iv pembahasan 1.1 keadaan umum daerah...
TRANSCRIPT
35
IV
PEMBAHASAN
1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Pangalengan adalah kecamatan yang terletak di bagian selatan Kabupaten
Bandung. Kecamatan ini memiliki jarak sejauh 51 kilometer dari Kota Bandung
dan 23 kilometer dari Ibukota Kabupaten Bandung yaitu Soreang. Dibatasi oleh
Kecamatan Cimaung di sebelah utara, Kecamatan Talegong Kabupaten Garut di
sebelah selatan, Kecamatan Pasirjambu di sebelah barat, Kecamatan Kertasari dan
Kecamatan Pacet di sebelah timur. Kecamatan Pangalengan terbagi menjadi 13
desa yaitu Lamajang, Margaluyu, Margamekar, Margamukti, Margamulya,
Pangalengan, Pulosari, Sukaluru, Sukamanah, Tribaktimulya, Wanasuka dan
Warnasari. Penelitian dilaksanakan di Desa Margamukti, pembahasan keadaan
umum daerah penelitian yang akan diuraikan didapat dari data profil Desa
Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
1.1.1 Administratif Daerah Penelitian
Desa Margamukti merupakan bagian dari Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Desa Margamukti memiliki luas
wilayah 2.613,05 Hektar, terletak pada ketinggian ±1200 mdpl dan memiliki suhu
udara rata-rata 12oC – 25
oC. Adapun batas wilayah Desa Margamukti adalah
sebagai berikut :
Sebelah utara : Desa Pangalengan
Sebelah timur : Desa Taruma Jaya
Sebelah selatan : Desa Sukamanah
Sebelah barat : Desa Pangalengan
36
Desa Margamukti memiliki 3 TPK yaitu TPK Los Cimaung I, Los
Cimaung II dan Cipanas. Pada perkembangannya, TPK Los Cimaung I dan II
akhirnya digabung menjadi TPK Los Cimaung dan berpindah lokasi ditempat
yang mudah dijangkau dari daerah atas dan bawah serta dijadikan tempat pertama
yang menggunakan MCP. Sedangkan TPK Cipanas berada pada lokasi yang sama
dan pada tahun 2016 menjadi TPK yang menggunakan MCP.
4.1.2 Tata Guna Lahan
Pola penggunaan lahan berdasarkan Monografi desa pada tahun 2016, Tata
guna lahan Desa Margamukti adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Tata Guna Lahan Desa Margamukti
No Kegunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Jumlah (%)
1 Pemukiman 72,80 2,88
2 Perkebunan 536,41 21,20
3 Perkantoran Pemerintah 8,68 0,34
4 Ladang/Tegal 841,25 33,24
5 Pemakaman 1,91 0,07
6 Perhutanan 1.070,00 42,27
Total Luas Lahan 2.531,05 100,00
Sumber : Catatan Profil Desa Margamukti Tahun 2016.
Dari data dalam Tabel 2 terlihat bahwa luas lahan yang terbesar yaitu
lahan perhutanan seluas 1.070 Hektar (42,27%). Lahan perhutanan tersebut terdiri
dari hutan lindung dan hutan rakyat. Hutan rakyat ini dimanfaatkan peternak
untuk mencari tanaman hijauan pakan ternak.
1.1.3 Mata Pencaharian Penduduk
Desa Margamukti tergolong dalam wilayah dengan perekonomian
menengah kebawah, data mata pencaharian penduduk Desa Margamukti disajikan
dalam tabel berikut ini :
37
Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk
No Jenis Pekerjaan Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan Orang %
1 Petani 257 256 513 8,21
2 Buruh tani 1.386 1.380 2.766 44,27
3 Pegawai negeri sipil 30 26 56 0.90
4 Pengrajin industri
rumah tangga
25 32 57 0.91
5 Pedagang keliling 383 181 564 9,03
6 Peternak 623 90 713 11,41
7 Pensiunan TNI/POLRI
(PNS dan Non-PNS)
71 0 71 1,14
8 Pengusaha besar 2 0 2 0,03
9 Arsitek 3 0 3 0,05
10 Karyawan perusahaan
swasta
644 641 1.285 20,57
11 Karyawan perusahaan
pemerintah
14 12 26 0,41
12 Montir 26 0 26 0,41
13 Pensiunan 145 0 145 2,32
14 POLRI 21 0 21 0,34
Total Luas Lahan 3.630 2.618 6.248 100,00
Sumber : Catatan Profil Desa Margamukti Tahun 2016.
Tabel 2 menunjukkan bahwa penyumbang pendapatan yang paling besar
yaitu bersumber dari sektor pertanian, sebagai buruh tani (44,27%). Desa
Margamukti memiliki sektor pertanian yang menunjang karena letak geografisnya
yang memiliki tanah subur serta kelembaban tinggi.
Sektor peternakan berada pada urutan terakhir dalam 3 sektor unggulan
desa Margamukti. Sebanyak 11,41% warga bekerja sebagai peternak dengan
mayoritas komoditas sapi perah sebagai sumber pendapatan. Umumnya warga
menjadikan beternak sapi perah sebagai pekerjaan sampingan, dengan pekerjaan
utama menjadi buruh tani. Selain karena geografis daerah yang menunjang
peternakan sapi perah, keberadaan KPBS juga membuat warga merasa terfasilitasi
untuk beternak sapi perah.
38
4.2 Identitas Responden
4.2.1 Umur Responden
Umur akan mempengaruhi pengetahuan serta pola pikir responden.
Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau
pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan responden diperoleh dari
pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain. Semakin
muda umurnya, peternak memiliki semangat yang lebih tinggi untuk mengetahui
hal-hal yang belum mereka ketahui. Tabel 3 menyajikan pengelompokkan umur
responden.
Tabel 4. Pengelompokkan Umur Responden
No Kelompok Umur Jumlah
Tahun Orang %
1 0-16 0 00,00
2 17-25 0 00,00
3 26-35 6 20,00
4 36-45 8 26,67
5 46-55 7 23,33
6 56-65 9 30,00
7 ≥65 0 00,00
Jumlah 30 100,00
Pengelompokkan umur padal Tabel 3 dilakukan berdasarkan pendapat
Departemen Kesehatan RI (2009), yang menunjukkan bahwa umur responden
mayoritas berada dalam kelompok masa lansia akhir yaitu 56-65 tahun sebesar
30,00%. Kelompok umur 15 sampai dengan 49 tahun merupakan kelompok umur
sangat produktif, sehingga diduga lebih mampu mengelola dengan baik usaha
ternaknya dibandingkan dengan kelompok umur tua (>56 tahun) yang disebut
umur produktif. Kelompok sangat produktif juga diduga lebih aktif dalam mencari
informasi mengenai sistem TPK yang menggunakan MCP.
Pada kegiatan penyuluhan yang telah diberikan kepada peternak mengenai
sistem MCP, umur produktif akan memungkinkan peternak memiliki sikap yang
39
baik serta keaktifan berdiskusi yang lebih baik pada saat penyuluhan. Begitu juga
dalam aspek respon, usia produktif dapat mengoptimalkan daya nalar, pikiran,
tanggapan dan sikap yang mempengaruhi proses belajar, cakrawala, pengetahuan
dan pengalaman (Mardikanto, 2002).
4.2.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi peternak atau lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan
merupakan faktor pelancar pembangunan peternakan, karena dengan pendidikan,
peternak akan lebih mengenal pengetahuan, keterampilan dan cara baru dalam
melakukan kegiatan (Mosher, 1981).
1) Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan formal responden bervariasi mulai dari SD, SMP
hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi
memiliki pola pikir yang sudah terarah serta memiliki keinginan untuk mencari
serta mendapatkan informasi baru untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan. Tingkat pendidikan formal responden dapat dilihat pada Tabel 4
berikut ini :
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Formal Responden
No Tingkat Pendidikan Jumlah
Orang %
1 Tamat SD 19 63
2 Tamat SMP 8 27
3 Tamat SMA 3 10
Jumlah 30 100
Sebagian besar tingkat pendidikan formal responden adalah tamat SD
(63%). Hal ini menunjukkan keadaan pendidikan peternak anggota TPK MCP
40
Cipanas yang tergolong rendah. Tingkat pendidikan formal seseorang akan
berkaitan dengan cepat lambatnya proses penerimaan informasi. Jika seseorang
tingkat pendidikannya rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2) Pendidikan Non Formal
Seluruh peternak mendapatkan pendidikan non formal berupa penyuluhan
yang dilaksanakan oleh KPBS. Materi penyuluhan yang disampaikan meliputi
gambaran umum MCP serta tata cara pemerahan yang baik dan benar. Penyuluhan
yang dilaksanakan merupakan sarana memperkenalkan teknologi MCP dan tata
cara pemerahan yang baik. Setelah diberikan penyuluhan mengenai sistem MCP
dan tata cara pemerahan yang baik peternak menjadi lebih memahami mengenai
pentingnya jumlah TPC yang terdapat pada susu. Lebih dari itu kemudian
peternak dapat mencari solusi untuk mengatasi persoalan TPC yakni dengan cara
merubah cara pemerahan sesuai dengan materi pada waktu penyuluhan.
4.2.3 Pengalaman Beternak
Pengalaman beternak dapat mempengaruhi kelancaran usaha, hal ini
berkaitan dengan kemampuan peternak untuk memecahkan masalah yang terjadi
dengan cara mengulang kembali tindakan yang dilakukan dalam menghadapi
permasalahan pada masa yang lalu. Tingkat pengalaman beternak responden
disajikan pada Tabel 6.
41
Tabel 6. Tingkat Pengalaman Beternak Responden
No Pengalaman Beternak Jumlah
Tahun Orang %
1 <5 2 6,70
2 5-10 9 30
3 >10 19 63,30
Jumlah 30 100,00
Umumnya peternak di lokasi penelitian merupakan peternak turun
temurun yang didapatkan dari orangtuanya. Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar
peternak yang menjadi responden memiliki pengalaman beternak yang cukup
lama yaitu lebih dari 10 tahun (63.3%).
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peternak memiliki
pengetah memerah susu yang memadai dan telah dilakukan sejak lama sehingga
sudah menjadi sebuah kebiasaan. Meski penyuluhan mengenai tata cara
pemerahan yang baik dan benar sudah disampaikam, namun banyak peternak
yang tidak merubah cara pemerahannya secara keseluruhan karena peternak lebih
berorientasi pada pengalaman yang selama ini didapat. Pengalaman diperlukan
untuk mendukung atau menolak suatu hal dan menjadi proses pembelajaran dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Nasoetion, 1999).
Banyaknya peternak yang memiliki pengalaman beternak lebih dari 10
tahun ini berikaitan dengan sejarah Kecamatan Pangalengan yang memang sejak
dulu menjadi sentra peternakan sapi perah. Umumnya peternak memiliki usaha
ternak sapi perah dari orang tuanya, sehingga usaha ini menjadi sebuah usaha
yang dijalani turun temurun. Ternak sapi perah masuk ke Pangalengan sebelum
tahun 1860 dan dipelihara oleh keluarga Belanda dengnan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari rumah tangganya (Homzah, 1986).
42
4.3 Penyuluhan Mengenai Sistem MCP dan Tata Cara Pemerahan
Penilaian responden terhadap kegiatan penyuluhan mengenai sistem MCP
dan tata cara pemerahan terdiri atas penilaian responden terhadap penyuluh,
materi penyuluhan, metode penyuluhan, alat bantu penyuluhan, sasaran
penyuluhan, waktu dan tempat penyuluhan. Data disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 7. Penilaian Responden Terhadap Penyuluhan Mengenai Sistem MCP dan
Tata Cara Pemerahan
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. Penilaian penyuluh 100,00 00,00 00,00
2. Materi penyuluhan 86,67 13,33 00,00
3. Metode penyuluhan 86,67 13,33 00,00
4. Alat penyuluhan 93,33 6,67 00,00
5. Sasaran penyuluhan 13,33 83,34 3,33
6. Waktu dan tempat penyuluhan 43,33 46,67 10,00
Kategori Penyuluhan 100,00 00,00 00,00
Uraian data terdapat pada Lampiran 2.
Tabel 7 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap keseluruhan
program penyuluhan sistem MCP dan tata cara pemerahan termasuk ke dalam
kategori tinggi (100,00%). Penilaian terhadap penyuluh meliputi kemampuan cara
bicara penyuluh dalam menyampaikan materi penyuluhan, sikap penyuluh dan
penguasaan materi yang disampaikan.
4.3.1 Penilaian Penyuluh
Tingginya penilaian peternak terhadap penyuluhan mengenai penerapan
sistem MCP yang telah dilaksanakan, salah satunya adalah karena kemampuan
penyuluh yang baik dalam hal interaksi sosial maupun saat penyuluhan sehingga
berhasil mengubah pola pikir peternak.
Tabel 8. Penilaian Terhadap Penyuluh
43
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. Kemampuan komunikasi penyuluh 86,67 13,33 00,00
2. Kemampuan bergaul dengan orang
lain
100,00 00,00 00,00
3. Kemampuan menjelaskan materi 90,00 10,00 00,00
Rekapitulasi Skor Penilaian Penyuluh 100,00 00,00 00,00
Uraian data terdapat pada Lampiran 3.
Peternak mengatakan bahwa penyuluh memiliki kemampuan berbicara
yang baik karena menjelaskan menggunakan bahasa sunda. Bahasa sunda
merupakan bahasa ibu atau bahasa yang pertama kali dipelajari oleh seseorang, di
beberapa wilayah Jawa Barat salah satunya Kecamatan Pangalengan. Peternak
merasa lebih mudah memahami materi yang disampaikan karena bahasa sunda
merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari. Apabila terdapat istilah asing atau
yang belum pernah didengar oleh peternak, maka penyuluh akan menjelaskan
sesederhana mungkin sehingga tidak terjadi salah paham akan arti kata tersebut.
Diluar kegiatan penyuluhan, peternak dan penyuluh berinteraksi melalui saling
sapa atau adanya obrolan sederhana ketika saling bertemu. Hal tersebut membuat
peternak merasa dekat dan akrab dengan penyuluh.
Kemampuan penyuluh mengenai penguasaan materi dianggap sangat baik
karena ketika menjelaskan materi, penyuluh tidak pernah terlihat kesulitan dan
penyuluh dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan peternak. Hal ini
sesuai dengan pendapat Van den Ban (1999) yang menyatakan bahwa,
komunikasi antara penyuluh dengan peternak akan sangat menentukan dalam
pemahaman materi yang disampaikan oleh penyuluh, karena keterampilan
berkomunikasi, sikap, pengetahuan dan latar belakang sosial penerima
mempengaruhi cara menerima dan menafsirkan pesan.
44
4.3.2 Materi Penyuluhan
Materi penyuluhan yang diberikan ketika penyuluhan dalam rangka
penerapan sistem MCP ini meliputi atas 2 materi, yaitu pengetahuan umum
mengenai sistem penerimaan susu menggunakan sistem MCP dan materi
mengenai 14 tatacara pemerahan yang baik dan dianjurkan.
Tabel 9. Materi Penyuluhan
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. Materi penyuluhan berdasarkan
kebutuhan.
93,33 6,67 00,00
2. Materi penyuluhan bermanfaat bagi
peternak.
93,33 6,67 00,00
Rekapitulasi Skor Materi Penyuluhan 86,67 13,33 00,00
Uraian data terdapat pada Lampiran 3.
Penilaian materi penyuluhan ini meliputi kesesuaian materi dengan
kebutuhan peternak dan maanfaat dari materi tersebut. Sebanyak 86,67%
responden menyatakan bahwa materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan
dan bermanfaat bagi peternak. Rencana perubahan TPK Cipanas menggunakan
MCP menjadi sebuah kendala bagi peternak karena kurangnya pengetahuan
peternak, sehingga membuat peternak merasa membutuhkan informasi mengenai
MCP.
Adanya penyuluhan mengenai gambaran umum sistem MCP dalam rangka
penerapan perubahan TPK manual menjadi MCP dianggap sangat sesuai dengan
kebutuhan peternak. Penyuluhan yang dilakukan juga dinilai sangat bermanfaat,
karena dengan diberi penyuluhan peternak menjadi mengerti bagaimana
memaksimalkan keuntungan dari adanya MCP dengan cara meningkatkan kualitas
produksi.
45
Hal ini sesuai dengan pendapat Van den ban (1999) yang menyatakan
bahwa dalam konteks penyuluhan, penentuan materi merupakan hal pokok yang
menentukan keberhasilan penyuluhan. Materi yang sesuai dengan kebutuhan
peternak akan menarik perhatian peternak untuk mengadopsinya. Jika tidak, maka
materi penyuluhan tersebut hanya merupakan formalitas belaka yang tidak akan
mendapat perhatian peternak.
4.3.3 Metode dan Alat Penyuluhan
Metode penyuluhan yang digunakan pada setiap penyuluhan mengenai
penerapan sistem MCP dan 14 tatacara pemerahan ditentukan oleh tim penyuluh
KPBS.
Tabel 10. Metode dan Alat Penyuluhan
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. Penyuluhan menggunakan metode yang
tepat.
86,67 13,33 00,00
Rekapitulasi Skor Metode Penyuluhan 86,67 13,33 00,00
2. Penyuluhan menggunakan alat media
dalam menyampaikan materi.
93,33 6,67 00,00
Rekapitulasi Skor Alat Penyuluhan 86,67 13,33 00,00
Uraian data terdapat pada Lampiran 3.
Metode penyuluhan yang dilaksanakan menggunakan metode pendekatan
kelompok. Sebanyak 86,67% peternak merasa setuju dengan metode penyuluhan
yang dilakukan karena dengan diskusi kelompok. Peternak merasa nyaman
dengan metode pendekatan kelompok karena dapat berinteraksi dengan banyak
orang, baik itu dengan penyuluh atau antar peternak, sehingga pengetahuan yang
didapat lebih banyak. Selain itu pertukaran informasi antar peternak lebih mudah
46
dipahami karena didasari oleh pola pikir yang cenderung sama. Sedangkan
sisanya tergolong ke dalam kategori cukup dan menganggap perlu diadakan
penyuluhan mengenai MCP dan tata cara pemerahan dengan metode pendekatan
individu karena peternak merasa kesulitan memahami materi dalam kondisi ramai.
Diperlukan suatu metode penyuluhan yang mendukung sehingga
menimbulkan rasa nyaman bagi peternak dalam proses pembelajaran atau
penyuluhan yang diikuti (Goff, et al. 2008). Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan Wilson (1997), bahwa melalui pertukaran informasi antar peternak
dapat pula menjadi media penyebaran teknologi yang efektif sehingga mendorong
adopsi teknologi semakin tinggi.
Penggunaan berbagai media dalam proses penyampaian materi
memberikan tampilan yang lebih menarik serta mampu merangsang daya pikir
seseorang karena dalam penggunaan multimedia melibatkan beberapa objek
seperti teks, gambar, suara dan video.
Kegiatan penyuluhan mengenai MCP dan tata cara pemerahan yang
dilaksanakan selalu menggunakan alat bantu berupa slide materi yang menarik
beserta contoh gambar yang ditampilkan menggunakan proyektor. 93,33%
peternak menilai bahwa tayangan materi sangat membantu dalam proses
memahami materi. Adanya teks membantu peternak apabila suara penyuluh tidak
terdengar sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan mendengar. Selain itu,
contoh gambar yang diperlihatkan juga memudahkan peternak untuk memahami
maksud dari penjelasan penyuluh.
6,67% responden tergolong ke dalam kategori cukup dan menilai bahwa
perlu dibuat buku saku atau modul materi agar peternak bisa memahami kembali
47
materi di rumah dan menjadi acuan peternak apabila di kemudian hari ada bagian
materi yang sudah mulai lupa.
4.3.4 Sasaran Penyuluhan
Keaktifan peternak dalam penyuluhan dapat diukur menggunakan 2
indikator yaitu kehadiran peternak serta keaktifan peternak dalam berdiskusi
selama kegiatan penyuluhan berlangsung.
Tabel 12. Sasaran Penyuluhan
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. Kehadiran peternak pada kegiatan
penyuluhan.
83,33 16,67 00,00
2. Keaktifan peternak dalam diskusi. 23,33 60,00 16,67
Rekapitulasi Skor Sasaran Penyuluhan 13,33 83,33 3,34
Uraian data terdapat pada Lampiran 4.
Sebanyak 83,33% peternak selalu mengikuti penyuluhan mengenai MCP
dan tata cara pemerahan, selain hadir peternak juga berdiskusi bersama-sama
dengan cara mengajukan pertanyaan kepada penyuluh. Pertanyaan yang diajukan
harus sesuai dengan materi yang sedang disampaikan. Kehadiran peternak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah waktu yang tidak
berbarengan dengan kegiatan yang lain.
Umumnya peternak yang tidak hadir pada penyuluhan disebabkan karena
ada kegiatan yang tingkat urgensinya lebih tinggi. Peternak yang aktif diskusi
pada saat penyuluhan mengatakan bahwa hal yang ditanyakan merupakan hal-hal
yang kurang dimengerti baik itu materi penyuluhan atau permasalahan di kandang
yang terkait dengan materi. Peternak yang tidak aktif berdiskusi mengaku bahwa
48
dirinya malu untuk bertanya, maka peternak datang hanya untuk mendengarkan
saja.
4.3.5 Waktu dan Tempat Penyuluhan
Tabel 13. Waktu dan Tempat Penyuluhan
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. Waktu diadakannya penyuluhan. 43,33 33,34 23,33
2. Kesepakatan tempat penyuluhan. 90,00 00,00 10,00
Rekapitulasi Skor Waktu & Tempat 40,00 53,33 6,67
Uraian data terdapat pada Lampiran 4.
Penilaian peternak terhadap waktu dan tempat penyuluhan tergolong
dalam kategori cukup (46,67%). Interval waktu antara penyuluhan mengenai
MCP dan tata cara pemerahan yang dekat dinilai peternak sebagai penyuluhan
yang terjadwal. Setiap penyuluhan dilakukan dengan metode diskusi kelompok
dan dilaksanakan di tempat yang sudah ditentukan sebelumnya.
Tempat yang dipakai untuk melaksanakan penyuluhan kelompok terbagi
menjadi 2 tempat, yaitu rumah ketua kelompok dan madrasah RW. Lokasi
penyuluhan di rumah ketua kelompok ditetapka oleh KPBS, sedangkan pemilihan
lokasi lainnya didasari karena tempat tersebut memiliki daya tampung yang lebih
banyak dibanding di rumah peternak. Adanya 2 pilihan tempat yang disepakati
merupakan upaya agar peternak dapat memilih lokasi yang lebih dekat dan mudah
dijangkau dari rumahnya sehingga kegiatan penyuluhan tidak memberatkan
peternak. Penyuluhan yang dilaksanakan sekitar pukul 17.00 WIB, karena pada
waktu tersebut peternak sudah selesai berkegiatan dan kemungkinan besar
peternak dapat hadir di penyuluhan tersebut.
49
4.4 Respon Peternak
Respon merupakan hasil dari proses berfikir dan meniliai tentang sebuah
objek yang dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, pengalaman dan ditunjukan oleh
tindakan perilaku. Menurut Azwar (1988) berpendapat bahwa respon seseorang
dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif. Respon peternak
terhadap penyuluhan mengenai MCP diuraikan pada tabel berikut ini :
Tabel 14. Respon Peternak terhadap Penyuluhan Mengenai Sistem MCP
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. Pengetahuan (kognitif) 7,00 53,00 40,00
2. Sikap (afektif) 93,00 7,00 00,00
3. Tindakan (psikomotorik) 87,00 13,00 00,00
Rekapitulasi Skor Respon Peternak 56,67 43,33 00,00
Uraian data terdapat pada Lampiran 5.
Dari Tabel 14 menunjukkan respon peternak termasuk ke dalam kategori
tinggi (56,67%), yang meliputi dimensi pengetahuan, sikap dan perilaku yang
selanjutnya akan dibahas pada uraian berikut.
4.4.1 Pengetahuan Peternak
Pengetahuan merupakan tahap awal dari sebuah respon. Setiap perilaku
manusia didasari oleh pengetahuan yang akan memberikan arah terhadap perilaku
seseorang. Pengetahuan peternak didapat dari berbagai sumber salah satunya
adalah program penyuluhan yang diselenggarakan oleh KPBS.
Tabel 15. Pengetahuan Peternak Mengenai Sistem MCP
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. Pengertian MCP 20,00 00,00 80,00
2. Tujuan MCP 6,67 50,00 43,33
50
Tabel 15. Pengetahuan Peternak Mengenai Sistem MCP (Lanjutan)
3. Perbedaan penerimaan susu manual
dan MCP
00,00 93,33 6,67
4. Keuntungan MCP 6,67 20,00 73,33
5. Efek penerapan MCP 13,33 63,34 23,33
6. Standar penerimaan susu 6,67 66,67 26,66
7. Tata cara pemerahan 6,67 80,00 13,33
Rekapitulasi Skor Pengetahuan Peternak 6,67 53,33 40,00
Uraian data terdapat pada Lampiran 6.
Pengetahuan responden dalam penelitian ini adalah pengetahuan peternak
mengenai gambaran umum penerimaan susu sistem MCP dan manajemen
pemerahan. Data dari Tabel 8 menunjukkan bahwa pengetahuan peternak
termasuk ke dalam kategori tinggi (6,67%), kategori cukup (53,33%) dan rendah
(40,00%). Kategori tinggi adalah ketika peternak dapat menjawab dan
menjelaskan alasan dari setiap pertanyaan yang diajukan berdasarkan teori yang
mendukung. Kategori dibuat berdasarkan jumlah skor yang didapatkan oleh
peternak.
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan, 80,00% peternak tidak dapat
menjelaskan apa itu MCP secara teori. Pengetahuan peternak didapatkan dari
penyuluhan. Mereka mengatakan bahwa MCP merupakan TPK yang lebih
canggih dan layak. Rata-rata peternak hanya mampu menyebutkan 6 dari 12
indikator manajemen pemerahan yang dianjurkan, peternak berpendapat bahwa
tatacara pemerahan yang dijelaskan pada penyuluhan terlalu banyak dan sulit
diingat. Secara keseluruhan, peternak sudah mengetahui keuntungan MCP dan
perubahan yang terjadi dari adanya penerapan MCP.
Pada umumnya, dari 7 pertanyaan dimensi pengetahuan, para peternak
dapat menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan opini mereka masing-masing
sehingga pengetahuan peternak termasuk ke dalam kategori cukup. Pengetahuan
51
peternak bersumber pada informasi dari penyuluhan yang telah dilakukan, tetapi
pengetahuan peternak masih sangat mendasar. Terlihat saat peternak menjawab
pertanyaan seputar gambaran umum MCP, mereka hanya menjawab berdasarkan
opininya sendiri tanpa menjelaskan berdasarkan teori yang pernah diberikan. Hal
ini berkaitan dengan tingkat pendidikan responden yang umumnya hanya tamat
SD, sehingga sejalan dengan pendapat Rachmat (1998) bahwa tingkat pendidikan
responden yang rendah, diduga akan mempengaruhi tingkat motivasi serta
wawasan.
4.4.2 Sikap Peternak
Tabel 16. Sikap Peternak Mengenai Sistem MCP
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. Sistem MCP lebih layak. 93,33 6,67 00,00
2. MCP dapat meningkatkan
kualitas dan kuantitas susu.
93,33 00,00 6,67
3. Perbedaan penerimaan susu
manual dan MCP
100,00 00,00 00,00
4. Manfaat MCP 96,67 3,33 00,00
5. MCP merubah manajemen
beternak dan pemerahan.
86,66 6,67 6,67
6. Standar penerimaan susu yang
lebih tinggi.
6,67 66,67 26,66
7. Merubah cara pemerahan 36,66 6,67 56,67
Rekapitulasi Skor Sikap Peternak 93,33 6,67 00,00
Uraian data terdapat pada Lampiran 7.
Data Tabel 16 menunjukkan bahwa sikap peternak terhadap penyuluhan
mengenai sistem MCP termasuk ke dalam kategori tinggi (93,33%). Sikap ini
berkaitan dengan pengetahuan peternak mengenai aspek tersebut. Kemampuan
peternak untuk mengingat pengetahuan secara teori yang cukup menyebabkan
52
peternak cenderung akan setuju kepada setiap pernyataan-pernyataan yang
diajukan..
Hal ini sesuai dengan pendapat Gerungan (2002), Faktor lain yang
mempengaruhi penentuan sikap peternak adalah tokoh yang mengemukakan
materi penyuluhan, cara menyampaikan materi penyuluhan dan materi
penyuluhan yang disampaikan harus sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang
dihadapi peternak. Manifestasi sikap tersebut tidak dapat langsung dilihat, namun
harus ditafsirkan dahulu sebagai perilaku yang masih tertutup (Mar’at,1984).
4.4.3 Perilaku Peternak
Tabel 17. Perilaku Peternak Mengenai Sistem MCP
No Uraian Penilaian Responden (%)
Tinggi Cukup Rendah
1. TPC susu <500.000. 66,67 33,33 00,00
2. Susu lolos uji alkohol 100,00 00,00 00,00
3. Suhu susu saat penyetoran >28oC 80,00 20,00 00,00
4. Membersihkan ambing menggunakan
air hangat 33,33 3,33 63,34
5. Membersihkan dan memandikan sapi 16,67 13,33 36,66
6. Mengikat ekor sapi 66,67 23,33 10,00
7. Mengelap ambing 100,00 00,00 00,00
8. Mencuci tangan dengan sabun 76,66 16,66 6,67
9. Membuang susu perahan 1-2 100,00 00,00 00,00
10. Menggunakan teknik full hand 3,33 00,00 96,67
11. Melakukan celup putting 70,00 10,00 20,00
12. Membersihkan kandang 100,00 00,00 00,00
13. Menyaring susu 100,00 00,00 00,00
14. Mencuci milkcan di TPK 100,00 00,00 00,00
Rekapitulasi Skor Perilaku Peternak 86,67 13,33 00,00
Uraian data terdapat pada Lampiran 8.
Data pada Tabel 17. menunjukkan bahwa tindakan peternak termasuk
kategori tinggi (86,67%), peternak sudah melaksanakan tatacara pemerahan
dengan baik karena dari 14 langkah pemerahan yang dianjurkan, umumnya
53
peternak tidak melaksanakan beberapa langkah saja. Terdapat perbedaan antara
aspek tanggapan yang menunjukkan bahwa responden melaksanakan standar
operasional pemerahan meliputi 14 tatacara pemerahan yang dianjurkan, namun
pada praktiknya ada beberapa langkah yang tidak dilaksanakan oleh peternak
dengan berbagai alasan. Umumnya hal yang paling mempengaruhi manajemen
pemerahan peternak adalah pengalaman dan kepercayaan mereka terhadap hal
yang dilakukannya tanpa mengikuti prosedur pemerahan yang seharusnya.
Umumnya peternak tidak membersihkan ambing dan puting menggunakan
air hangat, mereka beralasan bahwa menyiapkan air hangat hanya untuk
membersihkan ambing dan puting dianggap menyulitkan. Beralihnya penggunaan
bahan bakar kayu menjadi gas LPG menjadi alasan utama para peternak merasa
terbebani untuk memasak air hanya untuk membersihkan ambing dan puting
karena harga gas yang mahal. Sebanyak 36,66% peternak tidak pernah
memandikan sapi 1-2 jam sebelum pemerahan sesuai dengan pengetahuan yang
didapatkan dari penyuluhan sebelumnya. Sisanya menyatakan mereka terkadang
memandikan sapinya sebelum diperah apabila terdapat waktu luang lebih 1-2 jam
sebelum pemerahan.
Manajemen pemerahan merupakan salah satu faktor yang paling
mempengaruhi kualitas susu, karena kondisi pemerahan yang tidak higienis akan
mengkontaminasi susu yang didapat. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kuaitas
susu di TPK MCP Cipanas meningkat sejak diterapkannya sistem MCP. Sesuai
dengan pendapat Samsudin (1987), yang menyatakan bahwa tindakan yaitu
keseluruhan respon (reaksi) yang mencerminkan pilihan seseorang yang
mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannya. Suatu tindakan
54
dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian sesuatu
agar kebutuhan tersbeut terpenuhi.
4.5 Hubungan Antara Program Penyuluhan Mengenai Penerapan Sistem
Milk Collection Point (MCP) Dengan Respon Peternak
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan korelasi Rank Spearman (rs),
hubungan antara program penyuluhan mengenai penerapan sistem MCP dengan
respon peternak sapi perah di TPK MCP Cipanas Desa Margamukti Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung, menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar
-0,373 dan < 0,05. Mengacu pada aturan Guilford (1956) dalam Jalaludin
(1998) interpretasi nilai koefisien hubungan antara kedua variabel dengan
koefisien korelasi (rs) = -0,373 berada pada kisaran 0,20 ≤ rs < 0,40. Hal ini
menunjukkan bahwa, terdapat hubungan yang lemah antara program penyuluhan
mengenai penerapan sistem MCP dengan respon peternak sapi perah dan hipotesis
penelitian diterima. Tanda negatif pada koefisien korelasi menunjukkan arah
hubungan antara dua variabel yang berjalan dengan arah yang berlawanan.
Keadaan tersebut memiliki arti bahwa penyuluhan yang telah dilaksanakan hanya
merubah sedikit dari pengetahuan, sikap dan tindakan peternak. Sehingga, hasil
perhitungan korelasi seolah-olah menunjukkan adanya penurunan atau angka yang
negatif.
Lemahnya pengaruh program penyuluhan sistem MCP pada pengetahuan,
sikap dan tindakan peternak terjadi karena materi yang disampaikan pada saat
penyuluhan merupakan hal-hal yang sebenarnya sudah di ketahui peternak
berdasarkan pengalamannya selama ini. Penyuluhan penerapan MCP bukan
menjadi alasan utama berubahnya perilaku peternak dalam manajemen
pemerahan, namun disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi dimasyarakat. Kondisi
55
sosial ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan
lain-lain. Pemenuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan. Peternak di TPK
MCP Cipanas umumnya memiliki usaha peternakan dalam skala usaha kecil,
sehingga jumlah pendapatan mempengaruhi suatu tindakan yang akan berkaitan
dengan dana yang dikeluarkan dan didapatkan dari usahanya.
Adanya bonus yang diperoleh dari kualitas dan kuantitas susu yang
disetorkan berdasarkan aturan MCP membuat peternak akhirnya mau merubah
manajemen pemerahan menjadi sesuai dengan apa yang dijelaskan pada kegiatan
penyuluhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Karl Max dalam Stzompka (2008)
tentang pandangannya yang dikenal dengan konsep matrealisme historis yang
menempatkan struktur ekonomi sebagai awal kegiatan manusia. Struktur ekonomi
sebagai penggerak sistem sosial yang akan menyebabkan perubahan sosial,
dimana lingkungan ekonomi menjadi dasar segala perilaku manusia.