kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

21
Kajian Zonasi Daerah Potensi Batubara Untuk Tambang Dalam, Provinsi Kalimantan Timur Bagian Utara KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BAGIAN UTARA Oleh Fatimah, Soleh Basuki, dan Robert L. Tobing Subdit Batubara, DIM S A R I Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam dilakukan pada bagian selatan Provinsi Kalimantan Timur, yang dibatasi oleh koordinat 0°30’00” LS - 1°30’00” LU, batas Provinsi Kalimantan Timur di bagian barat, serta garis pantai Pulau Kalimantan di bagian timur wilayah kajian. Secara administratif wilayah kerja termasuk dalam Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, serta Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Parameter yang digunakan untuk penyusunan zonasi daerah potensial bagi tambang batubara bawah tanah ini antara lain: kemiringan lapisan batubara (dip), ketebalan lapisan batubara, serta nilai kalori batubara. Sumber data yang digunakan berupa data sekunder yang berasal dari laporan penyelidikan batubara yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun laporan dari perusahaan-perusahaan batubara (PKP2B dan KP). Kegiatan ini berhasil menyusun zonasi daerah potensial bagi tambang dalam batubara di daerah Long Lees, Long Nah, Marangkayu, Muara Haloq, Bontang dan Santan dengan kedalaman maksimum zona sampai dengan 500 m di bawah permukaan. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara di Indonesia merupakan salah satu andalan sumber energi alternatif di luar minyak dan gas bumi. Prospek penambangan batubara dengan metode konvensional seperti masih dilakukan saat ini, untuk masa yang akan datang semakin sulit. Hal ini disebabkan oleh letak lapisan batubara tersebut yang sudah semakin dalam dari permukaan bumi sehingga “waste/coal ratio” (nilai perbandingan batubara dibanding perolehan batubara sebagai komoditas utama) akan semakin tinggi. Disamping hal tersebut, masalah slope stability (kestabilan lereng bukaan tambang) batubara serta air tanah juga menjadi suatu hal yang semakin berat ditanggulangi dan harus diperhatikan. Wilayah bagian utara Provinsi Kalimantan Timur mengandung banyak sumberdaya batubara dengan ketebalan yang cukup bervariasi, terletak sampai kedalaman lebih dari 100 m, serta memiliki kemiringan yang tidak homogen. Kondisi ini memperlihatkan gambaran keuntungan untuk ditambang dengan metode tambang bawah tanah. Pada beberapa tempat lapisan batubara ini berada di bawah wilayah

Upload: djayus-yus

Post on 26-May-2015

914 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

Kajian Zonasi Daerah Potensi Batubara Untuk Tambang Dalam, Provinsi Kalimantan Timur Bagian Utara

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAMPROVINSI KALIMANTAN TIMUR BAGIAN UTARA

 Oleh

Fatimah, Soleh Basuki, dan Robert L. TobingSubdit Batubara, DIM

 S A R I  Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam dilakukan pada bagian selatan Provinsi Kalimantan Timur, yang dibatasi oleh koordinat 0°30Â’00” LS - 1°30Â’00” LU, batas Provinsi Kalimantan Timur di bagian barat, serta garis pantai Pulau Kalimantan di bagian timur wilayah kajian. Secara administratif wilayah kerja termasuk dalam Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat,  serta Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.  Parameter yang digunakan untuk penyusunan zonasi daerah potensial bagi tambang batubara bawah tanah ini antara lain: kemiringan lapisan batubara (dip), ketebalan lapisan batubara, serta nilai kalori batubara. Sumber data yang digunakan berupa data sekunder yang berasal dari laporan penyelidikan batubara yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun laporan dari perusahaan-perusahaan batubara (PKP2B dan KP).  Kegiatan ini berhasil menyusun zonasi daerah potensial bagi tambang dalam batubara di daerah Long Lees, Long Nah, Marangkayu, Muara Haloq, Bontang dan Santan dengan kedalaman maksimum zona sampai dengan 500 m di bawah permukaan.  

 1. PENDAHULUAN  1.1. Latar Belakang Batubara di Indonesia merupakan salah satu andalan sumber energi alternatif di luar minyak dan gas bumi. Prospek penambangan batubara dengan metode konvensional seperti masih dilakukan saat ini, untuk masa yang akan datang semakin sulit. Hal ini disebabkan oleh letak lapisan batubara tersebut yang sudah semakin dalam dari permukaan bumi sehingga “waste/coal ratio” (nilai perbandingan batubara dibanding perolehan batubara sebagai komoditas utama) akan semakin tinggi. Disamping hal tersebut, masalah slope stability (kestabilan lereng bukaan tambang) batubara serta air tanah juga menjadi suatu hal yang semakin berat ditanggulangi dan harus diperhatikan.  Wilayah bagian utara Provinsi Kalimantan Timur mengandung banyak sumberdaya batubara dengan ketebalan yang cukup bervariasi, terletak sampai kedalaman lebih dari 100 m, serta memiliki kemiringan yang tidak homogen. Kondisi ini memperlihatkan gambaran keuntungan untuk ditambang dengan metode tambang bawah tanah. Pada beberapa tempat lapisan batubara ini berada di bawah wilayah kawasan lindung, yang tertutup bagi kemungkinan diusahakan dengan metode tambang terbuka. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 yang intinya melarang adanya kegiatan penggalian/penambangan terbuka di wilayah hutan lindung.  Alasan lainnya antara lain seperti prinsip kegiatan yang berwawasan keselamatan lingkungan serta konservasi sumberdaya batubara (sekali melakukan penambangan harus diambil sebanyak-banyaknya) tanpa mengabaikan faktor keselamatan dan faktor lingkungan seperti tersebut di atas.  Pemerintah yang diwakili oleh instansi terkait, dalam hal ini Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral - Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral, mengusulkan untuk melakukan pengkajian potensi batubara pada kedalaman 100 meter hingga 500 meter. Pada tahun

Page 2: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

2005 kegiatan pengkajian daerah potensi batubara untuk tambang dalam ini diusulkan dilakukan pada bagian utara dari Provinsi Kalimantan Timur, sebagai kelanjutan kegiatan yang sama yang telah dilakukan tahun 2004. Kegiatan ini didukung oleh pembiayaan dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2005.  1.2. Maksud dan Tujuan  Maksud dari pembuatan zona daerah potensial bagi tambang dalam batubara ini adalah untuk mengantisipasi kehawatiran akan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh tambang batubara terbuka (open pit mining).  Tujuan dari pengkajian zonasi daerah potensi batubara bagi tambang dalam adalah untuk mengetahui seberapa besar potensi batubara Indonesia pada daerah pengandung batubara di kedalaman lebih besar dari 100 meter baik sumberdaya maupun kualitasnya. Hal ini sangat berguna untuk perencanaan dalam pemilihan daerah yang akan dikembangkan eksplorasinya dikemudian hari.  Lebih lanjut, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada calon investor mengenai daerah yang dapat dilakukan penambangan bawah tanah (dimulai dari yang paling dangkal / over burden paling tipis, ke arah yang lebih dalam) serta dimana dia harus mendirikan bangunan (seperti kantor, stock pile, jalan tambang, dsb)  1.3. Sasaran pekerjaan Target pekerjaan ini adalah membuat pengalokasian zona-zona yang berpotensi untuk dilakukan penambangan batubara bawah tanah, di wilayah Provinsi Kalimantan Timur bagian utara. Wilayah ini dibatasi oleh 0°30?00” LS -1°30Â’00 Lintang Utara, batas provinsi Kalimantan Timur di bagian Barat serta garis pantai Pulau Kalimantan di bagian Timur. Secara administratif wilayah ini termasuk ke dalam Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, serta Kabupaten Kutai Timur. Berdasarkan indeks peta geologi regional berskala 1:250.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, wilayah kerja termasuk ke dalam lembar peta Longnawan, Longpahai, Muarateweh, Muarawahau, Muaraancalong, Tenggarong, Muaralasan, Sangatta, Samarinda, serta sebagian dari Lembar Talok. Gambar 1. memperlihatkan lokasi wilayah kerja berdasarkan peta indeks geologi regional.  1.4. Waktu Pekerjaan Kegiatan ini dilakukan sejak bulan September 2005 sampai dengan bulan Desember 2005.   1.5. Pelaksana Pekerjaan Kegiatan ini dilaksanakan oleh satu tim dari Direktorat Inventarisasi dan Sumberdaya Mineral dengan dukungan pembiayaan dari proyek Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2005. Tim kerja ini beranggotakan ahli geologi, nara sumber, pengarah, serta tenaga administratif.:  1.6. Sumber data Data yang digunakan untuk pekerjaan ini berupa data sekunder, yang diambil dari laporan-laporan eksplorasi batubara, baik itu laporan instansi pemerintah maupun laporan-laporan PKP2B. Selain itu data dari daerah - dalam hal ini data yang berada pada kantor Dinas Pertambangan Kabupaten di wilayah kerja - juga turut diambil sebagai salah satu sumber data untuk pekerjaan ini.

  

  Gambar 1. Wilayah kajian

Page 3: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

  

 2. TAMBANG DALAM BATUBARA  2.1. Batasan dan Peristilahan  Istilah yang digunakan untuk mendefinisikan suatu obyek penyelidikan dapat berbeda antara penulis yang satu dengan yang lainnya, tergantung kepada sudut pandang yang digunakan maupun aspek yang menjadi fokus kajian.  Berikut ini akan dipaparkan batasan dari istilah-istilah yang digunakan dalam kegiatan pengkajian zonasi potensi batubara untuk tambang dalam.  Batubara adalah suatu endapan yang tersusun dari bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik tersusun dari sisa-sisa tumbuhan yang mengalami pembusukan (decomposition) serta perubahan sifat fisika dan kimianya, baik sebelum ataupun sesudah tertutup endapan lainnya. Bahan anorganik terdiri dari beberapa mineral, misalnya mineral lempung, karbonat, sulfida, silikat, dan sebagainya.  Zonasi adalah suatu pengelompokan atau pengkelasan wilayah berdasarkan parameter tertentu. Zonasi potensi batubara untuk tambang dalam adalah pengelompokan wilayah yang berpotensi untuk dilakukan penambangan batubara dengan teknik penambangan bawah tanah. Pengelompokkan ini bisa berdasarkan kedalaman batubara, ketebalan lapisan batubara maupun berdasarkan kualitas batubaranya.  Tambang dalam batubara (underground mining) - disebut juga tambang bawah tanah - adalah pekerjaan menggali dan mengambil batubara dari lapisan batubara di bawah tanah melalui sumuran tegak atau sumuran miring dan lorong bawah tanah.  Terdapat 2 (dua) sistem penambangan tambang batubara dalam, yaitu metode room and pillar dan metode longwall.  Metode room and pillar merupakan sejenis metode ekstraksi batubara tanpa penyangga, yang pada awalnya menyisakan pilar dengan tidak mengekstraksi sebagian batubara, dan dengan demikian melakukan ekstraksi primer melalui penyanggaan atap oleh pilar tersebut. Baru kemudian pilar tersebut diekstraksi. Untuk ekstraksi di tempat dalam, luas penampang pilar harus diambil besar. Metode ini populer di tambang batubara di Amerika dan Australia yang mempunyai kedalaman lapisan batubara yang relatif dangkal dan lapisan atapnya stabil.  Metode longwall adalah metode ekstraksi batubara dengan permukaan kerja panjang yang mentargetkan lapisan batubara dengan ketebalan terbatas dan berkemiringan landai, yaitu berkat dikembangkannya tiang besi penyangga dan kappe (roof bar), serta belt conveyor tipe datar. Panjang permukaan kerja kadang bisa mencapai 100m~300m. Metode ini banyak digunakan di Jepang dan Eropa yang mempunyai lapisan batubara di daerah dalam. Dimungkinkan ekstraksi mekanisasi penuh, dengan mengkombinasikan drum cutter (shearer), face conveyor dan shield type self advancing support. Akhir-akhir ini di Amerika dan Australia juga banyak digunakan.  Nilai kalori (Calorific value) adalah nilai panas yang ditimbulkan oleh batubara. Nilai kalori menentukan peringkat (rank) batubara. Batubara berperingkat tinggi mempunyai nilai kalori yang tinggi begitu pula sebaliknya. Nilai kalori ini turut menentukan keekonomisan batubara, namun hal tersebut dapat berubah sesuai kondisi yang terjadi.  Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu batubara berperingkat lignit kurang bernilai ekonomis, namun seiring dengan meningkatnya permintaan pasokan batubara saat ini, nilai keekonomisan lignit meningkat dan sekarang lignit pun termasuk salah satu komoditi yang banyak diburu.  Lapisan penutup (Over burden) adalah lapisan batuan di atas lapisan batubara. Pada beberapa kasus tambang batubara terbuka, over burden umumnya berupa tanah penutup (soil). Sifat lapisan penutup (terutama sifat keteknikannya) turut menentukan rancangan konstruksi tambang bawah tanah.

Page 4: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

 Lapisan antara (inter burden) adalah lapisan batuan yang berada di antara dua (atau lebih) lapisan batubara. Inter burden harus ikut diperhitungkan dalam penghitungan perolehan batubara yang akan ditambang.  2.2. Perbandingan antara tambang terbuka dengan tambang bawah tanah Perbandingan antara tambang terbuka dengan tambang bawah tanah secara umum adalah sebagai berikut : (1) Produktifitas (Productivity) Produktifitas berbeda-beda tergantung skala produksi tambang. Namun secara umum bisa diharapkan bahwa produktifitas tambang terbuka lebih tinggi dari pada produktifitas tambang bawah tanah. Hal ini disebabkan, pada tambang bawah tanah, ruang kerjanya sempit, sehingga kapasitas mesin yang dapat digunakan terbatas. Sedangkan pada tambang terbuka, dapat digunakan mesin-mesin berkapasitas besar dengan mudah.  (2) Biaya Penambangan (Mining Cost) Biaya penambangan terbuka sangat murah dibandingkan dengan biaya penambangan bawah tanah. Peralatan yang digunakan untuk penambangan bawah tanah relatif lebih mahal dibandingkan dengan peralatan untuk tambang terbuka. Faktor keamanan pada tambang bawah tanah juga perlu mendapat perhatian khusus yang berdampak pada tingginya biaya untuk keamanan guna meminimalkan kecelakaan tambang.  (3) Keamanan (Accident Risks) Jumlah kecelakaan yang terjadi pada tambang terbuka lebih sedikit dibandingkan tambang bawah tanah. Jumlah pekerja tambang terbuka lebih sedikit dibandingkan tambang bawah tanah, sehingga jumlah kecelakaan yang terjadi per 1 juta ton produksi sangat rendah. Selain perbedaan jumlah pekerja, resiko kecelakaan pada tambang bawah tanah juga lebih besar yang bisa diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya ledakan gas metana pada lubang tambang ataupun kurangnya supply oksigen.  (4) Konsumsi Energi (Energy Demand) Secara umum dapat dikatakan bahwa konsumsi energi tambang terbuka adalah 1/4~1/5 tambang bawah tanah. Lubang tambang pada tambang bawah tanah harus mendapat pencahayaan yang cukup, sehinga energi yang diperlukan juga cukup banyak.  (5) Masalah Lingkungan (Environment) Kondisi kerja tambang terbuka lebih baik dari pada tambang bawah tanah, karena pekerjaan berlangsung di permukaan. Selain itu, tidak memerlukan penyangga, pengisian, ventilasi dan penerangan buatan. Akan tetapi, karena seluruh pekerjaan dilakukan di permukaan, operasinya dipengaruhi oleh cuaca. Kemudian, perlu penanganan batuan lapisan penutup (over burden) yang banyak, dan diperlukan tempat yang luas untuk membuang tanah kupasan. Ditambah lagi, karena permukaannya menjadi rusak setelah penambangan, reklamasi dan reboisasi menjadi suatu keharusan. (6) Perolehan Ekstraksi Perolehan tambang terbuka lebih tinggi dibandingkan tambang bawah tanah. Pada tambang terbuka dimungkinkan 90~95%. Perolehan tambang bawah tanah berbeda menurut metode ekstraksinya, di mana perolehan cut and fill method sangat tinggi hingga mendekati perolehan tambang terbuka, namun perolehan tambang pada room and pillar method hanya sekitar 60%.   Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tambang terbuka mempunyai keuntungan yang cukup banyak dibandingkan tambang bawah tanah. Namun perlu diingat bahwa saat ini tambang terbuka telah dilakukan cukup intensif di berbagai wilayah di Indonesia sehingga dikhawatirkan lahan untuk penambangan batubara secara terbuka telah habis, terutama di wilayah Pantai Timur Kalimantan dan di Sumatera Barat. Selain itu juga terdapat benturan keinginan dari dunia tambang dengan kepentingan konservasi wilayah

Page 5: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

apabila lokasi tambang terletak di wilayah yang dilindungi. Kegiatan penambangan bawah tambang dirasakan lebih menguntungkan apabila ditinjau dari berbagai masalah lingkungan yang ditimbulkannya. Untuk itulah kiranya kajian mengenai tambang bawah tanah ini perlu dilakukan.  2.3. Persyaratan tambang dalam batubara  Untuk melakukan kegiatan penambangan batubara bawah tanah, terdapat beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, antara lain: a. Sifat keteknikan seluruh lapisan penutup (overburden / roof) b. Lapisan batubara itu sendiri c. Lapisan batuan antara (interburden) jika terdapat lebih dari satu lapisan batubara d. Lapisan batuan alas (floor) e. Kemiringan lapisan batuan dan batubara f. Ketebalan lapisan batubara g. Sistem penambangan yang akan digunakan h. Sistem pengangkutan i. Kondisi air tanah dan air permukaan yang akan mempengaruhi tambang j. dll.   2.4. Tambang dalam batubara di Indonesia  Endapan batubara telah mulai ditambang di Indonesia sejak tahun 1849 di Pengaron, Kalimantan Timur oleh sebuah perusahaan swasta Belanda. Pada saat itu teknik penambangan yang dilakukan berupa tambang terbuka. Sedangkan tambang batubara bawah tanah baru dilakukan di daerah batubara Ombilin (Sumatera Barat) sejak tahun1892 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Cara-cara tambang yang dilakukan pada masa itu berupa pengisian dengan pasir bercampur air (hydraulic sandfill). Walaupun teknik tambang bawah tanah ini telah lama ditinggalkan sejak berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda, namun penambangan batubara di Ombilin yang masih dilakukan hingga saat ini hanya tinggal penambangan bawah tanah.  Selain di Ombilin, tambang dalam juga pernah dilakukan di lapangan Suban/Pinang - Bukit Asam (Sumatera Selatan) serta di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Akan tetapi dengan karakter batubara yang terdapat tidak jauh dari permukaan, pengusahaan batubara di Indonesia umumnya cenderung dilakukan secara tambang terbuka, mengingat kecilnya faktor resiko dengan keuntungan yang tinggi, walaupun harus mengabaikan dampak lingkungan yang diakibatkannya.  2.5. Potensi tambang dalam batubara Indonesia  Endapan batubara tersebar cukup luas di wilayah Indonesia. Wilayah-wilayah yang dianggap mempunyai potensi batubara yang sangat besar antara lain Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan. Saat ini banyak sekali perusahaan-perusahaan batubara yang melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah-wilayah ini, bahkan ada beberapa diantaranya telah melakukan kegiatan produksi. Umumnya metode penambangan yang digunakan berupa tambang batubara terbuka, mengingat kedalaman dari endapan batubara yang sangat mudah ditambang dengan metode ini. Namun apabila dilihat dari data-data pemboran, ternyata di beberapa wiayah di Indonesia, endapan batubara terdapat sampai kedalaman di atas 100 meter, seperti yang terdapat di daerah Parambahan, Sumatera Barat (Cekungan Ombilin). Kondisi seperti ini juga diperkirakan terjadi juga di daerah Kalimantan Timur. Beberapa eksplorasi di Kawasan Hutan Wisata Bukit Suharto menunjukkan bahwa wilayah ini memiliki endapan batubara yang cukup tebal, terdiri dari beberapa seam (multi seam), yang terdapat di bawah permukaan.  Pada beberapa tambang batubara di luar negeri, banyak terdapat kasus di mana pada lapisan batubara yang mempunyai kemiringan, pertama dilakukan penambangan terbuka sampai mencapai batas tersebut, dan setelah itu beralih ke penambangan bawah tanah. Hal seperti ini bukan tidak mungkin diterapkan pada tambang batubara di Indonesia, sehingga

Page 6: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

lahan bekas tambang yang sudah ditinggalkan dapat diusahakan kembali untuk tambang bawah tanah.   3. KONDISI KALIMANTAN TIMUR  Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan zonasi potensi batubara untuk penambangan bawah tanah, baik faktor teknis maupun non teknis, seperti faktor ekonomi dan lingkungan. Beberapa diantaranya akan diuraikan berikut di bawah ini.  3.1. Iklim dan Curah Hujan  Iklim dan curah hujan merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan tambang batubara bawah tanah. Hal ini berkaitan dengan faktor geohidrologi yang merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan penambangan batubara bawah tanah. Kawasan Utara Provinsi Kalimantan Timur umumnya beriklim tropis basah yang dicirikan oleh curah hujan pertahun yang relatif tinggi yaitu antara 1846 – 2063 mm. Curah hujan tertinggi biasanya terjadi sekitar bulan April sampai Juni, sedangkan curah hujan terendah terjadi sekitar bulan Agustus untuk seluruh daerah. Suhu udara sepanjang tahun bervariasi dari 27° C sampai 30° C. Kelembaban rata-rata relatif tinggi, yaitu sekitar 80%.  3.2. Geologi Regional  Wilayah bagian utara Provinsi Kalimantan Timur secara regional termasuk dalam Cekungan Kutai (Gambar 2.). Stratigrafi Cekungan Kutai secara ringkas disajikan dalam Tabel 1.  Cekungan Kutai secara historis merupakan suatu cekungan sedimentasi yang besar di Pulau Kalimantan. Pengisiannya berlangsung sejak Eosen hingga Miosen Tengah. Pengangkatan Pegunungan Meratus mengakibatkan Cekungan Kutai terpisah menjadi tiga bagian yang dinamakan Cekungan Barito di sebelah Barat dan Cekungan Pasir di sebelah Timur Pegunungan Meratus, serta Cekungan Kutai di sebelah Utaranya.   Proses sedimentasi dalam Cekungan Kutai berlangsung secara kontinu selama Tersier hingga sekarang. Fase pertama merupakan siklus transgresi dan fase kedua atau akhir pengisian adalah fase regresi. Secara litologi hampir semua pengisi Cekungan Kutai mengandung klastika halus yang terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dan batulanau serta sisipan batugamping dan batubara yang diendapkan pada lingkungan paralik hingga neritik atau litoral, delta sampai laut terbuka.  Seri sedimen pengisi Cekungan Kutai dibagi menjadi beberapa formasi mulai dari tua ke muda sebagai berikut : Formasi Tanjung, Formasi Pamaluan, Formasi Pulubalang, Formasi Balikpapan dan Formasi Kampungbaru. Kelima formasi ini bertindak sebagai pengandung batubara, terutama Formasi Tanjung dan Formasi Balikpapan.  3.3. Wilayah Potensil Batubara  Formasi pembawa batubara tersebar cukup luas di bagian selatan Provinsi Kalimantan Timur dengan umur formasi mulai dari Eosen (Formasi Tanjung) sampai dengan Plistosen (Formasi Kampungbaru). Penyebaran dari Formasi Pembawa Batubara sebagian besar terkonsentrasi di bagian timur wilayah kerja, atau sepanjang pantai timur Pulau Kalimantan, memanjang utara-selatan.  4. HASIL KAJIAN  4.1. Sistematika Pekerjaan  Sistematika pekerjaan dibagi menjadi beberapa tahap seperti berikut di bawah : a. Pengumpulan data sekunder b. Evaluasi data sekunder  c. Pengelompokan lapisan batubara target d. Pembuatan penampang geologi yang dilalui oleh sebaran lapisan batubara target e. Penentuan zonasi daerah potensi batubara tambang dalam pada peta geologi.

Page 7: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

f. Penyusunan laporan  4.2. Parameter yang digunakan  Parameter yang digunakan untuk membatasi pembuatan zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam di kawasan selatan Provinsi Kalimantan Timur terdiri dari 3 (tiga) faktor, yaitu: 1. Ketebalan 2. Kemiringan lapisan 3. Nilai kalori (kualitas)  Ketebalan lapisan batubara yang layak ditambang dengan teknik penambangan bawah tanah berkisar antara 2 meter dan 4 meter. Batubara dengan ketebalan kurang dari 2 meter tidak layak untuk dikembangkan ditinjau dari segi ekonomisnya, sedangkan untuk lapisan batubara yang mempunyai ketebalan lebih dari 4 meter masih sulit dilakukan penambangan dengan metode bawah tanah. Kesulitan tersebut umumnya disebabkan oleh sifat fisik batubara yang memperlihatkan banyak kekar, mudah patah / hancur, yang memungkinkan sewaktu-waktu dapat runtuh pada saat digali. Sehingga walaupun selama ini digunakan sistem penyanggaan, tetap saja ada kekhawatiran terjadi runtuhan pada saat penambangan. Dengan pertimbangan tersebut sistem penyanggaan yang digunakan saat ini hanya diperuntukkan pada lapisan batubara dengan ketebalan 2 – 4 m. Namun untuk kepentingan kajian zonasi tambang dalam ini, ketebalan lapisan batubara tidak dibatasi, dengan asumsi bahwa mungkin saja di masa datang tercipta suatu sistem yang memungkinkan untuk menambang lapisan batubara berketebalan kurang dari 2 m atau lebih dari 4 m dengan teknik penambangan bawah tanah.  Kemiringan lapisan (dip) batubara merupakan faktor yang sangat penting, terutama ditinjau dari segi keamanan tambang. Kemiringan lapisan ideal yang disarankan untuk teknik penambangan batubara bawah tanah adalah antara 12° sampai 20°. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan penggunaan alat angkut yang digunakan untuk mengangkut hasil penggalian batubara dari lubang tambang (titik produksi) keluar lubang tambang untuk diangkut ke stock pile. Selain itu, kemiringan lapisan pun turut dipertimbangkan dalam faktor keamanan tambang. Apabila terjadi hal yang membahayakan pekerja pada saat kegiatan penambangan kemiringan yang tinggi dapat menghambat upaya para pekerja untuk melarikan diri keluar dari lubang tambang.  Nilai Kalori batubara berperan penting dalam keekonomisan tambang. Batubara berkalori rendah mempunyai nilai jual yang tidak begitu tinggi sehingga dikhawatirkan tidak cukup memberikan keuntungan bagi pengusahaan tambang. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka batubara yang layak ditambang dengan menggunakan teknik penambangan bawah tanah untuk saat ini yaitu batubara yang mempunyai nilai kalori minimum 6100 cal/gr (adb). Namun pembuatan zonasi wilayah potensil untuk tambang dalam batubara ini juga dilakukan untuk batubara yang meiliki kalori di bawah 6100 cal/gr (adb). Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa mungkin saja pada beberapa waktu ke depan harga batubara akan naik, sehingga dengan menggunakan teknik penambangan bawah tanah pun masih dinilai ekonomis.  4.3. Hasil penyusunan zonasi  Berdasarkan parameter-parameter yang telah dikemukakan, pembuatan zonasi difokuskan kepada daerah-daerah yang telah diselidiki oleh tim inventarisasi batubara dari Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan kemudahan akses data. Pada beberapa daerah yang terdapat perusahaan batubara (PKP2B maupun KP), pembuatan zonasi ini juga didukung data dari laporan-laporan tersebut. Penyusunan zonasi wilayah potensi batubara ini apabila memungkinkan dilakukan sampai kedalaman 500 m. Namun pada beberapa daerah tidak mencapai kedalaman tersebut dikarenakan keterbatasan data ataupun karena pengaruh struktur geologi (misalnya lipatan). 

Page 8: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

 Pembuatan zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam dilakukan pada daerah Long Lees, Long Nah, Muara Haloq, Marangkayu, Bontang, serta daerah Santan. Untuk memudahkan pembacaan pada peta, wilayah yang berpotensi dibagi ke dalam beberapa blok sesuai dengan Formasi Pembawa Batubaranya. Selain itu untuk beberapa seam yang berbeda pada satu Formasi yang sama juga dibuat zonasi yang berbeda pula. Salah satu hasil penyusunan zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam dapat terlihat pada Gambar 3.  5. KESIMPULAN & SARAN  5.1. Kesimpulan 1. Kawasan utara Provinsi Kalimantan Timur memiliki potensi batubara yang cukup besar untuk diusahakan dengan teknik penambangan batubara bawah tanah, terutama di daerah Bontang-Santan  2. Pengusahaan batubara dengan teknik penambangan bawah tanah dapat memperkecil resiko kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan. 3. Pengkajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam perlu dilakukan untuk pada beberapa tambang terbuka untuk tercapainya optimalisasi penambangan.  5.2. Saran  Kajian lebih lanjut perlu dilakukan, misalnya mengenai aspek geoteknik, hidrologi, dll, apabila akan dilakukan pengusahaan batubara dengan menggunkana teknik penambangan bawah tanah.   DAFTAR PUSTAKA  Atmawinata, S., Ratman, N., dan Baharuddin, 1995. Peta Geologi lembar Muara Ancalong, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sukardi, Sikumbang, N., Umar, I., dan Sunaryo, R., 1995. Peta Geologi lembar Sangatta, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Supriatna, S., Sukardi, dan Rustandi, E., 1995. Peta Geologi lembar Samarinda, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Suwarna, N. dan Apandi, T., 1994. Peta Geologi lembar Longiram, Kalimantan Timur, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

   

 

Gambar 2. Cekungan sedimentasi di Pulau Kalimantan     

 

Page 9: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

Formasi Balikpapan (Tmbp), terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulempung dengan sisipan batulanau, batugamping dan batubara dengan tebal 0,15 - 11,00 m. ±1200  - 2000 Dataran Delta Tengah  Tmpb Formasi Pulubalang (Tmpb), terdiri dari perselingan antara grewak dan batupasir kuarsa, dengan sisipan batugamping, batulempung dan batubara dengan tebal dari 0,10 – 4,00 m. ±2750 Laut Dangkal Awal Tomp Formasi Pamaluan (Tomp), terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, batugamping dan batulanau. ±2000 Laut Dangkal OLIGOSEN  Toty Formasi Tuyu (Toty), terdiri dari napal, batulempung, sisipan batugamping.  Â±2000  Laut Terbuka EOSEN  Tot Formasi Tanjung (Tet), terdiri dari batupasir bersisipan serpih & grewak dengan lapisan tipis batubara  Â±1000  Litoral - rawa      

 Gambar 3. Zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam Di daerah Long Lees, Kalimantan Timur      

 Gambar 4. Zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam Di daerah Long Nah, Kalimantan Timur

Page 10: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

http://samarindakota.go.id/index.php?page=39

POTENSI KOTA

Page 11: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

Letak Geografis

Kota Samarinda merupakan Ibu Kota Propinsi Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda secara astronomis terletak pada posisi antara 116°15'36"-117°24'16" Bujur Timur dan 0°21'18" - 1°09'16" Lintang Selatan, dengan ketinggian 10.200 cm diatas permukaan laut dan suhu udara kota antara 22 - 32° C dengan curah hujan mencapai 2.345 mm pertahun dengan kelembaban udara rata-rata 81,4 %.

Administrasi

Adanya Sungai Mahakam yang membelah di tengah kota menjadikan kota ini bagai gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur. Luas Wilayah Kota Samarinda adalah 71.800 Ha yang terbagi menjadi 6 ( enam )Kecamatan yaitu : Kecamatan Samarinda Ulu, Kecamatan Samarinda Ilir, Kecamatan Samarinda Seberang Kecamatan Palaran, dan Kecamatan Sungai Kunjang.

Batas Adminsitrasi Kota Samarinda

Sebelah Utara: Kec. Muara Badak Kabupaten Kukar Sebelah Timur: Kecamatan Anggana dan Sanga-Sanga (Kab Kukar)

Sebelah Selatan: Kec Loa Janan .Kab Kutai Kartenegara

Sebelah Barat: Kec. Muara Badak Tenggarong Seberang (Kab Kukar)

Ketinggian / Topografi

Berdasarkan topografinya , maka wilayah Kota Samarinda berada di ketinggian antara 0 - 200 dpl, dan hampir 24,17 % berada di ketinggian 0 - 7 dpl, umumnya terletak di dekat Sungai Mahakam sekitar 41,10 % berada dalam ketinggian 7 - 25 dpl, dan 32,48 % berada di ketinggian 25 - 100 dpl.

Topografi Kota Samarinda

No Kemiringan (%) Luas (KM2) Persentase (%)

1 0-2 219,61 30,61

2 3-14 198,58 27,68

3 15,40 194,06 27,05

4 > 40 105,17 14,68

Fisiografi

Page 12: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

Fisiografi menunjukkan bentuk permukaan bumi dipandang dari faktor dan proses pembentukannya. Proses pembentukan permukaan bumi dipandang sebagai penciri suatu satuan fisiografi.

Pembagian bentuk permukaan bumi berdasarkan tipe fisiografinya dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan memudahkan dalam perencanaan penggunaan tanah sehubungan dengan perencanaan pengembangan daerah.

Ditinjau dari fisiografinya, wilayah Kota Samarinda dapat dikelompokkan dalam 7 (tujuh) deskripsi masing-masing satuan fisiografi tersebut adalah sebagai berikut :

Daerah Patahan (derah dumana terjadi patahan ) yaknio patahan menurun dan kasar, dengan permukaan yg besar dengan kemiringan tanah sangat bervariasi

Daerah rawa pasang surut (tidal swamp) yaitu daerah dataran rendah ditepi pantai yang selalu dipengaruhi pasang surut air laut dan ditumbuhi hutan mangrove dan nipah, bentuk wilayah datar dengan variasi lereng kurang dari 2% dan perbedaan tinggi kurang dari 2 meter.

Daerah dataran alluvial (alluvial plain) yaitu daerah dataran yang terbentuk dengan proses pengendapan, baik didaerah muara maupun daerah pedalaman.

Daerah berombak/bergelombang yakni daerah dengan konfigurasi medan berat ditandai dengan penyebaran daerah perbukitan 8,15%

Daerah dataran (plain) yaitu daerah endapan, dataran karst, dataran vulkanik, dataran batuan beku (metamorf) masam, dataran basalt dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit, variasi lereng 2 sampai 15,94 % dengan beda ketinggian kurang dari 50 meter.

Daerah berbukit (hill) yaitu daerah bukit endapan dan ultra basa, sistem punggung sedimen, metamorf dan kerucut vulkanik yang terpotong dengan pola drainase radial. Bentuk wilayah bergelombang sampai agak bergunung, variasi lereng 16 sampai 60 %, dan beda ketinggian antara 50 sampai 150 meter.

Daerah Sungai (River). Daerah ini berfungsi sebagai daerah reterdam, daerah pengendali atau waterponds.

Penyebaran dan luas masing-masing satuan fisiografi di wilayah Kota Samarinda disajikan pada

Page 13: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

tabel berikut ini:

Luas Satuan Fisiografi di Wilayah Kota Samarinda

No Satuan Fisiografi Luas (Ha) %

Jumlah 71.800 100

1 Lembah Aluvial 6.479 9,02

2 Daerah Daratan 10.524 15,94

3 Daratan Berombak 5.379 8,15

4 Daratan Bergelombang 9.636 14,59

5 Daerah Patahan 1.527 2,31

6 Daerah Berbukit 29.526 44,73

7 Lain-lain 8.729 4,47

Geologi

Struktur geologi di wilayah Kota Samarinda diketahui berdasarkan hasil survey dan atau pemetaan geologi yang dimuat dalam buku "Geology of Indonesia, Volume IA". Oleh R.W. Van Bemmelen, 1949, pada umumnya berumur Praktertier hingga Kwarter.

Beberapa formasi geologi yang terdapat diwilayah Kota Samarinda diantaranya adalah

Kampung Baru Beds Balikpapan Beds

Pulau Balang Beds

Pemaluan Beds

Beberapa Wilayah geologi telah mengalami perubahan yang ditandai dengan adanya patahan. Formasi ini terdiri dari Grewake, batu pasir kwarsa, batu gamping, batu lempeng dan tufa dasitik dengan sisipan batu bara.

Page 14: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

Luas masing-masing Formasi Geologi di Wilayah Kota Samarinda.

No Formasi Luas (Ha) %

Jumlah 71.800 100

1 Kampung Baru Beds 11.314 11,34

2 Balikpapan Beds 33.953 53,29

3 Pulau Balang Beds 16.977 26,65

4 Pemaluan Beds 9.556 8,72

Hidrologi

Berdasarkan kondisi hidrologinya Kota Samarinda dipengaruhi oleh sekitar 20 daerah aliran sungai ( DAS) . Sungai Mahakam adalah sungai utama yang menmbelah Kota Samarinda dengan lebar antara 300-500 meter, sungai-sungai lainnya adalah anak2 sungai yang bermuara di sunagai Mahakam yang meliputi:

Sungai Karang Mumus dengan luas DAS sekitar 218,60Km Sungai Palaran dengan luas DAS 67,68 Km

Anak sungai lainnya antara lin , Sungai Loa Bakung, Lao Bahu, Bayur, Betepung, Muang, Pampang, Kerbau, Sambutan, Lais, Tas, Anggana, Loa Janan, Handil Bhakti, Loa Hui, Rapak Dalam, Mangkupalas, Bukuan, Ginggang, Pulung, Payau, Balik Buaya, Banyiur, Sakatiga, dan Sungai Bantuas.

Jenis Tanah

Sesuai dengan kondisi iklim di Kota Samarinda yang tergolong dalam tipe iklim tropika humida, maka jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah inipun tergolong ke dalam tanah yang bereaksi masam.

Jenis-jenis tanah yang terdapat di Kota Samarinda, menurut Soil Taxanomy USDA tergolong kedalam jenis tanah: Ultisol, Entisol, Histosol, Inceptiols dan Mollisol atau bila menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah: Podsolik, Alluvial, Organosol.

Ciri dan sifat tanah-tanah Podsolik (Ultisol) biasanya ditandai dengan:

Page 15: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

Pencucian yang intensif terhadap basa-basa, sehingga tanah bereaksi masam dan dengan kejenuhan basa yang rendah.

Karena suhu yang cukup tinggi dan pencucian yang berlangsung terus menerus mengakibatkan pelapukan terhadap mineral liat sekunder dan oksida-oksidanya.

Terjadi pencucian liat di lapisan atas (eluviasi) dan penimbunan liat di lapisan bawahnya (illuviasi).

Tanah Podsolik (Ultisol) merupakan jenis tanah yang arealnya terluas di Kota Samarinda dan masih tersedia untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian. Persediaan air di daerah ini umumnya cukup tersedia dari curah hujan yang tinggi. Penggunaan tanah dari jenis tanah ini sebagai daerah pertanian, biasanya memungkinkan produksi yang baik pada beberapa tahun pertama selama unsur-unsur hara dipermukaan belum habis melalui proses biocycle.

Pada dasarnya jenis-jenis tanah di Kota Samarinda (menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor dan Padanannya menurut Soil Taxanomy) terdiri dari:

Podsolik (Ultisol) Alluvial (Entisol)

Gleisol (Entisol)

Organosol (Histosol)

Lithosol (Entisol)

Luas jenis tanah dan penyebarannya di Kota Samarinda dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Luas masing-masing Jenis Tanah di Wilayah Kota Samarinda.

No Jenis Tanah Luas (Ha) %

Jumlah 71.800 100

1 Alluvial 3.453 4,81

2 Alluvial/Gambut 16.294 24,68

3 Podsolik/Litosol 8.266 12,52

4 Podsolik 30.010 45,45

5 Lain-Lain 13.777 12,12

Dari tabel diatas ternyata bahwa jenis tanah Podsolik mempunyai luasan yang tertinggi di wilayah Kota Samarinda dengan 30.010Ha atau 45,45%, sedangkan jenis tanah Alluvial tidak bergambut mencapai luas 3.453Ha atau 4,81% dari luas Kota Samarinda.

Page 16: Kajian zonasi daerah potensi batubara untuk tambang dalam

Penggunaan Tanah

Pola penggunaan tanah di Kota Samarinda mengikuti pola penyebaran penduduk yang ada. Akumulasi penduduk sebagai besar terdapat pada lokasi-lokasi yang dikembangkan oleh Pemerintah seperti: Pusat Perdagangan, Pusat Industri dan lokasi Transmigrasi dimana daerah-daerah tersebut sudah mempunyai transportasi yang memadai.

Penggunaan Tanah di Kota Samarinda yang paling luas adalah Perkarangan/Bangunan dan halaman sekitarnya sebesar 28.666Ha atau 39,92% dari luas Kota Samarinda, diikuti Lahan kering sementara tidak diusahan sebesar 12.909% atau 17,98%. Sedangkan paling sempit wilayahnya dibanding presentasi luas adalah rawa-rawa/kolam seluas 362Ha atau 0,50%

Untuk mengetahui penggunaan lahan lebih jelasnya pada tabel berikut:

Penggunaan Tanah Kota Samarinda

No Penggunaan Tanah Luas Wilayah (Ha) %

Jumlah 71.800 100

1 Perkarangan Bangunan dan Halaman 26.666 39,92

2 Tegal/Kebun/Ladang 8.877 12,36

3 Sawah 1.043 14,53

4 Rawa/Kolam 362 0,50

5 Lahan Kering 12.909 17,98

6 Hutan Rakyat 2.683 3,74

7 Hutan Berat 0 0

8 Perkebunan Rakyat 4.486 6,25

9 Lain-Lain 3.387 4,72