karakteristik hidrologi, sifat kimia ... -...

78
KARAKTERISTIK HIDROLOGI, SIFAT KIMIA TANAH DAN MORFOLOGI SAGU PADA AREA RENCANA TECHNOPARK SAGU KOTA PALOPO HAERANI HAERUDDIN G111 13 043 DEPATEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Upload: nguyenthuan

Post on 06-Mar-2019

277 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KARAKTERISTIK HIDROLOGI, SIFAT KIMIA TANAH DAN

MORFOLOGI SAGU PADA AREA RENCANA TECHNOPARK SAGU

KOTA PALOPO

HAERANI HAERUDDIN

G111 13 043

DEPATEMEN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

ii

PERSANTUNAN

Alhamdulillahi rabbil alamin.

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH. SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada; Ir. Syamsul Arifin Lias,

M.Si dan Dr.Ir. Muhammad Jayadi, M.P., selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan pikiran dalam perencanaan, pelaksanaan penelitian, serta

penulisan skripsi ini dengan memberikan bantuan pemikiran ilmu dan pengetahuan,

arahan, dan nasehat yang tak ternilai dan penuh kesabaran.

Universitas Hasanuddin yang memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menimba Ilmu dan menyelesaikan pembelajaran di tingkat Strata 1. Terima

kasih pula kepada Laboratorium Kimia dan Fisika Tanah Departemen Ilmu Tanah,

dosen-dosen di Fakultas Pertanian yang telah memberi banyak ilmu selama di

perkuliahan, serta staf Departemen Ilmu Tanah dan Fakultas Pertanian. Terima

kasih pula penulis ucapkan kepada Bapak Sekretaris Lurah Salubattang dan Bapak

Illang yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk menemani selama di

Lapangan, Bapak dan Ibu Petani yang sempat penulis wawancara serta Badan

Meteorologi, Klimatologi dan Geofosika Wilayah IV Makassar atas bantuan Data

Curah Hujan untuk mendukung penelitian ini. Kak Muhammad Hasdir S.P. yang

membantu dalam pembuatan Peta serta selalu memberi dukungan dan motivasi

untuk belajar. Terima kasih kepada Rifaldy, Muh. Akbar Pratama, Mirdayanti,

Kasma Rusdi, Mustakim, dan Muhammad Nasrul sebagai partner kerja membantu

dalam pengambilan sampel dan analisis sampel. Serta kepada teman-teman ILMU

TANAH 2013,HIMTI FAPERTA UH, BK-PLAT, dan AGROTEKNOLOGI 2013

yang memberikan semangat dan dukungan untuk penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk kedua

orangtua tercinta Ayahanda Drs. Haeruddin dan Ibunda Murni yang senantiasa

mendoakan, memberi dukungan, dan pengorbanan beliau baik moril maupun

materil, juga kepada saudari saya Verawaty.,Amd.,Keb dan Harmayani yang selalu

iii

memotivasi dalam menjalani kehidupan. Terima kasih saya ucapkan pula kepada

Drs. Sulaeman dan Mardiana sebagai orangtua kedua saya di Kota Makassar.

Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan skripsi ini, besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dan bernilai positif bagi semua pihak yang membutuhkan.

Makassar, Maret 2018

Penulis

iv

ABSTRAK

Latar Belakang. Indonesia telah mempunyai komitmen tinggi terhadappembangunan ketahanan pangan. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2008menyatakan bahwa sagu merupakan salah satu komoditi potensial yang harusmasuk dalam rencana kerja pemerintah. Peningkatan ketersediaan pati dari tanamansagu telah diperbincangkan saat ini khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan yaituadanya rancangan pembangunan Technopark Sagu di Kota Palopo. Tujuan.Mendeskripsikan karakteristik hidrologi lahan sagu, Sifat kimia tanah danmorfologi tumbuhan sagu, di kawasan rencana Technopark Sagu kotapalopo.Metode. Mendeskripsikan hidrologi lahan Sagu menurut kriteria hidrologiLouenapessy (1994) berdasarkan lama genangan, Tinggi Genangan air danmendeskripsikan sifat kimia tanah melalui uji laboratorium yaitu kadar pH, C-Organik, KTK, KB, dan DHL yang dikategorikan berdasarkan kriteria FAO (2005)dan LPT (1983), serta mendeskripsikan karakteristik morfologi batang dan daunsagu.Hasil. Penelitian ini menghasilkan karakteristik hidrologi pada lahan sagu dikawasan rencana technopark sagu Kota palopo yang memiliki rata-rata tinggigenangan diatas permukaan tanah adalah >20 cm, dan rata-rata tinggi genangandibawah permukaan tanah adalah >46cm, dengan lama Genangan ≤ 3 bulan -6bulan. Kondisi sifat kimia tanah dengan kadar pH agak masam, kandungan C-Organik dikategorikan sedang, tanah tidak salin, nilai KTK dan nilai KB berkisarrendah hingga sedang. Memiliki kisaran Tekstur tanah Liat dan Lempung, sertakarakteristik morfologi yang diperoleh memiliki kemiripan dengan jenis SaguMolat dan Sagu Ihur dengan ciri utama pelepah daun tidak berduri pada sagu Molatdan berduri pada sagu Ihur. Kesimpulan. Lahan Sagu di rencana technopark saguKota Palopo memiliki kisaran hidrologi agak baik hinggah baik dengan sifat kimiatanah yang dikategorikan rendah hinggah sedang. Karakteristik tersebut baik untukpembudidayaan sagu khususnya untuk sagu jenis Molat dan sagu jenis Ihur.

Kata Kunci : Hidrologi Sagu, Sifat Kimia Tanah, Morfologi Sagu, KawasanRencana Technopark Sagu, Kota Palopo

v

ABSTRACT

Background. Indonesia has a high commitment to the development of foodsecurity. Presidential Regulation No. 38 of 2008 states that sago is one of thepotential commodities that must be included in the government work plan.Increased availability of starch from sago plant has been discussed at this timeespecially in South Sulawesi Province that is the design of Sago Technoparkdevelopment in Palopo city. Aim. Describe the hydrological characteristics of sagoland, soil chemical properties, and sago plant morphology in the area ofTechnopark plan of Sago Palopo city. Method. Describing the hydrology of Sagoland according to hydrological criteria of Louenapessy (1994) based on theduration of inundation, height of puddle and describing soil chemical propertiesthrough laboratory tests of pH levels, C-Organic, CEC, satuartion alkaline andelectrical conductivity categorized according to FAO criterion (2005) and LPT(1983), and describe the morphological characteristics of stems and sago leaves.Results. This study resulted in hydrological characteristic of sago palm in the areaof technopark plan of sago in Palopo city which has a average height of puddleaboveground surface is >20cm, and average height of puddle below groundsurface is >46cm, with duration of puddle ≤ 3 months -6 months. The soil chemicalconditions with pH levels are slightly acidic, the C-organic content is categorizedas moderate, the soil is not saline, the CEC value and the saturation value of thebase is low to moderate. Having a range of soil texture is clay, and themorphological characteristics obtained are similar to the Metroxylon sagus Rottband Metroxylon sylvestre Mart its main characteristics is the spiny leaf bark onMetroxylon sagus Rottb and thorny on the Metroxylon sylvestre Mart. Conclusion.Sago land in the technopark sago Palopo city plan has a rather good hydrogicalrange up to good, chemical properties are categorized low to moderate. Thischaracteristis are good for sago cultivation especially for Metroxylon sagus Rottband Metroxylon sylvestre Mart.

Keywords: Sago Hydrology, Soil Chemistry Properties, Sago Morphology,Technopark Sago Plan Area, Palopo City

vi

DAFTAR ISI

SAMPULi

HALAMAN PENGESAHANii

PERSANTUNANiii

ABSTRAK.............................................................................................................v

DAFTAR ISI.......................................................................................................vii

DAFTAR TABEL................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4

2.1 Teknopark Sagu...............................................................................................4

2.2 Pertumbuhan Sagu...........................................................................................5

2.3 Karakteristik Hidrologi Tumbuhan Sagu.......................................................10

2.4 Sifat Kimia Tanah Sagu.................................................................................13

2.5 Morfologi Jenis Sagu.....................................................................................14

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................18

3.1 Lokasi Penelitian...........................................................................................18

3.2 Alat dan Bahan Penelitian.............................................................................18

3.3 Tahap Penelitian...........................................................................................19

3.3.1 Tahap Pengumpulan Data...........................................................................19

3.3.2 Tahap Pengolahan Data..............................................................................21

3.3.3 Tahap akhir.................................................................................................23

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI............................................................26

4.1 Letak Geografis dan Letak Administrasi.......................................................26

4.2 Keadaan Iklim................................................................................................26

4.3 Kondisi Topografi..........................................................................................27

4.4 Kondisi Hidrologi..........................................................................................27

vii

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................34

5.1 Hasil...............................................................................................................35

5.2 Pembahasan...................................................................................................36

5.2.1 Karakteristik Hidrologi Lahan Sagu...........................................................36

5.2.2 Sifat Kimia Tanah.......................................................................................40

5.2.3 Karakteristik Morfologi Sagu.....................................................................45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................49

6.1 Kesimpulan....................................................................................................49

6.2 Saran..............................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................51

LAMPIRAN.......................................................................................................54

viii

DAFTAR TABEL

Tabel. 1 Klasifikasi Kondisi Hidrologi Lahan Tumbuhan Sagu..............................13

Tabel. 2 Fase Pertumbuhan Sagu.............................................................................22

Tabel. 3 Kriteria Nilai Salinitas Menurut FAO (2005)............................................23

Tabel. 4 Kriteria Nilai Kedalaman Tanah Menurut BPT (2004).............................23

Tabel. 5. Kondisi Hidrologi Lahan Sagu..................................................................24

Tabel. 6 Tabel. 6 Kriteria Sifat Kimia Tanah (LPT, 1983)......................................24

Tabel. 7 Sub DAS di Wilayah Kota Palopo.............................................................28

Tabel. 8 Luas Area Lahan Sagu Di Lokasi Penelitian.............................................28

Tabel 9 Hasil Penelitian...........................................................................................34

Tabel 10 Data Curah Hujan Stasiun Telluwanna Pengat 2011-2016......................60

Tabel 11 Hasil Analisis Sifat Kimia Sampel Tanah................................................61

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1 Bagan Alur Penelitian............................................................................25

Gambar. 2 Peta Administrasi Kelurahan Salubattang.............................................29

Gambar. 3 Peta Topografi Kelurahan Salubattang..................................................30

Gambar. 4 Peta DAS Kelurahan Salubattang..........................................................31

Gambar. 5 Peta Jenis Tanah Kelurahan Salubattang...............................................32

Gambar. 6 Titik Pengambilan Sampel.....................................................................33

Gambar. 7 Histogram Curah Hujan Tahun 2011-2016............................................34

x

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia telah mempunyai komitmen tinggi terhadap pembangunan

ketahanan pangan. Komitmen tersebut telah dituangkan pada tahun 1996, melalui

Undang-Undang Nomor 7 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 62

Tahun 2002, yang menekankan perhatian terhadap pengembangan pangan lokal.

Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2008 (Lampiran Perpres No.38: Hal. I.2-58,

2008) menyatakan bahwa sagu merupakan salah satu komoditi potensial untuk

dikembangkan selain Kina, Pinang dan Aren. Dengan demikian sagu memiliki

harapan dan peluang untuk dijadikan salah satu komoditi pangan nasional yang

dapat direalisasikan dalam rencana kerja pemerintah. Potensi produksi sagu dapat

mencapai 20 – 40 ton pati kering/ha per tahun apabila dibudidayakan dengan baik.

Pati Sagu selain dapat digunakan sebagai makanan pokok yang potensial, dapat

pula dijadikan bahan baku Agroindustri misalnya bahan baku penyedap makanan

sepeti monosodium glutamate, Asam laktat sebagai bahan baku plastik yang dapat

terurai, gula cair dan bahan baku energi terbarukan (Peraturan Menteri Pertanian

Republik Indonesia Nomor 134, 2013)

Peningkatan ketersediaan pati dari tanaman sagu telah diperbincangkan

saat ini khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu adanya rancangan

pembangunan Technopark Sagu di Provinsi Sulawesi Selatan yang diamanditir

oleh Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten LuwuTimur dan Kota

Palopo. Pemerintah Kota Palopo dalam buku Rencana Aksi Daerah

2

Pengembangan Technopark Sagu Palopo (2017-2021) telah merancang

Technopark Sagu tersebut untuk mengembangkan dan melestarikan tanaman sagu

yang dianggap oleh masyarakat Tana Luwu adalah Tanaman Anugerah Tuhan

yang tidak boleh disia-siakan, selain itu sagu juga merupakan makanan khas

wilayah Tana Luwu. Oleh karena itu pengembangan Kawasan Sagu Technopark

memiliki arti penting dan menjadi bagian dari proses pembangunan di Kota

Palopo. Kehadiran Kawasan Rencana Technopark Sagu di Kota Palopo

diharapkan mampu mendorong berkembangnya sektor pendidikan, penelitian,

pengkajian, dan pengembangan mengenai komoditas tanaman sagu, mengingat

salah satu unsur yang terlibat dalam pengelolaan Technopark Sagu adalah pihak

akademisi.

Sagu merupakan jenis tanaman palma yang tumbuh di sekitarrawa dan

lahan tergenang air di daerah tropis. Kisaran hidrologi tempat tumbuh sagu sangat

lebar. Sagu dapat hidup pada keadaan lahan yang tergenang tetap sampai yang

tidak tergenang asal kandungan lengas tanah terjamin cukup tinggi baik oleh

genangan berkala, daya tanah menyimpan air banyak, maupun oleh air tanah

dangkal .Hidrologi tanah sangat menentukan kondisi pertumbuhan dan produksi

sagu (Louhenapessy, 1994). Makin lama penggenangan lahan, pertumbuhan

tanaman muda (tunas/semai) sangat pesat tetapi pertumbuhan tanaman pohon

sangat lambat serta produksi pati sangat kurang. Karena penggenangan permanen

dapat menghambat pertumbuhan sagu (SIMPD,2000). Kondisi hidrologi tanaman

sagu mempengaruhi produksi pati dalam sagu. Efisiensi produksi sagu akan lebih

tinggi pada lahan-lahan yang tidak tergenang. Hal ini sesuai dengan berat kering

3

pati pada satu contoh yang berasal dari lahan tidak tergenang yaitu 13,89 g, lahan

tergenang sementara 9,59 g dan lahan tergenang tetap 10,93 g, sehingga kadar pati

pada lahan tergenang lebih rendah 79,17% dari lahan yang tidak tergenang

(Sitaniapessy, 1996).

Pengetahuan mengenai kondisi hidrologi tanaman sagu diperlukan sebagai

bahan informasi untuk pertumbuhan dan produksi pati tanaman sagu. Oleh karena

itu, penelitian ini mendeskripsikan karakteristik morfologi Batang dan Daun Sagu,

mendeskripsikan sifat kimia tanah, serta mendeskripsikan dan mengeklaskan

kondisi hidrologi tanaman sagu pada rencana kawasan Technopark Sagu di Desa

Pentojangan, Kelurahan Salubattang, Kecamatan Telluwanua, Kota Palopo.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan karakteristik hidrologi lahan sagu, Sifat

kimia tanah dan morfologi tumbuhan sagu pada area rencana Technopark Sagu

Kota Palopo.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Technopark Sagu

Science Park dan Technopark (STP) ini didefinisikan secara terminologi menurut

Pedoman Perencanaan Science Park Dan Technopark Tahun 2015-2019 (Bappeda

Kaltim) adalah sebuah kawasan yang dikelola secara professional bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui penciptaan dan peningkatan

ekosistem yang mendukung inovasi untuk peningkatan daya saing dari industri-

industri dan institusi-institusi yang berada naungannya. Menurut Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bahwa

Terbangunnya 100 Techno Park di daerah-daerah Kabupaten/Kota, dan Science

Park di setiap Provinsi. Menurut Pedoman Perencanaan Science Park Dan

Technopark Tahun 2015-2019. STP bertujuan untuk merangsang dan mengelola

arus pengetahuan dan teknologi di universitas, lembaga litbang, dan industri yang

berada di lingkungannya; memfasilitasi penciptaan dan pertumbuhan perusahaan

berbasis inovasi melalui inkubasi bisnis dan proses spin- off, dan menyediakan

layanan peningkatan nilai tambah lainnya, melalui penyediaan ruang dan fasilitas

berkualitas tinggi pendukung.

Pemerintah Kota Palopo dalam buku Rencana Aksi Daerah Pengembangan

Teknopark Sagu Palopo (2017-2021) telah merancang Technopark Sagu untuk

mengembangkan dan melestarikan tanaman sagu yang dianggap oleh masyarakat

Tana Luwu adalah Tanaman Anugerah Tuhan yang tidak boleh disia-siakan,

selain itu sagu juga merupakan makanan khas wilayah Tana Luwu. Oleh karena

5

itu pengembangan Kawasan Technopark Sagu memiliki arti penting dan menjadi

bagian dari proses pembangunan di Kota Palopo. Kehadiran Kawasan Technopark

Sagu di Kota Palopo diharapkan mampu mendorong berkembangnya sektor

pendidikan, penelitian, pengkajian, dan pengembangan mengenai komoditas

tanaman sagu, mengingat salah satu unsur yang terlibat dalam pengelolaan

Kawasan Technopark Sagu adalah pihak akademisi.

Bappeda Kota Palopo (2016), Rencana Kawasan Technopark Sagu Palopo

ini pula diharapkan mampu memberi manfaat jangka panjang yaitu dalam

memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya,

mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sumber energi terbarukan, penanggulangan

bencana alam, cadangan pangan, dan farmasi.

2.2 Pertumbuhan Sagu

Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan pangan

yang banyak mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan

pokok utnuk beberapa daerah di Indonesia, seperti Maluku, Irian Jaya, dan

sebagian Provinsi Sulawesi. Harsanto (1986), sagu juga sebagian dimanfaatkan

sebagai bahanbaku industri pangan yang dapat diolah menjadi bahan makanan

seperti bagea, mutiara sagu, kue kering, mie, biskuit, kerupuk, dan laksa.

Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun. Setiap rumpun terdiri atas 1-8 batang

sagu, dan pada setiap pangkal tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar,

rumpun sagu akan melebar dengan jumlah anakan yang banyak dalam berbagai

tingkat pertumbuhan (Harsanto,1986). Lebih lanjut Flach (1983) menyatakan

bahwa sagu tumbuh berkelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai

6

tingkat pohon. Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan batang sagu merupakan

bagian terpenting dari tanaman karena merupakan gudang penyimpanan pati atau

karbohidrat yang lingkup penggunannya dalam industri sangat luas, seperti

industri pangan, pakan, alkohol, dan berbagai industri lainnya.

Harsanto (1986) menyatakan batang sagu berbentuk silinder yang

tingginya dari permukaan tanah sampai pangkal bunga berkisar 10-15 m, dengan

diamter batang pada bagian bawah mencapai 35-50 cm bahkan dapat mencapai

80-90 cm. Umumnya diameter batang bagian bawah lebih besar dibandingkan

bagian atas, dan batang bagian bawah umumnya mengandung pati lebih tinggi

daripada bagian atas (Haryanto dan Pangloli 1992). Selain batang, tanaman sagu

juga memiliki daun. Daun tanaman sagu memiliki kemiripan dengan daun kelapa

yang mempunyai pelepah dan menyerupai daun pinang. Pada waktu muda,

pelepah tersusun secara berlapis tetapi setelah dewasa terlepas dan melekat

sendiri-sendiri pada ruas batang.

Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk

tulang daun ditengah, bertangkai daun. Antara tangkai daun dengan lebar daun

terdapat ruas yang mudah dipatahkan (Harsanto, 1986). Menurut Flach (1983)

pada tanaman dewasa sagu memiliki 18 tangkai daun dengan panjang 60-180 cm

dan lebar sekitar 5 cm. Harsanto (1986), pada waktu muda daun sagu berwarna

hijau muda yang berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua, kemudian menjadi

coklat kemerahan apabila sudah tua dan matang, tangkaidaun yang sudah tua akan

lepas dari batang.

7

Tanaman sagu juga memiliki Bunga dan buah. Bunga sagu merupakan

bunga majemuk yang keluar dari ujung batang, berwarna merah kecoklatan seperti

karat (Haryanto dan Pangloli, 1992). Sedangkan menurut Harsanto (1986), bunga

sagu tersusun dalam manggar secara rapat, berukuran kecil-kecil, warnya putih

berbentuk seperti bunga kelapa jantan, dan tidak berbau. Tanaman sagu berbunga

dan berbuah pada umur 10-15 tahun, bergantung pada jenis dan kondisi

pertumbuhannya. Sesudah itu pohon akan mati ( Brautlecht, 1953 dalam Haryanto

dan Pangloli, 1992). Sedangkan menurut Flach (1997), tumbuhan sagu merupakan

tanaman hapaxantik (berbunga satu kali dalam satu siklus hidup), bunga

berpasangan dan penataan yang membentuk spiral, tiap pasang bunga terdiri dari

satu bunga jantan dan satu bunga hermafrodit, dan lebih dari setengah bagian

susunan bunga pada umumnya adalah bunga jantan. Bunga merupakan bunga

trimerous dengan enam stamen. Sedangkan bagian akar tumbuhan sagu

merupakan akar serabut dan terbagi menjadi dua bagian yaitu akar primer dan

akar sekunder.

Di Indonesia terdapat 5 spesies tanaman sagu yang telah diidentifikasi ciri-

ciri morfologinya menurut (Haryanto dan Pangloli, 1992) yaitu Metroxylon

rumphii Martius (sagu tuni), Metroxylon sagu Rottboell (sagu molat), Metroxylon

sylvestre Martius (sagu ihur), Metroxylon longispinum Martius (sagu makanaru),

dan Metroxylon microcanthum Martius (sagu duri rotan). Menurut salah satu

media elektronik Indonesia (mongabay.co.id) menyebutkan bahwa jumlah

tanaman sagu di daerah Sulawesi Selatan belum dapat dipastikan, dikarenakan

tanaman sagu awalnya dikategorikan dalam tanaman hutan. Di Luwu provinsi

8

Sulawesi Selatan, seperti Palopo, Luwu Utara dan Luwu Timur, ada dua jenis

sagu yaitu Sagu berduri, tabaro duri dan tak berduri adalah tabaro

uso. Tabaro adalah sagu dalam bahasa Luwu.

Baharuddin dan Taskirawati (2009), sagu (Metroxylonsp.) merupakan tanaman

yang berkembang biak dengan anakan atau biji. Pada sekitar pangkal batang

tumbuh kuncup-kuncup (tunas) yang berkembang menjadi anakan sagu, anakan

sagu tersebut memperoleh unsur hara dari pohon induknya sampai akar-akarnya

mampu mengabsorpsi unsur hara sendiri dan daunnya mampu melakukan

fotosintesis. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) (1982),

pola pertumbuhan sagu tersebut berlangsung secara terus-menerus hingga

membentuk rumpun, dalam setiap rumpun, sagu terdiri atas beberapa tingkat

petumbuhan yaitu :

1. Tingkat semai atau anakan : sagu yang masih kecil yang memiliki batang

bebas daun 0-0,5 m.

2. Tingkat sapihan (sapling) : sagu yang memiliki tinggi batang bebas daun

yaitu 0,5-1,5 m.

3. Tingkat tiang (pole) : sagu dengan tinggi batang bebas daun 1,5-3 m.

4. Tingkat pohon (tree) : sagu dengan tinggi batang bebas daun diatas 5 m.

Menurut Sjachrul (1983), penggolongan pertumbuhan sagu sebagai berikut :

1. Tunas :memiliki periode pertumbuhan 1 tahun, anakan yang masih

menempel pada pohon induk, berdaun 2 atau lebih.

9

2. Anakan :meiliki periode pertumbuhan 1-2,5 tahun, anakan yang masih

menempel pada pohon induk tetapi sudah mempunyai system perakaran

sendiri dan dapat dipisahkan dari pohon induk untuk ditanam.

3. Sapihan :memiliki periode pertumbuhan 1,5-2,5 tahun, anakan yang telah

tumbuh secara mandiri dan telah membentuk pelepah yang keras. Pada

tingkat pertumbuhan ini telah berbentuk system perakaran yang kuat dan

sukar untuk dipisahkan.

4. Belum masak tebang :memiliki periode pertumbuhan 6 tahun, pohon sagu

muda yang telah membentuk batang tetapi belum berbunga.

5. Masak tebang :saat bunga mulai keluar sampai mulai berbuah (periode

produktif).

6. Lewat masak tebang : malai buah telah berbentuk tanduk rusa.

Bintoro (2008), sagu yang umumnya dipanen pada umur antara 10-12

tahun pada waktu tinggi tanaman sudah mencapai 10-15 m. Batang sagu banyak

mengandung pati. Pemanenan pati sagu hendaknya pada saat inisiasi

pembentukan bunga. Karakter utama pohon sagu siap panen secara visual

(langsung terlihat di kebun/hamparan) yaitu berdasarkan pada ukuran morfologi.

Kriteria tersebut yaitu ukuran batang dan tinggi terbesar dalam satu rumpun dan

jumlah daun di pucuk/mahkota yang berjumlah antara 3-4 pelepah, dan belum

muncul bunga (bagian pucuk kelihatan membengkak) (Gambar 11).

Keterlambatan panen (bunga pada pohon sagu telah mekar) menyebabkan

penurunan rendemen pati yang sangat tinggi.

10

2.3 Karakteristik Hidrologi Tumbuhan Sagu

Pada umumnya sagu (Metroxylon sp) dapat tumbuh pada lahan yang basah atau

tergenang, baik bersifat permanen, tergenang ketika berlangsung musim hujan dan

ada pula yang tumbuh pada lahan kering. Suhardi et al (1999) menyebutkan

bahwa lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah berlumpur,

dimana akar napas tidak terendam, kaya mineral dan bahan organik, air tanah

berwarna coklat dan bereaksi agak asam. Pertumbuhan sagu air tawar

membutuhkan beberapa zat antara lain potasium, fosfat, kalsium dan magnesium.

Di daerah rawa pantai dengan salinitas tinggi, tumbuhan sagu masih dapat hidup,

tumbuh berdampingan dengan nipah. Namun pertumbuhan sagu tidak optimal,

seperti pembentukan batang dan pembentukan pati terhambat. Ditambahkan oleh

Mofu et al. (2005) diacu dalam Barahima (2006) bahwa tanaman sagu dapat

tumbuh pada tanah rawa, gambut dan mineral. Selain itu, sagu juga dapat hidup

pada lahan kering, lahan basah dan lahan sangat basah.

Menurut Flach (1996), tumbuhan sagu merupakan spesies tumbuhan

daerah dataran rendah tropis yang lembab, secara alamiah dapat ditemui pada

lahan dengan ktinggian hingga 700 mdpl. Kondisi tumbuh terbaik adalah pada

suhu rata-rata 26o C, kelembaban relatif pada level 90% dan radiasi matahari

sekitar 9 MJ/m2 per hari. Bintoro (2008) menambahkan, tanaman sagu dapat

tumbuh baik pada ketinggian sampai 400 m dpl. Lebih dari 400 m dpl

pertumbuhan sagu terhambat dan kadar patinya rendah. Pada ketinggian di atas

600 m dpl, tinggi tanaman sagu sekitar 6 meter. Tegakan sagu secara alamiah

ditemukan sampai pada ketinggian 1000 mdpl.

11

Menurut Suhardi et al. (1999) dalam Tejoyuwono dan J.E Louhenapessy

(2006), tanaman sagu banyak tumbuh dengan baik secara alamiah pada tanah liat

berawa dan kaya akan bahan-bahan organik seperti di hutan mangrove atau nipah.

Selain itu sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik latosol, andosol, podzolik

merah kuning, aluvial hidromorfik kelabu. Sedangkan kondisi tumbuh yang sesuai

untuk tanaman sagu adalah pada suhu rata-rata sedikit diatas 25o C dengan

kelembaban 90% dan radiasi matahari 900J/cm2/hari. Djumadi (1989)

menyebutkan bahwa tanaman sagu dapat tumbuh di semua hutan hujan tropis

dengan curah hujan berkisar 2000-4000 mm/tahun.

Habitat asli tumbuhan sagu menurut Deinum (1948) ialah tepian parit dan

sungai yang becek, tanah berlumpur akan tetapi secara berkala mengering.

Menurut Heyne (1950) dalam Tejoyuwono dan J.E Louhenapessy (2006) ialah

tempat yang sewaktu-waktu apabila hujan deras menjadi kubangan dan menurut

Flach (1983) ialah rawa air tawar dengan penggenangan secara berkala. Menurut

Paijmans (1980) kawasan pertumbuhan sagu di Papua New Guinea adalah dataran

alluvial (alluvial plain), rawa dataran banjir (flood plain swamps), rawat-related

belakang (back swamps) dan daerah pesisir pantai (coastal area). Turukay

(1986)dalam Tejoyuwono dan J.E Louhenapessy (2006) mengemukakan bahwa

43 % luasan lahan sagu di Maluku berada di lahan kering (atasan), 36 % di rawa

dan 21 % di tepi sungai. Dari berbagai pendapat di atas menunjukan bahwa sagu

bukan khusus tumbuhan daerah rawa tetapi menunjuk pada berbagai kondisi air

tanah yang berbeda.

12

Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan

permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa

yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang

aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak

terlalu tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah

liat > 70% dan bahan organik 30%.

Louhenapessy (1994) menyatakan bahwa kondisi hidrologi sangat

menentukan keadaan pertumbuhan dan produksi sagu. Ia membagi kondisi

hidrologi tanaman sagu menjadi 9 kelas berdasarkan lama genangan, tinggi

genangan musim hujan dan tinggi genangan musim kemarau. Dalam pengamatan

selanjutnya setelah 1994 kelihatannya beberapa kelas hidrologi berdekatan tidak

menunjukan perbedaan yang nyata baik produksi maupun perbandingan antara

pohon dewasa (fase tiang, pohon, masak, tebang) dengan pohon muda (fase semai

dan sapihan). Setelah dilakukan pendekatan antara kondisi hidrologi dengan

perbandingan tumbuhan dewasa dengan tumbuhan muda serta produksi maka

ditetapkan 5 kelas hidrologi. Penyederhanaan ini dilakukan karena perbedaan

rasio D/M (perbandinganfaseDewasadanMuda)dan produksi per pohon untuk

lama genangan 6 – 9 bulan tidak menunjukkan angka yang terlalu jauh berbeda

sehingga dimasukkan menjadi kelas hidrologi sedang, begitu pula dengan lama

genangan > 9 bulan, sehingga dimasukkan dalam kelas hidrologi agak buruk.

Dengan demikian kelas hidrologi tanah sagu dalam table sebagai berikut :

13

Tabel. 1 Klasifikasi Kondisi Hidrologi Lahan Tumbuhan Sagu

Lama

Genangan

Genangan Musim

Hujan (cm)

Genangan Musim

Kemarau (cm) Keterangan

≤ 3 bulan (+) 10 - 50 (-) >100 Hidrologi Baik

3 – 6 bulan (+) 10 - 50 (-) >100 Hidrologi Agak Baik

6 – 9 bulan (+) 10-80 (-) 0 - 40 Hidrologi Sedang

9 – 12 bulan (+) 10 - 50 (-) 10 - 40 Hidrologi Agak Buruk

> 12 bulan (+) > 7 (+) 10 Hidrologi Buruk

Sumber :Louhenapessy, Notohadiprawiro (1994)

Keterangan :

(+) Genangan berarti membanjiri permukaan tanah

(-) Genangan berarti dibawah muka tanah (Kedalaman Air Tanah)

2.4 Sifat Kimia Tanah Sagu

Sagu akan bertumbuh baik kalau memperoleh bekalan hara dari air tanah dangkal

atau dari air pasang tawar atau agak payau, khususnya K,P,Ca, dan Mg (Flach &

Schuiling, 1988; Haryanto & Pangloli, 1988). Akan tetapi di daerah pasang surut

dengan pengaruh laut nyata, pertumbuhan sagu pada fase pembentukan batang

sangat terhambat. Hal ini bukan hanya karna kegaraman yang tinggi, akan tetapi

juga karena pH yang meninggi. Sagu tumbuh baik pada pH sangat masam sampai

agak masam. Pada pH alkalin pembentukan batang dan tepung terhambat.

Sagu tumbuh pada tanah berlumpur juga menghendaki tanah kaya akan

bahan mineral dan organic. Kriteria kecocokan lain ialah air tanah berwarna

coklat bereaksi agak masam. Keadaan tapak memiliki kehidupakan

mikroorganisema yang aktif (Falch, 1997). Warna coklat air tanah menandakan

air mengandung zat organic tersuspensi atau terlarut yang merupakan sumber

14

energi penting bagi mikroorganisme. Menurut Louhenapessy (1996) sagu

memiliki kelas kesesuaian dengan kemasaman norma yaitu pH 3,5-6,5 dan kadar

sulfat yang tinggi.

2.5 Morfologi Jenis Sagu

Klasifikasi tumbuhan sagu dilakukan pula oleh Rauwerdink (1986) dalam

Barahima (2005) yang dilakukan berdasarkan ciri-ciri berduri atau tidak,

berumpun atau tidak, dan jumlah sisik yang menutupi buah. Berdasarkan kriteria

tersebut, maka tumbuhan sagu (genus Metroxylon) dibagi atas 5 spesies yaitu 1).

M. Sagu Rottb.yaitu tumbuhan sagu yang membentuk rumpun, berduri atau tidak,

dan buahnya mempunyai 18 sisik yang membujur, 2). M. amicarum Becc, 3). M.

vitienseBenth et Hook, 4). M. salomonenseBecc dan 5). M. Warburgii Heim yaitu

jenis sagu yang tidak berduri dan buahnya ditutupi 24-28 sisik longitudinal.

Wilayah penyebaran kelima spesies ini oleh Rauwerdink (1986 dalam

Flach 1997) meliputi kepulauan Malaya, New Hebrides, Fiji, Carolines, dan

kepulauan Salomon. Dikemukakan juga bahwa Metroxylon rumphiisinonim

dengan M. squarrosum. Sedangkan M. bougainvillense dari Bougainville sinonim

dengan M. salomonensedari kepulauan Salomon.McClatcheyet al.(2006)

melakukan deskripsi botani tumbuhan sagu genus Metroxylodan membaginya atas

6 spesies yaitu 1). M. amicarum (H.Wendland) Beccari, 2). M.

paulcoxiiMcClatchey, 3). M. sagu Rottboell, 4). M. Salomonense (Warburg)

Beccari, 5). M. vitiense (H. Wendland) H. Wendland ex Bentham & Hooker f.,

dan 6). M. Warburgii (Heim) Beccari. Wilayah penyebaran jenis-jenis sagu ini

meliputi Asia Tenggara, Melanesia, dan beberapa pulau di Micronesia dan

15

Polynesia. Berdasarkan peta penyebaran sagu di dunia yang dibuatnya, tampak

bahwa di Indonesia, PNG, dan sebagian kepulauan Filipina Selatan hanya terdapat

satu spesies sagu yaitu M. Sagu Rottb

Secara garis besar sagu digolongkan dalam dua golongan, yaitu yang

berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) dan yang berbunga atau berbuah

lebih dari sekali (Pleonanthic) (Deinum, 1984 dalam Djumadi, 1989). Golongan

pertama mempunyai nilai ekonomi yang penting karena kandungan acinya tinggi.

Golongan ini terdiri dari lima jenis yaitu : (1) metroxylon sagus Rottb.; (2)

Metroxylon rumphii Mart.; (3) Metroylon micracanthum Mart.; (4) Metroxylon

Longispinum Mart. (5) Metroxylon sylvestre Mart.

Sedangkan golongan kedua terdiri dari spesies Metroxylon filarae dan

Metroxylon elatum yang banyak tumbuh di dataran yang relatif tinggi. Golongan

ini nilai ekonominya rendah karena kandungan acinya kurang.Indonesia memiliki

5 jenis sagu yang pada umumnya ditemukan, sebagian besar terdapat di Irian,

Papua, Maluku, selain itu sagu jenis ini juga dapat di temukan di Sebagian

wilayah Provinsi Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Khusus di daerah Sulawesi

Selatan Kabupaten Luwu terdapat area sagu yang berpotensi pula. Di kabupaten

Luwu, masyarakat sekitar biasanya membedakan sagu tersebut dengan sebutan

Tobaro Duri dan Tobaro Uso.

Berikut ciri-ciri Morfologi 5 Jenis Sagu di Indonesia :

1. Sagu Tuni

Tinggi batang sekitar 10 – 15 meter, tebal kulit 2 -3 cm. Daunnya

berwarna hijau tua dengan tangkai daun berwarn hijau kekuningan.

16

Panjang tangkai daun sekitar 6,85 meter, sedangkan pnjang pelepah daun

sekitar 2,71 meter, tangkai daun berduri pada pangkal sampai ujung

pinggiran daun. Pada anakan sagu durinya sangat banyak dan rapat.

Setiap tangkai daun terdiri atas 100-200 helai daun dengan panjang 151-

155 cm dan lebar 8,1-9,1 cm (Tenda et al. 2003). Menurut Haryanto dan

Pangloli (1992) produksi tepung sagu tuni di Sulawesi Tenggara dapat

mencapai 250-300 kg. Sagu ini merupakan jenis sagu yang paling besar

ukurannya dibandingkan dengan jenis lainnya (Manan et al. 1984) dalam

Haryanto dan Pangloli (1992).

2. Sagu Molat

Tinggi batang sekitar 10-14 meter, diameter sekitar 40-120 cm dan berat

batang mencapai 1,2 ton atau lebih. Jenis sagu ini tidak berduri, ujung

daun panjang meruncing sehingga dapat melukai orang bila menyentunya.

Letak daun berjauhan, panjang tangkai daun sekitar 4-6 meter, panjanhg

lembaran daun sekitar 1,5 meter dan lebernya sekitar 7 cm. Bunganya

adalah bunga majemuk berwarna sawo matang kemerah-merahan.

Empulurnya lunak dan berwarna putih. Berat empulur sekitar 80% dari

berat batang dan kandungn acinya sekitar 18%. Setiap pohon dapat

menghsilkan aci basah sekitar 800 kg atau sekitar 200 kg aci kering

(Haryanto dan Pangloli, 1992).

3. Sagu Ihur

Jenis sagu ini mempunyai tinggi batang sekitar 10 meter dengan dimeter

sekitar 40-165 cm. Pelepah berwarna hijau keputih-putihan, empulurnya

17

lunak dan berwarna putih. Setiap pohon dapt menghasilkan sekitar 120 kg

aci kering. Produksi tepung sagu jenis barowila sangat sedikit jika

dibandingkan dengan jenis sgu lainnya (Haryanto dan Pangloli, 1992).

4. Sagu Rotan

Jenis sagu ini dicirikan dengan tinggi batang yang relatif lebih pendek

yaitu 7,20 meter, dengan diameter batang sekitar 4-116 cm. Panjang

tangkai daun dapat mencapai 6,07 meter, sedangkan panjang pelepah daun

sekitar 3,56 meter. Setiap tangkai daun terdiri atas 100-200 helai daun

yang berwarna hijau dengan panjang daun antara 130-147 cm dan lebar

daun 6-7 cm. Sagu ini memiliki empulur agak keras, mengandung banyak

serat, dan berwarna kemerh-merahan serta kandungan aci paling sedikit

(Tenda et al. 2003). Kandungan aci dalam empulur hanya sekitar 200 kg

per pohon dan rasanya kurng enak (soerjono, 1980) dalam Harynto dan

Pangloli (1992).

5. Sagu Makanaru

Tinggi batang sekitar 12-15 meter, diameter sekitar 50-136 cm. Berat

batang sekitar satu ton dan kandungan empulur mencapai 80 % dari berat

batang (Rumalatu 1981 dalam Haryanto dan Pangloli 1992). 17 Tangkai

daun pendek berkisar antara 4-6 cm dan berduri banyak. Anak daun kecil-

kecil dengan panjang sekitar 80-120 cm. Pinggir daun penuh duri.

Kandungan aci sagu dalam empulur sekitar 200 kg per pohon, dan rasanya

kurang enak.

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Sagu kawasan rencana technopark Sagu

Kota Palopo.Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober sampai selesai. Secara

geografis penelitian ini terletak pada titik koordinat:

1. Area I :120o12’7.8” – 120o12’25.13” BT dan 2o55’12.1”– 2o55’28.56” LS

2. Area II :120o12’30.48” – 120o12’33.1” BT dan 2o54’44.76”– 2o54’48.25” LS

3. Area III:120o12’24.48”– 120o12’31” BT dan 2o54’38.73”– 2o54’44.41” LS

4. Area IV:120o12’27.91”– 120o12’30.16” BT dan 2o54”46.32”– 2o54’48.59” LS

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. GPS (Global Position System)untuk menentukan titik koordinat sampel di

lapangan.

2. Kamera untuk kegiatan dokumentasi gambardi lapangan.

3. Google Earth merupakan sebuah program globe virtual yang digunakan untuk

memetakan bumi dari superimposisi gambar yang dikumpulkan dari pemetaan

satelit, fotografi udara dan globe GIS 3D.

4. Aplikasi program ArcGIS, merupakan aplikasi yang digunakan untuk

mengolah data kompilasi fungsi-fungsi dari berbagai software GIS dalam hal

ini digunakan dalam pembuatan peta kerja dan Peta Topografi dan Jenis Tanah

(lokasi titik pengamatan sampel).

5. Meteran merupakan alat pengukur jarak ataupun panjang, dalam hal ini

digunakan untuk mengukur jarak pengamatan titik sampel.

19

6. pH meter adalah alat ukur elektronik yang digunakan untuk mengukur kadar

pH (keasaman atau alkalinitas) tanah di lokasi penelitian.

7. Pengukuran Salinitas (Koduktivitas Elektrik) dengan metode Daya Hantar

Listrik dan C-Organik menurut Walkley-Black.

8. Peralatan suvey; Bor Tanah,, kantong sampel tanah, botol sampel air, dan pisau

sampel tanah.

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian adalah :

1. Peta rencana kawasan sagu Technopark - (Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kota Palopo).

2. Data Curah Hujan 6 tahun terakhir (periode 2011-2017)

3.Data Pengamatan/Observasi Lapangan (DIP) dan wawancara dengan petani

sagu setempat.

3.3 Tahap Penelitian

Tahapan dari penelitian ini meliputi tahap pengumpulan data, tahap pengolahan

data dan tahap akhir yang dijabarkan sebagai berikut:

3.3.1 Tahap Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Wawancara, yaitu cara mengumpulkan data melalui pertanyaan yang diberikan

peneliti kepada masyarakat setempat yang lebih mengetahui kondisi hidrologi

lokasi penelitian. Adapun muatan pertanyaan yaitu seputar lama genangan ketika

musim hujan dan tinggi genangannya.

2. Survey lapangan, yaitu mengambil data dengan mengadakan pengamatan

secara langsung terhadap karakteristik morfologi batang dan daun sagu, hidrologi

tanah sagu yang diamati, mengambil sampel tanah untuk menganalisis sifat kimia

20

tanahnya dengan maksud untuk membandingkan keterangan-keterangan yang

diperoleh dengan kenyataan.

3. Pengambilan sampel. Adapun Metode Pengambilan Sampel yang digunakan

pada tahap ini adalah metode Purposive Sampling yang merupakan teknik

pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan tertentu yaitu dalam

penentuan titik sampel berdasarkan parameter pengamatan untuk mendukung

penelitian ini. Terdapat 6 titik sampel, pada area 1 tedapat 3 titik sampel yang

kemudian dikompositkan untuk mewakili area1. Pada area 2, 3, dan 4 masing-

masing terdapat 1 titik sampel. Adapun tahap Pengambilan sampel untuk

pengamatan karakteristik hidrologi, yaitu sebagai berikut. apabila :

1) Lahan Sagu dalam Keadaan Tergenang :

a. Lama Genangan diperoleh dari wawancara dengan masyarakat sekitar.

b. Tinggi Genangan diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan

meteran/penggaris.

c. Pengambilan Sampel Tanah Terganggu, menggunakan Bor Tanah untuk

mengamati sifat Fisik : tekstur, adapun parameter pengamatan sifat kimia :

pH, Salinitas tanah, KTK, Daya Hantar Listrik dan Kejenuhan Basa.

2) Lahan sagu dalam keadaan tidak tergenang :

a. Lama genangan saat musim penghujan, dapat diperoleh dari wawancara

dengan masyarakat sekitar.

b. Tinggi genangan dibawah muka tanah (kedalaman air tanah) diperoleh

dengan penggalian minipit (profil kecil). Selain itu Pembukaan Minipit

untuk pengamatan tanah. Minipit dibuat seperti penampang tanah (profil),

21

namun ukurannya lebih kecil dan lebih dangkal. Minipit digunakan

apabila dalam kondisi tertentu atau tidak memungkinkan dibuat profil

tanah, misalnya tanah basah atau pasir (Balai Penelitian Tanah 2004;

Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah). Adapun pengamatan minipit

dilakukan sebanyak 3 kali pada waktu yang berbeda.

4. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dan menganalisa data-data penting

berupa gambar, data curah hujan, data hasil pengamatan survey lapangan.

3.3.2 Tahap Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan tahap pengolahan data dengan menghubungkan

beberapa data yang diperoleh untuk mendeskripsikan kaakteristik hidologi, Sifat

Kimia Tanah dan Morfologi Sagu.

Adapun tahap pengolahan Data sebagai berikut :

1. Analisis morfologi Tumbuhan Sagu. Untuk pengamatan Daun dilakukan pada

Fase Sapihan dan untuk pengamatanan karakter bataang dilakukan pada Fase

dewasa sagu yaitu Tiang,/pohon. Kriteria Fase Muda dan Dewasa pada Sagu

dilihat berdsarkan dari BPPT (1982) dan menurut Sjachrul (1983), hal ini

dilakukan di Lapangan. Membuat plot persegi ukuran 20 x 20 meter sebagai

sampel pengamatan. Adapun kriterianya sebagai berikut :

22

Tabel. 2 Kriteria Pengamatan Morfologi Tumbuhan Sagu

Karakter Batang Karakter Daun

Bentuk Batang Bentuk Daun

Lingkar Batang Bentuk Ujung Daun

Warna Batang Warna Pelepah Daun

Kulit Batang Bentuk Pelepah

Warna Duri

2. Analisis Laboratorium :

a. pH.menggunakan metode pH meter.

b. C- Organik menggunakan Metode Walkley And Black

c. Analisis Tekstur 3 Fraksi menggunkan metode Hydrometer

d. Salinitas menggunakan metode Daya Hantar Listrik, dimana menurut

FAO (2005) . Salinitas Tanah berdasarkan daya Hantar Listirknya adalah

sebagai berikut:

Tabel. 3 Nilai Salinitas Menggunakan Daya Hantar Listrik Menurut FAO (2005)

Kondisi Nilai DHL

Tidak Salin 0-4,5 dS/m

Agak Salin 4,5-9 dS/m

Salinitas Sedang 9-18 dS/m

Salinitas Tinggi >18 dS/m

3. Analisis Data Curah Hujan 5 Tahun terakhir (2011-2017). Metode penentuan

tipe iklim area penelitian yang digunakan adalah menurut Schimdt-Fergusson.

23

4. Kriteria kedalaman tanah menurut Balai Penenlitian Tanah (2004).

Tabel. 4 Kriteria Kedalaman Tanah

Kedalaman (cm) Kriteria Kelas

0-25 Sangat Dangkal

25-50 Dangkal

50-100 Agak Dalam

100-150 Dalam

>150 Sangat Dalam

3.3.3 Tahap Akhir

Tahap akhir dari penelitian adalah mendeskripsikan karakteristik hidrologi tanah

yang diperoleh. Kemudian dikelaskan kedalam 5 kelas hidrologi tanah sagu

menurut Louhenapessy (1994) berdasarkan Lama genangan, Tinggi Genangan

Musim Hujan dan Kedalaman air tanah Musim Kemarau, mendeskripsikan Sifat

Kimia Tanah dan Morfologi tumbuhan Sagu pada kawasan renacana technopark

sagu di Kelurahan Salubattang, Kecamatan Telluwanua, Kota Palopo. Berikut

tabel karakteristik Hidrologi, Sifat Kimia Tanah dan Morfologi Sagu yang diamati

di Lokasi Penenlitian :

24

Tabel. 5. Kondisi Hidrologi Lahan Sagu

Lama Genangan Genangan MH

(cm)

Genangan MK

(cm) Keterangan

≤ 3 bulan (+) 10 - 50 (-) >100 Hidrologi Baik

3 – 6 bulan (+) 10 - 50 (-) >100 Hidrologi Agak Baik

6 – 9 bulan (+) 10-80 (-) 0 - 40 Hidrologi Sedang

9 – 12 bulan (+) 10 - 50 (-) 10 - 40 Hidrologi Agak Buruk

> 12 bulan (+) > 7 (+) 10 Hidrologi Buruk

Sumber :Louhenapessy, Notohadiprawiro (1994)

Keterangan :

(+) Genangan berarti membanjiri permukaan tanah

(-) Genangan berarti dibawah muka tanah (Kedalaman Air Tanah)

Tabel. 6 Kriteria Sifat Kimia Tanah (LPT, 1983)

Sifat

Tanah

Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Satuan

pH H2O

<4,5

Sangat

masam

4,5-5,5

masam

5,5-6,5

Agak

masam

6,6-7,5

netral

7,6-8,6

Agak

alkalis

>8,5

alkalis

C-Org <1,00 1,00-

2,00

2,01-

3,00 3,01-5,00 >5,00 %

KTK <5 5-16 17-24 25-40 >40 Cmol/kg

KB <20 20-35 36-

50 51-70 >70 %

Gambar. 1 Bagan Alur Penelitian

25

KARAKTERISTIK HIDROLOGI, SIFAT KIMIA TANAH DAN MORFOLOGI SAGU DI KAWASAN RENCANA

TECHNOPARK SAGU

KOTA PALOPO

26

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Letak Geografis dan Letak Administrasi

Kecamatan Telluwanua merupakan salah satu kecamatan dari 9 Kecamatan di

Kota Palopo, yang memiliki 7 Kelurahan yaitu, Maroangin sebagai Ibu Kota

Kecamatan, Mancani, Salubattang, Jaya, Sumarambu, Batu Walenrang, dan

Pentojangan.Secara Geografis Kecamatan Telluwanua terletak pada diantara 2⁰

53'34" sampai 2⁰ 57' 27" LS dan 120⁰ 11' 26" sampai 120⁰ 57' 27" BT. Secara

administrasi berbatasan dengan (Gambar1):

1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Luwu,

2. Sebelah Timur dengan Teluk Bone,

3. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Bara, Teluk Bone,

4. Sebelah Barat dengan Kecamatan Wara Barat.

4.2 Keadaan Iklim

Curah hujan diwilayah Kecamatan Telluwanua ditinjau dari data curah

hujan enam tahun terakhir (2011-2016) dari Balai Besar Meteorologi,

Klimatologi, dan Geofisika Wilayah IV Makassar, daerah penelitian memiliki

rata-rata curah hujan 2110 mm/tahun. Data curah hujan ini diperoleh dari stasiun

terdekat dari Lokasi penelitian yaitu Stasiun Telluwanna Pengat yang terletak

pada 120⁰ 11' 340" BT dan 02⁰ 54' 32,1" LS, di Kelurahan Pentojangan,

Kecamatan Telluwanua. Untuk tipe iklim, berdasarkan system klasifikasi

Schmidt-Ferguson maka daerah penelitian digolongkan dalamTipe Iklim B

(Basah).

27

4.3 Kondisi Topografi

Kondisi topografi Kota Palopo berada pada ketinggian 0 – 1.500 meter

dari permukaan laut, dengan bentuk permukaan datar hingga berbukit dan

pegunungan. Tingkat kemiringan lereng wilayah cukup bervariasi yaitu 0 – 2%, 2

– 15%, 15 – 40% dan kemiringan diatas 40%. Kondisi topografi (ketinggian dan

kemiringan lereng) tersebut dipengaruhi oleh letak geografis kota yang

merupakan daerah pesisir pada bagian Timur, sedangkan pada bagian barat

merupakan daerah berbukit. Kecamatan Telluwanua merupakan salah satu dari 6

kecamatan yang merupakan dataran rendah. Kondisi topografis Kelurahan

Salubattang khusunya area penelitian adalah Datar.

4.4 Kondisi Hidrologi

Keadaan Hidrologi di Kota Palopo umumnya di Pengaruhi oleh sumber air

yang berasal dari Sungai Bambalu, Sungai Battang dan Sungai Latuppa dan anak

sungai serta mata air dengan debit bervariasi. Kota Palopo terdapat 6 Daerah

Aliran Sungai yaitu DAS Purangi, DAS Bua, DAS Songkamati, DAS

Pacangkuda, DAS Boting dan DAS Salubattang. Keenam DAS tersebut dapat

disajikan pada table 5. Kecamatan Telluwanua Kota Palopo memiliki sungai

Battang (Salubattang). Kondisi hidrologi Kecamatan Telluwanua Kota Palopo

secara umum adalah sebagai berikut :

1. Air tanah pada umumnya terdapat pada kedalaman 40 – 100 meter

2. Air Permukaan pada umumnya berupa sungai dan genangan-genangan

yang bersifat temporer

28

Tabel. 7DAS di Wilayah Kota Palopo

Nama DAS Luas (Ha)

DAS Purangi 1.037

DAS Bua 1.168,04

DAS Songka Mati 136,20

DAS Pacangkuda 6.412,80

DAS Boting 3.087,25

DAS Battang 13.760,59

Sumber : RTRW Kota PalopoTahun 2012-2032

Tabel. 8 Luas Area Lahan Sagu Pada Lokasi Penelitian Di Rencana Technopark

Sagu

AREA Luas (Ha)

I 12,83

II 0,45

III 0,90

IV 0,25

Total Luas Area 14,43

29

Gambar. 2 Peta Administrasi Kelurahan Salubattang

30

Gambar. 3 Peta Topografi Kelurahan Salubattang

31

Gambar. 4 Peta DAS Kelurahan Salubattang

32

Gambar. 5 Jenis Tanah Kelurahan Salubattang

33

Gambar. 6 Titik Pengambilan Sampel

34

Gambar. 7 Histogram Curah Hujan Tahun 2011-2016

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Bulan

HISTOGRAM CURAH HUJAN TAHUN 2011-2016

2011 2012 2013 2014 2015 2016

35

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Berikut hasil pengamatan morfologi sagu dan kondisi hidrologi dilapangan, serta sifat kimia tanah berdasarkan analisis laboratorium kimia tanah :

Tabel. 9 Hasil Pengamatan

Parameter Area 1 Area 2 Area 3 Area 4

A. Kondisi Hidrologi:

Lama Genangan (MH) ≤ 3 bulan 3-6 bulan 3-6 bulan 3-6 bulan

Tinggi Genangan (+) 21,92 cm (+) 28 cm (+) 26 cm (+) 15 cm

(-) 61,75 cm (-) 48 cm (-) 45 cm (-) 29 cm

Kelas Hidrologi Baik Agak Baik Agak Baik Agak Baik

B. Sifat Fisik Tanah Lap. 1 Lap. 2 Lap. 3 Lap. 1 Lap. 2 Lap. 1 Lap. 2 Lap. 3 Lap. 1 Lap. 2

Tekstur Liat

Berdebu

LempungBerdebu

Lempung LiatBerdebu

Lempung Liat Berdebu

Liat Berdebu Lempung

Liat Berdebu Lempung

Liat Berdebu Liat

Lempung Berdebu

Lempung Liat Berdebu

C. Sifat Kimia Tanah : Lap. 1 Lap. 2 Lap. 3 Lap. 1 Lap. 2 Lap. 1 Lap. 2 Lap. 3 Lap. 1 Lap. 2

pH Agak Masam Netral Agak Masam Agak Masam Agak Masam Agak Masam Agak Masam Agak Masam Agak Masam Agak Masam

C-Organik (%) Sedang Rendah Sangat

Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah

KTK (cmol/kg) Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang

DHL (%) Tidak Salin Tidak Salin Tidak Salin Tidak Salin Tidak Salin Tidak Salin Tidak Salin Tidak Salin Tidak Salin Tidak Salin

KB (%) Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah

D. Morfologi Sagu : Area 1 Area 2 Area 3 Area 4

1. Karakter Batang

Bentuk Batang Bulat dan Lurus Bulat dan Lurus Bulat dan Lurus Bulat dan Lurus

Lingkar Batang 159,85 cm 142,8cm 156,5cm 138,3 cm

Warna Batang Coklat Kemerahan Coklat Kemerahan Coklat, Coklat Kemerahan Coklat Kemerahan

Kulit Batang Sagu licin, bekas pelepah licin, bekas pelepah, berbintik bekas pelepah bekas pelepah

2. Karakter Daun

Bentuk Daun lanceolate lanceolate lanceolate lanceolate

Bentuk Ujung Daun Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing

Warna Pelepah Daun Hijau bintik putih Hijau bintik putih Hijau bintik putih Hijau bintik putih

Bentuk Pelepah Tidak Berduri Tidak Berduri berduri, Tidak Berduri Tidak Berduri

Warna Duri - - Coklat -

E. JenisSagu Sagu Molat, Sagu Ihur Sagu Molat Sagu Molat, Sagu Ihur Sagu Molat

Keterangan Tinggi Genangan:

(+) Genangan berarti membanjiri permukaan tanah

(-)Genangan berarti dibawah permukaan tanah

36

5.2 Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Hidrologi Lahan Sagu

Karakteristik Hidrologi Lahan Sagu Area 1

Kondisi Hidrologi dititik pengamatan 1 dan titik pengamatan 2 adalah tanah

dalam kondisi tidak tergenang. Namun tanah yang dipijak sepanjang perjalanan

lembab dan sebagian ada yang berlumpur. Berdasarkan hasil wawancara dengan

masyarakat sekitar bahwa area 1 tidak tergenang >6 bulan baik pada saat musim

hujan tergantung dari angka curah hujan. Pada area I pada 3 titik pengamatan

sampel diperoleh nilai rata-rata tinggi genangan di bawah permukaan tanah

61,75cm dan tinggi genangan diatas permukaan tanah 21,92cm Berdasarkan

pengklasifikasian kedalaman tanah yang dikeluarkan oleh BPT (2004), area I

termasuk dalam kategori agak dalam.

Kondisi lahan sagu yang dikatakan tidak tergenang permanen

maupun kering mengindikasikan bahwa lahan sagu ini tergenang secara berkala

(temporer). Menurut Botanri et al (2011) Habitat tergenang temporer air tawar

adalah habitat tumbuhan sagu yang mengalami perendaman air apabila terjadi

hujan dan tergenang selama beberapa waktu, yakni sekitar satu sampai dua

minggu atau paling lama 1 bulan sesuai dengan intensitas curah hujan. Apabila

tidak terjadi hujan selama beberapa waktu, kondisi habitatnya akan mengering.

Dari pernyataan Botanri et al (2011) maka tipe habitat pada lahan sagu

di kawasan rencana technopark sagu di area 1 merupakan tipe habitat tergenang

air tawar yang tergantung dari ada tidaknya air hujan, selain itu di sekitar wilayah

lahan sagu ini tidak terdapat rumpun nipah ataupun mangrove yang merupakan

pembatas ekologi air asin (salin). Berdasarkan lama genangan pada saat musim

37

hujan yaitu ≤ 3 bulan dengan angka tinggi genangan pada saat pengamatan

pertama tidak ada hujan sebelum dan sesudah pengamatan tersebut dan

pengamatan kedua terjadi hujan sebelum dan sesudah pengamatan sehingga

memberikan gambaran bahwa lahan sagu menurut klasifikasi Louhenapessy

berdasarkan lama genangan dikategorikan hidrologi baik, meskipun tinggi

geangan pada area pengamatan tidak sesuai dengan kriteria Luhenapessy, hal ini

dapat disebabkan karena adanya perbedaan relief tanah pada setiap wilayah yang

berbeda. Menurut Riry (1996) dalam Putuhuru (2010) menyatakan kondisi relief

yang berbeda meyebabkan kondisi hidrologi juga berbeda. Lokasi rencana

kawasan technopark ini memiliki kondisi relief datar sampai cekung hal ini dapat

dilihat dari lerengnya (0-2 %) dengan keadaan hidrologi tergenang sementara

memiliki kisaran warna tanah coklat pada bagian atas sampai kelabu pada bagian

bawah mendekati air tanah. Seperti yang kita ketahui bahwa kondisi hidrologi

dapat mempengaruhi produksi pati dalam pohon sagu. Hal ini sesuai pendapat

Louhenapessy (1994) bahwa pertumbuhan dan produksi pati tampak cukup baik

pada lahan dengan penggenangan berkala atau yang tidak tergenang permanen

(terus menerus).

Karakteristik Hidrologi Lahan Sagu Area 2

Pada area 2 ini terletak pada koordinat 120⁰12'31" BT dan 02⁰54'46,9" LS.

Karakteristik hidrologi pada lahan sagu area 2 ini diperoleh tinggi genangan diatas

permukaan tanah adalah 48cm pada Musim kering dan genangan air dibawah

permukaan tanah setinggi 28cm pada musim hujan. Kondisi kedalaman tanah

menurut BPT (2004) dikategorikan dangkal ini mengindikasikan kondisi lahan

38

sagu pada area 2 memiliki relief datar dengan tinggi genangan (MH) berdasarkan

hasil wawancara yaitu >10cm, titik pengamatan di area 2 ini mempunyai lama

genangan 3-6 bulan, dan menurut klasifikasi kelas hidrologi Luohenapessy (1994)

dikategorikan kelas Hidrologi agak baik berdasarkan lama genangan.

Kondisi hidrologi agak baik sangat dapat ditumbuhi sagu, menurut

Louhenapessy (1994) lama genangan 3-6 bulan dengan tinggi genangan pada saat

musim hujan adalah 10-80 cm dapat menghasilkan produksi pati sagu 342

kg/pohon, angka ini termasuk tinggi setelah produksi pati sagu 345 kg/pohon pada

lama genangan ≤ 3 bulan.Jika dikaitkan dengan kondisi sifat kimia tanah yang

diperoleh seperti kadar pH yang agak masam, kandungan C-organik berkisar

0,81%-2,67%, dengan tekstur tanah lempung dan kondisi lahan yang tergenang

secara berkala sangat memungkinkan produksi pati sagu pada area ini dapat

dikatakan agak baik.

Karakteristik Hidrologi Lahan Sagu Area 3

Pada area 3 ini terletak pada koordinat 120⁰ 12' 28,7" BT dan 02⁰ 54'42,4" LS

Karakteristik hidrologi yang diperoleh pada titik pengamatan area 3 ini adalah

tinggi genangan air diatas permukaan tanah adalah 45cm dan tinggi genangan

ketika musim hujan yaitu >10 cm berdasarkan pengukuran batang sagu yaitu 13

cm. lama genangan pada area 3 berkisar 3-6 bulan. Menurut masyarakat sekitar

pohon sagu yang ada di kelurahan Salubattang ini tidak pernah terendam air

selama >6 bulan, itulah sebabnya sebagian lahan sagu telah ada yang terkonversi

menjadi lahan pembudidayan coklat dan jagung.

39

Berdasarkan kriteria kedalaman tanah menurut BPT (2004),

dikategorikan agak dalam. Kondisi kedalaman air tanah yang agak dalam ini

menurut Putuhuru (2010) mengindikasikan relief datar, dimana pada kondisi relief

datar hingga cekung proses infiltrasi dan perkolasi air berjalan tidak baik

disebabkan tekstur tanah yang diperoleh halus berkisar Lempung Liat Berdebu

hinggah Liat pada lapisan yang mendekati air tanah sehingga dapat menahan air

dan keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya penggenangan pada lapisan tanah.

Kondisi mikro relief datar di titik pengamatan, mempengaruhi sifat

tanah dan kondisi hidrologi, untuk daerah relief datar dengan penggenangan

berkala ditandai dengan kedalaman air tanah yang agak dalam sehinggah terjadi

fluktuasi air di dalam tanah dan memberi pori untuk udara sewaktu waktu,

terjadinya fluktuasi air di dalam tanah ini dapat mempengaruhi warna tanah

berubah warna dari coklat hingga warna kelabu.

Hal ini juga dikemukakan oleh Patuhuru (2010) jika kondisi hidrologi

sagu dalam keadaan penggenangan lama, menyebabkan tekstur tanah menjadi liat

sehingga tata udara dalam tanah tidak baik, dimana pengaruh penggenangan air

juga mempengaruhi kadar pH dalam tanah menjadi masam, sehingga jika

penggenangan terlalu lama dapat menyebabkan tanah sangat masam. Berdasarkan

kelas hidrologi laouhenapessy (1994) dilihat dari lama genangan 3-6 bulan,

dengan tinggi genangan (MH) adalah > 10cm dikategorikan dalam kelas hidrologi

agak baik dengan faktor pembatas kedalaman air tanah yaitu <100 cm disebabkan

kondisi relief yang cenderung datar.

Karakteristik Hidrologi Lahan Sagu Area 4

40

Pada area 4 ini terletak pada koordinat 120⁰ 12' 28,9" BT dan 02⁰ 54'47,6" LS.

Karakteristik hidrologi pada area titik pengamatan ini diperoleh hasil pengukuran

tinggi genangan air pada Musim Hujan, air berada diatas permukaan tanah

setinggi 15cm yang diukur dari bekas genangan pohon sagu dan tinggi genangan

air pada musim kemarau ditemukan berada dibawah permukaan tanah setinggi

29cm. Menurut hasil wawancara dengan masyarakat sekitar bahwa lama

genangan pada area ini mencakup 3-6 bulan. Menurut BPT (2005) kedalaman

tanah dikategorikan dangkal. Kedalaman tanah yang dangkal ini mengindikasikan

bahwa area 4 pada titik pengamatan merupakan relief cekung. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Putuhuru (2010) bahwa kondisi relief cekung permukaan

air tanah ditandai dengan kedalaman air yang dangkal.

Ciri hidrologi pada titik pengamatan ini jika dilihat dari tinggi genangan

ketika hujan turun yaitu 15 cm dan lama genangan 3-6 bulan maka dikategorikan

dalam hidrologi agak baik. Namun, kondisi lahan sagu di titik pengamatan ini jika

dikaitkan dengan hasil analisis sifat kimia tanah yang diperoleh seperti kadar C-

organik 1,12%-2,75% kriteria sedang dan nilai KTK dan Kejenuhan Basa berada

pada kriteria rendah - sedang. Sehingga tumbuhan sagu pada pengamatan area 4

ini masih dikatakan dapat tumbuh dengan baik.

5.2.2. Sifat Kimia Tanah

Sifat Kimia Tanah Pada Area 1

Kadar pH (H2O) pada area 1, Lapisan 1 adalah 6,32 dan lapisan 2 adalah 6,55,

serta lapisan 3 adalah 6,49 yang mengindikasikan tanah tersebut dikategorikan

agak masam meskipun mendekati kadar pH netral namun pH dengan kisaran

41

tersebut cenderung pada nilai pH masam. Kadar pH tersebut sesuai dengan

kondisi lahan yang tidak tergenang permanen yaitu memiliki tipe habitat

tergenang temporer air tawar dimana sewaktu waktu dapat tergenang berdasarkan

ada tidaknya hujan, sehinggah pH tanah pada area ini agak masam. Hal ini sesuai

dengan Lampiran Peraturan Menteri Pertanian RI No. 134 tentang Budidaya Sagu

Yang Baik bahwa tanaman sagu dapat tumbuh pada pH tanah 5,5 – 6,5, bahkan

sagu dapat toleran dengan kemasaman yang lebih tinggi. Selain itu menurut Flach

et al (1986) sagu dapat tumbuh pada tanah berlumpur yang bereaksi agak masam

dan sangat toleran terhadap pH 3,5 – 6,5.

Kadar C-Organik yaitu pada lapisan 1 adalah 2,67%, dan lapisan 2

adalah 1,7%, serta pada lapisan 3 adalah 0,84% yang dikategorikan sangat rendah

sampai sedang berdasarkan kriteria penilaian LPT (1983). Perbedaan kadar C-

organik tanah disebabkan perbedaan lapisan tanah yaitu pada lapisan top soil

merupakan tempat akumulasi bahan organik. Hal ini sesuai dengan Hardjowigeno

(1992) bahwa semakin lapisan bawah tanah maka kandungan bahan organik

semakin berkurang. Kondisi tipe habitat tanah sagu mempengaruhi tinggi

rendahnya kadar C-organik dalam tanah. Hal ini sesuai dengan Istomo (1994)

bahwa bahan organik tanah memiliki interaksi antara komponen abiotik dan biotik

dalam ekosistem tanah.

KTK (Kapasitas Tukar Kation) suatu tanah dapat di definisikan sebagai

kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation. Nilai KTK tanah

pada lapisan 1 adalah 17,44cmol/kg, pada lapisan 2 adalah 11,17cmol/kg, serta

pada lapisan 3 diperoleh 9,67cmol/kg, kondisi KTK tanah sagu tersebut dapat

42

dikategorikan rendah - sedang menurut LPT (1983). Tanah ini memiliki

kejenuhan basa pada lapisan 1 adalah 41,54%, pada lapisan 2 adalah 37,31%, dan

lapisan 3 adalah 43,44%. Kejenuhan basa tanah tersebut dikategorikan sedang

mengacu pada kriteria penilaian sifat kimia tanah, LPT (1983). Adapun nilai dari

tingkat salinitas tanah ini yang diuji berdasarkan Daya Hantar Listriknya

diperoleh pada lapisan 1 adalah 0,41dS/m, pada lapisan 2 adalah 0,39dS/m dan

lapisan 3 adalah 0,57dS/m. Kategori nilai DHL tersebut menurut FAO (2005)

tidak salin. Sehingga tumbuhan sagu pada area ini dapat menghasilkan pati yang

baik disebabkan pembentukan pokok batang yang sempurna. Hal ini sesuai

dengan pendapat Flach & Schuiling (1986) apabila DHL lebih tinggi dari pada 10

mS/cm, sagu tidak dapat membentuk pokok batang.

Sifat Kimia Tanah Pada Area 2

Kadar pH yaitu 6,41 dan 6,43 yang dikategorikan agak masam dengan kandungan

C-Organik tanah 2,71% dan 1,73% yang dikategorikan rendah dan sedang. Kadar

salinitas yang diperoleh berdasarkan DHL nya yaitu 0,48dS/m dan 0,54dS/m yang

juga menurut FAO (2005) tidak salin. Kondisi tanah yang tidak salin sejalan

dengan kandungan C-Organiknya yang juga rendah dan sedang, sehingga

persediaan basa-basa dalam tanah juga sedikit, di dukung dengan iklimnya yang

basah.

Kapasitas tukar kation yaitu 18,34 cmol/kg dan 16,35 cmol/kg dengan

Lembaga Penelitian Tanah (1983). Hal ini kejenuhan basa 33,05% dan 34,96%

dimana KTK dan KB tersebut dapat dikategorikan sedang menurut penilian LPT

(1983). Kondisi KTK dan KB yang dikatakan sedang ini sejalan dengan pH yang

43

agak masam. Karakteristik sifat kimia tanah pada area 2 dikategorikan cukup baik

untuk pertumbuhan sagu.

Sifat Kimia Tanah Pada Area 3

Parameter pengamatan tanah berdasarkan sifat kimianya diperoleh kadar pH pada

tiap lapisan yaitu 6,26, 6,52, dan 6,36 yang dikategorikan agak masam. Seperti

yang kita ketahui bahwa sagu dapat tumbuh pada pH masam sampai agak masam.

Hal ini sesuai dengan pendapat Flach et al (1986) bahwa sagu dapat bereaksi agak

masam dan sangat toleran terhadap pH 3,5-6,5. Memiliki kandungan C-organik

1,03% - 2,73%, yang juga masih dikatakan sedang. Hasil analisis tekstur tanah

diperoleh tekstur tanah yang sama pada lapisan 1 dan 2 yaitu Lempung liat

berdebu sedangkan pada lapisan dibawahnya sampai terlihat jeluk air tanah yaitu

Liat. Perbedaan tekstur ini disebabkan pada lapisan 3 sangat dekat dengan air

tanah sehinggah sangat sering dalam keadaan basah, sedangkan lapisan diatas

pada saat-saat tertentu saja dalam keadaan basah yaitu ketika curah hujan tinggi

atau dalam musim penghujan, sehingga memungkinkan terjadinya genangan air di

atas permukaan tanah saja.

Kapasitas tukar kation pada tanah di area 3 ini yaitu 17,55 cmol/kg,

13,56 cmol/kg dan 10,97 cmol/kg. menurut LPT (1983) KTK dengan nilai

tersebut dikategorikan rendah sampai sedang. Adapun kejenuhan basa pada tanah

ini yaitu 33,76%, 38,80% dan 37,41%. Hal ini sejalan dengan kondisi KTK nya

yang sedang juga. Tanah-tanah dengan KTK dan KB yang dikatakan sedang ini

sangat mungkin terjadi disebabkan tipe habitat pada lahan sagu ini adalah lahan

44

tergenang temporer air tawar, yaitu menurut penelitian Botanri et al (2011) bahwa

Habitat tergenang air tawar adalah habitat tumbuhan sagu yang mengalami

perendaman air apabila terjadi hujan dan tergenang selama beberapa waktu, yakni

sekitar satu sampai dua minggu atau paling lama satu bulan. Apabila tidak terjadi

hujan selama beberapa waktu, kondisi habitatnya akan mengering.

Nilai DHL sebagai parameter pengukuran salinitas pada tanah ini

bernilai 0,52dS/m pada lapisan 1, 1,1dS/m pada lapisan 2, dan 1,14 dS/m pada

lapisan 3, yang menurut kategori penilaian salinitas tanah FAO (2005) tidak salin.

Hal ini sejalan dengan pH pada tanah ini yang cenderung masam, dimana menurut

Flach & Schuiling (1988) sagu yang tumbuh dengan pengaruh laut yang nyata

akan menghambat pertumbuhan batang, karena bukan hanya kegaraman saja yang

tinggi melainkan pH juga yang meninggi yaitu pada pH alkalin (basa) >8 maka

pembentukan batang dan tepung sagu akan terhambat.

Sifat Kimia Tanah Pada Area 4

Hasil parameter tanah sifat kimia tanah yang diperoleh dari area ini adalah tekstur

tanah pada lapisan 1 dengan kedalaman 0-8cm yaitu Lempung berdebu dan

lapisan 2 dengan kedalaman 8-33cm yaitu Lempung Liat berdebu. Adapun pH

yaitu 6,51 dan 6,53. Tanah ini hampir sama dengan kadar pH tanah yang lain di

kawasan rencana sagu teknopark. pH ini dikategorikan masih toleran terhadap

pertumbuhan sagu. Nilai DHL untuk kadar salinitasnya yaitu 0,31dS/m dan 1,35

dS/m. dan kadar C-Organik pada tanah ini yaitu 2,75 % dan 1,35%. Dengan

Kapasitas Tukar Kation yiatu 19,14 cmol/kg dan 18,15 cmol/kg. dan kejenuhan

basa 33,54 dan 33,79. Dari analisis sifat kimia tersebut, menurut LPT (1983)

45

KTK, C-organik, dan KB masih dapat dikatakan kadarnya rendah – sedang.

Adapun nilai DHL yang diperoleh menunjukan tanah tidak salin (FAO, 2005).

Hal ini menunjukan tanah-tanah yang ada di area 4 memiliki tingkat

kesuburan yang sedang. Namun, khusus pada tumbuhan sagu itu sendiri secara

umum kondisi lahan dengan kriteria sifat kimia tersebut masih dapat tumbuh

dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Turukuay (1986) bahwa tidak ada

syarat yang khusus bagi tumbuhan sagu. Namun, ada beberapa kondisi yang

menghambat pertumbuhan sagu itu sendiri seperti menghambat pertumbuhan

batang dan pati sagu yaitu jika tanah bersifat sangat basa dan melebihi 10mS/cm

untuk salinitasnya. Perbedaan produksi Pati Sagu juga dipengaruhi oleh

kondisi/tipe habitat tempat lahan sagu berada. Sehingga menurut Louhenapessy

(1996) terdapat kelas kesesuaian lahan sagu berdasarkan jenis tanah dan hidrologi

lahan sagu yang memiliki pengaruh terhadap produksi pati kering per pohonnya.

5.2.3. Karakteristik Morfologi Sagu

Karakteristik Morfologi Sagu Pada Area 1

Karakteristik morfologi Batang dan Daun yang ditemukan pada area 1 pada titik

pengamatan 1 dan 2 menunjukan ciri-ciri tumbuhan Sagu Molat yang memiliki

kondisi habitat yang sama yaitu habitat lahan tergenang temporer air tawar yang

keberadaan genangannya tergantung ada tidaknya hujan. Berdasarkan hasil

wawancara dengan masyarakat sekitar bahwasanya area 1 titik pengamatan 1 dan

titik pengamatan 2 tidak pernah mengalami genangan yang terlalu lama, jika

musim penghujan, genangan paling lama hanya sekitar ≤ 3 bulan saja.

46

Botanri et al (2011) berdasarkan hasil penelitian studi ekologi tanaman

sagu menunjukkan bahwa tidak semua varietas sagu dapat tumbuh pada setiap tipe

habitat. Varietas sagu yang dapat tumbuh dan berkembang pada semua tipe

habitat yaitu sagu Tuni, Makanaru, dan Ihur yang memiliki ciri morfologis

pelepah berduri. Sagu Rotan dan Molat tumbuh pada habitat terbatas. Sagu rotan

yang memiliki pelepah berduri juga hanya ditemukan tumbuh pada tipe habitat

lahan kering saja. Sagu molat dengan ciri utama tidak berduri ini banyak

ditemukan tumbuh pada tipe habitat tergenang temporer air tawar.

Berbeda dengan titik pengamatan 3, pada saat pengamatan kondisi

lahannya dalam keadaan tergenang. Pada area yang sama dengan titik 1 dan 2,

titik pengamatan yang ketiga ini memiliki ciri morfologis yaitu memiliki duri

pada pelepahnya, dan warna pelepah hijau dengan bintik-bintik putih. Pada

karakter batang tidak teramati disebabkan pada saat pengamatan tumbuhan sagu

dewasa tidak ditemukan, yang ada hanya tumbuhan fase muda yaitu Sapihan. Dari

karakteristik morfologi yang ditemukan dilapangan, area 1 titik pengamatan 3

memiliki bentuk pelepah berduri, yang merupakan penciri utama dalam

membedakan varietas sagu. Louhenapessy dkk (2012) bahwa ada lima jenis sagu

di wilayah Papua yang juga tumbuh di daerah lain di Indonesia, yaitu tuni, ihur,

makanuru, duri rotan dan molat. Empat jenis pertama merupakan jenis sagu yang

berduri, sedangkan jenis sagu molat tidak berduri.

Karakteristik morfologi Daun yang ditemukan di lapangan ini

memberikan gambaran bahwa jenis sagu yang ada di titik pengamatan 3 memiliki

kemiripan dengan sagu Tuni, Ihur, atau Makanaru, sebagaimana Botanri et al

47

(2011), ketiga jenis sagu tersebut dapat tumbuh pada semua tipe habitat dan

bercirikan pelepah berduri. Menurut hasil penelitian (Lepinus dan Ritha. L, 2015)

bahwa karakteristik morfologi yang memiliki lingkar batang 165 cm, warna

batang coklat dan bentuk daun lanset dengan bentuk ujung daun yang meruncing

serta memiliki warna pelepah daun hijau yang berbintik putih, bentuk daun

pelepah berduri, dan duri berwarna coklat merupakan ciri Sagu Ihur.

Karakteristik Morfologi Sagu Pada Area 2

Pada area 2 memiliki karakteristik morfologi Batang dan Daun yang tidak jauh

berbeda dengan Area 1 titik 1 dan 2. Pada tabel hasil memberikan informasi

bahwa karakteristik morfologi batang dan daun yang dimiliki sagu molat. Dengan

penciri utama bentuk pelepahnya tidak berduri, begitu pula dengan karakter

batang dan daun yang lainnya. Kondisi lahan yang tidak tergenang memberikan

indikasi bahwa area ini merupakan tipe habitat tergenang temporer air tawar,

disebabkan adanya tanda/bekas genangan pada pohon sagu, selain itu hasil

wawancara dengan masyarakat sekitar pun menambahkan bahwa area sagu ini

tergenang sementara ketika turun hujan, sehingga tanaman lain yang

dibudidayakan tidak jauh dari area 2 seperti coklat yang dapat tumbuh dengan

baik.

Karakteristik Morfologi Sagu Pada Area 3

Pengamatan karakteristik morfologi batang dan pelepah daun sagu pada area ini

memiliki ciri morfologis batang dan daunnya seperti jenis sagu Ihur yang menurut

Lepinus dan Ritha. L (2015) bahwa sagu ihur memiliki ciri batang berwarna

coklat, memiliki lingkar batang 165 cm, dan karakter daunnya memiliki warna

48

pelepah daun hijau dengan bintik putih serta pelepahnya terdapat duri, yang

apabila sagu ihur ini pada fase dewasa, duri yang tampak pada pelepah daunnya

berbaris dengan rapi sehinggah membentuk barisan duri yang mengitari pelepah

tumbuhan daun sagu dewasa. Berdasarkan tabel hasil tersebut, karakteristik

morfologi batang dan daun pada area 3, memiliki kemiripan dengan ciri sagu Ihur.

Meskipun berbeda pada tipe habitat Area 1 titik 3 yaitu tergenang, area 3 ini

memiliki tipe habitat yang tidak tergenang. Menurut Bontari et al (2011) bahwa

sagu ihur dapat hidup di semua tipe habitat.

Karakteristik Morfologi Sagu Pada Area 4

Karakteristik morfologi batang dan daun sagu pada area 4 memiliki bentuk

pelepah daun yang tidak berduri. Berdasarakan tabel tersebut bahwa karakteristik

morfologi batang dan daun pada area ini memiliki kemiripan dengan Sagu Molat.

Sagu Molat (Metroxilon Rottb) biasa juga disebut dengan sagu betina karena tidak

memiliki duri baik itu di batang dan pelepah daunnya. Menurut Haryanto dan

Pangloli (1992) bahwa sagu molat memiliki ciri-ciri sebagai berikut : tinggi

batangnya sekitar 10-14 m, tidak memiliki duri pada kulit batangnya, memiliki

diameter batang 40-60 meter serta mampu menghasilkan pati basah sekitar 800 kg

dan pati kering 200 kg

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Karakteristik hidrologi lahan sagu di rencana technopark sagu Kota

Palopo dikategorikan Agak Baik hinggah Baik, memiliki karakteristik

Sifat Kimia tanah yang dikategorikan baik untuk pertumbuhan sagu

khususnya Sagu jenis Molat dan Ihur.2. Lahan sagu di Rencana technopark sagu Kota Palopo memiliki Lama

Genangan ≤ 3-6 bulan dengan rata-rata tinggi Genangan diatas permukaan

tanah adalah 10-80cm jika kondisi curah hujan tinggi dan rata-rata tinggi

genangan dibawah permukaan tanah adalah 45,93cm jika kondisi Curah

hujan rendah.

6.2 Saran

Untuk melengkapi data pada penelitian ini sebaiknya peneliti selanjutnya

melakukan :

1. Penelitian mengenai hubungan kurva struktur tegakan populasi tumbuhan

sagu dari berbagai fase muda dan dewasa terhadap kondisi hidrologi tanah

sagu di Kawasan Rencana Teknopark tepatnya di Kelurahan Salubattang

Kota Palopo, untuk kemudian dikorelasikan dengan analisis jumlah

produksi pati (kg/perpohon).

49

2. Pengamatan seperti bunga buah, dan warna pati sagu, tinggi pohon (fase

dewasa) untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perkembangan

pembudidayaan tumbuhan Sagu sesuai karakteristik morfologi agar tetap

terjaga kelestarian dan kualitasnya.

50

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Tanaman Perkebunan

Penghasil Bahan Bakar Nabati: 47p. www.litbang.pertanian.go.id.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Palopo. 2016. Rencaana Aksi Daerah

Pengembangan Sagu Teknopark Palopo (STP) 2017-2021. Palopo: Bappeda

Kota Palopo.

Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian..

https://ejournal.unpatti.ac.id/. Diakses di Makassar pada 6 februari 2018.

Barahima. 2005. Keragaman Genetik Tanaman Sagu di Indonesia Berdasarkan

Penanda Molekuler Genom Kloroplas dan Genom Inti. Disertasi Sekolah

Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id.

Bintoro. 2008. Bercocok Tanam Sagu. 71hal. Bogor: IPB Press.

Botanri,S.,D. Setiadi, E. Guhardja, I. Qayim, L.B. Prasetyo.2011. Studi ekologi

tumbuhan sagu (Metroxylon spp.) dalam komunitas alami di Pulau Seram,

Maluku: Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 8, hal: 135-145.

BPPT.1982. Hasil Survei potensi sagu di Kep. Maluku. Bagian I. Kerjasama

BPPT dengan UNPATTI.

Direktorat Jendral Perkebunan Kementerian Pertanian. 2014. Pedoman Budidaya

Sagu (Metrocylon spp) Yang Baik.

htttp://tanhun.ditjenbun.pertanian.go.id/uploads/download/1505205440.pdf.

Makassar : diakses pada tanggal 2 September 2017.

Eko Rusdianto. 2015. Sagu Luwu Nasibmu Kini. http://www.mongabay.co.id.

Diakses di Palopo pada 5 Juli 2017.

51

Flach, M. 1983. Sago Palm, Domestication, Exploitation and Production. 85p.

Rome: FAO Plant Production and Protection Paper.

Flach,M., & D.L Schuiling. 1986. The Sago palm: a perennial crop for

Development of tropical lowlands under tidal influence. Symposiumlowland

Development in Indonesia. Jakarta. Supporting papers.ILRI. Wageningen.

Hal : 307-317.

________. 1997. Sago palm, Metroxylon sagu Rottb. Promoting the conservation

and use of underutilized and neglected crops. 76 p. Rome, Italy: Institute of

Plant Genetics and Crop Plant Research, Gatersleben/International Plant

Genetic Resources Institute.

Galvan Yudistira. 2012. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon Sago Rottb.)

Di Pt. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau Dengan Aspek Khusus

Pengambilan Sampel Pelepah. Skripsi. http://repository.ipb.ac.id. Bogor:

Insitut Pertanian Bogor. Diakses di Palopo pada 6 Juli 2017.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Harsanto, P.B. 1986. Budidaya dan Pengolahan Sagu. Yogyakarta : Kanisius.

Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta :

Kanisius.

Istomo. 1994. Bahan Bacaan Ekologi Hutan : Lngkungan Fisik Ekosistem Hutan :

Proses dan struktur tanah, Laboratorium ekologi hutan, Fakultas

Kehutanan.Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional. Pedoman Perencanaan Science Park Dan Techno

Park Tahun 2015-2019. Jakarta: 24 April 2015.

http://datacenter.bappedakaltim.com. Diakses di Makassar pada 20 Mei

2017.

52

Louhenapessy. 1994. Evaluasi dan Klasifikasi Keseuaian Lahan bagi Sagu

(Metroxylon spp). Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono, Julius. E. Louhenapessy. 1992. Potensi Sagu

dalam Penganekaragaman bahan pangan pokok ditinjau dari persyaratan

lahan. Makalah Simposium Sagu Nasional. Ambon: 12-13 Oktober 1992.

Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kriteria Penilaian Data Sifat Analisis Kimia Tanah.

Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen

Pertanian.

Putuhuru, Ferad. 2010. Pengaruh Mikro Relief dan Kondisi Air Tanah Terhadap

Morfologi Tanah Pada Lahan Sagu Desa Tawiri Kecamatan Teluk Ambon.

Ambon : Jurnal Budidaya Pertanian. Vol.6 No 2, hal. 78-83.

Riry. R.B. 1996. Satuan Tanah pada Lahan Sagu di Kecamatan Kairatu

Kabupaten Maluku Tengah. [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas

Pattimura Ambon.

Sahetapy, L dan Ritha, L. 2015. Variasi Karakteristik Morfologi Lima Jenis Sagu

(Metroxyilon spp) DI Pulau Seram. E-journal: Biopendix, Volume 1,

Nomor 2, Maret 2015, hlm. 101-107. Htttps://ejournal.unpatti.ac.id.

Makassar :Diakses pada tanggal 2 Februari 2018.

Sitaniapessy, PM. 1996. Sagu: Suatu Tinjauan Ekologi. Prosiding Simposium

Nasional Sagu ketiga. Pekanbaru : 27-28 Februari 1996. Universitas Riau.

Tenda, E.T,. H.u dan Mangindan J. Kumaunang. 2003. Eksplorasi Jenis-Jenis

Sagu Potensial di Sulawesi Tenggara. Makalah Poster Seminar Nasional

Sagu Untuk Ketahanan Pangan. Manado, 06 Oktober 2003.

53

L A M P I R A N

Lampiran 1.Deskripsi Minipit Tanah

Area I Titik Pengamatan 1

Nama Minipit : A1T1Lokasi : Kelurahan SalubattangLama Genangan : ≤ 3 Bulan Koordinat : 120°12'17.9" BT 02°55'22" LSVegetasi : SaguElevasi : 24 m

Waktu

Pengamatan

Ketinggian Muka

Air (cm)Deskripsi

14 Oktober 2017 (-) 60Terdapat Serasah dari Pohon Sagu, terdapat Akar pohon sagu berbaur (Gambar. a)

15 April 2018 (-) 50Tekstur Halus dan tanah basah (Gambar. b)

22 April 2018 (+) 18 Kondisi Lahan Tergenang (Gambar. c)

Keterangan :(+) Genangan berarti membanjiri permukaan tanah(-)Genangan berarti dibawah permukaan tanah

Area I Titik Pengamatan 2

Nama Minipit : A1T2

54

(c)(b)

(a)

Lokasi : Kelurahan SalubattangLama Genangan : ≤ 3 Bulan Koordinat : 120°12'12" BT 02°55'16" LSVegetasi : SaguElevasi : 28 m

Waktu PengamatanKetinggian Muka

Air (cm)Deskripsi

14 Oktober 2017 (-) 82 Terdapat Akar Pohon Sagu yang sedikit, berpasir (Gambar. a)

15 April 2018 (-) 55

Terdapat serasah dan akar sagu menjalar di atas permukaan tanah, dan tanah dalam kondisi macak (Gambar. b)

22 April 2018 (+) 22 Kondisi Lahan Tergenang (Gambar. c)

Keterangan :(+) Genangan berarti membanjiri permukaan tanah(-)Genangan berarti dibawah permukaan tanah

Area I Titik Pengamatan 3

Nama Minipit : A1T3Lama Genangan : 3 BulanLokasi : Kelurahan Salubattang

55

(a) (c)(b)

Koordinat : 120°12'20" BT 02°5'25" LSVegetasi : SaguElevasi : 21 m

Waktu PengamatanKetinggian Muka

Air (cm)Deskripsi

14 Oktober 2017 (+) 13,6

Tanah dalam keadaan tergenang yang bersifat sementara, memiliki warna tanah gelap,jika diraba dengan jari, tekstur tanahnya halus. (Gambar. a)

15 April 2018 (+) 20

Kondisi Lahan Tergenang dengan kenaikan air pada pengamatan 1 yang fluktuasi hingga ke pengamatan ke-2 selisih 6,4cm dari permukaan tanah (Gambar. b)

22 April 2018 (+) 36

Kondisi Lahan Tergenang dengan selisih ketinggian genangan dari pengamatan sebelumnya adalah 16cm (Gambar. c)

Keterangan :(+) Genangan berarti membanjiri permukaan tanah(-)Genangan berarti dibawah permukaan tanah

Area IINama Minipit : A2Lama Genangan : 3-6 BulanLokasi : Kelurahan Salubattang

56

(a) (c)(b)

Koordinat : 120°12'28.7" BT 02°54' 46.9" LSVegetasi : SaguElevasi : 16 m

Waktu PengamatanKetinggian Muka

Air (cm)Deskripsi

14 Oktober 2017 (-) 63 Terdapat Akar Pohon Sagu berbaur, tannah agak berpasir (Gambar. a)

15 April 2018 (-) 33

Terdapat serasah dan akar sagu menjalar di atas permukaan tanah, dan tanah dalam kondisi macak (Gambar. b)

22 April 2018 (+) 28Kondisi Lahan Tergenang setinggi 28cm dari permukaan tanah(Gambar. c)

Keterangan :(+) Genangan berarti membanjiri permukaan tanah(-)Genangan berarti dibawah permukaan tanah

Area III

57

(c)(b)

(a)

Nama Minipit : A3Lokasi : Kelurahan SalubattangLama Genangan : 3-6 BulanKoordinat : 120°12'31" BT 02°42' 44" LSVegetasi : SaguElevasi : 16 m

Waktu PengamatanKetinggian

Muka Air (cm)

Uraian

14 Oktober 2017(-) 60

Tanah dalam keadaan lembab, terdapat karatan yang berbaur menempel pada tanah (Gambar. a)

15 April 2018 (-) 30Terdapat serasah, kondisi tanah sangat macak, dengan warna tanah abu-abu (Gambar. b)

22 April 2018 (+) 26 Kondisi lahan tergenang dengan ketinggian 26 cm diatas permukaan tanah (Gambar. c)

Keterangan :(+) Genangan berarti membanjiri permukaan tanah(-)Genangan berarti dibawah permukaan tanah

Area IV

Nama Minipit : A4Lokasi : Kelurahan Salubattang

58

(c)(b)

(a)

Lama Genangan : 3-6 BulanKoordinat : 120°12'28.9" BT 02°54'47.6" LSVegetasi : SaguElevasi : 13 m

Waktu PengamatanKetinggian

Muka Air (cm)Deskripsi

14 Oktober 2017(-) 33

Tanah berwarna abu-abu. Teradapat serasah dan akar sagu yang membaur (Gambar. a)

15 April 2018 (-) 25Kondisi tanah sangat macak dan terdapat karatan pada tanah(Gambar. b)

22 April 2018 (+) 15 Kondisi lahan tergenang dengan ketinggian genangan air 15 cm diatas permukaan tanah (Gambar. c)

Keterangan :(+) Genangan berarti membanjiri permukaan tanah(-) Genangan berarti dibawah permukaan tanah

59

(c)(b)

(a)

60

Lampiran 2. Data Curah Hujan

Tabel . 10 Data Curah Hujan Stasiun Telluwanna Pengat 2011-2016

Sumber: Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah IV Makassar

Keterangan:

( X ): Tidak Ada Data

( - ): Tidak Ada Hujan

(0): Hujan Tidak Terukur / <0,5 mm

Tahun

Bulan Curah Hujan Per

Tahun

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2011 102 99 198 230 300 38 215 48 119 270 342 212 2173

2012 178 264 239 188 199 145 105 115 47 103 32 259 1874

2013 X X X X X X X X X X X X X

2014 66 80 278 190 311 386 125 235 - 7 69 316 2063

2015 211 181 198 287 188 193 15 0 - 0 154 87 1514

2016 371 261 288 454 266 161 93 144 169 201 372 149 2929

61

NO

KODE

SAMPEL PH

C-

ORGANIK

(%)

DHL

(dS/m) %PASIR %DEBU %LIAT Tekstur

KTK

(cmol/kg)

KB

%

Nilai

Ca Mg K Na

1 A1T1L1 6,40 2,68 0,3 8 43 49 Liat Berdebu 19,54 42,54 5,70 1,84 0,32 0,45

2 A1T1L2 6,62 1,68 0,33 3 74 23 Lempung Berdebu 14,96 34,27 3,09 1.43 0,28 0,33

3 A1T1L3 6,44 0,88 0,34 1 60 39

Lempung Liat

Berdebu 10,97 37,42 2,55 1,07 0,16 0,32

4 A1T2L1 6,24 2,67 0,53 5 67 28

Lempung Liat

Berdebu 15,35 40,55 3,92 1,49 0,41 0,41

5 A1T2L2 6,48 1,72 0,46 69 13 18 Lempung Berpasir 7,38 40,35 2,14 0,18 0,28 0,38

6 A1T2L3 6,55 0,81 0,8 1 84 14 Lempung Berdebu 8,37 49,47 3.45 0,18 0,2 0,32

7 A1T3G 6,36 2,79 0,33 2 73 25 Lempung Berdebu 18,34 31,44 3.45 1,72 0,32 0,28

8 A2L1 6,41 2,71 0,48 1 69 30

Lempung Liat

Berdebu 18,74 33,05 4.04 1,49 0,34 0,33

9 A2L2 6,43 1,73 0,64 1 42 57 Liat Berdebu 16,35 34,96 3,33 1,96 0,15 0,28

10 A3L1 6,26 1,03 0,52 2 64 34

Lempung Liat

Berdebu 17,55 33,76 4,04 1,43 0,25 0,21

11 A3L2 6,52 2,73 1,11 2 65 33

Lempung Liat

Berdebu 13,56 38,8 3,92 0,89 0,21 0,24

12 A3L3 6,36 1,14 0,55 1 36 63 Liat 10,97 37,41 3,21 0,48 0,16 0,26

13 A4L1 6,51 2,75 0,31 2 76 22 Lempung Berdebu 19,14 33,54 5,35 0,59 0,24 0,24

14 A4L2 6,53 1,12 1,35 2 60 39 Lempung Liat

Berdebu 18,15 33,79 4,28 1,54 0,15 0,15

Lampiran 3. Sifat Kimia Tanah Area Penelitian

Tabel . 11 Hasil Analisis Sifat Kimia Sampel Tanah

62

Lampiran 4. Morfologi Tumbuhan Sagu

1. Area 1

Keterangan Gambar a. Kulit Batang Sagu dengan bekas pelepah

b. batang sagu yang berbentuk Bulat dan Lurus

a b

a b

63

Keterangan Gambar : c. Daun Lanceolet pada fase muda

d. Pelepah berwarna Hijau dengan Bintik Bintik Putih.

c d

c d

64

Keterangan Gambar : e. Pelepah berwarna Hijau dengan Bintik Bintik Putih dan Berduri

f. Daun Lanceolet pada fase muda

2. Area 2

e f

a b

65

Keterangan Gambar : a. Batang berbentuk Bulat dan Lurus

b. Kenampakan Daun Semai/anakan yang meruncing

c. Pelepah berwarna Hijau dengan Bintik Bintik Puti

d. Daun Lanceolet pada fase muda

3. Area 3

c d

a b

66

Keterangan Gambar : a. Batang berbentuk Bulat dan Lurus

b. Pelepah berwarna Hijau dengan Bintik Bintik Putih

c. Bekas Genagan Pada Batang Pohon Sagu setinggi 13 cmdp

d. Daun Lanceolet pada fase muda

4. Area 4

c d

a b

67

Keterangan Gambar a. Batang berbentuk Bulat dan Lurus

b. Pelepah berwarna Hijau dengan Bintik Bintik Putih

c. Bekas Genagan Pada Batang Pohon Sagu setinggi 15c mdpt

d. Daun Lanceolet pada fase muda

d c