iv pembahasan 1.1 keadaan umum daerah...

21
IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Pangalengan adalah kecamatan yang terletak di bagian selatan Kabupaten Bandung. Kecamatan ini memiliki jarak sejauh 51 kilometer dari Kota Bandung dan 23 kilometer dari Ibukota Kabupaten Bandung yaitu Soreang. Dibatasi oleh Kecamatan Cimaung di sebelah utara, Kecamatan Talegong Kabupaten Garut di sebelah selatan, Kecamatan Pasirjambu di sebelah barat, Kecamatan Kertasari dan Kecamatan Pacet di sebelah timur. Kecamatan Pangalengan terbagi menjadi 13 desa yaitu Lamajang, Margaluyu, Margamekar, Margamukti, Margamulya, Pangalengan, Pulosari, Sukaluru, Sukamanah, Tribaktimulya, Wanasuka dan Warnasari. Penelitian dilaksanakan di Desa Margamukti, pembahasan keadaan umum daerah penelitian yang akan diuraikan didapat dari data profil Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. 1.1.1 Administratif Daerah Penelitian Desa Margamukti merupakan bagian dari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Desa Margamukti memiliki luas wilayah 2.613,05 Hektar, terletak pada ketinggian ±1200 mdpl dan memiliki suhu udara rata-rata 12 o C 25 o C. Adapun batas wilayah Desa Margamukti adalah sebagai berikut : Sebelah utara : Desa Pangalengan Sebelah timur : Desa Taruma Jaya Sebelah selatan : Desa Sukamanah Sebelah barat : Desa Pangalengan

Upload: lamdung

Post on 10-Jul-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

35

IV

PEMBAHASAN

1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

Pangalengan adalah kecamatan yang terletak di bagian selatan Kabupaten

Bandung. Kecamatan ini memiliki jarak sejauh 51 kilometer dari Kota Bandung

dan 23 kilometer dari Ibukota Kabupaten Bandung yaitu Soreang. Dibatasi oleh

Kecamatan Cimaung di sebelah utara, Kecamatan Talegong Kabupaten Garut di

sebelah selatan, Kecamatan Pasirjambu di sebelah barat, Kecamatan Kertasari dan

Kecamatan Pacet di sebelah timur. Kecamatan Pangalengan terbagi menjadi 13

desa yaitu Lamajang, Margaluyu, Margamekar, Margamukti, Margamulya,

Pangalengan, Pulosari, Sukaluru, Sukamanah, Tribaktimulya, Wanasuka dan

Warnasari. Penelitian dilaksanakan di Desa Margamukti, pembahasan keadaan

umum daerah penelitian yang akan diuraikan didapat dari data profil Desa

Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

1.1.1 Administratif Daerah Penelitian

Desa Margamukti merupakan bagian dari Kecamatan Pangalengan

Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Desa Margamukti memiliki luas

wilayah 2.613,05 Hektar, terletak pada ketinggian ±1200 mdpl dan memiliki suhu

udara rata-rata 12oC – 25

oC. Adapun batas wilayah Desa Margamukti adalah

sebagai berikut :

Sebelah utara : Desa Pangalengan

Sebelah timur : Desa Taruma Jaya

Sebelah selatan : Desa Sukamanah

Sebelah barat : Desa Pangalengan

Page 2: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

36

Desa Margamukti memiliki 3 TPK yaitu TPK Los Cimaung I, Los

Cimaung II dan Cipanas. Pada perkembangannya, TPK Los Cimaung I dan II

akhirnya digabung menjadi TPK Los Cimaung dan berpindah lokasi ditempat

yang mudah dijangkau dari daerah atas dan bawah serta dijadikan tempat pertama

yang menggunakan MCP. Sedangkan TPK Cipanas berada pada lokasi yang sama

dan pada tahun 2016 menjadi TPK yang menggunakan MCP.

4.1.2 Tata Guna Lahan

Pola penggunaan lahan berdasarkan Monografi desa pada tahun 2016, Tata

guna lahan Desa Margamukti adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Tata Guna Lahan Desa Margamukti

No Kegunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Jumlah (%)

1 Pemukiman 72,80 2,88

2 Perkebunan 536,41 21,20

3 Perkantoran Pemerintah 8,68 0,34

4 Ladang/Tegal 841,25 33,24

5 Pemakaman 1,91 0,07

6 Perhutanan 1.070,00 42,27

Total Luas Lahan 2.531,05 100,00

Sumber : Catatan Profil Desa Margamukti Tahun 2016.

Dari data dalam Tabel 2 terlihat bahwa luas lahan yang terbesar yaitu

lahan perhutanan seluas 1.070 Hektar (42,27%). Lahan perhutanan tersebut terdiri

dari hutan lindung dan hutan rakyat. Hutan rakyat ini dimanfaatkan peternak

untuk mencari tanaman hijauan pakan ternak.

1.1.3 Mata Pencaharian Penduduk

Desa Margamukti tergolong dalam wilayah dengan perekonomian

menengah kebawah, data mata pencaharian penduduk Desa Margamukti disajikan

dalam tabel berikut ini :

Page 3: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

37

Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk

No Jenis Pekerjaan Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan Orang %

1 Petani 257 256 513 8,21

2 Buruh tani 1.386 1.380 2.766 44,27

3 Pegawai negeri sipil 30 26 56 0.90

4 Pengrajin industri

rumah tangga

25 32 57 0.91

5 Pedagang keliling 383 181 564 9,03

6 Peternak 623 90 713 11,41

7 Pensiunan TNI/POLRI

(PNS dan Non-PNS)

71 0 71 1,14

8 Pengusaha besar 2 0 2 0,03

9 Arsitek 3 0 3 0,05

10 Karyawan perusahaan

swasta

644 641 1.285 20,57

11 Karyawan perusahaan

pemerintah

14 12 26 0,41

12 Montir 26 0 26 0,41

13 Pensiunan 145 0 145 2,32

14 POLRI 21 0 21 0,34

Total Luas Lahan 3.630 2.618 6.248 100,00

Sumber : Catatan Profil Desa Margamukti Tahun 2016.

Tabel 2 menunjukkan bahwa penyumbang pendapatan yang paling besar

yaitu bersumber dari sektor pertanian, sebagai buruh tani (44,27%). Desa

Margamukti memiliki sektor pertanian yang menunjang karena letak geografisnya

yang memiliki tanah subur serta kelembaban tinggi.

Sektor peternakan berada pada urutan terakhir dalam 3 sektor unggulan

desa Margamukti. Sebanyak 11,41% warga bekerja sebagai peternak dengan

mayoritas komoditas sapi perah sebagai sumber pendapatan. Umumnya warga

menjadikan beternak sapi perah sebagai pekerjaan sampingan, dengan pekerjaan

utama menjadi buruh tani. Selain karena geografis daerah yang menunjang

peternakan sapi perah, keberadaan KPBS juga membuat warga merasa terfasilitasi

untuk beternak sapi perah.

Page 4: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

38

4.2 Identitas Responden

4.2.1 Umur Responden

Umur akan mempengaruhi pengetahuan serta pola pikir responden.

Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau

pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan responden diperoleh dari

pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain. Semakin

muda umurnya, peternak memiliki semangat yang lebih tinggi untuk mengetahui

hal-hal yang belum mereka ketahui. Tabel 3 menyajikan pengelompokkan umur

responden.

Tabel 4. Pengelompokkan Umur Responden

No Kelompok Umur Jumlah

Tahun Orang %

1 0-16 0 00,00

2 17-25 0 00,00

3 26-35 6 20,00

4 36-45 8 26,67

5 46-55 7 23,33

6 56-65 9 30,00

7 ≥65 0 00,00

Jumlah 30 100,00

Pengelompokkan umur padal Tabel 3 dilakukan berdasarkan pendapat

Departemen Kesehatan RI (2009), yang menunjukkan bahwa umur responden

mayoritas berada dalam kelompok masa lansia akhir yaitu 56-65 tahun sebesar

30,00%. Kelompok umur 15 sampai dengan 49 tahun merupakan kelompok umur

sangat produktif, sehingga diduga lebih mampu mengelola dengan baik usaha

ternaknya dibandingkan dengan kelompok umur tua (>56 tahun) yang disebut

umur produktif. Kelompok sangat produktif juga diduga lebih aktif dalam mencari

informasi mengenai sistem TPK yang menggunakan MCP.

Pada kegiatan penyuluhan yang telah diberikan kepada peternak mengenai

sistem MCP, umur produktif akan memungkinkan peternak memiliki sikap yang

Page 5: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

39

baik serta keaktifan berdiskusi yang lebih baik pada saat penyuluhan. Begitu juga

dalam aspek respon, usia produktif dapat mengoptimalkan daya nalar, pikiran,

tanggapan dan sikap yang mempengaruhi proses belajar, cakrawala, pengetahuan

dan pengalaman (Mardikanto, 2002).

4.2.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

persepsi peternak atau lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan

merupakan faktor pelancar pembangunan peternakan, karena dengan pendidikan,

peternak akan lebih mengenal pengetahuan, keterampilan dan cara baru dalam

melakukan kegiatan (Mosher, 1981).

1) Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan formal responden bervariasi mulai dari SD, SMP

hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

memiliki pola pikir yang sudah terarah serta memiliki keinginan untuk mencari

serta mendapatkan informasi baru untuk menambah pengetahuan dan

keterampilan. Tingkat pendidikan formal responden dapat dilihat pada Tabel 4

berikut ini :

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Formal Responden

No Tingkat Pendidikan Jumlah

Orang %

1 Tamat SD 19 63

2 Tamat SMP 8 27

3 Tamat SMA 3 10

Jumlah 30 100

Sebagian besar tingkat pendidikan formal responden adalah tamat SD

(63%). Hal ini menunjukkan keadaan pendidikan peternak anggota TPK MCP

Page 6: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

40

Cipanas yang tergolong rendah. Tingkat pendidikan formal seseorang akan

berkaitan dengan cepat lambatnya proses penerimaan informasi. Jika seseorang

tingkat pendidikannya rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

2) Pendidikan Non Formal

Seluruh peternak mendapatkan pendidikan non formal berupa penyuluhan

yang dilaksanakan oleh KPBS. Materi penyuluhan yang disampaikan meliputi

gambaran umum MCP serta tata cara pemerahan yang baik dan benar. Penyuluhan

yang dilaksanakan merupakan sarana memperkenalkan teknologi MCP dan tata

cara pemerahan yang baik. Setelah diberikan penyuluhan mengenai sistem MCP

dan tata cara pemerahan yang baik peternak menjadi lebih memahami mengenai

pentingnya jumlah TPC yang terdapat pada susu. Lebih dari itu kemudian

peternak dapat mencari solusi untuk mengatasi persoalan TPC yakni dengan cara

merubah cara pemerahan sesuai dengan materi pada waktu penyuluhan.

4.2.3 Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak dapat mempengaruhi kelancaran usaha, hal ini

berkaitan dengan kemampuan peternak untuk memecahkan masalah yang terjadi

dengan cara mengulang kembali tindakan yang dilakukan dalam menghadapi

permasalahan pada masa yang lalu. Tingkat pengalaman beternak responden

disajikan pada Tabel 6.

Page 7: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

41

Tabel 6. Tingkat Pengalaman Beternak Responden

No Pengalaman Beternak Jumlah

Tahun Orang %

1 <5 2 6,70

2 5-10 9 30

3 >10 19 63,30

Jumlah 30 100,00

Umumnya peternak di lokasi penelitian merupakan peternak turun

temurun yang didapatkan dari orangtuanya. Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar

peternak yang menjadi responden memiliki pengalaman beternak yang cukup

lama yaitu lebih dari 10 tahun (63.3%).

Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peternak memiliki

pengetah memerah susu yang memadai dan telah dilakukan sejak lama sehingga

sudah menjadi sebuah kebiasaan. Meski penyuluhan mengenai tata cara

pemerahan yang baik dan benar sudah disampaikam, namun banyak peternak

yang tidak merubah cara pemerahannya secara keseluruhan karena peternak lebih

berorientasi pada pengalaman yang selama ini didapat. Pengalaman diperlukan

untuk mendukung atau menolak suatu hal dan menjadi proses pembelajaran dalam

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Nasoetion, 1999).

Banyaknya peternak yang memiliki pengalaman beternak lebih dari 10

tahun ini berikaitan dengan sejarah Kecamatan Pangalengan yang memang sejak

dulu menjadi sentra peternakan sapi perah. Umumnya peternak memiliki usaha

ternak sapi perah dari orang tuanya, sehingga usaha ini menjadi sebuah usaha

yang dijalani turun temurun. Ternak sapi perah masuk ke Pangalengan sebelum

tahun 1860 dan dipelihara oleh keluarga Belanda dengnan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari rumah tangganya (Homzah, 1986).

Page 8: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

42

4.3 Penyuluhan Mengenai Sistem MCP dan Tata Cara Pemerahan

Penilaian responden terhadap kegiatan penyuluhan mengenai sistem MCP

dan tata cara pemerahan terdiri atas penilaian responden terhadap penyuluh,

materi penyuluhan, metode penyuluhan, alat bantu penyuluhan, sasaran

penyuluhan, waktu dan tempat penyuluhan. Data disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 7. Penilaian Responden Terhadap Penyuluhan Mengenai Sistem MCP dan

Tata Cara Pemerahan

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Penilaian penyuluh 100,00 00,00 00,00

2. Materi penyuluhan 86,67 13,33 00,00

3. Metode penyuluhan 86,67 13,33 00,00

4. Alat penyuluhan 93,33 6,67 00,00

5. Sasaran penyuluhan 13,33 83,34 3,33

6. Waktu dan tempat penyuluhan 43,33 46,67 10,00

Kategori Penyuluhan 100,00 00,00 00,00

Uraian data terdapat pada Lampiran 2.

Tabel 7 menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap keseluruhan

program penyuluhan sistem MCP dan tata cara pemerahan termasuk ke dalam

kategori tinggi (100,00%). Penilaian terhadap penyuluh meliputi kemampuan cara

bicara penyuluh dalam menyampaikan materi penyuluhan, sikap penyuluh dan

penguasaan materi yang disampaikan.

4.3.1 Penilaian Penyuluh

Tingginya penilaian peternak terhadap penyuluhan mengenai penerapan

sistem MCP yang telah dilaksanakan, salah satunya adalah karena kemampuan

penyuluh yang baik dalam hal interaksi sosial maupun saat penyuluhan sehingga

berhasil mengubah pola pikir peternak.

Tabel 8. Penilaian Terhadap Penyuluh

Page 9: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

43

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Kemampuan komunikasi penyuluh 86,67 13,33 00,00

2. Kemampuan bergaul dengan orang

lain

100,00 00,00 00,00

3. Kemampuan menjelaskan materi 90,00 10,00 00,00

Rekapitulasi Skor Penilaian Penyuluh 100,00 00,00 00,00

Uraian data terdapat pada Lampiran 3.

Peternak mengatakan bahwa penyuluh memiliki kemampuan berbicara

yang baik karena menjelaskan menggunakan bahasa sunda. Bahasa sunda

merupakan bahasa ibu atau bahasa yang pertama kali dipelajari oleh seseorang, di

beberapa wilayah Jawa Barat salah satunya Kecamatan Pangalengan. Peternak

merasa lebih mudah memahami materi yang disampaikan karena bahasa sunda

merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari. Apabila terdapat istilah asing atau

yang belum pernah didengar oleh peternak, maka penyuluh akan menjelaskan

sesederhana mungkin sehingga tidak terjadi salah paham akan arti kata tersebut.

Diluar kegiatan penyuluhan, peternak dan penyuluh berinteraksi melalui saling

sapa atau adanya obrolan sederhana ketika saling bertemu. Hal tersebut membuat

peternak merasa dekat dan akrab dengan penyuluh.

Kemampuan penyuluh mengenai penguasaan materi dianggap sangat baik

karena ketika menjelaskan materi, penyuluh tidak pernah terlihat kesulitan dan

penyuluh dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan peternak. Hal ini

sesuai dengan pendapat Van den Ban (1999) yang menyatakan bahwa,

komunikasi antara penyuluh dengan peternak akan sangat menentukan dalam

pemahaman materi yang disampaikan oleh penyuluh, karena keterampilan

berkomunikasi, sikap, pengetahuan dan latar belakang sosial penerima

mempengaruhi cara menerima dan menafsirkan pesan.

Page 10: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

44

4.3.2 Materi Penyuluhan

Materi penyuluhan yang diberikan ketika penyuluhan dalam rangka

penerapan sistem MCP ini meliputi atas 2 materi, yaitu pengetahuan umum

mengenai sistem penerimaan susu menggunakan sistem MCP dan materi

mengenai 14 tatacara pemerahan yang baik dan dianjurkan.

Tabel 9. Materi Penyuluhan

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Materi penyuluhan berdasarkan

kebutuhan.

93,33 6,67 00,00

2. Materi penyuluhan bermanfaat bagi

peternak.

93,33 6,67 00,00

Rekapitulasi Skor Materi Penyuluhan 86,67 13,33 00,00

Uraian data terdapat pada Lampiran 3.

Penilaian materi penyuluhan ini meliputi kesesuaian materi dengan

kebutuhan peternak dan maanfaat dari materi tersebut. Sebanyak 86,67%

responden menyatakan bahwa materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan

dan bermanfaat bagi peternak. Rencana perubahan TPK Cipanas menggunakan

MCP menjadi sebuah kendala bagi peternak karena kurangnya pengetahuan

peternak, sehingga membuat peternak merasa membutuhkan informasi mengenai

MCP.

Adanya penyuluhan mengenai gambaran umum sistem MCP dalam rangka

penerapan perubahan TPK manual menjadi MCP dianggap sangat sesuai dengan

kebutuhan peternak. Penyuluhan yang dilakukan juga dinilai sangat bermanfaat,

karena dengan diberi penyuluhan peternak menjadi mengerti bagaimana

memaksimalkan keuntungan dari adanya MCP dengan cara meningkatkan kualitas

produksi.

Page 11: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

45

Hal ini sesuai dengan pendapat Van den ban (1999) yang menyatakan

bahwa dalam konteks penyuluhan, penentuan materi merupakan hal pokok yang

menentukan keberhasilan penyuluhan. Materi yang sesuai dengan kebutuhan

peternak akan menarik perhatian peternak untuk mengadopsinya. Jika tidak, maka

materi penyuluhan tersebut hanya merupakan formalitas belaka yang tidak akan

mendapat perhatian peternak.

4.3.3 Metode dan Alat Penyuluhan

Metode penyuluhan yang digunakan pada setiap penyuluhan mengenai

penerapan sistem MCP dan 14 tatacara pemerahan ditentukan oleh tim penyuluh

KPBS.

Tabel 10. Metode dan Alat Penyuluhan

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Penyuluhan menggunakan metode yang

tepat.

86,67 13,33 00,00

Rekapitulasi Skor Metode Penyuluhan 86,67 13,33 00,00

2. Penyuluhan menggunakan alat media

dalam menyampaikan materi.

93,33 6,67 00,00

Rekapitulasi Skor Alat Penyuluhan 86,67 13,33 00,00

Uraian data terdapat pada Lampiran 3.

Metode penyuluhan yang dilaksanakan menggunakan metode pendekatan

kelompok. Sebanyak 86,67% peternak merasa setuju dengan metode penyuluhan

yang dilakukan karena dengan diskusi kelompok. Peternak merasa nyaman

dengan metode pendekatan kelompok karena dapat berinteraksi dengan banyak

orang, baik itu dengan penyuluh atau antar peternak, sehingga pengetahuan yang

didapat lebih banyak. Selain itu pertukaran informasi antar peternak lebih mudah

Page 12: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

46

dipahami karena didasari oleh pola pikir yang cenderung sama. Sedangkan

sisanya tergolong ke dalam kategori cukup dan menganggap perlu diadakan

penyuluhan mengenai MCP dan tata cara pemerahan dengan metode pendekatan

individu karena peternak merasa kesulitan memahami materi dalam kondisi ramai.

Diperlukan suatu metode penyuluhan yang mendukung sehingga

menimbulkan rasa nyaman bagi peternak dalam proses pembelajaran atau

penyuluhan yang diikuti (Goff, et al. 2008). Hal ini sejalan dengan apa yang

dikemukakan Wilson (1997), bahwa melalui pertukaran informasi antar peternak

dapat pula menjadi media penyebaran teknologi yang efektif sehingga mendorong

adopsi teknologi semakin tinggi.

Penggunaan berbagai media dalam proses penyampaian materi

memberikan tampilan yang lebih menarik serta mampu merangsang daya pikir

seseorang karena dalam penggunaan multimedia melibatkan beberapa objek

seperti teks, gambar, suara dan video.

Kegiatan penyuluhan mengenai MCP dan tata cara pemerahan yang

dilaksanakan selalu menggunakan alat bantu berupa slide materi yang menarik

beserta contoh gambar yang ditampilkan menggunakan proyektor. 93,33%

peternak menilai bahwa tayangan materi sangat membantu dalam proses

memahami materi. Adanya teks membantu peternak apabila suara penyuluh tidak

terdengar sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan mendengar. Selain itu,

contoh gambar yang diperlihatkan juga memudahkan peternak untuk memahami

maksud dari penjelasan penyuluh.

6,67% responden tergolong ke dalam kategori cukup dan menilai bahwa

perlu dibuat buku saku atau modul materi agar peternak bisa memahami kembali

Page 13: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

47

materi di rumah dan menjadi acuan peternak apabila di kemudian hari ada bagian

materi yang sudah mulai lupa.

4.3.4 Sasaran Penyuluhan

Keaktifan peternak dalam penyuluhan dapat diukur menggunakan 2

indikator yaitu kehadiran peternak serta keaktifan peternak dalam berdiskusi

selama kegiatan penyuluhan berlangsung.

Tabel 12. Sasaran Penyuluhan

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Kehadiran peternak pada kegiatan

penyuluhan.

83,33 16,67 00,00

2. Keaktifan peternak dalam diskusi. 23,33 60,00 16,67

Rekapitulasi Skor Sasaran Penyuluhan 13,33 83,33 3,34

Uraian data terdapat pada Lampiran 4.

Sebanyak 83,33% peternak selalu mengikuti penyuluhan mengenai MCP

dan tata cara pemerahan, selain hadir peternak juga berdiskusi bersama-sama

dengan cara mengajukan pertanyaan kepada penyuluh. Pertanyaan yang diajukan

harus sesuai dengan materi yang sedang disampaikan. Kehadiran peternak

dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah waktu yang tidak

berbarengan dengan kegiatan yang lain.

Umumnya peternak yang tidak hadir pada penyuluhan disebabkan karena

ada kegiatan yang tingkat urgensinya lebih tinggi. Peternak yang aktif diskusi

pada saat penyuluhan mengatakan bahwa hal yang ditanyakan merupakan hal-hal

yang kurang dimengerti baik itu materi penyuluhan atau permasalahan di kandang

yang terkait dengan materi. Peternak yang tidak aktif berdiskusi mengaku bahwa

Page 14: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

48

dirinya malu untuk bertanya, maka peternak datang hanya untuk mendengarkan

saja.

4.3.5 Waktu dan Tempat Penyuluhan

Tabel 13. Waktu dan Tempat Penyuluhan

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Waktu diadakannya penyuluhan. 43,33 33,34 23,33

2. Kesepakatan tempat penyuluhan. 90,00 00,00 10,00

Rekapitulasi Skor Waktu & Tempat 40,00 53,33 6,67

Uraian data terdapat pada Lampiran 4.

Penilaian peternak terhadap waktu dan tempat penyuluhan tergolong

dalam kategori cukup (46,67%). Interval waktu antara penyuluhan mengenai

MCP dan tata cara pemerahan yang dekat dinilai peternak sebagai penyuluhan

yang terjadwal. Setiap penyuluhan dilakukan dengan metode diskusi kelompok

dan dilaksanakan di tempat yang sudah ditentukan sebelumnya.

Tempat yang dipakai untuk melaksanakan penyuluhan kelompok terbagi

menjadi 2 tempat, yaitu rumah ketua kelompok dan madrasah RW. Lokasi

penyuluhan di rumah ketua kelompok ditetapka oleh KPBS, sedangkan pemilihan

lokasi lainnya didasari karena tempat tersebut memiliki daya tampung yang lebih

banyak dibanding di rumah peternak. Adanya 2 pilihan tempat yang disepakati

merupakan upaya agar peternak dapat memilih lokasi yang lebih dekat dan mudah

dijangkau dari rumahnya sehingga kegiatan penyuluhan tidak memberatkan

peternak. Penyuluhan yang dilaksanakan sekitar pukul 17.00 WIB, karena pada

waktu tersebut peternak sudah selesai berkegiatan dan kemungkinan besar

peternak dapat hadir di penyuluhan tersebut.

Page 15: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

49

4.4 Respon Peternak

Respon merupakan hasil dari proses berfikir dan meniliai tentang sebuah

objek yang dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, pengalaman dan ditunjukan oleh

tindakan perilaku. Menurut Azwar (1988) berpendapat bahwa respon seseorang

dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif. Respon peternak

terhadap penyuluhan mengenai MCP diuraikan pada tabel berikut ini :

Tabel 14. Respon Peternak terhadap Penyuluhan Mengenai Sistem MCP

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Pengetahuan (kognitif) 7,00 53,00 40,00

2. Sikap (afektif) 93,00 7,00 00,00

3. Tindakan (psikomotorik) 87,00 13,00 00,00

Rekapitulasi Skor Respon Peternak 56,67 43,33 00,00

Uraian data terdapat pada Lampiran 5.

Dari Tabel 14 menunjukkan respon peternak termasuk ke dalam kategori

tinggi (56,67%), yang meliputi dimensi pengetahuan, sikap dan perilaku yang

selanjutnya akan dibahas pada uraian berikut.

4.4.1 Pengetahuan Peternak

Pengetahuan merupakan tahap awal dari sebuah respon. Setiap perilaku

manusia didasari oleh pengetahuan yang akan memberikan arah terhadap perilaku

seseorang. Pengetahuan peternak didapat dari berbagai sumber salah satunya

adalah program penyuluhan yang diselenggarakan oleh KPBS.

Tabel 15. Pengetahuan Peternak Mengenai Sistem MCP

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Pengertian MCP 20,00 00,00 80,00

2. Tujuan MCP 6,67 50,00 43,33

Page 16: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

50

Tabel 15. Pengetahuan Peternak Mengenai Sistem MCP (Lanjutan)

3. Perbedaan penerimaan susu manual

dan MCP

00,00 93,33 6,67

4. Keuntungan MCP 6,67 20,00 73,33

5. Efek penerapan MCP 13,33 63,34 23,33

6. Standar penerimaan susu 6,67 66,67 26,66

7. Tata cara pemerahan 6,67 80,00 13,33

Rekapitulasi Skor Pengetahuan Peternak 6,67 53,33 40,00

Uraian data terdapat pada Lampiran 6.

Pengetahuan responden dalam penelitian ini adalah pengetahuan peternak

mengenai gambaran umum penerimaan susu sistem MCP dan manajemen

pemerahan. Data dari Tabel 8 menunjukkan bahwa pengetahuan peternak

termasuk ke dalam kategori tinggi (6,67%), kategori cukup (53,33%) dan rendah

(40,00%). Kategori tinggi adalah ketika peternak dapat menjawab dan

menjelaskan alasan dari setiap pertanyaan yang diajukan berdasarkan teori yang

mendukung. Kategori dibuat berdasarkan jumlah skor yang didapatkan oleh

peternak.

Berdasarkan pertanyaan yang diajukan, 80,00% peternak tidak dapat

menjelaskan apa itu MCP secara teori. Pengetahuan peternak didapatkan dari

penyuluhan. Mereka mengatakan bahwa MCP merupakan TPK yang lebih

canggih dan layak. Rata-rata peternak hanya mampu menyebutkan 6 dari 12

indikator manajemen pemerahan yang dianjurkan, peternak berpendapat bahwa

tatacara pemerahan yang dijelaskan pada penyuluhan terlalu banyak dan sulit

diingat. Secara keseluruhan, peternak sudah mengetahui keuntungan MCP dan

perubahan yang terjadi dari adanya penerapan MCP.

Pada umumnya, dari 7 pertanyaan dimensi pengetahuan, para peternak

dapat menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan opini mereka masing-masing

sehingga pengetahuan peternak termasuk ke dalam kategori cukup. Pengetahuan

Page 17: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

51

peternak bersumber pada informasi dari penyuluhan yang telah dilakukan, tetapi

pengetahuan peternak masih sangat mendasar. Terlihat saat peternak menjawab

pertanyaan seputar gambaran umum MCP, mereka hanya menjawab berdasarkan

opininya sendiri tanpa menjelaskan berdasarkan teori yang pernah diberikan. Hal

ini berkaitan dengan tingkat pendidikan responden yang umumnya hanya tamat

SD, sehingga sejalan dengan pendapat Rachmat (1998) bahwa tingkat pendidikan

responden yang rendah, diduga akan mempengaruhi tingkat motivasi serta

wawasan.

4.4.2 Sikap Peternak

Tabel 16. Sikap Peternak Mengenai Sistem MCP

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. Sistem MCP lebih layak. 93,33 6,67 00,00

2. MCP dapat meningkatkan

kualitas dan kuantitas susu.

93,33 00,00 6,67

3. Perbedaan penerimaan susu

manual dan MCP

100,00 00,00 00,00

4. Manfaat MCP 96,67 3,33 00,00

5. MCP merubah manajemen

beternak dan pemerahan.

86,66 6,67 6,67

6. Standar penerimaan susu yang

lebih tinggi.

6,67 66,67 26,66

7. Merubah cara pemerahan 36,66 6,67 56,67

Rekapitulasi Skor Sikap Peternak 93,33 6,67 00,00

Uraian data terdapat pada Lampiran 7.

Data Tabel 16 menunjukkan bahwa sikap peternak terhadap penyuluhan

mengenai sistem MCP termasuk ke dalam kategori tinggi (93,33%). Sikap ini

berkaitan dengan pengetahuan peternak mengenai aspek tersebut. Kemampuan

peternak untuk mengingat pengetahuan secara teori yang cukup menyebabkan

Page 18: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

52

peternak cenderung akan setuju kepada setiap pernyataan-pernyataan yang

diajukan..

Hal ini sesuai dengan pendapat Gerungan (2002), Faktor lain yang

mempengaruhi penentuan sikap peternak adalah tokoh yang mengemukakan

materi penyuluhan, cara menyampaikan materi penyuluhan dan materi

penyuluhan yang disampaikan harus sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang

dihadapi peternak. Manifestasi sikap tersebut tidak dapat langsung dilihat, namun

harus ditafsirkan dahulu sebagai perilaku yang masih tertutup (Mar’at,1984).

4.4.3 Perilaku Peternak

Tabel 17. Perilaku Peternak Mengenai Sistem MCP

No Uraian Penilaian Responden (%)

Tinggi Cukup Rendah

1. TPC susu <500.000. 66,67 33,33 00,00

2. Susu lolos uji alkohol 100,00 00,00 00,00

3. Suhu susu saat penyetoran >28oC 80,00 20,00 00,00

4. Membersihkan ambing menggunakan

air hangat 33,33 3,33 63,34

5. Membersihkan dan memandikan sapi 16,67 13,33 36,66

6. Mengikat ekor sapi 66,67 23,33 10,00

7. Mengelap ambing 100,00 00,00 00,00

8. Mencuci tangan dengan sabun 76,66 16,66 6,67

9. Membuang susu perahan 1-2 100,00 00,00 00,00

10. Menggunakan teknik full hand 3,33 00,00 96,67

11. Melakukan celup putting 70,00 10,00 20,00

12. Membersihkan kandang 100,00 00,00 00,00

13. Menyaring susu 100,00 00,00 00,00

14. Mencuci milkcan di TPK 100,00 00,00 00,00

Rekapitulasi Skor Perilaku Peternak 86,67 13,33 00,00

Uraian data terdapat pada Lampiran 8.

Data pada Tabel 17. menunjukkan bahwa tindakan peternak termasuk

kategori tinggi (86,67%), peternak sudah melaksanakan tatacara pemerahan

dengan baik karena dari 14 langkah pemerahan yang dianjurkan, umumnya

Page 19: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

53

peternak tidak melaksanakan beberapa langkah saja. Terdapat perbedaan antara

aspek tanggapan yang menunjukkan bahwa responden melaksanakan standar

operasional pemerahan meliputi 14 tatacara pemerahan yang dianjurkan, namun

pada praktiknya ada beberapa langkah yang tidak dilaksanakan oleh peternak

dengan berbagai alasan. Umumnya hal yang paling mempengaruhi manajemen

pemerahan peternak adalah pengalaman dan kepercayaan mereka terhadap hal

yang dilakukannya tanpa mengikuti prosedur pemerahan yang seharusnya.

Umumnya peternak tidak membersihkan ambing dan puting menggunakan

air hangat, mereka beralasan bahwa menyiapkan air hangat hanya untuk

membersihkan ambing dan puting dianggap menyulitkan. Beralihnya penggunaan

bahan bakar kayu menjadi gas LPG menjadi alasan utama para peternak merasa

terbebani untuk memasak air hanya untuk membersihkan ambing dan puting

karena harga gas yang mahal. Sebanyak 36,66% peternak tidak pernah

memandikan sapi 1-2 jam sebelum pemerahan sesuai dengan pengetahuan yang

didapatkan dari penyuluhan sebelumnya. Sisanya menyatakan mereka terkadang

memandikan sapinya sebelum diperah apabila terdapat waktu luang lebih 1-2 jam

sebelum pemerahan.

Manajemen pemerahan merupakan salah satu faktor yang paling

mempengaruhi kualitas susu, karena kondisi pemerahan yang tidak higienis akan

mengkontaminasi susu yang didapat. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kuaitas

susu di TPK MCP Cipanas meningkat sejak diterapkannya sistem MCP. Sesuai

dengan pendapat Samsudin (1987), yang menyatakan bahwa tindakan yaitu

keseluruhan respon (reaksi) yang mencerminkan pilihan seseorang yang

mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannya. Suatu tindakan

Page 20: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

54

dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian sesuatu

agar kebutuhan tersbeut terpenuhi.

4.5 Hubungan Antara Program Penyuluhan Mengenai Penerapan Sistem

Milk Collection Point (MCP) Dengan Respon Peternak

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan korelasi Rank Spearman (rs),

hubungan antara program penyuluhan mengenai penerapan sistem MCP dengan

respon peternak sapi perah di TPK MCP Cipanas Desa Margamukti Kecamatan

Pangalengan Kabupaten Bandung, menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar

-0,373 dan < 0,05. Mengacu pada aturan Guilford (1956) dalam Jalaludin

(1998) interpretasi nilai koefisien hubungan antara kedua variabel dengan

koefisien korelasi (rs) = -0,373 berada pada kisaran 0,20 ≤ rs < 0,40. Hal ini

menunjukkan bahwa, terdapat hubungan yang lemah antara program penyuluhan

mengenai penerapan sistem MCP dengan respon peternak sapi perah dan hipotesis

penelitian diterima. Tanda negatif pada koefisien korelasi menunjukkan arah

hubungan antara dua variabel yang berjalan dengan arah yang berlawanan.

Keadaan tersebut memiliki arti bahwa penyuluhan yang telah dilaksanakan hanya

merubah sedikit dari pengetahuan, sikap dan tindakan peternak. Sehingga, hasil

perhitungan korelasi seolah-olah menunjukkan adanya penurunan atau angka yang

negatif.

Lemahnya pengaruh program penyuluhan sistem MCP pada pengetahuan,

sikap dan tindakan peternak terjadi karena materi yang disampaikan pada saat

penyuluhan merupakan hal-hal yang sebenarnya sudah di ketahui peternak

berdasarkan pengalamannya selama ini. Penyuluhan penerapan MCP bukan

menjadi alasan utama berubahnya perilaku peternak dalam manajemen

pemerahan, namun disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi dimasyarakat. Kondisi

Page 21: IV PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130323_4_4476.pdf · hingga SMA. Responden dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi

55

sosial ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan

lain-lain. Pemenuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan. Peternak di TPK

MCP Cipanas umumnya memiliki usaha peternakan dalam skala usaha kecil,

sehingga jumlah pendapatan mempengaruhi suatu tindakan yang akan berkaitan

dengan dana yang dikeluarkan dan didapatkan dari usahanya.

Adanya bonus yang diperoleh dari kualitas dan kuantitas susu yang

disetorkan berdasarkan aturan MCP membuat peternak akhirnya mau merubah

manajemen pemerahan menjadi sesuai dengan apa yang dijelaskan pada kegiatan

penyuluhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Karl Max dalam Stzompka (2008)

tentang pandangannya yang dikenal dengan konsep matrealisme historis yang

menempatkan struktur ekonomi sebagai awal kegiatan manusia. Struktur ekonomi

sebagai penggerak sistem sosial yang akan menyebabkan perubahan sosial,

dimana lingkungan ekonomi menjadi dasar segala perilaku manusia.