administrasi dan kebijakan kesehatan fakultas …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/...1 -...
TRANSCRIPT
-
1
-
SKRIPSI
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KINERJA PERAWAT DI BAGIAN UNIT RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM DAYA MAKASSAR
TAHUN 2012
NURBAYA.K
K11107683
ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
-
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan segala rahmat dan puji syukur atas kehadirat Allah
SWT, atas kesempatan, keselamatan, dan kesehatan yang diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kinerja Perawat Di Bagian Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya
Makassar Tahun 2012”.
Skripsi ini merupakan pengalaman yang sangat berharga, meskipun dalam
penuyusunannya menemui banyak hambatan dan masih terdapat banyak kekurangan
didalamnya. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Tak lupa pula penulis mengucap syukur kehadirat Nabi besar junjungan kita
Muhammad SAW yang telah mengajarkan untuk tetap sabar dalam melakukan hal
apapun dalam hal ini penilitian, penulisan skripsi dan selama perkuliahan. Terima
kasih yang sebesar - besarnya kepada kedua orang tua yang tersayang Usman K.
(Ayah) Alm Siti Salma(Ibu)Atas doanya dan kasih sayang yang telah membesarkan
dan mendidik penulis, serta kakak-kakakku dan adik yang selama ini juga
mendukung penulis selama kuliah .
Penyusunan skripsi ini terselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin sampaikan
penghargaan dan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Asiah Hamzah, Dra, MA dan Muh. Yusran Amir, SKM, MPH
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk
membimbing skripsi yang saya ajukan hingga selesai.
-
3
2. Prof. Dr. H. Indar, SH, MPH dan Dra. H. M. Alwy Arifin, M.Kes.Rahma,
SKM,M.Sc (PHC). selaku penguji yang telah meluangkan waktunya dan telah
memberi banyak kritikan dan saran dalam pencapaian proses ini.
3. Seluruh dosen dan staf Bagian Administrasi Kebijakan Kesehatan yang telah
banyak membantu hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Dekan FKM Unhas, dosen dan seluruh pegawai FKM Unhas yang telah banyak
memberikan ilmu dan keterampilan yang tak ternilai harganya bagi penulis
selama di bangku perkuliahan.
5. Direktur RSU Daya Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan beserta staf yang telah
memberi izin dan memfasilitasi penulis untuk melaksanakan dan menyelesaikan
penelitian.
6. Semua teman-teman bagian Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK) angkatan
2007 yang selalu memberi semangat kepada peneliti.
7. Teman - teman seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat angkatan 2007
yang tidak akan terlupakan Terima Kasih atas waktunya dan suportnya.
8. Keluarga besar Jacuba Tomanima Dan keluarga Kaisuku yang selalu memberi
dukungan dan spirit kepada peneliti.
9. Untuk Sahabat - sahabat dan orang yang terkasih yang selalu menemani, memberi
masukkan dan selalu ada buat penulis, Yasmin Alkatiri, Mirna Indriyanti Lating,
Drana Elkel, Sundus, Nadia A Fadirubun, Silvia N Rahawarin,Ayu M Wally,Rudi
Parera,Ali dan Pasyaroullah Elly.
-
4
10. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam
penulisan skripsi ini yang tidak sempat penulis sebut namanya, trima kasih yang
tak terhingga.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
Makassar, 10 Februari 2013
Nurbaya.K
Penulis
-
5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
ABSTRAK................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 2
A. Latar Belakang masalah ................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 9
a. Tujuan Umum ............................................................................ 9
b. Tujuan Khusus ........................................................................... 9
D. Manfaat Peneltian ........................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 11
A. Tinjauan Umum tentang kinerja ...................................................... 11
1. Pengertian Kinerja ..................................................................... 11
2. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja ........................ 12
3. Penilaian Kinerja ........................................................................ 13
B. Tujuan umum tentang perawat ....................................................... 15
1. Pengertian Perawat ................................................................... 15
2. Tugas dan fungsi perawat .......................................................... 15
-
6
3. Peran Perawat ........................................................................... 17
C. Tinjauan Umum Tentang Unit Rawat Inap ....................................... 19
D. Tinjauam Umum Tentang Variabel yang diteliti ............................... 20
1. Motivasi .................................................................................... 20
2. Kepemimpinan .......................................................................... 22
3. Tinjauan Umum tentang pendidikan dan pelatihan (Diklat) ....... 30
BAB III KERANGKA KONSEP ......................................................................... 33
A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti ............................................. 33
B. Pola Pikir Variabel yang Diteliti ........................................................ 35
C. Defenisi Opersional ......................................................................... 37
1. Motivasi .................................................................................... 37
2. Kepemimpinan .......................................................................... 39
3. Pendidikan dan pelatihan (Diklat) .............................................. 41
D. Hipotesis ......................................................................................... 43
1. Hipotesis Nul ( Ho) ..................................................................... 43
2. Hipotesis Alternatif (Ha) ............................................................ 43
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 44
A. Jenis Peneltian................................................................................. 44
B. Lokasi Penelitian.............................................................................. 44
C. Populasi dan Sampel ....................................................................... 44
-
7
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 45
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................... 46
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 49
A. Hasil Peneltian................................................................................. 49
B. Pembahasan .................................................................................... 58
1. Imbalan ..................................................................................... 58
2. Kepemimpinan .......................................................................... 62
3. Pendidikan dan Pelatihan ( Diklat) ............................................. 64
4. Insentif ...................................................................................... 68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 74
A. Kesimpulan...................................................................................... 74
B. Saran ............................................................................................... 75
Daftar Pustaka
Kusioner
Lampiran
-
8
ABSTRAK
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Administrasi Kebijakan Kesehatan/AKK
Makassar, Februari 2013
NURBAYA.K
“FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA
PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAYA
MAKASSAR TAHUN 2012”
(ix + 71 halaman + 13 tabel +6 lampiran)
Mutu sumber daya kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini
tercermin dari kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang belum
optimal. Di Indonesia, perawat profesional baru mencapai 2% dari total perawat yang
ada. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Filipina yang sudah mencapai
50% dengan pendidikan strata satu dan dua. Hal ini yang harusnya mampu dibenahi
dan bukan hanya mengenai jumlah perawat tetapi peningkatan kualitas dan kinerja
Jenis penelitian adalah penelitian observasi analitik dengan desain cross-
sectional yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang berhubungan
dengan kinerja perawat di RSU Daya Makassar. Jumlah sampel sebanyak 117
responden dengan metode sampling sistematic random sampling. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Analisis statistik yang
digunakan adalah uji Chi-Square.
Dari hasil analisis statistik diperoleh kinerja yang tidak baik sebesar 37.6%.
Hasil analisis bivariat menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara faktor
imbalan(p=0,000), kepemimpinan(p=0,000), pendidikan dan pelatihan (p=0,037) dan
pemberian intensif (0,037) terhadap peningkatan kinerja.
Disarankan kepada pihak RSU Daya Makassar agar lebih memperhatikan
kesejahteraan perawat untuk peningkatan kinerja kearah yang lebih baik.
Daftar Bacaan : 34 (2002-2012)
Kata kunci : Kinerja Perawat
-
9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 disebutkan
bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2008, jumlah sumber daya manusia
kesehatan belum memadai. Rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih
rendah. Men naga kesehatan juga belum menggembirakan, sekalipun sejak tahun
1992 telah diterapkan kebijakan penempatan tenaga dokter dan bidan dengan sistem
Pegawai Tidak Tetap (PTT). Pada tahun 2008, terdapat 185.401 orang yang bertugas
di puskesmas dengan rincian 157.030 tenaga kesehatan dan 28.371 tenaga non
kesehatan. Dari seluruh jumlah tenaga kesehatan, dokter umum yang berugas di
puskesmas sebanyak 11.865 orang. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2007,
yaitu sebanyak 11.701 orang. Bila dibandingkan antara jumla puskesmas yang ada
(8.548 puskesmas) dengan jumlah dokter, maka rasio dokter umum adalah 1,39
dokter umum per puskesmas. Jumlah dokter gigi pada tahun 2008 sebanyak 5.278
orang. Bila dibandingkan dengan jumlah puskesmas maka dapat diartikan bahwa
-
10
belum seluruh puskesmas memiliki dokter gigi. Jumlah perawat di seluruh puskesmas
sebanyak 55.194 orang, sehingga rata-rata tiap puskesmas memiliki 6-7 perawat
(Depkes RI, 2008 )
Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Keperawatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia bekerjasama dengan World Health Organization (WHO) tahun
2008 di Provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menemukan bahwa 70% perawat dan bidan
selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan, 39,8% masih melakukan
tugas-tugas kebersihan, 47,4% perawat dan bidan tidak memiliki uraian tugas dan
belum dikembangkan monitoring dan evaluasi kinerja perawat dan bidan khususnya
mengenai keterampilan, sikap, kedisiplinan dan motivasi kerjanya.
Mutu sumber daya kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini
tercermin dari kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang belum
optimal. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004
ditemukan 23,2% masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Jawa dan Bali
menyatakan tidak atau kurang puas terhadap pelayanan rawat jalan yang
diselenggarakan oleh rumah sakit pemerintah di kedua pulau tersebut.
Dalam hal peningkatan tenaga keperawatan, perkembangan pelayanan
keperawatan saat ini telah melahirkan paradigma keperawatan yang menuntut adanya
pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini dapat dilihat dari adanya dua fenomena
sistem pelayanan keperawatan yakni perubahan sifat pelayanan dari fakasional
menjadi profesional dan terjadinya pergeseran fokus pelayanan asuhan keperawatan.
-
11
Fokus asuhan keperawatan berubah dari peran kuratif dan promotif menjadi
peran promotif, pereventif, kuratif dan rehabilitatif. Disiplin dan motivasi tenaga
keperawatan yang baik dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan
harapan bagi semua pengguna pelayanan. Disiplin dan motivasi yang rendah akan
berdampak negatif, karena pengguna jasa pelayanan akan meninggalkan Puskesmas
dan beralih ketempat pelayanan kesehatan lainnya. Untuk itu diperlukan tenaga
perawat yang profesional yang dapat memberikan pelayanan keperawatan yang
efektif, efisien dan bermutu.
Di Indonesia, perawat profesional baru mencapai 2% dari total perawat yang
ada. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Filipina yang sudah mencapai
50% dengan pendidikan strata satu dan dua.
Dari hasil survey Depkes tahun 2008 menunjukkan bahwa tenaga kesehatan di
seluruh Indonesia khususnya perawat yaitu sekitar 211.422 orang tenaga perawat dari
769.832 orang tenaga kesehatan diseluruh Indonesia. Sedangkan untuk tahun 2010
direncanakan seluruh tenaga kesehatan 1.305.000 orang tenaga kesehatan dan
355.441 orang tenaga perawat profesional yang dibutuhkan. Secara keseluruhan
tampaknya jumlah pengembangan dan penyediaan tenaga kesehatan pada tahun 2010
cukup seimbang. Akan tetapi, bila ditinjau secara lebih spesifik pengembangan untuk
beberapa kategori kesehatan profesional masih kurang mencukupi yaitu salah satunya
tenaga perawat.
Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Mungkajang Kota Palopo pada Tahun
2011 menunjukkan bahwa adanya hubungan antara gaya kepemimpinan (instruksi,
-
12
konsultasi, partisipasi dan delegasi) dalam hal ini kepala puskesmas Mungkajang
dengan kinerja (kehadiran, kerjasama, mutu pekerjaan, sikap, dan pengetahuan
tentang pekerjaan) tenaga kesehatan X²hit (8,00) > X²tab (7,81) (Ardiansyah, 2011).
Penelitian yang dilakukan di RS Kusta Sungai Kundur Palembang pada Tahun
2006 menunjukkan bahwa kepemimpinan, kemampuan, dan kompensasi (bersama-
sama) secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja perawat. (p=0.000 < 0.05)
(Lukman, 2008).
Pengembangan karir perawat masing-masing rumah sakit berbeda dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti motivasi, minat, kesempatan pegawai dan
dukungan pimpinan serta ketersediaan dana pendidikan.
Hasil penelitian di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Lasinrang Kabupaten
Pinrang menunjukkan responden dengan motivasi kerja cukup sebagian besar
terdistribusi pada kinerja cukup sebanyak 31 responden (54,4%). Dan responden
dengan pelatihan cukup sebagian besar terdistribusi pada kinerja cukup sebanyak 39
(68,4%) sedangkan responden dengan pelatihan kurang sebagian besar terdistribusi
pada kinerja kurang sebanyak 24 responden (77,4%) ( Natsir dan Joeharno, 2008 ).
Rumah Sakit Umum Daya Makassar adalah satu-satunya Rumah Sakit milik
Pemerintah Kota Makassar dan merupakan Konversi dari Puskesmas Plus Daya
menjadi Rumah Sakit Umum Daya Tipe C sesuai Surat Izin Operasional dari
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : HK 01.021.2.4474 Tanggal 28 oktober 2002 serta Surat Keputusan Walikota
Makassar Nomor 50 Tahun 2002, Tanggal 6 November 2002 tentang Penetapan
-
13
Puskesmas Plus Daya menjadi Rumah Sakit Umum Daya Tipe C dan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 967/Menkes/SK/X/2012 tanggal 22 Oktober
2012. Rumah Sakit Umum Daya juga merupakan Pusat Rujukan Pintu Gerbang Utara
Makassar sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan
SK Gubernur Nomor 13 tahun 2012 (Profil RSU Daya Makassar Tahun 2011).
Rumah Sakit Umum Daya Makassar merupakan salah satu rumah sakit tipe C
yang ada di Makassar. Rumah Sakit Umum Daya Makassar memiliki jumlah pegawai
secara keseluruhan adalah sebanyak 312 orang yang terdiri dari 165 orang karyawan
tetap dan 147 orang karyawan kontrak. Rumah sakit ini dilengkapi dengan fasilitas,
pelayanan medik maupun pelayanan penunjang medic (Profil RSU Daya Makassar
Tahun 2011).
Berdasarkan data sekunder mengenai penilaian kinerja rumah sakit tahun 2011
yang menggunakan indikator Tingkat Penggunaan Sarana Pelayanan menggunakan
BOR ( Bed Occupation Rate ) diperoleh 66,80 % pada Oktober tahun 2011, 57,16 %
pada November tahun 2011 dan 56,23 % pada Desember tahun 2011.
Rata-rata pasien rawat jalan perhari tahun 2008 adalah 84 Orang, tahun 2009
adalah 80 orang, tahun 2010 sebesar 79 0rang dan tahun 2011 sebesar 70 orang.
Jumlah kunjungan rawat jalan tahun 2008 adalah 30541. Jumlah pengunjung rawat
inap tahun 2008 adalah 2894 Orang (Profil RSU Daya Makassar tahun 2011).
Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara kepada
kepala perawat Rumah Sakit Umum Daya Makassar, ibu Hj. Sitti Arafah, ditemukan
bahwa beban kerja perawat di rumah sakit tidak sesuai dengan persepsi pekerjaan
-
14
yang diinginkan perawatnya. Selain itu banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan
oleh seorang perawat dengan tidak adanya reward jika perawat lembur atau memiliki
kinerja yang baik juga dikeluhkan oleh perawat rumah sakit. Hal ini disebabkan
karena rumah sakit yang memiliki masalah keuangan (kurangnya keuangan rumah
sakit).
Hal tersebut menunjukkan bahwa kurang baiknya peningkatan kualitas kinerja
pelayanan rumah sakit dan tidak adanya perhatian pada kinerja perawat. Adanya
masalah seperti ini akan menjadikan perawat sebagai pemberi pelayanan dan
pengguna sarana harus ditingkatkan kualitas kinerjanya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
a. Apakah ada hubungan antara motivasi kerja terhadap kinerja tenaga perawat di Unit
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya Makassar tahun 2012 ?
b. Apakah ada hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja tenaga perawat di Unit
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya Makassar tahun 2012?
c. Apakah ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap kinerja
tenaga perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya Makassar tahun 2012?
urut pendataan Potensi Desa oleh BPS pada tahun 2008, jumlah dokter di
Indonesia sebanyak 44.759 orang, dengan rasio 19,59 dokter per 100.000 penduduk.
Jumlah dokter gigi pada tahun 2008 sebanyak 7.409 orang dengan rasio sebesar 3,35
-
15
dokter gigi per 100.000 penduduk, dan bidan sebanyak 98.074 orang dengan rasio
42,9 orang per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2008).
Penyebaran teTujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja tenaga perawat
di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya Makassar Tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja terhadap kinerja tenaga
perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya Makassar tahun 2012.
b. Untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja tenaga
perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya Makassar tahun 2012.
c. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) terhadap
kinerja tenaga perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya Makassar
tahun 2012.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja tenaga perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daya Makassar yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam
upaya membentuk tenaga perawat yang lebih kompeten.
-
16
2. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah dan sumber
informasi bagi peneliti selanjutnya.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan peneliti
serta memperoleh pengalaman dilapangan.
-
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja dari individu atau kelompok yang merupakan wujud
nyata dari hasil olah kreatifitas, kemampuan, dan bakat yang kemudian dapat
digunakan untuk menghasilkan produk.
Pengertian kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000), adalah hasil
kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan
tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi
( Armstrong dan Baron, 1998 ).
Menurut Simamora (2003) mengemukakan archievement theory, yang
berpendapat bahwa orang yang mempunyai kebutuhan untuk berhasil atau mencapai
suatu keinginan memiliki beberapa ciri, yaitu :
a. Menentukan tujuan yang tidak terlalu rendah, tetapi tujuan yang bisa memberikan
tantangan untuk dapat dikerjakan dengan baik.
b. Menentukan tujuan yang secara pribadi dapat diketahui bahwa hasilnya dapat
dikuasai bila mereka mengerjakan sendiri.
-
18
c. Senang kepada pekerjaannya, dan mempunyai kepentingan dengan
keberhasilannya sendiri.
d. Suka bekerja dalam bidang pekerjaan yang bisa memberikan gambaran tentang
pekerjaan yang dilakukan.
2. Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Menurut Ravianto (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja meliputi :
pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi, gaji, kesehatan,
teknologi, manajemen, dan kesempatan berprestasi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Anoraga (1992) menyebutkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut : 1. Pekerjaan yang
menarik, 2. Upah yang baik, 3. Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, 4.
Penghayatan atas maksud dan makana pekerjaan, 5. Lingkungan atau suasana kerja
yang baik, 6. Promosi dan pengembangan diri merasa sejalan dengan pengembangan
perusahaan/organisasi., 7. Merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, 8.
Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, 9. Kesetiaan pimpinan pada
diri si pekerja, dan 10. Disiplin kerja yang keras.
Lebih jauh lagi, Paul Mali (1978) mengemukakan bahwa kinerja merupakan
sinergi dari semua faktor yang terbentuk pada empat level yaitu :
a. Pada level keempat (tertinggi), yang berpengaruh terhadap produktivitas secara
langsung adalah efektivitas (performance) dan efisiensi (penggunaan sumber-
sumber).
b. Pada level ketiga, terdiri dari keterampilan (skills), motivasi, metoda, dan biaya.
-
19
c. Pada level kedua, terdiri atas kepemimpinan (leadership), pengalaman suasana
(climate), insentif, jadwal kerja (schedule), strukrur organisasi, teknologi dan
material.
d. Pada level pertama, terdiri dari kecakapan (ability), gaya (style), latihan (training),
pengetahuan (knowledge), kondisi fisik, rekan, bentuk tugas (job design), tujuan
(goal), kebijakan, standar, perlengkapan dan kualitas.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, pada akhirnya dapat disimpulkan
bahwa kinerja dimaknai sebagai sebuah kondisi untuk mengukur tingkat kemampuan
dalam menghasilkan produk, baik diukur secara individual, kelompok, maupun
organisasi. Produktivitas ditentukan oleh dukungan sumber daya organisasi, yang
dapat diukur dari segi efektivitas dan efisiensi.
3. Penilaian Kinerja
a. Pengertian Penilaian Kerja
Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian dan pelaksanaan
tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan
atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih
dahulu.
Menurut Leon C. Mengginson (1981) dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara
(2007), evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya Andrew E.
Sikula yang juga dikutip A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2007) mengemukakan
-
20
bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai
dan potensi yang dapat dikembangkan.
Selain itu menurut Ilyas (2003), penilaian kinerja juga dapat didefinisikan
sebagai proses yang dilakukan untuk menilai pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja
seorang personel dan untuk memberikan umpan balik bagi kesesuaian dan
peningkatan kinerja tim.
b. Manfaat Penilaian Kerja
Manfaat penilaian kinerja menurut T. Hani Handoko (1994 ), Jennifer M.
George & Gareth R. Jones (1996) dan Sondang P. Siagian (1995 : 227) adalah
sebagai berikut :
1) Perbaikan prestasi kerja
2) Penyesuaian kompensasi
3) Keputusan penempatan
4) Kebutuhan latihan dan pengembangan
5) Perencanaan dan pengembangan karier
6) Memperbaiki penyimpangan proses staffing
7) Mengurangi ketidak-akuratan informasi
8) Memperbaiki kesalahan desain pekerjaan
9) Kesempatan kerja yang adil
10) Membantu menghadapi tantangan eksternal
-
21
B. Tinjauan Umum Tentang Perawat
1. Pengertian Perawat
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti
merawat atau memelihara.
Harlley Cit ANA (2000) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu
seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi
seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan dan perawat profesional adalah
perawat yang bertanggungjawab dan berwewenang memberikan pelayanan
Keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga Kesehatan lain
sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI,2002).
2. Tugas dan Fungsi Perawat
Fungsi Perawat dalam melakukan pengkajian pada Individu sehat maupun
sakit dimana segala aktifitas yang di lakukan berguna untuk pemulihan Kesehatan
berdasarkan pengetahuan yang di miliki, aktifitas ini di lakukan dengan berbagai cara
untuk mengembalikan kemandirian Pasien secepat mungkin dalam bentuk Proses
Keperawatan yang terdiri dari tahap Pengkajian, Identifikasi masalah (Diagnosa
Keperawatan), Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
Keperawatan merupakan Profesi, dimana kedepan perlu semakin tertib, seperti
yang dikemukakan oleh Word Medical Assosiation, (1991) yakni” enhancing the
quality of life and the health status of all peaple” makin tertibnya pekerjaan profesi
yang apabila semakin terus dipertahankan, pada giliranya akan berperan besar dalam
-
22
turut meningkatkan kualitas hidup serta derajat Kesehatan Masyarakat secara
keseluruhan.
Keperawatan dalam menjalankan pelayanan sebagai Nursing Services
menyangkut bidang yang amat luas sekali, secara sederhana dapat diartikan sebagai
suatu upaya untuk membantu orang sakit maupun sehat dari sejak lahir sampai
meningal dunia dalam bentuk peningkatan Pengetahuan, kemauan dan kemampuan
yang dimiliki, sedemikian rupa sehingga orang tersebut dapat secara optimal
melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri tanpa memerlukan bantuan dan
ataupun tergantung pada orang lain.
Perhatian Perawat Profesional pada waktu menyelenggarakan pelayanan
Keperawatan adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar Manusia. Profil Perawat
Profesional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh. Perawat dalam malakukan
aktifitas Keperawatan sesuai dengan Kode Etik Keperawatan.
Aktifitas Keperawatan meliputi peran dan fungsih pemberi Asuhan
Keparawatan, praktek Keperawatan, pengelola institusi Keperawatan, pendidikan
klien serta kegiatan penilitian dibidang Keperawatan.
3. Peran Perawat
Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989 peran perawat terdiri dari :
a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan.
-
23
Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan
kompleks.
b. Sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien & kelg dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam
mempertahankan & melindungi hak-hak pasien meliputi :
1) Hak atas pelayanan sebaik-baiknya
2) Hak atas informasi tentang penyakitnya
3) Hak atas privacy
4) Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
5) Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c. Sebagai edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga
terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Sebagai koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan
kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
e. Sebagai kolaborator
-
24
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri
dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dll dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan.
f. Sebagai konsultan
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.
g. Sebagai pembaharu
Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis &
terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
C. Tinjauan Umum Tentang Unit Rawat Inap
Rawat inap merupakan sebuah istilah yang mempunyai arti perawatan, di mana
pasien harus tinggal (bermalam) dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Ruang
rawat inap adalah sebuah tempat atau ruangan di mana para pasien dikumpulkan
sesuai dengan jenis penyakit yang dideritanya. Sekarang ini ruang rawat inap sudah
mengalami kemajuan, bahkan sudah hampir menyerupai ruangan kamar yang ada di
hotel-hotel. Pasien yang akan dirawat inap, akan mendapatkan surat keterangan dari
dokter untuk segera mendapatkan perawatan yang mengharuskan pasien tersebut
tinggal (bermalam) untuk beberapa saat di pusat pelayanan kesehatan (Wikipedia,
2006).
Pelayanan rawat inap tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat umum dan dilaksanakan pada Puskesmas Rawat Inap, untuk keperluan
-
25
observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya di
mana peserta dan/atau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat satu hari.
Pelayanan kesehatan yang akan diberikan untuk pasien unit rawat inap, antara
lain:
1. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan oleh dokter untuk pasien atas pengaruh obat
yang diberikan setelah ditetapkan sebagai pasien rawat inap.
2. Tindakan terapi yang dilakukan oleh dokter dan perawat sebagai upaya
pengobatan dan penyembuhan bagi pasien rawat inap.
3. Pelayanan keperawatan berupa pemberian dan pemenuhan kebutuhan akan
makanan dan kebutuhan lainnya yang disesuaikan dengan penyakit, tetapi dapat
memberikan kenyamanan, ketentraman, dan kesembuhan bagi pasien yang dirawat
inap.
D. Tinjauan Umum Tentang Variabel yang Diteliti
1. Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah dorongan atau keinginan yang kuat yang muncul dari dalam
diri seseorang untuk melakukan sesuatu.
Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang
menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan
ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan
behaviorisme.
-
26
Sementara itu motivasi didefinisikan oleh MC. DOnald (dalam Hamalik, 1992)
sebagai suatu perubahan energi didalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurutnya terdapat tiga unsur
yang berkaitan dengan motivasi yaitu:
1) Motif dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, misalnya adanya
perubahan dalam sistem pencernaan akan menimbulkan motif lapar.
2) Motif ditandai dengan timbulnya perasaan (afectif arousal), misalnya karena
amin tertarik dengan tema diskusi yang sedang diikuti, maka dia akan bertanya.
3) Motif ditandai oleh reaksi-rekasi untuk mencapai tujuan.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Wahjosumidjo (1984) mengatakan motivasi merupakan daya dorong sebagai
hasil proses interaksi antara sikap, kebutuhan, dan persepsi bawahan dari seseorang
dengan lingkungan, motivasi timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya
sendiri disebut faktor intrinsik, dan faktor yang dari luar diri seseorang disebut faktor
ekstrinsik.. Selanjutnya faktor intrinsik dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman,
pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan.
Helleriegel dan Slocum sebagaimana dikutip Sujak (1990) mengklasifikasikan
tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi meliputi (1) perbedaan karakteristik
individu, (2) perbedaan karakteristik pekerjaan, dan (3) perbedaan karakteristik
lingkungan kerja atau organisasi.
Karakteristik individu yang berbeda jenis kebutuhan, sikap dan minat
menimbulkan motivasi yang bervariasi, misalnya pegawai yang mempunyai motivasi
-
27
untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya akan bekerja keras dengan resiko
tinggi dibanding dengan pegawai yang mempunyai motivasi keselamatan, dan akan
berbeda pada pegawai yang bermotivasi untuk memperoleh prestasi.
2. Kepemimpinan
a. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah sikap atau gaya yang dimiliki oleh seseorang dalam
menanamkan pengaruh di dalam diri seorang individu atau kelompok dengan harapan
bahwa apa menjadi tujuan dapat tercapai.
Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful
behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the
benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut definisi
tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan
tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power to influence
the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa
implikasi. Antara lain :
Pertama, kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para
karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki
kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya
karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
-
28
Kedua, seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan
kekuasaannya (his or her power) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai
kinerja yang memuaskan.
Ketiga, kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri
(integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan
(cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment),
kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk
meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun
kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management),
kedua konsep tersebut berbeda. Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan
secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan
yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat
("managers are people who do things right and leaders are people who do the right
thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok
secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga
seefisien mungkin.
b. Model – Model Kepemimpinan
Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan
disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap sebagai
model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep
kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan
dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi. Berikut ini adalah perkembangan
-
29
pemikiran ahli-ahli manajemen mengenai model-model kepemimpinan yang ada
dalam literatur :
1) Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership).
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti
tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya:
kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam
bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang
membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung
jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut
dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang
lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan
keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin.
2) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership).
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak
kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu
kemampuan kepemimpinan. Studistudi tentang kepemimpinan situasional mencoba
mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang
membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara
efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih
berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
-
30
Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan
seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan
kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau
pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang
mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang
mempengaruhi kinerja para pemimpin.
3) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders).
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe
tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para
pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan
(initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan
menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun
interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh
mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka.
Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi.
Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan
kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin
memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan
akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja
mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya
pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan
hubungan manusiawi (human relations). Halpin (1966), Blake and Mouton (1985)
-
31
menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan
kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin
yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat
terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling
percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara
ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin
yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan
manusia sekaligus dalam organisasinya.
4) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan
antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel
situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang
berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan
kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek
keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku
dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena
model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan
kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut
Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga
faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut
-
32
adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur
tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
5) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational
Leadership).
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru
dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang
secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan
transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan
transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan
legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan
bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para
bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin
transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin
transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan
hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model
kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin
perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih
dari yang mereka harapkan.
Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan
dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui
-
33
kredibilitas pemimpinnya. Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of
transformational leadership involve strong personal identification with the leader,
joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of
rewards for compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan
pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam
membawa organisasi mencapai tujuannya.
c. Kepemimpinan Yang Baik
Karakteristik seorang pemimpin yang baik dengan mencontoh Rasulullah
sesuai pemahaman para salafus sholih, dimana seorang pemimpin yang baik adalah
yang memiliki beberapa sifat diantaranya: beriman, adil, ikhlas, perhatian, amanah,
sabar, dll.
Berikut merupakan hal-hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang
baik, dalam rangka menjaga agar kepemimpinan tetap berada pada jalurnya di masa-
masa sulit :
1) Integritas
2) Pengetahuan
3) Ketegasan
4) Visi
5) Tidak mementingkan diri sendiri
-
34
3. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan dan Pelatihan ( Diklat )
a. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan di mana para
pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian,
pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan.
Program pendidikan dan pelatihan dirancang untuk mendapatkan kualitas sumber
daya manusia yang baik dan siap untuk berkompetisi di pasar.
Menurut Heidjrachman R (1992), pendidikan adalah suatu kegiatan untuk
meningkatkan pengetahuan umum seseorang, termasuk didalamnya peningkatan
pengasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang
menyangkut kegiatan dalam mencapai suatu tujuan. Menurut Siagian (1983),
pendidikan adalah keseluruhan proses, teknik dan metode belajar dalam rangka
mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan
standar yang telah diciptakan.
Menurut Nitisemito (1983), pengertian pelatihan adalah suatu kegiatan dari
perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap,
tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawan, sesuai dengan
keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.
b. Tujuan Pendidikan dan Pelatihan
-
35
Susilo Martoyo (1985) menyatakan bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan
adalah memperbaiki tingkat efektivitas kegiatan karyawan dalam mencapai hasil-
hasil yang telah ditetapkan.
Menurut Nitisemito ( 1992), bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan adalah :
1) Pekerjaan diharapkan dapat secara lebih cepat dan lebih baik.
2) Tanggung jawab diharapkan lebih besar.
3) Kekeliruan dalam pekerjaan diharapkan berkurang.
4) Kelangsungan perusahaan diharapkan lebih terjamin.
c. Tahap-Tahap Pendidikan dan Pelatihan
Dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terdapat tahap-tahap yang harus
dilalui. Proses pendidikan meliputi tahap penilaian kebutuhan (needs assesment),
pelatihan dan pengembangan (training and development), dan evaluasi (evaluation).
Sedangkan menurut Noe (2005) mengemukakan bahwa ada tujuh tahap dalam
proses perancangan agar pendidikan dan pelatihan efektif, yaitu :
1) Mengadakan penilaian terhadap kebutuhan.
2) Memastikan bahwa pegawai memiliki motivasi dan keahlian dasar yang
diperlukan pelatihan.
3) Menciptakan lingkungan belajar.
4) Memastikan bahwa peserta mengaplikasikan isi dari pelatihan dalam
pekerjaanya.
5) Mengembangkan rencana evaluasi yang meliputi identifikasi hal yang
mempengaruhi hasil (outcomers) yang diharapkan dari pelatihan (seperti
-
36
perilaku, pembelajaran, keahlian), memilih rancangan evaluasi yang
memungkinkan untul menentukan hal yang berpengaruh terhadap hasil dari
pelatihan, dan perencanaan untuk menunjukkan bagaimana pelatihan
mempengaruhi “bottom line” (menggunakan cost-benefit analysis untuk
menentukan manfaat moneter yang dihasilkan dari moneter).
6) Memilih metode pelatihan berdasarkan tujuan pembelajaran dan lingkungan
pembelajaran.
7) Mengevaluasi program dan membuat perubahan atau revisi pada tahapan
awal agar supaya dapat meningkatkan efektifitas pelatihan.
-
37
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Penilaian kinerja merupakan suatu proses sistematik untuk mengevaluasi
kelebihan dan kekurangan setiap personil serta menemukan jalan untuk memperbaiki
kinerja mereka sehingga proses manajemen dapat berlangsung secara efektif (Ilyas,
2003).
Kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang
tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai
harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi
perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan
variabel psikologis.
Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan,
latar belakang pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987), variabel kemampuan
dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan
kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak
langsung.
Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh
keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
-
38
Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel
sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut
Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi,
yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu.
Variabel kepemimpinan dianggap dapat mempengaruhi karena kepemimpinan
merupakan rangkaian proses untuk mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama
di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila orang-orang yang
menjadi pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang
dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau mengikuti kehendak pimpinannya
dengan sadar, rela, dan sepenuh hati.
Variabel motivasi dianggap dapat mempengaruhi karena motivasi terbentuk
dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan
kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Oleh karena itu motivasi
mengambil peranan penting dalam proses peningkatan kinerja karyawan/pegawai.
Variabel Pendidikan dan Pelatihan dianggap dapat mempengaruhi karena
Pendidikan dan pelatihan adalah unsur sentral dalam pengembangan pegawai.
Pelatihan dalam bentuk yang kompleks diberikan untuk membantu pegawai
mempelajari keterampilan yang akan meningkatkan kinerja pegawai dalam
bekerjaserta membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Sedangkan kegiatan
pendidikan diberikan untuk membantu pegawai mengembangkan kapasitasnya /
-
39
pengetahuan yang dimilikinya sehingga pegawai dapat bekerja lebih baik di masa
yang akan datang (Rachmawati, 2008).
B. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti
Berdasarkan konsep berpikir seperti yang telah dikemukakan di atas, maka
disusunlah pola pikir variabel yang diteliti sebagai berikut :
1. Kerangka Teori
Gambar 1
Keterangan = Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Kinerja Tenaga
Perawat
Motivasi
Kepemimpinan
Demografis
Sumber daya
Pendidikan dan
Pelatihan
Pengalaman Kerja
-
40
2. Kerangka Pikir / Kerangka Konsep
Gambar 2
Keterangan :
Variabel Independen =
Variabel Dependen =
1. Motivasi
Gaji
Sarana Prasarana
Pembagian Tugas
Hubungan Kerja
Sumber : Sudarwan Danim,2004:32
2. Kepemimpinan
Keadilan
Komunikasi
Pengawasan
Sumber : Sudarwan Danim,2004:61
3. Pendidikan dan Pelatihan
Keahlian
Keterampilan
Pengetahuan
Sumber : Sudarwan Danim,2004:10
Kinerja Tenaga Perawat
Sumber : Sudarwan Danim,2004:32
4. Insentif
Reward
Kesesuaian
Sumber : Sudarwan Danim,2004:10
-
41
Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif
1. Motivasi
Motivasi adalah dorongan dalam diri responden berdasarkan pemenuhan
kebutuhan akan faktor-faktor Hezberg yang meliputi :
a. Gaji, imbalan berupa uang yang diterima perawat tiap bulannya.
b. Insentif, imbalan yang diterima responden sebagai tambahan atas gaji yang
diterima, baik berupa uang maupun barang.
c. Hubungan pribadi dengan rekan kerja, jalinan persahabatan antara responden
dengan rekan kerjanya yang dapat mendorong responden melaksanakan
tugasnya dengan baik.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan sebanyak 15
nomor yang diajukan dengan memilih salah satu jawaban. Penilaian menggunakan
skala Likert dan setiap jawaban diberi skor 5 untuk sangat setuju, 4 untuk setuju, 3
untuk ragu-ragu, 2 untuk tidak setuju dan 1 untuk sangat tidak setuju.
Kriteria objektif :
Tinggi : jika nilai skoring responden ≥ 60 %
Rendah : jika nilai skoring responden < 60 %
Penentuan kriteria objektif variabel kinerja menggunakan skala Likert, berikut
langkahnya :
a. Scoring:
1) Jumlah pertanyaan seluruh adalah 15 nomor
2) Pertanyaan yang diskoring mempunyai 5 pilihan jawaban
-
42
3) Masing-masing jawaban diberi skor tertinggi
a. Sangat setuju = 5
b. Setuju = 4
c. Ragu-ragu = 3
d. Tidak setuju = 2
e. Sangat tidak setuju = 1
4) Skor tertinggi dari seluruh jawaban = jumlah pertanyaan x skor jawaban
tertinggi, yaitu: 15 x 5 = 75 (100%)
5) Skor terendah dari seluruh jawaban = jumlah pertanyaan x skor jawaban
terendah, yaitu: 15 x 1 = 15 (20 %)
6) Kemudian diukur dengan rumus :
I= R/K
I = Interval kelas
R: Range = skor tertinggi - skor terendah , Range = 100 – 20 = 80%
K = Jumlah kategori = 2
Maka I =80% /2= 40 %
7) Interval = 80 % / 2 = 40 %
8) Skor standar = 100 – 40 = 60 %
-
43
a. Kriteria Objektif
Kriteria objektif dibagi dalam dua kategori, yaitu baik dan kurang.
Jadi kriteria objektif.
Tinggi jika skor ≥ 60 %
Rendah jika < 60 %
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang yang mampu menanamkan
perintah dalam diri seseorang agar orang tersebut melaksanakan keinginannya.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan sebanyak 10
nomor yang diajukan dengan memilih salah satu jawaban. Penilaian menggunakan
skala Likert dan setiap jawaban diberi skor 5 untuk sangat setuju, 4 untuk setuju, 3
untuk ragu-ragu, 2 untuk tidak setuju dan 1 untuk sangat tidak setuju.
Kriteria objektif :
Baik : jika nilai skoring responden ≥ 60 %
Buruk : jika nilai skoring responden < 60 %
Penentuan kriteria objektif variabel kinerja menggunakan skala Likert, berikut
langkahnya :
b. Scoring:
1) Jumlah pertanyaan seluruh adalah 10 nomor
2) Pertanyaan yang diskoring mempunyai 5 pilihan jawaban
3) Masing-masing jawaban diberi skor tertinggi
-
44
a. Sangat setuju = 5
b. Setuju = 4
c. Ragu-ragu = 3
d. Tidak setuju = 2
e. Sangat tidak setuju = 1
4) Skor tertinggi dari seluruh jawaban = jumlah pertanyaan x skor jawaban
tertinggi, yaitu: 10 x 5 = 50 (100%)
5) Skor terendah dari seluruh jawaban = jumlah pertanyaan x skor jawaban
terendah, yaitu: 10 x 1 = 10 (20%)
6) Kemudian diukur dengan rumus :
I= R/K
I = Interval kelas
R: Range = skor tertinggi - skor terendah , Range = 100 – 20 = 80%
K = Jumlah kategori = 2
Maka I =80% /2= 40 %
7) Interval = 80 % / 2 = 40 %
8) Skor standar = 100 – 40 = 60 %
c. Kriteria Objektif
1) Kriteria objektif dibagi dalam dua kategori, yaitu baik dan kurang.
2) Jadi kriteria objektif.
Baik jika skor ≥ 60 %
-
45
Buruk jika < 60 %
3. Pendidikan dan Pelatihan ( Diklat )
Pendidikan dan Pelatihan adalah kegiatan yang dilakukan oleh perawat dalam
rangka pengembangan diri dalam hal kemampuan, ilmu dan bakat, baik yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun organisasi.
Kriteria objektif :
Pernah : apabila responden pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan mengenai
keperawatan.
Tidak Pernah : apabila responden tidak pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan
mengenai keperawatan.
4. Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja perawat berdasarkan standar praktek keperawatan
(standar Depkes RI 1998) yaitu pelayanan kepada pasien berdasarkan standar
keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat
memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah
sakit, serta menghasilkan keunggulan yang kompetitif melalui pelayanan yang
bermutu, efisien, inovatif, dan menghasilkan customer responsiveness.
Penilaian kinerja dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Data yang
dikumpulkan dengan menggunakan 10 pernyataan dan 3 pilihan jawaban. Setiap
jawaban akan diberi skor tertinggi 3 untuk sering, 2 untuk kadang-kadang, dan 1
untuk tidak pernah.
-
46
Kriteria objektif :
Baik : jika nilai skoring responden ≥ 66,67 %
Buruk : jika nilai skoring responden < 66,67 %
a. Scoring:
1) Jumlah pertanyaan seluruh adalah 10 nomor
2) Pertanyaan yang diskoring mempunyai 5 pilihan jawaban
3) Masing-masing jawaban diberi skor tertinggi
a. Sering = 3
b. Kadang-kadang = 2
c. Tidak pernah = 1
4) Skor tertinggi dari seluruh jawaban = jumlah pertanyaan x skor jawaban tertinggi,
yaitu: 10 x 3 = 30(100%)
5) Skor terendah dari seluruh jawaban = jumlah pertanyaan x skor jawaban terendah,
yaitu: 10 x 1 = 10 (33,33 %)
6) Range = 100 – 33,33 = 66,67 %
7) Interval = 66,67 % / 2 = 33,33 %
8) Skor standar = 100 – 33,33 = 66,67 %
d. Kriteria Objektif
Kriteria objektif dibagi dalam dua kategori, yaitu baik dan kurang.
Jadi kriteria objektif.
Baik jika skor ≥ 66,67 %
-
47
Buruk jika < 66,67 %
C. Hipotesis
1. Hipotesis Nul (Ho)
a. Tidak ada hubungan antara motivasi dengan kinerja tenaga perawat di RSUD
Umum Daya Makassar .
b. Tidak ada hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja tenaga perawat di
RSUD Umum Daya Makassar .
c. Tidak ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan dengan kinerja tenaga
perawat di RSUD Umum Daya Makassar .
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
a. Ada hubungan antara motivasi dengan kinerja tenaga perawat di RSUD Umum
Daya Makassar
b. Ada hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja tenaga perawat di RSUD
Umum Daya Makassar .
c. Ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan dengan kinerja tenaga perawat di
RSUD Umum Daya Makassar .
-
48
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian cross
sectional study dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui hubungan antara variabel- variabel independen yang terdiri dari motivasi,
kepemimpinan, serta pendidikan dan pelatihan terhadap variabel dependen yaitu
kinerja tenaga perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2012.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daya
Makassar .
C. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat pada Unit Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Daya Makassar.
b. Sampel
1) Besar Sampel
Sampeli dari penelitian ini adalah seluruh perawat Unit Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Daya Makassar yang merupakan pegawai tetap dan berstatus Pegawai
Negeri Sipil, dengan jumlah sampel yaitu 165 orang.
-
49
2) Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik exhausted sampling yaitu
jumlah sampel sama dengan jumlah populasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh peneliti dengan berkunjung ke instansi terkait yaitu
Rumah Sakit Umum Daya Makassar untuk memperoleh data-data yang dapat
memperlihatkan kinerja rumah sakit tersebut.
2. Data Primer
Data primer diperoleh dengan dua cara yaitu membagikan kuesioner kepada
petugas dalam hal ini perawat yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan
penelitian yang telah disiapkan sebelumnya.
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan komputer
program SPSS (Statistical Package For Sosial Science) versi 16 yang terlebih dahulu
melalui beberapa tahap yaitu :
a. Pengolahan Data
1. Editing
Data yang ada dalam formulir pengumpulan data diperiksa kelengkapan jawabannya,
keterbacaan tulisan, kesesuaian jawaban.
-
50
2. Coding
Setiap variabel yang akan diukur atau dianalisis diberi kode sebagai dasar untuk
menentukan skor masing-masing variabel tersebut.
3. Entry data
Kuesioner yang telah dicoding selanjutnya di entry ke dalam program komputer.
4. Cleaning data
Cleaning dilakukan pada semua lembar kerja untuk membersihkan kesalahan yang
mungkin terjadi selama proses input data. Proses ini dilakukan melalui analisis
frekuensi pada semua variabel. Data missing dibersihkan dengan menginput data
yang benar.
b. Penyajian Data
Data yang telah diolah dan dianalisis lebih lanjut akan disajikan dalam bentuk
tabel yakni dalam bentuk tabel sederhana/tabel frekuensi disertai dengan penjelasan
yang bersifat narasi.
2. Analisis Data
a. Analisis Bivariat
Pada tahap ini dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen
(kepemimpinan, motivasi, dan pendidikan dan pelatihan (diklat)) dengan variabel
dependen (kinerja tenaga perawat di unit rawat inap).
-
51
b. Pengujian Hipotesis.
Hipotesis yang diuji adalah Ho dengan tingkat pemaknaan (α=0.05). Uji
statistik yang digunakan adalah Chi-square test untuk table 2×2 dengan frekuensi
harapan (E) dari tiap sel lebih dari 5 digunakan uji Yate’s Correction sebagai berikut:
𝑋2 =𝑛( 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 −
𝑛2)
2
𝑎 + 𝑏 𝑐 + 𝑑 𝑎 + 𝑐 (𝑏+ 𝑑)
𝐸𝑎 = 𝑎 + 𝑐 𝑥(𝑎 + 𝑏)
𝑎 + 𝑏 + 𝑐 + 𝑑
𝐸𝑏 = 𝑏 + 𝑑 𝑥(𝑎 + 𝑏)
𝑎 + 𝑏 + 𝑐 + 𝑑
𝐸𝑐 = 𝑎 + 𝑐 𝑥(𝑐 + 𝑑)
𝑎 + 𝑏 + 𝑐 + 𝑑
𝐸𝑑 = 𝑏+ 𝑑 𝑥(𝑐 + 𝑑)
𝑎 + 𝑏 + 𝑐 + 𝑑
interpretasi :
Dinyatakan ada hubungan yang bermakna apabila X2 hitung lebih besar dari X
2 tabel
atau dengan kata lain Ho ditolak. Sedangkan pada penggunaan instrument SPSS
dinyatakan bermakna apabila p value lebih kecil dari 0,05.
Independent
Dependent
Total
+ -
+ a (E) b (E) a + b
- c (E) d (E) c + d
Total a + c b + d a+b+c+d
-
52
Apabila dalam pengujian hipotesis diperoleh hubungan yang bermakna antara
variabel dependen dengan variabel independen, maka dilakukan perhitungan besarnya
hubungan (korelasi) antara variabel tersebut. Perhitungan korelasi yang digunakan
adalah Phi Coeficient dengan rumus :
φ = 𝑋2𝑢
𝑛
Keterangan :
Φ = Uji Phi Coeficient n = besar sampel
X2u = Chi Square hasil perhitungan
dari hasil perhitungan koefisien phi, dapat dilihat kesimpulan mengenai korelasi
antara variabel independen dengan variabel dependen dengan interpretasi sebagai
berikut :
0 – 0,25 = hubungan lemah
0,26 – 0,50 = hubungan sedang
0,51 – 0,75 = hubungan kuat
0,76 – 1,00 = hubungan sangat kuat
-
53
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daya Makassar mulai
tanggal 7 November sampai dengan 13Desember 2013. Pengumpulan data dilakukan
melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan kuesioner.
Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi dan diinput kemudian
dianalisis dengan program SPSS. Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel
disertai dengan penjelasan.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui sebaran karakteristik responden yaitu
umur, jenis kelamin, masa kerja, dan pendidikan.
a. Karakteristik Umum Responden
-
54
1) Kelompok Umur
Distribusi responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel 1 :
Tabel 1
Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Kelompok Umur
(Tahun)
Jumlah Persen
– 19 3 2.6
20 – 24 23 20.2
25 – 29 82 71.9
30 – 34 3 2.6
35 – 39 3 2.6
Total 114 100.0
Sumber : data primer
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam kelompok umur 25 –
29 tahun sebanyak 82 orang (71.9%) dan paling sedikit adalah responden yang berada
pada kelompok umur 15 - 19 tahun, 30 – 34 tahun, dan 35 – 39 tahunmasing-masing
sebanyak 3 orang (2.6%).
-
55
2) Jenis Kelamin
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Jenis Kelamin Jumlah Persen
Laki – Laki 18 15.8
Perempuan 96 84.2
Total 114 100.0
Sumber : data primer
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah perempuan sebanyak 96
orang (84.2%), sedangkan responden laki-laki sebanyak 18 orang (15.8%).
-
56
3) Masa Kerja
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 3:
Tabel 3
Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Masa Kerja Jumlah Persen
Lama (> 5 tahun) 19 16.7
Baru (< 5 tahun) 95 83.3
Total 114 100.0
Sumber : data primer
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah dengan masa kerja < 5
tahun yaitu sebanyak 95 responden (83.3%), sedangkan masa kerja yang > 5 tahun
sebanyak 19 responden (16.7%).
-
57
4) Pendidikan Terakhir
Distrubusi responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel
4 :
Tabel 4
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidkan Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Pendidikan Jumlah Persen
D3 61 53.5
S1 53 46.5
Total 114 100.0
Sumber : data primer
Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah tamatan D3
sebanyak 61 orang (53.5%) dan sedangkan yang S1 sebanyak 53 orang (46.5%)
-
58
5) Imbalan
Distribusi responden berdasarkan variable imbalan dapat dilihat pada tabel 5 :
Tabel 5
Distribusi Responden Menurut Variabel Imbalan Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Imbalan Jumlah Persen
Tinggi 70 61.4
Rendah 44 38.6
Total 114 100.0
Sumber : data primer
Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa imbalan yang
diterimamenyatakan tinggi sebanyak 70 orang (61.4%) sedangkan responden yang
menyatakan imbalannya rendah sebanyak sebanyak 44 orang (38.6%).
-
59
6) Kepemimpinan
Distribusi responden berdasarkan kesinambungan layanan kesehatan dapat dilihat
pada tabel 6 :
Tabel 6
Distribusi Responden Menurut Kesinambungan Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Kepemimpinan Jumlah Persen
Baik 84 73.7
Tidak Baik 30 26.3
Total 114 100.0
Sumber : data primer
Tabel 6 menunjukkan bahwa84 orang (73.7%) responden menyatakan bahwa
kepemimpinan baik, sedangkan responden yang menyatakan kepemimpinan tidak
baik sebanyak 30 orang (26.3%).
-
60
7) Diklat
Distribusi responden berdasarkan Variabel diklat tentang pelayanan dapat dilihat pada
tabel 7 :
Tabel 7
Distribusi Responden Menurut Variabel Diklat Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Diklat Jumlah Persen
Pernah 53 46.5
Tidak Pernah 61 53.5
Total 114 100.0
Sumber : data primer
Tabel 7 menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan pernah mengikuti
diklat, yaitu 53 orang (46.5%), sedangkan responden yang menyatakan tidak pernah
mengikuti diklat sebanyak 61 orang (53.5%).
-
61
8) Insentif
Distribusi responden berdasarkan variable insentif dapat dilihat pada tabel 8 :
Tabel 8
Distribusi Responden Menurut Variabel Insentif Pada Unit rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Insentif Jumlah Persen
Tinggi 81 71.1
Rendah 33 28.9
Total 114 100.0
Sumber : data primer
Tabel 8 menunjukkan bahwa responden yang menyataan insentif tinggi sebanyak 81
orang (71.1%), sedangkan responden yang menyatakan insentif rendah sebanyak 33
orang (28.9%).
-
62
9) Kinerja
Distribusi responden berdasarkan variable kinerja dapat dilihat pada tabel 9 :
Tabel 9
Distribusi Responden Menurut Variabel Kinerja Pada Unit rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Kinerja Jumlah Persen
Baik 70 61.4
Tidak baik 44 38.6
Total 117 100.0
Sumber : data primer
Tabel 9 menunjukkan bahwa responden yang kinerjanya baik sebanyak 70 orang
(61.4%), sedangkan responden yang kinerjanya tidak baik sebanyak 44 orang 38.6%).
-
63
2. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui kinerja perawat berdasarkan variabel penelitian maka dilakukan
tabulasi silang. Untuk mengetahui hubungan variabel maka dilakukan analisis
statistik dengan uji chi-square
a. Hubungan Imbalan dengan Kinerja Perawat
Hubungan Imbalan dengan Kinerja Perawat dapat dilihat pada tabel 10 :
Tabel 10
Hubungan Imbalan dengan Kinerja Perawat Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Imbalan
Kinerja
Jumlah
p* Baik Tidak Baik
n % n % n %
Tinggi 59 84.9 11 15.1 70 100.0
0.000 Rendah 11 25.0 33 75.0 44 100.0
Total 70 61.4 44 38.6 114 100.0
Sumber :data primer
Keterangan * = nilai p mnggunakan uji chi-square
Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat 15.1% responden yang menyatakan
kinerjanya tidak baik, akan tetapi menyatakan baik dengan imbalan yang diterima.
-
64
Terdapat juga 25.0% responden yang menyatakan kinerjanya baik, akan tetapi
menyatakan imbalannya rendah.
Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh nilai p=0.000,
karena nilai p < 0.05 maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara Imbalan
dengan Kinerja Perawat.
b. Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Perawat
Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Perawat dapat dilihat pada tabel 11 :
Tabel 11
Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Perawat Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Kepemimpinan
Kinerja
Jumlah
p* Baik Tidak Baik
n % n % n %
Baik 57 69.0 27 31.0 84 100.0
0.000 Tidak Baik 13 43.3 17 56.7 30 100.0
Total 70 61.4 44 38.6 114 100.0
Sumber :data primer
Keterangan * = nilai p mnggunakan uji chi-square
Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat 31.0% responden yang menyatakan
kinerjanya tidak baik, akan tetapi menyatakan baik dengan kepemimpinan. Terdapat
-
65
juga 43.3% responden yang menyatakan kinerjanya baik, akan tetapi menyatakan
kepemimpinan tidak baik.
Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh nilai p=0.023, karena
nilai p < 0.05 maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara Kepemimpinan
dengan Kinerja Perawat.
Hubungan Diklat dengan Kinerja Perawat dapat dilihat pada tabel 12 :
Tabel 12
Hubungan Diklat dengan Kinerja Perawat Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Diklat
Kinerja
Jumlah
p* Baik Tidak Baik
n % n % n %
Pernah 39 73.6 14 26.4 53 100.0
0.037 Tidak pernah 31 53.1 30 46.9 61 100.0
Total 70 61.4 44 38.6 114 100.0
Sumber :data primer
Keterangan* = nilai p mnggunakan uji chi-square
Tabel 12 menunjukkan bahwa terdapat 26.4% responden yang menyatakan
kinerjanya tidak baik, akan tetapi menyatakan pernah mengikuti diklat. Terdapat juga
-
66
53.1% responden yang menyatakan kinerjanya baik, akan tetapi menyatakan tidak
pernah mengikuti diklat.
Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh nilai p=0.037, karena
nilai p < 0.05 maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara Diklat dengan
Kinerja Perawat.
c. Hubungan Insentif dengan Kinerja Perawat
Hubungan Insentif dengan Kinerja Perawat dapat dilihat pada tabel 13 :
Tabel 13
Hubungan Insentif dengan Kinerja Perawat Pada Unit Rawat Inap
diRumah Sakit Umum Daya Makassar
Tahun 2013
Insentif
Kinerja
Jumlah
p* Baik Tidak Baik
n % n % n %
Tinggi 44 56.0 37 44.0 81 100.0
0.037 Rendah 26 78.8 7 21.2 33 100.0
Total 70 61.4 44 38.6 114 100.0
Sumber :data primer
Keterangan * = nilai p mnggunakan uji chi-square
Tabel 13 menunjukkan bahwa terdapat 44.0% responden yang menyatakan
kinerjanya tidak baik, akan tetapi menerima insentif yang tinggi. Terdapat juga 78.8%
-
67
responden yang menyatakan kinerjanya baik, akan tetapi menerima insentif yang
rendah.
Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh nilai p=0.037, karena
nilai p < 0.05 maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara Insentif dengan
Kinerja Perawat.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pengolahan data yang telah dilaksanakan
maka dalam pembahasan ini akan menjelaskan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat di RSU
Daya Makassar.
Berikut ini akan dibahas mengenai indikator yang digunakan untuk mengetahui
factor yang berhubungan dengan kinerja perawat berdasarkan data-data yang
diperoleh pada saat penelitian.
1. Imbalan
Berbicara tentang kebijakan pemberian imbalan, umumnya hanya tertuju
padajumlah yang dibayarkan kepada perawat. Apabila jumlah imbalan telah
cukupmemadai, berarti sudah cukup layak dan baik. Permasalahannya sebenarnya
tidaksesederhana itu, sebab cukup memadai menurut kacamata perusahaan, belum
tentu dirasakancukup oleh karyawan yang bersangkutan. Menurut Nitisemito (1996)
pengaruh kompensasiterhadap karyawan sangatlah besar. Semangat kerja yang tinggi,
keresahan dan loyalitaskaryawan banyak dipengaruhi oleh besarnya kompensasi.
-
68
Pada umumnya, pemogokan kerjayang sering terjadi di negara kita ini, sebagian besar
disebabkan karena masalah upah.
Pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan, sebenarnya dalam
kondisitertentu dapat meningkatkan kinerja karyawan, disamping dapat pula
membuat karyawanfrustasi. Bagi karyawan yang memang memiliki keterampilan
yang dapat diandalkan, makapemberian kompensasi berdasarkan keterampilan akan
dapat meningkatkan kinerja,sebaliknya bagi karyawan yang tidak memiliki
keterampilan dan tidak mempunyaikemampuan untuk meningkatkan
keterampilannya, maka sistem pemberian kompensasiinidapat mengakibatkan
frustasi.
Dikaitkan dengan teori pengharapan, maka pemberian kompensasi
berdasarkanketerampilan akan memotivasi karyawan, sebab dalam teori pengharapan
dikatakan bahwaseorang karyawan akan termotivasi untuk mengerahkan usahanya
dengan lebih baik lagiapabila karyawan merasa yakin, bahwa usahanya akan
menghasilkan penilaian prestasi yangbaik. Penilaian yang baik akan diwujudkan
dengan penghargaan dari perusahaan sepertipemberian bonus, peningkatan gaji atau
promosi dan penghargaan itu dapat memuaskankaryawan dan meningkatkan
kinerjanya.
Dari hasil uji statistic yang dilakukan diperoleh nilai p < 0.05 sehingga
disimpulkan bahwa ada hubungan antara imbalan dengan kinerja perawat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitohang (2006)
bahwa rendahnya motivasi perawat selalu berpikir untuk mendapatkan yang didapat
-
69
sedikit, terlihat dari perawat selalu terpikir untuk mendapatkan pekerjaan di luar
rumah sakit dalam mencukupi kebutuhan. Dalam penelitian penelitian ini terlihat
bahwa walaupun responden menyatakan imbalan dalam kategori tinggi namun
kinerjanya tidak baik.
Winardi (2007) berpendapat bahwa apabila indivisu mengahrapkan imbalan-imbalan
intrinsic untuk kinerjanya, maka motivasi akan terpengaruh secara langsung serta
positif.
Menurut Ruky (2001), imbalan jasa adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya kinerja, dan ada faktor lain juga dapat mempengaruhi kinerja adalah
karakteristik lingkungan yang kondusif (adaK (kecocokan dalam bekerja, sikap
perilaku atasan) dan karakteristik lingkungan organisasi perawat dalam bekerja dapat
juga memecahkan masalah dan kebijakan pimpinan (Muhammad, 2003).
Walaupun imbalan jasa yang perawat terima dikatakan sudah cukup tapi masih
terdapat perawat yang kinerjanya masih dapat dikatakan kurang baik sebanyak 44
orang. walaupun dengan jumlah yang tidak begitu besar dan dapat di katakan hanya
37.6%, tapi itu dapat berdapkan kurang baik terhadap pelayanan keperawatan. dan itu
bisa karena bekerja kurang sungguh-sungguh dan kurang menyadari profesinya, serta
kurang menjalankan tindakan keperawatan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan
oleh instansi, tidak melakukan pendokumentasian tentang apa yang dikerjakan oleh
perawat pelaksana itu. khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien. Tapi jika perawat menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa bekerja bukan
hanya semata-mata mencari imbalan jasa tetapi untuk mencari kepuasan dalam
-
70
memberikan asuhan keperawatan artinya untuk mencari kepuasan kerja, maka dengan
imbalan jasa yang diterima, kinerja perawatpun akan makin baik (meningkat). Dalam
penelitian ini sesuai dengan pelyanan keperawatan sedang mengalami proses
perubahan yang semua merupakan kegiatan yang professional menurut Kurniadi,A.
(2004) karakteristik keperawatan sebagai suatu professi memilik pengetahuan,
keterampilan dalam memberikan pelayanan, bertanggung jawab terhadap perawatan
yang diberikan dengan baik.
Menurut Ruky (2001) pada teori dua faktor dari Herzberg bahwa gaji/upah dalam
bentuk gaji pokok dapat mencegah timbulnya ketidakpuasan, tetapi ia tidak dapat
menyebabkan timbulnya motivasi. Akan tetapi, walaupun pembayaran berdasarkan
prestasi yang diberikan sebagai imbalan-imbalan khusus untuk pekerjaan-pekerjaan
yang dilaksanakan dengan baik, dapat menyebabkan timbulnya motivasi untuk
melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan hasil kerjanya akan meningkat.
2. Kepemimpinan
Analisis chi square menunjukkan bahwa pemimpin mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap rumah sakit
(ρ=0,023< α =0,05).
Berdasarkan analisis Bivariat bahwa hubungan variabel komitmen pemimpin
dengan kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap rumah sakit menunjukkan
hubungan.
-
71
Hasil ini diperlihatkan oleh penelitian Sitorus (2007), di RSU H.Adam Malik
Medan, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara komitmen pemimpin terhadap
kinerja perawat di instalasi rawat inap.
Hal ini juga sama dengan teori yang dikemukakan oleh Maslow dalam Ilyas
(2001), yang memandang motivasi seseorang individu sebagai suatu urutan
kebutuhan, khususnya komitmen pemimpin sesuai dengan kebutuhan sosial. Dalam
bukunya Motivation and Personality dijelaskan tenaga kerja ingin diterima atasannya
(sense of belonging), dihargai (sense of importance), diikutsertakan dalam kegiatan
(sense of participation) dan berprestasi (sense of achievement).
Menurut Robbins (2003), mengatakan komitmen organisasi adalah suatu keadaan
dimana seorang karyawan memihak pada kebijakan suatu organisasi yang tujuannya
untuk memelihara produktifitas kerja anggota organisasi tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar komitmen pemimpin
terhadap kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat Inap rumah sakit termasuk
dalam kategori baik (74.4%).
Komitmen kepemimpinan merupakan faktor penting yang meneguhkan
pemimpin dan orang yang dipimpin dalam suatu organisasi menjalani tanggung
jawab kepemimpinan yang diembannya.
Pimpinan yang kurang peduli dan perhatian terhadap keberadaan dan
kepentingan perawat dimana diketahui bahwasanya perawat kurang memperoleh
penjelasan tentang pekerjaan yang dilakukannya, perawat terkesan bekerja tanpa
koordinir yang baik dari pimpinannya, tidak adanya kerjasama yang baik antara
-
72
pimpinan dengan bawahan dimana sering terjadinya kesalahan komunikasi dalam
melaksanakan pekerjaan serta kurang adanya penyelesaian yang baik atas masalah-
masalah yang di hadapi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien.
Kenyataannya tidaklah demikian, komitmen pemimpin bukanlah satu-satunya
faktor yang dapat memengaruhi tingkat kinerja perawat. Tingkat keterampilan
perawat dan teknologi yang digunakan adalah dua faktor penting lainnya yang
memengaruhi kinerja perawat. Ditambah dengan jumlah perawat harus sesuai dengan
standar ketenagaan yang ada dengan kondisi di lapangan sesungguhnya. Dengan
demikian meskipun komitmen pemimpin ada yang menyatakan kurang baik namun
kenyataannya tetap berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat.
Perawat sebagai sumber daya manusia dalam pemberian asuhan keperawatan
merupakan u