implementasi hak memperoleh second opinion...

121
TESIS IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION PASIEN PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL IMPLEMENTATION RIGHT TO ATTAIN SECOND OPINION PATIENT OF NATIONAL HEALTH INSURANCE PARTICIPANT OLEH M. IKHSAN LUKMAN P3600215057 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Upload: phungkhanh

Post on 02-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

TESIS

IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION

PASIEN PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

IMPLEMENTATION RIGHT TO ATTAIN SECOND OPINION

PATIENT OF NATIONAL HEALTH INSURANCE PARTICIPANT

OLEH M. IKHSAN LUKMAN

P3600215057

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 2: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

i

IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION PASIEN PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

IMPLEMENTATION RIGHT TO ATTAIN SECOND OPINION

PATIENT OF NATIONAL HEALTH INSURANCE PARTICIPANT

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Magister Kenotariatan

disusun dan diajukan oleh:

M. IKHSAN LUKMAN

P3600215057

kepada

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 3: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

ii

Page 4: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

Nama : M Ikhsan Lukman

N I M : P3600215057

Program Studi : Magister Kenotariatan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan tesis yang berjudul

“Implementasi Hak Memperoleh Pendapat Dokter Lain (Second

Opinion) Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional”, adalah benar-

benar karya saya sendiri. Hal yang bukan merupakan karya saya, dalam

penulisan tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar

pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka

saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-Undangan yang berlaku.

Makassar, 18 Januari 2018

Yang membuat pernyataan,

M Ikhsan Lukman

Page 5: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alaamiin puji syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini. Tak lupa pula shalawat serta salam terhatur

kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan dalam

perjuangan menegakkan kebenaran dan kejujuran di muka bumi ini.

Adapun judul tesis ini adalah “Implementasi Hak Memperoleh Pendapat

Dokter Lain (Second Opinion) Pasien Peserta Jaminan Kesehatan

Nasional” dalam penelitian tesis ini, penulis menyadari terdapat

kekurangan, untuk itu besar harapan semoga tesis ini memenuhi kriteria

sebagai salah satu syarat untuk meraih Gelar Magister Kenotariatan pada

Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Penelitian tesis tidak akan terwujud tanpa bantuan dari para pembimbing,

dosen-dosen serta berbagai pihak. Untuk itu melalui tulisan ini penulis

mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A, selaku Rektor

Universitas Hasanuddin, beserta jajarannya.

2. Ibu Prof Dr. Farida Pattitingi, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin, beserta jajarannya.

3. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si, selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin.

Page 6: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

v

4. Bapak Prof. Dr. Slamet Sampurno Soewondo,S.H. M.H. DFM dan

Bapak Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H. selaku penasihat dalam penulisan

tesis ini yang telah bersedia meluangkan waktunya dan

memberikan bantuan dalam materi tesis serta memberikan banyak

pengetahuan bagi penulis selama penulisan tesis ini.

5. Bapak Prof Dr. A. Muh. Sofyan, S.H., M.H., Ibu Dr. Harustiati A.

Moein, S.H., S.U., Bapak Dr. Muh. Hasrul, S.H., M.H selaku

penguji penulis yang telah memberikan banyak masukan-masukan

dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan

ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya selama

perkuliahan berlangsung.

7. Seluruh staf dan karyawan akademik Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin. Khususnya Staf Kenotariatan Ibu Eppy dan Pak Aksa

yang telah membantu dalam pengurusan administrasi.

8. Kedua orang tua Bapak Lukman dan Ibu Asmawati atas doa yang

tidak pernah putus dan dukungan serta segala kebaikan mereka

yang sampai kapanpun takkan pernah bisa untuk terbalaskan.

9. Wilanny NB,Amd.Kep yang telah membantu penulis dalam suka

dan duka dan senantiasa memberikan waktu bagi penulis serta

motivasi dan semangat yang luar biasa.

Page 7: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

vi

10. Achmad Yasir sebagai sahabat penulis dan seluruh anak TOZE,

terima kasih atas kebersamaan selama ini .

11. Teman–teman Mahasiswa Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin (KOMPAR15I), terima kasih atas

kebersamaan selama ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah kepustakaan di bidang

Kenotariatan serta berguna bagi masyarakat yang bernilai jariyah. Aamiin

Yaa Rabbal’alaamiin. Terima kasih.

Makassar, 18 Januari 2018

M Ikhsan Lukman

Page 8: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

vii

ABSTRAK M. IKHSAN LUKMAN. Implementasi Hak Memperoleh Second Opinion Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Slamet Sampurno Soewondo,S.H. M.H. DFM, Bapak Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji bentuk perlindungan hukum bagi pasien jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh second opinion di Rumah Sakit. dalam mewujudkan pelayanan kesehatan berdasarkan Pasal 32 huruf (h) Undang-undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit adalah Setiap pasien mempunyai hak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris, bahan penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. data primer diperoleh dari subyek penelitian, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi dokumen, penelitian ini dianalisis dengan metode kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif.

Hasil penelitian diperoleh bahwa bentuk perlindungan hukum yang diberikan RSUD Haji Makassar dengan menetapkan standar prosedur operasional yang tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Utama No. Dokumen 29.02.08 yang diterbitkan pada tanggal 22 januari 2016 Tentang Hak Pasien dan Keluarga untuk berkonsultasi tentang masalah penyakit dari pasien kepada dokter lain yang merupakan bentuk perlindungan hukum secara preventif dan Surat Keputusan Direktur Nomor 155/TU/RSUD/I/2016 tentang tentang Standar Prosedur Operasional Menangani Keluhan/Pegaduan Pelanggan, SPO tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum refresif. Pelaksanaan hak memperoleh second opinion di RSUD Haji Makassar belum dapat dilaksanakan dengam maksimal, hal ini disebabkan oleh belum adanya regulasi BPJS kesehatan yang dapat mengakomodasi hak pasien untuk memperoleh second opinion Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hak Pasien, Second Opinion, JKN

Page 9: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

viii

ABSTRACT M.IKHSAN LUKMAN. Implementation Right To Attain Second Opinion Patient Of National Health Insurance Participant (Supervised Slamet Sampurno Soewondo and Amir Ilyas )

This research aims to understand and elaborate the law protection form to the patient of National Health Insurance, participant to obtain the second opinion in RSUD Haji Makassar

This research is empirical juridical research. The research material consists of the primary and secondary data. Primary Data are gained from research subject, whilst secondary data are obtained from document study, this research is analyzed with the qualitative method and explained descriptively.

The research result is attained that the law protection design is given by RSUD Haji Makassar with determining the operational procedure standard of patient right poured forth in the Director SK Number 29.02.08 About The Patient Right and Family to consult about disease matter from patient to another doctor is a law protection form preventively which the accusation service and sigh from patient poured forth the Director SK Number 155/TU/RSUD/I/2016 related to the operational procedure standard (SPO) Handling Sigh/Accusation Customer, that SPO is a repressive law protection form. Right implementation obtains the second opinion in RSUD Haji Makassar is not well-implemented maximumly, it is caused by no BPJS Kesehatan regulation accommodating patient right to gain the second opinion. Keywords: Law Protection, Patient Right, Second Opinion, National

Health Insurance

Page 10: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................... iv

ABSTRAK ..................................................................................... vii

ABSTRACT ................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................... 7

C. Tujuan Penelitian …………… ............................................ 7

D. Manfaat Penelitian............................................................. 7

E. Keaslian Penelitian ........................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 11

A. Tinjauan Umum Jaminan Kesehatan Nasional ................. 11

1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional ................. 11

2. Manfaat dan pelayanan program JKN ...................... 12

3. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional ....................... 15

4. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional .............. 16

B. Tinjauan Umum Tentang Hak dan kewajiban Dalam

Pelayanan Kesehatan ...................................................... 17

1. Hukum dan Hak Asasi Manusia ................................. 17

2. Hak dan Kewajiban Rumah Sakit .............................. 19

3. Hak dan kewajiban dokter .......................................... 23

4. Hak Dan Kewajiban Pasien ....................................... 25

5. Hak Pasien memperoleh pendapat dokter lain .......... 29

C. Landasan Teori ................................................................. 32

1. Teori Perlindungan Hukum ........................................ 32

Page 11: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

x

2. Teori Kebijakan Publik ............................................... 34

D. Kerangka Pikir .................................................................. 41

E. Definisi Operasional ......................................................... 42

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................... 44

A. Jenis Penelitian .................................................................. 44

B. Bahan Penelitian ................................................................ 44

C. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ................................ 45

D. Lokasi Penelitian ................................................................ 46

E. Subyek Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel ......... 46

F. Analisis Data ...................................................................... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 49

A. Hasil Penelitian ................................................................... 49

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ........................... 49

2. Perlindungan Hukum Hak memperoleh Second Opinion

Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional .............. 56

3. Pelaksanaan Hak Memperoleh Second Opinion Pasien

Peserta Jaminan Kesehatan Nasional .......................... 69

B. Pembahasan ....................................................................... 81

1. Perlindungan Hukum Hak Memperoleh Second Opinion

Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional .............. 81

2. Pelaksanaan Hak Memperoleh Second Opinion Pasien

Peserta Jaminan Kesehatan Nasional .......................... 93

BAB V PENUTUP .......................................................................... 102

A. Kesimpulan ......................................................................... 102

B. Saran................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 106

Page 12: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan adalah hak bagi semua warga negara dan merupakan

public goods, keadilan sosial yang bersifat egaliter mewajibkan

pemerintah mengambil tanggung jawab utama untuk

mengembangkan pendekatan yang paling efektif dan efisien untuk

memobilisasi dana yang diperlukan bagi setiap pelayanan kesehatan

warga negara. 1 Hal ini sesuai dengan Pasal 34 ayat (2) Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

menyatakan bahwa negara mempunyai kewajiban mengembangkan

sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan

masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusian.

Undang-undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas

jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang

layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya

masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Pada tanggal

1 Januari 2014, pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN). Manfaat yang dijamin oleh program JKN berupa pelayanan

kesehatan perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan

1 Siyoto S, Supriyanto, 2015, Kebijakan Dan Manajemen Kesehatan, Penerbit Andi , Yogyakarta hlm. 36

Page 13: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

2

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk obat dan

bahan medis. Pemberian manfaat tersebut dengan menggunakan

teknik layanan kendali mutu dan biaya (managed care).2

Pelayanan kesehatan bagi setiap peserta JKN dilaksanakan

dengan cara berjenjang yang dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat

pertama, dalam hal peserta membutuhkan pelayanan kesehatan

lanjutan dibuktikan dengan indikasi medis, maka akan dirujuk ke

fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, prosedur pelaksanaan

sistem rujukan lebih jelas diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan

No. 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Perorangan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak akan

menanggung biaya pengobatan peserta JKN jika tidak sesuai

prosedur.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan pemerintah Memiliki

kendali yang sangat kuat dalam proses peningkatan mutu layanan

dan efisiensi layanan. 3 Perkembangan JKN di awal pelaksanaan

mengalami banyak kendala, berbagai kepentingan belum dapat di

implementasikan secarah penuh serta pemenuhan hak-hak pasien

belum mampu dilaksanakan seutuhnya oleh penyelenggara layanan

kesehatan.

2 Putri A.E, 2014, Paham JKN Jaminan Kesehatan Nasional, Friedrich-Ebert-Stiftung, Kantor Perwakilan Indonesia. hlm. 14 3 Thabrany H, 2015, Jaminan Kesehatan Nasional , PT RajaGrafindo Persada, Jakarta hlm. 245

Page 14: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

3

Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan

kesehatan yang harus proaktif dalam mewujudkan pelayanan yang

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan

gawat darurat, 4 aktor utama fungsi penyelenggaraan pelayanan

kesehatan dirumah sakit terdiri dari dokter, dokter gigi, dokter

spesialis, dokter gigi spesialis. Mereka bertugas menjalankan praktik

kedokteran sebagai inti dari segala aspek upaya kesehatan. Setiap

dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di

Indonesia wajib memiliki surat ijin praktik5. Selain itu didalam proses

pelaksanaan praktik kedokteran dokter atau dokter gigi dalam

menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar

pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi,6serta menghormati dan

memenuhi hak hak pasien.

Salah satu hak pasien yang diatur dalam Undang-undang 29

tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 huruf (b) adalah

“Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,

mempunyai hak meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain”.

Demikian juga yang diatur di dalam Undang-undang No. 44 Tahun

2009 tentang Rumah sakit pada Pasal (32) huruf (h) dinyatakan

bahwa : Setiap pasien mempunyai hak meminta konsultasi tentang

penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat

Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit”.

4 Pasal 1, Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit 5 Pasal 36, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran 6 Pasal 44 , Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Page 15: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

4

Standar hak pasien dan keluarga yang dikeluarkan oleh komite

akreditasi rumah sakit (KARS) juga mengatur tentang hak pasien

memperoleh pendapat dari dokter lain., didalam elemen penilaian

standar hak pasien dan keluarga bagian 2 (dua) disebutkan bahwa

rumah sakit mendukung hak pasien dan keluarga berpartisipasi dalam

proses pelayanan, dan juga setiap rumah sakit diharuskan membuat

kebijakan/panduan/SPO cara memperoleh pendapat dari dokter lain di

dalam atau diluar rumah sakit.7

Pentingnya pendapat dari dokter lain menurut KARS disebabkan

oleh kesalahan diagnosis dan penatalaksanaan pengobatan dokter

sering terjadi dibelahan dunia manapun, dan perbedaan pendapat

dalam pengobatan merupakan hal yang biasa terjadi, selain hal

tersebut pendapat dari dokter lain dianjurkan bila menyangkut

ancaman nyawa, kerugian biaya atau dampak finansial yang besar.8

Keputusan dokter tidak semua dapat dimintakan pendapat dari

dokter lain Menurut KARS beberapa kasus yang dapat dimintakan

pendapat dari dokter lain adalah:

a. Tindakan operasi: appendictomi, tonsilektomi, caesar,dll b. Pemberian obat jangka panjang lebih dari 2 minggu, misalnya

pemberian obat TBC jangka panjang, antibiotika jangka panjang.

c. Meresepkan pemberian obat yang sangat mahal, susu mahal. imunisasi yang sangat mahal

7 Sutoto, 2012, Standar Hak Pasien Dan Keluarga, Komisi Akreditasi Rumah Sakit, hlm. 27 8 Ibid, hlm. 28

Page 16: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

5

Perbedaan dalam penentuan diagnosis dan penatalaksanaan

mungkin tidak menjadi masalah serius bila tidak menimbulkan

konsekuensi yang berbahaya dan merugikan bagi penderita. Tetapi

bila hal itu menyangkut kerugian biaya yang besar dan ancaman

nyawa maka akan harus lebih dicermati. Sehingga, sangatlah penting

untuk mencari pendapat dari dokter lain tentang permasalahan

kesehatan tertentu yang belum pernah terselesaikan.9

Pelaksanaan second opinion merupakan hak pasien yang wajib

diberikan dan oleh rumah sakit dengan memberlakukan standar

prosedur operasional (SPO) sebagai kebijakan dalam melaksanakan

kegiatan yang berkaitan dengan pendapat dari dokter lain, sehingga

setiap permasalahan yang berkaitan dengan pendapat dari dokter lain

harus mengacu pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku

serta peraturan teknis yang yang telah ditetapkan.

Hak pasien untuk memperoleh pendapat dari dokter lain tidak

hanya berkaitan dengan fungsi penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang diatur dengan standar prosedur operasional (SPO)

rumah sakit, tetapi pelaksanaan hak pasien tersebut akan

berhubungan langsung dengan fungsi pembiayaan kesehatan yang

merupakan tanggung jawab BPJS khususnya bagi peserta JKN. Hal

tersebut menjadi penting karna kesalahan diagnosis dan perbedaan

penatalaksanaan dalam praktik kedokteran selain dapat merugikan

9 Asep Candra, 2013, Pentingnya “pendapat dari dokter lain” http://health.kompas.com/read/2013/04/11/15573366/pentingnya.quotsecond.opinionquot.ke.dokter.lain diakses pada tanggal 18 Juli 2017

Page 17: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

6

pasien juga dapat berakibat pada over utilisasi yang bisa

menimbulkan potensi semakin defisitnya keuangan pada BPJS.

Pemenuhan hak-hak pasien dalam memperoleh pendapat dari

dokter lain merupakan hal penting dalam tata kelola pelayanan

kesehatan, namun pada kenyataan dilapangan tidak semudah yang

dibayangkan masih banyak rumah sakit yang tidak mempunyai

standar prosedur operasional (SPO) tentang hak pasien dalam

memperoleh pendapat dari dokter lain, padahal semestinya jika

melihat petunjuk pelaksanaan akreditasi dari komite akreditasi rumah

sakit (KARS) mensyaratkan bahwa dalam rangka pemenuhan hak

pasien dan keluarga sebuah rumah sakit harus membuat kebijakan

serta melaksanakan prosedur pendapat dari dokter lain dirumah sakit,

begitupun dengan BPJS yang kurang memperhatikan hak pasien

dalam memperoleh pendapat dari dokter lain yang terkadang

dianggap diluar dari prosedur JKN.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka isu penelitian ini

adalah ada kecenderungan lemahnya pengaturan substansi hukum

tentang perlindungan serta terjaminnya hak pasien untuk memperoleh

pendapat medis dari dokter lain, sehingga jaminan keadilan bagi hak-

hak pasien pada umumnya belum dapat dirasakan secara

menyeluruh, oleh karna itu perlu dikaji lebih lanjut pengaturan

substansi hukum dan pelaksanaan jaminan kesehatan bagi pasien

Page 18: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

7

peserta BPJS sehingga tercipta keadilan dan perlindungan bagi hak-

hak pasien

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat

dirumuskan permasalahan yaitu :

a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pasien peserta

Jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam memperoleh second

opinion di Rumah sakit ?

b. Bagaimana pelaksanaan hak memperoleh second opinion pasien

peserta Jaminan kesehatan nasional (JKN) Di Rumah Sakit ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan mengkaji bentuk perlindungan hukum bagi

pasien peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam

memperoleh second opinion di Rumah Sakit

b. Untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan hak memperoleh

second opinion pasien peserta jaminan kesehatan nasional (JKN)

di Rumah Sakit

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapakan dapat menambah

pengetahuan dibidang ilmu hukum secara umum.

Page 19: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

8

2. Praktis

a. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

dan saran atapun sumbangsi baik kepada dokter , tenaga

kesehatan, pasien, dan rumah sakit, terkait pelaksanaan

fungsi pelayanan kesehatan dalam pemenuhan hak-hak

pasien khususnya hak pasien dalam memperoleh pendapat

dari dokter lain,.

b. Melalui penelitian ini diharapakan dapat menjadi bahan

pertimbangan maupun bahan kajian bagi Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam pengembangan

fungsi pembiayaan kesehatan, serta sebagai bahan

pertimbangan dalam merumuskan kebijakan yang dapat

mengakomodasi hak-hak pasien.

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian tesis ini didasarkan pada kebaharuan fokus,

objek, maupun tempat penelitian. Pemenuhan hak pasien dalam

memperoleh pendapat dari dokter lain jika dikaitkan dengan

kepesertaan pasien JKN masih relatif baru dan belum sepenuhnya

dilaksanakan baik itu oleh rumah sakit, tenaga kesehatan maupun

BPJS sebagai pelaksana program jaminan kesehatan, sehingga

menjadi hal yang menarik bagi penulis untuk diteliti.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan di perpustakaan fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin, media internet dan sumber lainnya

Page 20: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

9

belum pernah dilakukan namun ditemukan penelitian yang hampir

serupa dengan penelitian penulis, diantara lain:

1. Penelitian tesis dengan judul Hak Pasien Atas Informasi Dalam

Proses Persetujuan tindakan Medis Di Rumah Sakit Panti Wilasa

Citarum Semarang10, yang ditulis oleh Djoko Widyarto JS(2007)

Mahasiswa Program Pascasarjanan Unika Soegijapranata

Semarang, Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh

mana ketentuan perUndang-undangan dipatuhi dan diterapkan

dirumah sakit serta fakto apa yang mempengaruhi kelengkapan

informasi yang diberikan oleh dokter sebelum melakukan tindakan

medis terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis yakni penelitian terkait hak pasien, namun penelitian yang

akan dilakukan oleh penulis saat ini juga terdapat perbedaan

mendasar yakni fokus dan objek penelitian, yakni penulis lebih

berfokus kepada hak pasien memperoleh pendapat dari dokter

lain dan dihubungkan dengan kebijakan Jaminan Kesehatan

Nasional.

2. Penelitian skripsi dengan judul hak pasien mendapatkan informasi

resiko pelayanan medic, 11 yang ditulis oleh Rocy Jacobus

(2014)mahasiswa fakultas hukum Universitas Sam ratulangi

Manado, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana

10 Djoko W.J.S,2007,Hak Pasien Atas Informasi Dalam Proses Persetujuan Tindakan

Medis Di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum” Pascasarjana Unika Soegijapranata,Semarang. 11 Rocy Jacobus,2014, Hak Pasien Mendapatkan Informasi Resiko Pelayanan

Medik,Universitas Sam Ratulangi,Manado.

Page 21: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

10

hak pasien mendapatkan informasi resiko pelayanan medik dan

bagaiamana sanksi hukum terhadap dokter yang tidak

memberikan informasi resiko pelayanan medik kepada pasien,

terdapat persamaan secara umum mengenai fokus penelitian

yaitu hak pasien, namun penelitian yang akan dilakukan penulis

terdapat perbedaan secara spesifik terkait tujuan penelitian yaitu

untuk mengetahui implementasi hak Memperoleh Pendapat dari

dokter lain terkait dengan kepesertaan pasien dalam program

Jaminan Kesehatan Nasional.

Secara menyeluruh terdapat perbedaan mendasar pada fokus

penelitian yang dilakukan peneliti dengan dua peneliti diatas baik

pada subjek, objek penelitian maupun tempat dan waktu

penelitian. Penelitian yang khusus meneliti tentang Implementasi

hak memperoleh pendapat dari dokter lain peserta JKN, sejauh

yang penulis ketahui belum pernah ada dilakukan sebelumnya.

Dengan demikian dapat dikatakan penelitian ini memenuhi kaidah

keaslian penelitian. Diharapkan penelitian ini dapat memenuhi dan

memberi penguatan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya.

Page 22: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Jaminan kesehatan Nasional

1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional

Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 Tentang

Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan

Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan12

menetapkan bahwa yang dimaksud dengan:

“Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar Peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah”.

Sesuai dengan Undang-undang 40 tahun 2004 Bagian

Kedua tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 19 Ayat

(1) dan Ayat (2) disebutkan bahwa :

(1)Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. (2) Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Undang- Undang SJSN mengintegrasikan program bantuan

sosial dengan program jaminan sosial. 13 Kedua program

pemerintah tersebut diwujudkan dengan kewajiban pemerintah

12 Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 1 angka (1) 13 Putri A.E, Opcit hlm 14

Page 23: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

12

untuk menyubsidi iuran bagi rakyat miskin dan orang tidak

mampu, kewajiban pemerintah dilaksanakan secara bertahap

dan dimulai dengan program JKN.

Dalam rangka mewujudkan sistem jaminan sosial nasional

yang bertujuan memberikan perlindungan dan kesejahtraan

sosial bagi seluruh rakyat maka lahirlah Undang-undang No. 24

tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS).

2. Manfaat dan pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional

Manfaat JKN adalah pelayanan kesehatan perorangan

menyeluruh yang mencakup pelayanan peningkatan kesehatan

yang mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif),

pelayanan pencegahan penyakit, (preventif), pengobatan dan

perawatan (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif),

termasuk obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan

kebutuhan medis yang diperlukan. 14 Terdapat dua manfaat

dalam pelayanan JKN yaitu Manfaat medis dan non medis yang

merupakan bagian dari pelayanan kesehatan perorangan.

Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran, seluruh

peserta JKN berhak atas manfaat medis yang sama sesuai

dengan kebutuhan medisnya.15Manfaat medis yang diberikan

oleh JKN meliputi penyuluhan kesehatan, konsultasi,

14 Undang-undang No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 22 ayat (1), dan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan 20 15 Ibid Pasal 20 ayat 3

Page 24: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

13

pemerikasaan penunjang diagnostik, tindakan medis dan

perawatan, transfusi, obat-obatan, bahan medis habis pakai,

rehabilitasi medis, pelayanan kedokteran forensik serta

pelayanan jenasah. 16 Manfaat medis diberikan secara

berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik

diberikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan pelayanan

kesehatan spesialistik dan sub-spesialistik diberikan di fasilitas

kesehatan tingkat lanjutan.

Pelayanan kesehatan yang dijamin Oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terdiri atas17 :

1) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan

pelayanan kesehatan non spesialistik yang meliputi:

a. administrasi pelayanan; b. pelayanan promotif dan preventif; c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non

operatif; e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis; g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat

pratama; dan h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.

2) Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi18 :

a. administrasi pelayanan; b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh

dokter spesialis dan subspesialis; c. tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah

16 Putri A.E Opcit hlm 59 17 Peraturan Menteri kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Pelayanan Kesehatan Pada JKN , Pasal 16 18 Peraturan Menteri kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Pelayanan Kesehatan Pada JKN Pasal 20 ayat (1)

Page 25: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

14

sesuai dengan indikasi medis; d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; e. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan

indikasi medis; f. rehabilitasi medis; g. pelayanan darah; h. pelayanan kedokteran forensik klinik; i. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas

Kesehatan; j. perawatan inap non intensif; dan k. perawatan inap di ruang intensif.

Administrasi terdiri atas biaya pendaftaran pasien dan biaya

administrasi lain yang terjadi selama proses perawatan atau

pelayanan kesehatan pasien. Pemeriksaan, pengobatan, dan

konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis

termasuk pelayanan kedaruratan. Jenis pelayanan kedokteran

forensik klinik meliputi pembuatan visum et repertum atau surat

keterangan medik berdasarkan pemeriksaan forensik orang

hidup dan pemeriksaan psikiatri forensik.

Selain pelayanan yang dijamin Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan

Nasional juga menyebutkan pelayanan yang tidak dijamin atau

tidak dibayarkan, kategori pelayanan/manfaat yang yang tidak

dijamin oleh JKN yaitu19 :

1) Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur

sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku; 2) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan

yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;

19 Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Pasal 25, dan Peraturan Menteri kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Pelayanan Kesehatan Pada JKN

Page 26: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

15

3) Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;

4) Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;

5) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri; 6) Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; 7) Pelayanan untuk mengatasi infertilitas; 8) Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi); 9) Pelayanan kesehatan untuk mengatasi gangguan

kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;

10) Pelayanan kesehatan untuk mengatasi gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;

11) Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment);

12) Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);

13) Kosmetik, makanan bayi, dan susu 14) Perbekalan kesehatan rumah tangga 15) Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap

darurat, kejadian luar biasa/wabah; 16) Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan

yang dapat dicegah (preventable adverse events), dan 17) Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan

manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.

3. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional

berdasarkan prinsip:20

1) kegotongroyongan; 2) nirlaba; 3) keterbukaan; 4) kehati-hatian; 5) akuntabilitas;

20 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Page 27: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

16

6) portabilitas; 7) kepesertaan bersifat wajib; 8) dana amanat; dan hasil pengelolaan Dana Jaminan

Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta

4. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional

Peserta JKN adalah setiap orang, termasuk orang asing

yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di

Indonesia, yang telah membayar iuran21. Peserta berhak atas

manfaat JKN. Untuk tetap memperoleh jaminan pelayanan

kesehatan, Peserta wajib membayar iuran JKN secara teratur

dan terus-menerus hingga akhir hayat

Kepesertaan bersifat wajib namun dilaksanan secara

bertahap, peserta terdiri dari Penerimah Upah (Pekerja dan

Pemberi Kerja), non Penerimah Upah (kelompok, keluarga,

Individu), dan Penerima Bantuan Iuran(PBI) yang iurannya

dibayarkan oleh pemerintah.

Kepesertaan berlaku selama peserta membayar iuran.

Bila Peserta tidak membayar atau meninggal dunia, maka

kepesertaan hilang. Bagi Peserta yang menunggak iuran,

pemulihan kepesertaan dilakukan dengan membayar iuran

bulan berjalan disertai seluruh tunggakan iuran beserta

seluruh denda.

21Ibid, Pasal 1

Page 28: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

17

B. Tinjauan Umum Tentang Hak dan Kewajiban Dalam

Pelayanan Kesehatan

1. Hukum dan hak asasi manusia

Secara umum hukum dapat diartikan sebagai keseluruhan

kumpulan peraturan atau kaedah tentang tingkah laku yang

berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dalam

pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan pemberian sanksi,

sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum mengatur hubungan

hukum, yang dimaksud hubungan hukum dalam hal ini terdiri

dari ikatan antara individu dengan masyarakat, dan antara

individu itu sendiri.22

Dalam melaksanan ikatan hukum tersebut diwujudkan

dalam hal memberikan hak dan kewajiban, hak memberi

kenikmatan dan keleluasaan kepada setiap individu dalam

pelaksanaannya, sementara kewajiban tidak bisa dipisahkan

selalu mengikuti subjek. Jadi dapat dikatakan hukum itu

sifatnya umum karena berlaku bagi setiap orang.

Hak dan kewajiban sifatnya individual karena melekat pada

individu, hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum,

sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan ataupun

kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi,23 dalam setiap hak

terdapat 4(empat) unsur yaitu subjek hukum, obyek hukum,

22 Sudikno mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta, hal 40 23 ibid hlm 43

Page 29: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

18

hubungan hukum, yang mengikat para pihak, serta kewajiban

dan perlindungan hukum.24

Hukum akan mempunyai arti yang pasif apabila tidak dapat

diterapkan terhadap peristiwa peristiwa konkrit. Konkritisasi

hukum menjadi hak dan keajiban dapat terjadi dengan adanya

peristia hukum, peristiwa hukum pada hakekatnya adalah

kejadian, keadaan atau perbuatan orang yang oleh hukum

dihubungkan dengan akibat hukum. 25 hak asasi adalah

fundamental rights atau hak yang sangat mendasar dan

inheren dengan jati diri manusia secara universal.26

Hak asasi manusia menyatakan bahwa pada dimensi

kemanusiaan, manusia memiliki hak yang sifatnya mendasar,

hak yang mendasar itu melekat kuat dengan jatidiri, siapapun

manusianya berhak memiliki hak tersebut.

Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39

Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa.27

“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

24 Ibid hlm 48 25 ibid hlm 49 26 Majda Muhjtaj, 2005, Hak Asasi Manusia Dalam Kontitusi Indonesia, Kencana Prenada Grup, Jakarta Hal 47 27Undang-Undang republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1

Page 30: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

19

Hak hukum merupakan hak seseorang dalam kapasitasnya

sebagai subjek hukum yang secara legal tercantum dalam

hukum yang berlaku, sedangkan hak alami merupakan hak

yang menekankan sisi alamiah manusia. Sekalipun keduanya

terlihat berbeda, tidak berarti keduanya terpisah, hak alami

membutuhkan legaitas formal untuk dapat berlaku dan

diberlakukan secara konkret dalam kehidupan. Hal serupa pada

hak hukum harus memiliki kerangka fundamental berupa nilai

nilai filosofis yang terdapat dalam hak alami. Korelasi antara

keduamya akan semakin menjadikan hak lebih tegas, baik

untuk melindungi atau melarang seseorang untuk melakukan

sesuatu.

Hak asasi manusia dengan negara hukum memiliki kaitan

yang tidak dapat dipisahkan, karena pengakuan dan

pengukuhan negara hukum salah satu ujuannya adala

melindungi hak asasi manusia. Hal tersebut mengandung

makna bahwa dalam negara hukum, hak dan sekaligus

kebebasan perseorangan diakui dihormati dan dijunjung tinggi.

2. Hak dan Kewajiban Rumah Sakit

Menurut American Hospital Association Rumah sakit adalah

suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang

terorganisisr serta sarana kedokteran yang permanen

menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan

Page 31: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

20

yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit

yang diderita oleh pasien. 28 Rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat.29

Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan

kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif. Setiap Rumah Sakit dalam memberikan pelayan

kesehatan mempunyai hak yang diatur didalam Pasal 30 ayat (1)

Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit

yaitu :

a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;

b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan

remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-undangan;

c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan;

d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;

e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian; f. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan

pelayanan kesehatan; g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah

Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-

undangan; dan h. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan

Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

28 Azwar A. 1996 , Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta Hlm 82 29 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Bab I Pasal (1) ayat 1.

Page 32: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

21

Rumah Sakit dalam menjalankan pelayanan kesehatan

memiliki kewajiban dalam melayani pasiennya. Kewajiban itu

dituangkan dalam Undang-undang Nomor 44 tahun 2009

tentang Rumah Sakit. Kewajiban rumah sakit itu sudah tentu

mengikat juga pada para tenaga kesehatan. Dalam Pasal 29

ayat (1) menyatakan kewajiban rumah sakit, diantaranya:

a. Informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat.

b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, tidak diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya.

d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya.

e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin.

f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

h. Menyelenggarakan rekam medis. i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak

antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia.

j. Melaksanakan sistem rujukan. k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan

standar profesi dan etika serta peraturan perUndang-undangan.

l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien.

m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien. n. Melaksanakan etika rumah sakit. o. Memiliki system pencegahan kecelakaan dan

penanggulangan bencana.

Page 33: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

22

p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional.

q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.

r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws).

s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas.

t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Menurut Kode Etik Rumah Sakit Indonesia terdapat

beberapa kewajiban bagi tenaga medis. Kewajiban itu meliputi

kewajiban umum, kewajiban kepada masyarakat dan kewajiban

terhadap pasien. Kewajiban umum rumah sakit terdiri dari

menaati Kode Etik Rumah Sakit Indonesia, mengawasi dan

bertanggungjawab terhadap semua kejadian di RS (corporate

liability), memberi pelayanan yang baik (duty of due care),

memberi pertolongan darurat tanpa meminta pembayaran uang

muka, memelihara rekam medis pasien, memelihara peralatan

dengan baik dan siap pakai, dan merujuk kepada RS lain bila

perlu.

Kewajiban rumah sakit kepada Masyarakat terdiri dari

berlaku jujur dan terbuka, peka terhadap saran dan kritik

masyarakat, berusaha menjangkau pasien di luar dinding RS

(extramural). Sedangkan Kewajiban rumah sakit kepada pasien

adalah mengindahkan hak-hak asasi pasien, memberikan

penjelasan kepada pasien tentang derita pasien dan tindakan

Page 34: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

23

medis atasnya, meminta informed consent, mengindahkan hak

pribadi (privacy), menjaga rahasia pasien.

3. Hak Dan Kewajiban Dokter

Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam

melaksanakan upaya kesehatan. 30 Penyelenggaran praktik

kedokteran merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam

penyelenggaraan upaya kesehatan, dengan berlandaskan nilai

nilai etik dan moral. Praktik kedokteran dilaksanakan

berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah,

manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta

perlindungan dan keselamatan pasien.31

Pada penyelenggaraan praktik kedokteran, dokter atau

dokter gigi yang membuka praktik kedokteran atau layanan

kesehatan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan,

setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedoteran

di Indonesia wajib memiliki surat tanda regsitrasi dokter dan

surat tanda registrasi dokter gigi yang diterbitkan oleh Konsil

kedokteran Indonesia.32

Dengan memiliki surat tanda registrasi (STR) atau telah

menyandang profesi dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter

gigi spesialis. Setelah mempunyai STR seorang dokter yang

30 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 1 Angka 1 31 Ibid Pasal 3 32 Ibid Pasal 24

Page 35: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

24

hendak menyelenggarakan praktik kedokteran wajib

mempunyai Surat Izin Praktik (SIP). Didalam Pasal 36 Undang-

undang 29 tahun 2004 Tentang praktik kedokteran disebutkan

bahwa

“Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.”

Surat izin praktik dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang

berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau

kedokteran gigi dilaksanakan dan hanya diberikan untuk paling

banyak tiga (tiga) tempat. Hubungan antara dokter dan pasien

secara yuridis dapat dimasukkan kedalam golongan kontrak,

yang melahirkan hak dan kewajiban.33

Seorang Dokter yang membatinkan hidupnya untuk

perikemanusian tentulah akan selalu lebih mengutamakan

kewajiban diatas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya,

dalam menjalankan tugas bagi dokter berlaku “Aegroti Salus

Lex Suprema” yang berarti keselamatan pasien adalah hukum

yang tertinggi.34

Di dalam Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran, pada Pasal 50 disebutkan adanya hak-hak

dokter, yakni:

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang sesuai standar profesi dan SOP.

33 Guwandi, 2002, Dokter Pasien Dan Hukum, Balai penerbit FKUI, Jakarta hlm.19 34 Hanafiah J, Amir A, Etika kedokteran & Hukum Kesehatan, penerbit Buku Kedokteran EGC

Page 36: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

25

b. Memberikan layanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional.

c. Memperoleh info yang jujur & lengkap dari pasien atau keluarga pasien.

d. Menerima imbalan jasa. Adanya perlindungan hukum bagi dokter ini mengingat

bahwa pekerjaan dokter dianggap sah sepanjang memenuhi

ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dan bahwa dalam bekerja

seorang dokter harus bebas dari intervensi pihak lain, dan

bebas dari kekerasan. Jika pun terdapat dugaan malpraktik

harus melalui proses pembuktian hukum terlebih dahulu,

termasuk diantaranya tentu saja seorang dokter bebas

memperoleh pembelaan hukum.

Pada Pasal 52 Undang-undang yang sama diatur pula

mengenai kewajiban dokter, yang meliputi:

a. Memberi pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional, serta kebutuhan medis pasien.

b. Merujuk pasien bila tak mampu. c. Menjamin kerahasiaan pasien. d. Pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali

bila yakin ada orang lain yg bertugas dan mampu. e. Menambah / ikuti perkembangan iptek kedokteran.

4. Hak Dan Kewajiban Pasien

UUD 1945 yang telah diamandemen, secara jelas dalam

Pasal 28H menyebutkan, bahwa setiap warga negara berhak

mendapat pelayanan kesehatan yang layak. Dan terkait hak-

hak pasien sendiri sudah diatur diantaranya dalam, Undang-

undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,

Page 37: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

26

Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan

Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Hak

Pasien memang harus diatur dalam rangka melindungi

kepentingan pasien yang seringkali tidak berdaya.

Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Undang-undang,

Menurut ‘Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the

Patient” disebutkan beberapa hak pasien, diantaranya hak

memilih dokter, hak dirawat dokter yang bebas, hak menerima

atau menolak pengobatan setelah menerima informasi, hak

atas kerahasiaan, hak mati secara bermartabat, hak atas

dukungan moral atau spiritual. Menurut Undang-undang No.36

tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa setiap orang

berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya, pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan

sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang

sehat, info dan edukasi kesehatan yg seimbang dan

bertanggungjawab, dan informasi tentang data kesehatan

dirinya.35

Sejak dimulainya hubungan dokter dan pasien, demi

melindungi kepentingan dan kepastian hukum untuk pasien

penerima layanan kesehatan maka hukum mengatur hak-hak

pasien yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pelayanan

35 Pasal 4-8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Page 38: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

27

kesehatan, pelanggaran terhadap hak pasien sama hanya

dengan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.36 Hak-hak

pasien dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 itu

diantaranya meliputi:

a. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar, penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).

b. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah Undang-undang, pengadilan, ijin yang bersangkutan, kepentingan yang bersangkutan).

c. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan nyawa atau cegah cacat). Pada Undang-undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran khususnya pada Pasal 52 juga diatur hak-hak

pasien, yang meliputi:

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat 3.

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain. c. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. d. Menolak tindakan medis. e. Mendapatkan isi rekam medis.

Terkait rekam medis, Peraturan Menteri kesehatan No.269

Tahun 2008 Tentang Rekam Medis Pasal 12 menyebutkan:

(1) Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan. (2) Isi rekam medis merupakan milik pasien. (3) Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dalam bentuk ringkasan rekam medis. (4) Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

36 Afandi D 2008, Hak atas kesehatan dalam Perspektif HAM, Bagian Ilmu kedokteran forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia

Page 39: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

28

Hak Pasien dalam Undang-undang No 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit pada Pasal 32 menyebutkan bahwa setiap

pasien mempunyai hak sebagai berikut:

a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien; c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan

tanpa diskriminasi; d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga

pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi; f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang

didapatkan; g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan

keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya

kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;

i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang

diderita termasuk data-data medisnya; j. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara

tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;

k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan

yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;

n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;

o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;

p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;

q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan

Page 40: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

29

r. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-undangan.

Kewajiban pasien diatur diantaranya dalam Undang-undang

Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal

53 yang meliputi:

a. Memberi informasi yg lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.

b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi. c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di saryankes. d. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Terkait kewajiban pasien seperti disebut di atas masing-

masing pihak, dalam hal ini pasien dan tenaga medis, harus

selalu memberi informasi yang tepat dan lengkap, baik sebelum

maupun sesudah tindakan (preventif / diagnostic / terapeutik /

rehabilitatif). Keputusan di tangan pasien, dokter mengadvokasi

prosesnya (kecuali keadaan darurat yang tak bisa ditunda).

Layanan medis harus sesuai kebutuhan medisnya.

5. Hak Pasien Memperoleh Pendapat dari dokter lain

Hak atas kesehatan bukanlah berarti hak agar setiap orang

untuk menjadi sehat, atau pemerintah harus menyediakan

sarana pelayanan kesehatan yang mahal di luar kesanggupan

pemerintah. Tetapi lebih menuntut agar pemerintah dan pejabat

publik dapat membuat berbagai kebijakan dan rencana kerja

yang mengarah kepada tersedia dan terjangkaunya sarana

Page 41: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

30

pelayanan kesehatan untuk semua dalam kemungkinan waktu

yang secepatnya.

Pendapat dari dokter lain atau mencari pendapat kedua

yang berbeda adalah merupakan hak seorang pasien dalam

memperoleh jasa pelayanan kesehatannya.37 Hak yang dimiliki

pasien ini adalah hak mendapatkan pendapat kedua (pendapat

dari dokter lain) dari dokter lainnya. Undang Undang No. 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bagian Empat Pasal 32

huruf (h) tentang hak pasien menyebutkan:

"Setiap pasien memiliki hak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit"

Senada dengan hal tersebut didalam Pasal 52 huruf (b)

Undang-undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

menyebutkan bahwa :

“Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain”.

Pentingnya pendapat dari dokter lain menurut elemen

penilaian akreditasi Rumah sakit oleh Komisi Akreditasi Rumah

Sakit (KARS) adalah kesalahan diagnosis dan penatalaksaan

pengobatan dokter sering terjadi di belahan dunia manapun,

termasuk di Indonesia, dan adanya Perbedaan pendapat para

37 Arnold S. Relman “A pendapat dari dokter lain rescuing americas helath care” https://books.google.co.id/books?id=sT5TAhlhpWAC&printsec=frontcover&dq=second+opinion+health&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=second%20opinion%20health&f=false Diakses pada tanggal 30 Juli 2017

Page 42: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

31

dokter dalam mengobati penderita adalah hal yang biasa

terjadi, dan hal ini mungkin tidak menjadi masalah serius bila

tidak menimbulkan konsekuensi yang berbahaya dan

merugikan bagi penderita pendapat dari dokter lain dianjurkan

bila menyangkut ancaman nyawa, kerugian biaya atau dampak

finansial yang besar. Tidak semua permasalahan dapat

dimintakan pendapat dari dokter lain, beberapa keputusan

dokter yang dapat dimintakan pendapat dari dokter lain yaitu :

a. Tindakan operasi: appendictomi, tonsilektomi, caesar,dan lain-lain.

b. Pemberian obat jangka panjang lebih dari dua minggu,

misalnya pemberian obat TBC jangka panjang, antibiotika

jangka panjang dan lain-lain. c. Meresepkan pemberian obat yang sangat mahal, susu

mahal, imunisasi yang sangat mahal. d. Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika

berlebihan pada kasus yang tidak seharusnya diberikan : seperti infeksi saluran napas, diare, muntah, demam virus, dan sebagainya. Biasanya dokter memberikan diagnosis infeksi virus tetapi selalu diberi antibiotika.

e. Meresepkan pemeriksaan laboratorium dengan biaya sangat besar

f. Diagnosis dokter yang meragukan : biasanya dokter tersebut menggunakan istilah “gejala” seperti gejala tifus, gejala demam berdarah, gejala usus buntu. Atau diagnosis autis ringan gangguan perilaku lainnya.

g. Pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh institusi kesehatan nasional atau internasional : seperti pengobatan dan terapi bioresonansi, dll

Meminta pendapat merupakan pendapat medis yang diberikan

oleh dokter lain terhadap suatu diagnosa atau terapi maupun

rekomendasi medis lain terhadap penyakit yang di derita pasien.

Mencari pendapat lain bisa dikatakan upaya penemuan sudut

Page 43: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

32

pandag lain dari dokter kedua setelah pasien mengunjungi atau

berkonsultasi dengan dokter pertama. pendapat dari dokter lain

hanyalah istilah, karena dalam realitanya dilapangan, kadang

pasien bisa jadi menemui lebih dari dua dokter untuk dimintakan

pendapat.

Rumah Sakit didalam melaksanakan proses pelayanan

kesehatan wajib memberikan informasi terkait hak-hak pasien

serta didalam pelaksanaannya Rumah sakit dan seluruh tenaga

medis maupun tenaga kesehatan lainnya harus menghormati hak-

hak pasien.

C. Landasan Teori

1. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata yakni

perlindungan dan hukum, kata perlindungan menurut Kamus

Umum Bahasa Indonesia berarti tempat berlindung atau

merupakan perbuatan (hal) melindungi. 38 Pengertian hukum

menurut Mertokusumo39 adalah kumpulan peraturan atau kaedah

yang mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum

karena berlaku bagi setiap orang, normatif karena menentukan

apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang tidak boleh

dilakukan serta pelaksanaanya dapat dipaksakan dengan suatu

sanksi.

38 W.J.S. Poerwadarminta 1991, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Balai Pustaka Jakarta hlm 600 39 Sudikno Mertokusumo ,OpCit hlm 40

Page 44: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

33

Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu bentuk

upaya berupa perbuatan dan hal lainnya yang dilakukan untuk

melindungi subyek-subyek hukum dengan peraturan perUndang-

undangan yang berlaku dan pelaksanaanya dapat dipaksakan

dengan suatu sanksi.

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang

diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat

hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif,

baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain

perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum,

yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,

ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.40

Philipus M. Hadjon membagi bentuk perlindungan hukum

kedalam dua macam perlindungan hukum. Perlindungan hukum

tersebut adalah perlindungan hukum preventif dan perlindungan

hukukum represif. Kedua jenis perlindungan hukum tersebut

yakni :

1) Teori Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum

yang diberikan untuk mencegah sengketa dikemudian hari

atau pada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan

keberatan, opini sebelum suatu keputusan oleh pemerintah

40http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/12/jhptump-a-triharyant-581-2-babii.pdf, diakses pada

tanggal 13 Agustus 2017, pukul 13.30 WITA

Page 45: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

34

mendapat bentuk defenitif. Berdasarkan pengertian tersebut

diatas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa perlindungan

hukum preventif memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa.

2) Teori Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum

represif adalah perlindungan setelah adanya sengketa yang

bertujuan untuk memulihkan hak-hak dari pihak yang dirugikan

atau menyelesaikan sengketa.41

2. Teori Kebijakan Publik

Kebijakan merupakan hasil dari berbagai kepentigan dan

harus dibuat satu keputusan, kebijakan merupakan produk dari

sistem politik, komponen sistem kebijakan terdiri dari pelaku

(actors), tindakan (actions), dan orientasi nilai (value orientation),

ketiga komponen tersebut saling berinteraksi yang membentuk

pola spesifik : input-proses-output dan umpan balik (feedback).42

Pengertian kebijakan publik menurut Harold D. Laswell yang

mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program

pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah.

David Easton juga berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

sebuah proses pengalokasian nilai nilai secara pekasa kepada

seluruh masyarakat yang dilakukan oleh lembaga yang

41 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Nina Ilmu, Surabaya, hlm. 5 42 Siyoto S, Supriyanto ,Op cit hlm 47

Page 46: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

35

berwenang seperti pemerintah 43 Kesamaan dari berbagai

defenisi kebijakan publik dapat disimpulkan bahwa adanya

sebuah proses atau serangkaian aktifitas maupun keputusan

yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah publik.

Kebijakan tersebut dibuat dalam bentuk tindakan-tindakan

pemerintah, kebijakan tersebut baik untuk melakukan atau tidak

melakukan yang mempunyai tujuan tertentu. Hubungan antara

hukum dan kebijakan publik adalah pemahaman bahwa pada

dasarnya kebijakan publik umumnya harus dilegislasikan dalam

bentuk hukum, pada dasarnya sebuah hukum adalah hasil

kebijakan publik. Dari pemahaman dasar ini kita dapat melihat

keterkaitan diantara keduanya dengan sangat jelas, bahwa

sesuangguhnya antara hukum dan kebijakan public.

Keduanya berjalan seiring sejalan dengan prinsip saling

mengisi, sebab logikanya sebuah produk hukum tanpa ada

proses kebijakan publik didalamnya maka produk hukum itu akan

kehilangan makna substansinya. Implementasi kebijakan

merupakan sebuah proses panjang dimulai dari perumusan

kebijakan, kemudian pelaksanaan kebijakan, penilaian kebijakan

dan perbaikan kebijakan.44 Implementasi kebijakan merupakan

tahap krusian dalam proses kebijakan publik, suatu program

43 Saiful Bahri, Hessel Nogi, Mitra Subandi, 2004 “Hukum dan kebijakan publik”,

Cipta Mandiri, Yogyakarta. 44 Siyoto S, Supriyanto op cit hlm 57

Page 47: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

36

kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak

atau tujuan yang di inginkan,

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang

luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah

penetapan Undang-undang dimana sebagai aktor, organisasi,

prosedur dan teknik kerja bersama-sama untuk menjalankan

kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau

program.

Implementasi pada sisi lain merupakan fenomena yang

kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses,

suatu keluaran(output) maupun sebagai dampak (outcome)

Implementasi adalah apa yang terjadi setelah Undang-undang

ditetapkan, memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan,

atau suatu jenis keluaran yang nyata.45

Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono) ada

tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan

implementasi sebuah kebijakan yakni : karakteristik dari

masalah(tracktability of the problems), karakteristik dari

kebijakan/undang-undang(ability of statue to structure

implementation), dan variable lingkungan ( nonstatutory variables

affecting implementation). 46

45 Budi Winarno, 2007, Kebijakan Publik, PT Buku Kita, Jakarta 46 Subarsono 2016 Analisis Kebijakan Publik’ Pustaka Pelajar Yogyakarta hlm 94

Page 48: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

37

Variable yang pertama yaitu karakteristik masalah

)tracktability of the problems) terdiri dari tingkat kesulitan teknik

dari masalah yang bersangkutan, disuatu pihak ada beberapa

masalah sosial yang secara teknis muda dipecahkan, seperti

kekurangan air minum bagi penduduk atau harga beras yang tiba

tiba naik. Di lain pihak terdapat masalah-masalah yang relative

sulit untuk diselesaikan, seperti kemisikinan, pengangguran,

korupsi dan sebagainya, oleh karena itu sifat masalah itu sendiri

akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program di

implementasikan.47

Selanjutnya tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran .

hal ini berarti bahwa suatu program akan relatif mudah

diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah

homogeny. Sebaliknya apabila kelompok sasarannya heterogen

maka implementasi program akan relatif lebih sulit, karena tingkat

pemahaman setiap anggota kelompok sasarn terhadap program

relatif berbeda.

Selanjutnya proporsi kelompok sasaran terhadap populasi

artinya sebuah program akan sulit dilaksanakan apabila

sasarannya mencakup semua populasi, sebalikknya jika

kelompok sasaran tidak terlalu besar maka program akan lebih

muda dimplementasikan, selanjutnya adalah cakupan perubahan

47 Ibid Hlm 95

Page 49: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

38

perilaku yang diharapkan, sebuah program yang bertujuan

memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif

mudah dimplementasikan daripada program yang bertujuan

untuk mengubah sikap serta perilaku masyarakat.

Variable yang kedua (ability of statue to structure

implementation), adalah Karakteristik kebijakan yang terdiri dari

kejelasan isi kebijakan, yang artinya bahwa, semakin jelas dan

semakin rinci isi sebuah keijakan akan mudah diimplementasikan

karena implementor mudah memahami dan menterjemahkan

dalam tindakan nyata, sebaliknya ketidakjelasan dalam sebuah

rumusan kebijakan akan melahirkan sebuah potensi lahirnya

distorsi dalam proses implementasi sebuah kebijakan.

Selanjutnya dukungan teoritis terhadap sebuah kebijakan

sangat diperlukan, kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki

sifat yang lebih mantap dan sudah teruji, walaupun dengan

kemajemukan masyarakat khususnya di Indonesia beberapa

lingkungan sasial perlu ada modifikasi kebijakan untuk

menyesuaikan dengan karakter setempat.

Selanjutnya adalah dukungan finansial terhadap kebijakan

tersebut dalam artian bahwa bersarnya alokasi sumber daya

finansial memberikan pengaruh yang sangat besar dalam proses

pelaksanaan sebuah kebijakan, selain itu setiap program

memerlukan sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan

Page 50: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

39

administratif dan teknis, serta adanya monitoring program yang

semunya pasti memerlukan dukungan finansial.

Selanjutnya adalah seberapa besar adanya keterpautan dan

dukungan antar berbagai institusi pelaksana, kegagalan sebuah

program biasanya sering disebabkan oleh kurangnya koordinasi

baik vertikam maupun horizontal antar instansi yang terlibat

dalam implementasi sebuah program. Kemudian sebuah

kebijakan harus mmempunyai kejelasan dan konsistensi yang

ada pada badan pelaksanan serta tingkat komitmen aparat

pelaksana terhadap tujuan sebuah kebijakan. Rendahnya tingkat

komitmen aparat pelaksana didalam menjalankan tugas dan

pekerjaan atau proram-program.

Selanjutnya adalah akses kelompok luar untuk

berpartisispasi dalam implementasi kebijakan. Suatu kebijakan

yang memberikan peluang bagi masyarakat luas untuk

berpartisipasi dan terlibat langsung akan mendapatkan dukungan

daripada program yang tidak melibatkan masyarakat.

Varibale selanjutnya ( nonstatutory variables affecting

implementation). adalah lingkungan dari kebijakan tersebut,

kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan

teknologi, masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan

relatif mudah menerima program-program pembaruan disbanding

dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional,

Page 51: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

40

demikian juga kemajuan teknologi akan membantu dalam proses

keberhasilan implementasi program,karena dengan adanya

teknologi yang modern maka sebuah program dapat

disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan

teknologi modern.

Selanjutnya dukungan publik terhadap sebuah kebijakan,

kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah

mendapatkan dukugan publik, sebaliknya kebijakan yang bersifat

disinsentif akan kurang mendapatkan dukungan publik.

Kemudian faktor sikap dari kelompok pemilih yang ada

didalam masyarakat dapat mempengerahi implementasi sebuah

kebijakan,yang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara

lain, kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap

keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai

komentar dengan maksud mengubah keputusan.

Kemudian kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan

untuk mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak

langsung, melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja

badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang

ditujukan kepada badan legislatif.

Selanjutnya tingkat komitmen dan kterampilan dari aparat

dan implementor, pada akhirnya komitmen aparat pelaksana

untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan

Page 52: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

41

adalah variable yang paling krusial. Aparat badan pelaksana

harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan

selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.48

D. Kerangka Pikir

48 Ibid Hlm 97

Implementasi Hak Memperoleh Second Opinion Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional

Perlindungan Hukum Bagi Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional

Pasal 52 Huruf (b) UU No. Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran

Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58 UU No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 32 Huruh (h) UU No.44 Tahun 2009

Tentang Rumah Sakit

Pelaksanaan Hak Memperoleh Second Opinion Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional

Proses memperoleh Second Opinion

Kewajiban Dokter Terkait hak pasien

Kewenangan Rumah Sakit Terkait Hak

Pasien

Terjaminnya hak memperoleh second opinion pasien peserta jaminan kesehatan nasional di rumah sakit

Page 53: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

42

E. Defenisi Operasional

1) Kesehatan adalah hak bagi semua warga negara dan

merupakan public goods, keadilan sosial yang bersifat

egaliter mewajibkan pemerintah mengambil tanggung

jawab utama untuk mengembangkan pendekatan yang

paling efektif dan efisien untuk memobilisasi dana yang

diperlukan bagi setiap pelayanan kesehatan warga negara.

2) Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan

kesehatan agar Peserta memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan

kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh Pemerintah.

3) Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat

pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk

Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya

yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh

negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat

manusia.

4) Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna

Page 54: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

43

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan

gawat darurat.

5) Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien

dalam melaksanakan upaya kesehatan.

6) Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu bentuk

upaya berupa perbuatan dan hal lainnya yang dilakukan

untuk melindungi subyek-subyek hukum dengan

peraturan perUndang-undangan yang berlaku dan

pelaksanaanya dapat dipaksakan dengan suatu sanksi.

7) Kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan,

nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah.

8) Hak Pasien memperoleh pendapat dari dokter lain adalah

pendapat medis yang diberikan oleh dokter lain terhadap

suatu diagnosa atau terapi maupun rekomendasi medis lain

terhadap penyakit yang di derita pasien. Mencari pendapat

lain bisa dikatakan upaya penemuan sudut pandang lain

dari dokter kedua setelah pasien mengunjungi atau

berkonsultasi dengan dokter pertama.

Page 55: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

44

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analisis

yaitu menggambarkan realitas sosial dari fakta-fakta yang

diketemukan, untuk selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan

mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu

hukum, khususnya hukum kesehatan yang berkenaan dengan

persoalan implementasi hak memperoleh pendapat dari dokter

lain peserta jaminan kesehatan nasional.49

Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris, dengan

mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata dengan

turun langsung ke lapangan untuk memperoleh data primer dan

didukung dengan penelitian kepustakaan. 50 Penelitian ini

Mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian

terhadap efektifitas hukum.

B. Bahan Penelitian

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi

bahan–bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder51.Data

primer diperoleh dengan turun langsung kelapangan untuk

memperoleh informasi dari subjek yang diteliti, sedangkan data

49 Bambang Sugono, 2015, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, hlm. 38 50Soerjono Soekanto, 1982, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta, cetakan 2014, hlm. 10. 51 Marzuki P.M, 2015” Penelitian Hukum”Prenamedia Grup, Jakarta hlm181

Page 56: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

45

sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan

mencakup dokumen dokumen resmi, buku-buku hasil penelitian

yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya. Data

sekunder dibagi menjadi tiga jenis bahan hukum sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat

mengikat52 :

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri

dari antara lain : Buku-buku hukum, buku-buku tentang

kesehatan, tulisan-tulisan berupa jurnal, artikel, karya tulis ilmiah,

pendapat ahli hukum ataupun kesehatan, media berita, dokumen

dan literarur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu

Kamus bahasa, Kamus hukum, kamus ilmiah.

C. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian ini menggunakan data dari berbagai sumber yang

kemudian dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu data primer

dan sekunder. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara

studi dokumen, yakni mencari, menelaah dan menggabungkan

materi yang berasal dari data tertulis dalam buku dan peraturan

52 Bambang Sunggono 2015 ‘ Metode Penelitian Hukum” PT RajaGrafindo Persada, Jakarta hlm 113

Page 57: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

46

perUndang-undangan yang bertujuan untuk memperoleh data

sekunder yang relevan dengan masalah yang diteliti.

b. Penelitian Lapangan

Alat pengumpulan data primer menggunakan teknik wawancara

dengan pedoman wawancara yang bersifat terbuka,

wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dan keterangan

tentang tema yang sedang diteliti.

D. Lokasi Penelitan

Penelitian Ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah

Haji Makassar, alasan memilih tempat ini adalah :

a. Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar merupakan salah

satu rumah sakit rujukan diwilayah Kota Makassar

b. Rumah Sakit Umum Daerah Haji telah memperoleh akreditasi

paripurna Komisi Akreditasi Rumah Sakit yang dapat

merepresentasikan pemenuhan hak-hak pasien secara utuh.

E. Subyek penelitian dan teknik Pengambilan sampel

Subjek dalam penelitian ini merupakan pihak-pihak yang dapat

memberikan keterangan sesuai dengan tujuan dari penelitian

lapangan.

a. Responden

Responden adalah pihak-pihak yang berhubungan

langsung dengan permasalahan terkait penelitian ini. Pemilihan

responden melalui teknik purposive sampling yaitu menetapkan

Page 58: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

47

syarat-syarat atau kriteria tertentu berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti sebagai dasar pengambilan

sampel. 53 Dalam penelitian ini yang ditentukan sebagai

responden adalah :

1) Dokter penanggung jawab pasien JKN

2) Pasien peserta JKN

3) Unit pengaduan pelayanan Rumah Sakit

4) Kabid. Pelayanan Medik

5) Petugas Verifikator BPJS Rumah Sakit

b. Narasumber

Narasumber adalah pihak yang tidak terlibat langsung

dalam penelitian namun memiliki informasi (data) mengenai

objek yang sedang diteliti, atau dimintai informasi mengenai

objek penelitian tersebut. Dalam penelitian ini ditentukan

sebagai narasumber antara lain:

1) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

2) Pimpinan BPJS kesehatan Kantor Cabang Utama,

Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan

F. Analisis Data

Data yang dikumpulkan baik dari penelitian lapangan maupun

penelitaian kepustakaan dianalisis secara kualitatif, yaitu prosedur

analisis tanpa menggunakan analisis statistik atau cara

53 Zainuddin Ali, 2014, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, jakarta, cetakan kelima, hlm. 98.

Page 59: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

48

kuantifikasi lainnya54Analisis kualitatif adalah suatu cara penelitian

yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan

responden dan narasumber secara tertulis dan lisan dan juga

perilakunya yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu

yang utuh.55Hasil analisis tersebut dipaparkan secara deskriptif

sehingga diperoleh uraian hasil penelitian yang bersifat deskriptif-

kualitatif yang nantinya akan menjawab permasalahan penelitian.

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu dengan menggunakan Trianggulasi atau yang

dikenal dengan melakukan cek atau recek yaitu suatu kegiatan

yang dilakukan oleh peneliti guna melakukan pengecekan

terhadap keabsahan data yang diperoleh oleh peneliti trianggulasi

dilakukan melalui pengecekan terhadap sumber, teknik, dan

waktu.

54 Lexy Moleong, 2011, “Metodologi Penelitian Kualitatif,” PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 6. 55Ibid

Page 60: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum tempat penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar berdiri dan

diresmikan pada tanggal 16 juli 1992 oleh Bapak Presiden Republik

Indonesia. Rumah Sakit ini dibangun diatas tanah seluas 0,6 hektar

milik pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang dulunya adalah

Rumah Sakit Kusta Jongaya. Pembangunan Rumah Sakit Umum

Daerah Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan merupakan hibah

dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebagai kompensasi musibah

terowongan Mina yang menimpa jamaah haji asal Sulawesi Selatan.

Pengoperasian Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar

didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur KDH Tk.I Sulawesi

Selatan nomor 488/IV/1992 tentang pengelolaan Rumah Sakit oleh

Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan dan Surat Keputusan

Gubernur nomor 802/VII/1992 tentang Susunan Organisasi dan Tata

Kerja (SOTK) Rumah Sakit.

Departemen Kesehatan menetapkan Rumah Sakit Umum

Daerah Haji Makassar sebagai Rumah Sakit Umum milik Pemerintah

Daerah Sulawesi Selatan dengan klasifikasi C yang tertuang dalam

Page 61: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

50

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

965/MENKES/SK/X/2008 tanggal 22 oktober 2008.

Jenis pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar

semakin berkembang dan pada tahun 2009 telah memiliki 9

spesialisasi, 4 subspesialisasi dan 4 spesialisasi penunjang medis.

Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 2009 Rumah Sakit Umum

Daerah Haji Makassar bermohon ke Departemen Kesehatan untuk

peningkatan kelas menjadi tipe B dan pada tanggal 27 agustus 2010

terbit Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor

1226/MENKES/SK/VIII/2010 tentang penetapan status Rumah Sakit

Umum Daerah Haji Makassar dari tipe C menjadi tipe B Non

Pendidikan.

Pada tahun 2011 terbit Peraturan kedua atas Peraturan

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah,

Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Lain Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

VisiVisi Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar adalah

Menjadi Rumah Sakit Pendidikan Islami Terpercaya, Terbaik, dan

Pilihan Utama di Sulawesi Selatan 2018”, Adapun Misi Rumah Sakit

Umum Daerah Haji Makassar adalah menerapkan “ Hospital

Services to Win All “ yaitu : Menyelenggarakan pelayanan kesehatan

paripurna dan rujukan berkualitas yang terjangkau oleh masyarakat.

Page 62: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

51

Menyelenggarakan pendidikan dan riset tenaga kesehatan

berkarakter islami. Menyelenggarakan pola tata kelola pelayanan

kesehatan yang baik, akuntabel, berbasis “The Ten Golden Habits”.

Meningkatkan kualitas pelayanan melalui pengembangan Sumber

Daya Manusia (SDM), serta mengembangkan dan meningkatkan

sarana dan prasarana Rumah Sakit. Meningkatkan kesejahteraan

karyawan sebagai asset berharga bagi Rumah Sakit.

Adapun makna dari misi tersebut adalah : Bahwa Rumah

Sakit memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan profesional

secara efektif dan efisien kepada pasien / individu yang

membutuhkan pertolongan sesuai standar pelayanan minimal.

Profesionalisme bermakna kompeten dan bertanggung jawab dalam

menjalankan peran untuk memberikan yang terbaik berorientasi

kepada keselamatan. Bahwa Rumah Sakit melaksanakan

pembelajaran dan pendidikan yang berorientasi pembentukan

karakter islami yang penuh amanah. Bahwa Rumah Sakit

melaksanakan Tata Kelola Klinik dan non Klinik yang baik dan

akuntabel.

Sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Provinsi Sulawesi

Selatan, maka tujuannya pun mengacu kepada tujuan dari RPJMD

Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan 2013-2018 khususnya di

bidang kesehatan yaitu “Meningkatkan akses dan kualitas layanan

kesehatan”. Adapun tujuan jangka menengah Rumah Sakit Umum

Page 63: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

52

Daerah Haji Makassar adalah menciptakan rumah sakit yang bersih,

layanan prima dengan manajemen yang baik dan dilandasi spiritual

agar terwujud sebagai sarana pelayanan publik yang bermutu,

profesional, dan dapat dipercaya.

Adapun sasaran jangan menengah dari Rumah Sakit Umum

Daerah Haji Makassar adalah :

a) Perspektif Pelanggan

Meningkatnya kepuasan pelanggan.

Meningkatnya akuntabilitas publik kepada masyarakat dengan target kinerja laporan akuntabilitas Rumah Sakit yang telah dievaluasi oleh auditor eksternal dengan

kualifikasi terbaik. b) Perspektif Bisnis Internal

Meningkatkan mutu layanan rawat inap.

Meningkatnya akuntabilitas publik kepada masyarakat

dengan target kinerja laporan akuntabilitas Rumah Sakit

yang telah dievaluasi oleh auditor eksternal dengan

kualifikasi terbaik.

Terpenuhinya safety patient sesuai standar mutu

penanganan penyakit terbanyak di rawat jalan dan

instalasi gawat darurat.

Terpenuhinya safety patient sesuai standar mutu penunjang diagnose dan resep.

c) Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

Meningkatnya komitmen pegawai melaksanakan tugas

dan fungsi pokok untuk mendukung proses pelayanan

kepada masyarakat

Meningkatnya kapabilitas SDM

Meningkatnya kecukupan tenaga pelayanan dengan

target kinerja penambahan tenaga di seluruh unit

pelayanan sebesar 100% dari standar nasional

Meningkatkan kualitas infrastruktur pelayanan dengan

target kinerja penambahan peralatan medis dan

peningkatan kelayakannya sesuai standar nasioanal, pembangunan gedung baru, penambahan luas bangunan ruang pelayanan.

Page 64: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

53

Meningkatnya kapasitas system informasi dan penguatan kelembagaan

Meningkatkan kecukupan tenaga pelayanan

d) Perspektif Keuangan

Meningkatnya pendapatan operasional rumah sakit

Terwujudnya pengendalian biaya

Peningkatan kesejahteraan pegawai

Berdasarkan berlakunya peraturan Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas

Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2008

tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Lambaga Lain Provinsi Sulawesi Selatan,

perlu diatur tugas pokok fungsi dan rincian tugas jabatan struktural

pada Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar Provinsi Sulawesi

Selatan.

Sarana dan Prasarana Pelayanan Sarana dan prasarana

pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Haji adalah sebagai berikut:

Pelayanan rawat jalan terdiri dari 11 poliklinik yang ditunjang dengan

tenaga medis spesialistik, poliklinik gigi mulut, gizi klinik dan farmasi

klinik Pelayanan gawat darurat memiliki kemampuan penanganan

tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa (live saving) dan

pencegahan kecacatan lebih lanjut dengan menyediakan fasilitas

one day care yang dibuka selama 24 jam. Pelayanan bedah

ditangani oleh tenaga medis professional yang berasal dari berbagai

disiplin ilmu spesialistik dan subspesialistik.

Page 65: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

54

Pelayanan rawat inap memiliki kapasitas 329 TT dengan

perincian sebagai berikut: VVIP 8 Tempat Tidur, VIP 12 Tempat

Tidur, kelas I 15 Tempat Tidur, kelas II terdiri dari 46 Tempat Tidur

dan kelas III terdiri dari 136 Tempat Tidur serta perawatan intensif

terdiri dari 8 Tempat Tidur. Dari jumlah tersebut 225 sudah

termanfaatkan.

Disamping itu rumah sakit juga menyediakan fasilitas intensif

rawat intensif. Sebagai wing private, rumah sakit juga menyediakan

fasilitas rawat inap kelas VVIP dengan kapasitas 8 Tempat Tidur dan

VIP dengan kapasitas 12 Tempat Tidur yang diharapkan menjadi

unit bisnis strategis yang dapat menyangga kemampuan keuangan

rumah sakit. Pelayanan penunjang medis, yang meliputi fasilitas

laboratorium patologi klinik, patologi anatomi dan instalasi radiologi.

Sedangkan untuk penunjang medis terapi, rumah sakit memiliki

fasilitas penunjang berupa rehabilitasi medis dan farmasi.

RSUD Haji Makassar sebagai penyedia layanan kesehatan

didalam menjalankan tugasnya saat ini bekerjasama dengan BPJS

sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kerja

sama tersebut berlaku sejak 1 Januari 2014, dengan adanya kerja

sama tersebut maka RSUD Haji Makassar memiliki ikatan hukum

dengan BPJS sebagai penyelenggara jaminan kesehatan dan

penyedia layanan kesehatan.

Page 66: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

55

BPJS dan Rumah Sakit merupakan dua elemen penting

dalam proses pencapaian derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

yan bekerjasama dalam melaksanakan program jaminan kesehatan

nasional, rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggrakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat dan BPJS merupakan badan hukum yang

dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial

berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan membayar manfaat

dan/atau membiayai pelayanan kesehatan peserta sesuai dengan

ketentuan program Jaminan Kesehatan Nasional.

Jalinan kerja sama antara RSUD Haji Makassar dan BPJS

dalam melaksanakan program jaminan kesehatan nasional bersifat

wajib, jalinan kerja sama yang bersifat wajib tersebut diatur dalam

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Jaminan Kesehatan Pasal 36 ayat (2):

“Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang

memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan”.

Peningkatan pelayanan merupakan prioritas utama RSUD

Haji Makassar, demi meningkatkan pelayanan rujukan pasien yang

sesuai dengan aturan BPJS, RSUD Haji Makassar didalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta BPJS rumah

Page 67: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

56

sakit menerapkan sistem rujukan secara berjenjang, Hal tersebut

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 01 Tahun 2012

Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan dan

Pasal 14 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013

tentang Pelayanan Kesehatan

B. Perlindungan Hukum Hak Memperoleh Second opinion Pasien

Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Di RSUD Haji Makassar.

Perlindungan hukum adalah untuk melindungi hak setiap orang

untuk mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama di mata

hukum. Perlindungan hukum terhadap pasien dalam memperoleh

pelayanan kesehatan harus berpedoman dan didasarkan pada

instrument normatif yang berlaku terhadapnya.

Saat ini masyarakat semakin menyadari hak-haknya sebagai

pasien, dalam proses pemenuhan pelayanan kesehatan khusunya

pasien peserta BPJS, hal ini dipengaruhi oleh semakin meningkatnya

kesadaran pasien tentang kebutuhan layanan kesehatan yang

berkualitas dan juga dipengaruhi oleh adanya kepesertaan mandiri

BPJS Kesehatan, yang diberikan kewajiban membayar iuran tiap

bulannya , hal tersebut membuat peserta akan menuntut setiap haknya

setelah melaksanakan setiap kewajiban dalam hal ini iuran BPJS,

sehingga seringkali peserta BPJS secara kritis mempertanyakan

tentang penyakit, pemeriksaan, pengobatan serta tindakan yang akan

diambil yang berkenaan dengan penyakit yang diderita.

Page 68: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

57

Selain kritis, saat ini tidak jarang pasien mencari pendapat kedua

(second opinion), mencari pendapat dokter laih merupakan hal yang

sangat wajar dilakukan oleh seorang pasien saat ini, hal tersebut

merupakan hak pasien yang harus dihormati oleh setiap pemberi

pelayanan kesehatan, rumah sakit dan BPJS, begitupun dengan

pemerintah serta jajarannya wajib memberikan perlindungan hukum

terhadap hak pasien untuk memperoleh second opinion.

Semakin bertambahnya kesadaran pasien atas hak-haknya juga

membawa pengaruh tersendiri terhadap cara pandang pasien dalam

mencari penyelesaian sengketa jika terjadi masalah hukum dalam

proses pelayanan kesehatan yang diterima.

Pemerintah telah mencoba mengakomodasi kepentingan pasien

untuk memperoleh perlindungan hukum atas hak-haknya untuk

memperoleh pelayanan kesehatan dengan memakai instrument

peraturan Perundang-undangan yang ternyata tidak sepenuhnya

memberikan perlindungan kepada pasien. Undang-Undang No. 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit belum mampu sepenuhnya

mengakomodir dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak

pasien untuk memperoleh second opinion.

Perlindungan hukum pasien dalam memperoleh second opinion

terdapat pada Pasal 52 huruf (b) Undang-Undang No 29 Tahun 2004

Tentang praktik kedokteran yang menyatakan bahwa :

“Pasien didalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain”

Page 69: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

58

Hal yang sama di sebutkan didalam Pasal 32 huruf (h) Undang-

Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang menyatakan

bahwa :

“Setiap pasien mempunyai hak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP)baik didalam maupun diluar rumah sakit”

Komisi Akreditas Rumah Sakit (KARS) menerapkan salah satu

standar penilaian hak pasien dan keluarga (HPK) mengatur mengenai

hak pasien dalam memperoleh second opinion yang disebutkan

bahwa rumah sakit mendukung hak pasien dan keluarga

berpartisipasi dalam proses pelayanan, dan juga setiap rumah sakit

diharuskan membuat kebijakan/panduan/SPO cara memperoleh

second opinion didalam atau diluar rumah sakit.

RSUD Haji Makassar sebagai rumah sakit yang terakreditasi oleh

KARS telah mempunyai regulasi untuk mengakomodir hak pasien

dalam memperoleh second opinion dengan menerbitkan SK Direktur

dengan Nomor Dokumen 155/TU/RSUD/I/2016 Tentang Hak Pasien

dan Keluarganya Selama Dalam Pelayanan di RSUD Haji

Makassar.dengan No. Dokumen 29.02.08 yang diterbitkan pada

tanggal 22 januari 2016 mengenai cara memperoleh second opinion di

lingkungan RSUD Haji Makassar. aturan tersebut merupakan jaminan

kepada setiap pasien untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap

tentang masalah kesehatan maupun pilihan pengobatan yang akan

dijalani oleh pasien.

Page 70: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

59

Upaya pasien dalam memperoleh pendapat dari dokter lain baik

didalam maupun diluar rumah sakit, bukan hanya menjadi tanggung

jawab RSUD Haji Makassar untuk membuat dan melaksanakan

kebijakan tersebut, karena saat ini proses pemberian pelayanan

kesehatan bukan hanya berdasar kepada regulasi rumah sakit

semata, akan tetapi juga berdasarkan kepada regulasi yang diatur

oleh BPJS.

Berdasarkan hasil yang diperoleh peneliti, sampai saat ini BPJS

kesehatan menyatakan belum mampu mengakomodir hak pasien

untuk memperoleh second opinion, hal tersebut dinyatakan oleh

rersponden yang merupakan verifikator BPJS Kesehatan RSUD Haji

Makassar yang menyatakan bahwa :

“saat ini belum ada regulasi yang mengatur mengenai second opinion baik dari peraturan menteri kesehatan, peraturan presiden ataupun BPJS kesehatan. bahwa seorang pasien berhak memilih dokter yang akan merawat merupakan hak pasien, namun didalam permenkes mengenai jaminan kesehatan nasional juga dijelaskan bahwa hal yang tidak dijamin JKN apabila pelayanan kesehatan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan medis dan prosedur BPJS karena permintaan second opinion bisa saja bersifat subjektif. Hal senada juga dibenarkan oleh Kepala bidang Penjaminan Mutu

Rujukan BPJS Kesehatan Cabang Makassar, yang menjelaskan

bahwa regulasi tentang hak pasien dalam memperoleh second

opinion belum dimiliki BPJS, setiap pelayanan yang dijamin oleh BPJS

Kesehatan adalah pelayanan yang sesuai dengan alur rujukan

berjenjang.

Page 71: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

60

Menurut narasumber, pentingnya pembuatan regulasi mengenai

second opinion harus disertai dengan ditingkatkannya profesionalitas

dan kompetensi seorang dokter dilapangan, karena didalam

menentukan klaim BPJS tidak pernah berandai-andai, melainkan

berdasarkan regulasi dan berdasarkan kepada diagnosa dokter, kajian

tentang hak pasien dalam memperoleh second opinion menurut

narasumber sangat perlu dilakukan, namun perlu dibarengi dengan

peningkatan kompetensi dokter didalam bertugas di rumah sakit.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Layanan Medik

RSUD Haji Makassar yang menyatakan bahwa, RSUD Haji Makassar

memberikan perlindungan terhadap hak pasien mengacu pada

regulasi yang terdapat pada Undang-Undang No. 44 Tahun 2009

Tentang Rumah Sakit, serta Pedoman dari Komisi Akreditasi Rumah

Sakit (KARS) responden menyatakan bahwa :

“Rumah Sakit Haji tidak pernah membedakan antara pasien umum atau pasien jaminan, regulasi yang ada mengenai hak pasien diberlakukan secara merata,kalau ada perbedaan untuk pasien jaminan biasanya disebabkan oleh aturan BPJS yang berbeda dengan rumah sakit “ Selain memberikan kebijakan berupa Standar prosedur

operasional mengenai hak pasien untuk memperoleh second opinion,

saat ini RSUD Haji Makassar juga memberikan perlindungan hukum

terhadap pelanggaran hak maupun ketidakpuasan yang dialami oleh

pasien selama menjalani pengobatan di RSUD Haji Makassar, baik

untuk pasien rawat jalan, maupun pasien rawat inap dengan membuat

Page 72: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

61

Standar prosedur operasional (SPO) layanan pengaduan, hal tersebut

di ungkapkan oleh Kepala Komite Akreditasi dan Mutu yang

menjelaskan bahwa :

“Perlindungan hukum untuk peserta JKN maupun pasien umum di RSUD Haji Makassar semuanya sama,tidak ada perbedaan, yang membedakan hanya sistem pembiayaan, pelaporan mengenai pelanggaran terhadap hak pasien kami layani customer service, begitu juga dengan komplain yang melalui media,sms center, serta kotak saran”. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUD Haji

Makassar Makassar Nomor 155/TU/RSUD/I/2016 tentang Hak pasien

dan keluarga terkait penyelesaian keluhan pasien dan keluarga Di

RSUD Haji Makassar SPO ini merupakan suatu bentuk komitmen

manajemen RSUD Haji Makassar kepada pelanggan/pasien yang

menemukan ketidaksesuain antara harapan (yang menjadi

kebutuhan) pelanggan dengan layanan yang diperoleh.

Pada Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik disebutkan bahwa penyelenggaran

pelayanan publik sekurang-kurangnya memiliki pengelolaan

pengaduan masyarakat, begitupula yang terdapat pada pasal 24 ayat

(3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2014 Tentang

Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien disebutkan bahwa:

“Dalam rangka memenuhi hak pasien untuk menyampaikan keluhan atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j, setiap Rumah Sakit menyediakan unit pelayanan pengaduan.

Page 73: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

62

Berdasarkan hal tersebut diatas maka unit pengaduan harus ada

pada setiap rumah sakit. Tugas dan fungsi unit pelayanan pengaduan

diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik yang pada intinya, adanya unit pelayanan

pengaduan di rumah sakit adalah untuk memenuhi hak masyarakat

atau hak pasien untuk mengadukan pelayanan yang diterimanya,

untuk menerima pengaduan dari masyarakat atau pasien sesuai

dengan mekanisme yang ada, untuk melakukan pembelaan terhadap

pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam

penyelenggaraan pelayanan publik, dan menyelesaikan pengaduan

tersebut secara cepat, obyektif dan adil.

Berdasarkan SPO layanan pengaduan yang ada di RSUD Haji

Makassar tersebut bertujuan sebagai acuan penerapan langkah-

langkah untuk penyelesaian keluhan pasien dan keluarganya terkait

hak-hak pasien di rumah sakit.

Prosedur pengaduan yang dapat dilakukan oleh pasien di RSUD

Haji Makassar adalah Keluhan yang disampaikan secara langsung

baik lisan maupun tertulis, staf rumah sakit wajib melakukan :

1. Staf mendengarkan keluhan yang disampaikan oleh pasien dan

keluarga dengan cara :

a. Tenang optimis b. Tidak melakukan adu argumentasi dengan pasien dan

keluarga c. Tidak memotong atau menyelah pembicaraan d. Upayakan tidak terlibat secara emosional yang dalam e. Tidak tertawa saat berbicara dengan pasien dan keluarga

Page 74: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

63

f. Tidak membela diri dan menyudutkan pasien dan keluarga.

2. Empati kepada pasien dan keluarga

3. Memngklarifikasi keluhan yang disampaikan

4. Meminta maaf kepada pasien dan keluarga atas

ketidaknyamanannya dan berterimah kasih atas masukannya

5. Mencatat setiap keluhan pasien dan keluarga dan melaporkan

kepada bagian terkait

6. Keluhan yang disampaikan secara tidak langsung via elektronik

yang diterima petugas humas, maka petugas humas wajib

melakukan

a. Membaca keluhan yang disampaikan b. Mengklarifikasi keluhan pasien dan keluarga dengan unit

terkait c. Menindaklanjuti setiap keluhan pasien dan keluarga dan

melaporkan kepada bagian yang terkait

Setelah keluhan pasien dan keluarga ditanggapi dengan baik

oleh staf rumah sakit maka diperlukan prosedur penyelesaian keluhan

agar tercipta kepuasan pelyanan bagi pasien dan keluarga sebagai

berikut :

1. Laporan keluhan diterima di runag pasien mengeluh, ditindaklanjuti oleh penanggung jawab shift atau kepala ruang, bersama sama dengan pasien atau keluarga mencari solusi

2. Apabila keluhan disampaikan melalui media elektronik misal telephone, email SMS dan lain lain, maka akan ditindaklanjuti sesuai dengan media yang digunakan oleh petgas humas dengan mengklarifikasi masalah terlebih dahulu dengan ruangan terkait.

3. Jika keluhan tidak dapat diselesaikan diruangan tersebut, maka kepala ruanng/kepala jaga meneruskan laporan keluhan kepada petugas Duty Manager,bersama-sama dengan pasien dan keluarga mencari solusi dalam waktu 1 (satu) hari kerja.

Page 75: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

64

4. Jika solusi tidak memuaskan, Duty Manager meneruskan ke coordinator ruangan/kepada instalasi

5. Jika solusi tidak memuaskann coordinator ruangan/kepala Instalasi meneruskan ke petugas humas.

6. Jika petugas humas tidak dapat menyelesaikan maka diteruskan ke Kabid Hukum, Humas dan Pemasaran untuk dilakukan investigasi dan koordinasi dengan unit terkait serta menetapkan rencana perbaikan.

7. Kabid hukum, Humas dan Pemasaran dan ruang terkait menetapkan rencana perbaikan

8. Kabid hukum, Humas dan Pemasaran dan ruang terkait menyampaikan hasil perbaikan kepada petugas humas untuk disampaikan kepada konsumen yang memberikan pengaduan, saran dan masukan melalui sms, email, ata surat resmi dalam waktu maksimal 3 hari kerja.

9. Apabila tidak dapat diselesaikan, maka Kabid Hukum, humas dan pemasaran melaporkan kepada wadir Umum dan keuangan.

10. Apabila tidak dapat diselesaikan maka Wadir Umum dan Keuangan meneruskan ke Direktur

11. Apabila tidak dapat diselesaikan Direktur dapat menyelesaikan melalui konsultan hukum

12. Jika tidak berhasil maka konsultan hukum dapat melakukan mediasi atau alternative depute resolution

13. Jika mediasi tidak berhasil maka keluhan pasien/keluarga diselesaikan melalui jalur hukum atau pengadilan.

Pasien dan atau keluarga pasien memiliki hak untuk melakukan

pengaduan terhadap layanan rumah sakit, hak tersebut dijamin oleh

peraturan Perundang-undangan. Pasien, keluarga pasien dan

masyarakat tidak perlu ragu untuk melakukan pengaduan apabila

merasa mendapatkan pelayanan yang kurang baik atau pelayanan

yang tidak sesuai dengan standar.

Hal ini diatur di dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan bahwa

Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik

kepada penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan

Page 76: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

65

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, hal tersebut juga terdapat

pada Pasal 32 huruf (r) Undang-undang No 44 Tahun 2009 tentang

Rumah sakit yang menyatakan bahwa :

“Pasien mempunyai hak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” Di dalam Pasal 48 dan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dalam hal ini rumah sakit

memiliki kewajiban untuk memproses, merespon dan kemudian

memberikan jawaban atas aduan yang diajukan oleh pengadu dalam

jangka waktu tertentu, sehingga apabila pengadu tidak mendapatkan

jawaban atas aduannya atau setelah adanya aduan dan jawaban

namun tidak ada perubahan mengenai hal yang diadukan, maka

pengadu dapat menyampaikan aduannya kepada pihak-pihak di luar

rumah sakit tersebut.

Proses pengaduan yang dilakukan harus dibedakan terlebih

dahulu antara pengaduan yang sifatnya biasa dengan pengaduan

yang sifatnya berkaitan dengan hukum, hal ini dianggap perlu kerena

nantinya akan berkaitan dengan tata cara melakukan pengaduan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala bidang Hukum Dan

Humas RSUD Haji Makassar menyatakan bahwa

“Pengaduan yang sifatnya biasa adalah pengaduan yang diajukan karena pasien atau keluarga pasien menerima pelayanan yang tidak baik dan sama sekali tidak ada kaitannya

Page 77: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

66

dengan hukum. Misalnya, tenaga medis yang kurang senyum, lingkungan rumah sakit yang kotor sehingga mengganggu kenyamanan atau ac kamar tidak berfungsi. Sedangkan pengaduan yang sifatnya berkaitan dengan hukum adalah pengaduan yang diajukan karena pasien atau keluarga pasien menduga pihak rumah sakit atau tenaga medis telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum atau tindak pidana, misalnya saja malpraktek”. Untuk melakukan pengaduan yang sifatnya berkaitan dengan

hukum, pasien dan atau keluarga sebaiknya didampingi oleh

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) karena proses pengaduan yang

berkaitan dengan hukum memerlukan pengetahuan tentang hukum

yang cukup, khususnya hukum kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pembiayaan

dan Jaminan Kesehatan, Dinas Kesehatan (selanjutnya dinkes)

Provinsi Sulawesi Selatan mengungkapkan bahwa dinkes Provinsi

Sulawesi Selatan mempunyai kewenangan yang besar dalam

melakukan pengawasan terhadap berbagai kegiatan dan upaya

kesehatan di rumah sakit yang ada diwilayah Provinsi Sulawesi

Selatan

Menurut narasumber, selama dua tahun ini dinkes Provinsi

Sulawesi Selatan lebih berfokus kepada peningkatan kepesertaan,

serta lebih meningkatkan fasilitas layanan kesehatan khusunya FKTP,

baik itu membuat yang baru atau memperbaiki yang telah ada, agar

pantas untuk bekerjasama dengan JKN, dengan kata lain fasilitas

layanan kesehatan tersebut dapat diakreditasi, sehigga tidak ada

satupun rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS yang tidak

Page 78: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

67

terakreditasi, walaupun demikian terkait masalah perlindungan pasien

narasumber menyatakan bahwa :

“Sangat perlu ada regulasi atau perlindungan hukum bagi pasien karena pada kenyataanya saat ini pasien selalu berada pada posisi yang lemah didalam proses pelayanan kesehatan, jadi semua pihak harus bersinergi membangun JKN”. Menurut Narasumber, Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan sebagai

bagian dalam proses pengawasan pelaksanaan pelayanan kesehatan

di RSUD Haji Makassar terkadang menerima laporan mengenai

pelayanan kesehatan RSUD Haji Makassar, hasil wawancara dengan

narasumber yang menyatakan bahwa :

“untuk pelaporan yang terjadi sampai saat ini biasanya disebabkan oleh adanya pungutan liar dirumah sakit yang dilakukan oleh oknum perorangan, yang biasanya diadukan oleh LSM. biasanya teguran dilakukan dengan melalui telepon ataupun datang langsung dan memberikan surat teguran langsung”. Laporan pengaduan kepada dinkes sampai saat ini masih sebatas

adanya pungutan liar oleh beberapa oknum, terkait hak pasien,

khususnya hak pasien yang sifatnya spesifik belum ada sampai saat

ini. oleh narasumber disampaikan hal ini didasari oleh responsifnya

layanan pengaduan di rumah sakit dalam menangani laporan

pengaduan, sehingga tidak harus diselesaikan oleh Dinas Kesehatan.

Pelaporan kepada Dinas Kesehatan biasanya diadukan oleh LSM

khusunya yang bergerak dalam bidang kesehatan, berdasarkan

penuturan narasumber walaupun tidak dapat memberikan angka yang

pasti namun pengaduan mengenai layanan rumah sakit memang

meningkat disaat semakin bertambahnya peserta BPJS Kesehatan.

Page 79: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

68

BPJS Kesehatan sebagai pelaksana jaminan kesehatan nasional

juga memberikan aturan mengenai pengaduan masyarakat terhadap

keluhan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS, Undang-

Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial, pada BAB XII Mengenai Penyelesaian sengketa, Pasal 48

dinyatakan bahwa : untuk penyelesaian pengaduan :

(1) BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan peserta.

(2) BPJS wajib menangani pengaduan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya pengaduan.

(3) Ketentuan mengenai unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan BPJS.

Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi pada Pasal

49

(1) Pihak yang merasa dirugikan yang pengaduannya belum dapat diselesaikan oleh unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), penyelesaian sengketanya dapat dilakukan melalui mekanisme mediasi.

(2) Mekanisme mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bantuan mediator yang disepakati oleh kedua belah pihak secara tertulis.

(3) Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatangan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh kedua belah pihak.

(4) Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi, setelah ada kesepakatan kedua belah pihak secara tertulis, bersifat final dan mengikat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

pada Pasal 50 disebutkan bahwa : Dalam hal pengaduan tidak

dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu pelayanan dan

Page 80: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

69

penanganan pengaduan Peserta melalui mekanisme mediasi tidak

dapat terlaksana, penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan

negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.

3. Pelaksanaan Hak Memperoleh Second opinion Pasien Peserta

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di Rumah Sakit Umum

Daerah Haji Makassar

Setiap warga Negara tanpa terkecuali, sebagaimana yang dijamin

di dalam konvensi internasional maupun hukum positif di Indonesia

secara tegas menerangkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan, Pelayanan kesehatan meliputi

banyak hal baik secara medis maupun secara administratif, namun

pada intinya hak mendapatkan pelayanan kesehatan harus dengan

kualitas yang baik.

Kualitas kesehatan yang baik diperlukan karena berdasarkan

fakta dilapangan menyatakan bahwa pasien yang menjalani

perawatan dirumah sakit atau di fasilitas kesehatan lainnya belum

memperoleh pelayanan kesehatan yang maksimal, indikator sebuah

rumah sakit telah memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal

bukan hanya tercermin dari angka kesembuhan pasien, namun

sebuah rumah sakit harus dapat mengakomodir setiap hak pasien.

RSUD Haji Makassar merupakan rumah sakit rujukan dan telah

memperoleh akreditasi dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

RSUD Haji Makassar diharapkan dapat memberikan pelayanan

Page 81: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

70

kesehatan secara paripurna, serta dapat mengakomodir setiap hak

pasien. Salah satu hak pasien yang menjadi objek penelitian penulis

adalah hak pasien untuk meminta konsultasi tentang penyakit yang

dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik

(SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit (Second opinion)

Berdasarkan hasil penelitian terkait pelaksanaan hak pasien untuk

meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter

lain, RSUD Haji Makassar telah mempunyai standar prosedur

operasional (SPO) yang tertuang dalam Surat Ketetapan Direktur

RSUD Haji Makassar No. Dokumen 29.02.08 yang diterbitkan pada

tanggal 22 januari 2016 mengenai cara memperoleh second opinion di

lingkungan RSUD Haji Makassar,

Kebijakan ini dibuat berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama

RSUD Haji Makassar Makassar No. 155/TU/RSUD/I/2016 Tentang

Hak Pasien dan Keluarganya Selama Dalam Pelayanan di RSUD Haji

Makassar, yang menjadi acuan untuk setiap instalasi dalam

memberikan pelayanan hak pasien meperoleh second opinion.

berdasarkan SPO tersebut second opinion merupakan pendapat

lain dalam hal ini merupakan pendapat medis yang diberikan oleh

dokter lain terhadap suatu diagnose atau terapi maupun rekomendasi

medis lain terhadap penyakit yang diderita pasien, dengan tujuan

untuk memberikan kepuasan pasien dalam hal meningkatkan mutu

pelayanan.

Page 82: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

71

Prosedur untuk memperoleh second opinion di RSUD Haji

Makassar adalah sebagai berikut :

1. Carilah dokter yang sesuai kompetensinya atau keahliannya yang menurut anda lebih bisa dipercaya, minta juga rekomendasi dari keluarga, tetangga atau teman dekat dokter manaa yang merekomendasikan

2. Rekomendasikan pengalama keberhasilan pengobatan teman atau keluarga terhadap dokter tertentu dengan kasus yang sama sangatlah penting untuk dijadikan sumber referensi

3. Carilah sumber informasi sebanyak-banyaknya tentang permasalahan kesehatan tersebut, jangan mencari informasi sepotong-sepotong karena seringkali akurasinya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Carilah sumber informasi yang kredibel seperti WHO, CDC, IDI, atau organisasi resmi lainnya.

4. Bila keadaan emergensi ata kondisi tertentu maka keputusan second oipinion juga dilakukan dalam waktu singkat hari itu juga

5. Mencari second opinion terhadap dokter yang dapat menjelaskan dengan mudah, jelas, lengkap dan dapat diterima logika, Biasanya dokter tersebut menjelaskan dengan baik dan mudah diterima, Dokter yang cerdas dan bijaksana biasanya tidak akan pernah menyalahkan keputusan dokter sebelumnya atau tidak akan pernah menjelek-jelekkan dokter sebelumnya atau menganggap dirinya paling benar.

6. Bila melakukan second opinion sebaiknya awalnya jangan menceritakan dulu pendapat dokter sebelumnya atau mempertentangkan pendapat dokter sebelumnya, agar dokter terekhir dapat objektif dalam menangani kasusnya. Kecuali dokter tersebut menanyakan pengobatan yang sebelumnya pernah diberikan atau pemeriksaan yang telah dilakukan.

7. Bila sudah memperoleh informasi tentang kesehatan, jangan menggurui dokter yang anda dapat belum tentu benar, tetapi sebaliknya yang anda dapat kemudian mintakan pendapat dokter tersebut tentang hal itu

8. Bila pendapat kedua dokter tersebut berbeda maka biasanya penderita dapat memutuskan salah satu keputusan tersebut berdasarkan argument yang dapat diterima secara logika atau dalam keadaan tertentu ikut advis dari dokter tersebut bila terdapat perbaikan makna dan sesuai penjelasan dokter maka keputusan tersebut mungkin dapat dijadikan pilihan, bila hal itu masih membingunkan tidak ada salahnya melakukan pendapat ketiga, biasanya dengan berbagi pendapat tersebut masih sulit dipilih, biasanya kasus yang dihadapi adalah kasus yang sangat sulit

9. Keputusan second opinion terhadap terapi alternative sebaiknya tidak dilakukan karena pasti terjadi perbedaan pendapat dengan

Page 83: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

72

pemahaman tentang kasus yang berbeda latarbelakang keilmuan yang berbeda,

10. Kebenaran ilmiah dbidang kedokteran tidak harus berdasarkan senioritas atau gelar professor yang disandang, tetapi berdasar kepakaran dan landasan pertimbangan kejadian ilmiah berbasis bukti penelitian dibidang kedokteran.

Pelaksanaan hak pasien dalam memperoleh second opinion di

RSUD Haji Makassar saat ini tidak dapat dilepaskan dari peran serta

BPJS, hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan regulasi

antara hak pasien sebagai pasien dirumah sakit yang diatur oleh

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,

dengan hak pasien sebagai peserta JKN yang diatur oleh Peraturan

Presiden, Peraturan Menteri Kesehatan dan BPJS.

Proses pelayanan kesehatan peserta JKN harus tunduk

terhadap alur pelayanan yang telah diatur oleh BPJS, dengan

adanya regulasi tersebut menjelaskan bahwa dalam proses

pelaksanaan hak pasien untuk memperoleh second opinion bukan

hanya menjadi tanggung jawab RSUD Haji Makassar sebagai

penyedia pelayanan kesehatan, tetapi juga BPJS sebagai pelaksana

jaminan kesehatan nasional.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dokter Penanggung

Jawab Pasien (DPJP) dari poliklinik Onkologi dan poliklinik obgyn

tentang pelaksanaan program JKN saat ini menyatakan bahwa:

“Saat ini program BPJS merupakan program yang sangat baik jika

dilaksanakan dengan maksimal, maksimal yang dimaksud adalah

BPJS diharapkan dapat melayani semua hak pasien khususnya

Page 84: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

73

pasien yang tidak mampu, dan memberikan rujukan ke fasilitas yang

terbaik”.

Hasil wawancara dengan tiga (3) DPJP lain mengenai

pelaksanaan program JKN saat ini menyatakan bahwa pelayanan

kesehatan BPJS saat ini masih mengalami banyak kendala,

contohnya masih banyaknya rujukan pasien yang tidak jelas

diagnosisnya, serta pembayaran klaim BPJS yang mensyaratkan

adanya diagnosis tunggal

Menurut responden hal tersebut sangat memberatkan karena

dalam proses penentuan diagnosis tidak selalu sesuai dengan

sistem penetapan diagnosis yang telah ditentukan oleh BPJS.

Penyataan mengenai layanan JKN saat ini juga dikemukan oleh

narasumber yang merupakan Kepala Seksi Pembiayaan Dan

Jaminan Kesehatan bahwa :

“JKN saat ini sudah sangat berkembang, jauh berbeda dibandingkan dengan awal tahun 2014, namun kami dari dinas kesehatan masih terus pengawal perkembangan kedepannya, khususnya di daerah Sulawesi Selatan.” Hal Senada juga di kemukakan oleh Kepala Divisi Penjaminan

mutu rujukan BPJS Kesehatan Kantor cabang Makassar yang

menyatakan bahwa secara umum masyarakat sudah sangat

merespon dengan program JKN saat ini, terbukti dengan semakin

meningkatnya partisipasi masyarakat saat ini untuk menjadi peserta

JKN khususnya wilayah kota Makassar, namun masih ada beberapa

yang perlu dilakukan sosialisasi terkait dengan program JKN ini dan

Page 85: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

74

sosialisasi mengenai JKN bukan hanya tanggung jawab BPJS, tetapi

menjadi tanggung jawab bersama semua instansi terkait.

Tujuan penyelenggaraan JKN adalah menjamin peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan dan agar semua

penduduk terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak,

dalam rangka.

1. Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

2. Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan kepada peserta secara menyeluruh, terstandar, dengan sistem pengelolaan yang terkendali mutu dan biaya.

3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.

Program JKN melalui BPJS diharapkan dapat memberikan

kemudahan dan akses dalam pelayanan kesehatan dan

mengakomodir setiap hak hak pasien peserta JKN, berdasarkan

hasil wawancara dengan pasien peserta JKN yang menyatakan

bahwa :

“Aturan BPJS saat ini sangat menghabiskan waktu hanya untuk menunggu antrian,bukan memberikan kemudahan dalam mengakses pelayanan kesehatan tetapi,proses administrasi yang sangat panjang membuat yang sakit bertambah sakit” Hal yang sama juga dikeluhkan oleh tiga (3) responden lain yang

mengeluhkan mengenai layanan BPJS yang terkesan lambat, serta

proses administrasi yang sulit, begitupun dengan aturan BPJS yang

Page 86: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

75

terkadang berubah dengan cepat tanpa dibarengi dengan sosialisasi

yang maksimal.

Layanan BPJS telah banyak mengalami perkembangan sejak

pertama kali dilaksanakan, namun sampai saat ini BPJS disebut

belum sepenuhnya mampu untuk mengakomodasi hak pasien untuk

memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara

dengan DPJP mengenai proses pelayanan pasien di RSUD Haji

Makassar yang menyatakan bahwa :

“Pelayanan pasien serta pemenuhan hak pasien di RSUD haji makassar harus sesuai dengan SPO yang ada, karena rsud haji makassar telah terakreditasi paripurna sehingga setiap tindakan maupun alur pelayanan harus mengikuti SPO yang telah ditentukan, jadi dokter tidak melalukan pelayanan diluar dari alur yang telah ditentukan, akan tetapi di era JKN memang terkadang terdapat perbedaan antara rumah sakit dengan BPJS” Adanya perbedaan dalam menentukan diagnosis serta proses

pengklaiman BPJS yang terkesan kaku dianggap belum ideal,

bahkan terkadang dianggap tidak relevan dengan perkembangan

dilapangan. Lambatnya aturan BPJS diangap tidak sejalan dengan

perkembangan ilmu, khususnya ilmu kedokteran yang sangat cepat,

membuat aturan BPJS tertinggal. Hal itu dibenarkan oleh verifikator

BPJS Kesehatan RSUD Haji Makassar yang juga menyatakan

bahwa :

“Verifikator BPJS kesehatan disini melaksanakan tugas telah sesuai dengan aturan yang berlaku, adapun jika ada yang tidak sesuai dengan harapan BPJS memerima kritikan serta saran, karena BPJS masih dalam proses perkembangan”

Page 87: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

76

Belum adanya persamaan persepsi terhadap peraturan dan

verifikasi klaim antara rumah sakit, DPJP dan BPJS menjadikan

pasien sebagai korban dalam proses pelayanan kesehatan. Terkait

dengan pelaksanaan hak pasien peserta JKN dalam memperoleh

second opinion, berdasarkan hasil wawancara dengan DPJP

menyatakan bahwa :

“Selama ini kita tidak mengetahui bahwa di rsud haji makassar terdapat spo mengenai second opinion, kita tidak pernah memberikan spo tersebut karena didalam proses pelayanan dilakukan dengan cara rawat bersama, yang prosesnya dilakukan dengan sistem konsutasi”. DPJP lain juga menyatakan tidak mengetahui mengenai SPO

tersebut, adapun salah seorang responden yang mengetahui

mengenai SPO hak pasien dalam memperoleh second opinion akan

tetapi tidak mengetahui bentuk SPO tersebut, Pernyataan dokter

DPJP mengenai ketidaktahuan mengenai keberadaan SPO second

opinion di RSUD Haji Makassar menunjukkan bahwa kurangnya

sosialisasi mengenai SPO hak pasien untuk memperoleh second

opinion. Hal ini membuktikan bahwa sosialisasi mengenai hak pasien

dalam memperoleh second opinon di RSUD Haji Makassar masih

sangat rendah.

Semua unit di RSUD Haji Makassar seharusnya mengetahui

akan adanya SPO tersebut dan formulir hak pasien dalam

memperoleh second opinion harus ada disetiap instalasi, akan tetapi

didalam proses penelitian ini SPO mengenai second opinion hanya

Page 88: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

77

dapat diperoleh di Unit Akreditasi, Mutu serta di Unit Layanan

Medik.Pasien merupakan sasaran utama dari implementasi program

yang dibuat oleh manajemen RSUD Haji Makassar, Selain Rumah

Sakit, BPJS, dan Dokter Penanggung jawab Pasien, pelaksanaan

hak pasien untuk memperoleh second opinion sangat dipengaruhi

oleh pasien penerima layanan kesehatan (Health Reciever).

Hingga saat ini pasien untuk memperoleh pelayanan kesehatan

terkadang masih bersifat paternalistik, bahwa mereka menyerahkan

sepenuhnya proses pelayanan yang akan diterima kepada rumah

sakit, dokter atau tenaga kesehatan lainnya, kurangnya rasa ingin

tahu dan berpasrah diri terkadang membuat pasien tidak dapat

memperoleh haknya dengan baik, hal tersebut sesuai dengan hasil

wawancara dengan pasien peserta JKN yang menyatakan bahwa :

”Pada saat pendaftaran kami diberi formulir yang berisikan tentang hak dan kewajiban pasien selama mereka memperoleh pelayanan kesehatan, tapi tidak dibaca dengan baik, karena tidak memperdulikan hal tersebut,kita hanya mengisi yang disuruh” Dari kutipan wawancara tersebut diatas menjelaskan bahwa

pasien sebagai pemangku hak di rumah sakit tidak memperhatikan

hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak nya dirumah

sakit, Hal senada juga diutarakan oleh responden yang lain bahwa :

“Kita datang kesini untuk berobat, untuk masalah hak, kami cuma menginginkan pelayanan yang cepat, karena pekerjaan kami juga banyak yang menunggu,kami melihat di sudut sudut rumah sakit banner tentang hak dan kewajiban pasien,tapi kami tidak perhatikan apa saja isinya.

Page 89: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

78

“Saya sudah tidak sempat membaca formulir, saya fokus sama keluarga yang sakit, masalah hak pasien saya cuma tahu kalau saya berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis,karena saya peserta BPJS yang sudah membayar iuran”

Berdasarkan kutipan wawancara tersebut diatas, pasien yang

datang kerumah sakit telah menyerahkan sepenuhnya pengobatan

kepada petugas rumah sakit, pasien hanya mengharapkan adanya

pelayanan yang maksimal dan bermutu. mereka menyadari bahwa

mereka mempunyai hak dan kewajiban, akan tetapi hal tersebut tidak

menjadi lebih penting dari sebuah pelayanan yang cepat dan

memuaskan.

Pasien peserta JKN hanya menginginkan bahwa setelah

mereka membayar iuran BPJS, mereka berhak atas layanan

kesehatan gratis di rumah sakit. Kurangnya informasi mengenai hak

dan kewajiban pasien membuat pasien tidak menyadari hak yang

sebenarnya sebagai seorang pasien.

Hal yang berbeda diutarakan oleh satu (1) responden lain yang

menyadari pentingnya hak mereka sebagai pasien di rumah sakit,

mereka dengan cermat memperhatikan setiap detail layanan

kesehatan yang akan diterima, serta tidak sepenuhnya berpasrah diri

terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan kepadanya, mereka

menyadari akan hak mereka untuk menentukan layanan apa yang

seharusnya mereka terima. Dalam proses pelaksanaan pelayanan

kesehatan, rumah sakit mempunyai kewajiban untuk memberikan

informasi kepada pasien mengenai hak dan kewajiban pasien

Page 90: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

79

dirumah sakit, hal tersebut terdapat pada pasal 29 ayat (1) Huruf (l)

Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

dinyatakan bahwa :

“Kewajiban Rumah Sakit Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bagian Akreditasi

Mutu menyatakan bahwa :

“Saat ini RSUD haji makassar sangat mengutamakan kepentingan dan hak-hak pasien,pada setiap pendaftaran terdapat formulir yang didalamya menyebutkan tentang hak dan kewajiban pasien, begitupula dengan setiap ruang tunggu pendaftaran kami memasang banner yang juga menyebutkan mengenai hak dan kewajiban pasien.” Edukasi dan sosialisasi mengenai hak pasien di RSUD HAJI

MAKASSAR telah dilakukan, dengan adanya hak dan kewajiban

pasien di formulir pendaftaran pasien, serta ditempatkannya banner

di setiap ruang tunggu pelayanan merupakan sinergi dari rumah sakit

dalam memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pasien.

Berdasarkan hasil wawancara dengan verifikator BPJS RSUD

Haji Makassar mengenai hak pasien dalam memperoleh second

opinion yang menyatakan bahwa :

“BPJS kesehatan tidak dapat menfasilitasi permintaan pasien untuk memperoleh second opinion,karena hal tersebut termasuk kategori atas permintaan sendiri (APS) itu diluar prosedur BPJS”. Proses pelaksanaan pelayanan kesehatan pasien peserta BPJS

saat ini tunduk dan patuh terhadap aturan BPJS Kesehatan, apabila

pasien tidak bersedia untuk mengikuti prosedur maka pasien akan

Page 91: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

80

dikenakan biaya dalam proses pelayanan kesehatan selanjutnya. Hal

ini menunjukkan bahwa BPJS tidak dapat mengakomodasi hak

pasien dalam memperoleh second opinion karena tidak adanya

regulasi dari BPJS kesehatan mengenai prosedur permintaan pasien

untuk memperoleh second opinion.

Sehubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh oleh

pasien mengenai hak pasien dalam memperoleh second opinion,

wawancara dengan ke empat (4) pasien peserta JKN diperolah

bahwa pasien tidak pernah mengetahui bahwa mereka mempunyai

hak untuk meminta pendapat kedokter lain, menurut responden

mereka pernah melakukan hal tersebut tetapi mereka tidak

memahami bahwa ada prosedur yang dapat menjamin hak pasien

untuk menanyakan mengenai penyakitnya kepada dokter lain.

Kurangnya pengetahuan pasien mengenai hak dalam

memperoleh second opinion, membuat pasien ragu untuk

memperoleh second opinion dari dokter lain, kemudian faktor lamanya

proses pelayanan membuat pasien belum berpikir untuk

memeriksakan dirinya kedokter lain, bahwa hanya dengan

memperoleh pelayanan yang cepat saat ini bagi pasien merupakan

hal yang sangat memuaskan.

Page 92: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

81

B. Pembahasan

1. Perlindungan Hukum Hak Memperoleh Second opinion Pasien

Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Di RSUD Haji Makassar.

Hukum kesehatan mengenal dua hak dasar manusia yaitu : Hak

Dasar Sosial dan Hak Dasar Individu. Hal yang paling menonjol dalam

hak dasar sosial adalah The Right of Health Care (hak atas

pemeliharaan kesehatan), akibat adanya hak ini, maka timbulah salah

satu hak individu yaitu, The Right to Medical Care (hak atas pelayanan

medis). “Antara hak sosial dan hak individu tersebut, saling

mendukung, tidak saling bertentangan serta minimalnya berjalan

paralel.56

Dua asas hukum yang melandasi hukum kesehatan yaitu the right

to health care atau hak atas pelayanan kesehatan dan the right of self

determination atau hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak

dasar atau hak primer dalam bidang kesehatan khususnya hukum

kedokteran. The right to health care ini diakomodir oleh Pasal 4

Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang

kemudian melahirkan hak-hak turunan yang lain, baik yang bersifat

individu maupun sosial57

56 Fred Ameln, 1991 Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya,

Jakarta, Hlm 28 57 Siregar E dan Budhiartie A 2011, Perlindungan Hukum Dan Hak Hak Pasien

Dalam Transaksi Terapeutik” Lembaga Penelitian Universitas Jambi

Page 93: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

82

Disamping itu, didalam kehidupan bermasyarakat hak dapat

dibedakan berdasarkan fungsinya yaitu hak khusus dan hak umum, hak

khusus merupakan hak yang timbul dalam suatu relasi khusus yang

tidak dimilki oleh semua orang, atau terkait dengan fungsi khusus

sesorang terhadap orang lain.seperi hak pasien terhadap dokter atau

sebaliknya hak dokter terhadap pasien.58

Selanjutnya ada yang disebut dengan hak umum yakni hak yang

dimiliki oleh seseorang karena ia manusia, bukan karena fungsi khusus,

atau dengan kata lain hak yang dimiliki oleh semua manusia

Pendekatan filosofis mengenai hak menentukan nasib sendiri bertolak

dari pemikiran bahwa manusia itu mempunyai kebebasan dan otonomi

untuk menentukan kehendaknya sendiri, dengan adanya hak

menentukan nasib sendiri maka manusia diberi pula tanggung jawab,

tanpa hak menentukan nasib sendiri tidak mungkin manusia dapat

menilai benar atau salah dalam tindakannya.59

Hak menentukan nasib sendiri adalah hak fundamental manusia,

sekalipun hak tersebut berbeda antara masyarakat yang satu dan

masyarakat yang lainnya, namun pada hakikatnya bahwa keinginan

manusia untuk mengatur keinginannya sendiri sesuai dengan

pandangan pribadinya, mengadakan pilihan pilihan sendiri, bahkan

58 Notoatmodjo 2010 “Etika Dan Hukum Kesehatan” PT Rineka Cipta , Jakarta

Hlm. 27 59 Freddy T, 2007 Hak Pasien “ CV Mandar Maju, Bandung Hlm 63

Page 94: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

83

merencanakan sendiri pembentukan dan pengambilan keputusan untuk

dirinya sendiri merupakan sesuatu yang diakui secara umum.60

Hak menentukan nasib sendiri sebagai hak alas atas hak hak lain

dalam pelayanan kesehatan harus dilihat dari konteks sosial, dalam

hubungan ini kita tidak hanya melihat konteks hak manusia secara

individual, karena perlu diperhatikan bahwa syarat utama adalah bahwa

hukum harus memberikan kepada seluruh warna negara kedudukan

yang setara dan hak hak yang sama secara proporsional.61

Perlindungan hukum merupakan upaya untuk melindungi

kepentingan peserta jaminan kesehatan dalam mewujudkan

terjaminnya pemenuhan hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan oleh karena hal tersebut kehadiran peraturan perundang-

undangan yang melindungi hak-hak seluruh warga Indonesia tanpa

terkecuali serta meghadirkan sistem keadilan sangat dibutuhkan, yang

dapat diakses oleh masyarakat, khususnya masyarakat peserta

jaminan kesehatan.

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum

ada dua macam, yaitu Sarana Perlindungan Hukum Preventif, Pada

perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan

untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu

keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya

adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif

60 Ibid 61 Ibid Hlm 65

Page 95: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

84

sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada

kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang

preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati hati dalam

mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.

Berdasarkan hasil penelitian, RSUD Haji Makassar telah

memberikan perlindungan terhadap hak pasien dapat tewujud,

perlindungan tersebut dalam bentuk Standar prosedur operasional hak

pasien dalam memperoleh second opinion yang didalam

pelaksanaannya melibatkan setiap unit di rumah sakit, khususnya

dokter penanggung jawab pasien sebagai implementor dan pasien

sebagai sasaran dari kebijakan tersebut, sehingga proses pelaksanaan

hak pasien untuk memperoleh second opinion bukan merupakan

paksaan dari salah satu pihak, tetapi merupakan kesepakatan kedua

belah pihak yang tertuang dalam kesepakatan yang ditanda tangani

oleh kedua belah pihak sehingga jika terjadi kesalahan dalam proses

second opinion, maka dokter maupun pasien mempunyai perlindungan

hukum yang pasti.

Standar prosedur operasional hak pasien untuk memperoleh

second opinion di RSUD Haji Makassar memberikan peluang kepada

pasien untuk berkonsultasi tentag masalah kesehatan yang dideritanya

kepada dokter lain, baik didalam RSUD Haji Makassar ataupun di

Rumah sakit lain, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Peraturan

Page 96: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

85

Perundang-undangan yang memberikan hak kepada pasien untuk

menentukan layananan kesehatan apa yang terbaik untuk dirinya.

Selain itu SPO tersebut juga memberikan perlindungan

mengenai kerahasian rekam medis yang dimiliki oleh pasien, yang

diberikan apabila DPJP merupakan dokter yang berasal dari luar rumah

sakit. Pelaksanaanya dilakukan dengan menandatangani surat

pernyataan menjaga kerahasian pasien.

Perlindungan hukum juga akan diperoleh oleh dokter, dengan ada

formulir yang disepekati oleh dokter dan pasien maka dokter akan

terbebas dari tuntutan jika didalam proses pelaksanaan second opinion

kepada dokter lain terjadi hal yang merugikan pasien, begitupula

dengan kewajiban seorang dokter untuk memberikan pelayanan

kesehatan sampai pasien sembuh, dengan ditandatanganinya formulir

tersebut maka segala resiko yang terjadi bukan lagi menjadi

tanggungjawab dokter pertama.

Hubungan dokter dan pasien merupakan hubungan keperdataan

yang didasari oleh sebuah perjanjian. Seorang pasien memeriksakan

diri kepada seorang dokter untuk disembuhkan penyakitnya dan disis

lain seorang dokter berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan

kesembuhan kepada pasien.hubungan tersebut lazimnya disebut

dengan hubungan terapeutik. Selain itu peranan rumah sakit sangat

dalam menerapkan perlindungan hukum yang telah ada sangat

diperlukan, perkembangan dunia medis sangat menunjang kesehatan

Page 97: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

86

masyarakat, sudah seharunya pihak rumah sakit memberikan

perlindungan hukum kepada pasien sebagaimana mestinya.

Selanjutnya adalah bentuk perlindungan hukum represif.

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum

dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori

perlindungan hukum ini. RSUD Haji Makassar juga telah mempunyai

SPO mengenai penanganan masalah terkait keluhan maupun

pengaduan pasien, sehingga apabila terjadi sengketa, maka pasien

maupun dokter penanggungjawab pasien akan mendapatkan

pendampingan dalam proses penyelesaian masalah/keluhan yang

terjadi didalam proses pelayanan kesehatan di RSUD Haji Makassar.

Didalam proses pelayanan kesehatan, pasien harus dipandang

sebagai subyek yang memberikan pengaruh besar atas hasil akhir

layanan. Pemenuhan hak-hak pasien sudah menjadi keharusan sebuah

rumah sakit. Mengingat tingkat kepuasan pasien menjadi salah satu

tolak ukur mutu layanan dan barometer dalam rangka memberikan

perlindungan kepada pasien. Sedangkan ketidakpuasan pasien dapat

menjadi pangkal terjadinya sebuah tuntutan hukum.

Selain rumah sakit, peranan pemerintah dalam memberikan

perlindungan hukum kepada pasien sangat diperlukan. Pemerintah

bertanggung jawab memberikan jaminan pelayanan kesehatan yang

baik kepada semua warga Negara tanpa terkecuali dengan prosedur

Page 98: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

87

pelayanan yang jelas, pembiayaan yang terjangkau, dan perlindungan

hukum.

Negara memiliki kewajiban untuk menghormati (torespect)

melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) hak-hak ekonomi,

sosial dan budaya warga Negara. Negara diletakkan sebagai aktor

utama pemegang kewajiban dan tanggung jawab (duty holders)

mewujudkan hak hak ekonomi, sosial dan budaya, sementara warga

negara adalah pemegang hak (right holders)62

Tanggung jawab Negara diwujudkan dalam memberikan

perlindungan hukum kepada pasien peserta jaminan kesehatan

nasional yang didalamnya mencakup banyak hal, diantaranya

ketersediaan, keterjangkauan, penerimaan, serta kualitas layanan,

khususnya hak untuk memperoleh second opinion agar dihargai hak

asasinya dan dilindungi oleh Negara.63

Tolak ukur ketersediaan dapat dilihat dari aspek adanya peraturan

perundang-undangan , adanya Standar prosedur operasional yang

mengatur teknis pelaksanaan suatu kebijakan, dan kemampuan serta

profesionalitas seorang implementor, aspek tersebut sangat penting

dan saling terkait dalam proses pemberian hak pasien dalam

memperoleh second opinion secara keseluruhan, jika salah satu faktor

62 Rukmini M. et al, 2006 ,Pengantar Memahami Hak Ekosob, Penerbit Pattiro, Cetakan 1

Desember Jakarta selatan Hlm. 9 63 Nitro Galenso 2015, Perlindungan Hukum Bagi Peserta Jaminan Kesehatan Terhadap Layanan

Ambulans Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Keadaan Gawat Darurat

Tesis Magister Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada.

Page 99: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

88

tidak ada atau kurang maka hak pasien dalam memperoleh second

opinion tidak akan berjalan dengan maksimal.

RSUD Haji Makassar sebagai salah satu rumah sakit rujukan

harus mempunyai Sumber Daya Manusia kesehatan yang profesional

dan bertanggung jawab, yang mengetahui dan menghargai setiap hak

pasien di rumah sakit, hal tersebut agar di dalam proses pelayanan

pasien dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang maksimal serta

dapat memperoleh hak sebagai pasien tanpa ada diskriminasi,

sinergitas antara manajemen rumah sakit didalam melakukan

sosialisasi tentang sebuah kebijakan harus selalu dilakukan agar setiap

unit didalam rumah sakit dapat melaksanakan setiap kebijakan dengan

baik.

Aspek selanjutnya adalah keterjangkauan yang dapat dilihat dari

aspek aksebilitas pasien yang artinya apakah pasien dapat

memperoleh hak tersebut tanpa adanya diskriminasi, proses pelayanan

kesehatan yang berdasar kepada penghormatan terhadap hak pasien

dan keluarga, khusunya pasien peserta BPJS, tidak adanya prosedur

pasien BPJS untuk memperoleh second opinion menunjukkan bahwa

BPJS tidak sepenuhnya memperhatikan setiap aspek hak-hak pasien,

RSUD Haji Makassar telah memberikan layanan yang dapat diakses

oleh setiap pasien tanpa membedakan kepesertaan, baik pasien

peserta BPJS maupun pasien umum. Namun disisi yang berbeda BPJS

tidak memberikan peluang kepada pasien untuk memperoleh second

Page 100: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

89

opinion, yang semestinya kebijakan mengenai hak pasien untuk

memperoleh second opinion seharusnya oleh BPJS dilihat dari aspek

kemanfaatan bukan dari aspek keuntungan.

Aspek selanjutnya adalah acceptability, Penerimaan masyarakat

dilihat dari aspek etika medis dan norma didalam masyarakat,

berdasarkan konsep kemanusiaan hak atas tubuh harus dipandang

sebagai suatu kesatuan dari keberadaan yang manunggal dan

bertanggung jawab. Setiap pasien dirumah sakit mempunyai hak untuk

memperoleh informasi mengenai persoalan penyakit yang dideritanya

kepada dokter lain baik diluar maupun didalam rumah sakit selama

dokter tersebut mempunyai SIP.

Hal tersebut dilaksanakan bukan karena paksaan dan merupakan

hak pasien yang harus dihormati. Berdasarkan pada Pasal 5 Ayat (3)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang

menyebutkan bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan

bertanggungjawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang

diperlukan bagi dirinya. Adanya batasan tentang prosedur layanan JKN

yang berjenjang jika tidak dikaji lebih dalam akan berdampak terhadap

pelangaran hak pasien untuk menentukan layanan apa yang diperlukan

bagi dirinya.64

Selanjutnya adalah Quality, Kualitas layanan dan kemampuan

masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu,

64 Hwain Christianto, 2011 Konsep Hak Seseorang Atas Tubuh Dalam Transplantasi Organ

Berdasarkan Nilai Kemanusian “ Mimbar Hukum Volume 23 Nomor 1 Hlm 34-35

Page 101: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

90

serta terjaminnya jaminan kesehatan harus disertai dengan

pelaksanaan pemenuhan hak-hak pasien di rumah sakit. Perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan harus diselenggarakan

sesuai dengan standar prosedur, standar etika dan profesi. Layanan

kesehatan yang bermutu adalah adanya kesesuaian antara pelayanan

yang diberikan oleh rumah sakit dan biaya yang menjadi tanggung

jawab BPJS kesehatan. Perlindungan hukum oleh BPJS kesehatan

terkait hak pasien dalam memperoleh second opinion tidak dapat

diberikan oleh BPJS, adanya pertentangan antara aturan rumah sakit

dan BPJS membuat kurangnya kualitas layanan. Layanan BPJS harus

dapat memberikan manfaat kesehatan yang setinggi-tingginya agar

kualitas hidup peserta BPJS kesehatan terjamin.

Terpenuhinya setiap aspek didalam proses pelayanan kesehatan

saat ini akan berdampak kepada meningkatnya kualitas layanan

kesehatan, ketersediaan layanan yang dapat diakses dan diterima oleh

setiap pasien akan menjamin sebuah pelayanan kesehatan yang

maksimal dan tepat guna, dan merupakan bentuk anggung jawab

Negara dalam memberikan perlindungan hukum kepada pasien peserta

jaminan kesehatan nasional. Selain itu pemerintah harus dapat

menjamin perlindungan hukum yang diberikan tidak tumpang tindih,

artinya bahwa regulasi yang ada tidak bertentangan dengan aturan

yang lain.

Page 102: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

91

Perbedaan aturan yang terjadi antara rumah sakit dan BPJS

Kesehatan tidak memcerminkan adanya sinkronisasi norma dalam

proses pembuatan regulasi oleh BPJS Kesehatan, padahal di Indonesia

terdapat aturan mengenai pembentukan peraturan perundang-

undangan, yang dibuat dalam rangka mewujudkan keberadaan hukum

dan tata tertib di Indonesia.

Undang Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 disebutkan bahwa :

“jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan terdiri atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota”

Pentingnya hirarki dalam proses penyusunan peraturan

Perundang-Undangan berdasarkan kepada teori stufenbau theory dari

Hans Kelsen. Yang menyatakan tentang karakter dinamis dari sistem

norma, yang dimana suatu norma hukum menentukan cara untuk

membuat norma hukum yang lain.dan untuk derajat tertentu

menentukan isi dari norma yang lain itu. 65

Hubungan antar norma-norma yang membentuk norma lain

digambarkan sebagai hubungan subordinasi dan subordinat, norma

yang lebih tinggi menentukan pembentukan norma lain sehingga

melahirkan tatanan hukum sebagai tingkatan-tingkatan dari norma-

65 R. Muttaqin, 2011,Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Terjemahan dari buku HansKelsen,

General Theory of Law and State (New York : Russel and Russel, 1971), Nusa Media,Bandung:

hlm.179.

Page 103: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

92

norma, namun jika melihat kenyataan dilapangan yang didasari oleh

hasil penelitian, menunjukkan bahwa Peraturan Menteri Kesehatan No

71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan

Kesehatan Nasional tidak sejalan dengan norma yang diatur oleh

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan

Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. khususnya

hak pasien untuk memperoleh second opinion.

Ajaran tentang tata urutan peraturan perundang-undangan

menurut Bagir manan mengandung beberapa prinsip yakni Peraturan

perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau

memiliki dasar hukum dari suatu peraturan perundang-undangan

tingkat lebih tinggi, selanjutnya Isi atau materi muatan peraturan

perundang-undangan tingkat lebih rendah tidak boleh menyimpangi

atau bertentaangan dengan peraturan perundang-undangan tingkat

lebih tinggi, kecuali apabila peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi dibuat tanpa wewenang atau meliputi wewenang. Kemudian

harus diadakan mekanisme yang menjaga dan menjamin agari prisnsip

tersebut tidak disimpangi atau di langgar.66

66 Bagir Manan “Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia”, Penerbit IND-

HILL.CO, Jakarta, 1992, hal 57-58.

Page 104: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

93

2. Pelaksanaan Hak Memperoleh Second opinion Pasien Peserta

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di Rumah Sakit Umum Daerah

Haji Makassar

Hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka

konseptual tidak lahir secara mendadak sebagaimana kita lihat dalam

"Universal Declaration Of Human Right” 10 Desember 1948, namun

melalui suatu proses yang cukup panjang dalam peradaban sejarah

manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh

majelis umum PBB dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal

dan merupakan titik khususnya yang tergabung dalam PBB. PBB

melalui wakil-wakilnya memberikan pengakuan dan perlindungan

secara yuridis formal walaupun dalam realisasinya juga disesuaikan

dengan kondisi serta peraturan Perundang-undangan yang berlaku di

suatu Negara.

Hak Asasi Manusia adalah kebebasan seseorang untuk bertindak

sesuai dengan hati nuraninya berkenaan dengan hal-hal yang asasi

atau mendasar atau prinsipil. Hal-hal yang asasi itu adalah berbagai hal

yang memungkinkan manusia dapat hidup layak sebagai manusia.

Asas-asas dasar HAM adalah suatu asas dasar yang harus ada dalam

hak asasi manusia agar keadilan dan kesetaraan dirasakan oleh semua

orang tanpa terkecuali.

Didalam proses pelayanan kesehatan, rumah sakit diharapkan

dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan menghargai hak hak

Page 105: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

94

pasien, rumah sakit sebagai health provider harus dapat memberikan

pelayanan kesehatan secara paripurna, sesuai dengan Pasal 1 Huruf

(c) Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah sakit yang

menyatakan bahwa : Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah

pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif. Pelayanan kesehatan di rumah sakit harus sesuai dengan

tujuan yang ditetapkan menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 44 Tahun

2009 Tentang Rumah sakit menyebutkan bahwa : Pengaturan

penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:

a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;

b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;

c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan

d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit. Setiap rumah sakit diharapkan mempunyai kualitas layanan yang

dapat mengakomodasi hak-hak pasien, selain kualitas layanan, sumber

daya manusia (SDM) kesehatan didalam memberikan layanan

kesehatan juga memberikan pengaruh signifikan terhadap kualitas

layanan di rumah sakit, rumah sakit sebagai layanan kesehatan yang

bekerjasama dengan BPJS dituntut untuk dapat memberikan pelayanan

yang maksimal, hal itu ditandai dengan adanya kerjasama yang

dilakukan melalui perjanjian kerjasama antar rumah sakit dan BPJS, hal

Page 106: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

95

tersebut diharapkan agar setiap pasien peserta JKN dapat memperoleh

manfaat pelayanan jaminan kesehatan.

Untuk dapat bekerjasama dengan BPJS rumah sakit harus memiliki

1)Surat Ijin Operasional; 2) Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit; 3)

Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik; 4) Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan; 5.) Perjanjian kerja sama dengan

jejaring, jika diperlukan; 6) Sertifikat akreditasi; dan 7. Surat pernyataan

kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

Akreditasi yang diterbitkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit

(KARS) sangat penting dimiliki oleh sebuah rumah sakit. Sebab dengan

adanya pengakuan mutu pelayanan standar rumah sakit oleh lembaga

yang berkompeten, masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang

baik dan memenuhi standar mutu. dengan adanya akreditasi ini,

sebagai syarat kerjasama dengan pihak lain, selain akreditasi adanya

SIP bagi dokter yang bepraktek di Rumah sakit jejaring menjadi acuan

dalam memberikan layanan yang berkualitas dan professional.

Rumah sakit harus memiliki sarana dan prasarana yang dapat

mengakomodasi hak pasien. RSUD Haji Makassar sebagai rumah sakit

yang telah memperoleh akreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit

seharusnya dapat mengakomodasi hak pasien dalam memperoleh

second opinion, Dengan adanya SPO tentang hak pasien dalam

memperoleh second opinion di RSUD Haji Makassar secara langsung

Page 107: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

96

telah memberikan jaminan terwujudnya hak pasien dalam proses

pelayanan kesehatan, hal ini sudah sesuai dengan asas kepastian

hukum, yang merupakan asas yang bertujuan untuk menghormati hak-

hak yang dimiliki oleh seseorang berdasarkan keputusan badan atau

pejabat administrasi Negara.

Standar prosedur operasional tentang hak pasien untuk

memperoleh second opinion merupakan kebijakan yang harus di

transmisikan dengan mengimplementasikan secara maksimal agar

tujuan dari kebijakan dapat diwujudkan serta dapat melindungi

kepentingan pasien didalam memperoleh layanan kesehatan.

Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono) ada tiga

kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan implementasi

sebuah kebijakan yakni : Karakteristik dari masalah (tracktability of the

problems), karakteristik dari kebijakan/undang-undang (ability of statue

to structure implementation), dan variable lingkungan (nonstatutory

variables affecting implementation).

Variable yang pertama yaitu karakteristik masalah, (tracktability of

the problems), yakni tingkat kesulitan teknik dari masalah yang

bersangkutan,tingkat kesulitan pelaksanaan hak pasien untuk

memperoleh second opinion di RSUD Haji Makassar yang merupakan

masalah utama adalah tidak diakomodirnya hak pasien dalam

memperoleh second opinion oleh BPJS kesehatan yang berdampak

kepada tidak terlaksananya kebijakan yang telah diatur oleh rumah

Page 108: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

97

sakit, sehingga BPJS kesehatan harus membuat terobosan baru

mengenai hak pasien tersebut, agar pasien dapat memperoleh hak

secara utuh, dan menjamin bahwa SPO yang dibuat oleh rumah sakit

dapat dilaksanakan dengan baik.

Selanjutnya tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. hal ini

berarti bahwa suatu program akan relatif mudah diimplementasikan

apabila kelompok sasarannya adalah homogen. dalam pelaksanaanya

hak pasien memperoleh second opinion melibatkan banyak kelompok,

baik itu pasien, dokter penanggung jawab pasien, serta BPJS sebagai

verifikator di rumah sakit, perbedaan persepsi tentang kebijakan hak

pasien untuk memperloh second opinion akan membuat program

tersebut sulit untuk dijalankan,begitupula dengan tingkat pendidikan

yang berbeda akan semakin membuat pelaksanaan dirumah sakit

semakin sulit.

Selanjutnya proporsi kelompok sasaran terhadap populasi artinya

sebuah program akan sulit dilaksanakan apabila sasarannya mencakup

semua populasi, sebaliknya jika kelompok sasaran tidak terlalu besar

maka program akan lebih muda dimplementasikan, semakin

meningkatnya kepesertaan pasien JKN belum diikuti dengan

peningkatan layanan. BPJS dituntut untuk lebih baik dalam peningkatan

kualitas dibanding dengan kuantitas.

Selanjutnya adalah cakupan perubahan perilaku yang diharapkan,

sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat

Page 109: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

98

kognitif akan relatif mudah dimplementasikan daripada program yang

bertujuan untuk mengubah sikap serta perilaku masyarakat. Kebijakan

hak pasien untuk memperoleh second opinion sangat memberikan

persepsi baru tentang sebuah layanan kesehatan yang efektif, namun

disisi lain, profesionalitas seorang dokter didalam memberikan pelayan

perlu ditingkatkan, seorang dokter seharusnya lebih memperhatikan

kepentingan pasien bukan mendahulukan kepentingan pribadi.

Variable yang kedua adalah Karakteristik kebijakan (ability of statue

to structure implementation), yang terdiri dari kejelasan isi kebijakan,

yang artinya bahwa, semakin jelas dan semakin rinci isi sebuah

kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah

memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata, sebaliknya

ketidakjelasan dalam sebuah rumusan kebijakan akan melahirkan

sebuah potensi lahirnya distorsi dalam proses implementasi sebuah

kebijakan.

SPO hak pasien memperoleh second opinion di RSUD Haji

Makassar sudah sangat jelas dan sesuai dengan apa yang menjadi

tujuan utama dari pelaksaanaan hak pasien untuk memperoleh second

opinion.hal tersebut tercermin dari cakupan proses pelaksanaan yang

memperhatikan setiap aspek kebutuhan serta keselamatan pasien.

Selanjutnya adalah dukungan teoritis, dukungan teori mengenai

hak pasien dalam memperoleh second opinion masih sangat kurang

sehingga berdampak pada ketidakpahaman dan perbedaan persepi

Page 110: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

99

baik itu oleh implementor maupun kelompok sasaran.Dukungan teoritis

terhadap sebuah kebijakan sangat diperlukan, kebijakan yang memiliki

dasar teoritis memiliki sifat yang lebih mantap dan sudah teruji,

walaupun dengan kemajemukan masyarakat khususnya di Indonesia

beberapa lingkungan sasial perlu ada modifikasi kebijakan untuk

menyesuaikan dengan karakter setempat.

Selanjutnya adalah dukungan finansial terhadap kebijakan tersebut

dalam artian bahwa bersarnya alokasi sumber daya finansial

memberikan pengaruh yang sangat besar dalam proses pelaksanaan

sebuah kebijakan, selain itu setiap program memerlukan sumber daya

manusia untuk melakukan pekerjaan administratif dan teknis, serta

adanya monitoring program yang semunya pasti memerlukan dukungan

finansial.sebagai pelaksanan jaminan kesehatan nasional BPJS belum

mampu memberikan alokasi baik sumber daya manusia maupun

finansial secara maksimal.belum tercovernya setiap hak-hak pasien

Selanjutnya adalah seberapa besar adanya keterpautan dan

dukungan antar berbagai institusi pelaksana, kegagalan sebuah

program biasanya sering disebabkan oleh kurangnya koordinasi baik

vertikal maupun horizontal antar instansi yang terlibat dalam

implementasi sebuah program.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kurangnya

koordinasi dan komunikasi antar unit, membuat program tidak berjalan

sebagaimana mestinya.koordinasi antara pemerintah, BPJS dan rumah

Page 111: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

100

sakit perlu ditingkatkan demi tercapai derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya. Kemudian sebuah kebijakan harus mempunyai kejelasan dan

konsistensi yang ada pada badan pelaksanan serta tingkat komitmen

aparat pelaksana terhadap tujuan sebuah kebijakan. Rendahnya tingkat

komitmen aparat pelaksana didalam menjalankan tugas dan pekerjaan

atau proram-program. Dokter penaggung jawab pasien belum

menyadari hak pasien secara utuh, sehingga dalam proses pelayanan

kesehatan dokter cenderung mengabaikan hak pasien, khususnya

dalam hal ini hak pasien untuk memperoleh second opinion.

Variable selanjutnya adalah lingkungan dari kebijakan tersebut,

(nonstatutory variables affecting implementation). kondisi sosial

ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, masyarakat yang

sudah terbuka dan terdidik akan relatif mudah menerima program-

program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup

dan tradisional, demikian juga kemajuan teknologi akan membantu

dalam proses keberhasilan implementasi program,karena dengan

adanya teknologi yang modern maka sebuah program dapat

disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan teknologi

modern. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hak memperoleh

second opinion yang tercermin dari hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa pasien belum mengetahui mengenai hak tersebut.

Selanjutnya tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan

implementor, pada akhirnya komitmen aparat pelaksana untuk

Page 112: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

101

merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah

variable yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki

keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya

merealisasikan prioritas tujuan tersebut. implementor dalam hal ini

dokter tidak mempunyai komitmen yang tinggi dalam proses

pemenuhan hak pasien untuk memperoleh second opinion, hal tersebut

terlihat dari ketidaktahuan DPJP mengenai SPO second opinion yang

ada di RSUD Haji Makassar, bagaiaman mungkin seorang dokter akan

melaksanakan sebuah kebijakan ketika dokter tidak mengetahui bahwa

di institusi dia bekerja ada aturan yang mengatur kebijakan tersebut.

Page 113: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

102

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Hak

Memperoleh Second opinion Pasien Peserta Jaminan Kesehatan

Nasional Di RSUD Haji Makassar maka dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan RSUD Haji

Makassar dengan menetapkan standar prosedur operasional

terhadap hak pasien untuk memperoleh second opinion

sebagaimana tertuang dalam SK direktur dengan No. Dokumen

29.02.08 yang diterbitkan pada tanggal 22 januari 2016

mengenai cara memperoleh second opinion di lingkungan

RSUD Haji Makassar,. Standar prosedur operasional tersebut

merupakan bentuk perlindungan hukum secara preventif yang

diterapkan di RSUD Haji Makassar, selanjutnya RSUD Haji

Makassar memberikan perlindungan dalam menangani

pelanggaran dan penyelesaian keluhan pasien yang tertuang

dalam SK Direktur RSUD Haji Makassar Nomor

155/TU/RSUD/I/2016 tentang Standar Prosedur Operasional

Menangani Keluhan/Pegaduan Pelanggan, Standar operasional

Page 114: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

103

tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum refresif yang

diberlakukan di RSUD Haji Makassar.

2. Pelaksanaan hak memperoleh second opinion di RSUD Haji

Makassar belum dapat dilaksanakan dengam maksimal, hal ini

disebabkan oleh belum adanya regulasi BPJS kesehatan yang

dapat mengakomodasi hak pasien untuk memperoleh second

opinion, kemudian tingkat komitmen dokter dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien dirasakan belum

maksimal. kurangnya profesionalitas, komunikasi dan sosialisasi

khususnya dokter penanggung jawab pasien (DPJP), membuat

Standar Prosedur Operasional mengenai hak pasien dan

keluarga untuk memperoleh second opinion hanya sebatas

kebijakan yang tidak dapat dilaksanakan, bahkan hanya

sebatas formalitas didalam proses akreditasi rumah sakit

B. Saran

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan

diatas, maka dapat disarankan beberapa hal, anatara lain kepada :

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan dan seluruh Dinas terkait perlu

melakukan pengkajian terkait hak pasien JKN untuk

memperoleh second opinion, agar pasien dapat memperoleh

hak-hak secara utuh tanpa diskriminasi.

Page 115: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

104

2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

a. BPJS kesehatan sebagai pelaksana dari program Jaminan

Kesehatan Nasional diharapkan dapat memperhatikan

setiap aspek hak pasien yang dijamin oleh Undang-Undang

didalam proses perumusan kebijakan, khususnya prosedur

pelayanan kesehatan pasien peserta JKN, serta

memperhatikan hirarki peraturan Perundang-undangan, hal

tersebut sangat penting demi menjamin kepastian hukum

kepada pasien peserta JKN dan akan berdampak terhadap

peningkatan pelayanan BPJS kesehatan khusunya dalam

kendali mutu dan biaya.

b. BPJS Kesehatan diharapkan dapat melakukan kajian

tentang hak pasien untuk memperoleh second opinion,

sehingga efisiensi bisa dilakukan terutama menghindari

layanan kesehatan yang tidak dibutuhkan.

3. RSUD Haji Makassar

RSUD Haji Makassar sebagai rumah sakit rujukan yang telah

terakreditasi oleh Komite akreditasi rumah sakit diharapkan

dapat meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya penerapan

second opinion untuk melindungi profesi kesehatan dan rumah

sakit dari kemungkinan kecurangan fraud, RSUD Haji Makassar

perlu segera melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan

terkait hak pasien dalam memperoleh second opinion

Page 116: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

105

4. Dokter Penanggung Jawab Pasien diharapkan dapat

meningkatkan profesionalitas dan komunikasi antar DPJP,

serta setiap unit maupun instalasi di Rumah Sakit, DPJP

diharapkan dapat memperhatikan setiap aspek hak-hak pasien

dirumah sakit, serta mengedepankan kualitas layanan

dibandingkan dengan kuantitas didalam proses pelayanan

kesehatan.

5. Untuk Pasien diharapkan aktif dalam proses pelayanan

kesehatan, bertanya kepada petugas mengenai hak dan

kewajibannya maupun informasi jika pelayanan di rumah sakit

dirasakan kurang maksimal, pasien juga diharapkan ikut

memberikan kritik dan saran kepada rumah sakit demi

penigkatan kualitas pelayanan yang lebih baik.

Page 117: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

106

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, Zainuddin,2014, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, cetakan kelima.

Azwar A. 1996 “Pengantar Administrasi Kesehatan” Binarupa Aksara, Jakarta

Budi Winarno, 2007, Kebijakan Publik, PT Buku Kita, Jakarta

Fred Ameln, 1991 Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta

Guwandi, 2002 “ Dokter, Pasien, Dan Hukum “Balai penerbit FKUI, Jakarta

Hanafiah J, Amir A “ Etika kedokteran & Hukum Kesehatan “penerbit Buku Kedokteran EGC

Indiahono D , 2009 “ Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisis “ Gava Media Yogyakarta

Lubis S, Harry M, 2008, Konsumen Dan Pasien Dalam Hukum Indonesia“ Liberty, Yogyakarta

Majda Muhjtaj, 2005, Hak Asasi Manusia Dalam Kontitusi Indonesia, Kencana Prenada Grup, Jakarta

Marzuki, Peter Mahmud, 2015, Penelitian Hukum Edisi Revisi“ Prenadamedia Grup, Jakarta

Mimin Rukmini dkk, 2006 Pengantar Memahami Hak Ekosob, Penerbit Pattiro, Cetakan 1 Desember Jakarta selatan

Moleong, Lexy, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Muchsin Dan Fadilla putra, 2002 Hukum Dan Kebijakan Publik , Penerbit Univ Sunan Giri Surabaya, Malang

Mukti, Ali Gufron 2010 Sistem Jaminan Kesehatan konsep desentralisasi terintegrasi“ PT karya husada Mukti,Yogyakarta

Page 118: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

107

Nasution Bahder Johan, 2013 Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter“ Rineka Cipta, Jakarta

Notoatmodjo 2010 “Etika Dan Hukum Kesehatan” PT RIneka Cipta Anggota IKAPI Jakarta

Palan R. 2007 Competency Management,Gerai Manjemen PPM

Pitono Soeparto, dkk, 2008, Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan,Airlangga University Press, Surabaya

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Nina Ilmu, Surabaya

Putri A.E, 2014 “ Paham JKN Jaminan Kesehatan Nasional” Friedrich-Ebert-Stiftung, Kantor Perwakilan Indonesia.

Pratama, Oka, 2011, Akal-Akalan Di Dunia Kesehatan, Panduan Menjadi Pasien Yang Cerdas dan Tidak Tertipu Oleh Petugas Medis“ ,Octopus, Yogjakarta

R. Muttaqin, 2011,Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Terjemahan dari buku Hans Kelsen, General Theory of Law and State (New York : Russel and Russel, 1971), Nusa Media, Bandung

Ridwan, 2002 , “ Administrasi Negara” “UII pres Indonesia, Yogyakarta

Saiful Bahri, Hessel Nogi, Mitra Subandi, 2004 “Hukum dan kebijakan publik”, Cipta Mandiri, Yogyakarta.

Satjipto Raharjo, 2013, Teori Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta

Siyoto S, Supriyanto, 2015 “Kebijakan Dan Manajemen Kesehatan “ Penerbit Andi , Yogyakarta

Soekanto, Soerjono, 1982, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta, cetakan 2014

Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum” Penerbit Liberty, Yogyakarta

Sudikno Mertokusumo ,2007, Penemuan Hukum, Penerbit Liberty, Yogyakarta

Sugono, Bambang, 2015, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers.

Suharjo. B, 2013 “ Menjadi Pasien Cerdas, Kiat Memperoleh Layanan Medis Terbaik dan Aman”, PT Gramedia, Jakarta

Page 119: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

108

Tengker, Freddy, 2007, Hak Pasien, CV Mandar Maju, Bandung

Thabrany H, 2015 “Jaminan Kesehatan Nasional “ PT RajaGrafindo Persada Jakarta

Waluyo, Bambang,2008, “Penelitian hukum dalam praktek”, Sinar Grafika, Jakarta

W.J.S. Poerwadarminta 1991, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Balai Pustaka Jakarta hlm 600

Peraturan Perundangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456)

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)

Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256)

Peraturan Presiden No.72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 193)

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 29)

Page 120: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

109

Peraturan Presiden No 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 255)

Peraturan Pemerintah No 76 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 226)

Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 42)

Peraturan Menteri Kesehatan Rebuplik Indonesia Nomor 1097/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 394)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012, Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 122)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1400)

Peraturan Menteri Kesehatan Rebuplik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Informasi Indonesia Case Base Grups(INA-CBGs) ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 795)

Peraturan Menteri Kesehatan Rebuplik Indonesia Nomor 28/MENKES/PER/VI/2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 874)

Peraturan Menteri Kesehatan Rebuplik Indonesia Nomor 69 tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1609)

Jurnal, Karya Ilmiah Dan Makalah

Sutoto, “Standar Hak Pasien Dan Keluarga” Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Page 121: IMPLEMENTASI HAK MEMPEROLEH SECOND OPINION …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/Zjg... · Rumah sakit sebagai poros utama pelaksanaan pelayanan kesehatan

110

Hwain Christianto, 2011 Konsep Hak Seseorang Atas Tubuh Dalam Transplantasi Organ Berdasarkan Nilai Kemanusian “ Mimbar Hukum Volume 23 Nomor 1

Ghofur Hariyono 2015, “ Implementasi Prosedur Admisi pasien rawat inap peserta jaminan kesehatan nasional di RSUD Dr Soetomo Surabaya” Penelitian Tesis, Magister Hukum kesehatan Universitas Gadjah Mana.

Djoko Widyarto JS, 2007, Hak Pasien Atas Informasi Dalam Proses Persetujuan tindakan Medis Di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang, Penelitian tesis Mahasiswa Program Pascasarjanan Unika Soegijapranata Semarang

Rocy Jacobus 2014 “Hak Pasien Mendapatkan Informasi Resiko Pelayanan Medik, Penulisan Skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado

Siregar E dan Budhiartie A 2011, Perlindungan Hukum Dan Hak Hak Pasien Dalam Transaksi Terapeutik” Lembaga Penelitian Universitas Jambi

Sumber Internet

Afandi D 2008 “ Hak atas kesehatan dalam Perspektif HAM” Bagian Ilmu kedokteran forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia

Arnold S. Relman “A second Opinion rescuing americas helath care” Diakses di https://books.google.co.id/books?id=sT5TAhlhpWAC&printsec=frontcover&dq=second+opinion+health&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=second%20opinion%20health&f=false

Diakses pada tanggal 30 September 2016

Asep Candra 2013 “ Pentingnya “second Opinion” Ke Dokter Lain” Health Kompas.Com http://health.kompas.com/read/2013/04/11/15573366/pentingnya.quotsecond.opinionquot.ke.dokter.lain diakses pada tanggal 18 september 2016

http://sinarkeadilan.com/2016/09/03/ditolak-pihak-rumah-sakit-diabaikan-pihak-bpjs-kesehatan-pasien-meninggal-dunia-kementerian-kesehatan-harus-lakukan-investigasi/ Diakses Pada tanggal 27 September 2016 pukul 10.00

http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/12/jhptump-a-triharyant-581-2-babii.pdf, diakses pada tanggal 20 November 2016, pukul 15.30 WIB