCO3
antara 4% sampai kadang-kadang mencapai lebih dari 40%. Penamaan limestone ini
berdasarkan fraksi karbonat yang melebihi unsur non-karbonat yang terkandung.
Dolomit merupakan jenis batuan yang mengalami perubahan dari batuan
karbonat karena adanya proses dolomitisasi yang bekerja. Perubahan ini terjadi pada
limestone dan dolomit yang mempunyai nama macam-macam, tergantung dari unsur
kimia terbanyak yang dikandungnya. Batuan dengan unsur kalsit yang lebih besar
dari dolomit disebut dolomitic limestone, sebaliknya bila unsur dolomit lebih besar
disebut limycalcitic. Tabel 2-5 menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun dari
dolomit.
Tabel 2-4 Komposisi Kimia Limestone (%) (17)
Tabel 2-5 Komposisi Kimia Dolomit (%) (17)
2.1.1.3. Shale (Cap Rock)
Serpih merupakan jenis batuan yang non-permeabel dan mempunyai
komposisi kimia bervariasi sesuai dengan ukuran butir batuan dan derajat kekasaran.
Fraksi halus umumnya mengandung mineral silika dan alumina, besi, potas serta air.
Sedangkan fraksi kasar mengandung silika. Serpih secara umum mengandung 58%
silikon dioksida (SiO2), 15% aluminium oksida (Al2O3), 6% iron oksida (FeO) dan
Fe2O3, 2% magnesium oksida (MgO), 3% kalsium oksida (CaO), 3% potassium
oksida (K2O), 1% sodium oksida (Na2O) dan 5% air (H2O). Sisanya adalah metal
oksida dan anion seperti terlihat pada tabel 2-6.
Tabel 2-6 Komposisi Kimia Shale (%) (17)
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoar
Sifat fisik batuan reservoar merupakan sifat penting batuan reservoar dan
hubungannya dengan fluida reservoar yang mengisinya dalam kondisi statis dan
dinamis (jika ada aliran). Sifat fisik batuan reservoar yang akan dibicarakan dalam
bab ini meliputi : porositas, wettabilitas, tekanan kapiler, permeabilitas, saturasi
fluida dan kompressibilitas batuan.
2.1.2.1. Porositas
Porositas ditinjau dari segi teknik reservoar merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan besar rongga dalam batuan atau perbandingan volume pori-pori batuan
(pore volume) terhadap volume total batuan (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoar. Porositas
secara matematis dapat ditulis :
100%V
VV100%
VV
b
gb
b
p ×−
=×=φ …………………………………….(2-1)
Dimana :
φ = porositas, persen
Vp = volume pori-pori batuan
Vb = volume batuan total
Vg = volume butiran
Porositas menurut pembentukannya dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, adalah porositas yang terjadi bersamaan dengan proses
pengendapan batuan.
2. Porositas sekunder, adalah porositas yang terjadi setelah proses pengendapan
batuan, seperti akibat proses pelarutan atau rekahan.
Batuan konglomerat, batupasir dan batugamping merupakan jenis batuan reservoar
yang mempunyai porositas primer. Porositas sekunder dapat diklasifikasikan menjadi
tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan, sesar
atau patahan. Porositas jenis ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan secara
kuantitatif besarnya karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO3) diubah menjadi dolomit
(CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia :
2CaCO3 + MgCl2 CaMg(CO3)2 + CaCl2
Para ahli menyatakan bahwa batugamping yang terdolomitisasi mempunyai
porositas yang lebih besar daripada batugampingnya sendiri.
Porositas dapat dibedakan menjadi dua, apabila ditinjau dari segi teknik
reservoar, yaitu :
1. Porositas absolut, adalah perbandingan volume seluruh pori-pori batuan terhadap
volume batuan total, yang dituliskan :
100%totalbatuanVolume
poriporiseluruhVolume×
−=abφ …………………………….(2-2)
2. Porositas efektif, adalah perbandingan volume pori-pori batuan yang berhubungan
terhadap volume batuan total, yang dituliskan :
100%totalbatuanVolume
yangporiVolume×=
nberhubungaeffφ …………………….(2-3)
Porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi
volume yang produktif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya harga porositas antara lain :
1. Bentuk dan ukuran butir
Bentuk butir yang seragam dan mendekati bentuk bola akan mempunyai porositas
lebih besar bila dibandingkan dengan butiran yang menyudut, sedangkan ukuran
butir akan mempengaruhi besar-kecilnya pori-pori antar butir.
Gbr 2.1.
Bentuk-Bentuk Susunan Butir (2)
(a) Bentuk Kubik (b) Bentuk Rhombohedral
2. Susunan butir
Susunan butir berpengaruh besar terhadap porositas seperti butiran yang tersusun
berbentuk kubus akan mempunyai porositas yang lebih besar dibandingkan
dengan susunan butir berbentuk rhombohedral. Gambar 2.1. memperlihatkan
susunan butir bentuk kubus mempunyai porositas 47,6% sedangkan bentuk
rhombohedral mempunyai porositas 25,96%.
3. Kompaksi dan penyemenan
Kompaksi batuan akan mengakibatkan mengecilnya porositas, hal ini diakibatkan
karena penekanan batuan diatasnya, sehingga batuan menjadi rapat. Sementasi
yang kuat akan memperkecil porositas.
2.1.2.2. Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk dibasahi
oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur (immiscible).
Wettabilitas dalam sistem reservoar digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas)
yang ada diantara matriks batuan.
Salah satu fluida akan bersifat lebih membasahi batuan daripada fluida
lainnya di dalam suatu reservoar. Kecenderungan suatu fluida untuk membasahi
batuan disebabkan adanya gaya adhesi, yaitu gaya tarik-menarik partikel yang
berlainan, yang merupakan faktor tegangan permukaan antara batuan dan fluida.
Wettabilitas ini penting peranannya dalam ulah laku kerja reservoar, sebab
akan menimbulkan tekanan kapiler yang akan memberikan dorongan sehingga
minyak atau gas dapat bergerak. Besaran wettabilitas ini sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Jenis mineral yang terkandung dalam batuan reservoar
2. Ukuran butir batuan, semakin halus ukuran butir batuan maka semakin besar gaya
adhesi yang terjadi
3. Jenis kandungan hidrokarbon yang terdapat di dalam minyak mentah (crude oil)
Wettabilitas terbagi menjadi dua kategori berdasarkan pada jenis komponen
yang mempengaruhi, yaitu :
1. Water wet
Water wet terjadi jika suatu batuan mempunyai sudut kontak fluida (minyak dan
air) terhadap batuan itu sendiri lebih kecil dari 90o (θ < 90o). Kejadian ini terjadi
sebagai akibat dari gaya adhesi yang lebih besar pada sudut lancip yang dibentuk
antara air dengan batuan dibandingkan gaya adhesi pada sudut yang tumpul yang
dibentuk antara minyak dengan batuan, seperti gambar 2.2. berikut
Gambar 2.2. Sistem Water Wet (2)
2. Oil wet
Oil wet terjadi jika suatu batuan mempunyai sudut kontak antara fluida (minyak
dan air) terhadap batuan itu sendiri dengan sudut lebih besar dari 90O (θ > 90O),
seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.3. Karakter oil wet pada kondisi batuan
reservoar tidak diharapkan terjadi sebab akan menyebabkan jumlah minyak yang
tertinggal pada batuan reservoar saat diproduksi lebih besar daripada water wet.
Gambar 2.3.
Sistem Oil Wet (2)
Reservoar pada dasarnya mempunyai karakter water wet sehingga air akan
lebih cenderung untuk melekat pada batuan, dimana posisi minyak akan berada
diantara fasa cair. Posisi ini mengakibatkan minyak tidak mempunyai gaya tarik-
menarik dengan batuan sehingga akan lebih mudah untuk bergerak (mengalir).
Gambar 2.4. menunjukkan adanya kesetimbangan gaya yang terjadi pada
permukaan air-minyak dan padatan. Fluida yang mempunyai sifat membasahi dapat
dilihat dari besarnya sudut kontak yang terbentuk. Gaya yang mengakibatkan air
lebih bersifat membasahi padatan untuk sistem air-minyak dan padatan adalah :
wowoswsoT θ cosσσσA =−= …………………………………………….(2-4)
Dimana :
AT = gaya adhesi
σso = tegangan permukaan antara padatan-minyak
σsw = tegangan permukaan antara padatan-minyak
σwo = tegangan permukaan antara padatan-minyak
θwo = sudut kontak antara air-minyak
Gambar 2.4.
Kesetimbangan Gaya pada Permukaan Air-Minyak dan Padatan (2)
Gambar 2.5. menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada
bersama-sama dengan hidrokarbon pada media yang berbeda.
Gambar 2.5.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon pada Media yang Berbeda (2)
(a) Media Silika (b) Media Kalsit
2.1.2.3. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang terjadi diantara
permukaan dua fluida yang tidak saling bercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
dimana keduanya dalam keadaan statis di dalam sistem kapiler. Perbedaan tekanan
dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida non-wetting (Pnw) dengan fluida
wetting (Pw). Tekanan kapiler secara matematis dapat dituliskan :
Pc = Pnw – Pw ………………………………………………………...…..(2-5)
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan permukaan
fluida immiscible yang cembung. Air pada umumnya merupakan fasa yang
membasahi (fasa wetting) di dalam suatu reservoar, sedangkan minyak dan gas
sebagai fasa tak membasahi (fasa non-wetting).
Gambar 2.6. Kenaikan Permukaan Fluida Akibat Tegangan Permukaan
pada Pipa Kapiler (7)
Gambar 2.6. menunjukkan kenaikan permukaan air yang terjadi di dalam
tabung kapiler.Gambar 2.6.memperlihatkan bahwa air naik di dalam pipa akibat gaya
tarik adhesi antara air dan dinding pipa yang arah resultannya keatas. Besarnya gaya
tarik keatas ini adalah sebesar 2πrAT, dimana r adalah jari-jari pipa kapiler. Gaya
tarik keatas akan sama besarnya dengan gaya kebawah yang menahannya (gaya berat
dari cairannya (air)) dalam kesetimbangan. Hal ini secara matematis dapat ditulis :
w2
T ρghrπAr2π =
w
T
w2
T
ρgrA2
ρgrAr2h == …………………………………………….(2-6)
Jika AT = σ cos θ, maka :
wρgrθcosσ2h = …………………………………………………….(2-7)
Dimana :
AT = gaya adhesi, dyne/cm2
h = ketinggian air di dalam pipa kapiler, cm
ρw = densitas air, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/dt2
Gambar 2.7.
Tekanan Kapiler antara Minyak-Air (7)
Besarnya tekanan kapiler (Pc) antara minyak dan air sama dengan selisih
tekanan di dalam air dan tekanan di dalam minyak (gambar 2.7.) yaitu sebesar :
Pob = Poa – ρo g h dan Pwb = Pwa – ρw g h
jika Poa = Pwa, maka :
Pc = Pob – Pwb = (ρw – ρo) g h …………………………………….(2-8)
Substitusi persamaan 2-7 dan persamaan 2-8 akan menghasilkan persamaan tekanan
kapiler, yaitu :
Pc = rθcosσ2 …………………………………………………………….(2-9)
Persamaan 2-9 memperlihatkan bahwa semakin kecil jari-jari maka semakin
besar tekanan kapiler dan tekanan terjadi sepanjang batas fluida di dalam tabung
dengan diameter sangat besar akan sama dengan nol.
Pori-pori batuan di dalam batuan reservoar merupakan pipa-pipa kapiler yang
sangat banyak. Pipa-pipa kapiler tersebut merupakan ruangan yang terbentuk diantara
butiran batuan sehingga bila terdapat fluida pembasah pada pori-pori akan terjadi
kapilaritas. Fluida pembasah dalam pori-pori batuan mempunyai dua jari-jari (R1 dan
R2) seperti terlihat dalam gambar 2.8. berikut ini :
Gambar 2.8. Kontak Ideal Fluida Pembasah pada Butiran Batuan (2)
Gambar 2.9. menunjukkan kurva hubungan antara tekanan kapiler dengan
saturasi air. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa water table menunjukkan
saturasi air 100% dan tekanan kapiler berharga rendah. Tekanan kapiler akan semakin
besar pada saturasi air yang semakin kecil sehingga mencapai irreducible connate
water saturation. Saturasi air pada tingkat harga ini dapat dikatakan konstan, artinya
air sangat sukar dikurangi lagi. Kurva tekanan kapiler akan naik dengan tajam dan
hampir vertikal.
Gambar 2.9. Hubungan Tekanan Kapiler dan Saturasi Air (2)
Jari-jari R1 dan R2 saling bersinggungan sehingga persamaan tekanan kapiler
adalah :
Pc = σow
+
21 R1
R1 …………………………………………………...(2-10)
atau
Pc = σow
+
21 r1
r1 cos θ …………………………………………...(2-11)
Besarnya R1 dan R2 dalam prakteknya sangat sukar diukur, sehingga umumnya
dipakai harga rata-rata dari jari-jari kelengkungan tersebut.
Reservoar sebagai media berpori, pada batas air dan minyak terdapat suatu
daerah yang mengandung air maupun minyak yang disebut zona transisi. Ketebalan
zona transisi ini tergantung beberapa faktor seperti tekanan kapiler, wettabilitas,
perbedaan densitas fluida dan jari-jari pori batuan.
2.1.2.4. Saturasi Fluida
Batuan reservoar minyak umumnya mengandung lebih dari satu macam
fluida. Kemungkinan terdapat gas, minyak dan air yang tersebar ke seluruh bagian
reservoar.
Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori
batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total pada
suatu batuan berpori.
Saturasi minyak (So) adalah :
So = totalporiporivolume
nyakmiolehdiisiyangporiporivolume−
− …………………...(2-12)
Saturasi air (Sw) adalah :
Sw = totalporiporivolume
airolehdiisiyangporiporivolume−
− …………………...(2-13)
Saturasi gas (Sg) adalah :
Sg = totalporiporivolume
gasolehdiisiyangporiporivolume−
− …………………...(2-14)
Hubungan matematis jika pori-pori batuan batuan diisi oleh gas-minyak-air adalah :
Sg + So + Sw = 1 …………………………………………………...(2-15)
Hubungan matematis jika hanya diisi oleh minyak dan air adalah :
So + Sw = 1 ……………………………………………………...……(2-16)
Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoar, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang kurang
porous. Bagian struktur reservoar yang lebih rendah relatif akan mempunyai Sw yang
tinggi dan Sg yang relatif rendah. Bagian atas dari struktur reservoar mempunyai Sw
yang rendah dan Sg yang relatif tinggi. Perbedaan saturasi ini disebabkan oleh adanya
perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Tempat
yang ditinggalkan oleh minyak ketika diproduksikan akan digantikan oleh air dan
atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak, saturasi
fluida berubah secara kontinu.
Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Volume contoh batuan adalah V, ruang pori-porinya
adalah Ø.V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah
So.Ø.V + Sg. Ø.V = (1-Sw). Ø.V …………………………………...(2-17)
Sebagian fluida hidrokarbon masih tertinggal di dalam reservoar ketika fluida
hidrokarbon diproduksikan ke permukaan, hal ini akibat adanya volume fluida yang
terdapat dalam pori-pori batuan tidak dapat bergerak lagi. Saturasi minimum dimana
fluida sudah tidak mampu lagi bergerak disebut saturasi sisa (residual saturation).
Hubungan saturasi fluida dalam batuan reservoar dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu disamping tekanan dan temperatur reservoar juga dipengaruhi oleh sifat-
sifat fisik batuan dan fluida reservoar. Saturasi air yang merupakan fluida pembasah
akan semakin besar pada harga porositas yang kecil karena terjadinya gaya kapiler.
2.1.2.5. Permeabilitas
Permeabilitas batuan merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan suatu
batuan porous untuk mengalirkan fluida. Henry Darcy (1856), dalam percobaan
dengan menggunakan sampel batuan. Definisi batuan mempunyai permeabilitas 1
darcy menurut hasil percobaan ini adalah apabila batuan mampu mengalirkan fluida
1 cm3/s berviskositas 1 cp, sepanjang 1 cm dan mempunyai penampang 1 cm2,
perbedaan tekanan yang dihasilkan sebesar 1 atm. Persamaannya dapat dituliskan :
k = ∆PA
Lµq …………………………………………………………...(2-18)
Dimana :
k = permeabilitas media berpori, darcy
q = debit aliran, cm3/s
µ = viskositas fluida yang menjenuhi, cp
A = luas penampang media berpori, cm2
∆P = beda tekanan masuk dengan tekanan keluar, atm
L = panjang media berpori, cm
Gambar 2.10. Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas (16)
Penggunaan persamaan 2.7. tersebut secara umum memerlukan beberapa
asumsi, sebagaimana yang dilakukan oleh Darcy, yaitu :
1. Aliran fluida dalam kondisi steady state (mantap)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir dalam kondisi konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Media berpori bersifat homogen
6. Fluida incompressible
7. Tidak terjadi reaksi kimia antara fluida yang mengalir terhadap media berpori
Berdasarkan atas jumlah fasa cairan yang mengalir di dalam media berpori,
maka pada dasarnya permeabilitas batuan dibedakan menjadi :
1. Permeabilitas absolut
Permeabilitas absolut suatu batuan adalah permeabilitas dimana fluida yang
mengalir pada batuan hanya terdiri atas satu fasa, misalnya hanya gas atau
minyak atau air saja. Permeabilitas absolut dapat dituliskan sebagai berikut :
kabs = )P(PA
Lµq
21 − …………………………………………………...(2-19)
2. Permeabilitas efektif
Permeabilitas efektif suatu batuan adalah permeabilitas dimana fluida yang
mengalir pada media berpori lebih dari satu fasa. Permeabilitas efektif untuk
masing-masing fluida adalah
Permeabilitas efektif gas (kg)
kg = )P(PA
Lµq
21
gg
− ………………………………………………..….(2-20)
Permeabilitas efektif minyak (ko)
ko = )P(PA
Lµq
21
oo
− …………………………………………………...(2-21)
Permeabilitas efektif air (kw)
kw = )P(PA
Lµq
21
ww
− …………………………………………………...(2-22)
3. Permeabilitas relatif
Permeabilitas relatif adalah nilai perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut. Permeabilitas relatif dapat diformulasikan sebagai
berikut :
krel = abs
eff
kk
…………………………………………………………...(2-23)
atau
krg = k
k g ; kro = k
k o ; krw = k
k w
Keterkaitan antara harga permeabilitas efektif minyak dan air terhadap harga
saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan gambar 2.11.
Gambar 2.11. Hubungan antara Permeabilitas Efektif Minyak dan Air
dengan Saturasinya (16)
Gambar tersebut dapat menguraikan beberapa hal penting berkenaan dengan kedua
besaran tersebut, yaitu :
Harga ko pada Sw = 0 dan So = 1 serta kw pada Sw = 1 dan So = 0 besarnya akan
sama dengan permeabilitas absolutnya, yang dikonotasikan pada titik A dan titik
B.
Harga ko akan turun dengan bertambahnya nilai Sw dari 0 demikian pula
sebaliknya untuk kw akan turun dengan berkurangnya Sw dari satu. Laju aliran
minyak akan berkurang untuk So yang kecilkarena mempunyai harga ko yang
kecil, demikian halnya dengan air.
Harga keff suatu fluida mencapai nol, saturasi fluida dalam batuan masih ada (titik
C dan D) namun dalam hal ini sudah tidak mampu bergerak lagi. Saturasi ini
sering disebut saturasi sisa suatu fluida, untuk minyak dikonotasikan dengan Sor
(residual oil saturation) dan air dikonotasikan Swirr (irreducible water saturation).
Besarnya harga keff suatu fluida akan selalu lebih kecil dibandingkan
permeabilitas absolut (kecuali pada kondisi titik A dan B) sehingga berlaku
hubungan ko + kw ≤ k
Kurva permeabilitas relatif tiga fasa digunakan apabila minyak, air dan gas
mengalir bersama-sama. Laverett dan Lewis (1941) melakukan percobaan dengan
mengalirkan tiga fasa fluida yang berbeda melalui batupasir yang tidak kompak.
Hasil percobaannya berbentuk grafik seperti terihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.12. Kurva Permeabilitas Relatif untuk Sistem Gas-Minyak-Air (2)
(a) Kro sebagai Fungsi dari Sg dan Sw (b) Krg sebagai Fungsi dari So dan Sw
Gambar 2.12a. memperlihatkan bahwa ketergantungan harga kro pada saturasi
fasa yang lain, akibat fasa minyak lebih cenderung untuk membasahi padatan jika
dibandingkan dengan fasa gas. Gaya antar permukaan minyak-air juga lebih kecil jika
dibandingkan dengan gaya antar permukaan air-gas. Bentuk grafik tidak simetris, hal
ini akibat pergerakan ke depan prosentase Sg yang mengalami kenaikan, yang juga
ditunjukkan oleh adanya penurunan mobilitas minyak akibat adanya gas.
(a) (b)
Gambar 2.12b. memperlihatkan bahwa bentuk grafik penyebaran krg simetris,
hal ini disebabkan gas mengalami penurunan pada saat penyebaran minyak dan air.
Variasi harga krg dan Sg terhadap saturasi fasa fluida lainnya konstan, sehingga krg
hanya tergantung dari saturasi fluida total.
2.1.2.6. Kompresibilitas
Dua gaya bekerja pada formasi batuan kedalaman tertentu, yaitu gaya akibat
beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang timbul akibat adanya fluida yang
terkandung dalam pori-pori batuan tersebut. Kedua gaya berada dalam keadaan
setimbang pada kondisi statis. Kesetimbangan gaya ini terganggu apabila tekanan
reservoar berkurang akibat pengosongan fluida, sehingga terjadi penyesuaian dalam
bentuk volume pori-pori, perubahan batuan dan volume total batuan. Koefisien
penyusutan ini disebut kompresibilitas batuan.
Geertsma (1957) memberikan tiga macam konsep mengenai kompresibilitas
batuan, yaitu :
1. Kompresibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume butiran (grain)
terhadap satuan perubahan tekanan.
2. Kompresibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan terhadap
satuan perubahan tekanan.
3. Kompresibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
Kompresibilitas pori-pori batuan dianggap paling penting dalam teknik reservoar dari
ketiga konsep kompresibilitas tersebut.
Fluida yang diproduksikan dari pori-pori batuan reservoar akan
mengakibatkan perubahan tekanan dalam (internal pressure), akibatnya tekanan
terhadap batuan akan mengalami perubahan juga. Perubahan ini meliputi perubahan
pada butir-butir batuan, volume pori-pori dan volume total batuan.
Perubahan volume bulk batuan dinyatakan sebagai kompresibilitas (Cr), yang secara
matematis dituliskan :
Cr = dPdV
V1 r
r
…………………………………………………………...(2-24)
Dimana :
Vr = volume bulk batuan
P = tekanan hidrostatis fluida dalam batuan
Perubahan bentuk volume pori-pori batuan dinyatakan sebagai Cp, yang besarnya
dapat diformulasikan sebagai berikut:
Cp = dP
dVV1 p
p
…………………………………………………………...(2-25)
Dimana :
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan luar (external pressure) atau tekanan overburden
Carpenter dan Spencer (1940) melakukan percobaan terhadap sebuah core
dari formasi Woodbine pada kondisi tekanan atmosfer dan mengamati perubahan
volumenya dengan berbagai variasi tekanan luar. Hasil percobaannya terlihat pada
gambar 2.13., yang menunjukkan terjadinya pengurangan volume pori akibat adanya
kenaikan tekanan. Perubahan volume pori ini ditentukan berdasarkan volume air yang
dipaksa keluar dari core jacket akibat tekanan overburden. Penentuan kompresibilitas
pori-pori batuan yang dinyatakan oleh persamaan (2-25) didapat dari kurva yang
dihasilkan.
Van der Knapp (1959) melakukan studi yang menunjukkan bahwa perubahan
porositas hanya tergantung dari perubahan tekanan fluida dalam pori-pori batuan dan
tekanan luar akibat adanya pembebanan lapisan batuan. Besarnya harga
kompresibilitas pori-pori batupasir dan batugamping berkisar antara 2×10-6 sampai
25×10-6 psi-1.
Gambar 2.13. Kurva Kompresibilitas Pori-Pori Batuan (2)
Hall (1953) melakukan percobaan dari sejumlah batupasir dan batugamping
dengan menggunakan tekanan luar yang konstan sebesar 3000 psi dan tekanan dalam
antara 0-1500 psi. Hasil percobaan terlihat pada gambar 2.14., yang menggambarkan
hubungan antara kompresibilitas efektif batuan dengan porositas.
Gambar 2.14. Kurva Hubungan Kompresibilitas Efektif dengan Porositas (2)
2.1.3. Fluida Reservoar
Fluida yang terdapat dalam reservoar pada tekanan dan temperatur tertentu,
secara alamiah merupakan campuran yang kompleks dalam komposisi kimianya.
Sifat fisik fluida reservoar yang mungkin terkandung di dalamnya akan dibicarakan
dalam sub bab ini.
2.1.3.1. Sifat Fisik Gas
Gas merupakan suatu fluida yang homogen dengan densitas dan viskositas
rendah, tidak tergantung pada bentuk dan volumenya, sehingga dapat mengisi semua
ruangan yang ada. Gas yang terdapat pada suatu reservoar mungkin merupakan gas
bebas, gas yang terlarut dalam minyak, gas yang terlarut dalam air atau sebagian
merupakan gas cair (liquid gas).
Gas berdasarkan jenisnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Gas ideal, adalah fluida dimana :
mempunyai molekul yang dapat diabaikan bila dibandingkan dengan volume
fluida keseluruhan,
tidak mempunyai gaya tarik-menarik maupun tolak-menolak antara sesama
molekulnya atau antara molekul-molekul dengan dinding wadahnya, dan
tumbukan antara molekul-molekulnya bersifat lenting sempurna, sehingga tidak
terjadi kehilangan tenaga sebagai akibat tumbukan tersebut.
Persamaan untuk gas ideal adalah :
PV = nRT =Mm RT …………………………………………………...(2-26)
Dimana :
P = tekanan, psi
V = volume, cuft
T = temperatur, oR
n = jumlah mol gas, lb-mol
m = berat gas, lb
M = berat molekul gas, lb/lb-mol
R = konstanta gas, psi.cuft/lb-mol.oR
Tabel 2-7 Harga Konstanta Gas (6)
2. Gas nyata, adalah gas yang tidak mengikuti hukum-hukum gas ideal.
Persamaan untuk gas nyata adalah :
PV = nZRT = Mm ZRT ……………………………………….…..(2-27)
Dimana :
Z = faktor kompresibilitas gas
Besarnya harga Z untuk gas ideal adalah 1, sedangkan untuk gas nyata, besarnya
harga Z bervariasi yang tergantung dari besarnya tekanan dan temperatur yang
bekerja. Gambar 2.15. menunjukkan hubungan antara Z versus tekanan pada
temperatur konstan.
Gambar 2.15. Hubungan Z dan P pada T konstan (15)
Harga Z untuk suatu gas tertentu yang belum diketahui dapat dicari
berdasarkan hukum Coressponding State yang berbunyi, “Pada suatu tekanan dan
temperatur tereduksi yang sama, maka semua hidrokarbon mempunyai harga Z yang
sama”.
Tekanan dan temperatur tereduksi untuk gas murni dapat dinyatakan dengan
persamaan :
Pr = cP
P dan Tr = cT
T …………………………………………………...(2-28)
Dimana :
Pr = tekanan tereduksi untuk gas murni
Tr = temperatur tereduksi untuk gas murni
P = tekanan reservoar, psi
T = temperatur reservoar, oR atau oF
Pc = tekanan kritis untuk gas murni, psi
Tc = temperatur kritis untuk gas murni, oR atau oF
Besarnya harga P dan T dapat diperoleh dari data sumur yang menunjukkan
besarnya harga P dan T reservoar. Besarnya harga Pc dan Tc untuk masing-masing
gas murni dapat ditentukan dari tabel 2-8.
Tabel 2-8 Konstanta Fisik Beberapa Jenis Hidrokarbon Pembentuk Gas Alam (6)
Harga Pr dan Tr diperoleh dari perhitungan persamaan 2-28, kemudian dengan
menggunakan grafik-grafik tertentu yang sesuai dengan jenis gasnya, akan diperoleh
harga Z, seperti terlihat pada gambar 2.16. dan 2.17., yang masing-masing
menunjukkan grafik Z untuk metana dan etana.
Gambar 2.16. Grafk Z vs P dan T untuk Metana (15)
Komposisi campuran gas dengan senyawa pengotor (impurities) seperti N2,
CO2, H2S, harus diketahui terlebih dahulu untuk menentukan besarnya harga Z,
kemudian besarnya P dan T kritis gas campuran dapat ditentukan dengan persamaan :
Ppc = Σ YiPci dan Tpc = Σ YiTci …………………………………...(2-29)
Dimana :
Ppc = tekanan kritis untuk gas campuran, psi
Pci = tekanan komponen ke-i, psi
Tpc = temperatur kritis gas campuran, oR atau oF
Tci = temperatur komponen ke-i, oR atau oF
Yi = fraksi mol komponen ke-i
Gambar 2.17.
Grafik Z vs P dan T untuk Etana (15)
P dan T tereduksi gas campuran dapat ditentukan dengan persamaan :
Ppc = prPP dan Tpr =
prTT …………………………………………...(2-30)
Dimana :
Ppr = tekanan tereduksi untuk gas campuran
Tpr = temperatur tereduksi untuk gas campuran
Harga Ppc dan Tpc dapat ditentukan dengan gambar 2.18. selain menggunakan
persamaan 2-29, dengan terlebih dahulu mengetahui specific gravity gasnya. Harga
Ppc dan Tpc selanjutnya dikoreksi terhadap adanya senyawa pengotor. Harga Ppc dan
Tpc yang telah dikoreksi dimasukkan ke dalam persamaan 2-30, maka akan diperoleh
harga Ppr dan Tpr. Gambar 2.19. digunakan untuk memperoleh harga Z untuk gas
campuran.
Gambar 2.18.
Grafik Ppc dan Tpc vs Specific Gravity Gas (15)
2.1.3.1.1. Densitas Gas
Densitas gas (ρg) didefinisikan sebagai perbandingan berat gas per unit
volume, yang secara matematis dituliskan :
ρg = Vm =
TRMP g ……………………………………………..…….(2-31)
Gambar 2.19. Grafik Z vs Ppr dan Tpr untuk Gas Campuran (15)
Persamaan 2-31 merupakan persamaan densitas untuk gas ideal, sedangkan
untuk gas nyata, adalah :
ρg = Vm =
TRZMP g …………………………………………………...(2-32)
Densitas gas biasanya dinyatakan dalam specific gravity gas (γg), yang
merupakan perbandingan densitas gas pada kondisi tekanan dan temperatur tertentu
terhadap densitas udara kering pada tekanan dan temperatur yang sama, yang secara
matematis dituliskan :
γg = u
g
ρρ
=
TRMPTR
MP
u
g
= u
g
MM
= 28,97Mg …………………………………...(2-33)
Rumus diatas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal, sedangkan dalam dunia
perminyakan hanya dijumpai gas dalam bentuk campuran. Campuran gas berisi
molekul dengan berbagai ukuran, sehingga berat molekul campuran gas dinyatakan
sebagai berat molekul tampak (Ma), serta berlaku hukum gas nyata sebagai berikut :
Ma = Σ Yi Mi …………………………………………………………...(2-34)
Dimana :
Ma = berat molekul tampak
Yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i
Perhitungan campuran gas adalah sebagai berikut :
ρg = TRZ
MP a ………………………………….………………………..(2-35)
dan
γg = 28,97Ma ……………………………………………………...……(2-36)
Dimana :
γg = specific gravity gas
ρg = densitas gas, lb/cuft
ρu = densitas udara kering, lb/cuft
Mg = berat molekul gas, lb/lb-mol
Mu = berat molekul udara kering, lb/lb-mol = 28,97 lb/lb-mol
Ma = berat molekul tampak, lb/lb-mol
2.1.3.1.2. Viskositas Gas
Viskositas gas (µg) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan gas terhadap
aliran, dengan satuan centipoise (cp) atau gr/100 detik/1 cm. Viskositas gas sulit
diukur secara teliti, terutama pada kondisi tekanan dan temperatur reservoar.
Viskositas secara umum dicari dengan menggunakan korelasi seperti yang
dikemukakan oleh Bicher dan Katz, viskositas gas merupakan fungsi dari tekanan,
temperatur dan berat molekul gas. Bertambahnya tekanan dan temperatur
menyebabkan naiknya harga viskositas. Kenaikan tekanan menyebabkan jarak antara
molekul-molekul semakin kecil, sehingga tumbukan antar molekul semakin sering
terjadi. Kenaikan temperatur juga menyebabkan tumbukan antar molekul menjadi
sering terjadi.
Viskositas untuk campuran gas dapat dicari melalui hubungan matematis yang
dikemukakan oleh Herning dan Zipperer (1936) sebagai berikut :
µ1g = ii
iii
MYΣMYµΣ ………………………..………………………….(2-37)
Dimana :
µ1g = viskositas gas campuran pada tekanan 1 atm, cp
µi = viskositas komponen ke-i, cp
Yi = fraksi mol komponen ke-i
Mi = berat molekul komponen ke-i
Besarnya harga µi dapat ditentukan dari grafik korelasi Carr, et al. (1954),
seperti terlihat pada gambar 2.20. Harga µg yang diperoleh merupakan viskositas
campuran pada tekanan 1 atmosfer.
Gambar 2.20. Grafik µg vs T untuk Gas Murni pada P Atmosfer (15)
Viskositas gas campuran pada tekanan 1 atmosfer dapat ditentukan dari grafik
seperti terlihat pada gambar 2.21. , dengan terlebih dahulu mengetahui berat molekul
gas atau specific gravity gas campurannya. Koreksi perlu dilakukan jika terdapat
senyawa pengotor dalam campuran gas tersebut.
Gambar 2.21.
Grafik µg vs Berat Molekul untuk Gas pada P1atm (15)
Gambar 2.22. Grafik µ/µi vs Ppr dan Tpr
(15)
Harga µg pada kondisi reservoar, dapat ditentukan dari grafik seperti terlihat
pada gambar 2.22., yang menunjukkan hubungan perbandingan viskositas pada
tekanan reservoar dengan viskositas pada tekanan 1 atmosfer (µ/µ1) versus P dan T
tereduksi. Perkalian antara harga µg pada tekanan 1 atm (µ1) dengan perbandingan
harga (µ/µ1)akan menghasilkan harga µg pada kondisi reservoar.
2.1.3.1.3. Faktor Volume Formasi Gas
Faktor volume formasi gas didefinisikan sebagai banyaknya gas di reservoar
yang diperlukan untuk mendapatkan 1 standart cubic feet (SCF) gas di permukaan.
Pengertian lainnya adalah perbandingan volume gas di reservoar dengan volume gas
di permukaan (pada kondisi standar 14,7 psi dan 60 oF). Faktor volume formasi gas
secara matematis dapat ditulis :
Bg = sc
r
VV …………………………………………………………...(2-38)
Dimana :
Bg = faktor volume formasi gas, cuft/SCF
Vr = volume gas pada kondisi reservoar, cuft
Vsc = volume gas pada kondisi standar, SCF
Volume n mol gas pada kondisi standar, adalah :
Vsc = sc
scsc
PTRnZ
……………………………………………..…….(2-39)
Volume n mol gas pada kondisi reservoar, yaitu :
Vr = r
rr
PTRnZ
…………………………………………………………...(2-40)
Faktor volume formasi gas (Bg) dapat ditentukan dari kedua persamaan diatas sebagai
berikut :
Bg = sc
r
VV =
sc
sc
r
rr
PTRnZ
PTRnZ
= rscsc
scrr
PTZPTZ
…………………………………...(2-41)
Persamaan tersebut selanjutnya dapat ditulis :
Bg = r
rr
P(520)(1)(14,7)TZ = 0,0283
r
rr
PTZ cuft/SCF ………...…………………(2-42)
atau
Bg = 0,0283 5,615
1P
TZ
r
rr × bbl/cuft
Bg = 0,00504 r
rr
PTZ res bbl/ SCF ……….…………………………..(2-43)
Dimana :
Psc = tekanan pada kondisi standar, psi (= 14,7 psi)
Pr = tekanan pada kondisi reservoar, psi
Tsc = temperatur pada kondisi standar, oF (= 60 oF)
Tr = temperatur pada kondisi reservoar, oF
Zsc = faktor kompresibilitas gas pada kondisi standar (= 1)
Zr = faktor kompresibilitas gas pada kondisi reservoar
2.1.3.1.4. Kompresibilitas Gas
Kompresibilitas gas (Cg) didefinisikan sebagai perubahan volume terhadap
perubahan tekanan per unit volume, yang secara matematis dituliskan :
Cg = dPdV
V1 ………………………………………………………...…(2-44)
Persamaan 2-44 hanya mempunyai satu variabel bebas yang memungkinkan untuk
berubah-ubah, yaitu variabel P, sehingga persamaan menjadi :
Cg = [ ][ ]t
t
dPdV
V1 …………………………..……………………………….(2-45)
dimana subscript t menunjukkan bahwa temperatur dianggap konstan.
Persamaan 2-45 didiferensialkan terhadap P, pada T konstan, maka :
[ ][ ]t
t
dPdV = 2P
TRn ……………………………………………...……(2-46)
Substitusikan persamaan 2-46 kedalam persamaan 2-45, dengan harga V = P
TRn ,
maka akan diperoleh harga Cg, yaitu :
Cg =
−
TRnP
− 2P
TRn = P1 ………………………………...…(2-47)
Persamaan 2-47 didiferensialkan terhadap P, pada T konstan, maka :
tdP
dV
= nRT 2P
ZdPdZP −
………………...…………………………(2-48)
Substitusikan persamaan 2-48 ke dalam persamaan 2-45, dengan harga V = P
TRZn ,
maka akan diperoleh harga Cg, yaitu :
Cg =
−
TRZnP
− Z
dPdZP
PTRn
2 …………….……………..(2-49)
Cg = -P1
Z1
dPdZ …………………………………………………...(2-50)
Persamaan 2-50 dijadikan dalam bentuk tereduksi, sesuai dengan hukum
Corresponding State, dimana harga P = Ppc Ppr, maka harga (dZ/dP) pada persamaan
2-50 menjadi :
dPdZ =
dP
dPpr
prdPdZ =
pcP1
prdPdZ ……………………….…..(2-51)
Substitusikan persamaan 2-51 kedalam persamaan 2-50, dengan harga P = Ppc Ppr,
maka akan diperoleh harga Cg, yaitu :
Cg =
−
prpcprpc dPdZ
PZ1
PP1 ………………………………….………..(2-52)
Cg Ppc =
−
prpc dPdZ
Z1
P1 ………………………...…………………(2-53)
Cg Ppc = Cpr atau Cg = pc
pr
PC
…………………………...………………(2-54)
Dimana :
Cg = kompresibilitas gas, psi-1
Cpr = kompresibilitas gas tereduksi
Gambar 2.23. Grafik Cpr vs Ppr dan Tpr untuk Gas (15)
Besarnya harga Cpr dapat ditentukan dari grafik korelasi Trube (1957), seperti terlihat
pada gambar 2.23.
2.1.3.1.5. Kelarutan Gas
Kelarutan gas dalam fluida didefinisikan sebagai banyaknya gas yang terlarut
dalam fluida. Ada dua jenis kelarutan gas yaitu : kelarutan gas dalam minyak dan
kelarutan gas dalam air formasi.
A. Kelarutan Gas Dalam Minyak
Kelarutan gas dalam minyak didefinisikan sebagai banyaknya gas dalam
satuan standart cubic feet (SCF) yang berada di dalam minyak mentah sebanyak 1
stock tank barrel (STB) ketika minyak dan gas tersebut masih berada dalam keadaan
tekanan dan temperatur reservoar.
Gambar 2.24. Kelarutan Gas sebagai Fungsi dari Tekanan (15)
Dasar ukurannya, diambil volume gas dalam keadaan standar (60 OF dan 14,7
psi) dan volume minyak mentah dalam tangki pengumpul sebanyak 1 barrel, juga
pada tekanan dan temperatur standar. Gambar 2.24. memperlihatkan kurva kelarutan
gas sebagai fungsi tekanan, untuk minyak tak jenuh. Gambar tersebut menunjukkan
bahwa apabila penurunan tekanan sampai tekanan tertentu dimana masih diatas
tekanan gelembung, maka kelarutan gas besarnya tetap sebesar Rsi, sedangkan pada
tekanan di bawah tekanan gelembung, kelarutan gas akan menurun karena gas secara
perlahan-lahan akan membebaskan diri dari minyak.
Banyaknya gas yang keluar dari larutan akan tergantung dari keadaan
pembebasan (liberation), dimana terdapat dua jenis pembebasan, yaitu pembebasan
kilat (flash liberation) dan pembebasan diferensial (differential liberation).
Gambar 2.25.
Harga Kelarutan Gas dalam Minyak dari Pembebasan Kilat dan Pembebasan Diferensial (6)
Pengurangan tekanan dengan jumlah tertentu terjadi pada pembebasan kilat,
dimana gas dibebaskan setelah tercapai sehingga komposisi sistem berubah. Proses
yang terjadi pada pembebasan diferensial adalah gas yang membebaskan diri dari
larutan dipindahkan secara kontinu agar tidak berhubungan dengan minyak sehingga
komposisi sistem berubah.
Pembebasan gas di reservoar lebih mendekati proses pembebasan diferensial,
sedangkan pada tubing dan permukaan lebih mendekati pembebasan kilat. Harga Rs
yang diperoleh dengan dua tipe pembebasan gas ini diperlihatkan pada gambar 2.25.
Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua cairan pembebasan ini memberikan hasil
yang berlainan untuk kelarutan gasnya (Rs). Harga Rs untuk pembebasan kilat
ternyata lebih kecil dari harga Rs hasil pembebasan diferensial pada suatu tekanan
tertentu.
Pengaruh tekanan untuk temperatur tetap pada kelarutan gas adalah
meningkatnya tekanan akan menyebabkan kenaikan pada harga Rs, sedangkan pada
temperatur dan tekanan tertentu, kenaikan specific gravity gas akan memperbesar
harga Rs. Pengaruh komposisi minyak adalah pada tekanan dan temperatur tertentu,
yaitu harga Rs meningkat dengan kenaikan oAPI minyak.
B. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi tergantung pada temperatur dan tekanan
seperti diperlihatkan pada gambar 2.26a. Kelarutan dinyatakan dalam cubic feet gas
pada 60 oF dan 14,7 psia tiap barrel air pada 60 oF.
Kelarutan gas dalam air formasi dipengaruhi oleh tekanan, temperatur dan
salinitas. Kelarutan gas dalam air formasi lebih rendah daripada air murni pada
temperatur dan tekanan sama karena air formasi adalah air asin. Kelarutan gas dalam
air murni dapat ditentukan dengan menggunakan gambar 2.26b. jika temperatur dan
tekanan diketahui, kemudian untuk menentukan kelarutan gas dalam air formasi yaitu
kelarutan gas dalam air murni dikalikan dengan faktor koreksi yang dapat diperoleh
dari gambar 2.28b.
Kelarutan gas dapat juga diperoleh berdasarkan persamaan yang dikemukakan
oleh Dodson (1944) sebagai berikut :
Rsw = Rswp
−
10000YX1 …………………………………………...(2-55)
Dimana :
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi, cuft/bbl
Rswp = kelarutan gas dalam air murni, cuft/bbl
Y = salinitas air, ppm
X = faktor koreksi salinitas (dapat ditentukan dengan tabel II-9)
Gambar 2.26. Kelarutan Gas dalam Air Formasi (6)
(a) (b)
Tabel 2-9
Faktor Koreksi Salinitas (2)
2.1.3.2. Sifat Fisik Minyak
Pengetahuan tentang sifat fisik minyak sangat penting untuk mengetahui
karakteristik reservoarnya. Data-data sifat fisik minyak umumnya diperoleh dari test
PVT cell dan analisa sampel fluida dari dasar sumur. Suatu korelasi empiris dapat
digunakan jika data-data laboratorium tidak tersedia
Kegunaan sifat fisik minyak ini adalah untuk memperkirakan cadangan
akumulasi hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak dari reservoar menuju dasar
sumur, mengenali jenis reservoarnya, mengontrol gerakan fluida dalam reservoar dan
sebagainya.
2.1.3.2.1. Densitas Minyak
Densitas minyak (ρo) didefinisikan sebagai perbandingan berat minyak (lb)
terhadap volume minyak (cuft). Densitas minyak biasanya dinyatakan dalam specific
gravity minyak (γo), yang didefinisikan sebagai perbandingan densitas minyak
terhadap densitas air. Penulisannya secara matematis adalah sebagai berikut :
γo = w
o
ρρ
…………………………...………………………………(2-56)
Dimana :
γo = specific gravity minyak
ρo = densitas minyak, lb/cuft
ρw = densitas air, lb/cuft
Istilah specific gravity minyak yang lain dalam industri perminyakan adalah
API gravity (oAPI). Formulasinya dapat dituliskan :
oAPI = oγ
141,5 - 131,5 …………………………….……………………..(2-56)
2.1.3.2.2. Viskositas Minyak
Viskositas minyak (µo) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan minyak
terhadap aliran, dengan satuan centipoise (cp) atau gr/100 detik/ 1 cm. Viskositas
minyak tergantung dari tekanan, temperatur, gravity minyak dan kelarutan gas dalam
minyak.
Gambar 2.27. Grafik µo vs Berat Molekul dan T pada P Atmosfer (2)
Viskositas minyak akan turun dengan naiknya temperatur dan akan naik
dengan bertambahnya berat molekul. Hubungan viskositas minyak terhadap berat
molekul dan temperatur pada tekanan atmosfer yang ditunjukkan pada gambar 2.27.
Pengaruh tekanan terhadap viskositas minyak ditunjukkan pada gambar 2.28., yang
menggambarkan bahwa tekanan mula-mula diatas tekanan gelembung (Pb), dengan
adanya penurunan tekanan sampai Pb, mengakibatkan viskositas minyak berkurang.
Kondisi ini diakibatkan oleh adanya pengembangan volume minyak, kemudian bila
tekanan turun dari Pb sampai pada harga tekanan tertentu yang menyebabkan adanya
gas yang terbebaskan dari larutannya, maka akan menaikkan viskositas minyak.
Gambar 2.28. Grafik Hubungan µo vs P (7)
Penentuan harga µo dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi Beal
(1946) dan Chew dan Conally (1958) seperti terlihat pada gambar 2.29. dan 2.30.
Harga µo yang diperoleh dari gambar 2.29. adalah µo pada tekanan atmosfer,
kemudian untuk memperoleh harga µo pada kondisi reservoar (dibawah Pb)
digunakan gambar 2.30.
Gambar 2.29. Grafik µo vs Spesific Gravity Minyak dan T pada P Atmosfer (7)
Harga µo diatas Pb dapat diperoleh dengan menggunakan korelasi Beal (1946)
seperti terlihat pada gambar 2.31., yang menunjukkan perkiraan harga µo diatas
tekanan gelembung (Pb).
2.1.3.2.3. Faktor Volume Formasi Minyak
Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai banyaknya minyak
termasuk gas yang terlarut dalam barrel pada kondisi reservoar untuk mendapat satu
stock tank barrel (STB) minyak pada kondisi standar (60 oF dan 14,7 psia) di
permukaan. Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, jumlah gas yang terlarut,
specific gravity gas dan oAPI minyak.
Grafik 2.30. Grafik µo dengan Gas Bebas (dibawah Pb) vs
µo dengan Gas Terlarut (diatas Pb) (15)
Hubungan antara faktor volume formasi minyak dengan tekanan ditunjukkan
pada gambar 2.32. Gambar tersebut dapat menerangkan bahwa pada kondisi tekanan
reservoar berada diatas tekanan gelembung (Pb), harga Bo mula-mula naik seiring
dengan turunnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga volume sistem cairan
menjadi bertambah sebagai akibat terjadinya pengembangan minyak. Harga Bo turun
seiring dengan turunnya tekanan setelah Pb tercapai. Penurunan harga Bo ini
disebabkan semakin banyaknya gas yang terbebaskan dari larutannya selama terjadi
penurunan tekanan dibawah Pb.
Gambar 2.31. Grafik µo di Atas Tekanan Gelembung Pb (15)
Gambar 2.32. Faktor Volume Formasi sebagai Fungsi dari Tekanan (15)
Gambar 2.33. Grafik Bo vs Rs, γo, γg dan T (15)
Penentuan harga Bo dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi Standing
(1947), dengan terlebih dahulu mengetahui temperatur, gravity minyak, gravity gas
dan kelarutan gas dalam minyak, seperti terlihat pada gambar 2.33.
Minyak dan gas yang terlarut didalamnya berada di dalam pori-pori batuan
bersama-sama pada saat tekanan reservoar diatas tekanan gelembung (Pb), sehingga
keadaan ini disebut faktor volume formasi total (Bt), yang didefinisikan sebagai
banyaknya volume minyak dan gas yang terlarut didalamnya dalam barrel pada
kondisi reservoar untuk mendapatkan satu stock tank barrel (STB) minyak dan gas
yang terlarut didalamnya. Besarnya harga Bt dapat ditentukan dengan peramaan :
Bt = Bo + Bg (Rsi-Rs) ……………..……………………………..(2.57)
Dimana :
Bt = faktor volume formasi total
Rsi = kelarutan gas dalam minyak mula-mula, SCF/STB
Rs = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan tertentu, SCF/STB
Gambar 2.34. Grafik Hubungan Bt dan Bo vs P (15)
Gambar 2.34. menunjukkan perbedaan harga Bt dan harga Bo di bawah
tekanan gelembung (Pb), yang dapat diterangkan bahwa besarnya harga Bt akan naik
seiring dengan turunnya tekanan. Kenaikan harga Bt disebabkan semakin banyaknya
gas yang terbebaskan dari minyak, sehingga volume sistem menjadi bertambah
sebagai akibat pengembangan minyak dan gas.
Penentuan harga Bt dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi Standing
(1947), dengan terlebih dahulu mengetahui tekanan, temperatur, gravity minyak,
gravity gas dan kelarutan gas dalam minyak, seperti terlihat pada gambar 2.35.
Grafik 2.35. Grafik Bt vs Rs, γo, γg, P dan T (15)
2.1.3.2.4. Kompresibilitas Minyak
Kompresibilitas minyak (Co) didefinisikan sebagai perubahan volume
terhadap perubahan tekanan per unit volume cairan. Persamaannya ditulis :
Co = -V1 [ ]
[ ]TdPdV ………………………………...…………………(2-58)
Dimana subscript T menunjukkan bahwa temperatur dianggap konstan.
Persamaan 2-58 dideferensialkan terhadap P (dengan batas P1 sampai P2) dan V
(dengan batas V1 sampai V2), pada T konstan, maka :
Co ∫2
1
P
PdP = - ∫
2
1
V
V VdV …………………………………………………...(2-59)
Co (P2 – P1) = - ln 1
2
VV …………………………………………...(2-60)
V2 = V1 exp ( )[ ]21o PPC − …………….……………………………..(2-61)
Dimana :
Co = kompresibilitas minyak, psi-1
V1 = volume minyak pada kondisi P1, cuft
V2 = volume minyak pada kondisi P2, cuft
P1 = tekanan pada kondisi 1, psi
P2 = tekanan pada kondisi 2, psi
Persamaan 2-58 selanjutnya dideferensialkan terhadap P, pada T konstan dan
sesuai hukum Coressponding State (dimana P = Ppc Ppr), maka persamaan
kompresibilitas minyak (Co) dituliskan :
Co Ppc = Cpr atau Co P = Cpr Ppr ……………………….…………..(2-62)
Co = PPC prpr …………………………………………………………...(2-63)
Dimana : Cpr = kompresibilitas minyak tereduksi
Besarnya harga Cpr dapat ditentukan dari grafik korelasi Trube (1957), seperti terlihat
pada gambar 2.36.
2.1.3.3. Sifat Fisik Air Formasi
Fluida reservoar selain minyak dan gas juga mengandung air formasi yang
akan selalu ditemukan baik dalam reservoar minyak, reservoar gas ataupun keduanya.
Air formasi merupakan suatu unsur penting yang harus diperhatikan baik dalam
bidang pemboran, reservoar dan produksi. Lapisan reservoar selalu terisi oleh air dan
hampir tidak pernah ada lapisan yang tanpa air. Air formasi yang terdapat dalam
reservoar minyak disebut juga air konat (connate water). Sifat-sifat air formasi
penting untuk diketahui karena air sering menimbulkan problem produksi
Gambar 2.36. Grafik Cpr vs Pcr dan Tpr untuk Minyak (15)
Karakteristik air formasi pada dasarnya perlu diketahui, hal ini menyangkut
kegunaan dari air formasi itu sendiri, yaitu : untuk bahan evaluasi dan peramalan
volume air formasi sebagai water influx pada reservoar water drive, untuk analisa
produksi yang berkaitan dengan problem water coning, untuk data eksplorasi dalam
kepentingan pengukuran electrical resistivity dan untuk bahan analisa water flooding
(injeksi air).
2.1.3.3.1. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi pada lapangan minyak untuk kondisi standar merupakan
fungsi dari jumlah padatan yang terlarut, seperti terlihat pada gambar 2.37. Densitas
air formasi dinyatakan dalam massa per unit volume, specific volume dalam volume
per unit massa dan specific gravity.
Gambar 2.37. Grafik ρw sebagai Fungsi dari Jumlah Padatan yang Terlarut (15)
Persamaan specific gravity air formasi dituliskan :
γw = 62,34ρw =
wV62,341 = 0.01604 ρw =
wV0.01604 ……………….…..(2-64)
Dimana :
γw = specific gravity air formasi
ρw = densitas air formasi, lb/cuft
Vw = specific volume air formasi, cuft/lb
Besaran yang diperlukan adalah densitas air formasi pada kondisi reservoar,
yang dapat ditentukan dalam hubungannya dengan densitas air murni pada kondisi
standar, yaitu :
wb
w
VV
= w
wb
ρρ
= Bw ……………………………….…………………..(2-65)
Dimana :
Vwb = specific volume air murni pada kondisi standar, lb/cuft
ρwb = densitas air murni pada kondisi standar, lb/cuft
Bw = faktor volume formasi air formasi, bbl/STB
Koreksi terhadap adanya gas terlarut pada kondisi reservoar juga harus dilakukan.
Gambar 2.38. Grafik µw vs P,T dan Salinitas (10)
2.1.3.3.2. Viskositas Air Formasi
Viskositas air formasi (µw) akan bervariasi terhadap tekanan, temperatur dan
salinitas. Harga µw semakin turun dengan semakin naiknya tekanan dan temperatur,
sedangkan dengan semakin besarnya pengaruh salinitas dalam air formasi, maka
harga µw akan semakin tinggi. Hubungan ini ditunjukkan pada gambar 2.38.
Gambar 2.39. menunjukkan hubungan antara viskositas air formasi terhadap
temperatur pada berbagai tekanan, yang dapat digunakan untuk menentukan
viskositas air formasi tanpa menunjukkan tekanan dan salinitas air formasi.
Gambar 2.39.
Grafik µw vs T pada Berbagai Tekanan (15)
2.1.3.3.3. Faktor Volume Formasi Air Formasi
Faktor volume formasi air formasi (Bw) didefinisikan sebagai banyaknya air
termasuk gas yang terlarut di dalamnya dalam satuan barrel pada kondisi reservoar
untuk mendapatkan satu stock tank barrel (STB) air formasi di permukaan pada
kondisi standar. Besarnya harga Bw dipengaruhi oleh tekanan, temperatur dan
kelarutan gas dalam air formasi. Harga faktor volume formasi air formasi berkisar
antara 0,98 sampai 1,07 bbl/STB. Harga Bw dapat dianggap sama dengan satu.
Gambar 2.40. menunjukkan hubungan antara harga Bw terhadap tekanan, yang
menggambarkan bahwa tekanan mula-mula berada di atas Pb. Harga Bw akan naik,
dengan turunnya tekanan dari Pb, hal ini akibat adanya pengembangan air formasi.
Jumlah gas yang terlarut dalam air formasi kecil sehingga penyusutan volume air
formasi akibat terbebaskannya gas yang terlarut didalamnya relatif kecil jika
dibandingkan dengan pengembangan volume air akibat penurunan tekanan.
Pengembangan volume air ini mengakibatkan besarnya harga Bw akan terus naik
selama penurunan tekanan. Penentuan harga Bw dapat dilakukan dengan korelasi
Dodson (1944), seperti terlihat pada gambar 2.41.
Gambar 2.40. Grafik Hubungan Bw vs P (15)
Gambar 2.41. Grafik Bw vs P dan T (6)
2.1.3.3.5. Kompresibilitas Air Formasi
Persamaan kompresibilitas air formasi (Cw) pada temperatur konstan
dinyatakan dengan persamaan :
Cw = V1
−[ ][ ]TdPdV …………………………..……………………….(2-66)
Dimana subscript T menunjukkan bahwa temperatur dianggap konstan.
Gambar 2.42. menunjukkan bahwa dengan kenaikan tekanan akan
mempengaruhi penurunan harga Cw, sedangkan kenaikan temperatur akan menaikan
harga Cw. Adanya gas yang terlarut dalam air formasi pada tekanan dan temperatur
tertentu akan mempengaruhi harga Cw, dimana harganya akan naik hingga melebihi
harga kompresibilitas air murni pada tekanan dan temperatur yang sama.
Gambar 2.42. Grafik Cw vs P dan T (6)
Dodson (1944) dan Jones (1946) mengemukakan suatu hubungan empiris
untuk maksud yang sama, yaitu :
Cw = Cwp (1 + 0,0088 Rsw) ……………………………………...……(2-67)
Dimana :
Cw = kompresibilitas air formasi, psi-1
Cwp = kompresibilitas air murni, psi-1
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi
2.2. Mekanisme Pendorong Reservoar
Mekanisme pendorong reservoar adalah tenaga yang dimiliki oleh reservoar
secara alamiah, sehingga menyebabkan mengalirnya fluida hidrokarbon kearah
lubang sumur menuju ke permukaan atau mendorongnya pada saat diproduksikan.
Mekanisme ini sangat berkaitan dengan jumlah hidrokarbon yang dapat diperoleh
dari seluruh cadangan yang ada dan besarnya laju produksi optimum yang dapat
diperoleh. Besarnya tenaga pendorong ini tergantung dari kondisi formasi dimana
reservoar berada, sedangkan pelepasan energinya dipengaruhi oleh proses dan sejarah
produksi yang dilakukan.
Tenaga pendorong alamiah hidrokarbon dari reservoar yang dapat
mengakibatkan minyak terproduksikan ke permukaan bervariasi, diantaranya adalah
reservoar water drive, reservoar depletion drive dan reservoar gas cap drive.
Ketiganya akan diterangkan dalam sub bab ini.
2.2.1. Reservoar Water Drive
Mekanisme pendorong ini adalah pengembangan air sebagai akibat penurunan
tekanan dan adanya kontak langsung antara zona minyak dan aquifer, akibatnya air
merembes ke dalam zona minyak yang tadinya diisi oleh minyak. Masuknya air ke
dalam reservoar minyak diakibatkan oleh penyusutan volume pori-pori batuan serta
adanya hubungan antara aquifer dengan sumber air di permukaan. Gambar 2.43.
memperlihatkan reservoar water drive.
Reservoar jenis ini dilihat dari pendorongan reservoar oleh aquifer, maka
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Edge water drive, gerakan air ini sejajar dengan bidang perlapisan dan arahnya
menyamping.
2. Bottom water drive, gerakan air dari aquifer ke reservoar minyak adalah vertikal
lurus dari bawah ke atas.
3. Bottom and Edge Water Drive, gerakan air dari aquifer ke reservoar merupakan
gabungan dari samping dan bawah.
Gambar 2.43.
Reservoar Water Drive (9)
Gambar 2.44. Karakteristik Reservoar Water Drive (9)
Reservoar water drive mempunyai karakteristik yang dapat dipakai untuk mencirikan
mekanisme pendorong, yaitu :
• Penurunan tekanan reservoar adalah relatif rendah dengan bertambahnya recovery
kumulatif minyak, seperti gambar 2.44. Penjelasan hal ini adalah bahwa selama
berlangsungnya produksi minyak, maka volume yang ditinggalkan diisi oleh air
yang merembes (water influx) kedalam zona minyak.
• WOR berubah dengan cepat dan membesar secara berlebihan pada saat sumur
menembus zona minyak pada struktur yang rendah.
• GOR produksi relatif konstan, hal ini dikarenakan tekanan reservoar relatif
konstan diatas tekanan gelembung, untuk waktu yang lama sehingga tidak ada
gas bebas di dalam reservoar (tidak ada tudung gas awal) dan hanya ada gas
terlarut yang ikut terproduksi bersama dengan minyaknya.
• Pendesakan minyak di dalam pori-pori batuan terjadi dengan cara frontal drive
dan air berlaku sebagai tenaga pendorongnya.
• Recovery minyak (minyak yang dapat dikuras) berkisar antara 35% sampai 75%
bahkan pada strong water drive recoverynya dapat mencapai 80%.
2.2.2. Reservoar Depletion Drive
Reservoar depletion drive sering juga disebut sebagai solution gas drive,
dissolved gas drive atau internal gas drive. Energi pendorong pada reservoar jenis ini
adalah terutama dari perubahan fasa hidrokarbon-hidrokarbon ringannya yang semula
merupakan fasa cair menjadi gas. Gas yang terbentuk ini ikut mendesak minyak ke
sumur produksinya pada saat penurunan tekanan reservoar karena produksi tersebut.
Reservoar ini diperlihatkan pada gambar 2.45.
Penurunan tekanan di sekitar lubang bor akan terjadi setelah sumur selesai
dibor menembus reservoar dan produksi minyak dimulai. Penurunan tekanan ini akan
menyebabkan fluida mengalir dari reservoar menuju lubang bor melalui pori-pori
batuan. Penurunan tekanan di sekitar sumur bor akan menimbulkan terjadinya fasa
gas. Saturasi gas tersebut masih kecil (belum membentuk fasa yang kontinu) pada
saat awal. Gas-gas tersebut terperangkap dalam ruang antar butiran reservoarnya,
tetapi setelah tekanan reservoar tersebut cukup kecil dan banyak gas yang terbentuk
dan dapat bergerak maka gas tersebut ikut terproduksi ke permukaan. Kondisi ini
diperlihatkan pada gambar 2.46.
Gambar 2.45.
Reservoar Depletion Drive (9)
Gas yang dibebaskan dari minyak pada awal produksi masih terperangkap
pada sela-sela pori batuan sehingga GOR produksi akan lebih kecil jika dibandingkan
GOR reservoar. GOR produksi akan bertambah besar bila gas pada saluran pori
tersebut mulai banyak, membentuk fasa yang kontinu dan mulai bisa mengalir, hal ini
berlangsung secara terus-menerus sampai tekanan reservoar menjadi rendah. GOR
akan menjadi berkurang saat tekanan telah cukup rendah sebab volume gas di dalam
reservoar tinggal sedikit. GOR produksi dan GOR reservoar dalam hal ini bernilai
hampir sama.
Gambar 2.46. Karakteristik Reservoar Depletion Drive (9)
Recovery yang mungkin diperoleh sekitar 5% sampai 30%, sehingga tahap
primary recovery reservoar jenis ini akan meninggalkan residual oil yang cukup
besar. Produksi air hampir tidak ada karena reservoarnya terisolir, sehingga meskipun
terdapat air konat tetapi hampir tidak dapat terproduksi.
2.2.3. Reservoar Gas Cap Drive
Komponen-komponen ringan dan menengah hidrokarbon kadang-kadang
membentuk suatu fasa gas pada beberapa tempat terakumulasinya hidrokarbon. Gas
bebas ini kemudian melepaskan diri dari minyaknya dan menempati bagian atas dari
reservoar itu membentuk suatu tudung. Tudung gas ini menjadi energi pendesak
untuk mendorong minyak dari reservoar ke lubang sumur dan mengangkatnya ke
permukaan.
Proses terjadinya gas cap terdiri dari dua cara yaitu primary initial gas cap
dan secondary gas cap.
• Primary initial gas cap
Gas cap memang sudah terbentuk dalam reservoar sebelum tahap produksi
dilakukan, dapat dikatakan pula bahwa reservoarnya jenuh.
• Secondary gas cap
Gas yang terbentuk disebabkan oleh gas yang terbebaskan dari minyak saat
tekanan reservoar mengalami penurunan, dapat dikatakan bahwa semula
reservoarnya tak jenuh kemudian menjadi reservoar jenuh.
Reservoar gas cap drive secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.47., berikut ini :
Gambar 2.47. Reservoar Gas Cap Drive (15)
Mekanisme yang terjadi pada gas cap drive ini adalah ketika pertama kali
minyak diproduksikan, permukaan antara minyak dan gas akan turun, gas cap akan
berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Tekanan reservoar umumnya
akan lebih konstan jika dibandingkan dengan depletion drive. Kondisi ini disebabkan
jika volume gas cap telah demikian besar, maka tekanan minyak akan berkurang dan
gas yang terlarut dalam minyak akan melepaskan diri menuju gas cap, dengan
demikian minyak akan bertambah ringan, encer dan mudah untuk mengalir menuju
lubang bor.
Ciri lain dari reservoar ini adalah meningkatnya gas oil ratio (GOR) pada
sumur struktur atas dengan cepat, karena tudung gas berkembang ke dalam zona
minyak dan biasanya bergerak secara frontal. Ultimate recovery-nya lebih besar
daripada depletion drive dimana semakin besar ukuran tudung gasnya, maka ultimate
recovery-nya juga akan bertambah. Ultimate recovery reservoar jenis ini berkisar
antara 20% sampai 40%. Gambar 2.48. memberikan ilustrasi secara grafis kondisi PI,
GOR dan perubahan tekanan versus kumulatif produksinya.
Gambar 2.48. Karakteristik Reservoar Gas Cap Drive (9)
2.3. Kondisi Reservoar
Kondisi reservoar yang dimaksud disini adalah tekanan dan temperatur
reservoar, dimana dua besaran ini sangat berpengaruh terhadap keadaan reservoar,
baik pada batuan maupun fluida reservoar (gas, minyak dan air) Tekanan dan
temperatur reservoar dipengaruhi oleh adanya gradien kedalaman, letak lapisan dan
kandungan fluidanya. Tekanan dan temperatur reservoar akan dibicarakan dalam sub
bab ini.
2.3.1. Tekanan Reservoar
Tekanan yang terjadi dalam pori-pori batuan reservoar dan fluida yang
terkandung didalamnya disebut tekanan reservoar. Adanya tekanan reservoar yang
disebabkan oleh adanya gradien kedalaman, maka akan menyebabkan fluida
reservoar akan mengalir dari reservoar ke lubang sumur yang relatif bertekanan
rendah, sehingga tekanan reservoar akan menurun dengan adanya kegiatan produksi.
Tekanan yang bekerja pada reservoar, pada dasarnya diakibatkan oleh tiga
hal, yaitu :
1. Tekanan hidrostatis
Tekanan hidrostatis merupakan tekanan yang timbul akibat adanya fluida
yang mengisi pori-pori batuan, desakan oleh ekspansi gas (dari tudung gas) dan
desakan gas yang membebaskan diri dari larutan akibat penurunan tekanan selama
proses produksi berlangsung. Ukuran dan bentuk kolom fluida tidak berpengaruh
terhadap besarnya tekanan ini. Persamaan tekanan hidrostatis dituliskan :
Ph = 0,052 γ D ………………………………………….………..(2-68)
Dimana :
Ph = tekanan hidrostatis, psi
γ = densitas fluida rata-rata, ppg
D = tinggi kolom fluida, ft
Besarnya gradien tekanan hidrostatis air tawar adalah 0,433 psi/ft, sedangkan
gradien tekanan hidrostatis air asin adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan terhadap
besarnya gradien tekanan hidrostatis ada dua, yaitu abnormal (apabila gradien
tekanan > 0,465 psi/ft) dan subnormal (apabila gradien tekanan < 0,433 psi/ft).
2. Tekanan kapiler
Tekanan kapiler merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh adanya kontak
dua macam fluida yang tak saling campur. Besarnya tekanan kapiler dapat ditentukan
dengan persamaan :
Pc = 144
h (ρw – ρo) …………………….……………………..(2-69)
Dimana :
Pc = tekanan kapiler, psi
h = selisih tinggi permukaan antara dua fluida, ft
ρw = densitas air, lb/cuft
ρo = densitas minyak, lb/cuft
3. Tekanan overburden
Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh adanya berat
batuan dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-pori batuan yang terletak
diatas lapisan produktif, yang secara matematis dituliskan :
Po = A
GG fmb − = D(1-Ø)ρma + Øρfl ……………………………..…….(2-70)
Dimana :
Po = tekanan overburden, psi
Gmb = berat matriks batuan formasi, lb
Gf = berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb
A = luas lapisan, in2
D = kedalaman vertikal formasi, ft
Ø = porositas, fraksi
ρma = densitas matriks batuan, lb/cuft
ρfl = densitas fluida, lb/cuft
Besarnya tekanan overburden akan naik dengan meningkatnya kedalaman,
yang biasanya dianggap secara merata. Pertambahan tekanan tiap feet kedalaman
disebut gradien kedalaman. Gambar 2.53. menunjukkan contoh kurva kenaikan
tekanan terhadap kedalaman, yang merupakan hasil dari penelitian lapangan.
Gambar 2.53.
Grafik Gradien Rata-Rata Tekanan (2)
Salah satu test yang harus dilakukan setelah akumulasi hidrokarbon didapat
adalah test untuk menentukan tekanan reservoar, yaitu : tekanan awal reservoar,
tekanan statis sumur, tekanan alir dasar sumur dan gradien tekanan reservoar. Data
tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas formasi produktif
serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat diperoleh recovery
hidrokarbon yang optimum.
Tekanan awal reservoar adalah tekanan reservoar pada saat pertama kali
ditemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut
tekanan aliran (flowing) sumur, kemudian jika sumur tersebut ditutup maka selang
waktu tertentu akan didapat tekanan statis sumur.
2.3.2. Temperatur Reservoar
Temperatur reservoar akan naik dengan meningkatnya kedalaman.
Peningkatan ini disebut gradien geothermis, yang besarnya bervariasi dari tempat
yang satu ke tempat yang lain, akibat sifat konduktivitas batuan. Besarnya harga rata-
rata gradien geothermis ± 2 oF/100 ft, sedangkan gradien geothermis tertinggi
± 4 oF/100ft dan besarnya gradien geothermis terendah ± 0,5 oF/100 ft.
Gambar 2.54. Grafik Gradien Rata-Rata Temperatur (2)
Hubungan antara temperatur terhadap kedalaman dinyatakan dalam
persamaan :
Td = Ts + a D ………………………….………………………………..(2-71)
Dimana :
Td = temperatur formasi pada kedalaman D, OF
Ts = temperatur permukaan rata-rata, OF
a = gradien geothermis, OF/100 ft
D = kedalaman, ft
Pengukuran temperatur reservoar dapat dilakukan setelah sumur dikomplesi
dan temperatur ini dianggap konstan selama reservoar aktif, kecuali bila dilakukan
proses stimulasi. Gambar 2.54. menunjukkan contoh kurva kenaikan temperatur
terhadap kedalaman, yang merupakan hasil penelitian di lapangan.
2.4. Perkiraan Cadangan
Perhitungan perkiraan cadangan hidrokarbon pada suatu reservoar dapat
dipertimbangkan sebagai aspek yang paling penting sebagai bahan pertimbangan
dalam pengembangan eksploitasi reservoar. Cadangan digunakan sebagai langkah
awal untuk mengeksploitasi suatu reservoar untuk mendapatkan ultimate recovery
yang semaksimal mungkin.
Potensi suatu reservoar yang berada di bawah permukaan (subsurface)
merupakan suatu hal yang belum pasti, sehingga perkiraan cadangan dapat berubah-
ubah sesuai dengan perkembangan data yang diperoleh dan berjalannya waktu. Data-
data awal eksplorasi sampai dengan akhir produksi harus dikumpulkan sebagai dasar
perhitungan dan pertimbangan pada masa yang akan datang.
Perkiraan cadangan hidrokarbon dapat dilakukan dengan beberapa metode
sesuai dengan data yang tersedia. Metode-metode itu antara lain :
1. Metode Volumetrik
2. Metode Material Balance
3. Metode Decline Curve
2.4.1. Pengertian Cadangan Reservoar
Cadangan hidrokarbon mempunyai pengertian sebagai volume hidrokarbon
yang mengisi, terperangkap dan terakumulasi di dalam pori-pori batuan reservoar.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan pengertian cadangan dalam teknik reservoar
antara lain :
Initial Oil in Place : adalah jumlah minyak mula-mula yang mnempati suatu
reservoar, baik yang bisa diproduksikan maupun yang tidak dapat diproduksikan.
Recoverable Reserve : adalah jumlah cadangan yang mungkin dapat
diproduksikan sesuai dengan kondisi yang ada pada saat itu.
Ultimate Recovery : adalah harga taksiran tertinggi dari jumlah hidrokarbon yang
mungkin dapat diproduksi sampai batas ekonomisnya.
Recovery Factor : adalah angka perbandingan antara minyak yang dapat
diproduksikan dengan jumlah minyak mula-mula di dalam reservoar.
2.4.2. Metode Penentuan Cadangan
Ada tiga metode penentuan cadangan yang akan dibahas disini, yaitu : metode
volumetris, metode material balance dan metode decline curve.
2.4.2.1. Metode Volumetris
Metode penentuan cadangan dengan metode volumetris dapat digunakan atau
dapat dilakukan sebelum proses berlangsung, sebab metode perhitungan ini tidak
memerlukan atau tergantung pada data-data sejarah produksi reservoar, tetapi hanya
didasarkan pada analisa data-data dari logging dan core. Data-data yang diperlukan
pada metode ini adalah porositas (Ø), volume batuan reservoar (Vb), saturasi air (Sw)
dan faktor volume formasi yang didapat dari analisa PVT. Faktor yang penting dalam
metode ini adalah initial oil in place, initial gas in place, ultimate recovery dan
recovery factor.
Initial Oil in Place
Perhitungan initial oil in place dilakukan sebagai berikut :
Ni = oi
wib
B)S(1V7758 −φ
………………………………………..….(2-72)
Dimana :
Ni = initial oil in place, STB
Vb = volume bulk batuan reservoar, acre-ft
Swi = saturasi air mula-mula (initial water saturation), fraksi
φ = porositas, fraksi
Boi = faktor volume formasi minyak mula-mula, bbl/STB
7758 = konversi acre-ft ke bbl
Initial Gas in Place
Perhitungan initial gas in place menggunakan persamaan sebagai berikut :
Gi = gi
wib
B)S(1V43560 −φ
……………………………………..…….(2-73)
Dimana :
Gi = initial gas in place, SCF
Bgi = faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/SCF
43560 = konversi acre-ft ke cuft
Besaran yang perlu ditentukan terlebih dahulu dalam perhitungan dengan
metode ini adalah volume bulk batuan reservoar (Vb). Penentuan volume bulk batuan
reservoar memerlukan peta struktur dan peta isopach dari reservoar tersebut,
dimana
Peta struktur adalah peta yang menggambarkan garis-garis yang menghubungkan
titik-titik yang mempunyai kedalaman sama pada tiap-tiap puncak formasi.
Peta isopach adalah peta yang menggambarkan garis-garis yang menunjukkan
ketebalan lapisan batuan produktif yang sama.
Gambar 2.55. Peta Isopach Reservoar (2)
Kedua peta tersebut dibuat berdasarkan data logging. Gambar 2.55.
menunjukkan peta isopach dari suatu reservoar minyak. Perhitungan volume batuan
dari peta isopach dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu :
1. Metode Trapezoidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan luas garis kontur yang berurutan
(An+1/An) lebih besar dari 0,5. Persamaannya adalah
Vb = 2h (An + An+1) …………………………………………...………(2-74)
atau untuk seri trapezoidal secara berurutan, adalah :
Vb = 2h (A0 + 2A1 +2A2 + … + 2An-1 + An) + tavg An …..….……(2-75)
Dimana :
Vb = volume bulk batuan, acre-ft
h = interval kontur isopach, ft
A0 = luas yang dibatasi oleh kontur dengan ketebalan nol (kontur batas
minyak-air), acre
A1,2,3 = luas daerah yang dibatasi oleh kontur yang lebih dalam, acre
An = luas daerah yang dibatasi oleh kontur ke-n
tavg = ketebalan rata-rata diatas kontur teratas atau ketebalan maksimum
garis isopach, ft
2. Metode Pyramidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan luas garis kontur yang berurutan
(An+1/An) kurang atau sama dengan 0,5. Persamaannya adalah :
Vb = 3h (An + An+1 + 1nn .AA + ) …………………………………...(2-76)
Dimana :
An = luas daerah yang dibatasi oleh kontur ke-n, acre
An+1 = luas daerah yang dibatasi oleh kontur yang ada diatasnya (n+1), acre
h = interval antara garis kontur isopach, ft
3. Metode Simpson
Metode Simpson ini mempunyai ketelitian lebih baik jika dibandingkan
dengan metode trapezoidal, namun pada metode ini terdapat kesulitan dalam
pembagian interval kontur yang sama dan harus merupakan bilangan genap.
Persamaan yang digunakan pada metode ini adalah :
Vb = 3h (A0 + 4A1 + 2A2 + 4A3 + … + 2An-2 + 4An-1 + An) …...(2-77)
4. Metode Grafis
Metode grafis ini dilakukan dengan cara membuat plot antara kedalaman yang
ditunjukkan oleh masing-masing garis kontur (kedalaman formasi yang ditunjukkan
pada kontur) terhadap luas daerah yang dibatasi oleh garis kontur, sebagaimana yang
ditunjukkan pada gambar 2.56.. Penentuan besarnya volume bulk reservoar sama
dengan luas daerah yang berada di bawah kurva sesuai dengan gambar tersebut.
Perhitungan untuk menentukan luas daerah (areal) dapat dilakukan dengan cara
numerik atau dengan cara menggunakan planimeter.
Gambar 2.56. Penentuan Volume Bulk dengan Metode Grafis (2)
Luas daerah antara batas minyak-air dan batas minyak-gas menunjukkan
volume total (gross) reservoar yang mengandung hidrokarbon.
Ultimate Recovery
Ultimate recovery dapat dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut :
UR = IOIP × RF ………………………………….……………..…(2-78)
Dimana :
UR = ultimate recovery, bbl
IOIP = initial oil in place, bbl
RF = recovery factor, fraksi
Besaran ultimate recovery secara volumetris dapat dinyatakan atau ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
UR = C (Vb φ oi
oi
BS
- Vb φoa
oa
BS
) ……………………………..…….(2-79)
Dimana :
UR = ultimate recovery
C = konstanta
Soi = saturasi minyak mula-mula
Soa = saturasi minyak saat ditinggalkan
Boi = faktor volume formasi minyak mula-mula
Boa = faktor volume formasi minyak saat ditinggalkan
Recovery Factor
Besarnya recovery factor tergantung pada karakteristik reservoar dan
mekanisme pendorong yang bekerja di dalam reservoar tersebut. Recovery factor
merupakan perbandingan antara selisih volume minyak mula-mula dan volume
minyak tersisa terhadap volume minyak mula-mula.
Besarnya recovery factor (RF) dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :
RF = 1-
−
oa
oi
oi
oa
BB
SS
……………………………………...………..…..(2-80)
Harga Soa tergantung pada efektivitas mekanisme pendorong yang bekerja di dalam
reservoar, sehingga persamaan ini dapat digunakan dalam berbagai jenis reservoar.
Besaran saturasi disesuaikan dengan mekanisme pendorong yang bekerja di dalam
reservoar itu. Persamaan saturasinya dapat dituliskan sebagai berikut :
Persamaan untuk reservoar depletion drive :
Soa = 1 – Swi – Sgr ……………………………………….…………..(2-81)
Dimana :
Sgr = saturasi gas yang tertinggal
Persamaan untuk reservoar segregation drive :
Soi = 1 – Swi – Sgi …………………………………………...………(2-82)
dan
Soa = 1 – Swi – Sgr …………………………………………...………(2-83)
Dimana :
Sgi = saturasi gas mula-mula pada zona minyak
Persamaan untuk reservoar water drive :
Soa = Sor …………………………………………….……………..(2-84)
Dimana :
Sor = saturasi minyak sisa (residual oil saturation)
2.4.2.2. Metode Material Balance
Perkiraan cadangan dengan menggunakan metode material balance
didasarkan pada kesetimbangan volume fluida reservoar dengan menganggap bahwa
volume reservoar tetap, homogen dan isotropis, temperatur reservoar tetap selama
proses produksi (isothermal), jumlah minyak, air dan gas yang terproduksi harus
diimbangi dengan jumlah air yang masuk dan pengembangan gas dari larutannya.
Bentuk persamaan material balance tergantung dari jenis reservoarnya.
Persamaannya secara umum dapat diperoleh dari perubahan yang terjadi pada volume
gas, minyak dan air di dalam reservoar saat produksi dimulai sampai beberapa waktu
tertentu. Perubahan volume ini diperlihatkan pada gambar 2.57.
Gambar 2.57. Zona Saturasi Secara Ideal dan Perubahan Distribusi Fluida Akibat
Diproduksikannya Hidrokarbon dari Reservoar (2) (a) Kondisi Awal
(b) Kondisi Setelah Diproduksikannya Gas (Gp), Minyak (Np) dan Air (Wp)
Perubahan pada volume minyak
Volume minyak mula-mula = N Boi, cuft
Volume minyak pada waktu t dan tekanan P = (N – Np) Bo, cuft
Pengurangan pada volume minyak = N Boi – (N-Np) Bo, cuft
Perubahan pada volume gas
m = awalminyakVolumeawalbebasgasVolume =
oi
gi
BNBG
Jadi volume gas bebas awal = G Bgi = m N Boi
SCF gas bebas pada waktu t = SCF gas bebas dan terlarut mula-mula – SCF gas
terproduksi – SCF sisa gas terlarut
Gf = gi
oi
BBNm
+ N Rsi – Np Rp – (N – Np) Rs
Volume gas bebas pada waktu t = (gi
oi
BBNm
+ N Rsi – Np Rp – (N – Np) Rs) Bg
Pengurangan pada volume gas bebas
= m N Boi – (gi
oi
BBNm
– N Rsi + Np Rp + (N-Np) Rs) Bg
Perubahan pada volume air
Volume air mula-mula = W, cuft
Produksi kumulatif air pada waktu t = Wp, SCF
Produksi kumulatif air pada keadaan reservoar = Bw Wp, cuft
Volume water influx pada waktu t = We, cuft
Penambahan pada volume air = (W + We – Bw Wp) – W
= We – Wp Bw
Berdasarkan prinsip kekekalan massa, maka jumlah pengurangan volume dari
minyak dan gas akan sama dengan penambahan volume air, atau :
N Boi – N Bo + Np Bo + m N Boi – gi
goi
BBBNm
– N Rsi Bg + Np Rp Bg + N Bg Rs – Np
Bg Rs = We – Wp Bw
dan apabila ditambah dan dikurangi dengan faktor dari Np Bg Rsi, maka :
N Boi – N Bo + Np Bo + m N Boi – gi
goi
BBBNm
– N Rsi Bg + Np Rp Bg + N Bg Rs – Np
Bg Rs + Np Bg Rsi – Np Bg Rsi = We – Wp Bw
Bila persamaan diatas dikelompokkan, dimana Boi = Bti dan (Bo + (Rsi – Rs)Bg) = Bt,
maka akan diperoleh persamaan material balance secara umum, yaitu :
N = ( ) ( )
( )giggi
titit
wpegsiptp
BBB
BmBB
BWW)BR(RBN
−
+−
−−−+ …………...………(2-85)
Dimana :
N = banyaknya minyak mula-mula yang ada dalam reservoar, STB
Np = produksi kumulatif minyak, STB
Rp = p
p
NG
Rsi = kelarutan gas mula-mula, SCF/STB
Rs = kelarutan gas, SCF/STB
Gp = produksi kumulatif gas
Boi = faktor volume formasi minyak mula-mula, cuft/STB
Bgi = faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/STB
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bg = faktor volume formasi gas, cuft/STB
Bt = faktor volume formasi total
= Bo + (Rsi + Rs)Bg
Bti = Boi
m = perbandingan antara volume tudung gas reservoar awal dengan
volume reservoar minyak awal
We = water influx kumulatif, bbl
Wp = produksi kumulatif air, bbl
Data-data PVT, petrofisik dan produksi diperlukan untuk menyelesaikan
persamaan diatas. Data-data itu antara lain :
Tekanan awal rata-rata reservoar dan tekanan pada suatu interval waktu tertentu
setelah produksi dimulai.
Jumlah minyak yang diproduksikan pada keadaan standar.
Produksi gas pada keadaan standar.
Perbandingan volume minyak dan gas mula-mula.
Faktor volume formasi dan kelarutan gas
Jumlah air yang ikut terproduksi dan yang merembes ke dalam reservoar.
1. Persamaan Material Balance untuk Reservoar Depletion Drive
Reservoar jenis ini tidak mempunyai tudung gas bebas awal (no initial free
gas cap atau m = 0) dan tidak memiliki pendorong yang aktif (no active water drive)
sehingga We = 0, maka persamaan material balance-nya sebagai berikut :
N = ( )
tit
gsiptp
BB)BR(RBN
−
−+ ………………………………………..….(2-86)
2. Persamaan Material Balance untuk Reservoar Gas Cap Drive
Penggunaan persamaan material balance untuk perkiraan cadangan di tempat
(initial oil in place) pada reservoar jenis ini hampir sama dengan reservoar depletion
drive, hanya saja m≠ 0, tetapi dengan anggapan We maupun Wp kecil sehingga dapat
diabaikan, maka persamaan material balance-nya :
N = ( )
( )giggi
titit
gsiptp
BBB
BmBB
)BR(RBN
−
+−
−− ……………………..…………….(2-87)
3. Persamaan Material Balance untuk Reservoar Water Drive
Reservoar dengan mekanisme water drive dianggap tidak mempunyai gas cap
(m = 0), maka persamaan material balance-nya :
N = ( ) ( )
tit
wpegsiptp
BBBWW)BR(RBN
−
−−−+ ………………….………..(2-88)
4. Persamaan Material Balance untuk Reservoar Segregation Drive
Penggolongan reservoar segregation drive ini ke dalam kelompok sendiri
sebenarnya masih dipertimbangkan, karena merupakan perubahan dari semua jenis
pendorong sebelumnya, oleh karena itu, persamaan material balance untuk jenis ini
sama dengan jenis gas cap drive (persamaan 2-87) dengan mengabaikan produksi air.
5. Persamaan Material Balance untuk Reservoar Combination Drive
Penentuan mekanisme pendorong yang paling dominan sulit dilakukan untuk
reservoar jenis ini, tetapi apabila tenaga pendorong telah berkurang, maka gaya
gravitasilah yang paling dominan. Kombinasi tenaga pendorong yang paling efisien
jika hal itu terjadi adalah kombinasi antara water drive dan gas cap drive, sehingga
persamaan material balance yang digunakan adalah persamaan untuk water drive
atau gas cap drive, mana yang paling dominan.
2.4.2.3. Metode Decline Curve
Decline curve atau disebut pula kurva penurunan yang sebenarnya
menggambarkan kondisi reservoar dan produksinya terhadap waktu, dimana waktu
disini identik dengan besarnya produksi kumulatif.
Analisa decline curve didasarkan pada pemecahan secara matematis dari suatu
bentuk kurva penurunan (ekstrapolasi) tanpa memperlihatkan hukum-hukum fisika
tentang aliran gas dan minyak dalam reservoar. Penentuan batas limit ekonomis
merupakan masalah pada metode decline curve, dimana syarat-syarat decline curve
adalah :
produksi telah turun
sumur diproduksi pada kapasitasnya
tidak terjadi perubahan metode produksi
Penurunan kondisi reservoar akibat diproduksikannya minyak atau fluida
reservoar dapat berupa penurunan dari laju produksi, persentase minyak, produksi
kumulatif minyak, tekanan dan kenaikan batas minyak dan air (WOC).
Production rate decline curve merupakan salah satu jenis decline curve yang
paling banyak digunakan untuk menentukan besarnya cadangan maupun meramalkan
kinerja reservoar di masa yang akan datang. Anggapan-anggapan yang digunakan
dalam penerapan decline curve adalah sebagai berikut :
Kelakuan reservoar di masa mendatang sesuai dengan kelakuan reservoar di masa
lalu.
Produksi pada waktu t merupakan fraksi yang konstan dari laju produksi pada
waktu sebelumnya, artinya penurunan produksi selama suatu interval waktu
tertentu merupakan fraksi yang tetap dari produksi sebelumnya.
Indeks produktivitas sumur selalu konstan sehingga produksi selalu berbanding
lurus dengan tekanan reservoarnya.
Metode decline curve dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bentuk kurva bila ditinjau
dari laju produksinya, yaitu
1. Constant percentage decline (Exponential decline)
2. Hyperbolic decline
3. Harmonic decline
Gambar 2.58. menunjukkan berbagai kurva yang dapat dibuat dengan metode decline
curve.
Gambar 2.58. Tiga Macam Decline Curve
dalam Grafik Koordinat Cartesian, Semilog dan Log-Log (12)
1. Exponential Decline Curve
Exponential decline disebut juga geometric semi log constant, yang dicirikan
oleh penurunan laju produksi per unit waktu merupakan suatu fraksi yang tetap dari
laju produksi.
Hubungan laju produksi terhadap waktu
Kurva laju produksi terhadap waktu untuk jenis exponential decline curve
mempunyai suatu loss ratio yang konstan. Hubungan tersebut dapat ditulis dalam
bentuk persamaan matematis sebagai berikut :
dq/dt
q = – a …………………………………………………………...(2-89)
Persamaan diatas dapat diintegrasikan pada laju produksi pada waktu t = 0 sebesar qi
dan laju produksi pada waktu t sebesar q, sehingga menghasilkan persamaan :
q = t/ai eq − ……………………………………………………...……(2-90)
Dimana :
qi = laju produksi pada waktu t = 0
q = laju produksi pada waktu t tertentu
t = waktu produksi
a = decline rate, besarnya dq/dt
dq−
Gambar 2.59. menunjukkan hubungan laju produksi terhadap waktu untuk metode
exponential decline curve.
Gambar 2.59. Analisa Exponential Decline Curve (18)
Hubungan laju produksi terhadap kumulatif produksi
Persamaan untuk kurva laju produksi terhadap kumulatif produksi dapat
diperoleh dari persamaan berikut :
Np = ∫ dtq ………………………………………………...…………(2-91)
Np = ∫ − dteq t/ai ……………………….…………………………..(2-92)
dengan batas integrasi Np = 0 untuk waktu t = 0 maka persamaan menjadi :
Np = a (qi – q) ………………………………..………………….(2-93)
Jika harga q adalah produksi pada akhir produksi maka harga Np pada persamaan 2-
93, merupakan besarnya cadangan minyak terambil.
Gambar 2.60. menunjukkan hubungan laju produksi terhadap kumulatif produksi
pada metode exponential decline curve.
Gambar 2.60. Grafik Laju Produksi versus Kumulatif Produksi (Exponential Decline) (12)
2. Hyperbolic Decline Curve
Penurunan laju produksi per unit waktu pada hyperbolic decline curve yang
merupakan suatu fraksi dari laju produksi sebanding dengan laju produksi pangkat
suatu bilangan pecahan. Bilangan ini berharga dari 0 sampai 1.
dt
dq/dtqd
= – b ……………………………..…………………….(2-94)
Dimana : b merupakan suatu konstanta positif.
Integrasi dari persamaan (2-94) memberikan hasil sebagai berikut :
dq/dt
q = – bt – ao …………………..……………………………….(2-95)
atau
qdq = –
btadt
o + ……………………...……………………………(2-96)
Dimana : ao adalah loss ratio untuk t = 0
Persamaan 2-96 diintegrasikan untuk memperoleh hubungan laju produksi
terhadap waktu dengan mengambil laju produksi qi untuk t = 0 sehingga diperoleh :
q = qi b1/
oabt1
−
+ ………………………...…………………………(2-97)
Produksi kumulatif diperoleh dengan mengintegrasi persamaan 2-97 dengan
mengambil Np = 0 pada t = 0, maka diperoleh persamaan :
Np =
−
+
−
−
1abt1
1bqa b
11
o
io …………………………………...………(2-98)
setelah mengeliminir t dengan persamaan 2-97 maka persamaan 2-98 berubah
menjadi :
Np = ( ) ( ) ( ) b1b1
i
bio qqb1
qa −− −−
…………………………….……………..(2-99)
Jika harga q adalah produksi pada waktu produksi telah mencapai batas akhir
produksinya, maka harga Np pada persamaan diatas merupakan jumlah cadangan
minyak yang dapat diambil.
Gambar 2.61. dan 2.62. merupakan grafik-grafik yang dibuat untuk analisis
hyperbolic decline curve.
Gambar 2.61. Grafik q-b versus Waktu (Hyperbolic Decline) (12)
Gambar 2.62. Hyperbolic Decline Curve (20)
3. Harmonic Decline Curve
Penurunan laju produksi per unit pada harmonic decline curve merupakan
suatu fraksi dari laju produksi per unit merupakan suatu fraksi dari laju produksi
sebanding dengan laju produksi pangkat suatu bilangan. Bilangan tersebut berharga 1
(b = 1)
Hubungan laju produksi terhadap waktu dapat dperoleh dengan jalan
memasukkan harga b = 1 pada persamaan 2-97 sehingga dihasilkan persamaan
sebagai berikut :
q = qi 1
oat1
−
+ ………………………………………………….(2-100)
Hubungan laju produksi terhadap waktu dapat diperoleh dengan
mengintegrasikan persamaan 3-24 dengan mengambil Np = 0 pada t = 0, maka
diperoleh persamaan sebagai berikut :
Np = ao qi (log qi – log q) ……………………………….…………(2-101)
Jika harga q adalah produksi pada waktu telah mencapai batas akhir
produksinya, maka Np pada persamaan diatas merupakan jumlah cadangan minyak
yang dapat diambil.
Grafik hubungan antara 1/q terhadap waktu pada analisa harmonic decline curve
ditunjukkan dengan gambar 2.63.
Gambar 2.63. Grafik 1/q versus Waktu (Harmonic Decline) (12)
Gambar 2.64. menunjukkan hubungan antara log q (laju produksi) dengan kumulatif
produksi pada harmonic decline curve.
Gambar 2.64.
Log q versus Kumulatif Produksi (Harmonic Decline) (12)