jurnal listy - clinical study on chronic suppurative otitis media.docx

Upload: rania

Post on 09-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Penelitian klinis terhadap otitis media supuratif kronis dengan kolesteatomaMohammed Yousuf , Khorshed A Majumder, Akter Kamal , Ahmed M Shumon, Yeahyea Zaman

Abstrak :Tujuan : Untuk menemukan perbedaan faktor etio-patologis dari penyakit dan juga meningkatkan perhatian untuk semua dokter dan juga menurunkan tingkat kesalahan diagnosis dengan merujuk secepatnya, intervensi pembedahan yang sesuai, juga menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien.

Metode : Total 100 pasien dengan otitis media supuratif kronik (Chronic suppurative otitis media [CSOM]) dikumpulkan dari bagian Otolaryngology Head & Neck Surgery (THT), di Universitas Kesehatan Bangabandhu Sheikh Mujib, Rumah Sakit Pendidikan Kesehatan Dhaka (Dhaka Medical College Hospital [DMCH]) dan Sir Salimullah Medical College serta Rumah Sakit Mitford Dhaka, dari bulan Januari 2003 hingga Februari 2004. Pasien yang mengalami CSOM disertai kolesteatoma dengan atau tanpa komplikasi akan dimasukkan ke dalam penelitian ini, walaupun terdapat perbedaan usia dan jenis kelamin dan juga perbedaan kondisi sosio-ekonomi.

Hasil: 100 pasien CSOM dengan kolesteatoma dimasukkan ke dalam peelitian ini untuk melihat berbagai aspek penyakit dengan perhatian khusus terhadap faktor etio-patologis dari CSOM disertai kolesteatomi dengan atau tanpa komplikasi. 100 pasien dengan berbagai usia dan jenis kelamin serta kondisi sosio-ekonomi yang berbeda akan diperiksa secara cermat di bawah pemeriksaan per-protokol. Penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan, buta huruf, kepadatan penduduk, tinggal pada rumah berlantai tanah, mandi di kolam dan sungai dengan kebiasaan berenang merupakan faktor etiologi utama dari CSOM. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketidakpahaman penduduk tentang penanganan kesehatan primer dan bahaya penyakit, kurangnya dokter yang terlatih di daerah sekitarnya juga berperan terhadap perkembangan penyakit dan komplikasinya.

Kesimpulan : Penelitian ini menyimpulkan bahwa menghindari faktor penyebab, meningkatkan kondisi sosioekonomi dan status pendidikan serta menyediakan tenaga dokter yang terlatih di daerah terpencil, dapat menurunkan tingkat perkembangan penyakit dan terjadinya komplikasi, sehingga dapat menyelamatkan ribuan nyawa dengan cara merujuk pasien lebih awal dan pemilihan intervensi bedah yang tepat.

Kata Kunci : Otitis Media Supuratif Kronik, Kolesteatoma.

Pendahuluan : Kolesteatoma merupakan kantong yang terdiri dari epitel gepeng bertingkat yang mengandung lapisan keratin yang terkumpul disertai epitel gepeng yang mengalami desquamasi dengan atua tanpa adanya kristal kolesterol. Lesi ini sering terjadi pada penyakit yang progresifitasnya lambat da destruktif dari bagian telinga tengah, dimana kolesteatom dapat merusak jaringan padat dan lunak di sektiarnya, sehingga menyebabkan komplikasi ekstra dan intra-cranial. Berdasarkan etiologi yang ada, kolesteatoma dapat dibagi menjadi kolesteatoma primer dan sekunder. Kolesteatoma kongetinal diperkirakan terjadi dari inklusi embrional atau adanya sisa sel epitel yang tertinggal pada membran timpani yang masih utuh. Acquired kolesteatoma (yang didapat), terjadi karena adanya retraksi kantong pada bagian kulit. Tipe lainnya, yaitu secondary acquired cholesteatoma (kolesteatom sekunder), biasanya terjadi dari pertumbuhan kulit yang berlebihan dan melewati membran timpani, dan juga karena adanya inflammasi sehingga mukosa mengalami metaplasia menjadi tipe epitel gepeng (squamous).Walaupun etiologi pasti dari kolesteatoma masih belum diketahui, namun oembentukan dan pengembangan kolesteatoma dan komplikasi lainnya menunjukkan hubungan terhadap beberapa faktor seperti tingkat kemiskinan, infeksi berulang dari saluran pernafasan atas, pembesaran adenoid pada masa anak-anak, sering mandi di kolam sambil berenang, hidup di rumah berlantai dengan yang tidak higienis dan terlalu padat, ketidaktahuan terhadap akibat dari penyakit dan kurangnya dokter yang terlatih di lingkungan sekitar. Gambaran klinis dari chronic suppurative otitis media (CSOM) dengan kolesteatoma biasanya menunjukkan adanya discharge (keluarnya cairan) serta gangguan pendengaran/tuli; namun jika disertai komplikasi, pasien juga akan mengalami nyeri telinga, demam, rasa menggigil, pembengkakan post-auricular, muntah, vertigo, sakit kepala, post-auricular dischage sinus, kelemahan otot wajah, dan lainnya. Di negara peneliti, banyak kasus CSOM disertai dengan kolesteatoma yang mengalami komplikasi ekstrakranial, bahkan intrakranial, jadi diagnosis awal dan mengobati penyakit ini sangat penting untuk kemanan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dari semua tingkatan dokter dan menurunkan tingkat keasalah diagnosis dengan cara merujuk pasien secepatnya, pilihan intervensi bedah yang sesuai, sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien.

Target dan Tujuan :a) Untuk menemukan berbagai keragaman dari sifat CSOM dengan kolesteatoma yang dihubungkan dengan usia, jenis kelamin, status pendidikan, kondisi sosio-ekonomi pada pasien CSOM dengan atau tanpa komplikasib) Untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap semua tingkatan dokter dan juga menurunkan tingkat kesalahan diagnosis dengan cara merujuk secepatnya, pemilihan intervensi bedah yang sesuai, sehingga bisa menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien.Metode : Total 100 pasien dikumpulkan dari bagian Otolaryngology Head and Neck Surgery, di Universitas Kesehatan Bangabandhu Sheikh Mujib, Rumah Sakit Pendidikan Dhaka (DMCH), dan Sir Salimullah Medical College dan Rumah Sakit Mitford Dhaka dari bulan Januari 2003 hingga Februari 2004. Pasien dengan CSOM disertai kolesteatoma dengan atau tanpa komplikasi akan dimasukkan ke dalam penelitian ini, dengna berbagai kelompok usia, jenis kelamin, dan kondisi sosioekonomi yang berbeda.

Hasil : 100 pasien yang didiagnosa dengan CSOM disertai kolesteatoma akan dimasukkan ke dalam penelitian ini, dimana 69% dari kasus tidak mengalami komplikasi, 25% mengalami komplikasi ekstra-kranial, dan 6% komplikasi intrakranial.Pada penelitian ini usia tertua dan termuda pada pasien adalah 6 tahun serta 40 tahun, dengan usia rata-rata 17.2 tahun.

Untuk kondisi sosio-ekonomi dan status pendidikan, kebanyakan pasien mempunyai kondisi sosio-ekonomi sangat miskin (44%), atau miskin (40%) sementara untuk status pendidikan, kebanyakan pasien tidak bersekolah (22%) atau hanya menyelesaikan pendidikan dasar (40%). Peneliti juga menemukan bahwa orang dari kalangan yang lebih tinggi atau kaya biasanya tidak akan mendatangi rumah sakit pemerintah seperti yang dijelaskan di atas.Hampir semua pasien dalam penelitian ini mengalami CSOM unilateral. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa orang yang tinggal di daerah terpencil dan kumuh serta mempunyai kebiasaan berenang di kolam atau sungai aka mengalami kolesteatoma lebih sering dibandingkan dengan orang yang tinggal di kota dan mandi dari air bersih.Untuk gambaran klinis, hampir semua pasien mengalami berbagai gejala dimana otore (100%) merupakan gejala yang paling sering diikuti dengan gangguan pendengaran (80%).

Untuk karaktersitik discharge, pada semua telinga dengan kolesteatoma mempunyai malodorous discharge [sekret yang berbau] (100%) dimana 82.70% sekret minimal, 18.27% mempunyai sekret yang banyak, 14.5% mempunyai sekret diserta darah dan jaringan granulasi. Polip juga ditemukan pada 14.42% kasus.Semua kasus kolesteatoma mengalami perforasi pada bagian marginal posterior-superior (69.23%) atau pada bagian attic (30.77%).Pada penelitian ini, ditemukan bahwa kebanyakan kasus (69%) terjadi tanpa adanya komplikasi.

Dalam penelitian ini, 25% kasus COMS mengalami komplikasi ekstra-kranial sementara 6% mengalami komplikasi intrakranial.Pemeriksaan radiologis dan audiologis dilakukan pada kebanyakan kasus dimana temuan radiografi (X-ray mastoid n = 75%, CT scan n = 6), menunjukkan adanya rongga terbatas pada 52.0% X-ray mastoid Towne dan Stenver yang dilakukan pada 75 pasien. Lesi desak ruang (Space Occupying Lesion) ditemukan hanya pada 2% dari total kasus pada pemeriksaan CT scan yang dilakukan pada pasien dengan komplikasi intrakranial.

Data menunjukkan bahwa kebanyakan pasien mengalami tuli konduktif derajat sedang (74.47%) diikuti dengan tuli konduktif ringan (19.15%) dan hanya beberapa pasien yang mengalami tuli campuran berat (6.38%). Pemeriksaan audiologis tidak dilakukan pada pasien dengan komplikasi intracranial. Walaupun 80% pasien mengeluhkan gangguan pendengaran, PTA menunjukkan gangguan pendengaran terjadi pada 100% pasien.

Pembahasan :100 pasien dengan berbagai usia dan jenis kelamin dimasukkan ke dalam penelitian ini, dengna kolesteatoma, setelah dilakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lainnya.Pada penelitian ini, kasus tertinggi didapati pada kelompok pasien berusia 11-20 tahun (54%). Pasien termuda dalam penelitian ini berusia 6 tahun dan pasien tertua berusia 40 tahun (Tabel 1), hal ini juga didukung dengan hasil penelitian lainnya. Jumlah pasien pria terbukti lebih tinggi dibandingkan wanita, dengan rasio pria : wanita adalah 2.33:1. Hasil ini juga serupa dengan temuan lainnya. Terdapat hubungan erat antara pasien dengan kolesteatoma dan kondisi sosio-ekonomi, dimana pasien dengan konidisi seosioekonomi sangat miskin (44%) dan miskin (40%) mempunyai tingkat kejadian penyakit yang lebih tinggi, hasil ini juga didukung oleh beberapa penelitian lainnya.

Pada penelitian ini, untuk status pendidikan, menunjukkan bahwa kebanyakan pasien berasal dari kelompok buta huruf (22%) atau hanya menyelesaikan pendidikan dasar saja (40%) lebih sering mengalami penyakit ini, dimana temuan ini juga serupa dengan hasil penelitian lainnya. Pasien yang hidup di perumahan yang kumuh dengan lantai tanah lebih sering mengalami kolesteatoma 80%) dibandingkan pasien yang hidup di gedung/bangunan. Hal ini karena di daerah kumuh terdapat prevalensi infeksi saluran pernafasan atas yang lebih sering dikarenakan tingkat kemiskinan, kepadatan, malnutrisi, sehingga penyakit telinga kronis lebih sering terjadi, hal ini juga serupa dengan temuan penelitian lainnya. Pasien yang tinggal di derah terpencil Bangladesh mempunyai kebiasaan untuk berenang di komal atau sungai di sekitarnya, dimana pasien seperti ini lebih sering mengalami koleteatoma (60%) dibandingkan dengan pasien yang mandi dengan menggunakan air bersih (40%). Hal ini dikarekanan penyakit telinga kronik bisa terjadi karena masuknya air ke dalam telinga.Hampir semua pasien mengalami berbagai gejala. Otorea (100%) merupakan gejala yang paling sering terjadi, diikuti dengan gangguan pendengaran (80%), otalgia (15%), massa (155) pada liang telinga luar, post-auricular discharging sinus (10%) dan hanya 6% pasien yang mengalami komplikasi intracranial, hal ini kemungkinan disebabkan keacuhan pasien terhadap etio-patologi dari penyakit, dan juga disebabkan kurangnya personel medis terlatih pada tempat itu, dimana hasil ini juga serupa dengan penelitian lainnya.Sekret pada pasien merupakan sekret yang berbau [foul-smelled] (100%), minimal (86%), dan disertai darah [bloodstained-berwarna darah] (15%). Hasil penelitian ini juga serupa dengan penelitian lainnya.Terkait komplikasi, pada penelitian ini terdapat 6 kasus pasien yang mengalami komplikasi intracranial, tiga dengan menigitis, satu dengan abses ekstradural, satu dengan thrombophlebitis sinus lateral, dan satu dengan abses lobus temporal. Hampir dari total kasus menunjukkan komplikasi ekstrakranial, 12 dengan abses sub-periosteal dan 10 dengan post-aural discharging sinus, sementara 3 kasus dengan facial nerve palsy, temuan ini juga serupa dengan penelitian lainnya. Pada penelitian ini, komplikasi terjadi setelah munculnya kolesteatoma dalam jangka waktu panjang.Untuk temuan pemeriksaan audiologis, gangguan pendengaran ditemukan pada semua pasien penelitian, dan kebanyakan pasien mengalami gangguan tuli konduktif sedang (74.47%) diikuti dengan tuli konduktif ringan (19.15%) dan beberapa pasien mengalami tuli campuran (6.38%) yang berhubungan juga dengan penelitian lainnya. Dapat disimpulkan, dengan meningkatkan kewaspadaan semua tingkatan dokter dan menurunkan tingkat kesalahan diagnosis dengan cara merujuk pasien secepatnya, pemilihan intervensi bedah yang tepat dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas dari penyakit ini.

Null