karakteristikpenggunaanantioksidan...
TRANSCRIPT
KARAKTERISTIK PENGGUNAAN ANTIOKSIDANDI BIDANG DERMATOLOGI PADA PASIEN DI BALAI PENYAKIT KULIT,
KELAMIN DAN KOSMETIKA JL. VETERAN
OLEH :
NUR SYAHIDATUL NADIA BINTI MOHD ITA
C11114863
PEMBIMBING :
dr. Yanti Leman, M.Kes, Sp.KK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga selesainya
penelitian ini dengan judul “KARAKTERISTIK PENGGUNAAN
ANTIOKSIDAN DI BIDANG DERMATOLOGI DI BALAI PENYAKIT
KULIT, KELAMIN DAN KOSMETIKA JL. VETERAN’’ dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah skripsi.
Dengan bimbingan, dorongan, semangat, bantuan serta doa dari berbagai pihak, maka
penelitian ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penghargaan yang tak terhingga dan
ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III Universitas Hasanuddin
Makassar.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin.
4. dr.Yanti Leman, M.Kes, Sp. KK, selaku pembimbing utama penelitian ini yang
dengan kesediaan, keikhlasan dan kesabaran meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti mulai dari penyusunan
proposal sampai terhasilnya skripsi ini,
5. dr. Paulus Kurnia, M.Kes dan Dra. Uslam, M.Kes, selaku penguji bermula dari
ujian proposal hingga ke ujian akhir.
6. Orang tua, keluarga serta saudara-mara yang selalu memberikan dorongan
moral dan bantuan material selama penyusunan skripsi ini.
7. Najmuddin Mohamed, Nur Farah Anisah, dan rakan – rakan yang menjalani
praklinik seangkatan yaitu Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, yang saling memberi semangat antara satu sama lain selama
penyusunan skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu
penulis dalam bentuk apapun sehingga selesainya skripsi ini. Sebagai manusia
biasa, penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan baik dalam penguasaan
ilmu maupun pengalaman penelitian, sehingga skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai
pihak, sangat di harapkan demi penyempurnaan skripsi ini.
Saya berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pembaca dan semoga
segala usaha ini mendapat redha Allah SWT.
Makassar, 2017
Nur Syahidatul Nadia binti Mohd Ita
C 111 14 863
KANDUNGAN
Halaman Judul ……..………………………………………………………………… iHalaman Persetujuan ...……………………………………………………………… iiKata Pengantar …………………………………………………………….................vDaftar Isi …………………………………………………………………………….viiAbstrak ………………………………………………………………………………..x
BAB : 1 PENGENALAN
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………...4
1.3 Batasan Masalah……………………………………………………………….4
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………………...5
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………………….5
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum………………………………………………………………6
2.2 Epidemiologi…………………………………………………………………...7
2.3 Etiologi………………………………………………………………………...8
2.4 Klasifikasi Antioksidan………………………………………………………..8
2.5 Jenis Antioksidan dan Fungsinya……………………………………………...9
2.6 Penyakit Akne Vulgaris………………………………………………………11
2.6.1 Definisi…………………………………………………………………11
2.6.2 Epidemiologi……………………………………………………………11
2.6.3 Klasifikasi………………………………………………………………11
2.6.4 Patofisiologi…………………………………………………………….12
2.7 Penyakit Melasma…………………………………………………………….15
2.7.1 Definisi…………………………………………………………………15
2.7.2 Epidemiologi……………………………………………………………15
2.7.3 Klasifikasi………………………………………………………………16
2.7.4 Patofisiologi…………………………………………………………….18
2.8 Penyakit Ochronosis………………………………………………………….20
2.8.1 Definisi…………………………………………………………………20
2.8.2 Epidemiologi……………………………………………………………21
2.8.3 Klasifikasi………………………………………………………………22
2.8.4 Patofisiologi…………………………………………………………….22
BAB 3 : KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL YANG DITELITI
3.1 Kerangka Konsep dan Variabel………………………………………………24
3.2 Kerangka Teori……………………………………………………………….24
3.3 Definisi Operasional………………………………………………………….25
BAB 4 : METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian……………………………………………………………..26
4.2 Waktu & Tempat Penelitian………………………………………………….26
4.3 Populasi & Sampel…………………………………………………………...26
4.4 Metode Pengumpulan Data…………………………………………………..26
4.5 Cara Pengambilan Sampel……………………………………………………26
4.5.1 Kriteria Inklusi…………………………………………………………27
4.5.2 Kriteria Eksklusi……………………………………………………….27
4.6 Cara Pengolahan & Penyajian Data…………………………………………..27
4.7 Etika Penelitian……………………………………………………………….27
4.8 Alur Penelitian………………………………………………………………..28
BAB 5 : HASIL PENELITIAN
5.1 Distribusi penggunaan antioksidan oral pada pasien Akne Vulgaris, Melasma dan
Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran……………………29
5.2 Distribusi Penggunaan Seloxy AA sebagai terapi pengobatan di Balai Kulit,
Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran…………………………………………………31
5.3 Distribusi Penggunaan Interxanthin sebagai terapi pengobatan di Balai Kulit,
Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran…………………………………………………32
5.4 Distribusi Penggunaan Asthin F sebagai terapi pengobatan di Balai Kulit,
Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran…………………………………………………33
BAB 6 : PEMBAHASAN
6.1 Alur Penelitian………………………………………………………………..34
6.2 Distribusi penggunaan Seloxy AA pada pasien Akne Vulgaris, Melasma dan
Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran………………...35
6.3 Distribusi penggunaan Interxanthin pada pasien Akne Vulgaris, Melasma dan
Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran………………...36
6.4 Distribusi penggunaan Asthin F pada pasien Akne Vulgaris, Melasma dan
Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran………………..37
BAB 7 : KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan…………………………………………………………………...39
7.2 Saran…………………………………………………………………………..40
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….41
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Desember 2017
Nur Syahidatul Nadia binti Mohd Ita (C111 14 863)
dr. Yanti Leman, M.Kes, Sp. KK
KARAKTERISTIK PENGGUNAAN ANTIOKSIDAN DI BIDANG
DERMATOLOGI PADA PASIEN DI BALAI PENYAKIT KULIT, KELAMIN
DAN KOSMETIKA JL. VETERAN
ABSTRAK
Latar Belakang: antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau meredam
dampak negatif oksidan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Karakteristik Penggunaan Antioksidan di bidang Dermatologi pada pasien di Balai
Penyakit Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran. Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan pada bulan Oktober hingga Disember
2017 menggunakan rekam medis. Sampel: pasien yang pernah dirawat di Balai Kulit,
Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran dengan diagnosis Akne Vulgaris, Melasma dan
Ochronosis. Hasil: Dari total 597 pasien, 412 orang pasien diberikan Interxanthin,
181 orang pasien diberikan Seloxy AA, dan hanya 5 orang yang diberikan Asthin F.
Kesimpulan : Interxanthin adalah antioksidan yang paling sering diberikan yaitu
sebanyak 412 orang dari total 597 pasien. Dari 412 orang tersebut, 261 orang
(63,35%) adalah pasien Akne Vulgaris, 146 orang (35,44%) adalah pasien Melasma
dan 5 orang (1,21%) adalah pasien Ochronosis.
Kata Kunci : Antioksidan, karakteristik
SKRIPSI
FACULTY OF MEDICINE
HASANUDDIN UNIVERSITY
December 2017
Nur Syahidatul Nadia binti Mohd Ita (C111 13 863)
dr. Yanti Leman, M.Kes, Sp.KK
CHARACTERISTICS OF ANTIOXIDANT USE IN DERMATOLOGY FIELD
FOR PATIENTS IN BALAI PENYAKIT KULIT, KELAMIN DAN
KOSMETIKA JL. VETERAN
ABSTRACT
Background: antioxidants are compounds that can counteract or mitigate the
negative effects of oxidants. Objectives: This study aims to determine the
Characteristics of Antioxidant Use in Dermatology field in patients in Balai Penyakit
Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran. Methods: This is a descriptive study
conducted from October to December 2017 using medical records. Sample: patients
who had been treated at Balai Penyakit Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran
with diagnosis of Akne Vulgaris, Melasma and Ochronosis. Results: From total of
597 patients, 412 patients were given Interxanthin, 181 patients were given Seloxy
AA, and only 5 were given Asthin F. Conclusion: Interxanthin is the most commonly
used antioxidant of 412 people out of a total of 597 patients. Of the 412 people, 261
people (63.35%) were Akne Vulgaris patients, 146 people (35.44%) were Melasma
patients and 5 (1.21%) were Ochronotic patients.
Keywords: Antioxidant, characteristic
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Secara kimia antioksidan adalah senyawa pemberi elektron ( elektron donor).
Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau
meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa
oksidan tersebut dapat di hambat. Antioksidan dibutuhkan tubuh untuk melindungi
tubuh dari serangan radikal bebas. Antioksidan adalah suatu senyawa atau komponen
kimia yang dalam kadar atau jumlah tertentu mampu menghambat atau
memperlambat kerusakan akibat proses oksidasi.ˡ
Dalam usaha untuk mendapatkan kulit yang sehat, kita tidak boleh melupakan
peran antioksidan untuk melindungi kulit kita. Kecukupan antioksidan merupakan
benteng pertahanan untuk mencegah dampak buruk radikal bebas yang merusak kulit
kita.² Antioksidan sangat diperlukan oleh tubuh untuk mengatasi dan mencegah stres
oksidatif. Berbagai bahan alam asli Indonesia banyak mengandung antioksidan
dengan berbagai bahan aktifnya. Penggunaan bahan alam asli Indonesia sebagai
antioksidan diperlukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan
biaya relatif terjangkau.
Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai keterbatasan dalam
penanggulangan masalah kesehatan, dimana penyakit infeksi masih tinggi, tetapi
prevalensi penyakit degeneratif makin meningkat. Menurut hasil riset kesehatan dasar
yang dilakukan oleh Badan Litbangkes (RKD) tahun 2007, penyebab kematian utama
adalah stroke (15,4%), diikuti tuberkulosis, hipertensi, dan cidera (6,5-7,5%), serta
diabetes mellitus dan tumor (masing-masing 5,7%). Oleh karena itu, penyakit
degeneratif merupakan masalah kesehatan yang serius dan menjadi penyebab
kematian tertinggi di Indonesia. Dalam bidang dermatologi, antioksidan terkenal
dengan fungsinya sebagai anti aging.
Stres oksidatif berperan penting dalam patofisiologi terjadinya proses menua
dan berbagai penyakit degeneratif, seperti kanker, diabetes mellitus dan
komplikasinya, serta aterosklerosis yang mendasari penyakit jantung, pembuluh
darah dan stroke. Berdasarkan penelusuran kepustakaan, antioksidan sangat
bermanfaat bagi kesehatan dalam pencegahan proses menua dan penyakit degeneratif.
Antioksidan dapat melawan radikal bebas yang terdapat dalam tubuh, yang didapat
dari hasil metabolisme tubuh, polusi udara, cemaran makanan, sinar matahari, dsb.
Berbagai tanaman yang ada di Indonesia dan lazim dikonsumsi ternyata ada yang
mengandung antioksidan, seperti tanaman bawang-bawangan dan lain sebagainya.
Obat-obatan sintetis ada juga yang bersifat sebagai antioksidan, antara lain N-asetil
sistein dan vit C.
Stres oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas
yang ada dengan jumlah antioksidan di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan
senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan dalam
orbitalnya, sehingga bersifat sangat reaktif dan mampu mengoksidasi molekul di
sekitarnya (lipid, protein, DNA, dan karbohidrat). Antioksidan bersifat sangat mudah
dioksidasi, sehingga radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi
molekul lain dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen
reaktif.
Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya atau
kehilangan elektron, sehingga apabila dua radikal bebas bertemu, mereka bisa
memakai bersama elektron tidak berpasangan membentuk ikatan kovalen.5 Molekul
biologi pada dasarnya tidak ada yang bersifat radikal. Apabila molekul non radikal
bertemu dengan radikal bebas, maka akan terbentuk suatu molekul radikal yang
baru.5 Dapat dikatakan, radikal bebas bersifat tidak stabil dan selalu berusaha
mengambil elektron dari molekul di sekitarnya, sehingga radikal bebas bersifat toksik
terhadap molekul biologi/sel. Radikal bebas dapat mengganggu produksi DNA,
lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi pembuluh darah, produksi
prostaglandin, dan protein lain seperti enzim yang terdapat dalam tubuh.
Radikal bebas yang mengambil elektron dari DNA dapat menyebabkan
perubahan struktur DNA sehingga timbullah sel-sel mutan. Bila mutasi ini terjadi dan
berlangsung lama dapat menjadi kanker. Radikal bebas juga berperan dalam proses
menua, dimana reaksi inisiasi radikal bebas di mitokondria menyebabkan
diproduksinya Reactive Oxygen Species (ROS) yang bersifat reaktif. Radikal bebas
dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok,
hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan lain.
Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila jumlahnya tidak
berlebihan. Mekanisme pertahanan tubuh dari radikal bebas adalah berupa
antioksidan di tingkat sel, membran, dan ekstra sel. Antioksidan berdasarkan
sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan endogen, yaitu enzim-enzim yang
bersifat antioksidan, seperti: Superoksida Dismutase (SOD), katalase (Cat), dan
glutathione peroksidase (Gpx); serta antioksidan eksogen, yaitu yang didapat dari luar
tubuh/makanan. Berbagai bahan alam asli Indonesia banyak mengandung antioksidan
dengan berbagai bahan aktifnya, antara lain vitamin C, E, pro vitamin A,
organosulfur, α-tocopherol, flavonoid, thymoquinone, statin, niasin, phycocyanin, dan
lain-lain. Berbagai bahan alam, baik yang sudah lama digunakan sebagai makanan
sehari-hari atau baru dikembangkan sebagai suplemen makanan, mengandung
berbagai antioksidan tersebut. Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif.
³
Seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas, maka
penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang dengan baik untuk makanan
maupun untuk pengobatan (Boer, 2000). Stres oksidatif merupakan keadaan yang
tidak seimbang antara jumlah molekul radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh
(Trilaksani, 2003). Senyawa antioksidan adalah suatu inhibitor yang dapat digunakan
untuk menghambat autooksidasi.
Oleh karena itu kulit memerlukan suatu substansi penting yakni antioksidan
yang dapat membantu melindungi kulit dari serangan radikal bebas maupun senyawa
radikal. Antioksidan dalam kadar tertentu mampu menghambat atau memperlambat
kerusakan akibat proses oksidasi.1 Tujuan dari penulisan ini adalah membahas
karakteristik penggunaan antioksidan di bidang dermatologi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan referensi dan latar belakang, faktor yang harus dipertimbangkan adalah
Akne Vulgaris, Melasma dan Ochronosis.
1.3 Batasan Masalah
Membatasi populasi dalam periode Desember 2016 hingga September
2017.
Lokasi pengambilan populasi dan sampel di Balai Kulit, Kelamin dan
Kosmetika Jl Veteran.
Faktor yang dianggap akan memberikan gambaran khas tentang tajuk
yaitu Akne Vulgaris, Melasma dan Ochronosis.
1.4 Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
untuk memperoleh informasi mengenai Karakteristik Penggunaan
Antioksidan di bidang Dermatologi pada pasien di Balai Kulit, Kelamin
dan Kosmetika Jl Veteran.
2) Tujuan Khusus
untuk mengetahui distribusi penggunaan antioksidan di bidang dermatologi
bagi penyakit Akne Vulgaris.
untuk mengetahui distribusi penggunaan antioksidan di bidang dermatologi
bagi penyakit Melasma.
untuk mengetahui distribusi penggunaan antioksidan di bidang dermatologi
bagi penyakit Ochronosis.
1.5 Manfaat Penelitian
Masyarakat umum : memberi gambaran umum, perbaiki sikap dan pola pikir
terhadap penggunaan antioksidan.
Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl Veteran agar dapat memberi masukan.
Instansi kesehatan lainnya agar dapat menambahkan pengetahuan serta
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari penelitian ini.
Penelitian ini juga semoga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan, acuan,
ataupun perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
Bagi peneliti sendiri pada khususnya, semoga penelitian ini dapat menjadi
pembelajaran yang berharga terutama untuk perkembangan keilmuan peneliti.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum
Penyakit kulit disebabkan oleh kuman dan penyebab lain yang tidak ada
kaitanya dengan infeksi. Salah satu faktor penyebab penyakit kulit adalah paparan
radikal bebas. Radikal bebas secara langsung merusak sel-sel kulit. Secara tidak
langsung menurunkan imunitas kulit sehingga memperbesar risiko terkena infeksi
kuman.
Paparan radikal bebas membuatkan kulit cepat menua dan mengalami
penuaan. Penuaan kulit menurunkan elastisitas kulit, kerusakan melanin hingga
menimbulkan penyakit kulit serius seperti kanker kulit. Paparan radikal bebas yang
berlangsung terus menerus merapuhkan membrane sel kulit sehingga mudah
terinfeksi oleh aneka patogen yang menyebabkan timbulnya berbagai penyakit kulit.
Radikal bebas yang ganas merusak kulit adalah radiasi sinar matahari. Dengan
energi yang tinggi, sinar UV A dan UV B menembus jaringan kulit hingga penuaan
kulit terjadi. Dampak paparan radiasi UV A dan UV B tidak hanya membuat kulit
kusam dan muncul bercak hitam, namun juga mendorong terjadinya melanoma dan
tumor kulit.
Selain sinar matahari, ada sejumlah radikal bebas yang ditenggarai sebagai
penyebab kerusakan kulit. Radikal bebas dari pembakaran rokok juga merupakan
perusak kulit yang perlu diwaspadai. Selain itu, berbagai macam polutan kimiawi
yang bebas di udara dan air juga merupakan sumber radikal bebas yang berpotensi
merusak keindahan kulit kita, bahkan memicu timbulnya penyakit kulit.
Dalam usaha untuk mendapatkan kulit yang sehat, kita tidak boleh melupakan
peran antioksidan untuk melindungi kulit kita. Kecukupan antioksidan merupakan
benteng pertahanan untuk mencegah dampak buruk radikal bebas yang merusak kulit
kita. Pasokan antioksidan dari makanan alami sangat diharapkan untuk melindungi
seluruh tubuh dari paparan radikal bebas. Kulit kita terdiri dari bagian lemak dan air,
maka antioksidan yang melindunginya harus mampu mereduksi radikal bebas yang
larut dalam air, dan lemak. 2
Menurut Jurnal Antioksidan Alami dan Sintetik karya Prof.Dr. Ir. Kesuma
Sayuti dan MS Dr. Ir. Rina Yenrina, MSi, karotenoid (prekursor vitamin A), vitamin
C, dan vitamin E adalah antioksidan alami yang bermanfaat untuk melawan serangan
radikal bebas, penyebab penuaan dini, dan berbagai jenis kanker. Berbeda halnya
dengan vitamin, mineral relatif tahan selama pengolahan kecuali mineral tertentu
seperti iodium. Oleh karena itu mineral dapat disumbangkan baik dari pangan nabati
maupun hewani. Ada beberapa mineral yang berperan sebagai antioksidan yaitu Cu,
Zn, Se dan Mn.
2.2 Epidemiologi
Secara internasional terdapat peningkatan perhatian pada potensi kesehatan
pangan, terutama perhatian pada makanan atau minuman yang tidak hanya berfungsi
untuk mensuplai zat-zat gizi, tetapi juga mengandung bahan yang diperkirakan atau
telah terbukti dapat meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit
tertentu (Muchtadi, 2012). Beras hitam adalah salah satu jenis beras yang mulai
populer dan mulai dikonsumsi sebagai pangan fungsional karena manfaatnya dalam
kesehatan. Beras hitam berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit,
memperbaiki kerusakan sel hati (hepatitis dan sirosis), mencegah gangguan fungsi
ginjal, mencegah kanker atau tumor, memperlambat penuaan, mencegah anemia,
membersihkan kolesterol dalam darah, dan sebagai antioksidan (Suardi dan Ridwan,
2009). (http://e-journal.uajy.ac.id/5867/2/BL101161.pdf )
Beberapa tahun kebelakangan ini praktek suntik vitamin C menjamur di
Indonesia, terutama di kota-kota besar. Hal ini dikarenakan animo masyarakat
terhadap vitamin C cukup tinggi. Bukan hanya secara suntik, pemakaian vitamin C
secara topikal dan peroral pun banyak sekali, dapat kita lihat dari banyaknya produk-
produk kesehatan dan kecantikan yang mempunyai kandungan vitamin C. 5
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya kerusakan kulit:
Radikal bebas
Sinar matahari (UV A dan UV B)
Infeksi kuman
Asupan makanan yang kurang kandungan antioksidan
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Antioksidan Berdasarkan Mekanisme Kerja:
• Antioksidan Primer: Mencegah terjadinya reaksi inisiasi dengan cara
bereaksi dengan radikal bebas dan memutus reaksi berantai oksidasi.
Mengubah radikal bebas menjadi produk baru yang lebih stabil, lebih
larut air dan bisa dibuang dari tubuh (Enzim 2-SOD, katalase, dll).
• Antioksidan Sekunder: Menangkap radikal bebas dan mencegah reaksi
berantai (vitamin C, Beta Karoten, BHA, BHT, GA, dll).
• Antioksidan Tersier: Memperbaiki kerusakan sel dan jaringan sel yang
rusak akibat radikal bebas misal: Enzim Reduktase, memperbaiki
DNA yang rusak akibat kerja radikal bebas.
2.5 Jenis Antioksidan dan Fungsinya
Vitamin C dan E dan Selenium
Vitamin C dan E, serta selenium, dapat membantu melindungi kulit terhadap
kerusakan akibat sinar matahari dan kanker kulit. Tiga antioksidan ini bekerja dengan
cara mempercepat sistem perbaikan alami kulit dan secara langsung menghambat
kerusakan lebih lanjut.
Koenzim Q10
Koenzim Q10 adalah antioksidan alami dalam tubuh yang membantu sel-sel tumbuh
dan melindungi mereka dari kerusakan akibat kanker. Penurunan tingkat koenzim
Q10 yang terjadi dianggap berkontribusi terhadap penuaan kulit. Karena itu,
mengaplikasikan koenzim Q10 pada kulit dapat membantu meminimalkan
munculnya keriput.
Asam alfa lipoat
Antioksidan ini, bila diterapkan secara topikal sebagai krim, dapat membantu
melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar matahari. Penelitian menunjukkan, jika
dioleskan setiap hari, krim-krim wajah dengan kadar asam alfa lipoat 3%-5% akan
membuat perubahan yang cukup signifikan pada wajah.
Flavonoid (Teh hijau dan cokelat)
Teh hijau dan cokelat juga bisa membantu memperbaiki kulit Anda. Penelitian
menunjukkan bahwa flavonoid dalam teh hijau merupakan antioksidan kuat yang
dapat membantu melindungi kulit dari kanker dan peradangan. Sebuah studi di
Jerman dalam Journal of Nutrition juga menemukan bahwa wanita yang minum
cokelat dengan konsentrasi flavonoid yang tinggi selama tiga bulan memiliki kulit
yang lebih halus daripada wanita yang minum cokelat dengan konsentrasi flavonoid
yang lebih rendah.
Vitamin B
Vitamin B sangat penting untuk sel-sel di seluruh tubuh, termasuk sel-sel kulit.
Konsumsilah makanan-makanan yang kaya vitamin B, seperti ayam, telur, dan biji-
bijian, karena kekurangan vitamin B dapat menyebabkan kulit kering.
Ada beberapa hal lainnya untuk Anda perlu perhatikan mengenai asupan nutrisi
bergizi untuk kulit, terutama jika Anda memutuskan untuk memilih asupan suplemen.
Halaman berikut penjelasannya.
Suplemen Untuk Kulit Sehat
Untuk menjaga kesehatan kulit, bisa juga mengonsumsi suplemen penunjang kulit
wajah seperti H2: Health and Happiness. Khasiatnya untuk kulit sangat beragam,
yakni membantu membersihkan jerawat, mengurangi garis-garis halus, meningkatkan
produksi kolagen, meringankan flek, serta memperbaiki tekstur kulit. Dengan
beberapa nutrisi alami seperti Astaxanthin, Collactive, dan Hytolive sudah teruji
secara klinis mempertahankan kecantikan kulit secara alami.
Astaxanthin, yang berasal dari algae merah berfungsi melembapkan dan menjaga
elastisitas kulit sekaligus memperbaiki kolagen pada kulit yang rusak akibat radikal
bebas. Collactive, terdiri dari kolagen berfungsi sebagai antikeriput. Sementara itu,
Hytolive adalah ekstrak buah zaitun yang mampu mencerahkan kulit. 6
2.6 Penyakit Akne Vulgaris
2.6.1 Definisi Akne Vulgaris
Akne vulgaris atau jerawat, selanjutnya disebut akne, adalah penyakit kulit obstruktif
dan inflamatif kronik pada unit pilosebasea yang sering terjadi pada masa remaja.
Akne sering menjadi tanda pertama pubertas dan dapat terjadi satu tahun sebelum
menarkhe atau haid pertama. Onset akne pada perempuan lebih awal daripada laki-
laki karena masa pubertas perempuan umumnya lebih dulu daripada laki-laki. 9
2.6.2 Epidemiologi Akne Vulgaris
Prevalensi akne pada masa remaja cukup tinggi, yaitu berkisar antara 47-90% selama
masa remaja. Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki prevalensi akne
tinggi, yaitu 37% dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%, Kaukasia 24%, dan
India 23%. Pada ras Asia, lesi inflamasi lebih sering dibandingkan lesi komedonal,
yaitu 20% lesi inflamasi dan 10% lesi komedonal. Tetapi pada ras Kaukasia, akne
komedonal lebih sering dibandingkan akne inflamasi, yaitu 14% akne komedonal,
10% akne inflamasi. 9
2.6.3 Klasifikasi Akne Vulgaris
Klasifikasi akne yang paling ‘tua’ adalah klasifikasi oleh Pillsburry pada tahun 1956,
yang mengelompokkan akne menjadi 4 skala berdasarkan perkiraan jumlah dan tipe
lesi, serta luas keterlibatan kulit. Klasifikasi lainnya oleh Plewig dan Kligman (2005),
yang mengelompokkan akne vulgaris menjadi :
a) Akne komedonal
a. Grade 1: Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah
b. Grade 2 : 10-25 komedo pada tiap sisi wajah
c. Grade 3 : 25-50 komedo pada tiap sisi wajah
d. Grade 4 : Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah
b) Akne papulo pustul
a. gade 1 : Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah
b. Grade 2 : 10-20 lesi pada tiap sisi wajah
c. Grade 3 : 20-30 lesi pada tiap sisi wajah
d. Grade 4 : Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah
c. Akne konglobata
Merupakan bentuk akne yang berat, sehingga tidak ada pembagian tingkat beratnya
penyakit. Biasanya lebih banyak diderita oleh laki-laki. Lesi yang khas terdiri dari
nodulus yang bersambung, yaitu suatu masa besar berbentuk kubah berwarna merah
dan nyeri. Nodul ini mula-mula padat, tetapi kemudian dapat melunak mengalami
fluktuasi dan regresi, dan sering meninggalkan jaringan parut . 10
Menurut American academy of Dermatology klasifikasi Akne adalah sebagai berikut:
KLASIFIKASI KOMEDO PAPUL/PUSTUL NODUL
RINGAN <25 <10 -
SEDANG >25 10-30 >10
BERAT - >30 >10
Table 2.1 Klasifikasi Akne
2.6.4 Patofisiologi Akne Vulgaris
Patogenesis akne meliputi empat faktor, yaitu hiperproliferasi epidermis
folikular sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi sebum berlebihan, infl amasi,
dan aktivitas Propionibacterium aknes (P. aknes). Androgen berperan penting pada
patogenesis akne tersebut. Akne mulai terjadi saat adrenarke, yaitu saat kelenjar
adrenal aktif menghasilkan dehidroepiandrosteron sulfat, prekursor testosteron.
Penderita akne memiliki kadar androgen serum dan kadar sebum lebih tinggi
dibandingkan dengan orang normal, meskipun kadar androgen serum penderita akne
masih dalam batas normal. Androgen akan meningkatkan ukuran kelenjar sebasea
dan merangsang produksi sebum, selain itu juga merangsang proliferasi keratinosit
pada duktus seboglandularis dan akroinfundibulum. Hiperproliferasi epidermis
folikular juga diduga akibat penurunan asam linoleat kulit dan peningkatan aktivitas
interleukin 1 alfa. Epitel folikel rambut bagian atas, yaitu infundibulum, menjadi
hiperkeratotik dan kohesi keratinosit bertambah, sehingga terjadi sumbatan pada
muara folikel rambut. Selanjutnya di dalam folikel rambut tersebut terjadi akumulasi
keratin, sebum, dan bakteri, dan menyebabkan dilatasi folikel rambut bagian atas,
membentuk mikrokomedo. Mikrokomedo yang berisi keratin, sebum, dan bakteri,
akan membesar dan ruptur.
Selanjutnya, isi mikrokomedo yang keluar akan menimbulkan respons
inflamasi. Akan tetapi, terdapat bukti bahwa inflamasi dermis telah terjadi
mendahului pembentukan komedo. Faktor keempat terjadinya akne adalah P. aknes,
bakteri positif gram dan anaerob yang merupakan fl ora normal kelenjar pilosebasea.
Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P. aknes lebih tinggi dibandingkan remaja
tanpa akne, tetapi tidak terdapat korelasi antara jumlah P. aknes dengan berat akne.
Peranan P. aknes pada patogenesis akne adalah memecah trigliserida, salah satu
komponen sebum, menjadi asam lemak bebas sehingga terjadi kolonisasi P. aknes
yang memicu inflamasi. Selain itu, antibodi terhadap antigen dinding sel P. aknes
meningkatkan respons inflamasi melalui aktivasi komplemen. Enzim 5-alfa reduktase,
enzim yang mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT ), memiliki
aktivitas tinggi pada kulit yang mudah berjerawat, misalnya pada wajah, dada, dan
punggung. Pada hiperandrogenisme, selain jerawat, sering disertai oleh seborea,
alopesia, hirsutisme, gangguan haid dan disfungsi ovulasi dengan infertilitas dan
sindrom metabolik, gangguan psikologis, dan virilisasi.
Penyebab utama hiperandrogenisme adalah sindrom polikistik ovarium
(polycystic ovarian syndrome, PCOS). Sebagian penderita PCOS, yaitu sebanyak
70%, juga menderita akne. Meskipun demikian, sebagian besar akne pada perempuan
dewasa tidak berkaitan dengan gangguan endokrin. Penyebab utama akne pada
kelompok ini adalah perubahan respons reseptor androgen kulit terhadap perubahan
hormon fisiologis siklus haid. Sebagian besar perempuan mengalami peningkatan
jumlah akne pada masa premenstrual atau sebelum haid. 9
2.7 Penyakit Melasma
2.7.1 Definisi Melasma
Melasma, yang dalam bahasa Yunani berarti “warna hitam”, merupakan
hipermelanosis kutaneus kronik didapat yang ditandai dengan makula
hiperpigmentasi pada area wajah yang terpajan sinar matahari. Namun kadang-
kadang dapat dijumpai pada leher dan lengan atas. Melasma yang juga dikenal
dengan nama kloasma atau mask of pregnancy, memiliki lesi berupa makula yang
tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua. Pada melasma umumnya
didapatkan lesi yang simetris. Hal tersebut dapat digunakan untuk membedakan
dengan penyakit hiperpigmentasi kutaneus yang lain. Chloasma berasal dari bahasa
Yunani, chloazein, yang berarti “ menjadi hijau”. Melas, juga berasal dari bahasa
Yunani, yang berarti “ hitam “. Oleh karena pigmentasi tidak pernah tampak
berwarna hijau, melasma mempunyai arti yang lebih sesuai. Pasien yang mempunyai
melasma dapat mengalami perubahan kehitaman kulit selama paparan UV (Ultra
violet) dari satu waktu ke waktu lain . Di luar negeri, melasma biasanya lebih terlihat
saat musim panas dan menurun saat bulan-bulan musim dingin dengan paparan sinar
UV yang lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh UVA dan UVB yang memacu
aktivitas melanosit dan melanogenesis. Penelitian Kang dan kawan-kawan
melaporkan bahwa terjadi perubahan tipe dermal terhadap peningkatan paparan sinar
matahari dengan studi kohort dari hasil biopsi kulit 56 pasien di Korea yang
didiagnosis melasma. 13
2.7.2 Epidemiologi Melasma
Melasma pada dasarnya dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang
tinggal di daerah yang banyak terpajan sinar matahari ( iklim tropis). Insiden
terbanyak dimiliki oleh wanita dengan tipe warna kulit yang lebih gelap dan beberapa
ras seperti Latin ( 8,8 % ), Afrika-Amerika, Afrika-Karibia dan Asia.Tidak hanya
wanita, melasma juga bisa didapatkan pada pria (± 10%). Di Indonesia, perbandingan
kasus wanita dan pria yaitu 24 : 1. Terutama tampak pada wanita usia subur dengan
riwayat langsung dalam intensitas yang lama terkena pajanan sinar matahari. Usia 30-
44 merupakan insidens terbanyak. Berdasarkan penelitian Tia Febrianti, Aryani
Sudharmono, IGAK Rata, Irma Bernadette di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK Universitas Indonesia/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun
2004 menunjukkan hasil bahwa epidemiologi melasma 97,93% wanita dan 2,07%
pria. Terutama tampak pada wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena
pajanan sinar matahari. Insidens terbanyak menurut penelitian Rikyanto yang
berkonsultasi ke Poli Kulit RSUD Kota Yogyakarta selama 3 tahun (Juni 2001-Juli
2003), kelompok umur kasus melasma terbanyak pada kelompok usia 31-40 tahun
(42,4%), dengan frekuensi kunjungan terbanyak adalah 1x kunjungan dan pasien
memiliki pekerjaaan yang umumnya adalah pegawai negeri sipil (57,3%). Terjadinya
melasma memiliki kaitan dengan riwayat keluarga yang pernah menderita juga
sebelumnya. Hal ini dihubungkan bahwa peningkatan pigmentasi yang sejalan
dengan paparan radiasi UV merupakan kosekuensi dari perbaikan DNA6 , dengan
gen yang mempengaruhi faktor keturunan ini adalah gen SLC24A5. 13
2.7.3 Klasifikasi Melasma
Terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran klinis, pemeriksaan sinar
Wood, dan pemeriksaan histopatologik. Berdasarkan gambaran klinisnya, melasma
dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1.Bentuk Sentro-Fasial meliputi daerah dahi, hidup, pipi bagian medial, bawah
hidung, serta dagu. (63%)
2. Bentuk Malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral. (21%)
3. Bentuk Mandibular meliputi daerah mandibula. (16%)
Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar Wood, melasma dapat diklasifikasikan
menjadi 4 tipe, yaitu :
1. Tipe Epidermal : umumnya lebih kontras antara melasma dengan kulit sekitarnya
2. Tipe Dermal : kontras kurang nyata antara melasma dengan kulit sekitarnya.
3. Tipe Campuran : terdapat bagian yang kontras dan bagian yang tidak kontras.
4. Tipe Tidak Jelas : dengan sinar Wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan
sinar biasa jelas terlihat ( pada kulit tipe IV)
Pemeriksaan dengan sinar Wood lebih bermakna pada kulit warna terang dan sedang.
Pada kulit warna gelap (tipe IV), pemeriksaan dengan sinar Wood tidak bermanfaat.
Berdasarkan pemeriksaan histopatologik, sesuai dengan letak pigmennya, melasma
dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Tipe Epidermal : pada umumnya berwarna coklat; melanin terutama terdapat di
lapisan basal dan suprabasal, sel-sel yang padat mengandung melanin adalah
melanosit, sel-sel lapisan basal, dan suprabasal, juga terdapat pada keratinosit dan sel-
sel stratum korneum.
2. Tipe Dermal : biasanya berwarna coklat kebiruan; terdapat makrofag bermelanin di
sekitar pembuluh darah dalam dermis bagian atas dan bawah, pada dermis bagian atas
terdapat fokus-fokus infiltrat.
3. Tipe Campuran : dapat dijumpai dua keadaan tersebut. 13
2.7.4 Patofisiologi Melasma
Pembentukan melanin terjadi didalam melanosit, suatu sel berdendrit yang
terletak pada lapisan basal epidermis dan memproyeksikan dendrit-dendritnya ke
epidermis. Dendrit adalah semacam tangan yang dapat mencapai keratinosit dalam
jarak yang cukup jauh untuk mentransfer melanosomes, yaitu organela yang berisi
melanin. Diperkirakan satu melanosit dapat mencapai 36 keratinosit dan mengadakan
kontak didalam satu kesatuan yang disebut epidermal melanin unit. Proses
pembentukan melanin dan transfernya melalui pengaturan yang sangat kompleks
pada tingkat sel, sub sel, molekul dan genetik. Produk melanin yang dihasilkan akan
menentukan warna kulit, rambut dan mata, karena selain epidermis melanin juga
terdapat di folikel rambut, retina, leptomeningal, telinga bagian dalam dan lain-lain
jaringan. Densitas melanosit pada bagian bagian tubuh bervariasi tergantung lokasi,
seperti di kulit kepala dan lengan bawah terdapat kurang lebih 2000 melanosit setiap
millimeter kubik, sedangkan selain kedua tempat itu hanya kurang lebih 1000
melanosit. Jumlah melanosit tidak dipengaruhi oleh perbedaan ras, tetapi warna kulit
manusia lebih ditentukan oleh aktivitas melanogenik didalam melanosit seperti
sintesis melanin, produksi melanosom, besar, bentuk, warna dan tipe melanosom
serta model transfer dan distribusinya ke keratinosit. Sebagai contoh pada kulit
Kaukasia didapatkan 3-8 melanosom menjadi satu didalam keratinosit sedangkan
pada kulit hitam jumlahnya lebih banyak dan didistribusikan merata ke seluruh
sitoplasma keratinosit. Dengan semakin bertambah usia jumlah melanosit epidermis
akan menurun terutama di tempat yang tidak terpapar sinar matahari, 8-10%
densitasnya berkurang setiap dekade usia, kecuali pada daerah genetalia.
Diduga pengaruh hormon seks yang mempertahankan warna kulit dan rambut
genital sehingga relatif konstan. Biosintesis melanin terjadi didalam melanosom,
dibawah pengaruh genetik dan dapat dipengaruhi pula oleh stimulus dari luar seperti
sinar matahari. Ada dua bentuk melanin yaitu eumelanin yang memberikan warna
gelap (hitam-coklat) dan pheomelanin memberi warna cerah (kuning- kemerahan).
Keduanya di sintesis dari oksidasi tirosin oleh ensim tirosinase, melalui jalur yang
dikenal sebagai Raper Mason Pathway. Tirosin dirubah menjadi DOPA ( Dihidroksi
phenil alanin ) dan DOPA quinon lebih dahulu sebelum menjadi eumelanin (via indol
quinon) atau pheomelanin (via cysteinyl DOPA). Apabila sintesis berkurang atau
terjadi penurunan rate transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit serta
peningkatan deskuamasi stratum korneum menyebabkan keadaan hipopigmentasi
kulit atau sebaliknya.
Peran reseptor membran sel penting dalam pengenalan dan interaksi pada
proses transfer melanosom, demikian pula kecepatan gerakan sel sel basal ke
permukaan untuk menjadi sel sel stratum korneum serta kohesivitas antar korneosit
akan menentukan konsentrasi melanin di epidermis. Pengaruh hormon Melanocyte
Stimulating Hormon (MSH), estrogen dan progresteron juga ikut berperan pada
proses melanogenesis walaupun mekanisme kerja nya belum jelas. Pada melasma
terjadi produksi pigmentasi akibat peningkatan produksi melanin atau peningkatan
proliferasi melanosit yang aktif. Peningkatan produksi melanin ini terjadi tanpa
perubahan jumlah melanosit. Mekanisme timbulnya melasma yang terjadi dalam
berupa proses pembentukan melanin, dapat berupa peningkatan produksi melanosom,
peningkatan melanisasi melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar,
peningkatan pemindahan melanosom dari melanosit ke keratinosit, serta peningkatan
ketahanan melanosom dalam keratinosit.
Belum ada teori yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana patogenesis
dari penyakit melasma. Beberapa hal yang sering dikaitkan dengan penyakit melasma
antara lain adalah pengaruh sinar matahari, kehamilan, penggunaan hormon
kontrasepsi dan Kosmetika. Peningkatan produksi melanosom karena hormon
maupun karena sinar ultra violet. Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan
karena bahan farmakologik seperti perak dan psoralen. Penghambatan dalam
Malphigian cell turnover, keadaan ini dapat terjadi karena obat sitostatik. 13
2.8 Penyakit Ochronosis
2.8.1 Definisi Ochronosis
Ochronosis adalah perubahan warna hitam kebiruan pada jaringan tertentu,
seperti kartilago telinga dan jaringan okular, yang terlihat dengan alkaptonuria,
kelainan metabolik. Selain itu, ochronosis kadang-kadang dapat terjadi dari paparan
berbagai zat seperti fenol, trinitrophenol, resorsinol, merkuri, asam sitrat, benzena,
hidrokuinon, dan antimalaria. 18
Kemampuan hydroquinone yang luar biasa untuk menghambat pembentukan
melanin menjadikannya sehagai bahan kosmetik yang populer sebagai produk
pencerah kulit. Para dermatolog beranggapan bahwa hydroquinone paling efektif
(bila digunakan dengan konsentrasi 4%—10%) untuk mencerahkan kulit. Hasil riset
mengatakan bahwa ada beberapa kasus di Afrika Selatan dimana penggunaan
hydroquinone dalam jangka panjang menyebabkan ochronosis, salah satu bentuk skin
discoloration langka yang membuat beberapa area kulit menjadi kebiruan.
Ochronosis muncul di daerah pipi dan bawah mata akibat penggunaan
hydroquinone rutin jangka panjang (7-8 tahun) dengan indikasi ada campuran bahan
lain seperti merkuri, yang memang jelas-jelas berbahaya bagi kulit. Ini menyebabkan
hydroquinone tidak boleh diperjualbelikan dalam produk kosmetik di Afrika Selatan.
Saat ini, berdasarkan peraturan yang ditetapkan pada tahun 1982, FDA (Food & Drug
Administration) di Amerika Serikat menyatakan bahwa produk yang mengandung
hydroquinone dalam dosis rendah (0,5% – 2%) diperbolehkan untuk dijual di pasaran.
Untuk dosis lebih (4% – 5%) hanya boleh didapatkan melalui resep dokter.
Sementara di Eropa, dosis hydroquinone hanya 1% maksimum. Banyak ahli
dermatologis beranggapan bila digunakan dengan dosis yang tepat, Hydroquinone
aman dan efektif untuk mengatasi masalah pignaentasi pada kulit.
Bicara tentang efektivitas, banyak jurnal medis yang menunjukkan
hydroquinone merupakan kandungan pencerah kulit yang bisa digunakan untuk
menyamarkan noda gelap di kulit. Ini tentu dengan pemakaian di bawah pengawasan
dokter, kalaupun dengan produk over the counter haruslah dalam dosis yang
ditentukan. Mengenai isu bahwa hydroquinone bisa menyebabkan kanker, FDA
sudah memberi proposal pada National Toxicology Program (NTP) untuk
mempelajari lebih lanjut tentang hydroquinone.
Ini karena ada suatu studi yang menyatakan bahwa sekian persen
hydroquinone yang disuntikkan ke dalam tubuh tikus ternyata bisa menimbulkan sel
kanker. Studi lebih lanjut memang diharuskan karena persentase hydroquinone yang
ada pada skincare dan yang disuntikkan belum tentu sama. Selain itu, reaksi tubuh
manusia dan tikus terhadap hydroquinone pun tidak sepenuhnya sama. Bagian kulit
yang diolesi hydroquinone akan menjadi lebih sensitif terhadap sinar matahari. 19
2.8.2 Epidemiologi Ochronosis
Frekuensi di Amerika Serikat, Alkaptonuria adalah penyakit resesif
autosomal langka dengan prevalensi 1 kasus per 1 juta populasi. Sementara
Internasional Alkaptonuria terjadi di seluruh dunia, dengan frekuensi tertinggi terlihat
di Slowakia dan Republik Dominika, di mana prevalensinya mendekati 1 kasus per
19.000 penduduk. Alkaptonuria terlihat pada orang-orang dari semua ras. Ochronosis
eksogen lebih sering terlihat pada populasi Afrika dan Afro-Karibia karena
penggunaan produk pemutih kulit yang mengandung hydroquinone dalam upaya
untuk meringankan penampilan kulit. Kejadian alkaptonuria sama pada kedua jenis
kelamin. Alkaptonuria hadir saat lahir dan sering didiagnosis dengan perubahan
warna pada popok. Sampai 25% pasien dengan alkaptonuria tidak memiliki
pewarnaan urin berwarna gelap, dan banyak pasien tetap tidak terdiagnosis sampai
dewasa.18
2.8.3 Klasifikasi Ochronosis
Ochronosis eksogen ditandai dengan asimtomatik hiperpigmentasi, eritema, papula
dan nodul pada sinar matahari-area tubuh yang terbuka, disebabkan oleh pemutihan
topikal yang berkepanjangan krim yang mengandung hydroquinone. Ini gangguan
didominasi melibatkan menonjol bertulang, rahang bawah, dahi, kuil, hidung, sisi
leher, dada atas dan punggung bagian atas. Sepertinya oksidasi dan polimerisasi
produk sampingan dari hydroquinone menyebabkan ochronosis.
Tipe ochronosis endogen (alkaptonuria), ditandai oleh deposisi asam homogentisat
terpolimerisasi pada jaringan ikat kulit dan organ dalam, merupakan gangguan resesif
autosomal yang disebabkan dengan mewarisi kekurangan dari oksidasi asam
homogentisik. 17
2.8.4 Patofisiologi Ochronosis
Ochronosis didefinisikan oleh Virchow yang secara histologis
menggambarkan jaringan ikat di alkaptonuria, diberi pigmen tulang rawan, atau
kuning, di bawah mikroskop. Alkaptonuria adalah kelainan metabolisme resesif
autosomal langka yang disebabkan oleh kekurangan oksidase asam homogentisat,
satu-satunya enzim yang mampu mengata katabolisasi asam homogentisat (HGA).
Alkaptonuria memiliki cacat pada jalur biokimia dimana fenilalanin dan tirosin
biasanya terdegradasi menjadi asam fumarat dan asetoasetat. Cacat genetik resesif
autosomal dan dipetakan ke gen HGO pada lengan 3q1, dan 18 mutasi missal genetik
diketahui menyebabkan penyimpangan oksidasi asam homogen. Kekurangan ini
berakibat pada akumulasi dan pengendapan HGA dalam tulang rawan, menyebabkan
pigmen hitam kebiru-biruan karakteristik yang khas. Interleukin 6 (IL-6) telah
menunjukkan keterlibatan dalam proses pigmentasi kondrosit. Jaringan ikat yang
terpengaruh ini menjadi lemah dan rapuh seiring berjalannya waktu, menyebabkan
peradangan kronis, degenerasi, dan osteoarthritis.
Ochronosis eksogen, di mana pigmentasi hitam kebiruan kartilago dicatat
secara iatrogenik oleh agen eksogen, telah terlihat setelah terpapar antimalaria dan zat
berbahaya termasuk fenol, trinitrophenol, benzena, hidrokuinon, merkuri, resorsinol,
dan asam picrik. 18
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL YANG DITELITI
3.1 Kerangka Konsep dan variable
3.2 Kerangka teori
Variable yang diteliti
Variable yang tidak diteliti
Karakteristik Antioksidan
(variable independen)
Penyakit di bidang Dermatologi
(variable dependen)
Penyakit di bidangDermatologi
1) Akne Vulgaris
2) Melanoma Malignant
3) Ochronosis
KarakteristikPenggunaanAntioksidan
Terapi Alternatif yang lain:
- tabir surya
- pengaturan diet
- Chemical peeling
3.3 DEFINISI OPERASIONAL
1) Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama
sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas.
Antioksidan juga dapat diartikan sebagai bahan atau senyawa yang dapat
menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi.14
2) Akne Vulgaris atau jerawat, adalah penyakit kulit obstruktif dan inflamatif
kronik pada unit pilosebasea. Semua pasien yang datang dengan keluhan ini
dan berobat di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl Veteran pada periode
Desember 2016 – September 2017 akan diambil datanya untuk dijadikan
penelitian.
3) Melasma merupakan hipermelanosis kutaneus kronik didapat yang ditandai
dengan makula hiperpigmentasi pada area wajah yang terpajan sinar matahari.
Namun kadang-kadang dapat dijumpai pada leher dan lengan atas. Semua
pasien yang datang dengan keluhan ini dan berobat di Balai Kulit, Kelamin dan
Kosmetika Jl Veteran pada periode Desember 2016 – September 2017 akan
diambil datanya untuk dijadikan penelitian.
4) Ochronosis adalah perubahan warna hitam kebiruan pada jaringan tertentu,
seperti kartilago telinga dan jaringan okular, yang terlihat dengan alkaptonuria,
kelainan metabolik, kadang-kadang dapat terjadi dari paparan berbagai zat
seperti fenol, trinitrophenol, resorsinol, merkuri, asam sitrat, benzena,
hidrokuinon, dan antimalaria. 18 Semua pasien yang datang dengan keluhan ini
dan berobat di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl Veteran pada periode
Desember 2016 – September 2017 akan diambil datanya untuk dijadikan
penelitian.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dimana peneliti akan membuat
gambaran atau deskripsi tentang karakteristik penggunaan antioksidan di bidang
dermatologi berdasarkan data-data sekunder yang telah tercatat dalam rekam
medis di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran.
4.2 Waktu & Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober hingga Desember 2017 di Balai
Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl Veteran, Makassar dengan menggunakan data
rekam medis bulan Desember 2016 hingga September 2017.
4.3 Populasi & Sampel
Populasi dan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pasien
yang pernah dirawat di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl Veteran,
Makassar dengan diagnosis Akne Vulgaris, Melasma, dan Ochronosis.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Rekam medik pasien yang pernah berobat di Balai Kulit, Kelamin dan
Kosmetika Jl Veteran digunakan sebagai data sekunder untuk penilaian
penelitian ini.
4.5 Cara pengambilan sampel
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah dengan
menggunakan metode total sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel.
4.5.1 Kriteria Inklusi
Semua pasien Akne Vulgaris, Melasma, dan Ochronosis yang mempunyai
rekam medis yang lengkap di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran.
4.6.2 Kriteria Eksklusi
Pasien Akne Vulgaris, Melasma, dan Ochronosis yang rekam medisnya tidak
sesuai dengan ciri yang dikehendaki yaitu;
- Pasien penyakit penuaan (degenerasi), akne vulgaris, melanoma malignant
dan melasma yang mendapatkan pengobatan diluar periode September 2016
hingga September 2017.
4.7 Cara pengolahan dan penyajian data
Analisa data dilakukan setelah pencatatan data rekam medis yang dibutuhkan
ke dalam daftar tilik dengan menggunakan Microsoft Excel. Seterusnya,
intepretasi data dan diakhiri dengan membuat kesimpulan hasil dari penelitian.
4.8 Etika Penelitian
Informed consent : mendapatkan kebenaran dan menghormati keputusan dari
pihak berwenang Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl Veteran dalam
memperoleh segala maklumat dan rekam medik pasien.
Anonimity (Tanpa Nama) : tidak akan menuliskan nama pasien pada hasil
penelitian sebaliknya akan menggantikannya dengan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian.
Confidentiality (Kerahasiaan) : semua informasi yang telah dikumpulkan akan
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset.
Prinsip manfaat : Penelitian ini bebas dari sebarang penderitaan terhadap subjek,
bebas dari eksploitasi dan tidak merugikan atau menguntungkan subjek, serta
berhati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan berakibat
kepada subjek.
4.9 Alur Penelitiaan
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang Karakteristik Penggunaaan Antioksidan dalam Bidang
Dermatologi di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran periode Desember
2016 hingga September 2017 telah dilakukan dari Bulan Oktober hingga November
2017 di bagian Administrasi Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa rekam medik.
Jumlah pasien Akne Vulgaris, Melasma dan Ochronosis yang mendapat terapi
antioksidan oral adalah sebanyak 597 orang dan kesemuanya digunakan sebagai
populasi sampel untuk dimasukkan dalam penelitian. Dari 597 orang pasien tersebut,
362 orang (60,64%) adalah pasien Akne Vulgaris, 227 orang (38,02%) adalah pasien
Melasma dan 8 orang (1,34%) adalah pasien Ochronosis.
Setelah dilakukan penelitian, terdapat tiga antioksidan oral yang sering
digunakan sebagai terapi pengobatan di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl.
Veteran. Antioksidan oral tersebut adalah Seloxy AA, Interxanthin, dan Asthin F.
Dari 597 orang pasien tersebut, 181 orang pasien (30,32%) mendapatkan obat Seloxy
AA, 412 orang pasien (69,01%) mendapatkan obat Interxanthin, dan 4 orang pasien
(0,67%) mendapatkan obat Asthin F.
Tabel 5.1 Distribusi penggunaan antioksidan oral pada pasien Akne Vulgaris,
Melasma dan Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran
ANTIOKSIDAN JUMLAH PASIEN(N=597)
PERSEN%
Seloxy AA 181 30,32Interxanthin 412 69,01Asthin F 4 0,67
Sumber: Rekam Medik Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran.
Tabel 5.1 Gambar Penggunaan Antioksidan Oral pada pasien Akne Vulgaris,
Melasma dan Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran
Penelitian dilakukan dengan mencatat data dari 597 rekam medik yang tertulis
diagnosis penyakit Akne Vulgaris, Melasma atau Ochronosis dengan pemberian
terapi yang mengandung antioksidan oral. Data yang diambil adalah nomor rekam
medik, diagnosis penyakit dan terapi.
Interxanthin merupakan antioksidan yang paling sering digunakan di Balai
Kulit, Kelamin dan Kosmetika dengan jumlah pasien sebanyak 412 orang (69,01%),
diikuti Seloxy AA dengan jumlah pasien sebanyak 181 orang (30,32%) dan yang
paling jarang digunakan adalah Asthin F dengan jumlah pasien sebanyak 4 orang
(0,67%).
Tabel 5.2 Distribusi Penggunaan Seloxy AA sebagai terapi pengobatan di Balai
Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran
PENYAKITDERMATOLOGI
JUMLAH PASIEN(N=181)
PERSEN%
Akne Vulgaris 97 53,59Melasma 81 44,75Ochronosis 3 1,66Sumber: Rekam Medik Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran.
Gambar 5.2 Distribusi Penggunaan Seloxy AA sebagai terapi pengobatan di
Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran
Tabel 5.2 dan gambar 5.2 menunjukkan bahawa secara keseluruhan penyakit
terbanyak yang menggunakan Seloxy AA sebagai terapi adalah Akne Vulgaris yaitu
sebanyak 97 orang (53,59%), diikuti Melasma sebanyak 81 orang (44,75%), dan
terendah Ochronosis yaitu 3 orang (1,66%).
Tabel 5.3 Distribusi Penggunaan Interxanthin sebagai terapi pengobatan di
Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran
PENYAKITDERMATOLOGI
JUMLAH PASIEN(N=412)
PERSEN%
Akne Vulgaris 261 63,35Melasma 146 35,44Ochronosis 5 1,21Sumber: Rekam Medik Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran.
Gambar 5.3 Distribusi Penggunaan Interxanthin sebagai terapi pengobatan di
Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik pasien Akne Vulgaris,
Melasma dan Ochronosis, penyakit dalam bidang Dermatologi yang paling banyak
menggunakan Interxanthin sebagai terapi pengobatan adalah Akne Vulgaris yaitu
sebanyak 261 orang (63,35%), diikuti Melasma sebanyak 146 orang (35,44) dan
paling sedikit adalah Ochronosis yaitu 5 orang (1,21).
Table 5.4 Distribusi Penggunaan Asthin F sebagai terapi pengobatan di Balai
Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran
PENYAKITDERMATOLOGI
JUMLAH PASIEN(N=4)
PERSEN%
Akne Vulgaris 4 100Melasma 0 0Ochronosis 0 0Sumber: Rekam Medik Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran.
Gambar 5.4 Distribusi Penggunaan Asthin F sebagai terapi pengobatan di Balai
Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik pasien Akne Vulgaris,
Melasma dan Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran, hanya
pasien Akne Vulgaris yang mendapatkan terapi pengobatan Asthin F dengan jumlah
4 orang (100%).
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Alur Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian tentang Karakteristik Penggunaan Antioksidan
Oral di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran, Makassar yang dilaksanakan
selama 2 bulan dari Oktober hingga November 2017, dengan menjadikan rekam
medis dari Desember 2016 hingga September 2017 sebagai sampel penelitian,
didapatkan sebanyak 597 orang yang didiagnosis penyakit Akne Vulgaris, Melasma
dan Ochronosis.
Persetujuan Judul & Proposal
Kesemua 597 Rekam Medik ini dilakukan analisasesuai variable independen
597 orang pasien dengan diagnosis Akne Vulgaris,Melasma dan Ochronosis teregistrasi pada Desember
2016 hingga September 2017
Kelulusan Permohonan Persetujuan Etik
Beberapa rekam medik yanglainnya dieksklusikan karenatidak memenuhi kriteria
inklusi
Pengambilan data Rekam Medik di Bagian RekamMedik di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl.
Veteran, Makassar
6.2 Distribusi penggunaan Seloxy AA pada pasien Akne Vulgaris, Melasma dan
Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran
Dari penelitian ini, didapatkan bahwa pasien Akne Vulgaris paling banyak
datang ke Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran dan sebanyak 97 orang
pasien (53,59%) diberikan Seloxy AA. Kedua terbanyak adalah Melasma dengan
jumlah pasien 81 orang (44,75%) dan yang paling sedikit adalah Ochronosis yaitu
berjumlah 3 orang (1,66%).
Seloxy AA merupakan preparat antioksidan yang memiliki komposisi Alpha
Lipoic Acid , Beta Karoten, Calsium Ascorbate, Zinc Picolinate, Selenium. Alpha
Lipoic Acid (ALA) merupakan asam lemak yang mengandung gugus sulfur yang
terdapat pada setiap sel tubuh yang dapat membantu menghambat penuaan akibat
glycation (reaksi glukosa-protein) sehingga akan mengurangi kerusakan kolagen pada
kulit, selain itu ALA merupakan antioksidan yang bersifat universal karena
kemampuannya yang bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan hidrofilik (larut dalam
air) sehingga mampu menembus membran sel lapisan lemak maupun air.
ALA juga mempunyai aktivitas kemampuan antioksidan secara bbiologi dan
aktivitas mere-cycle antioksidan lain (Vitamin C, Vitamin E, Ubikuinone dan
Glutathione) serta mampu regenerasi diri sendiri (me-recycle dari bentuk radikal
bebas menjadi antioksidan kembali) Beta Carotene merupakan provitamin A yang
mempunyai fungsi dapat meredam reaktivitas radikal bebas dan melindungi sel dari
kerusakan oksidatif, meningkatkan sistem imun dan dapat menurunkan risiko
terjadinya kanker. Calsium ascorbate merupakan bentuk garam dari Ascorbic acid
(Vitamin C), sehingga mempunyai efek iritasi yang minimal dilambung, yang
mempunyai efektivitas sebagai kofaktor pembentuk kolagen dan dapat meningkatkan
elastisitas dan keremajaan kulit.
Selenium adalah trace mineral esensial bagi tubuh manusia yang dapat
berfungsi sebagai immu-nomodulator, detoksifikasi logam berat, anti carcinogenic,
selenium dapat dijumpai di daging, ikan, brokoli dan lain-lain. Sedangkan Zinc dapat
membantu proses pembentukan struktur dan fungsi membran sel, mempercepat
penyembuhan luka, sebagai imunitas seluler, meredam radikal bebas dan membantu
penyembuhan infeksi. Komposisi Seloxy AA yang multi antioksidan ini merupakan
pilihan tepat untuk dapat meredam radikal bebas dalam tubuh. 14
6.3 Distribusi penggunaan Interxanthin pada pasien Akne Vulgaris, Melasma
dan Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran
Dari penelitian ini, didapatkan bahwa pasien Akne Vulgaris paling banyak
datang ke Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran yaitu sebanyak 261 orang
pasien (63,35%) diberikan Interxanthin. Kedua terbanyak adalah Melasma dengan
jumlah pasien 146 orang (35,44%) dan yang paling sedikit adalah Ochronosis yaitu
berjumlah 5 orang (1,22%).
Interxanthin mengandung natural astaxanthin. Sebagai antioksidan,
Interxanthin tab dipercaya memiliki berbagai manfaat. Misalnya untuk melawan efek
radikal bebas, menjaga ketahanan tubuh serta memelihara kesehatan. dengan
mengkonsumsi Interxanthin tab sebagai suplemen sehari-hari dapat menjaga tubuh
agar selalu dalam keadaan optimal sehingga kebal terhadap serangan penyakit.
Sumber Natural astaxanthin lainnya terdapat dalam ikan salmon, udang, lobster dan
makanan laut lainnya. Interxanthin tab dapat dikonsumsi oleh semua kalangan usia.
http://www.klikdokter.com/obat/interxanthin-tab
Dalam satu kajian yang dilakukan oleh Arni Praditasari dengan judul Metode
Uji Aktivitas Antioksidan secara In Vitro pada ekstrak tanaman, dilakukanlah
penelitian untuk mengetahui potensi antioksidan pada beberapa ekstrak tanaman.
Metode xantin oksidase dilakukan untuk menentukan nilai inhibisi sampel terhadap
radikal bebas. Perhitungan aktivitas inhibisi radikal bebas menggunakan superoksida
dismutase (SOD).
Metode xantin oksidase adalah metode dengan prinsip metabolism xantin-
xantin oksidase, yang menghasilkan radikal anion superoksida. Superoksida
dismutase (SOD) mengubah superoksida menjadi hidrogen peroksida (H2O2)
sehingga metode ini dapat digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan dalam
meredam radikal anion superoksida. Metode ini tidak memerlukan waktu yang lama
pada pengukuran, namun metode ini melewati beberapa tahap inkubasi dalam
pembentukan radikal bebas. 15
6.4 Distribusi penggunaan Asthin F pada pasien Akne Vulgaris, Melasma dan
Ochronosis di Balai Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Jl. Veteran
Dari penelitian ini, didapatkan hanya pasien Akne Vulgaris yang datang ke
Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran yang diberikan Asthin F yaitu
sebanyak 5 orang (100%).
Asthin F adalah Asthin Force adalah suplemen kesehatan yang mengandung
Astaxanthin yang bertindak sebagai Antioksidan. Suplemen ini sering digunakan
sebagai terapi suportif yang berfungsi untuk menguatkan sistem kekebalan tubuh,
menjaga tubuh agar tetap sehat, dan tidak gampang sakit. Sebagai antioksidan Asthin
Force dapat digunakan untuk mencegah kerusakan sel dan memperbaiki kerusakan
sel akibat radikal bebas, mempercepat penyembuhan jerawat dan melenturkan
pembuluh darah, serta sebagai terapi anti penuaan kulit. Obat Asthin Force
mengandung bahan aktif natural Astaxanthin yang berasal dari mikroalga spesies
Haemustococcus pluvalis. Astaxanthin sendiri adalah karotenoid alami yang memiliki
kekuatan antioksidan yang sangat kuat.
Astaxanthin bekerja dalam multifungsi, baik secara lipofilik maupun
hidrofilik. Astaxanthin juga dipercaya sebagai antioksidan teraman karena tidak
memiliki efek pro-oksidan. Selain sebagai antioksidan Astaxanthin juga memiliki
efek anti inflamasi atau anti radang, dapat memperpendek waktu transit darah, dan
dapat memperbaiki ketidaknyamanan pada lambung yang disebabkan oleh dispepsia.16
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Setelah dijalankan penelitian mengenai Karakteristik Penggunaan Antioksidan di
Bidang Dermatologi di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran, Makassar
periode Desember 2016 hingga September 2017, maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Dari 597 orang yang teregistrasi sebagai pasien Akne Vulgaris, Melasma dan
Ochronosis, 362 orang (60,64%) adalah pasien Akne Vulgaris, 227 orang
(38,02%) adalah pasien Melasma, dan 8 orang (1,34%) adalah pasien
Ochronosis.
2) Interxanthin adalah antioksidan yang paling sering diberikan yaitu sebanyak
412 orang dari total 597 pasien. Dari 412 orang tersebut, 261 orang (63,35%)
adalah pasien Akne Vulgaris, 146 orang (35,44%) adalah pasien Melasma dan
5 orang (1,21%) adalah pasien Ochronosis.
3) Seloxy AA merupakan antioksidan kedua terbanyak digunakan yaitu
sebanyak 181 orang dari total 597 pasien. Dari 181 orang tersebut, 97 orang
(53,59%) adalah pasien Akne Vulgaris, 81 orang (44,75%) adalah pasien
Melasma dan 3 orang (1,66%) adalah pasien Ochronosis.
4) Asthin F merupakan antioksidan oral yang paling sedikit digunakan yaitu
hanya 5 orang dari total 597 pasien dan kesemuanya (100%) merupakan
pasien Akne Vulgaris.
7.2 Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai Karakteristik Penggunaan Antioksidan di
Bidang Dermatologi di Balai Kulit, Kelamin dan Kosmetika Jl. Veteran, Makassar
pada Desember 2016 hingga September 2017, terdapat beberapa saran yang dapat
diberikan agar penelitian seperti ini dapat diperbaiki di masa akan datang. Antara
saran yang dapat diberikan adalah:
1. Rekam medik perlu ditulis secara lengkap dan jelas terutama dibagian diagnosis
dan terapi agar data-data yang diperlukan terutama untuk penelitian lebih valid.
Penyimpanan data juga haruslah tersusun demi menjaga tersedianya rekam medik
yang lengkap.
2. Penyuluhan kepada masyarakat tentang penggunaan antioksidan oral dalam bidang
Dermatologi secara lebih meluas agar masyarakat tidak hanya menganggap
penggunaan antioksidan hanya terhad untuk penuaan (degenerasi) kulit sahaja.
3. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih
mendalam tentang semua variable yang telah diteliti diatas dengan mengambil
periode waktu yang lebih panjang dan mengambil data sesuai penyakit yang ada di
tempat penelitian agar data sekunder yang didapatkan lebih banyak sehingga semakin
menambah wawasan kita tentang distribusi penggunaan antioksidan di bidang
Dermatologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sayuti K, Yenrina R, 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Padang: AndalasUniversity Press.
2. (No author), 2013, Mengatasi Penyakit Kulit Dengan Antioksidan, SehatRaga.com,dilihat 28 Agustus 2017, http://www.sehatraga.com/mengatasi-penyakit-kulit-dengan-antioksidan/ .
3. Werdhasari A, 2014, ‘Peran Antioksidan Bagi Kesehatan’, Jurnal BiotekMedisiana Indonesia, vol.3, no.2, hal 59-68.
4. R. Rizky Suganda P, 2011, Peranan Vitamin C Dalam Perawatan Kulit. Tesis,Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.
5. Inilah Vitamin dan Antioksidan yang Baik untuk Kulit, PeduliSehat.info, dilihat 28Agustus 2017, http://pedulisehat.info/inilah-vitamin-dan-antioksidan-yang-baik-untuk-kulit/ .
6. Damayanti, 2017. Penuaan Kulit dan Perawatan Kulit Dasar pada Usia Lanjut.Tesis, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
7. H. Harijono Kariosentono, N.D. Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penuaan Dini SertaPeran Pendidikan Kedokteran di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
8. Theresia Movita, 2013. Akne Vulgaris. CDK-203, vol. 40, no. 4. Jakarta: ErhaClinic & Erha Apothecary. Hal 269 – 271.
9. Nisa Afriyanti R, 2015, ‘Akne Vulgaris Pada Remaja’, J Majority, vol. 4 nomor 6,hal 102 – 105.
10. Tansil Tan S, Puspa Dewi I, 2015. Melanoma Malignant. CDK-235/ vol. 42 no.12. Hal 908 – 910.
11. Wardhana M, 2011, ‘Dermoskopi: Cara Non-invasif Diagnostik Lesi Berpigmen’,Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,Vol. 23 No. 3, hal 167.
12. Dwi Oktarina P, 2012. Faktor Risiko Penderita Melasma. Disertasi, FakultasKedokteran Universitas Diponegoro.
13. Leny Puspitasari M, Viantya Wulansari T, Dewanti Widyaningsih T, dkk. 2016.‘Aktivitas Antioksidan Suplemen Herbal Daun Sirsak dan Manggis’, Jurnal Pangandan Agroindustri, Vol. 4 No 1 hal. 283-290.
14. No name. 2011. Sekilas tentang Seloxy AA. Jurnal MEDICINUS: ScientificJournal of Pharmaceutical Development and Medical Application. Vol 24 (1), hal. 12.
15. Arni Praditasari. ND. Metode Uji Aktivitas Antioksidan Secara In Vitro PadaEkstrak Tanaman.
16. Askandar Tjokroprawiro. 2008. Astaxanthin-Oxidative Stress-Diabetes MellitusFrom Basics to Clinics and from General to Specific. Folia Medica Indonesiana. Vol44, No. 4, Hal 295-296.
17. Nooshin Bagherani, Serena Gianfaldoni, Bruce Smoller. 2015. An Overview ofMelasma. Journal of Pigmentary Disorders. Vol 2, hal 5.
18. Paul N Skiba, dkk. 2017. Ochronosis.https://emedicine.medscape.com/article/1104184-overview
19. No name. 2016. Artikel Mengenal “Hydroquinone” Kandungan Pencerah Wajah,Aman atau Berbahaya? https://perfectbeauty.id/beautytalk/mengenal-hydroquinone-kandungan-pencerah-wajah-aman-atau-berbahaya/
LAMPIRAN