implementasi kebijakan pembangunan desa...
TRANSCRIPT
i
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
DESA TRANSMIGRASI DI KABUPATEN MAMUJU
PROVINSI SULAWESI BARAT
TRI MURNI SAKTI
NO.POKOK P0800209004
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012
ii
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DESA TRANSMIGRASI DI KABUPATEN MAMUJU
PROVINSI SULAWESI BARAT
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar Magister Program Studi Administrasi Pembangunan
Diajukan Oleh :
TRI MURNI SAKTI NO.POKOK P0800209004
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012
ii
iii
iii
iv
iv
v
v
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Tri Murni Sakti
Nomor Pokok Mahasiswa : P0800209004
Program Studi : Administrasi Pembangunan
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang saya tulis
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, dan bukan merupakan
pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia memenuhi sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 27 Juli 2012
Yang menyatakan
TRI MURNI SAKTI
vi
vii
PRAKATA
Bismillahirahmanirahim
Alhamdulillah, hanya kepada Allah SWT puji dan syukur senantiasa
kita panjatkan atas segala limpahan hidayah-Nya dan Nikmat-Nya.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul-Nya, Muhammad,
yang telah menyucikan jiwa kita, dan mengajarkan hal-hal yang kita tidak
ketahui
Tesis yang ada di tangan pembaca saat ini adalah hasil penelitian
yang dilakukan penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
magister pada program studi administrasi pembangunan. Tujuan dari
penelitian “Implementasi kebijakan pembangunan desa transmigrasi di
kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat” ini adalah untuk mengetahui
besaran pengaruh langsung dan tidak langsung komunikasi, struktur
organisasi, sikap (disposisi), dan sumber daya terhadap keberhasilan
implementasi kebijakan pembangunan desa transmigrasi di kabupaten
Mamuju.
Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :
Direktur Pascasarjana Unhas Makassar beserta seluruh dosen dan
staf akademik atas segala bantuan, perhatian, dan fasilitas yang
disediakan selama penulis menempuh pendidikan di Pascasarjana FISIP
Unhas.
vii
viii
Ketua program studi magister pembangunan, Bapak Dr. Alwi, M.Si
semoga kesuksesan senantiasa menyertai beliau.
Ucapan terima kasih yang tulus pula penulis sampaikan kepada
Prof.Dr. Suratman, M.Si selaku ketua Komisi Penasihat, para Bapak
Penguji : Prof. Dr. Haselman, M.Si, Dr. Syaiful Cangara, M.Si, Dr. H.
Baharuddin, M.Si yang telah memberikan masukan-masukan dalam
penulisan tesis ini sehingga dapat rampung tepat pada waktunya.
Kepada suami tercinta Dr. Marigan Rasyid, S.Sos, M.Si yang telah
memberikan motivasi dan spirit bagi saya sehingga dapat menempuh dan
menyelesaikan studi pada program magister APB Unhas Makassar
Kepada Ayahanda dan Ibunda Nurhaeni Yusuf, yang tiada duanya
di dunia dengan kasih sayang dan pengorbanan yang ikhlas kepada saya,
serta doa dan harapan yang senantiasa menjadi pemacu semangat bagi
ananda dalam menempuh pendidikan, semoga Allah SWT senantiasa
mencurahkan Karunia dan Kasih Sayang-Nya.
Ananda tersayang A.M. Yuswinarto Adhi Hartawan yang sabar dan
mengerti dengan aktivitas ibunda selama aktif dalam perkuliahan dan
ketika sibuk dalam penyusunan tesis ini, semoga ananda Adith selalu
dalam lindungan Allah SWT dan dijadikan anak yang sukses dunia dan
akhirat.
Kepada My Siste Chaca yang telah ikhlas dalam mengantar dan
menjemput ketika penulis dalam pengurusan tahap akhir penyusunan,
viii
ix
semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya dan diberikan masa
depan yang baik.
Penulis ingin menyampaikan bahwa keluarga adalah hal yang
paling istimewa takkan ada penggantinya di dunia ini, penulis sangat
mencintai orang tua dan keluarga semuanya.
Semoga Allah memberkahi keluarga kami dan melindungi kami
dalam kebaikan dunia dan akhirat.
Kepada semua pihak yang telah membantu, sahabatku, mahasiswa
reguler APB ’09 Unhas, semoga Allah membalas semua budi baik dengan
kebaikan yang banyak.
Demikianlah, harapan penulis, semoga Allah SWT melimpahkan
taufik-Nya kepada kita semua.
Makassar, 27 Juli 2012
Tri Murni Sakti
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................ iv
ABSTRACT .......................................................................................... v
HALAMAN KEASLIAN TESIS .............................................................. vi
PRAKATA ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ 10
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ........................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 12
A. Teori Tentang Kebijakan ............................................... 12
B. Implementasi Kebijakan ................................................ 15
C. Kebijakan Transmigrasi ................................................ 28
D. Kerangka Pikir Penelitian .............................................. 45
E. Hipotesis Penelitian ....................................................... 48
x
xi
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 49
A. Jenis Penelitian ............................................................. 49
B. Operasionalisasi Variabel Penelitian ............................ 49
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................... 50
D. Populasi dan Sampel Penelitian .................................... 50
E. Jenis dan Sumber Data ................................................. 53
F. Instrumen Penelitian ..................................................... 54
G. Analisis Data ................................................................. 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 59
A. Hasil Penelitian ............................................................. 59
1. Komunikasi ................................................................ 59
2. Struktur Birokrasi ....................................................... 63
3. Disposisi .................................................................... 66
4. Sumberdaya .............................................................. 70
5. Implementasi Kebijakan Transmigrasi ...................... 73
B. Uji Hipotesis Penelitian ................................................. 84
1. Hipotesis Penelitian ................................................. 84
2. Pengaruh Gabungan ............................................... 85
3. Pengaruh Parsial ..................................................... 87
4. Analisis Korelasi Antar Variabel ............................... 90
5. Analisis Pengaruh secara Proporsional ................... 92
xi
xii
C. Pembahasan ................................................................. 93
1. Analisis Komunikasi menentukan Implementasi ...... 93
2. Analisis Struktur Organisasi menentukan
Implementasi ........................................................... 95
3. Analisis Disposisi menentukan Implementasi .......... 97
4. Analisis Sumberdaya menentukan Implementasi .... 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 100
A. Kesimpulan ................................................................... 100
B. Saran-saran .................................................................. 101
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 102
LAMPIRAN .......................................................................................... 110
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Transmigrasi dalam Perspektif Pusat, Provinsi, dan Kabupaten ..................................................................... 43
Tabel 3.1. Operasionalisasi variable penelitian ............................... 49
Tabel 3.2. Keadaan Desa Transmigrasi ......................................... 52
Tabel 4.1. Tingkat Pemahaman Implementor terhadap Isi Kebijakan ....................................................................... 61
Tabel 4.2 Tingkat Kejelasan Isi Kebijakan ..................................... 62
Tabel 4.3. Tingkat Konsistensi Informasi Kebijakan ....................... 63
Tabel 4.4. Pelaksanaan Koordinasi Antara Organisasi ................... 65
Tabel 4.5. Tingkat Kesesuaian Standar Operasional Prosedur ...... 66
Tabel 4.6. Tingkat prasangka dari implementor .............................. 67
Tabel 4.7. Kondisi Kepuasan Kerja Implementor ............................ 68
Tabel 4.8. Komitmen pada Organisasi ............................................ 69
Tabel 4.9. Kompetensi Impelementor Kebijakan ............................ 71
Tabel 4.10. Keterampilan Implementor ............................................. 72
Tabel 4.11. Pendapat Implementor tentang Fasilitas ........................ 73
Tabel 4.12. Perkembangan Pemukiman Desa Transmigrasi ............ 74
Tabel 4.13. Ketersediaan Lapangan Pekerjaan ................................ 75
Tabel 4.14. Kontribusi Desa Transmigrasi terhadap pembangunan . 77
Tabel 4.15. Dampak terhadap Lingkungan Fisik ............................... 78
Tabel 4.16. Dampak Lingkungan Sosial-Budaya .............................. 79
Tabel 4.17. Integrasi Penduduk Desa Transmigrasi ......................... 81
Tabel 4.18. Tingkat Asmilasi Penduduk Desa Transmigrasi ............. 82
Tabel 4.19. Ketegangan Sosial di Desa Transmigrasi ...................... 83
xiii
xiv
Tabel 4.20. ANOVA .......................................................................... 85
Tabel 4.21. Tabel besaran Pengaruh Variabel ................................. 86
Tabel 4.22. Pengaruh Variabel Bebas (X1,X2,X3, dan X4) terhadap Variabel Terikat (Y) ......................................... 87
Tabel 4.23. Pengaruh Variabel Bebas (X1,,X3, dan X4) terhadap Variabel Terikat (Y) ........................................................ 89
Tabel 4.24. Hubungan antara Variabel Bebas .................................. 90
xiv
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Model Direct and Indirect Impact on Implementation ..... 22
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian ............................................... 48
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luas Kawasan Timur Indonesia (KTI) mencakup hampir 70%
wilayah Indonesia. Jumlah penduduknya hanya 20% dari total jumlah
penduduk Indonesia. Sementara itu, Jawa, Bali dan Sumatera dengan
luas wilayah kurang lebih 30% dari luas wilayah Indonesia dihuni oleh
sekitar 80% penduduk Indonesia. Pada saat ini masih banyak sumberdaya
alam di KTI yang belum diolah. Di masa mendatang untuk mengolah
sumber-sumber alam tersebut diperlukan banyak tenaga kerja terampil
dan terdidik. Arus tenaga kerja masuk ke KTI diperkirakan akan
bertambah besar, terutama bila laju pertumbuhan pembangunan di KTI
semakin meningkat (Wae, 2003).
Realitas obyektif menunjukkan, bahwa Indonesia bukan saja
merupakan sebuah negeri besar kepulauan (archipelago) di Kawasan
Asia Tenggara, tetapi lebih dari itu juga sebuah negeri kepulauan yang
kaya akan sumberdaya alam. Masalahnya sebagian besar penduduk
terkonsentrasi di Pulau Jawa (Suparno, 2007). Sekarang ini tingkat
kepadatan penduduk di Pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok telah
mencapai tingkat kepadatan 2.133 orang per Km2 (Sensus Penduduk
Nasional 2005). Sedangkan tingkat kepadatan penduduk di Pulau
Sumatera 97 jiwa orang per km2, Kalimantan 31 jiwa per km2, Sulawesi 87
1
2
per km2, Papua 7 jiwa per km2 dan pulau-pulau lainnya 80 jiwa per km2
(BPS, 2006).
Persebaran penduduk yang tidak merata memacu adanya
perpindahan penduduk ke daerah atau pulau lain. Kebijakan awal program
kolonisatie sampai program transmigrasi, bertujuan mengurangi
ketimpangan demografis antara Pulau Jawa dan luar Jawa. Jika tujuannya
hanya itu, program pemindahan penduduk besar-besaran ini tentu tidak
memenuhi sasaran. Sebagai contoh, walaupun sebenarnya sudah 6,4 juta
jiwa ditransmigrasikan sejak tahun 1905-1990 ke luar Jawa, tetap saja
penduduk Jawa meningkat dari 30 juta jiwa menjadi sekitar 108 juta jiwa
pada periode tersebut. Ternyata, besarnya pertambahan penduduk
tersebut bukan karena kolonisatie dan transmigrasi umum, melainkan
justru karena adanya transmigrasi swakarsa mandiri (ke P.Jawa) yang
besarnya mencapai tiga sampai lima kali lipat dibanding dengan program
transmigrasi itu sendiri. Sebagai contoh, pada tahun 1905, penduduk
Lampung berjumlah 157 ribu jiwa, dan pada sensus tahun 2005 telah
menjadi lebih dari tujuh juta jiwa, 75% di antaranya suku Jawa, Sunda,
dan Bali. (Utomo, 2007).
Pertumbuhan ekonomi regional di wilayah Indonesia yang tidak
merata dari waktu ke waktu, justru menciptakan pola arus migrasi dan
mobilitas penduduk yang relatif stabil yaitu terbentuknya pola asal dan
tujuan migran. Pola arus migran tersebut antara lain: satu, antara desa ke
kota dengan fenomena terjadinya diversifikasi pola usaha dari pertanian
3
ke industri/jasa dan dua, antara Jawa dan luar Jawa dengan konversi
sosial lainnya (pendidikan, mencari kerja, ikut suami/keluarga dan
sebagainya). Migrasi demikian ditengarai secara kuantitas lebih
didominasi oleh kaum migran spontan (Harjono, 1997)
Salah satu pendekatan yang realistik dalam rangka pembebasan
manusia dari kondisi dehumanis yang mencekamnya, adalah melalui
pindah, atau hijrah. Perpindahan adalah suatu cara sekaligus peluang
bagi individu untuk dapat mengembangkan potensi diri dari martabatnya.
Perpindahan juga merupakan ciri dinamik dan universal dalam kehidupan
manusia untuk memperoleh peluang memanfaatkan kelimpahan alam
(Heeren, 1979).
Gerak keruangan manusia haruslah didukung sepenuhnya, bukan
saja demi perbaikan kondisi kehidupan, tetapi sekaligus juga dalam
kerangka pengenalan terhadap perbedaan ciri eksistensi dirinya sebagai
makhluk yang beragam. Manusia hadir dan diciptakan dalam keragaman
dan perbedaan, baik warna kulit (ras), perilaku budaya (etnik), dan system
kepercayaannya (agama), yang harus disadari dengan penuh pengertian
(Koentjaraningrat, 1984)
Pembangunan nasional, sebagai upaya pembebasan manusia
Indonesia dari segala bentuk dan proses dehumanisasi, haruslah
mencakup di dalamnya penyediaan kesempatan bagi masyarakat untuk
melakukan perpindahan (hijrah) sebagai salah satu pendekatan. Dalam
konteks inilah maka transmigrasi sebagai konsep pembangunan, sangat
4
diperlukan (Tarumingkeng, 2003). Transmigrasi diarahkan untuk mencapai
keberhasilan lima hal, yaitu: (1) mendukung ketahanan pangan dan
kebutuhan papan, (2) mendukung ketahanan nasional, (3) mendukung
kebijakan energi alternatif di kawasan transmigrasi, (4) mendorong
pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan (5) menunjang penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran (Suparno, 2007)
Sesuai dengan UU N0 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian
mengamanatkan bahwa program transmigrasi merupakan bagian integral
dari pembangunan nasional yang dilaksanakan sebagai upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya,
peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah, serta memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa. Selanjutnya dalam PP NO 2 Tahun
1999 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi Program transmigrasi
diwujudkan melalui penyediaan kesempatan kerja dan peluang usaha,
pemberian hak milik atas tanah, pemberian bantuan permodalan dan atau
prasarana/sarana produksi, memfasilitasi pengurusan administrasi dengan
badan usaha, peningkatan pendapatan, pendidikan dan pelatihan,
pelayanan kesehatan, pemantapan ideologi, mental spiritual, sosial dan
budaya
Hasil penelitian Warsono (2004), menunjukkan bahwa untuk
kelompok pulau-pulau besar (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Selatan,
Jawa, NTT dan Bali, Papua dan Maluku) menunjukkan trend perpindahan
penduduk Jawa yang tinggal di luar Jawa secara absolut lebih tinggi dari
5
penduduk luar Jawa yang masuk ke Jawa, masing-masing 5.38 juta jiwa
dan 2.23 juta jiwa, sedangkan menurut kelompok yang lain, penduduk
Kawasan Barat Indonesia (KBI) yang tinggal di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) juga lebih tinggi dari penduduk KTI yang menetap di KBI, masing-
masing 2.16 juta jiwa dibandingkan 0.88 juta jiwa.
Kondisi tersebut meskipun tidak digambarkan dengan data antara
kelompok migran spontan dan kelompok migran terprogram, dapat diduga
bahwa dukungan perpindahan penduduk baik transmigrasi terprogram
maupun transmigrasi spontan, selama ini telah memberikan andil
persebaran yang positif.
Para transmigran berpindah karena suatu motivasi atau dorongan
hati untuk mengembangkan diri demi mendapatkan kehidupan yang lebih
baik. Tanpa motivasi tentunya para transmigran tidak akan mewujudkan
keinginannya dengan mengambil resiko meninggalkan daerah asal.
Daerah tujuan transmigrasi diasumsikan sebagai kawasan akomodatif
menerima kehadiran kaum trans-migran yang datang dari daerah lain.
Daerah tujuan transmigrasi, dengan sendirinya, berfungsi sebagai the
hope land bagi kaum transmigran (Suparno, 2007). Dengan adanya
dorongan atau faktor internal dan adanya stimuli atau faktor eksternal
membuat mereka memutuskan untuk berpindah ke daerah tujuan dengan
suatu harapan (Taylor, 1970). Sebagaimana teori harapan yang
dikemukakan oleh Victor Vroom, Transmigran menginginkan hal-hal yang
6
baik sehingga daya penggerak yang memotivasi semangat seseorang
terkandung dari harapan yang akan diperoleh di masa depan.
Selanjutnya McClelland mengembangkan teori motivasi yang
mendorong perilaku manusia yaitu: (1) motivasi berprestasi, (2). Motivasi
berafiliasi, dan (3) motivasi berkuasa. Motivasi berprestasi adalah
dorongan untuk mengerjakan sesuatu untuk menjadi lebih baik atau lebih
efisien daripada sebelumnya. Motivasi berafiliasi yaitu dorongan untuk
berhubungan dengan orang lain serta disenangi orang lain. Sedangkan
motivasi berkuasa sebagai kebutuhan untuk mempengaruhi, mendesak,
serta mengontrol orang lain
Di lokasi tujuan transmigran melakukan penyesuaian diri dengan
lingkungan yang baru, lingkungan yang berbeda dari daerah asal baik
secara ekologi maupun sosial budaya. Penyesuaian terhadap sumberdaya
alam terutama lahan pertanian merupakan hal yang tidak dapat dihindari
demi kelangsungan hidup. Program transmigrasi diantaranya diarahkan
kepada pertanian tanaman pangan sehingga lahan transmigrasi itu bisa
digunakan untuk tanaman padi atau pangan. Diharapkan masalah pangan
tidak impor lagi, bila perlu swasembada pangan atau eskpor, tujuan
lainnya supaya ada pendekatan sosial budaya (Suparno, 2006) Dengan
program transmigrasi tersebut maka transmigran mempunyai suatu
keharusan untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan fisik, ekonomi
maupun sosial budaya di lokasi tujuan.
7
Logika sosial yang melandasi pelaksanaan program transmigrasi
adalah pemanfaatan faktor ke-unggulan komparatif berupa kekayaan alam
melalui prakarsa-prakarsa yang bersukmakan keunggulan kompetitif.
Sementara itu, prakarsa yang bersukmakan keunggulan kompetitif
ditentukan oleh adanya inovasi dan terobosan berdasarkan formasi
sumberdaya manusia. “Modal sosial” dalam konteks ini lalu terkait dengan
derajat apresiasi sumberdaya manusia terhadap sumberdaya alam.
Bagaimana manusia memberlakukan sumber-sumber produktif dari
kekayaan alam menjadi agenda penting. Logika sosial inilah yang
kemudian mengarahkan aktualisasi modal sosial pada sinergi yang
koheren di antara berbagai elemen yang terkait di dalamnya (Suparno,
2007).
Penyesuaian diri merupakan bentuk mempertahankan
kelangsungan hidup keluarga secara efektif dalam mengalokasikan
sumber daya yang terbatas untuk menghadapi perubahan-perubahan
sosial ekonomi. Dalam proses penyesuaian terhadap lingkungan yang
baru memacu kreativitas transmigran untuk memanfaatkan sumberdaya
yang ada secara efektif. Kreatifitas tidak hanya kemampuan untuk
bersikap kritis pada diri sendiri, tetapi juga kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru dalam hal ini hubungan antara dirinya dengan
lingkungan, baik dalam hal materiil, sosial maupun psikis (Daljoeni, 1997).
Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju merupakan salah satu
daerah penempatan transmigrasi. Sejak sekitar tahun 1985-an daerah ini
8
merupakan tujuan transmigrasi baik transmigrasi umum maupun
transmigrasi swakarsa mandiri. Transmigrasi umum berasal dari penduduk
di Pulau Jawa, Pulau Bali, dan Pulau Lombok maupun bagi pendatang
dari daerah lain di Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Mamuju terdapat
penempatan Transmigrasi Umum pada 14 UPT (Unit Pemukiman
Transmigrasi) yang tersebar di 2 kecamatan dengan jumlah1760 KK yang
berasal dari Jawa, Bali, NTB, Lombok, Poso, dan Sulawesi Selatan
(Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mamuju, 2011).
Transmigrasi Umum dilaksanakan mengutamakan penduduk yang
mengalami keterbatasan dalam mendapatkan kesempatan kerja dan
peluang usaha di daerah asal.
Keadaan sosial ekonomi di masyarakat Kecamatan Tobadak dan
Karossa dihuni oleh para petani kelapa sawit yang tergabung dalam PIR
Transmigrasi. Sedang masyarakat penduduk asli berkebun coklat dan
kelapa. Penduduk di daerah pesisir bermata pencarian sebagai nelayan.
Keadaan penduduk heterogen terdiri dari berbagai suku, di mana
penduduk asli dari etnis Mandar, sedang penduduk pendatang berasal
dari etnik Bali, Jawa, Lombok, Madura, dan lain-lain.
Untuk Transmigrasi Swakarsa Mandiri dilaksanakan dengan
mengutamakan penduduk yang relatif berpotensi dan ingin meningkatkan
kesejahteraannya. Transmigran Swakarsa Mandiri adalah penduduk yang
berasal dari Pulau Jawa, Pulau Bali, Dan Pulau Sulawesi atau daerah
lainnya. Transmigran Swakarsa Mandiri melakukan transmigrasi ke lokasi
tujuan dengan biaya dan kemauan sendiri. Pada umumnya Transmigran
9
Swakarsa Mandiri diajak oleh saudara, tetangga atau kenalannya yang
telah lebih dahulu pindah ke lokasi tujuan. Jadi Transmigran Swakarsa
Mandiri adalah orang-orang yang tertarik untuk pindah setelah mendengar
cerita keberhasilan saudara, tetangga atau kenalannya di lokasi tujuan.
Adanya rangsangan untuk bertransmigrasi dengan mudah dan murah
memberikan harapan keberhasilan yang tinggi, membuat arus
transmigrasi spontan ini deras dan cepat sekali (Warsono, 2005).
Berkaitan dengan arus transmigrasi dari daerah asal ke
lokasi tujuan, timbul beberapa hal yang menjadi pertanyaan antara lain:
Apa yang menjadi faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
implementasi program transmigrasi ini. Hal ini penting sebab masalah
implementasi dari kebijakan transmigrasi melibatkan tidak hanya pelaku
implementasi tetapi juga masyarakat sebagai sasaran dari kebijakan
transmigrasi.
Terdapat dugaan yang kuat bahwa komunikasi antar pelaksana
kebijakan, struktur organisasi pelaksana kebijakan, disposisi atau sikap
para pelaksana, dan sumber daya merupakan factor yang diperkirakan iku
berpengaruh dalam implementasi kebijakan public seperti halnya
kebijakan transmigrasi.
Hal-hal seperti itulah yang menjadi pertanyaan pokok dari penelitian
ini dan ditulis dalam sebuah karya ilmiah tesis dengan judul “Kajian
Implementasi Kebijakan Pembangunan Desa Transmigrasi di Kabupaten
Mamuju.
10
B. Rumusan Masalah
1. Berapa besar pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung
komunikasi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
2. Berapa besar pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung
struktur organisasi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
3. Berapa besar pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung
disposisi (sikap) pelaksana terhadap keberhasilan implementasi
kebijakan pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
4. Berapa besar pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung
sumber daya yg tersedia terhadap keberhasilan implementasi
kebijakan pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
C. Tujuan Penelitian
Dengan merujuk pada permasalahan di atas maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis besaran pengaruh langsung dan tidak langsung
komunikasi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
2. Untuk menganalisis besaran pengaruh langsung dan tidak langsung
struktur organisasi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
11
3. Untuk menganalisis besaran pengaruh langsung dan tidak langsung
sikap (disposisi) terhadap keberhasilan implementasi kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
4. Untuk menganalisis besaran pengaruh langsung dan tidak langsung
sumber daya yang tersedia terhadap keberhasilan implementasi
kebijakan pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada
pihak terkait dalam hal:
a. Manfaat teoritis
1. Untuk mengembangkan penelitian mengenai studi kebjakan publik
kaitannya dengan pembangunan desa transmigrasi
2. Sebagai bahan masukan dalam pengembangan studi administrasi
pembangunan di masa yang akan datang
b. Manfaat Praktis
1. Bahan pertimbangan untuk penyusunan program transmigrasi
yang tepat sasaran, lokasi dan prospek pengembangan daerah ke
depan.
2. Pengambilan keputusan pemerintah daerah dalam menentukan
kebijakan pengembangan serta faktor yang memengaruhi
pembangunan desa transmigrasi
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Tentang Kebijakan
lstilah kebijakan disepadankan dengan kata bahasa Inggris (policy).
Secara sederhana kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang
dipilih untuk mengarahkan dalam pengambilan keputusan. Menurut Ealau
dan Prewitt (1973) yang dikutip dari buku Analisis Kebijakan Publik
karangan Edi Suharto, Ph.D., "kebijakan adalah sebuah ketetapan yang
berlaku yang dirincikan oleh pelaku yang konsisten dan berulang, baik dari
yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan
itu)".
Timtus (1974) mendifinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang
mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu.
Kebijakan menurut Timtus, senantiasa berorientasi kepada masalah
(problem ,oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action orientrd).
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu
ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara
bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai
tujuan tertentu.
Sedangkan pengertian kebijakan publik menurut Thomas Dye yang
dikutip dari buku Analisis Kebijakan Publik karangan Edi Suharto,
(2005:44) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan tau tidak
12
13
melakukan (Public policy is whatever goverentments choose to do or not
to do). Konsep itu sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu
yang dilakukan oleh pemerintah disamping yang tidak dilakukan oleh
pemerintah ketika pemerintah menghadapi sesuatu masalah publik.
Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye mengandung makna bahwa :
1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah bukan
organisasi swasta.
2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah.
James E. Anderson mendifinisikan kebijakan publik yang dikutip
dari buku Analisis Kebijakan Publik karangan Drs. AG. Subarsono, M.Si,
MA (2005:2) sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan
aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat
dipengaruhi oleh pars aktor dan faktor dari luar pemerintah dari definisi
tersebut kita dapat membuat rumusan pemahaman tentang kebijakan
publik :
1. Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh administrator
negara, atau administrator public. Jadi kebijakan publik adalah segala
sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.
2. Kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama
atau kehidupan publik, bukan kehidupan orang perorang atau
golongan.
14
3. Dikatakan kebijakan publik jika manfaat yang diperoleh masyarakat
yang bukan pengguna langsung dari produk yang dihasilkan jauh Iebih
banyak atau Iebih besar dari pengguna langsungnya.
Untuk memahami berbagai definisi kebijakan publik ada baiknya
jika kita membahas beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan
publik yang dikutip dari buku Analisis Kebijakan Publik karangan Edi
Suharto, Phd (2005:44 - 45) yaitu :
1. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah
tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah
yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk
melakukannya.
2. Sebuah rekasi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.
Kebijakan publik berupa merespon masalah atau kebutuhan kongkrit
yang berkembang di masyarakat.
3. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan Kebijakan publik,
biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari
beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai
tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
4. Sebuah keputusan untuk tidak melakukan atau melakukan sesuatu.
Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk
memecahkan masalah sosial. Namun kebijakan publik bisa juga
dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat
15
dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya
tidak melakukan tindakan tertentu
5. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang
aktor. Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi
terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah
dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang belum dirumuskan.
Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan publik bisa dibuat
oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan
lembaga pemerintah.
B. Implementasi Kebijakan
Implimentasi kebijakan pada prinsipnya ditujukan untuk tercapainya
tujuan dari Suatu kebijakan. Implementasi kebijakan memiliki banyak
pengertian, seperti yang dikemukakan Mamanian dan Sabatier adalah
sebagai pelaksanaan berbagai keputusan, baik yang berasal dari
legislative, eksekutif, dan yudikatif. Sementara itu menurut Van Meter dan
Van Horn bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan
yang dilakukan baik individu atau kelomppok pemerintah tas swasta, yang
diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan.
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih bukanlah
jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya.
Terdapat banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi.
16
Instisusi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy maker untuk
mempengaruhi prilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan
pelayanan dan mengatur prilaku kelompok sasaran.
Namum dalam praktek badan-badan pemerintah sering
menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari undang-undang
yang terlalu makro dan mendua, sehingga memaksa mereka untuk
memutus apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak
dilakukan.
Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak
variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling
berhubungan satu sama lain. Untuk memperkaya pemahaman tentang
berbagai variabel yang terlihat di dalam implementasi, maka dalam
pembahasan ini akan dijelaskan beberapa teori implementasi dan kira-kira
yang mana yang cocok untuk diterapkan dalam kebijakan implementasi
transmigrasi.
1. Teori George Edward III (1980)
Dalam pandangan Edward Ill, dalam buku Analisis Kebijakan
Publik karangan Drs. AG. Subarsono, M.Si, MA (2005: 90-91) yaitu
implementasi kebijakan dipengaruhi oleh komunikasi, sumberdaya,
disposisi dan struktur birokrasi.
a. Komunikasi
Keberhasilan implementasi mensyaratkan agar implementator
mengetahui apa yang harus dilakukan dan yang menjadi tujuan dan
17
sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran
(target group) sehingga akan mempengaruhi distorsi implementasi.
Apabila tujuan dan sasaran tidak diketahui sama sekali oleh
kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari
kelompok sasaran.
Untuk mengetahui sejauh mana komunikasi itu dapat berfungsi
secara tepat akurat, maka terdapat paling tidak tiga halyang harus
diperhatikan sekaligus yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan
komunikasi yaitu:
(a) Transmisi, atau penyaluran. Dalam penyaluran pesan-pesan
dalam berkounikasi tidak terjadi kesalahpahaman disebabkan
komunikasi melalui beberapa tingkatan birokrasi yang terlibat
dalam implementasi. Akibatnya, terjadi distorsi membuat
implementasi suatu kebijakan gagal.
(b) Kejelasan, hal ini disebabkan karena komunikasi yang diterima
oleh para pelaksana kebijakan tidak jelas dan membingungkan.
Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi
impementasi, tetapi pada hal-hal tertentu para pelaksana
membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan.
Pentingnya memahami komunikasi dalam organisasi menurut Pace
dan Faules (2000) adalah karena komunikasi adalah salah satu
unsure dari organisasi. Hanya saja dalam proses berkomunikasi
18
yang penting jua diperhatikan adalah proses penciptaan makna
atas interaksi yang ada dalam organisasi.
b. Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas
kepada kelompok sasaran tetapi apabila implementor kekurangan
sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan
berjalan secara efektif.
Implementasi tidak akan efektif jika sumberdaya pendukung
terhadap pelaksanaan jauh dari kebutuhan yang dianggap
memadai.Sumber daya ini dapat berupa: staf dalam bentuk kualitas
sumber daya manusia, informasi, kewenangan, dan fasilitas-
fasilitas lainnya.
Kualitas sumber daya manusia merupakan unsur penting
dalam melakukan suatu kebijakan. Suatu kebijakan dapat
terlaksana dengan baik kalau didukung oleh sumber daya manusia
yang memadai, baik dari segi kompetensi, keahlian serta
ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan.
Selain sumber daya manusia, informasi juga penting.
Informasi mempunyai dua bentuk, yaitu: informasi tentang
bagaimana melaksanakan kebijakan, artinya para pelaksana perlu
mengetahui apa yang harus dilaksanakan dan bagaimana cara
melakukannya, dan data tentang ketaatan para pelaksana terhadap
peraturan pemerintah dan bentuk informasi tersebut penting bagi
19
efisiensi dan kesungguhan para pelaksana dalam melaksanakan
tugas masing-masing.
Dalam kaitan dengan wewenang, hal ini penting terutama
dalam hal luasnya kewenangan yang dimiliki. Dapat saja seseorang
pembuat kebijakan memiliki wewenang yang luas akan tetapi tidak
berjalan efektif dalam proses implementasinya, kerena kurangnya
kerjasama dengan pelaksana di lapangan.
Fasilitas yang terkait dengan sumber daya adalah
ketersediaan sarana fisik yang mendukung terlaksananya suatu
kebijakan.
c. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis.
Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan
dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki
sikap atau prespektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan,
maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
Selain itu disposisi dapat diartikan sebagai persepsi,
kewenangan, pemahaman dan komitmen para pelaksana atau
implementor untuk menerapkan suatu kebijakan. Menurut
Butarbutar (2007) ada tiga kemungkinan sikap dari disposisi yaitu:
menerima, menolak, atau bersikap netral. Agar implementasi
20
kebijakan dapat efektif, maka segenap upaya harus dilakukan oleh
pembuat kebijakan agar isi dan tujuan kebijakan dapat bersesuaian
dengan keinginan para implementor melalui pemahaman setiap
individu akan arah yang mereka lakukan.
Sikap merupakan bagian penting dalam hidup manusia,
terutama yang berhubungan dengan pekerjaan. Menurut Greberg
(dalam Butarbutar, 2007) dalam hubungannya dengan pekerjaan
yang berkaitan dengan sikap, meliputi: sikap terhadap yang lain
(termasuk prasangka), sikap terhadap pekerjaan (dikenal dengan
kepuasan kerja) dan sikap terhadap organisasi (dikenal sebagai
komitmen organisasi).
Semua staf harus memiliki sikap yang positif baik terhadap
apa yang dikerjakan maupun terhadap organisasi, hal ini tentunya
semata-mata untuk keberhasilan organisasi dalam
mengimplementasi program.
d. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi bertugas mengimplementasikan
kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap
organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standar
operating procedur atau SOP). SOP bisa menjadi pedoman bagi
setiap implementor dalam bertindak.
21
Menurut Butarbutar (2007) kelemahan birokrasi saat ini yang
berpengaruh terhadap implementasi kebijakan adalah ia terlalu
dibatasi oleh struktur dan prosedur-prosedur. Terdapat dua hal
penting dalam struktur organisasi yaitu prosedur-prosedur dan
ukuran dasar kerja atau standar oeprasional prosedur (SOP) yang
berasal dari dalam organisasi. SOP berisi standar-standar baku
dalam melaksanakan suatu pekerjaan, yang cocok untuk organisasi
yang relatif tidak menghadapi perubahan drastis, namun akan sulit
menyesuaikan diri terhadap organisasi yang menghendaki
perubahan cara-cara yang lazim dilakukan, Dengan kata lain
semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara
yang lazim dalam sebuah organisasi, semakin besar pula
probabilitas SOP menghambat implementasi.
Galbraith (dalam Butarbutar, 2007) menjelaskan bahwa
dalam organisaso, struktur dapat menghambat pencapaian tujuan
organisasi kalau struktur tersebut tidak disesuaiakn dengan tugas-
tugas organisasi. Demikian pula organisasi tidak dapat beradaptasi
dengan lingkungannya kalau struktur tidak fleksibel terhadap
perubahan-perubahan lingkungan.
Dari uraian di atas tentang model George C, Edward III dapat
ditegaskan bahwa model implementasi kebijakan yang
dikembangkannya adalah “Direct and indirect impact on
implementation”. Model ini memperlihatkan bahwa dampak
22
langsung dan tidak langsung terhadap implementasi kebijakan
yaitu: komunikasi dan struktur birokrasi berpengaruh langsung dan
tidak langsung terhadap implementasi kebijakan. Sumber daya dan
dsposisi berpengaruh langsung terhadap implementasi kebijakan.
Ada pun visualisasi dari model itu adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Model Direct and Indirect Impact on Implementation
2. Teori Merilee S. Grindle (1980)
Keberhasilan implementasi menurut Grindle (dalam Arief, 2012)
menyatakan bahwa model yang dikembangkan ole Merilee S.Grindle
(1980) ditentukan oleh dua hal pokok, yaitu: Isi kebijakan (content of
policy) dan konteks implementasi (contex policy). Lebih jauh ia
mengatakan bahwa ide dasar pemikiran Grindle bahwa setelah
kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan
dilakukan. Keberhasilan Implementasi ditentukan oleh derajat
implementability dari kebijakan itu sendiri. Isi kebijakan tersebut
menurut Arief (2012) dengan berdasar atas pandangan dari Grindle
adalah sebagai berikut.
Communication
Resources
Disposition
Implementation
Bureucratif structur
23
1. Content of Policy, hal ini berkaitan dengan:
a. Interest affected (kepentingan-kepentingan yang
mempengaruhi). Intersest affected ini berkaitan dengan
berbagai kepentingan yang ikut berpengaruh dalam suatu
implementasi kebijakan. Suatu argumen mengemukakan bahwa
mengimplementasikan suatu kebijakan pasti melibatkan banyak
kepentingan. Hanya saja yang penting untuk dilihat adalah
sejauh mana kepentingan itu berpengaruh terhadap
implementasi suatu kebijakan.
b. Type of Benefits (Tipe manfaat). Yang penting dalam tipe
manfaat dari isi kebijakan adalah harus memiliki manfaat yang
dapat memacu upaya-upaya pelaksana dalam mempercepat
pelaksanaan atau pencapaian dari implementasi suatu
kebijakan.
c. Extent of Change Emision (perubahan yang ingin dicapai).
Suatu kebijakan diambil tentunya memiliki tujuan untuk
mengubah atau terjadinya perubahan dalam suatu masyarakat.
Perubahan-perubahan yang ingin dicapai tentunya adalah
perubahan positif dalam makna adanya perbaikan atau
peningkatan dari kondisi sebelum dan sesudah suatu kebijakan
diimplementasikan.
24
d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan). Pada
dasarnya suatu formulasi kebijakan yang akan diputuskan
menjadi suatu kebijakan untuk diimplementasikan, seyogyanya
memperhatikan wktu yang tepat untuk mengambil suatu
keputusan. Letak keputusan yang tepat melahirkan hasil yang
maksimal. Karena itu site of decision making hendaknya
dijelaskan di mana letak pengambilan keputusan ddari suatu
kebijakann yag hendak diimplementasikan.
e. Program Implementor (pelaksana ptogram). Perlu dijelaskan
dalam point ini bahwa dalam melaksanakan suatu kebijakan
apapun terlebih lagi bila program itu menyentuh langsung
kepentingan publik, seyogyanya didukung oleh pelaksana
kebijakan yang handal dan kapabel demi keberhasilan suatu
implementasi kebijakan.
f. Resources Commited (sumber daya yang digunakan). Untuk
mencapai suatu hasil yang maksimal, maka pelaksanaan suatu
kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang potensial,
sehingga pelaksanaan kebijakan tersebut dapat berjalan
dengan baik seperti yang diharapkan.
2. Context Policy, hal ini berkaitan dengan:
a. Power, interest, and strategy of actors involved (kekuasaan,
kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat). Dalamkaitan
dengan aktor, seyogyanya aktor memperhatikan secara
25
seksama kekuasaan apa yang kemungkinan pberpengaruh,
kepentingan apa yang ikut bermain dalam upaya
mengimplementasikan suatu kebijakan publik. Sebab bila tidak
memperhatikan hal-hal itu yang menyangkut kekuasaan dan
kepentingan yang ada bisa menyebabkan implementasi
kebijakan tadi menjadi gagal.
b. Institution and Regime Characteristic (karakteristikk lembaga
dan rezim yang berkuasa). Salah satu faktor yang tidak kalah
pentingnya dalam impementasi kebijakan publik adalah faktor
lingkungan. Lingkungan yang kondusif sangat mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan. Ini berarti tingkat
keberhasilan implementasi yang dilakukan oleh aktor pelaksana
sangat tergantung dari karakteristik lembaga dan rezim yang
berkuasa.
c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan
adanya respon dari pelaksana). Respon merupakan hal yang
penting diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan
publik. Selain respon juga yang penting adalah tingkat
kepatuhan para iplementor yang akan bekerja di lapangan.
3. Isi Kebijakan (Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier
Menurut Mazmanian dan Sabatier yang dikutip dalam buku
Analisis Kebijakan Publik karangan Drs. AG. Subarsono, M.Si, MA
26
(2005 : 94-98) : yaitu terdapat tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu :
a. Karakteristik dan masalah
1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan.
2) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran, suatu program
akan lebih mudah diimplementasikan apabila kelompok
sasarannya adalah homogen.
3) Cakupan perubahan prilaku yang diharapkan.
b. Karakteristik kebijakan dan undang-undang
1) Kejelasan isi kebijakan
2) Seberapa jauh kebijakan memiliki dukungan secara teoritis.
3) Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan
tersebut.
4) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar
berbagai institusi pelaksana.
5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada.
6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.
c. Variabel Iingkungan kebijakan
1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan
teknologi.
2) Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan.
3) Sikap dari kelompok.
27
4) Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan
implementor.
3. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E Van Horn (1975)
Menurut Meter dan Horn yang dikutip dalam buku Analisis
Kebijakan Publik karangan Drs. AG, Subarsono, M.Si, MA (2005 : 99-
101) : yaitu terdapat lima variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi, yaitu :
a. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga
dapat direalisasi.
b. Sumberdaya
c. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas.
d. Karakteristik agen pelaksana.
e. Kondisi sosial ekonomi dan politik
f. Disposisi implementator, mencakup tiga hal penting, yaitu :
1) Respon implementator terhadap kebijakan yang akan
mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan:
2) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan.
3) Intensitas disposisi implementator, yakni preferensi nilai yang
dimiliki oleh implementator.
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy
makers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam
implementasinya. Terdapat banyak variabel yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun
28
kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan
upaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi birokrat pelaksanaan
agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur prilaku kelompok
sasaran.
Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan
oleh badan-badan pemerintah. Badan tersebut melaksanakan pekerjaan-
pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak kepada
warganya. Dalam literatur administrasi negara klasik, politik dan
administrasi dipisahkan. Politik menurut Frank Goodnow yang menulis
pada tahun 1900, berhubungan dengan penetapan kebijakan yang akan
dilakukan oleh negara. Ini berhubungan dengan nilai keadilan dan
penentuan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh
pemerintah.
Sedangkan administrasi di pihak lain berhubungan dengan
pernyataan fakta bukan yang seharusnya. Konsekuensi ini administrasi
memfokuskan perhatian pada mencari cara yang efisien, one best way
untuk mengimplementasikan kebijakan publik (Andeson, 1979 dan Henry
1988).
C. Kebijakan Transmigrasi
1. Tinjauan Historis Transmigrasi
Sejarah perpindahan penduduk dari pulau yang padat
penduduknya ke pulau-pulau lainnya di Indonesia yang masih memiliki
wilayah yang luas dengan penduduk yang masih kurang di awali pada
29
bulan November 1905. Ketika itu 155 kepala keluarga asal Jawa
diberangkatkan menuju Lampung. Mereka inilah yang menjadi sasaran
program kolonisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda ketika
itu. Desa koloniasasi pertama yang dibentuk di Provinsi Lampung ketika
itu diberi nama Bagelen sesuai dengan kabupaten-kabupaten asal mereka
yang ada di daerah “Bagelen” di pulau Jawa.
Ide koloniasso bermula dari keyakinan tentang adanya kelebihan
penduduk di pulau Jawa. Dengan kolonisasi diharapkan agar penduduk
pulau Jawa dapat dikurangi. Dengan mengutip laporan Thomas Raffles
entang kepadatan penduduk pulau Jawa, Swasono (1985)
mengungkapkan :
“Pelaksanaan kolonisasi merupakan ungkapan kecemasan nyata yang selama itu terpendam dalam pandangan demografi sentris pada saat itu. Misalnya saja dari Thomas Raffles sebagai penguasa Inggris di Jawa (1814) telah dikemukakan olehnya gejala kelebihan penduduk Jawa dan melihat ke depan kepada Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau lain yang langka penduduknya siap menerima kolonisasi dari Jawa.” Kekuatiran penjajah ketika itu tentang semakin padatnya penduduk
pulau Jawa memang banyak menghiasi buku-buku sejarah pada masa
sekarang ini. Suatu laporan atas kekuatiran itu misalnya dikemukakan
oleh Swasono (1985), dengan mengutip laporan Du Bus d Gisignies
(1827) yang mengatakan:
“…. Demikian pulla Du Bus de Gisignies (1827) telah mencemaskan masalah kelebihan penduduk Jawa pula. Du Bus memperkirakan bahwa suatu ketika apabilla seluruh tanah Jawa dibuka, maka tanah-tanah itu aan penuh dengan manusia, berhimpit-himpit seperti terjadi sekarang ini terhadap tanah-tanah terbuka yang sedang mereka kerjakan.”
30
Dalam konteks masa kini sebenarnya kekuatiran para penjajah
ketika itu tentang ancaman kepadatan penduduk pulau Jawa terasa
sangat berkelebihan. Sebab dari catatan sejarah dapat dietahui bahwa
angka pertumbuhan penduduk pulau Jawa pada tahun 1940 hanya sekitar
1,6 % saja (Swasono, 1985). Jadi, kelebihan penduduk pulau Jawa ketika
itu hanyalah berdasarkan persepsi kecemasan saja, atau dengan kata lain
hanya merupakan mitos belaka. Selanjutnya menurut Swasono (1985)
mitos ini kemudian berkembang lebih lanjut menjadi keyakinan yang
berlebhan, bahwa penyelesaian kelebihan penduduk pulau Jawa ini hanya
melalui pemindahan penduduk besar-besaran ke luar pulau Jawa. Mitos
ini masih sering nampak hingga saat ini.
Dengan mengutip beberapa pendapat akhirnya Swasono (1985)
berkesimpulan bahwa kelebihan penduduk itu tidak dapat dijadikan alasan
rasional bagi kebijaksanaan dan pelaksanaan kolonisasi, meskipun
kecemasan melekat padanya tidak mustahil melekat pula pada pembuat
keputusan politik tersebut. Beberapa pihak mencari alasan yang masuk
akal dan kemudian menaruh dugaan dan prasangka terhadap program
kolonisasi, yang tidak lebih adalah sarana penyediaan buruh murah bagi
pengembangan perusahaan-perusahaan kapitalis Belanda dan Asing di
pulau Sumatera.
Kekuatiran atau kecemasan yang dilatarbelakangi oleh
pertimbangan demografis-sentris tidak hanya dominan di dalam zaman
penjajahan. Tetapi pertimbangan demokratis-sentris yang hanya melihat
31
kemungkinan terjadinya kepadatan penduduk pula Jawa berlangsung
terus sesudah masa kemerdekaan. Bahkan dalam sejarah transmigrasi di
Indonesia pernah terjadi ditargetkan mengurangi penduduk pulau Jawa
menjadi 31 juta padda tahun 1981 (Swasono, 1985).
Dalam era kemerdekaan perpindahan penduduk pulau Jawa ke
pulau lainnya masih tetap dilanjutkan dan mulailah istilah kolonisasi
ditinggalkan dan diganti dengan nama transmigrasi. Transmigrasi
kelihatannya mempunyai kaitan dengan “etische politiek” yang
diperkenalkan oleh kolonial untuk memberi balas jasa kepada daerah
jajahan. Dalam etische politiek mengandung makna bahwa pemerintah
kolonial melakukan pembangunan di bidang-bidang pendidikan, irigasi,
dan emigrasi atau perpndahan penduduk dari pulau yang padat ke pulau
yang masih kurang penduduknya. Sekalipun perpindahan penduduk
dalam bentuk kolonisasi merupakan politik etis dari penjajah kolonial
Belanda, kegiatan ini banyak dicurigai sebagai suatu tindakan yang “tidak
etis” dari pemerintah kolonial Belanda yang hanya ditujukan untuk
menyediakan tenaga kerja buruh dengan upah yang rendah atau buruh
murah pada perusahaan-perusahaan perkebunan dan industri yang
dibangun pemerintah kolonial di Sumatera.
Tujuan perpindahan penduduk pasca kemerdekaan, sekalipun
diembeli dengan tujuan dalam rangka pembangunan nasional untuk
meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan di seluruh
wilayah Indonesia, namun pendekatan demografis sentris masih kelihatan
32
kental mempengaruhi para pengambil kebijakan transmigrasi. Akibatya
tujuan pembangunan transmigrasi menjadi kurang menentu yang ditandai
dengan berubah-ubahnya tujuan dan departemen yang harus
melaksanakannya. Kondisi seperti itu oleh Swasoni (1985)
digambarkannya dengan mengatakan.
“Kemudian dikenal slogan-slogan yang terus menerus mendorong dominasi aspek demografis dan mengarah pada mitos yang lebih sulit dimengerti, yang menyakini bahwa transmigrasi adalah masalah mati-hidup bangsa Indonesia. Untuk itu, di zaman orde lama pernah ditargetkan memindahkan penduduk pulau Jawa 5.000 orang perhari dan membuka tanah di luar pulau Jawa 2000 hektar perhari.” Besarnya perhatian pemerintah ketika itu untuk memindahkan
penduduk ke luar pulau Jawa oleh kebanyakan praktisi dan akademisi
pembangunan dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup
bagi penduduk miskin yang berdesakan di pulau Jawa. Karena itu
digalakkanlah usaha pemerintah ini dengan memberi lahan dua hektar
ditambah rumah dan jaminan hidup setahun kepada si miskin. Dengan
bantuan ini diharapkan si miskin tadi dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Namun demikian upaya ini tetap mengalami kesukaran untuk
mewujudkannya. Setidaknya terdapat empat alasan pokok yang
menyebabkan tujuan itu tidak mudah dicapai seperti yang diberikan oleh
Mangoenperojo (1985). Keempatnya adalah sebagai berikut.
“Pertama, tentang penyediaan lahan yang layak huni tersedia, hal ini merupakan masalah yang paling rawan. Kedua, tentang si miskin dengan segala keterbelakangannya, hal ini merupakan masalah yang paling ruwet meskipun sering digampangkan. Ketiga, tentan cara meningatkan taraf hidup di daerah yang baru, yang tentu saja tidak lebih mudah dari penduduk miskin desa/kota yang
33
telah settled. Keempat, tentang pembiayaannya, kita semua harus berhati-hati karena adanya comparative advantage. Dana pembangunan juga diperlukan bagi sektor-sektor yang lebih penting. Kesulitan-kesulitan yang diprediksi bisa muncul dalam pemindahan
penduduk yang begitu besar ke luar pulau Jawa tidak menyurutkan niat
pemerintah untuk tetap melangsungkan proses pemindahan penduduk itu.
Jadi kegiatan pemindahan penduduk yang dimulai dengan model
kolonisasi oleh pemerintah kolonial Belandda tetap dilanjutkan oleh
pemerintah sesudah kemerdekaan. Hanya saja menurut kalangan
birokrasi pemerintahan dan disahkan oleh Undang Undang yang ada
menegaskan bahwa perpindahan penduduk yang dikenal dengan nama
transmigrasi pasca kemerdekaan bukan dan tidak sama dengan kolonisasi
yang dilakukan oleh pemerintah kolonial di masa lalu. Namun ada
kalangan yang justeru melihat keduanya – kolonisasi dan transmigrasi –
adalah dua model yang sama. Collin (1979) misalnya menilai bahwa
keduanya tidak berbeda, tujuan-tujuan transmigrasi tetap sama dan
konsisten sejakk tahun 1905. Bahkan pola dasar yang digunakannya pun
tetap sama yaitu resettlement.
Resetlement yang dimaksudkan adalahn kegatan pembukaan
bidang-bidang tanah yang belum didiami dan akan digarap oleh
sekelompok orang tertentu. Resettlement ini banyak dilakukan di Asia
Tenggara dan Afrika. Menurut Mangoenperojo (1985) dalam resettlement
dikenal tiga tahapan, yaitu: Pertama, perencanaan pisik terhadap bidang
34
tanah kosong. Kedua, penyiapan pisik sesuai rencana yang dibuat. Ketiga,
mengisi lahan kosong yang sudah disiapkan dengan manusia pendatang.
Tahapan resettlement di atas dalam pelaksanaannya terutama
pada tahapan pertama yaitu perencanaan pisik terhadap bidang tanah
kosng dan tahap kedua penyiapan pisik sesuai rencana yang dibuat dalam
kenyataannya mengalami kemudahan dan tidak terlalu menimbulkan
masalah. Hal ini disebabkan karena adanya kekuatan dan kekuasaan
birokrasi pemerintahan yang didukung oeh perundang-undangan yang
berlaku untuk memilih dan menyiapkan secara fisik proyek perpindahan
penduduk. Tetapi pada tahap ketiga di mana tanah-tanah kosong yang
telah disiapkan akan diisi dengan para transmigran, tahap ini menjadi
sangat krusial. Hal ini disebabkan karena telah menyangkut aspek
manusia dan pembinaannya.
Kendala-kendala pada tahap pemindahan manusia inilah yang
banyak menimbulkan masalah dan mengundang kritikan dari
berbagainpihak, baik dari praktisi pembangunan, kalangan akademisi,
lebih-lebih dari pemerintah daerah dan masyarakat lokal di mana proyek
perpindahan penduduk dengan gaya resettlemen tadi dilaksanakan.
Demikian pula perubahan paradigma pemerntahan atau hubungan
pemerintah pusat setelah berlakunya UU nomor 22 tahun 1999 dan UU
nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi Daerah mau tidak mau membawa
implikasi terhadap model pelaksanaan perpindahan penduduk yang
bernama transmigrasi itu.
35
Dilihat dari masalah di atas, pembangunan transmigrasi lebih
menekankan pada pemecahan masalah penduduk dan masalah
institusional. Karena program transmigrasi merupakan salah satu solusi
untuk mengatasi masalah penduduk dalam pembangunan nasional, dan
masalah institusional menyangkut koordinasi antara organisasi birokrasi.
Swasono dan Singariimbun (1986) mengatakan:
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam rangka pembentukan masyarakat baru untuk membantu pembangunan baik di daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang didatangi dalam rangka pembangunan nasional. …. Ada empat kreteria untuk menentukan prioritas perpindahan penduduk, yaitu: daerah-daerah terkena bencana, daerah krisis, daerah yang padat penduduknya, dan daerah yang terkena pembangunan”. Konsep dasar transmigrasi adalah mempertemukan sumber daya
manusia (tenaga kerja) dan pemanfaatan sumber daya alam melalui
perpindahan penduduk untuk bermukim secara menetap. Sedangkan
dalam batasan operasional transmigrasi adalah perpindahan penduduk
secara sukarela dan berencana untuk meningkatkan kesejahteraan dan
menetap di wilayah pengembangan transmigrasi atau lokal pemukiman
transmigrasi (Puslitbang Ketransmigrasian, 2002).
Konsep ini mengandung pengertian adanya campur tangan
pemerintah. Campur tangan pemerintah dipahami sebagai pengarahan
(directing) maupun pelaksanaan (rowing) sesuai dengan kebutuhan dan
kewenangan yang ada. Sebagai program perpindahan penduduk berskala
besar transmigrasi jelas merupakan bagian dari pembangunan nasional
Indonesia. Campur tangan tersebut khususnya dalam pembangunan dan
36
atau pengembangan pemukiman bagi penduduk yang dipindahkan disertai
dengan penyediaan lapangan kerja sesuai dengan sumber daya yang
tersedia, serta dalam mengarahkan arus perpindahan penduduk.
2. Transmigrasi dalam Era Otonomi Daerah
Belajar dari pengalaman masa lalu dan pemahaman untuk
pengembangan ke masa depan serta keinginan untuk melakukan
perbaikan yang mendasar dan sistematik maka perlu disadari bahwa
sebenarnya pada pembangunan transmigrasi telah terjadi pergeseran
paradigma. Pergeseran paradigma ketransmigrasian muncul sebagai
konsekuensi dari diterapkannya sistem pemerintahan yang menganut
prinsip otonomi atau desentralisasi.
Dalam konteks pembangunan otonomi daerah yang ditujukan untuk
meningkatkan pembangunan masyarakat dan pembangunan sosial demi
percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Otonomi daerah
diyakini dapat menjawab tuntutan pemerataan pembangunan sosial
ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan politik yang
efektif. Di sinilah letak urgenasi penempatan pelaksanaan transmigras
sebagai bagian dari pembangunan daerah atau pemerataan
pembangunan di daerah. Sebab hanya dengan berorientasi kepada
pembangunan di daerahlah yang dapat memberi rasa memiliki birokrasi
pemerintahan daerah dan masyarakt daerah dapat menerima program
perpindahan penduduk ke suatu wilayah. Dengan demikian pelaksanaan
program transmigrasi mau tidak mau harus mengubah paradigmanya dari
37
paradigma sentralisasi ke paradigma baru pelaksanaan transmigrasi di era
otonomi daerah.
Terdapat pandangan yang tidak kondusif tentang transmigrasi di
era otonomi daerah yang memberi kewenangan kepada daerah untuk
mengatur daerahnya sendiri. Menurut Poeloengan (2002), bahwa terdapat
pandangan negatif daerah terhadap penyelenggaraan program
transmigrasi sebagai berikut.
a. Program transmigrasi adalah program pemerintah pusat untuk memecahkan masalah pulau Jawa melalui daerah lain.
b. Program transmigrasi adalah program pemindahan kemiskinan, sehingga dengan adanya program transmigrasi masyarakat miskin di daerah tersebut tidak pernah beranjak untuk berkurang.
c. Program transmigrasi merupakan program untuk mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan pendatang.
d. Program transmigrasi hanya mengurusi pendatang dengan perhatian, input, sarana dan prasarana yang tidak berimbang dibandingkan dengan yang diperleh penduduk setempat.
e. Program transmigrasi adalah program Jawanisasi, budaya yang dikembangkan adalah budaya Jawa, sehingga sasaran terciptanya harmonisasu budaya di pemukiman yang baru tidak tercapai.
Pandangan destruktif seperti itu menyebabkan terjadinya kesulitan
dalam pencapaian tujuan pembangunan transmigrasi. Hal itu misalnya
menyebabkan pemerintah daerah beserta masyarakat enggan menerima
transmigran dengan tangan terbuka, pemerintah daeraah hanya
memberikan lahan yang tidak mendukung, dan adanya pandangan bahwa
pemerintah daerah tidak berkepentingan untuk merealisasikan program
tersebut kepada masyarakat sekitar. Selain itu pandangan-pandangan
destruktif ini juga besar kemungkinannya untuk menimbulkan
38
kecemburuan sosial dari masyarakat setempat yang pada gilirannya akan
menimbulkan terjadinya konflik antara masyarakat pendatang dengan
masyarakat setempat. Akibat semua itu menyebabkan tujuan
penyelenggaraan transmigrasi untuk meningkatkan akselerasi
pembangunan daerah dengan membentuk pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi hanya tersimpan rapi di dalam peraturan-peraturan ddan tidak
dapat membumi di dalam kehidupan masyarakat.
Puslitbang Ketransmigrasian (2002) mengemukakan perubahan
paradigma transmigrasi di dalam era otonomi daerah, sebagai berikut:
a. Transmigrasi masa lalu mengutamakan visi pemerintah pusat yang
ditekankan padda pertimbangan demografis, ke depan
mengutamakan solusi bagi kepentingan masyarakat pendatang dan
lokal, daerah, dunia usaha dan pemerintah.
b. Di masa lalu transmigrasi lebih menekankan pada upaya
pemindahan penduduk ddari suatu tempat ke tempat lain dalam
wilayah Indonesia dan diatur untuk mencapai target pemindahan
setiap tahun, ke depan dilihat sebagai pengarahan dan pesebaran
penduduk secara permanen ke daerah yang membutuhkan dan
sesuai dengan peruntukannya.
c. Transmigrasi masa lalu berorientasi pada target dan masukan
kegiatan, ke depan pada hasil yang terfokus pada pemberdayaan
penduduk dan peningkatan kesejahteraan serta pengembangan
wilayah.
39
d. Di masa lalu penyelenggaraan transmigrasi untuk pemecahan
masalah ketimpangan pembangunan antar daerah direalisasikan
dengan pemerataan proyek transmigrasi di seluruh wilayah. Di
masa akan datang adanya kompetisi pembangunan antar daerah
menempatkan pemerintah untuk mengelola pembangunan antar
daerah mencapai keseimbangan dinamis.
e. Pada masa lalu transmigrasi menyediakan fasilitas dengan lebih
mengedepankan pemukiman tanpa jaminan prospek dan usaha. Ke
depan transmigrasi dimaksudkan sebagai penedia peluang
berusaha atau kesempatan kerja dengan prospek dan tingkat
kepastian yang terjamin.
f. Transmigrasi di masa lalu mempunyai pola pemukiman yang
seragam dengan produk beragam dan tanpa unggulan. Pada masa
mendatang pola pemukiman transmigrasi disesuaikan terhadap
sumber daya yang khas setempat dengan produk unggulan.
g. Perencanaan pembangunan transmigrasi di masa lalu didekati
secara reaktif responsif dan bersifat mekanistik-normatif. Ke depan
perencanaan pembangunan transmigrasi didekati secara proaktif
antisipatif dan bersifat organik-generatif.
h. Pembiayaan transmigrasi di masa lalu mengandalkan dana
pemerintah. Ke depan pembiayaan mengandalkan dana dunia
usaha dan masyarakat.
40
Seiring dengan bergulirnya reformasi politik sejak tahun 1998,
desakan politik dan lingkungan strategis serta dominannya pihak-pihak
yang menghendaki perubahan secara mendasar dalam penyelenggaraan
transmigasi semakin menguat. Dari berbagai seminar dan kajian tentang
ketransmigrasian yang dilaksanakan sejak tahun 1998 diperoleh
keseimpulan bahwa pada tataran konsepsi sesungguhnya transmigrasi
tidak mempunyai masalah. Problema muncul hanya pada tataran
pelaksanaan sebagaimana tercermin pada berbagai citranya seperti
proyek orented, sentralistik, dan tidak memberi kontribusi signifikan
terhadap pembangunan daerah (Puslibang Ketransmigrasian, 2002).
Urgensi paradigma baru ketransmigrasian ini muncul sebagai
akibat logis dari perubahan paradigma baru pemerintahan di Indonesia.
Karena itu ke masa depan konsep penyelenggaraan transmigrasi harus
mengadopsi semangat dan jiwa desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam
kerangka itulah Poeloengan (2002) dalam diskusi panel “Hubungan Pusat
Daeah pada Era Otonomi Daerah dalam Penyelenggaraan Transmigrasi”,
menyebutkan bahwa paradigma baru pelaksanaan transmigrasi haruslah
dilakukan dengan memprioritaskan pendekatan sosial (social acceptable)
dan sistem perencanaan yang bersifat desentralisasi dan parsial.
Pembangunan transmigrasi sebagai bagian dari pembangunan
nasional, mempunyai tujuan sejalan dengan tujuan pembangunan
nasional. Tujuan transmigrasi tidak hanya mengembangkan persebaran
penduduk yang belum merata, tetapi dimaksudkan juga untuk
41
meningkatkan harkat dan martabat para transmigran untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Tujuan transmigrasi adalah peningkatan taraf
hidup, pembangunan daerah, keseimbangan persebaran penduduk,
pembangunan yang merata, pemanfaatan sumber daya alam dan tenaga
manusia, kesatuan dan persatuan bangsa, serta memperkuat pertahanan
dan keamanan nasional. Sesuai dengan tujuan tersebut, tolak ukur untuk
menilai keberhasilan program transmigrasi, yaitu peningkatan taraf hidup,
keseimbangan penyebaran penduduk, pengembangan sumber daya,
peningkatan perdagangan regional, kesatuan dan persatuan bangsa
dalam usaha memperkuat pertahanan dan keamanan nasional (Swasono
dan Singarimbun, 1986).
Selama ini keberhasilan transmigrasi baruu diukur dari pencapaian
out-putnya, seperti jumlah unit pemukiman transmigrasi (UPT) yang
dibangun, banyaknya transmigran yang ditempatkan, luas lahan yang
dibagikan, banyaknya jumlah desa eks transmigrasi yang didefinitkan, dan
lain-lain. Pengukuran seperti ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab
belum tampaknya kontribusi transmigrasi bagi pembangunan daerah dan
belum memperlihatkan hasil seperti dinyatakan tujuan transmigrasi yang
tela ditegaskan dalam Undang Undang Nmr 15 tahun 1997 tentang
ketransmigrasian, yaitu: “Tujuan transmigrasi adalah meningkatkan
kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, meningkatkan dan
pemerataan pembangunan daerah, memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa”.
42
Berdasar atas hal itulah, maka Pusat Penelitian dan
Pengembangan Ketransmigrasian menyatakan (2000), menyatakan
bahwa pengukuran keberhasilan pembangunan transmigrasiseharusnya
memperlihatkan pencapaian hasil seperti dinyatakan tujuan transmigrasi.
Sesuai dengan tujuan transmigrasi, keberhasilan prgram transmigrasi
diukur dengan parameter sebagai berikut.
a. Pencapaian tujuan pertama (meningkatkan kesejahteraan
transmigras dan masyarakat sekitar) diukur dengan parameter yang
menggambarkan perkembangan pemukiman transmigrasi,
peningkatan kesempatan kerja serta kesejahteraan penduduknya
(transmigran dan penduduk sekitar).
b. Pencapaian tujuan kedua (peningkatan dan pemerataan
pembangunan daerah) diukur dengan parameter yang
memperlihatkan besarnya kontribusi yang disumbangkan
transmigrasi untuk pembangunan wilayah. Transmigrasi sebagai
pendekatan pembangunan yang berkesinambungan, juga
memerlukan pengukuran keberhasilan dan dampaknya terhadap
lingkungan baik fisik, sosial, maupun budaya.
c. Pencapaian tujuan ketiga (memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa) diukur dengan terjadinya proses integrasi dan asimilasi
antara penduduk yang berbeda latar belakang.
43
Pelaksanaan program pembangunan sebagai suatu program
pembangunan nasional di dalam era otonomi daerah mau tidak mau
melibatkan kewenangan di dalam hierarki pemerintahan. Kewenangan
pemerintah pusat, kewenangan pemerintah provinsi, dan kewenangan
pemerintah kota dan kabupaten. Dalam konteks pembagian wewenang
dalam perspektif penyelenggaraan transmigrasi ini dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.1.
Transmigrasi dalam Perspektif Pusat, Provinsi, dan Kabupaten
PUSAT PROVINSI KABUPATEN Transmigrasi diselenggarakan sebagai bagian dari pem-bangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung pembangunan daerah
Transmigrasi merupakan pe-ngembangan pusat-pusat per-tumbuhan yang berkaitan erat dengan upaya penciptaan kesempatan kerja dan pe-luang usaha di daearh, yang pada akhirnya diharapkan da-pat menjadi magnit atau daya tarik bagi perpindahan pen-duduk yang sebesar-besar-nya secara mandiri
Transmigrasi sebagai dina-misator pembangunan, dalam kaitan ini transmigrasi diarah-kan untuk membangun dan mengembangkan sentra-sen-tra produksi, perluasan ke-sempatan kerja dan penye-diaan tenaga kerja sesuai de-ngan kebutuhan pembangun-an daerah
Mobilitas penduduk melalui transmigrasi, dari kacamata nasional adalah untuk ke-butuhan distribusi penduduk, lingkungan, dan persatuan dan kesatuan
Mobilitas penduduk merupa-kan cara untuk penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan pengembangan wilayah atau sentra-sentra produksi
Mobilitas penduduk merupa-kan cara mengisi peluang kesempatan kerja dengan kompetensi yang sesuai ke-butuhan lokal
Dari konsep transmigrasi mulai dari kolonisasi, resettlement,
transmigrasi dalam nuangsa sentralistis hingga transmigrasi paradigma
baru dalam era otonomi daerah memberi indikasi bahwa program ini
masih sangat diperlukan. Sepanjang ditujukan kepada peningkatan
44
kesejahteraan penduduk pendatangdan penduduk lokal, terjadinya
pemerataan pembangunan di daerah, hingga terciptanya suasana
kondusif yang dapat memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa.
Pemerintah daerah dalam era otonomi daerah sekarang ini tentunya
mempunyai peluang yang cukup terbuka untuk melakukan terobosan-
terobosan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya lewat pembukaan-
pembukaan kawasan pemukiman baru untuk para pendatang dan
masyarakat lokal di daerahnya.
Dalam era otonomi daerah maka pembagian kewenangan antara
pemerintah pussat dan daerah seharusnya tertata dengan lebih
proporsional. Dalam era otonomi daerah fungsi pemerintah pusat lebih
banyak berfungsi sebagai steering, yaitu sebagai perumus kebijakan
pembuat standarisasi, mekanisme dan pedoman, serta memfasilitasi
kerjasama antar provinsi. Pembagian kewenangan ni penting diatur
bersama. Sebab dalam UU nomor 22 tahun 1999 tidak diatur atau
tidakmenyeutkan kewenangan dibidang transmigrasi. Demikian pula
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tidak menyebutkan
transmigrasi. Ini berarti kewenangan pemerintah pusat dalam pelaksanaan
transmigrasi menjadi kewenangan daerah. Hanya saja dalam pelaksanaan
transmigrasi yang cukup besar itu tidak mungkin diselenggarakan sendiri
oleh pemerintah daerah.
45
D. Kerangka Pikir
Implementasi kebijakan publik ditentukan oleh banyak faktor, dan
setiap faktor saling terkait dan saling mempengaruhi. Ada banyak pakar
yang memiliki pandangan tentang berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap suatu kebijakan. Salah satu pakar tersebut adalah George
Edward III (1980). Edward III mengungkapkan bahwa ada empat faktor
yang berpengaruh dalam mengimplementasikan kebijakan publik.
Keempat faktor itu adalah: (1) komunikasi, (2) struktur birokrasi, (3)
disposisi, dan (4) suber daya.
Menurut Edwar III komunikasi sebagai faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan publik ditentukan oleh tiga indikator,
yaitu transmisi dimana seharusnya pesan yang ada dalam organisasi
dapat diterima secara tepat oleh implementor sehingga tidak
menghasilkan distorsi atau kesalahfahaman dalam organisasi. Indikator
kedua adalah kejelasan, yang berarti paa pelaksana kebijakan harus
menerima informasi secara jelas dan tidak membingungkan. Sedang
indikator ketiga adalah konsistensi, yang berarti perintah yang diberikan
harus konsisten dan tidak selalu berubah-ubah.
Faktor kedua adalah struktur birokrasi. Struktur birokrasi
mempersyaratkan adanya struktur yang sesuai dengan tugas-tugas
organisasi dan struktur yang dapat beradaptasi dengan lingkungan.
Jelasnya harus terdapat struktur organisasi yang dapat dengan melakukan
46
koordinasi diantara bagian-bagian dari organisasi yang terlibat dalam
suatu kebijakan.
Faktor ketiga adalah sikap atau disposisi dari para pelaksana
kebijakan. Dalam kaitan dengan pekerjaan maka selayaknya para
pelaksana pekerjaan memiliki sikap yang positif terhadap sesama
termasuk prasangka, sikap positif terhadap pekerjaan (kepuasan kerja)
dan sikap positif terhadap organisasi (komitmen organisasi).
Faktor keempat yang dapat berpengaruh terhadap implementasi
kebijakan adalah sumberdaya. Kualitas sumber daya manusia yang
terlibat dalam implementasi akan menentukan, kualitas ini menyangkut
kompetensi dan keterampilan yang sesuai dengan keperluan. Selain itu
fasilitas fisik dan non fisik juga ikut menentukan.
Keempat faktor itulah – komunikasi, struktur birokrasi, disposisi,
dan sumber daya – yang oleh Edward III (1980) memiliki pengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap keberhasilan implementasi
kebijakan. Karena itulah teori dari Edward III ini juga disebut sebagai
“Direct and Indirect Impact on Implementation”.
Dalam kaitan dengan implementasi kebijakan Pembangunan Desa
Transmigrasi di Kabupaten Mamuju, keempat hal tersebut di atas akan
saling terkait dan saling berpengaruh. Kebijakan transmigrasi sendiri
sebagai suatu pola kebijakan memiliki tujuan tertentu sebagaimana yang
telah ditetapkan oleh Puslitbang Ketransmigrasian.
47
Secara jelas tujuan trasmigrasi ada tiga, yaitu : (1) Meningkatkan
kesejahteraan trasmigran dan penduduk sekitar, (2) Peningkatan dan
pemerataan pembangunan daerah, dan (3) Memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa.
Tujuan pertama meningkatkan kesejahteraan transmigran dan
penduduk sekitar akan terwujud lewat tiga indikator yaitu: perkembangan
pemukiman transmigrasi, peningkatan kesempatan kerja, dan
kesejahteraan penduduk. Sedang tujuan kedua yaitu peningkatan dan
pemerataan pembangunan daerah terwujud lewat empat hal, yaitu (a)
kontribusi yang disumbangkan transmigran untuk pembangunan wilayah,
(b) dampak transmigrasi terhadap lingkungan fisik, (c) dampak
transmigrasi terhadap lingkungan sosial, dan (d) dampak transmigrasi
terhadap budaya. Untuk tercapainya tujuan yang keempat memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud lewat empat hal, yaitu: (a)
terjadinya proses integrasi antar penduduk yang berbeda latar belakang,
(b) terjadinya proses assimilasi, (c) kriminilitas, dan (d) ketegangan antar
suku, agama, tepat tinggal.
Dari uraian tentang kerangka pikir di atas dapat digambarkan ke
dalam gambar berikut.
48
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
E. Hipotesis Penelitian
1. Komunikasi antar pelaksana kebijakan berpengaruh secara langsung
dan tidak langsung terhadap keberhasilan implementansi program
desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
2. Struktur birokrasi organisasi pelaksana kebijakan berpengaruh secara
langsung dan tidak langsung terhadap keberhasilan implementansi
program desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
3. Disposisi dari pelaksana kebijakan berpengaruh secara langsung dan
tidak langsung terhadap keberhasilan implementansi program desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
4. Sumber daya yang tersedia berpengaruh secara langsung dan tidak
langsung terhadap keberhasilan implementansi program desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
KOMUNIKASI (X1)
Transmisi
Kejelasan
konsistensi
STRUKT BKR (X2)
Kesesuaian
Koordinasi
DISPOSISI (X3)
Prasangka
Kepuasan kerja
Komitmen organisasi
SUMBERDAYA (X4)
Kompetensi
Ketrampilan
Fasilitas
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN
TRANSMIGRASI (Y)
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif
dengan teknik survei dengan tujuan untuk memperoleh kejelasan kaitan
hubungan antar variable penelitian. Berdasarkan atas metode survey
hubungan variable sebagaimana telah digambarkan pada kerangka pikir
penelitian, adalah hubungan yang bersifat kausal.
B. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini ada lima. Dari kelimanya empat adalah
variable bebas dan satu variable terikat. Variabel terikat adalah
keberhasilan implementasi pembangunan desa transmigrasi, sedang
variable bebasnya, yaitu: komunikasi, struktur organisasi, disposisi, dan
sumber daya.
Adapun operasionalisasi dari kelima variable itu adalah dilakukan
dengan membentuk dimensi dan indikatornya sebagai berikut.
Tabel 3.1.
Operasionalisasi variable penelitian
No Variabel Dimensi Indikator 1 Komunikasi 1.Transmisi
2.Kejelasan 3.Kosistesi
2 Struktur Birokrasi 1.Koordinasi 2.Kesesuaian
3 Disposisi 1.Prasangka
49
50
2.Kepuasan kerja 3.Komitmen
4 Sumberdaya 1.Kompetensi 2.Keterampilan 3.Fasilitas
5 Keberhasilan Implementasi
1.Kesejahteraan penduduk
1.Perkembangan pemukiman transmigrasi 2.Kesempatan kerja
2.Pemerataan pembangunan
1.Kontribusi 2.Dampak lingkungan fisik 3.Dampak lingk. Social budaya
3.Kesatuan dan persatuan bangsa
1.Integrasi penduduk 2.Asimilasi 3.Ketegangan sosial
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Selanjutnya penelitian ini direncanakan mulai dari bulan Februari
sampai dengan bulan April 2011. Dengan lokasi penelitian di Kecamatan
Karossa dan Tobadak Kabupaten Mamuju Propinsi Sulawesi Barat.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan aparat pelaksana atau aparat
organisasi perangkat daerah Kabupaten Mamuju yang terkait dalam
program pembangunan desa di kedua kecamatan yang dijadikan lokasi
penelitian.
Penentuan responden penelitian dengan memilih lokasi penelitian
untuk Transmigrasi Umum yang mengacu pada metode pengambilan
contoh acak kelompok (cluster random sampling) yang merupakan teknik
memilih contoh dari kelompok-kelompok kecil. Populasi dari cluster
51
merupakan bagian dari populasi total. Metode ini dapat digunakan bila
metode sederhana lainnya yang menghendaki adanya data populasi
(frame) tidak dapat dipakai. Artinya bila data mengenai populasi tidak
diperoleh, tidak ada daftar nama-nama, jenis-jenis atau bentuk-bentuk
dari anggota populasi maka metode cluster dapat mengatasi. Atau bila
untuk mengumpulkan data awal tersebut dibutuhkan biaya dan tenaga
yang cukup besar dan waktu yang cukup lama (Daniel, 2005). Seperti
diketahui bahwa Kecamatan Karossa dan Kecamatan Tobadak Kabupaten
Mamuju secara administratif terbentuk tahun 2002 maka data-data tentang
populasi yang diperlukan tidak mencukupi baik pada tingkat kabupaten
maupun tingkat kecamatan. Dmikian juga pelaksana yang terkait dengan
pembangunan desa transmigran lokasi penelitian.
Hal pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah memperoleh
informasi tentang populasi transmigran yang terkait dengan penelitian baik
pada tingkat propinsi maupun tingkat Kabupaten. Dari informasi yang
diperoleh tercatat beberapa desa di Kecamatan Karossa Kabupaten
Mamuju sebagai tujuan transmigrasi, kemudian dipilih desa yang
representatif yaitu desa Lara 1, Lara 2, dan Lara 3 dan desa Mora 1, Mora
2, Mora 3. Kemudian pada kecamatan Tobadak yang terjabar dalam 8
(delapan) desa yaitu, desa tobadak 1, tobadak 2, tibadak 3, tobadak 4,
tobadak 5, tobadak 6, tobadak 7, dan tobadak 8.
52
Untuk penentuan lokasi Transmigrasi Umum ditetapkan secara
purposif hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (1997) bahwa
penentuan secara purposif random Sampling dapat dilakukan apabila
memenuhi syarat diantaranya adalah subyek yang diambil sebagai sampel
benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri
yang terdapat pada populasi. Di Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju
terdapat 6 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) dan Kec. Tobadak
terdapat . 8 Unit Pemukiman transmigrasi (UPT). Berikut ini adalah tabel
penjabaran dari kedua kecamatan tersebut .
Tabel 3.2
Keadaan Desa Transmigrasi
No Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah KK
1
Kec. Karossa
Ds. Lara 1 70
Ds. Lara 2 65
Ds. Lara 3 55
Ds. Mora 1 78
Ds. Mora 2 54
Ds. Mora 3 57
2 Kec. Tobadak Ds. Tobadak 1 201
Ds. Tobadak 2 103
Ds. Tobadak 3 155
Ds. Tobadak 4 203
Ds. Tobadak 5 109
53
Ds. Tobadak 6 106
Ds, Tobadak 7 300
Ds. Tobadak 8 204
Jumlah 1760
Sumber Data : Hasil Olahan, 2012
Selanjutnya dari kedua kecamatan di atas dapat dikumpulkan
keterangan bahwa terdapat sekitar 58 orang aparat pelaksana yang
terdeteksi pernah bertugas dalam pembangunan desa transmigrasi ini.
Karena jumlah ini terjangkau maka sampel ditetapkan secara “sampel
jenuh” yang berarti ke 45 orang aparat itulah yang dijadikan responden
E. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara bebas dan tertutup
dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Data sekunder
dikumpulkan dari instansi terkait (BPS Propinsi maupun Kabupaten,
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi dan Kabupaten, Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi dan Kabupaten, Dinas Perkebunan
Propinsi dan Kabupaten, Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju,
Kecamatan Karossa dan Kecamatan Tobadak dan instansi terkait
lainnya). Data primer dikumpulkan melalui responden, informan kunci dan
informan ahli. Dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan prinsip
54
triangulasi yakni dengan menggabungkan sejumlah teknik sesuai jenis
data yang dibutuhkan.
F. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh hasil data dilapangan dengan banyak informasi
maka digunakan alat atau instrumen penelitian berikut ini :
a. Angket atau kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai dengan indikator
dari operasionalisasi penelitian.
b. Wawancara mendalam (in-depth interview). Wawncara dilakukan
kepada informan untuk mendukung data penelitian
c. Dokumentasi. Diperlukan melalui foto-foto tentang kegiatan
transmigrasi selama keberadaannya di lokasi penelitian
G. Analisis Data
Analisis data menggunakan statistic inferensial. Statistik yang
digunakan adalah Analisis Jalur. Oleh karena data yang diperoleh dari
kuesioner menggunakan skala ordinal, sedang untuk menggunakan
analisis koefisien jalur datanya minimal harus dalam skala pengukuran
interval, maka data yang diperoleh dinaikkan menjadi data skala interval
dengan menggunakan “metode succesive interval” atau msi (method of
succesive intervals). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Pengambilan data ordinal hasil kuesioner
b. Setiap pertanyaan. Dihitung proporsi jawaban untuk setiap kategori
jawaban dan hitung proporsi kumulatifnya.
55
c. Menghitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh
dengan menggunakan tabel normal.
d. Menghitung nilai idensitas untuk setiap proporsi kumulatif dengan
memasukkan nilai Z pada rumus distribusi normal.
e. Menghitung nilai skala dengan rumus “Method of Successive
Interval”:
Density at Lower Limit – Dencity at Upper Limit Mean of interval = -------------------------------------------------------------- Area at Below Dencity Upper Limit – Area at Below Lower Limit
f. Menentukan nilai transformasi (nilai untuk skala interval) dengan
menggunakan rumus :
Nilai transformasi = Nilai skala – I nilai skala minimal I + 1
Dari hasil perhitungan yang dilakukan terhadap metode successive
interval ini maka berikut adalah data variable X1, X2, X3, X4, dan Y
setelah dilakukan perubahan (perhitungan terlampir):
SKALA ORDINAL SKALA INTERVAL No X1 X2 X3 X4 Y No. X1 X2 X3 X4 Y
1 6 2 3 3 8 1 3.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2 4 2 4 4 9 2 1.00 0.00 1.00 1.00 1.00
3 6 4 6 5 15 3 3.00 2.00 3.00 2.00 7.28 4 15 10 15 14 40 4 10.68 7.12 10.68 9.77 28.48 5 9 4 9 8 24 5 6.84 2.00 6.84 5.56 15.68 6 15 10 15 14 40 6 10.68 7.12 10.68 9.77 28.48
7 9 4 9 8 24 7 5.93 2.28 5.93 4.65 16.42
8 15 10 15 15 40 8 10.68 7.12 10.68 10.68 28.48 9 9 6 8 9 25 9 5.93 3.65 4.65 6.84 17.70
10 4 2 3 3 8 10 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 11 4 2 4 4 9 11 1.00 0.00 1.00 1.00 1.00
12 6 4 6 5 15 12 3.00 2.00 3.00 2.00 7.00 13 15 10 15 14 40 13 10.68 7.12 10.68 9.77 28.48 14 9 4 9 8 24 14 5.93 2.00 6.84 5.56 17.33 15 15 10 15 14 40 15 10.68 7.12 10.68 9.77 28.48
16 9 4 9 8 24 16 6.84 2.00 6.84 5.56 15.96 17 15 10 15 15 40 17 10.68 7.12 10.68 10.68 28.48 18 10 6 8 9 25 18 7.21 3.65 5.56 6.84 17.70
56
19 4 2 3 3 8 19 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 20 4 2 4 4 9 20 1.00 0.00 1.00 1.00 1.00 21 6 4 6 5 15 21 3.00 2.00 3.00 2.00 7.00 22 15 10 15 14 40 22 10.68 7.12 10.68 9.77 28.48
23 9 4 9 8 24 23 6.84 2.00 6.84 5.56 17.33
24 15 10 15 14 40 24 10.68 7.12 10.68 9.77 28.48
25 9 4 9 8 24 25 6.84 2.00 6.84 5.56 17.33 26 15 10 15 15 40 26 10.68 7.12 10.68 10.68 28.48
27 9 6 8 9 25 27 5.93 4.56 5.56 6.84 16.05
28 3 2 3 3 8 28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 29 4 2 4 4 9 29 1.00 0.00 1.00 1.00 1.00 30 6 4 10 5 15 30 3.00 2.00 7.21 2.00 7.28 31 10 10 15 14 40 31 7.21 7.12 10.68 9.77 28.48
32 9 4 9 8 24 32 6.84 2.00 6.84 5.56 17.33 33 15 10 15 14 40 33 10.68 7.12 10.68 9.77 28.48 34 9 4 9 8 24 34 6.84 2.00 6.84 5.56 16.42 35 15 10 15 15 40 35 10.68 7.12 10.68 10.68 28.48
36 9 6 8 9 20 36 6.84 4.56 5.56 6.84 13.12 37 6 2 3 3 8 37 3.28 0.00 0.00 0.00 1.00 38 4 2 4 4 9 38 1.00 0.00 1.00 1.00 1.00 39 6 4 6 5 10 39 3.00 2.00 3.00 2.00 2.00
40 15 10 15 14 40 40 10.68 7.12 10.68 9.77 28.48
41 9 4 9 8 24 41 6.84 2.00 6.84 5.56 17.33 42 15 10 15 14 40 42 10.68 7.12 10.68 9.77 28.48 43 9 4 9 8 24 43 6.84 2.00 6.84 5.56 15.51 44 15 10 15 15 40 44 10.68 7.12 10.68 10.68 28.48
45 4 9 8 9 20 45 1.00 6.21 5.56 6.84 13.12
Data dengan skala interval di atas yang akan dilakukan analisis
jalur dengan gambaran sebagai berikut.
Dimana
X1 : Komunikasi X2 : Struktur Organisasi X3 : Disposisi X4 : Sumberdaya Y : Implementasi kebijakan Pembangunan Desa Transmigrasi
X1
X2
X3
Y
rx1x2
rx2x4
Pyx1
Pyx2
Pyx3
Pye
X4 Pyx4
rx1x3 rx1x3
rx3x4
E
rx2x3
57
Untuk mengetahui pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung
digunakan analisis sebagai berikut.
a. Pengaruh Komunikasi (X1) terhadap Implementasi (Y)
Pengaruh Langsung = (PYX1) (PYX1)
Pengaruh tdk Langsung melalui X2 = (PYX1) (rX1X2) (PYX2)
Pengaruh tdk langsung melalui X3 = (PYX1) (rX1X3) (PYX3)
Pengaruh tdk langsung melalui X4 = (PYX1) (rX1X4) (PYX4)
Pengaruh total = (p.langsung)+(p.tdk)
b. Pengaruh Struktur Organisasi (X2) terhadap Implementasi (Y)
Pengaruh Langsung = (PYX2) (PYX2)
Pengaruh tdk Langsung melalui X1 = (PYX2) (rX1X2) (PYX1)
Pengaruh tdk langsung melalui X3 = (PYX2) (rX2X3) (PYX3)
Pengaruh tdk langsung melalui X4 = (PYX2) (rX2X4) (PYX4)
Pengaruh total = (p.langsung)+(p.tdk)
c. Pengaruh Disposisi (X3) terhadap Implementasi (Y)
Pengaruh Langsung = (PYX3) (PYX3)
Pengaruh tdk Langsung melalui X1 = (PYX3) (rX1X3) (PYX1)
Pengaruh tdk langsung melalui X2 = (PYX3) (rX2X3) (PYX2)
Pengaruh tdk langsung melalui X4 = (PYX3) (rX3X4) (PYX4)
Pengaruh total = (p.langsung)+(p.tdk)
58
d. Pengaruh Sumber daya (X4) terhadap Implementasi (Y)
Pengaruh Langsung = (PYX4) (PYX4)
Pengaruh tdk Langsung melalui X1 = (PYX4) (rX1X4) (PYX1)
Pengaruh tdk langsung melalui X2 = (PYX4) (rX2X4) (PYX2)
Pengaruh tdk langsung melalui X3 = (PYX4) (rX3X4) (PYX3)
Pengaruh total = (p.langsung)+(p.tdk)
59
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian awal tesis ini
bahwa penelitian ini mengangkat tema faktor-faktor yang berpengaruh
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan
program pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju. Faktor
pengaruh tersebut terdiri dari 4 faktor, yaitu: komunikasi, struktur birokrasi,
disposisi, dan sumber daya. Sedang keberhasilan program pembangunan
desa transmigrasi terdiri dari tujuan: (1) Meningkatnya kesejahteraan
penduduk baik transmigran maupun penduduk di sekitarnya, (2)
Pemerataan Pembangunan Daerah, dan (3) Terjalinnya kesatuan dan
persatuan bangsa.
Setelah dilakukan pengumpulan data lewat kuesioner dan
wawancara terhadap 45 orang responden maka diperoleh data hasil
penelitian sebagai berikut.
1. Komunikasi
Komunikasi adalah proses pemindahan pesan atau informasi dari
pembuat kebijakan kepada implementor di lapangan. Untuk mengetahui
sejauhmana komunikasi itu dapat berfungsi secara tepat, ada tiga
indikator penting, yaitu: proses transmisi, kejelasan pesan, dan
59
60
konsistensinya. Keadaan ketiga indikator komunikasi tersebut dapat dilihat
dalam pembahasan berikut.
a. Transmisi
Dalam penyaluran informasi atau pesan dalam komunikasi tidak
jarang terjadi kesalahpahaman disebabkan karena adanya hambatan
dalam berkomunikasi dalam berbagai hierarki organisasi pelaksana
kebijakan. Akibatnya terjadi distorsi yang dapat menyebabkan gagalnya
implementasi dari kebijakan. Demikian juga halnya dengan implementasi
pembagunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju, dapat saja gagal
mencapai tujuannya akibat adanya distorsi dari komunikasi yang berkaitan
dengan penyaluran (transmisi) dari komunikasi itu sendiri. Dalam
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju, kurang atau tidak
adanya petunjuk teknis tentang apa yang harus dilakukan di tingkat
lapangan menjadikan implementor harus berupaya untuk dapat
memahami tugas-tugas yang harus diembangnya di lapangan.
Kekurangan pedoman tertulis ini terkadang dapat pula menyebabkan
adanya “kesalahan tafsir” dari para pelaksana pembangunan desa
transmigrasi di tingkat lapangan.
Data dalam tabel di bawah ini menjelaskan bagaimana tingkat
pemahaman implementor kebijakan publik yang terkait dengan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
61
Tabel 4.1.
Tingkat Pemahaman Implementor terhadap Isi Kebijakan
No Tingkat Pemahaman Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat tdk memahami Tidak memahami Cukup memahami Memahami Sangat Memahami
7 9 10 5 14
15,56 20.00 22.22 11.11 31.11
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata pemahaman
implementor terhadap isi kebijakan pembangunan desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju telah berada dalam tingkatan “sangat memahami” isi
kebijakan, yaitu sebesar 31,1% implementor telah memahaminya. Hanya
sebagaia kecil saja, yaitu sekitar 15,6 % yang sangat tidak memahami isi
kebijakan ini.
b. Kejelasan
Kejelasan dalam komunikasi mempersyaratkan bahwa isi
komunikasi yang diberikan kepada implementor harus jelas agar tidak
menimbulkan kebingungan para implementor. Dalam kaitan dengan
kejelasan ini, timbul sebagai akibat lanjutan dari kurang atau hamper tidak
adanya petunjuk atau pedoman atau petunjuk teknis yang detail tentang
fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan oleh para implementor di tingkat
bawah atau di tingkat lapangan.
62
Sekalipun demikian kejelasan ini tidaklah berarti para implementor
di tingkat lapangan tidak boleh melakukan hal-hal di luar isi komunikasi.
Artinya juga dibutuhkan adanya fleksibilitas dalam pelaksanaan kebijakan.
Bagaimana kejelasan isi kebijakan dalam hal pembangunan desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju dapat dilihat dalam table berikut.
Tabel 4.2
Tingkat Kejelasan Isi Kebijakan
No Tingkat Kejelasan Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat tdk jelas Tidak jelas Cukup jelas Jelas Sangat Jelas
7 11 13 -
14
15,56 24.44 28.89
- 31.11
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata kejelasan isi
kebijakan pembangunan desa transmigrasi yang diterima implemntor telah
berada dalam tingkatan penilaian “sangat jelas” dari isi kebijakan, yaitu
sebesar 31,1 % implementor telah memahaminya. Hanya sebagaian kecil
saja, yaitu sekitar 15,6 % yang sangat tidak memahami isi kebijakan ini.
c. Konsistensi
Oleh karena aliran informasi yang diterima oleh para implementor
berlangsung secara terus menerus selama pekerjaan atau implementasi
kebijakan, maka tingkatan konsisten dari isi-isi informasi tersebut perlu
63
konsisten sejak dari awal hingga akhir. Hal ini penting untuk menciptakan
kemudahan di dalam proses implementasi kebijakan tersebut.
Bagaimana konsistensi dari isi informasi dari pembangunan desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.3
Tingkat Konsistensi Informasi Kebijakan
No Tingkat Konsistensi Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat tdk kosisten Tidak konsisten Cukup konsisten Konsisten Sangat konsisten
6 11 13 1 14
13.13 24,44 28.89 02.23 31.11
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata tingkat
konsistensi isi informasi kebijakan pembangunan desa transmigrasi yang
diterima implemntor telah berada dalam tingkatan penilaian “sangat
konsisten” dari isi informasi kebijakan, yaitu sebesar 31,1 % implementor
telah memahaminya. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 13,3 %
yang mengatakan isi kebijakan sangat tidak konsisten.
2. Struktur Birokrasi
Terdapat dua hal penting dalam struktur organisasi yaitu prosedur-
prosedur dan ukuran dasar kerja atau standar opersional prosedur (SOP)
yang berasal dari dalam organisasi. SOP berisi standar-standar baru
64
dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang cocok untuk organisasi yang
relatif tidak menghadapi perubahan drastis.
Selain itu tanggung jawab suatu bidang kebijakan tidak semata-
mata menyatu pada satu organisasi perangkat daerah tetapi melainkan
menyebar pada berbagai organisasi. Untuk itu diperlukan adanya
koordinasi dan kesesuaian prosedur dengan implementasi kebijakan.
a. Koordinasi
Koordinasi sebagai bagian penting untuk memberikan patokan
kepada berbagai perangkat organisasi yang terlibat atau terkait dengan
suatu implementasi kebijakan. Dalam kaitan koordinasi antar organisasi
perangkat daerah dalam penanganan implementasi kebijakan transmigrasi
di Kabupaten Mamuju diperlukan adanya koordinasi yang tidak hanya
secara vertikal semata, tetapi juga koordinasi harizontal menjadi penting,
agar segenap implementor di lapangan dapat bergerak dan bekerja
menuju satu arah yaitu pencapaian tujuan dari kebijakan pembangunan
desa transmigrasi.
Data dalam tabel berikut memberi gambaran singkat tentang
bagaimana koordinasi yang berlangsung dalam tataran lapangan dalam
mengemplementasikan kebijakan pembangunan desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju.
65
Tabel 4.4
Pelaksanaan Koordinasi Antara Organisasi
No Tingkat Koordinasi Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat tdk terkoodinir Tidak terkoordinir Cukup terkoordinir Terkoordinir Sangat terkoordinir
10 14 3 3 15
22.22 31.11 06.67 06.67 33.33
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata di tingkat
lapangan para implementor kebijakan memandang bahwa koordinasi
antar organisasi telah berlangsung secara “sangat terkoordinasi”, yaitu
sebesar 33,3 % implementor. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 6,7
% yang mengatakan koordinasi baru berlangsung dalam taraf “cukup
terkoordinasi”.
b. Kesesuaian
Selain koordinasi maka standar operasional prosedur perlu
disesuaikan dengan kondisi lapangan yang ada. Tingkat kesesuaian
prosedural ini sangatlah penting di dalam upaya mempercepat proses
pencapaian tujuan dari kebijakan.
Demikian juga halnya standar operasional prosedur di dalam
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju, perlu disesuaikan
dengan berbagai kondisi lapangan yang ada. Bagaimana tingkat
kesesuaian operasional prosedur ini dapat dilihat pada tabel berikut.
66
Tabel 4.5
Tingkat Kesesuaian Standar Operasional Prosedur
No Tingkat Kesesuaian Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat tdk sesuai Tidak sesuai Cukup sesuai Sesuai Sangat sesuai
11 16 2 -
16
24.44 35.56 04.44
- 35.56
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata menurut para
implementor kebijakan tingkat kesesuaian standar operasional prosedur
mempelihatkan kesesuaian pada tingkatan “sangat sesuai”, yaitu sebesar
33,6% dari keseluruhan implementor. Hanya saja terdapat jumlah yang
sama dari implementor yang mengatakan bahwa kesesuaian itu dalam
tingkatan “tidak sesuai”. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 4,4%
yang mengatakan tingkat kesesuaian itu dalam taraf “cukup sesuai”.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi atau sikap yang baik, maka dia akan dapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau prespektif
yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
kebijakan juga menjadi tidak efektif. Disposisi menyangkut sikap terhadap
67
yang lain atau prasangka dan sikap yang berkaitan dengan kepuasan
kerja, serta sikap yang berkaitan dengan komitmen kepada orgaisasi.
a. Prasangka
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses implementasi kebijakan
para implementor bekerja dalam sebuah tim yang terdapat sejumlah
orang. Proses implementasi dengan sendirinya membutuhkan kerjasama
yang sinergis antara orang-orang tersebut. Karena itu sikap positif
terhadap orang-orang yang saling bekerjasama menjadi sangat penting.
Sikap bebas dari prasangka dalam proses implementasi
pembangunan desa transmigrasi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6
Tingkat prasangka dari implementor
No Tingkat Prasangka Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
10 5 14 1 15
22.22 11.11 31.11 02.22 33.33
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata di tingkat
lapangan para implementor kebijakan memandang bahwa kehadiran
orang lain sesama implementor dipenuhi dengan sikap prasangka yang
“sangat tinggi” yaitu sebesar 33,3 % dari keseluruhan implementor.
68
Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 2,2 % yang mengakui prasangka
mereka dalam tingkatan “tinggi”.
b. Kepuasan Kerja
Sikap kepuasan terhadap kerja adalah sebuah kebutuhan yang
bersifat aktualisasi. Karena itu sikap puas terhadap kerja sangat
dibutuhkan untuk spirit dalam bekerja. Dalam kaitan dengan pekerjaan
sebagai implementor hal ini juga menjadi sangat penting.
Berikut ini pada tabel di bawah akan diperlihatkan bagaimana
tingkatan kepuasan kerja dari para implementor yang bertugas dalam
implementasi pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
Tabel 4.7
Kondisi Kepuasan Kerja Implementor
No Tingkat Kepuasan Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat tdk puas Tidak puas Cukup puas Puas Sangat puas
8 9 13 -
15
17.78 20.00 28.89
- 33.33
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata di tingkat
lapangan para implementor kebijakan memandang bahwa pekerjaan
mereka telah memberikan kepuasan dalam tingkatan yang “sangat puas”
yaitu sebesar 33,3 % dari keseluruhan implementor. Hanya sebagaian
69
kecil saja, yaitu sekitar 17,8 % yang mengakui kepuasan mereka masih
dalam tingkatan “sangat tidak puas”.
c. Komitmen pada Organisasi
Komitmen kepada organisasi dapat dianggap sebagai kesetiaan
seseorang kepada lembaga di mana ia bekerja. Komitmen dapat diartikan
sebagai tingkat ketaatan terhadap norma-norma pengatur yang ada di
dalam organisasi. Demikian juga halnya dengan para implementor
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju perlu memiliki
komitmen seperti ini.
Data di bawah ini akan menjelaskan tingkat komitmen para aparat
yang terlibat dalam proses pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten
Mamuju.
Tabel 4.8
Komitmen pada Organisasi
No Tingkat Komitmen Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat tdk berkomitmen Tidak berkomitmen Cukup berkomitmen Berkomitmen Sangat berkomitmen
7 10 11 2 15
15.56 22.22 24.44 04.44 33.33
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memandang bahwa komitmen mereka terhadap organisasi
dalam tingkatan yang “sangat berkomitmen” yaitu sebesar 33,3 % dari
70
keseluruhan implementor. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 4,4 %
yang memiliki komitmen pada organisasi dalam tingkatan “berkomitmen”
pada organisasi.
4. Sumber daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas kepada
kelompok sasaran tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya
untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan secara
efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia dan
sumberdaya finansial. Dalam kaitan dengan sumber daya manusia
menyangkut kompetensi dari implementor dan juga keterampilan mereka.
a. Kompetensi
Kompetensi dimaksudkan sebagai adanya kesesuaian antara
pendidikan maupun keterampilan yang dimiliki dengan jenis pekerjaan
yang menjadi tanggung jawab implementor. Pentingnya kompetensi ini
berkaitan dengan penempatan seorang implementor di dalam pekerjaan
yang tepat.
Bagaimana tingkatan kompetensi implementor kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju dapat dilihat
dalam tabee berikut.
71
Tabel 4.9
Kompetensi Impelementor Kebijakan
No Tingkat Kompetensi Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
7 12 11 3 12
15.56 26.67 24.44 06.67 26.67
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan telah memiliki tingkatan kompetensi dalam tingkatan yang
“sangat tinggi” yaitu sebesar 26,7 % dari keseluruhan implementor.
Hanya saja dalam jumlah yang sama terdapat mereka yang baru memiliki
kompetensi dalam tingkatan yang masih “rendah”. Hanya sebagaian kecil
saja, yaitu sekitar 6,7 % yang memiliki kompetensi dalam tingkatan
“tinggi”.
b. Keterampilan
Keterampilan juga memegang peranan yang penting dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan. Suatu formulasi kebijakan yang
telah berkualitas dapat saja tidak dapat terimplementasi dengan baik bila
tingat ketrampilan para implementor tidak memadai.
Bagaimana kondisi aktual dari tingkat keterampilan para aparat
yang terkait dengan pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten
Mamuju dapat dilihat pada tabel berikut.
72
Tabel 4.10
Keterampilan Implementor
No Tingkat Ketrampilan Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat tdk trampil Tidak trampil Cukup trampil Trampil Sangat trampil
9 8 13 1 14
20.00 17.78 28.89 02.22 31.11
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan telah memiliki tingkatan keterampilan dalam tingkatan yang
“sangat trampil” yaitu sebesar 31,1 % dari keseluruhan implementor.
Hanya saja dalam jumlah yang hampir sama terdapat mereka yang baru
memiliki keterampilan dalam tingkatan yang “cukup terampil”. Hanya
sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 2,2 % yang memiliki keterampilan dalam
tingkatan “trampil”.
c. Fasilitas
Fasilitas dimaksudkan sebagai tersedianya sumber daya financial
yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan suatu kebijakan.
Demikian juga halnya dalam mengimplementasikan kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju memerlukan
berbagai fasilitas fisik dan non-fisik berupa pembiayaan.
73
Bagaimana kondisi fasilitas yang dirasakah oleh para aparat yang
bekerja dalam pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju
dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.11
Pendapat Implementor tentang Fasilitas
No Tingkat Fasilitas Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
14 6 9 7 9
31.11 13.33 20.00 15.56 20.00
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memiliki pendapat terkait dengan fasilitas yang digunakan
berada pada penilaian yang paling rendah, yaitu pada tingkatan fasilitas
dalam tingkatan yang “sangat rendah” yaitu sebesar 31,1 % dari
keseluruhan implementor. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 13,3
% yang memiliki pendapat bahwa fasilitas itu masih tergolong dalam
tingkatan “rendah”.
5. Implementasi Tujuan Kebijakan Transmigrasi
Sebagai suatu kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
maka program transmigras memiliki tujuan, yaitu : (1) Meningkatkan
kesejahteraan trasmigran dan penduduk sekitar, (2) Peningkatan dan
74
pemerataan pembangunan daerah, dan (3) Memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa.
Bagaimana ketiga tujuan tersebut terimplementasi, dapat dilihat
dari hasil penelitian yang telah dilakukan berikut.
a. Kesejahteraan Penduduk
Peningkatan kesejahteraan penduduk baik transmigran maupun
penduduk lokal akan dapat memberi sumbangan terhadap semakin
dicapainya tujuan dari kebijakan program transmigrasi. Ada dua hal yang
berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan penduduk transmigran dan
penduduk lokal ini, yaitu: yang berkenaan dengan perkembangan
pemukiman, dan tersedianya kesempatan kerja bagi penduduk lokal dan
transmigran. Bagaimana kedua hal itu dapat dilihat dalam uraian berikut.
1) Perkembangan Pemukiman Transmigrasi
Terjadinya perkembangan pemukiman desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju dipersepsi oleh implementor dalam beberapa
tingkatan. Sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut.
Tabel 4.12
Perkembangan Pemukiman Desa Transmigrasi
No Tingkat Perkembangan Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
10 5 13 1 16
22.22 11.11 28.89 02.22 35.56
Jumlah 45 100.00
75
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memiliki pendapat terkait dengan perkembangan pemukiman
transmigrasi berada pada penilaian yang paling tinggi, yaitu pada
tingkatan perkembangan dalam tingkatan yang “sangat tinggi” yaitu
sebesar 35,6 % dari keseluruhan implementor. Hanya sebagaian kecil
saja, yaitu sekitar 2,2 % yang memiliki pendapat bahwa perkembangan itu
masih tergolong dalam tingkatan “tinggi”.
2) Ketersediaan Lapangan Kerja
Ketersediaan lapangan kerja bagi penduduk transmigran dan
penduduk lokal sebagai akibat adanya pembentukan desa transmigrasi
juga menjadi indikator keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan publik ini.
Data dalam tabel di bawah ini akan menggambarkan kondisi aktual
dari ketersediaan lapangan kerja bagi penduduk desa-desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju.
Tabel 4.13
Ketersediaan Lapangan Pekerjaan
No Tingkat Ketersediaan Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
11 12 5 1 16
24.22 26.67 11.11 02.22 35.56
Jumlah 45 100.00
76
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memiliki pendapat terkait dengan ketersediaan lapangan kerja di
wilayah pemukiman transmigrasi berada pada penilaian yang paling
tinggi, yaitu pada tingkatan ketersediaan dalam tingkatan yang “sangat
tinggi” yaitu sebesar 35,6 % dari keseluruhan implementor. Hanya
sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 2,2 % yang memiliki pendapat bahwa
perkembangan itu masih tergolong dalam tingkatan “tinggi”.
b. Pemerataan Pembangunan
Tujuan kedua pembangunan desa transmigrasi adalah terjadinya
pemerataan pembangunan daerah. Tujuan ini dapat dilihat sejauh mana
kontribusi yang disumbangkan desa transmigrasi terhadap pembangunan
wilayah yang menjadi sasaran penempatan transmigran. Selain itu apakah
penempatan transmigrasi membawa dampak fisik, dan dampak
sosialbudaya antara penduduk lokal dengan transmigran. Uraian di bawah
ini berkaitan dengan implementasi dari tujuan kedua tarnsmigrasi, yaitu
terjadinya pemerataan pembangunan di daerah.
a) Kontribusi ke pembangunan daerah
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa seharusnya pembangunan
desa transmigrasi tidak hanya berdampak positif terhadap penduduk yang
berasal dari transmigran yang dipindahkan, tetapi juga terhadap penduduk
wilayah sekitar sehingga kedatangan transmigran dapat dirasakan
77
manfaatnya oleh penduduk sekitar. Berkenaan dengan hal itu berikut ini
adalah tabel yang mengungkapkan akan hal tersebut.
Tabel 4.14
Kontribusi Desa Transmigrasi terhadap pembangunan
No Tingkat Kontribusi Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
12 9 9 -
15
26.67 20.00 20.00
- 33.33
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memiliki pendapat terkait dengan kontribusii ke pembangunan
daerah berada pada penilaian yang paling tinggi, yaitu sebesar 33,3 %
dari keseluruhan implementor. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar
20 % yang memiliki pendapat bahwa kontribusinya hanya dalam tingkatan
“rendah”. Jumlah yang sama menyatakan dalam tngkatan “cukup”.
b) Dampak Fisik
Dampak pelaksanaan program transmigrasi terhadap lingkungan
fisik seperti seberapa banyak pembukaan lahan untuk pertanian,
perkebunan atau pun perkembangan lingkungan fisik lainnya. Mengenai
hal itu dalam kaitannya dengan pembangunan yang berakibat pada
lingkungan fisik data dilihat dalam tabel berikut.
78
Tabel 4.15
Dampak terhadap Lingkungan Fisik
No Tingkat Dampak Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
9 12 9 -
15
20.00 26.67 20.00
- 33.33
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memiliki pendapat terkait dengan dampak pembangunan desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju berada pada penilaian bahwa
kebijakan itu berampak “sangat tinggi” terhadap lingkungan fisik di wilayah
desa transmigrasi dan sekitarnya, yaitu sebesar 33,3 % dari keseluruhan
implementor. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 20 % yang
memiliki pendapat bahwa dampaknya hanya dalam tingkatan “cukup
tinggi”. Jumlah yang sama menyatakan dalam tingkatan “sangat rendah”.
c) Dampak Sosial-budaya
Selanjutnya apakah suatu kebijakan mempunyai dampak terhadap
pengembangan kondisi sosial budaya baik dari masyarakat lokal maupun
dari masyarakat transmigran itu sendiri. Hal ini penting terutama berkaitan
dengan kedatangan pendatang transmigran di tengah-tengah masyarakat
lokal.
79
Bagaimana pendapat implementor terhadap dampak dari kondisi
sosial-budaya berkaitan dengan pembangunan desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju dapat dilhat pada tabel berikut.
Tabel 4.16
Dampak Lingkungan Sosial-Budaya
No Tingkat Dampak Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
12 9 4 5 15
26.67 20.00 08.89 11.11 33.33
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memiliki pendapat terkait dengan dampak pembangunan desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju terhadap linguga sosil-budaya berada
pada penilaian bahwa kebijakan itu berdampak “sangat tinggi” terhadap
lingkungan sosial-budaya di wilayah desa transmigrasi dan sekitarnya,
yaitu sebesar 33,3 % dari keseluruhan implementor. Tetapi implementor
yang menilai bahwa dampak terhadap lingkungan sosial- rendah”, juga
secara proporsional cuku banyak. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu
sekitar 8,9 % yang memiliki pendapat bahwa dampaknya hanya dalam
tingkatan “cukup tinggi”.
80
c. Kesatuan dan Persatuan Bangsa
Tujuan transmigrasi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa dapat dilihat dari perkembangan terjadinya proses integrasi dan
asimilasi antar penduduk yang berbeda latar belakang, yaitu penduduk
asal transmigran dan penduduk lokal dengan budayanya sendiri. Selain itu
terjadinya ketegangan-ketegangan sosial antara penduduk yang ada
dalam suatu wilayah juga menjadi ukuran keberhasilan tujuan ketiga dari
transmigrasi atau pembangunan desa transmigrasi di kabupaten Mamuju.
a) Integrasi Penduduk Desa Transmigrasi
Integrasi penduduk menjadi sesuatu yang sangat penting. Hal ini
terutama berkaitan dengan stigma yang banyak berkembang di dalam
proses kedatangan transmigran dari luar wilayah kabupaten. Tentu saja
tujuan untuk mengintegrasikan masyarakat yang berbeda menjadi penting
dalam kaitan dengan pembangunan desa transmigrasi, termasuk di
Kabupaten Mamuju.
Data berikut ini adalah pendapat implementor terhadap tingkatan
integrasi penduduk lokal dan transmigrasi yang ada di Kabupaten
Mamuju.
81
Tabel 4.17
Integrasi Penduduk Desa Transmigrasi
No Tingkat Dampak Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
10 6 11 2 16
22.22 13.33 24.44 04.44 35.56
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memiliki pendapat terkait dengan integrasi penduduk di desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju berada pada penilaian bahwa
kebijakan itu berdampak “sangat tinggi” terhadap integrasi penduduknya,
yaitu sebesar 35,6% dari keseluruhan implementor. Tetapi implementor
yang menilai bahwa integrasi yang terjadi hanya dalam taraf “cukup tinggi”
dan “sangat rendah” juga secara proporsional cukup banyak. Hanya
sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 4,4 % yang memiliki pendapat bahwa
telah terintegrasi dalam tingkatan “tinggi”.
b) Asimilasi
Proses asimilasi dimaksudkan sebagai terintegrasinya dua
kebudayaan yang berbeda dalam suatu komunitas yang memiliki
penduduk yang berbeda latar belakang budayanya. Demikianlah dalam
desa transmigrasi yang penduduknya berbeda latar belakang budaya,
82
maka proses asimilasi ini diharapkan dapat menciptakan kehidupan yang
lebih mantap.
Bagaimana tingkatan asimilasi yang terjadi di desa-desa
transmigrasi yang ada di Kabupaten Mamuju dapat dilihat dalam table
berikut.
Tabel 4.18
Tingkat Asmilasi Penduduk Desa Transmigrasi
No Tingkat Asimilasi Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
10 6 9 3 17
22.22 13.33 20.00 06.67 37.78
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memiliki pendapat terkait dengan terjadinya asimilasi di
kalangan penduduk desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju berada pada
penilaian bahwa kebijakan itu berdampak “sangat tinggi” terhadap proses
asmilasi, yaitu sebesar 37,8% dari keseluruhan implementor. Tetapi
implementor yang menilai bahwa proses asimilasi yang terjadi dalam taraf
“sangat rendah” juga secara proporsional cukup banyak yaitu sekitar
22,2%. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 6,7 % yang memiliki
pendapat bahwa telah terjadi asimilasi dalam tingkatan “tinggi”.
83
c) Ketegangan Sosial
Ketegangan sosial kemungkinan besar terjadi dalam sebuah
komunitas yang berisi penduduk yang berbeda, seperti halnya di desa-
desa transmigrasi. Ketegangan sosial itu dapat saja berupa ketegangan
dalam latar budaya, agama, dan masalah sosial sendiri. Bagaimana
ketegangan sosial yang ada di desa-desa transmigrasi di Kabupaten
Mamuju dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 4.19
Ketegangan Sosial di Desa Transmigrasi
No Tingkat Ketegangan Sosial Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
13 5 6 5 10
28.89 11.11 13.33 11.11 22.22
Jumlah 45 100.00
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata para implementor
kebijakan memiliki pendapat terkait dengan ketegangan sosial di kalangan
penduduk desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju berada pada penilaian
bahwa kebijakan itu berdampak “sangat tinggi” terhadap ketegangan
sosial, yaitu sebesar 35,6% dari keseluruhan implementor. Tetapi
implementor yang menilai bahwa ketegangan sosial yang terjadi dalam
taraf “sangat rendah” juga secara proporsional cukup banyak yaitu sekitar
28,92%. Hanya sebagaian kecil saja, yaitu sekitar 11,1 % yang memiliki
pendapat bahwa ketegangan sosial dalam tingkatan “tinggi”, jumlah yang
sama dengan menyatakan “rendah".
84
B. Uji Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang akan diuji adalah : Komunikasi, struktur
organisasi birokrasi, disposisi, dan sumber daya berpengaruh positif
terhadap keberhasilan implementasi desa transmigrasi di Kabupaten
Mamuju.
Oleh karena data yang diperoleh dari kuesioner menggunakan
skala ordinal, sedang untuk menggunakan analisis koefisien jalur datanya
minimal harus dalam skala pengukuran interval, maka data yang diperoleh
dinaikkan menjadi data skala interval dengan menggunakan “metode
succesive interval” atay msi (method of successive intervals). Untuk
maksud digunakan alat bantu SPSS 17. Data inilah yang diolah
seterusnya.
Dari hipotesa di atas dapat dilakukan penyusunan dagram jalur
(path) sebagai berikut:
Dimana : X1 : Komunikasi X2 : Struktur Organisasi X3 : Disposisi X4 : Sumberdaya Y : Implementasi kebijakan
X1
X2
X3
Y
rx1x2
rx2x4
Pyx1
Pyx2
Pyx3
Pye
X4 Pyx4
rx1x3 rx1x3
rx3x4
E
rx2x3
85
Dari diagram jalur tentang pengaruh positif dari komunikasi, struktur
organisasi pelaksana, disposisi atau sikap pelaksana, dan sumber daya yang
tersedia terhadap keberhasilan implementasi kebijakan transmigrasi di
Kabupaten Mamuju, dapat digambarkan persamaan strukturnya, yaitu:
Y = PYX1 + PYX2 + PYX3 + PYX4 + E
2. Pengaruh Gabungan Komunikasi, Struktur organisasi, Disposisi, dan Sumber daya terhadap Immplementasi Kebijakan Transmigrasi.
Sebelum mencari pengaruh gabungan antara variable bebas – yaitu
komunikasi, struktur organisasi, disposisi, dan sumber daya – terhadap
keberhasilan implementasi pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten
Mamuju, dilakukan uji hubungan liner.
Dalam uji hubungan liner ini diuji hipotesa “Ada hubungan linear antara
komunikasi, struktur organisasi, disposisi, dan sumber daya terhadap
keberhasilan implementasi pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten
Mamuju”. Dalam uji hipotesa dengan menggunakan Program SPSS 17,
dihasilkan informasi berupa table Anova berikut.
Tabel 4.20
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5175.325 4 1293.831 701.569 .000a
Residual 73.768 40 1.844
Total 5249.093 44
a. Predictors: (Constant), SUMBER DAYA, KOMUNIKASI, STRUKTUR ORGANISASI, DISPOSISI
b. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
86
Dari table Anova di atas memperlihatkan bahwa tingkat signifikansi
dari perhitungannya adalah 0,00 yang berarti bahwa hipotesa alternatifnya
yang menyatakan: “Ada hubungan linear antara komunikasi, struktur
organisasi, disposisi, dan sumber daya terhadap keberhasilan
implementasi pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju”,
diterima. Artinya model ini dapat dipakai untuk menganalisis pengaruh
antara variable bebas dan variable terikat.
Selanjutnya dalam melihat pengaruh gabungan dari keempat
variable bebas – komunikasi, struktur organisasi, disposisi, dan sumber
daya – terhadap keberhasilan implementasi pembangunan desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju, dilihat dari perhitungan SPSS 17,
sebagai berikut;
Tabel 4.21
Tabel besaran Pengaruh Variabel
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .993a .986 .985 1.35801
a. Predictors: (Constant), SUMBER DAYA, KOMUNIKASI, STRUKTUR
ORGANISASI, DISPOSISI
b. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
Angka-angka dalam tabel tersebut di atas memperlihatkan bahwa R
Square 0,986 menjelaskan bahwa Implementasi pembagunan desa transmigrasi
di Kabupaten Mamuju dapat ditentukan sebesar 98,6% dari variable bebas
komunikasi, struktur organisasi, disposisi, dan sumber daya. Dengan demikian
masih terdapat faktor penyebab lain sebesar 1,4% yang belum diketahui.
87
3. Pengaruh Parsial komunikasi, struktur organisasi, disposisi, dan sumber daya terhadap Implementasi Kbijakan
Untuk uji parsial ini juga dilakukan perhitungan statistic uji t (t test)
dengan menggunakan program SPSS 17, hasilnya seperti tabel berikut.
Tabel 4.22
Pengaruh Variabel Bebas (X1,X2,X3, dan X4) terhadap Variabel Terikat (Y)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -1.428 .408 -3.499 .001
KOMUNIKASI .605 .179 .207 3.376 .002
STRUKTUR ORGANISASI -.127 .237 -.033 -.535 .596
DISPOSISI .889 .203 .320 4.381 .000
SUMBER DAYA 1.475 .285 .515 5.173 .000
a. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
Angka-angka dari tabel tersebut menjelaskan tentang pengaruh
parsial, atau satu persatu dari variabel komunikasi, struktur organisasi,
disposisi, dan sumber daya terhadap keberhasilan implementasi pembangunan
desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju, Angka alfa yang digunakan adalah
0.05. Hasilnya adalah sebagai berikut.
a. Angka signifikansi pengaruh komunikasi terhadap implementasi
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju adalah 0.002. Karena
angka ini ternyata lebih kecil dari siginifikan 0.05. Maka ini bermakna bahwa
komunikasi berpengaruh secara signifikan terhadap implementasi
pembangunan desa transmigran di Kabupaten Mamuju.
88
b. Angka signifikansi pengaruh struktur organisasi terhadap implementasi
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju adalah 0.596. Karena
angka ini ternyata lebih besar dari siginifikan 0.05. Maka ini bermakna bahwa
struktur organisasi tidak berpengaruh terhadap implementasi pembangunan
desa transmigran di Kabupaten Mamuju.
c. Angka signifikansi pengaruh disposisi atau sikap implementor terhadap
implementasi pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju adalah
0.00. Karena angka ini ternyata lebih kecil dari siginifikan 0.05. Maka ini
bermakna bahwa disposisi atau sikap implementor berpengaruh secara
signifikan terhadap implementasi pembangunan desa transmigran di
Kabupaten Mamuju.
d. Angka signifikansi pengaruh sumber daya terhadap implementasi
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju adalah 0.00. Karena
angka ini ternyata lebih kecil dari siginifikan 0.05. Maka ini bermakna bahwa
sumber daya berpengaruh secara signifikan terhadap implementasi
pembangunan desa transmigran di Kabupaten Mamuju.
Jadi dapat dikatakan bahwa diantara empat variable bebas yang diteliti
ternyata terdapat sebuah variable yang tidak berpengaruh yaitu “struktur
organisasi”. Atau dengan kata lain hanya terdapat tiga variable yang
berpengaruh terhadap implementasi pembangunan desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju, yaitu komunikasi, disposisi, dan sumber daya.
Oleh karena ada salah variable yang tidak berpengaruh yang harus
dikeluarkan dari model paradigm penelitian, maka paradigm penelitian
selanjutnya hanya ada tiga variable, yaitu komunikasi, disposisi, dan sumberdaya
berpengaruh terhadap implementasi program pembangunan desa transmigrasi di
89
Kabupaten Mamuju. Karena itu diagram jalurnya harus diubah (theory trimming),
sehingga paradigm barunya adalah.
Diagram jalurnya
Dimana :
X1 : Komunikasi X3 : Disposisi X4 : Sumberdaya Y : Implementasi kebijakan
Tabel 4.23
Pengaruh Variabel Bebas (X1,,X3, dan X4) terhadap Variabel Terikat (Y)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -1.386 .397 -3.492 .001
KOMUNIKASI .631 .171 .215 3.686 .001
DISPOSISI .882 .201 .317 4.393 .000
SUMBER DAYA 1.368 .202 .477 6.773 .000
a. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
X1
X3
X4
Y
rx1x3
Pyx1
Pyx3
Pyx4
Pye rx1x4
E
rx3x4
90
Dari table tersebut di atas ddapat diperoleh data tentang pengaruh antar
variable bebas dengan variable terikat, yaitu yang berkenaan dengan angka
koefisien jalur, yaitu:
Pengaruh X1 terhadap Y (pyx1) : 0.215
Pengaruh X3 terhadap Y (pyx3) : 0.317
Pengaruh X4 terhadap Y (pyx4) : 0.477
4. Analisis Korelasi Antar Variabel
Analisis korelasi ini diperlukan untuk mengukur bagaimana korelasi
atau hubungan antar variable bebas, yaitu komunikasi, struktur organisasi,
disposisi, dan sumber daya. Dari perhitungan SPSS 17 dapat diketahui
hubungan-hubungan tersebut sebagaimana tertera dalam table berikut.
Tabel 4.24
Hubungan antara Variabel Bebas
Y X1 X3 X4
Pearson
Correlation
Y 1.000 .960 .977 .983
X1 .960 1.000 .940 .937
X3 .977 .940 1.000 .959
X4 .983 .937 .959 1.000
Sig. (1-tailed) IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
. .000 .000 .000
KOMUNIKASI .000 . .000 .000
DISPOSISI .000 .000 . .000
SUMBER DAYA .000 .000 .000 .
N IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
45 45 45 45
KOMUNIKASI 45 45 45 45
DISPOSISI 45 45 45 45
91
Y X1 X3 X4
Pearson
Correlation
Y 1.000 .960 .977 .983
X1 .960 1.000 .940 .937
X3 .977 .940 1.000 .959
X4 .983 .937 .959 1.000
Sig. (1-tailed) IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
. .000 .000 .000
KOMUNIKASI .000 . .000 .000
DISPOSISI .000 .000 . .000
SUMBER DAYA .000 .000 .000 .
N IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
45 45 45 45
KOMUNIKASI 45 45 45 45
DISPOSISI 45 45 45 45
SUMBER DAYA 45 45 45 45
Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui :
Korelasi antara komunikasi dengan disposisi (rxix3) adalah
0.940
Korelasi antara komunikasi dengan sumber daya (rx1x4)
adalah 0.937.
Korelasi antara disposisi dengan sumberdaya (rx3x4) adalah
0.959.
Dengan demikian dapat diketahui nilai-nilai paradigm penelitian
seperti dalam gambar berikut.
92
5. Analisis Pengaruh Secara Proporsional
e. Pengaruh Komunikasi terhadap Implementasi
Pengaruh Langsung = (PYX1) (PYX1) = (0.215) (0.215)
= 0.046225
Pengaruh tdk Langsung melalui X3 = (PYX1) (rX1X3) (PYX3) = (215)(0.940)(0.317)
= 0.0640657
Pengaruh tdk langsung melalui X4 = (PYX1) (rX1X4) (PYX4) = (0.215)(0.937)(0.477)
= 0.096094035
Pengaruh total = (p.langsung)+(p.tdk)
= 0.206384735
f. Pengaruh Disposisi terhadap Implementasi
Pengaruh Langsung = (PYX3) (PYX3) = (0.317) (0.317)
= 0.100489
Pengaruh tdk Langsung melalui X1 = (PYX3) (rX1X3) (PYX1) = (0.317)(0.940)(0.215)
= 0.0640657
Pengaruh tdk langsung melalui X4 = (PYX3) (rX3X4) (PYX4) = (0.317)(0.959)(0.477)
= 0.145009431
Pengaruh total = (p.langsung)+(p.tdk) = 0.309564131
X1
X3
X4
Y
0.940
0.215
0.317
0.477
Pye 0.937
E
0.959
93
g. Pengaruh Sumber daya terhadap Implementasi
Pengaruh Langsung = (PYX4) (PYX4) = (0.477) (0.477)
= 0.227529
Pengaruh tdk Langsung melalui X1 = (PYX4) (rX1X4) (PYX1) = (0.477)(0.937)(0.215)
= 0.096094035
Pengaruh tdk langsung melalui X3 = (PYX4) (rX3X4) (PYX3) = (0.477)(0.959)(0.317)
= 0.145009431
Pengaruh total = (p.langsung)+(p.tdk) = 0.468632466
Epselon atau factor yang tidak diteliti = (100) – (Total X1+X3+X4)
= (100) – (0.984581332)
= 0.12
C. Pembahasan
1. Analisis Komunikasi Menentukan Implementasi Pembangunan Desa Transmigrasi
Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa memang ternyata
komunikasi sebagai sebuah variable bebas dalam menentukan tingkat
implementasi kebijakan pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten
Mamuju. Secara statistic telah dianalisis bahwa besarnya pengaruh
langsung komunikasi terhadap implementasi kebijakan pembangunan
desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju adalah sebesar 1,6%. Selain itu
lewat pengaruh tidak langsung atau melalui variable lain (struktur
organisasi, disposisi, dan sumber daya) adalah sebesar 14,3%, sehingga
dapat dikatakan bahwa komunikasi memiliki pengaruh sebesar 15,9%
94
terhadap keberhasilan implementasi pembangunan desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju.
Dalam karyanya yang terkenal, Edward III (1980) mengungkapkan:
“the first reguirement for effective policy implementation is that those who
are to implement a decision must know what they are supposed to do. Ini
berate pelaksana harus memahami dengan baik isi kebijakan sebelum
mengimplementasikan kebijakan tersebut. Demikian juga dalam kaitan
dengan kebijakan pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju
seharusnya para aparat pelaksana di lapangan mengetahu dan memahani
isi dari kebijakan pembangunan tersebut. Hal ini sejalan juga dengan apa
yang dikatakan oleh Face & Faules, 2000 bahwa “pemahaman yang baik
adalah kunci dari komunikasi”.
Memang perlu dipahami bahwa dalam proses komunikasi dimana
tujuannya adalah terciptanya pengertian yang “sama” diantara para unsur
yang terlibat dalam komunikasi. Pemahaman yang baik antara pelaksana
program memungkinkan untuk tidak terjadinya kesalahan dalam
interpretasi pekerjaan sekaligus juga dapat menghindarinya. Hal ini
senada dengan apa yang dikatakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975)
“therefore, the prospects of effective implementation will be enhanced by
the clarity with standards and objectives are stated and by the accuracy
and consistency which they are communicated”. Jadi pentingnya
komunikasi dalam mengimplementasi sebuah kebijakan, agar tidak terjadi
kesalahan dalam mengintrepretasikan di tingkat lapangan.
95
Dalam kaitan urgensi komunikasi dalam implementasi kebijakan
pemangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju, ada tiga hal yang
menjadi pokok perhatian, yaitu pertama yang berkaitan dengan apek
transmisi, yang kedua berkaitan dengan kejelasan, dan yang ketiga
berkaitan dengan konsistensi baik dari organisasi yang memiliki
kewenangan dengan pihak aparatur pelaksana di tingkat lapangan.
Berkaitan dengan ketiga hal tersebut di atas – transmisi, kejelasan,
dan konsistensi – kelihatannya belum berjalan secara optimal. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kapasitas sumber daya manusia yang
menjadi pelaksana kebijakan pembangunan desa transmigrasi. Jadi
kemungkinan secara jelas pesan-pesat berupa informasi dan panduan
tentang pelaksanaan program telah dikomunikasikan oleh para pembuat
kebijakan transmigrasi, namun di tingkat implementor makna dari
informasi tersebut tidak dapat dipahami sebagaimana seharusnya.
2. Analisis Struktur Birokrasi Menentukan Implementasi
Pembangunan Desa Transmigrasi
Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa memang ternyata
struktur birokrasi sebagai sebuah variable bebas dalam menentukan
tingkat implementasi kebijakan pembangunan desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju. Secara statistic telah dianalisis bahwa besarnya
pengaruh langsung struktur organisasi terhadap implementasi kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju adalah sebesar
2,3%. Selain itu lewat pengaruh tidak langsung atau melalui variable lain
96
(komunikasi, disposisi, dan sumber daya) adalah sebesar 37,2%,
sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi memiliki pengaruh sebesar
39,5% terhadap keberhasilan implementasi pembangunan desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
Jadi dapat dikatakan bahwa ternyata struktur organisasi memiliki
pengaruh langsung ke implementasi masih dalam skala kecil atau lemah.
Memang oleh banyak kalangan pakar, seperti misalnya Butarbutar (2007)
menduga dengan kuat bahwa kelemahan birokrasi pemerintahan dalam
mengimplementasikan kebijakan public adalah ia terlalu dibatasi oleh
struktur dan prosedur-prosedur. Terdapat dua hal dalam struktur
organisasi yang penting yaitu prosedur-prosedur dan ukuran standar kerja
atau standar operasional prosedur (SOP) yang berasal dari dalam
organisasi. SOP berisi standar-standar baku dalam melaksanakan suatu
pekerjaan.
Persoalannya muncul ketika suatu pekerjaan harus melibatkan
organisasi lain. Di sinilah unsur koordinasi menjadi sesuatu keharusan,
namun dapat bertabrakan dengan standar-standar oeprasional yang ada
ddalam organisasi itu sendiri.
Kendala-kendala dalam koordinasi baik koordinasi vertical maupun
koordinasi horizontal menyebab implementasi kebijakan public menjadi
terganggu. Hal inilah yang banyak ditemui di dalam implementasi
kebijakan pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
97
3. Analisis Disposisi Menentukan Implementasi Pembangunan Desa Transmigrasi
Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa memang ternyata
disposisi atau sikap para impelementor sebagai sebuah variable bebas
dalam menentukan tingkat implementasi kebijakan pembangunan desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju. Secara statistic telah dianalisis bahwa
besarnya pengaruh langsung disposisi terhadap implementasi kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju adalah sebesar 10
%. Selain itu lewat pengaruh tidak langsung atau melalui variable lain
(komunikasi, struktur organisasi, dan sumber daya) adalah sebesar 31%,
sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi memiliki pengaruh sebesar
41% terhadap keberhasilan implementasi pembangunan desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh langsung dan tidak
langsung disposisi atau sikap pelaksana terhadap keberhasilan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju menampakkan
urgensi dari sikap pelaksana ini. Hal ini sesuai dengan pandangan dari
Edward III (1980), bahwa: if implementation is to proceed effectively, not
only must implementers know what to do and have the capacity to do it,
but they must also desire to carry out police”. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa disposisi atai sikap pelaksana menentukan keberhasilan
implementasi kebijakan pembangunan desa transmigrasi. Pandangan
Edwar III di atas menyatakan bahwa tidak ada jaminan keberhasilan
implementasi kebijaan kalau hanya mengandalkan kemampuan para
98
implementor saja. Namun hal yang tidak kalah pentingnya diperhatikan
adalah sikap atau disposisi para pelaksana di tingkat lapangan. Adanya
kesesuaian sikap antara para pelaksana dengan tujuan kebijakan atau
tujuan transmigrasi tentunya menentukan keberhasilan implementasi
kebijakan transmigrasi tersebut terutama di tingkat lapangan. Sebaliknya
jika tidak ada kesesuaian sikap para implementor tentunya dapat
menyebabkan terjadinya kegagalan dalam pencapaian tujuan
transmigrasi.
Demikian juga hasil penelitian ini dapat dikaitkan dengan
pandangan Van Meter dan Van Horn (1975). Ia menyatakan bahwa: “three
elements of the implementor’s response may effect their ability and
willingness to carry out the policy; their cognition (comprehension,
understanding) of policy, the direction of the response toward it
(acceptance, neutrality, rejection), the intencity of of the response”.
Pandangan ini mengisyaratkan bahwa keberhasilan implementasi
kebijakan merupakan akumulaso dari kognisi, kecenderungan tanggapan,
dan intensitas para pelaksana lapangan dalam melaksanakan program
pembangunan desa transmigrasi. Selanjutnya kognisi merupakan
akumulasi dari pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan atau isi
kebijakan dan hal ini tentunya menjadi tugas dari para pejabat untuk
menjelaskan dan memberikan pengertian kepada para petugas lapangan.
99
4. Analisis Sumberdaya Menentukan Implementasi Pembangunan Desa Transmigrasi
Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa memang ternyata
disposisi atau sikap para impelementor sebagai sebuah variable bebas
dalam menentukan tingkat implementasi kebijakan pembangunan desa
transmigrasi di Kabupaten Mamuju. Secara statistic telah dianalisis bahwa
besarnya pengaruh langsung disposisi terhadap implementasi kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju adalah sebesar 49
%. Selain itu lewat pengaruh tidak langsung atau melalui variable lain
(komunikasi, struktur organisasi, disposisi, dan sumber daya) adalah
sebesar 40%, sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi memiliki
pengaruh sebesar 89% terhadap keberhasilan implementasi
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju.
Temuan penelitian ini membuktikan bahwa kompetensi dan
keterampilan aparat pelaksana memiliki peranan yang sangat kuat dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan. Hal ini sejalan juga dengan
pandangan dari Arief (2011) bahwa implementasi kebijakan public hanya
dapat berhasil jika ditunjang oleh perangkat organisasi dan manajemen
implementasinya. Termasuk di dalamnya kemampuan aparat pelaksana
dan alokasi sumber daya yang ada.
100
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Komunikasi berpengaruh secara langsung dan tidak langsung
terhadap implementasi kebijakan pembangunan desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju. Besarnya pengaruh langsung komunikasi adalah
lebih kecil daripada pengaruh langsungnya. Dibandingkan dengan
besaran total pengaruh diantara kesemua variable, maka komunikasi
menempati besaran pengaruh yang paling rendah.
2. Struktur organisasi birokrasi lokal pemerintah Kabupaten Mamuju
berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap
implementasi kebijakan pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten
Mamuju. Besarnya pengaruh langsung struktur organisasi lebih kecil
dibandingkan dengan pengaruh tidak langsung. Dalam analisis data
ditemukan bahwa struktur organisasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap implementasi pembangunan desa transmigrasi.
3. Disposisi atau sikap para pelaksana program berpengaruh secara
langsung dan tidak langsung terhadap implementasi kebijakan
pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju. Dibandingkan
dengan besaran total pengaruh diantara kesemua variable, maka
komunikasi menempati besaran pengaruh yang berada di urutan
kedua dari keempat variable bebas yang diteliti.
4. Sumber daya berpengaruh secara langsung dan tidak langsung
terhadap implementasi kebijakan pembangunan desa transmigrasi di
Kabupaten Mamuju. Dibandingkan dengan besaran total pengaruh
100
101
diantara kesemua variable, maka komunikasi menempati besaran
pengaruh yang paling tinggi.
B. Saran-saran
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju perlu lebih meningkatkan
komunikasi antar organisasi perangkat daerah yang memiliki urusan di
sektor pembangunan desa transmigrasi. Peningkatan komunikasi yang
dilakukan terutama yang berkaitan dengan bagaimana
mengtransmisikan isi dari kebijakan pembangunan desa transmigrasi
yang ada di Kabupaten Mamuju. Hal ini penting sebab kejelasan isi
dan konsistensi dari isi dari pesan atau informasikan dikomunikasikan
akan menjadi pegangan dari para implementor di lapangan. Tanpa
adanya kejelasan dan konsisten dari isi komunikasi akan dapat
menimbulkan gangguan dalam implementasi pembangunan desa
transmigrasi Kabupaten Mamuju.
2. Demikian juga halnya dengan perbaikan dari koordinasi antara
perangkat daerah perlu terus diperbaiki, baik dalam hal koordinasi
vertical yaitu antara instansi yang vertical maupun instansi yang sejajar
atau koordinasi horizontal. Dengan adanya koordinasi maka arah dari
kegiatan pembangunan desa transmigrasi di Kabupaten Mamuju dapat
seiring dan saling menunjang dalam pencapaian atau
pengimplementasikan tujuan dari kebijakan transmigrasi, yaitu
tercapainya peningkatan kesejahteraan penduduk pendatang dan
penduduk asli, terjadinya pemerataan pembangunan, dan terciptanya
persatuan dan kesatuan bangsa di wilayah ini.
102
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, O.S., 1993. Indonesian Transmigrants and Adaptation. An
Ecological Anthropological Perspective. Centers for South and southeast Asia Studies, University of California at Berkeley.
Alderfer, C.P., 1972. Existence, relatedness, and growth: Human needs in
Organizational Setting, New York: Free Press.
Ali, M. Saleh S., 2000. Pengetahuan Lokal Dan Pembangunan Pertanian berkelanjutan: Perspektif Dari Kaum Marjinal. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Anonim, 2004. Pengkajian produktivitas dan Performansi Kerja Petani-Nelayan. Jurnal Pengkajian Volume 02. Badan Pengkajian SDM Pertanian, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Jakarta.
Anonim, 1973. Knowledge And Society. American Sociology. Voice of America Forum Lecture. USA.
Arifin, B., 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia. Telaah Struktur, Kasus, dan Alternatif Strategi. Erlangga, Jakarta.
Arikunto, S., 1997. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Asnawi S. 2002. Teori Motivasi: Dalam Pendekatan Psikologi Industri Organisasi. Studio Press. Jakarta.
Azwar, S. (1995). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
BPP Sidoraharjo, 2007. Laporan Tahunan BPP Sidoraharjo 2007. Kecamatan Sukamaju
BPS Mamuju Utara, 2005. Kelurahan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utaradalam Angka 2004. BPS Propinsi Sulawesi Selatan.
BPS Mamuju Utara, 2006. Kelurahan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utaradalam Angka 2005. BPS Propinsi Sulawesi Selatan
103
BPS Mamuju Utara, 2007. Kelurahan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utaradalam Angka 2006. BPS Propinsi Sulawesi Selatan.
BPS Sulawesi Selatan, 2006. Penduduk Indonesia, Hasil Sensus
Penduduk Tahun 2005. Seri L2.2. Badan Pusat Statistik, Indonesia.
Butarbutar, Timbul. 2007. Pengaruh Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi,
dan Struktur Birokrasi terhadap Kualitas Pelayanan Angkutan Kota. Studi Implementasi Kebijakan Angkutan Kota di Kota Bogor. Disertasi, Universitas Padjadjaran Bandung.
Chambers, Robert and Gordon Conway, 1992. Sustainable Rural
Livelihoods: Practical Concepts for the 21st Century. Cronbach, L.,J. (1984). Essentials of Psychological Testing, 4th edition.
New York: Harper and Row.
Daljoeni, 1997. Strategi Adaptasi. Gajahmada University Press,Yogyakarta.
Dayakisni, T., dan Hudaniah. 2003. Psikologi Sosial. UMM, Malang. Danny dan Davies, 1982. The Act of Creativity. Oxford University Press.
London. Daniel, M., 2005. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Bumi Aksara. Dedi Supriadi, 1994. Pengukuran Kreativitas PT. Rineka Cipta. Jakarta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Kabupaten Mamuju Utara,
2006. LaporanTahunan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kelurahan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utaratahun 2007.
Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan, 2007. Laporan Tahunan 2007. Dinas
Perkebunan Sulawesi Selatan Ellis, F., 2000. Rural Livelihoods and Diversity in Developing Countries.
Oxford University Press. New York. Freedman, Ronald (et.al), 1982. Principles of Sociolgy. A Text with
Readings, New York: Holt Gavin, 1975. The Problems of Urbanization In Indonesia. Airlangga
University Press, Surabaya.
104
Gerungan, W.H., 1997. Psychology Social. Bandung: P.T. Eresco. Guinness, P., 1977. Transmigration in South Kalimantan and South
Sulawesi. Population Institute, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Handoko, M. 1992. Motivasi: Daya Penggerak Tingkah Laku, Hagen, E. Everett, 1961. On The Theory of Social Change. How
Economic Growth Begins. Illinois. The Dorsey Press. Hasibuan, M. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia. Bumi Aksara,
Jakarta. Harjono, J. M. 1997. Transmigration in Indonesia. Oxford in Asia Current
Affairs. Harvey, C., 1992. Motivasi Yang Sukses. British Institute of Management.
P.T. Kesaint Blanc Coorp. Jakarta. Havelock, 1973. The Human Problems of Innovation. HMSO.London Heeren, 1979. Transmigration in Indonesia. Gramedia, Jakarta. Herzberg, Frederick W.,1987. The Motivation to Work. Wiley, New York. Hasbullah, 2006. Social Capital. Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia. MR-United Press, Jakarta. Hill, Donald R., 1977. The Impact of Migration on Metropolitan. Grenada,
USA Hilgard, E.R. et all., 1971. Introduction to Psychology. Harcourt Brace
Jovanovich, Inc. New York, USA. Huberman, M. 1992. Analisis Data Kualitatif, University of Indonesia
Press. Jakarta. Isnanto, B.S, 1984. Hubungan antara Motivasi Berprestasi, Motivasi
Berafiliasi, dan Motivasi Berkuasa. Universitas Gajahmada, Yogyakarta.
Issac, s., dan Michael, W.B. 1983. Hand Book in Research and
Evaluation. 2nd Edition, California-USA: Edits Publishers.
105
Kahler, 1985. Methods in Adult Education. Interstate Printers and Publishers, Inc. Illinois.
Kartono, K. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Penerbit C.V.
Mandar Maju, Bandung. Kerlinger, F.N. (1996). Asas-asas Penelitian Behavioral. (Terjemahan,
L.R. simatupang). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Koentjaraningrat, 1984. Masyarakat di Indonesia Masa Ini. Yayasan
Penerbit Fakulatas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Koentjaraningrat, 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. Laurer, R.H., 2003. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. PT. Rineka
Cipta, Jakarta. Lee, Everett, 1969. A Theory of Migration, Cambridge: University Press. Liliweri, A., 1994. Perspektif teoritis, Komunikasi Antarpribadi (Suatu
Pendekatan Ke Arah Psikologi Sosial Komunikasi. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Luthans, F., 1989. Organizational Behavior. McGraw-Hill Book Co. United
State of Amerca Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I., 2005. Pengantar Teknologi Pertanian.
Penebar Swadaya. Jakarta. Mantra, I.B., 2000. Demografi Umum. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Mardikanto, T., 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Sebelas
Maret University Press, Surakarta. McClelland, David, 1961. The Achieving Society. Harper, New York. Micklin, M. And Choldin, H.M. Sociological Human Ecology. Contemporary
Issues and Applications. West view Press/Boulder and London Moleong, L.J., 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit PT.
Remaja Rosdakarya. Bandung. Mubyarto, 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian LP3ES, Jakarta.
106
Munandar, 1988. Ilmu Sosial Dasar. Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Indonesia. P.T. Refika Aditama, Bandung
Nadler, D.A., Lawler E.E., 1983. Motivation: A Diagnostic Approach. New
York: McGraw Hill. Narwoko, J.D. dan Suyanto, B., 2004. Sosiologi. Teks Pengantar Dan
Terapan. Prenada Media. Jakarta. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor. Ngelow, Z.T., 2006 Perspektif Gereja terhadap Nilai-nilai Budaya
Tradisional di Sulawesi Selatan* Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan
Transmigrasi Powell, S., 1983. Mobility and Adaptation. Southern Illinois University
Press. Pomp, M. 1994. Smallholders and Innovation Adoption. Cocoa in
Sulawesi, Indonesia. Purwanto, 2007. Instrumen Penelitian Sosial Dan Pendidikan.
Pengembangan dan Pemanfaatan . Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Putnam, R.D., 2002. Bowling Together. TAP Riduwan dan Akdon, 2007. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika.
Alfabeta, Bandung. Ritzer, G. dan Goodman, J.D., 2004. Teori Sosiologi Modern. Edisi
Keenam. Kencana. Jakarta. Ritzer, G., 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. PT.
RajaGrafindo Persada. Jakarta. Rogers, E.M. and Kinkaid, L., 1981. Communication Network. Toward a
New Paradigm for Research. The Free Press. A Division of Macmillan Publishing Co. Inc. New York.
Rogers, E.M., 1976. Komunikasi Dan Pembangunan. Perspektif Kritis.
LP3ES Russel, E.W., (1980), Soil Conditioner and Plant growth, Longman group
Ltd., London.
107
Santoso, S., 2004. SPPSS Versi 11,5 for Windows. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Elex Media Computindo, Jakarta.
Sarjono, 2001. Mobilitas Penduduk Desa-Kota. Universitas Indonesia,
Jakarta Selo Soemardjan, 1983. Sifat Panutan dalam Pandangan Masyarakat
Indonesia. Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional MIPI. Jakarta.
S. Rahayu. 1979. Aspek Ekonomi Penguasaan Tanah dan Hubungan
Agraria, SDP/SAE, Bogor. Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R & D.
CV Alfabeta, Bandung. Soekanto, S. 2002. Sosiologi. Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. Sukartawi 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi, PT.
Rajawali Pers, Jakarta. Sukidin, dkk., 2003. Pengantar Ilmu Budaya. Insan Cendekia, Surabaya. Suparman, I.A. 1987. Statistik Sosial. PT. Rajawali Pers, Jakarta. Suparno, E., 2007. Paradigma Baru Transmigrasi. Menuju Kemakmuran
Rakyat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
_________, 2006 Paparan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I.” Mendukung Pembangunan Tujuh Propinsi Melalui Penyelenggaraan Transmigrasi Paradigma Baru. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Jakarta.
Suparmoko, 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam Lingkungan. Suatu
Pendekatan Teoritis BPFE, Yogyakarta. Suryabrata, S. 1993. Metodologi Penelitian. C.V. Rajawali, Jakarta. Susanto, F.X., 2000. Tanaman Cacao. Budidaya dan Pengolahannya Sutanto. J., 2006. Revitalisasi Pertanian Dan Dialog Peradaban. Penerbit
Buku Kompas, Jakarta
108
Swasono, S.E., 1986. Transmigrasi di Indonesia 1905-1985. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Syafa’aat, dkk., 2005. Pertanian. Menjawab Tantangan Ekonomi
Nasional. Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta. Syafa’aat, N., Supena F., dan Saktyanu K.D. 1998. Mobilitas Penduduk
Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta. Syafa’aat, N., S.H. Susilowati, dan D. Hidayat, 1998. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Peluang Migrasi. JAE Vol. (2):3. Bogor. Syaastad, A.L., 1972. The Cost and Returning of Human Migration in
Regional Economics: A Readers (H.W.Richardson,ed). The University Press.Glasgow.
Sztompka, P., 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada Media. Jakarta Tarumingkeng, 2003. Transmigration and Development in Indonesia,
University of Pittsburgh. Taylor, R.C., 1970. Migration and Motivation: A Study of Determinants and
Types. In Migration. Cambridge University Press. Thompson, W.S. dan D.T. Lewis, 1970. Population Problems. New York:
McGraw-Hill. Tjasyono, B., 2004. Klimatologi. Penerbit ITB, Bandung Undang Undang No 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian Utomo, M., Transmigrasi: Membangun dan Merekatkan Bangsa. Opini
pada Media Lampung. Desember 2007. Veeger, K.J., 2001. Ilmu Budaya Dasar. Gloria, Jakarta. Wae, J.N. 2004. Nilai Strategis Kawasan Indonesia Timur. Opini pada
Media Departemen dan Tenaga Kerja Dan Transmigrasi. htpp://www.narkertrans.go.id
Wahjosumidjo, 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Ghalia Indonesia,
Jakarta. Walgito, B., 1991. Psikologi Sosial. Suatu Pengantar. Andi Offset,
Yogyakarta.
109
Warsono, S.H. 2005. Transmigrasi, Perpindahan Penduduk Dan Disparitas Ekonomi Wilayah. Pascasarjana pada Program Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Universitas Indonesia, Jakarta.
William P. A., 1972. Motives and Motivation,” dalam The Encyclopedia of
Philosophy, vol. 5, reprint edition (New York: Macmillan Pubblishing Co., Inc. & The Free Press, 1972), hal. 399-409.
Wim van Zanten, 1994. Statistika Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. Winoto, J. 1995. Impact of Urbanization on Agricultural Development in
Nothen Coastal Region West Java. Michigan State University and University Microfilm. USA, Michigan
Wiradi, G. and C. Manning. 1984. Land Ownership, Tenancy and Source
of Household Income Community Pattern form a. Partial Recensus of Eight Villages in Rural Java. SDP/SAE, Bogor.
Wirartha, I.M., 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit Andi
Yogyakarta. Wlodkowski, 1986. Motivation and Teaching: Washington DC: National
Education Association. http://www.google.com 3 September 2008 jam 12.00 Ardika, I.W., 2008.
Kebudayaan Lokal , Multikultural, dan Politik Identitas Refleksi Hubungan Antaretnis.
110
KUESIONER
A. IDENTITAS RESPONDEN
a. Nama Responden (boleh tdk ditulis) ………………………………………
b. Jenis Kelamin : (1) Kali-laki (2) Perempuan
c. Unit kerja :
……………………………………………………………………...
…………………………………………………………………………………..
d. Pangkat/Golongan : ………………………………………………………..
e. Pendidikan : …………………………………………………..
B. KOMUNIKASI
1. Apakah Bapak/Ibu/Sdr(1) memahami apa yang dikomunikasikan
berkaitan dengan tuas-tugas and di desa ini?
a. Sangat tidak memahami
b. Tidak memahami
c. Cukup memahami
d. Memahami
e. Sangat memahami
2. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) isi kebijakan pembangunan desa
transmigrasi dapat diketahui secara jelas ?
a. Sangat tidak jelas
b. Tidak jelas
c. Cukup jelas
d. Jelas
e. Sangat jelas
111
3. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) isi kebijakan pembangunan desa
transmigrasi dapat sudah konsisten?
a. Sangat tidak konsisten
b. Tidak konsisten
c. Cukup konsisten
d. Konsisten
e. Sangat konsisten
C. STRUKTUR BIROKRASI
4. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) petugas-petugas yang ada dalam
melaksanakan tugasnya sudah terkoordinasi ?
a. Sangat tidak terkoordinasi
b. Tidak terkoordinasi
c. Cukup Terkoordinasi
d. Terkoordinasi
e. Sangat terkoordinasi
5. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) apakah standar operasional prosedur
yang ada sudah sesuai ?
a. Sangat tidak sesuai
b. Tidak sesuai
c. Cukup sesuai
d. Sesuai
e. Sangat sesuai
112
D. DISPOSISI
6. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) apakah petugas yang ada di lapangan
memiliki sikap prasangka terhadap sesame petugas lapangan yang
ada ?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
7. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) apakah petugas yang ada di lapangan
memiliki sikap puas terhadap pekerjaan mereka ?
a. Sangat tidak puas
b. Tidak puas
c. Cukup Puas
d. Puas
e. Sangat puas
8. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) apakah petugas yang ada di lapangan
memiliki sikap yang berkomtmen terhadap organisasi ?
a. Sangat tidak berkomitmen
b. Tidak berkomitmen
c. Cukup berkomitmen
d. Berkomitmen
e. Sangat berkomtmen
113
E. SUMBER DAYA
9. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) apakah petugas yang ada di lapangan
memiliki kompetensi yang sesuai dengan tugasnya ?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
10. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) apakah petugas yang ada di lapangan
memiliki ketrampilan yang sesuai dengan tugasnya ?
a. Sangat tidak terampil
b. Tidak terampil
c. Cukup terampil
d. Terampil
e. Sangat terampil
11. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) apakah fasilitas yang tersedia ?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
114
IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN DESA TRANSMIGRASI
A. Kesejahteraan Penduduk Trans dan Sekitar
12. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) apakah pemukiman transmigrasi yang
anda bina mengalami perkembangan ?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup Tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi.
13. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) apakah dalam pemukiman transmigrasi
yang anda bina tersedia lapangan kerja?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup Tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
B. Pemerataan Pembangunan Daerah
14. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) bagaimana kontribusi pemukiman
transmigrasi terhadap pembangunan di daerah ini?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
115
15. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) bagaimana dampak pemukiman
transmigrasi terhadap lingkungan fisik di daerah ini?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
16. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) bagaimana dampak pemukiman
transmigrasi terhadap lingkungan social budaya di daerah ini?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
C. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
17. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) bagaimana tingkatan integrasi antara
penduduk transmigrasi dengan penduduk asli di daerah ini?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
18. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) bagaimana tingkatan asimilasi antara
penduduk transmigrasi dengan penduduk asli di daerah ini?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
116
19. Menurut Bapak/Ibu/Sdr(1) bagaimana tingkatan keteganan social
antara penduduk transmigrasi dengan penduduk asli di daerah ini?
a. Sangat rendah
b. Rendah
c. Cukup tinggi
d. Tinggi
e. Sangat tinggi
Terima kasih
atas kerjasama Bapak/Ibu/Sdr(i) dalam memberikan informasi
lewat pengisian kuesioner ini
117
PERHITUNGAN PATH DENGAN X1, X2, X3, X4, dan Y
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
15.7353 10.92234 45
KOMUNIKASI 6.1889 3.72865 45
DISPOSISI 6.1953 3.92612 45
SUMBER DAYA 5.6664 3.81006 45
STRUKTUR ORGANISASI 3.5491 2.86667 45
Correlations
IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI KOMUNIKASI DISPOSISI
SUMBER DAYA
STRUKTUR ORGANISASI
Pearson Correlation IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
1.000 .960 .977 .983 .923
KOMUNIKASI .960 1.000 .940 .937 .861
DISPOSISI .977 .940 1.000 .959 .906
SUMBER DAYA .983 .937 .959 1.000 .950
STRUKTUR ORGANISASI .923 .861 .906 .950 1.000
Sig. (1-tailed) IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
. .000 .000 .000 .000
KOMUNIKASI .000 . .000 .000 .000
DISPOSISI .000 .000 . .000 .000
SUMBER DAYA .000 .000 .000 . .000
STRUKTUR ORGANISASI .000 .000 .000 .000 .
N IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
45 45 45 45 45
KOMUNIKASI 45 45 45 45 45
DISPOSISI 45 45 45 45 45
SUMBER DAYA 45 45 45 45 45
STRUKTUR ORGANISASI 45 45 45 45 45
118
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .993a .986 .985 1.35801
a. Predictors: (Constant), STRUKTUR ORGANISASI, KOMUNIKASI,
DISPOSISI, SUMBER DAYA
b. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5175.325 4 1293.831 701.569 .000a
Residual 73.768 40 1.844
Total 5249.093 44
a. Predictors: (Constant), STRUKTUR ORGANISASI, KOMUNIKASI, DISPOSISI, SUMBER DAYA
b. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -1.428 .408 -3.499 .001
KOMUNIKASI .605 .179 .207 3.376 .002
DISPOSISI .889 .203 .320 4.381 .000
SUMBER DAYA 1.475 .285 .515 5.173 .000
STRUKTUR ORGANISASI -.127 .237 -.033 -.535 .596
a. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
119
120
PERHITUNGAN PATH DENGAN X1, X3, X4, dan Y
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
15.7353 10.92234 45
KOMUNIKASI 6.1889 3.72865 45
DISPOSISI 6.1953 3.92612 45
SUMBER DAYA 5.6664 3.81006 45
Correlations
IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI KOMUNIKASI DISPOSISI SUMBER DAYA
Pearson Correlation IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
1.000 .960 .977 .983
KOMUNIKASI .960 1.000 .940 .937
DISPOSISI .977 .940 1.000 .959
SUMBER DAYA .983 .937 .959 1.000
Sig. (1-tailed) IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
. .000 .000 .000
KOMUNIKASI .000 . .000 .000
DISPOSISI .000 .000 . .000
SUMBER DAYA .000 .000 .000 .
N IMPLEMENTASI
TRANSMIGRASI
45 45 45 45
KOMUNIKASI 45 45 45 45
DISPOSISI 45 45 45 45
SUMBER DAYA 45 45 45 45
121
Correlations
IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI KOMUNIKASI DISPOSISI SUMBER DAYA
Pearson Correlation IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
1.000 .960 .977 .983
KOMUNIKASI .960 1.000 .940 .937
DISPOSISI .977 .940 1.000 .959
SUMBER DAYA .983 .937 .959 1.000
Sig. (1-tailed) IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
. .000 .000 .000
KOMUNIKASI .000 . .000 .000
DISPOSISI .000 .000 . .000
SUMBER DAYA .000 .000 .000 .
N IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
45 45 45 45
KOMUNIKASI 45 45 45 45
DISPOSISI 45 45 45 45
SUMBER DAYA 45 45 45 45
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .993a .986 .985 1.34614
a. Predictors: (Constant), SUMBER DAYA, KOMUNIKASI, DISPOSISI
b. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5174.798 3 1724.933 951.907 .000a
Residual 74.295 41 1.812
Total 5249.093 44
a. Predictors: (Constant), SUMBER DAYA, KOMUNIKASI, DISPOSISI
b. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
122
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -1.386 .397 -3.492 .001
KOMUNIKASI .631 .171 .215 3.686 .001
DISPOSISI .882 .201 .317 4.393 .000
SUMBER DAYA 1.368 .202 .477 6.773 .000
a. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value -1.3863 29.3840 15.7353 10.84477 45
Residual -4.07207 2.53125 .00000 1.29943 45
Std. Predicted Value -1.579 1.259 .000 1.000 45
Std. Residual -3.025 1.880 .000 .965 45
a. Dependent Variable: IMPLEMENTASI TRANSMIGRASI
123
124