ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan...
TRANSCRIPT
KETIDAKSESUAIAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RENCANA
POLA RUANG DAN PROYEKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI
KECAMATAN BAROMBONG KABUPATEN GOWA
ANDI NURSYAFITRI AMALIA
G11112330
DEPARTEMEN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
iii
KETIDAKSESUAIAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RENCANA
POLA RUANG DAN PROYEKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DI KECAMATAN BAROMBONG KABUPATEN GOWA
Andi Nursyafitri Amalia, Andi Ramlan, Muchtar Salam Solle
Email: [email protected]
ABSTRAK
Daerah pinggiran merupakan wilayah yang banyak mengalami perubahan penggunaan lahan terutama perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non
pertanian yang disebabkan adanya pengaruh perkembangan kota di dekatnya.
Proyeksi perubahan penggunaan lahan dilakukan untuk melihat perubahan
penggunaan lahan di masa yang akan datang, juga dipergunakan untuk melihat
seberapa jauh pengendalian pemanfaatan ruang diterapkan dari nilai konsistensi
terhadap rencana peruntukannya. Cellular Automata Markov, model ini dapat
memproyeksi kecenderungan arah perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah
secara spasial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perubahan penggunaan
lahan tahun 2005-2015 menggunakan citra satelit resolusi tinggi, menganalisa
ketidaksesuaian antara penggunaan lahan aktual Kecamatan Barombong dengan
rencana pola ruang menurut RTRW Kabupaten Gowa, dan memproyeksikan
kecenderungan arah perubahan penggunaan lahan 10 tahun mendatang. Metode
yang digunakan dalam klasifikasi penggunaan lahan yaitu digitasi manual pada
layar. Perubahan penggunaan lahan didapatkan dari hasil tumpang susun peta
penggunaan lahan tahun 2005 dan tahun 2015 disajikan dalam bentuk tabulasi
silang. Hasil uji akurasi dengan nilai overall accuracy sebesar 95,79 % dan nilai
akurasi Kappa sebesar 0,95. Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan
luas penggunaan lahan sawah dan kebun masing-masing berkurang seluas 145,44
ha atau 5,02 % dan 30,28 ha atau 1,04 % dari total luas Kecamatan Barombong
diikuti peningkatan luas permukiman sebanyak 180,89 ha atau 6,25 % dari total
luas Kecamatan Barombong. Penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan
rencana pola ruang yaitu permukiman seluas 60,24 ha. Hasil proyeksi 10 tahun
mendatang di Kecamatan Barombong menunjukkan bahwa penggunaan lahan
sawah cenderung berubah menjadi permukiman. Hasil proyeksi dinyatakan valid
dengan indeks Kappa sebesar 0,84 atau 84 %.
Kata kunci: perubahan penggunaan lahan, rencana pola ruang, Cellular Automata
Markov, Kecamatan Barombong.
iv
DISCREPANCY IN SPACE USE WITH THE SPACE PATTERN PLAN
AND PROJECTION OF LAND USE CHANGE
IN BAROMBONG SUBDISTRICT, GOWA REGENCY
Andi Nursyafitri Amalia, Andi Ramlan, Muchtar Salam Solle
Email: [email protected]
ABSTRACT
The suburb is a region that experiences numerous changes in land use, particularly
changes in agricultural land use into non-agricultural due to the influence of the
development of nearby cities. The projection of land use change is carried out to
get a deep insight in future land use change and to see how far the control of space
utilization is applied from the consistency value to its designation plan. The model
of Cellular Automata Markov can project the tendency toward the direction of
land use change in a region spatially. This research aims to analyze land use
change in 2005-2015 using high-resolution satellite imagery, analyze the
discrepancy between actual land use of Barombong sub-district with space pattern
plan of RTRW Gowa Regency, and to project the tendency of land use change in
a decade. The method used to classify the land use is manual digitization on the
screen. The land use change is derived from the result of overlay land use map in
2005 and 2015 presented in cross-tabulation form. The result of accuracy test
exposes overall accuracy value of 95.75 % and kappa accuracy of 0.95 %. This
study shows the decrease of rice field and plantation area of 145.44 hectares or
5.02 % and 30.28 hectares or 1.04 % followed by increase of settlement area as
much as 180.89 hectares or 6.25 % of the total area of Barombong sub-district.
The actual land use that is not accordance with the plan of spatial pattern is the
settlement area of 60.24 hectares. A decade projection in Barombong sub-district
shows that the use of rice fields tends to change into settlement area. The
projection result is valid with the Kappa index of 0.8 or 84 %.
Keywords: Land use change, space pattern plan, Cellular Automata Markov,
Barombong sub-district.
v
PERSANTUNAN
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberikan anugerah dan nikmat yang tak terhingga sehingga sampai saat
ini masih dapat terus belajar serta dapat merampungkan skripsi ini. Skripsi ini
berjudul Ketidaksesuaian Pemanfaatan Ruang dengan Rencana Pola Ruang dan
Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Barombong Kabupaten
Gowa.
Pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi, penulis
mendapatkan banyak sekali bantuan, dukungan, dan nasihat dari berbagai pihak.
Maka dari itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sangat dalam kepada Bapak Andi Ramlan, S.P., M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. H.
Muchtar Salam Solle, PGD., M.Sc atas bimbingan, saran, dan arahan yang
diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa syukur yang sangat besar
kepada kedua orang tua Andi Untung Surya dan Andi Masdaliha karena dengan
sabar dan penuh kasih sayang mendidik penulis hingga menjadi seperti sekarang
ini serta kepada Kakak-Kakak Andi Dewi, Andi Kumala, dan Andi Nila yang
terus menagih kapan penulis sarjana.
Kepada pembimbing ketiga Magfirah Djamaluddin dan keempat Arsandi
yang tidak pernah lelah, tidak pernah marah, dan selalu ikhlas menyisihkan
waktunya saat penulis memiliki banyak kebingungan dan pertanyaan. Kepada
sahabat-sahabat terdekat saya si galau tapi manis Irristianti Pangestu, si cengeng
dan cempreng Siti Mudrika, si cuek tukang balap Nur Syahira, si suara merdu
vi
yang suka gombal Ella Yunisriani, si obakachan yang lolos beasiswa keren
Indryani Bali terima kasih atas dukungan, gosip, celaan, dan canda tawanya.
Kepada saudara Nur Isra terima kasih banyak atas dukungan, semangat,
kesabaran, dan waktu berharganya.
Kepada sahabat Sitti Mahdiah Yusuf, Andi Nurul Azizah, dan Audrey
Gabriela terima kasih atas dukungan dan persaudaraannya dari SMA sampai saat
ini. Kepada teman-teman Ilmu Tanah angkatan 2012 Abbas, Ulil, Tama, Aman,
Yapet, Muhlis, Rara, Gazali, Isbah, Maya, Eta, Momo terima kasih atas kisah-
kisah selama kuliah. Kepada teman-teman SUIJI-SLP 2015 Arsya, Kak Imam,
Opi, Mita, Ilmi, Ute, Excelsia, Daniel, Fiqhi, Ama, Maria dan Anca terima kasih
atas pengalaman dan pelajaran tak terlupakan. Kepada staf administrasi
Departemen Ilmu Tanah Pak Dominggus, Kak Hilma, Ibu Ida, dan Pak Wahid
terima kasih juga atas bantuan selama kuliah.
Penulis berharap skripsi ini dapat membawa manfaat bagi yang membaca
walaupun masih banyak kekurangan dan tentu saja kritik dan saran masih sangat
dibutuhkan untuk lebih memperbaiki skripsi ini. Wassalam.
Makassar, 9 November 2017
Andi Nursyafitri Amalia
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
PERSANTUNAN................................................................................................. v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar belakang ......................................................................................... 1
1.2. Tujuan penelitian ......................................................................................... 3
1.3. Kegunaan penelitian ................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5
2.1. Tutupan lahan dan penggunaan lahan ..................................................... 5
2.2. Perubahan penggunaan lahan .................................................................. 6
2.3. Penataan ruang ........................................................................................ 9
2.4. Citra satelit resolusi tinggi ........................................................................ 12
2.5. Proyeksi perubahan penggunaan lahan dengan CA-Markov ..................... 13
III. METODOLOGI .......................................................................................... 20
3.1. Tempat dan waktu ................................................................................... 20
3.2. Jenis data dan sumber data ...................................................................... 20
3.3. Perangkat analisis ................................................................................... 20
3.4. Metode penelitian ...................................................................................... 20
3.4.1. Tahap persiapan dan pengumpulan data ...................................... 20
3.4.2. Tahap pengolahan citra ................................................................. 21
3.4.3. Klasifikasi penggunaan lahan ........................................................ 21
3.4.4. Tahap pengecekan lapangan .......................................................... 22
3.4.5. Uji akurasi ...................................................................................... 22
viii
3.4.6. Analisis perubahan penggunaan lahan dan ketidaksesuaian antara
penggunaan lahan aktual dengan rencana pola ruang Kecamatan
Barombong ..................................................................................... 24
3.4.7. Analisis proyeksi perubahan penggunaan lahan dengan CA-Markov
dan ketidaksesuaian antara rencana pola ruang Kecamatan
Barombong dengan hasil proyeksi ................................................. 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 27
4.1. Hasil pengolahan citra ............................................................................. 27
4.2. Klasifikasi penggunaan lahan ................................................................. 28
4.3. Pengecekan lapangan dan uji akurasi hasil klasifikasi citra ................... 33
4.4. Analisis perubahan penggunaan lahan dan ketidaksesuaian antara
penggunaan lahan aktual dengan rencana pola ruang ........................... 37
4.5. Analisis proyeksi perubahan penggunaan lahan dengan CA-Markov dan
ketidaksesuaian antara rencana pola ruang Kecamatan Barombong dengan
hasil proyeksi ............................................................................................. 44
V. KESIMPULAN ............................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 53
LAMPIRAN ........................................................................................................ 56
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data yang digunakan dan sumber data ..................................... 20
Tabel 2. Matriks konfusi ........................................................................ 24
Tabel 3. Nilai Root Mean Square Error pada tiap titik........................ 27
Tabel 4. Luas kelas penggunaan lahan Kecamatan Barombong tahun
2005 dan 2015 .......................................................................... 30
Tabel 5. Matriks konfusi hasil cek lapangan .......................................... 34
Tabel 6. Tabulasi silang penggunaan lahan Kecamatan Barombong
tahun 2005 dan 2015 ................................................................ 37
Tabel 7. Luas perubahan penggunaan lahan Kecamatan Barombong
tahun 2005 dan 2015 ................................................................ 39
Tabel 8. Ketidaksesuaian antara rencana pola ruang Kecamatan
Barombong dengan penggunaan lahan aktual tahun 2015 ....... 41
Tabel 9. Matriks transisi area tahun 2025 di Kecamatan Barombong ... 46
Tabel 10. Matriks probabilitas transisi proyeksi tahun 2025 di
Kecamatan Barombong ............................................................ 46
Tabel 11. Perbandingan luasan penggunaan lahan tahun 2015 dengan
tahun 2025 hasil proyeksi di Kecamatan Barombong .............. 48
Tabel 12. Tabulasi silang antara rencana pola ruang Kecamatan
Barombong dan proyeksi penggunaan lahan tahun 2025 ......... 50
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rantai Markov ....................................................................... 15
Gambar 2. Matriks transisi Markov ........................................................ 16
Gambar 3. Ukuran filter ketetanggaan menurut Von Neumann dan
Moore .................................................................................... 18
Gambar 4. Peta penggunaan lahan tahun 2005 ....................................... 31
Gambar 5. Peta penggunaan lahan tahun 2015 ....................................... 32
Gambar 6. Peta sebaran titik sampel pengecekan lapangan .................... 36
Gambar 7. Peta ketidaksesuaian antara penggunaan lahan aktual tahun
2015 dengan rencana pola ruang Kecamatan Barombong .... 43
Gambar 8. Hasil validasi proyeksi penggunaan lahan tahun 2015 dan
penggunaan lahan aktual tahun 2015 .................................... 44
Gambar 9. Peta hasil proyeksi penggunaan lahan tahun 2025 ................ 49
Gambar 10. Peta ketidaksesuaian antara rencana pola ruang Kecamatan
Barombong tahun 2012-2032 dengan hasil proyeksi
penggunaan lahan tahun 2025 ............................................... 51
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perubahan penggunaan lahan pada dasarnya tidak dapat dihindarkan dalam
pelaksanaan pembangunan (Lisdiyono, 2004 dikutip dari Eko dan Rahayu, 2012).
Pertumbuhan penduduk yang pesat serta bertambahnya tuntutan kebutuhan
masyarakat akan lahan, seringkali mengakibatkan benturan kepentingan atas
penggunaan lahan serta terjadinya ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan
rencana peruntukannya (Khadiyanto, 2005 dikutip dari Eko dan Rahayu, 2012).
Lahan bersifat terbatas dan tidak bisa ditambah kecuali dengan kegiatan reklamasi.
Keterbatasan lahan di perkotaan juga menyebabkan kota berkembang secara fisik ke
arah pinggiran kota.
Menurut Eko dan Rahayu (2012), daerah pinggiran merupakan wilayah yang
banyak mengalami perubahan penggunaan lahan terutama perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi non pertanian yang disebabkan adanya pengaruh perkembangan kota
di dekatnya. Dalam penelitian Kurnianti (2015), perubahan penggunaan lahan di kawasan
Jabodetabek didominasi oleh konversi penggunaan lahan pertanian menjadi non
pertanian yaitu permukiman.
Kabupaten Gowa yang sebagian wilayahnya merupakan wilayah pinggiran
Kota Makassar tidak bisa terhindar dari dampak perkembangan fisik kawasan
perkotaan. Dampak yang terjadi yaitu banyak lahan pertanian yang beralih fungsi
menjadi lahan non pertanian. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Gowa tahun 2012-2032, alokasi peruntukan ruang di wilayah Kecamatan Barombong
2
adalah, kawasan peruntukan budidaya pertanian lahan basah seluas 1.162,42 ha,
kawasan peruntukan budidaya pertanian lahan kering seluas 1,23 ha, kawasan
peruntukan perairan seluas 130,39 ha, dan kawasan peruntukan permukiman seluas
1.598,03 ha. Salah satu tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah dibuat yaitu untuk
meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah serta
keserasian antar sektor melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras, dan
seimbang serta berkelanjutan.
Perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana
peruntukannya mengindikasikan masyarakat kurang patuh sebagai pengguna lahan
serta kurangnya kontrol dari pemerintah itu sendiri. Hal ini berakibat pada
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang dikhawatirkan
akan membawa dampak negatif di masa yang akan datang. Hal tersebut disebabkan
karena aspek kesesuaian/kemampuan lahan dalam menentukan alokasi keruangan
tidak dimasukkan (Kurnianti, 2015).
Menurut Nurwanda (2016), perubahan penggunaan lahan yang terus terjadi
apabila dimodelkan secara spasial berdasarkan pola perubahannya, maka akan mudah
meraih informasi untuk merencanakan suatu lanskap dan proyeksi perubahan lahan di
masa yang akan datang. Dengan demikian antisipasi pencegahan terhadap penurunan
kualitas lingkungan dan diversitas dapat dilakukan dengan tepat sesuai permasalahan
yang telah diprediksi sebelumnya. Proyeksi perubahan penggunaan lahan dilakukan
untuk melihat perubahan penggunaan lahan di masa yang akan datang, juga
3
dipergunakan untuk melihat seberapa jauh pengendalian pemanfaatan ruang
diterapkan dari nilai konsistensi terhadap rencana peruntukannya.
Pemodelan dengan pendekatan sistem dinamis memiliki sifat dinamik dalam
waktu, sehingga dapat memproyeksi kondisi waktu yang akan datang. Pemodelan
yang berbasis spasial dan bersifat dinamik, dapat dilakukan dengan pendekatan
Cellular Automata Markov. Model ini dapat memproyeksi kecenderungan arah
perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah secara spasial (Xin et al., 2012).
Cellular Automata adalah model sederhana dari proses terdistribusi spasial dalam GIS.
Data terdiri dari susunan sel-sel dan masing-masing diatur sedemikian rupa sehingga
hanya diperbolehkan berada di salah satu dari beberapa keadaan (Tiur et al., 2012).
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini dilakukan untuk menganalisa
perubahan penggunaan lahan pada tahun 2005 dan 2015, mengetahui ketidaksesuaian
penggunaan lahan aktual dengan peruntukan ruang menurut RTRW Kabupaten Gowa
serta memproyeksikan perubahan penggunaan lahan 10 tahun mendatang di
Kecamatan Barombong.
1.2 Tujuan penelitian
1. Menganalisa perubahan penggunaan lahan pada tahun 2005 dan 2015 di
Kecamatan Barombong.
2. Menganalisa ketidaksesuaian antara penggunaan lahan aktual Kecamatan
Barombong dengan rencana pola ruang menurut RTRW Kabupaten Gowa.
3. Memproyeksikan kecenderungan arah perubahan penggunaan lahan 10 tahun
mendatang (2015-2025) di Kecamatan Barombong.
4
1.3 Kegunaan penelitian
Kegunaan penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi untuk masyarakat dan
pemerintah setempat dalam merencanakan dan melaksanakan rencana tata ruang
wilayah pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tutupan lahan dan penggunaan lahan
Menurut Hardjowigeno (2001) dikutip dari Hakim (2014), lahan adalah suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi di mana
faktor-faktor tersebut memengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk di dalamnya
adalah akibat-akibat kegiatan manusia baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti
reklamasi daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti
erosi dan akumulasi garam. Lahan memiliki arti yang bermacam-macam, yaitu
sebagai ruang, alam, faktor produksi, barang konsumsi, milik, dan modal. Menurut
Arsyad (2006), penggunaan lahan dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu
penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan
pertanian meliputi hutan, sawah, ladang, dan perkebunan. Penggunaan lahan non
pertanian seperti permukiman, industri, dan perkantoran.
Menurut Lillesand (1997) dikutip dari Hakim (2014), penutupan lahan
berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi sedangkan
penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada obyek tersebut.
Penutupan lahan merupakan atribut biofisik dari permukaan bumi seperti lahan
pertanian, pegunungan, padang rumput, dan hutan serta daerah terbangun. Jadi
penutupan lahan digunakan untuk menyebut kuantitas dan tipe vegetasi atau struktur
bangunan yang menutupi areal permukaan tanah tertentu termasuk aspek lingkungan
fisik seperti tanah, biodiversitas, air permukaan, dan air dalam tanah. Penggunaan
6
lahan mencakup semua aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan yang ada.
Dalam hal ini lahan dapat dipandang dalam dua pengertian, yaitu sumberdaya dan
ruang. Lahan sebagai sumberdaya berarti penggunaan lahan sebagai bahan baku yang
diperlukan untuk keberlangsungan aktivitas manusia.
2.2 Perubahan penggunaan lahan
Fenomena konversi lahan menjelaskan beralihnya bentuk dan fungsi penutupan lahan
atau penggunaan lahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Ada dua sifat dari
konversi lahan, yaitu bersifat permanen dan sementara. Permanen apabila
penggunaan lahan pertanian dikonversi ke penggunaan lahan permukiman atau
kawasan industri. Apabila perubahan penggunaan lahan dari jenis pertanian satu ke
jenis pertanian lainnya, maka dikatakan bersifat sementara. Selain masalah alih fungsi
lahan, masalah tumpang tindih penggunaan dalam pemanfaatan lahan juga menjadi
isu nasional. Tumpang tindih penggunaan lahan baru dapat menimbulkan dampak
negatif apabila antar sektor yang memanfaatkannya tidak saling mendukung (Karim
dan Rahayu, 2014).
Menurut Rustiadi (2001), konversi lahan pertanian merupakan konsekuensi
perluasan kota yang membutuhkan lahan untuk pertumbuhan ekonomi kota. Lahan
pertanian meskipun lebih lestari kemampuannya dalam menjamin kehidupan petani
tetapi hanya dapat memberikan sedikit keuntungan materi atau finansial dibanding
sektor industri. Sesuai dengan hukum ekonomi bahwa lahan akan digunakan sesuai
dengan nilai ekonomi (landrent) yang dapat memberikan nilai tertinggi, maka
konversi lahan pertanian ke penggunaan lainnya tidak dapat dicegah. Irawan (2005)
7
mengemukakan bahwa, konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya
persaingan dalam pemanfaatan lahan antar sektor pertanian dan sektor non pertanian.
Adapun persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat tiga fenomena
ekonomi dan sosial yaitu, keterbatasan sumberdaya lahan, pertumbuhan penduduk,
dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan
lahan untuk kegiatan non pertanian pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan
permintaan lahan untuk kegiatan pertanian. Ini disebabkan karena permintaan produk
non pertanian lebih elastis terhadap pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan
(akibat pertumbuhan penduduk) yang menyebabkan meningkatnya permintaan lahan
untuk kegiatan non pertanian (akibat pertumbuhan penduduk) mendorong terjadinya
konversi lahan pertanian.
Dalam penelitian Alkaf et al. (2014), studi kasus Taman Nasional Gunung
Merbabu dengan menggunakan citra Landsat-7, nilai overall classification accuracy
hasil interpretasi citra landsat yang didapatkan adalah sebesar 88,0 % dan kappa
accuracy sebesar 84,2 %. Perubahan hutan menjadi semak belukar dan perubahan
perkebunan campuran menjadi ladang adalah distribusi perubahan yang paling besar
terjadi. Penggunaan lahan permukiman adalah penggunaan lahan yang paling stabil
karena tidak berubah menjadi jenis penggunaan lain. Pengurangan terbesar adalah
pada zona rehabilitasi, yaitu mencapai > 500 ha. Zona inti dan rimba juga tidak luput
dari penyusutan tutupan hutan. Hal ini mengindikasikan terjadinya degradasi hutan
pada kawasan TNGMb. Berkurangnya penggunaan lahan hutan pada seluruh zona
8
adalah seluas 1.307 ha, diimbangi dengan meningkatnya luas penggunaan lahan
berupa semak belukar seluas 1.258 ha.
Dalam penelitian Junaedi (2008) di Kabupaten Sumedang dengan
menggunakan citra Landsat-7, hasil analisis citra menghasilkan informasi
penggunaan lahan tahun 2002 dan 2006, selanjutnya dipadukan dan dikompilasi
dengan RTRW, hasil survei lapang dan data Kabupaten Sumedang dalam Angka
sehingga diperoleh informasi pemanfaatan ruang tahun 2002 dan 2006. Dengan
membandingkan pemanfaatan ruang tahun 2002 dengan 2006, diketahui perubahan
pemanfaatan ruang selama periode 2002-2006. Pada periode 2002-2006 terjadi
perubahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Sumedang, terutama penurunan luas
hutan lindung seluas 4.389 ha (2,88 %) dan penurunan luas pertanian lahan basah
seluas 819 ha (0,54 %). Sementara areal pemukiman bertambah 1.724 ha (1,13 %).
Dalam penelitian Hakim (2014) di Kawasan Jabodetabek menggunakan citra
Landsat, penggunaan lahan di Jabodetabek pada tahun 1990, 1995, dan 2005
didominasi oleh penggunaan lahan berupa sawah yang memiliki luasan masing-
masing sebesar 256.757 ha (37,7 %), 258.638 ha (37,9 %), dan 254.670 ha (37,4 %).
Penambahan penggunaan lahan terbangun di wilayah Jabodetabek dalam kurun waktu
tahun 1990 hingga 2005 merupakan penambahan tertinggi dan lahan sawah
merupakan penggunaan lahan yang mengalami konversi terbanyak di setiap
tahunnya. Dalam rentang waktu dari tahun 1990 hingga 2005, pola perubahan
penggunaan lahan hutan cenderung dikonversi menjadi lahan berupa pertanian non
sawah dengan luas konversi sebesar 63.716 ha. Pola perubahan ke arah lahan
9
terbangun terus berlangsung terutama berasal dari hasil konversi lahan sawah dan
pertanian non sawah.
2.3 Penataan ruang
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai suatu proses yang ketiganya
tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya (UU No. 26 tahun 2007). Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik,
kemungkinan besar terjadi inefisiensi dalam pemanfaatan ruang dan penurunan
kualitas ruang serta dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan
pembangunan antar wilayah serta kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu
diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran
kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan. Oleh
karena pengelolaan sub sistem yang satu akan berpengaruh pada sub sistem yang lain,
pada akhirnya akan memengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang
menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Seiring
dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat
maupun tingkat daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Dengan demikian pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang
yang sudah ditetapkan (Junaedi, 2008).
Dalam konteks pembangunan wilayah, perencanaan penataan ruang
dipandang sebagai salah satu bentuk intervensi atau upaya pemerintah untuk menuju
keterpaduan pembangunan melalui kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan
10
pengendalian pemanfaatan ruang guna menstimulasi sekaligus mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangan pemanfaatan ruang suatu wilayah. Hal ini dipandang
strategis mengingat bahwa kondisi aktual pemanfaatan ruang di suatu wilayah pada
dasarnya merupakan gambaran hasil akhir dari interaksi antara aktivitas kehidupan
manusia dengan alam lingkungannya, baik direncanakan maupun tidak direncanakan.
Jika tidak direncanakan, maka sejalan dengan pertumbuhan pembangunan, laju
pertumbuhan penduduk, serta aktivitas masyarakat yang semakin dinamis,
pemanfaatan sumber daya akan cenderung mengikuti suatu mekanisme yang secara
alamiah akan mengejar maksimalisasi ekonomi, namun eksploitatif dalam
pemanfaatan sumber daya yang ada. Mekanisme tersebut menciptakan iklim
kompetisi yang pada akhirnya akan menggeser aktivitas yang intensitas pemanfaatan
ruangnya lebih rendah dengan aktivitas lain yang lebih produktif. Meskipun
mekanisme alamiah tersebut dapat menciptakan efisiensi secara ekonomi, namun
belum tentu sejalan dengan pencapaian tujuan dari pembangunan. Belum lagi jika
harus dikaitkan dengan masalah polarisasi kemampuan yang berkembang di
masyarakat dalam menikmati pemerataan manfaat pembangunan (Junaedi, 2008).
Dalam penelitian Kurnianti (2015) studi kasus Kawasan Jabodetabek dengan
menggunakan citra Landsat, proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 dibuat selain
untuk melihat penggunaan lahan di masa yang akan datang, juga dipergunakan untuk
melihat seberapa jauh pengendalian pemanfaatan ruang diterapkan dari nilai
konsistensi. Proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 dibuat dalam dua skenario yaitu
tanpa kontrol kebijakan dan dengan kontrol kebijakan. Hasil dari kedua skenario
11
tersebut dipergunakan untuk melihat potensi inkonsistensi yang diperlukan sebagai
salah satu masukan dalam pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan ini. Proyeksi
penggunaan lahan tanpa kontrol kebijakan memperlihatkan bahwa pada tahun 2028
terjadi peningkatan lahan permukiman sebesar 41,3 % dan penurunan lahan hutan
sebesar 49,5 %, sedangkan proyeksi penggunaan lahan dengan kontrol kebijakan
menunjukkan bahwa pada tahun 2028 permukiman sudah melebihi harapan
pengaturan ruang kawasan sebesar 11,3 % dan hutan dibutuhkan penambahan sebesar
53,5 % dari kondisi aktual tahun 2012.
Kontrol dari proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 dilihat dari nilai
konsistensi penggunaan lahan terhadap RTR. Nilai konsistensi ini menunjukan
tingkat kepatuhan penggunaan lahan terhadap pengaturan pemanfaatan ruang dalam
RTR. Nilai konsistensi penggunaan lahan aktual tahun 2012 adalah sebesar 95,8 %
sedangkan nilai konsistensi pada proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 dengan
skenario 1 turun menjadi 93,9 % dan pada skenario 2 naik menjadi 97,4 %. Hal ini
menunjukkan bahwa ketika penggunaan lahan hanya mengikuti tren perubahan
penggunaan lahan tanpa kontrol atau kendali dari kebijakan akan menurunkan nilai
konsistensi penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang dan sebaliknya ketika
penggunaan lahan mendapatkan kontrol atau kendali dari kebijakan akan
meningkatkan nilai konsistensi dan dengan demikian upaya untuk mencapai tujuan
penataan ruang yaitu konservasi lingkungan dan keberlanjutan sumberdaya di
kawasan ini dapat lebih tercapai.
12
2.4 Citra satelit resolusi tinggi
Manfaat utama citra satelit resolusi tinggi yaitu bersifat komprehensif, gambar atau
citra permukaan dengan ketajaman tinggi dapat memberi gambaran keruangan yang
menyeluruh dalam area yang luas. Citra satelit resolusi tinggi juga dapat diperoleh
dalam waktu yang relatif singkat. Efisiensi dalam pemanfaatannya karena tidak
diperlukan perizinan khusus, standar harga yang rasional, dan berlaku internasional
serta pengolahan yang tidak banyak membutuhkan waktu. Citra beresolusi tinggi
adalah citra-citra satelit yang memiliki resolusi spasial 0,4 sampai 4 m. Sebagai
contoh, citra-citra dari satelit GeoEye-1, WorldView-2, WorldView-1, QuickBird,
IKONOS, FORMOSAT-2, dan SPOT-5 adalah citra beresolusi tinggi.
Dalam penelitian ini, citra satelit yang digunakan yaitu citra dengan resolusi
spasial tinggi sebesar 0,6 m. Quickbird adalah satelit resolusi tinggi milik Digital
Globe yang berhasil diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001 di Vandenberg Air
Force Base, California, USA. Quickbird menggunakan sensor BGIS 2000, sensor
dengan derajat kedetilan resolusi hingga 0,61 m untuk moda pankromatik (hitam
putih) dan 2,4 m untuk moda multispektral (berwarna 4 band). Jangkauan liputan
satelit resolusi Quickbird sempit (kurang dari 20 km) karena beresolusi tinggi dan
posisi orbitnya rendah, 400-600 km di atas permukaan bumi. Semua sistem
menghasilkan dua macam data yaitu multispektral pada empat saluran spektral (Red,
Green, Blue, dan Near Infra Red), serta pankromatik (PAN) yang beroperasi di
wilayah gelombang tampak.
13
Citra satelit ini merupakan sumber yang sangat baik dalam pemanfaatannya
untuk studi lingkungan dan analisis perubahan penggunaan lahan, pertanian, dan
kehutanan. Dalam bidang perindustrian, citra satelit ini dapat dimanfaatkan untuk
eksplorasi dan produksi minyak/gas, teknik konstruksi, dan studi lingkungan. Dengan
resolusi spasial yang tinggi, citra satelit Quickbird mampu menyajikan penampakan
obyek cukup detil dan bisa menampilkan obyek hingga skala 1 : 2.500.
2.5 Proyeksi perubahan penggunaan lahan dengan CA-Markov
Teknik pemodelan Markov telah diaplikasikan dalam berbagai penelitian termasuk
perubahan penggunaan lahan. Model ini adalah metode yang memproses perubahan
penggunaan lahan dalam beberapa titik waktu yang menghasilkan matriks
probabilitas transisi (Eastman, 2012). Trisasongko et al. (2009) dikutip dari
Yudarwati (2016) menyatakan bahwa persamaan Markov dibangun menggunakan
distribusi penggunaan lahan pada awal dan akhir masa pengamatan yang
terepresentasikan dalam suatu vektor (matriks satu kolom), serta sebuah matriks
transisi. Selain itu, model ini tidak dapat menjelaskan kenapa perubahan dapat terjadi.
Lambin (1997) dikutip dari Yudarwati (2016) mengatakan model ini hanya dapat
mejelaskan kapan dan tipe penggunaan lahan yang mana yang akan berubah.
CA-Markov merupakan gabungan metode markov dan cellular automata.
Rantai Markov adalah suatu teknik matematika yang biasa digunakan untuk
melakukan pemodelan bermacam-macam sistem dan proses bisnis. Teknik ini dapat
digunakan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di waktu yang akan datang
dalam variabel-variabel dinamis atas dasar perubahan-perubahan dari variabel-
14
variabel dinamis tersebut di waktu yang lalu. Teknik ini dapat digunakan juga untuk
menganalisis kejadian-kejadian di waktu-waktu mendatang secara matematis
(Kurnianti, 2015).
Model Rantai Markov ditemukan oleh seorang ahli Rusia yang bernama AA
Markov pada tahun 1906, yaitu: “Untuk setiap waktu t, ketika kejadian adalah Kt dan
seluruh kejadian sebelumnya adalah Kt(j), ..., Kt (j-n) yang terjadi dari proses yang
diketahui, probabilitas seluruh kejadian yang akan datang Kt (j) hanya bergantung
pada kejadian Kt (j-1) dan tidak bergantung pada kejadian-kejadian sebelumnya
yaitu Kt (j-2), Kt (j-3), ..., Kt (j-n)”. Gambaran mengenai Rantai Markov ini kemudian
dituangkan dalam Gambar 1 di mana gerakan-gerakan dari beberapa variabel di masa
yang akan datang bisa diproyeksi berdasarkan gerakan-gerakan variabel tersebut pada
masa lalu. Kt 4 dipengaruhi oleh kejadian Kt 3, Kt 3 dipengaruhi oleh kejadian Kt 2
dan demikian seterusnya di mana perubahan ini terjadi karena peranan probabilitas
transisi. Kejadian Kt 2 misalnya, tidak akan memengaruhi kejadian Kt 4. Metode ini
merupakan sistem dinamis yang beroperasi dengan ruang dalam data raster di mana
nilai data raster tersebut dapat didefinisikan ke dalam data binari atau diskrit dan
perilakunya dipengaruhi oleh ketetanggaan (Kurnianti, 2015).
15
Gambar 1. Rantai Markov
Menurut Kurnianti (2015), Rantai Markov menjelaskan gerakan-gerakan
beberapa variabel dalam satu periode waktu di masa yang akan datang berdasarkan
pada gerakan-gerakan variabel tersebut di masa kini. Secara matematis dapat ditulis:
Kt (j) = P x Kt (j-1)
Di mana, Kt (j) = peluang kejadian pada t (j)
P = probabilitas transisional
t (j) = waktu ke-j
Konsep dasar analisis Markov adalah transisi, di mana transisi adalah apabila
diketahui proses berada dalam suatu keadaan tertentu, maka peluang berkembangnya
proses di masa mendatang hanya tergantung pada keadaan saat ini dan tidak
tergantung pada keadaan sebelumnya atau dengan kata lain Rantai Markov adalah
rangkaian proses kejadian di mana peluang bersyarat kejadian yang akan datang
16
tergantung pada kejadian sekarang. Matriks transisi Markov disajikan pada Gambar
2.
Gambar 2. Matriks transisi Markov
N adalah jumlah keadaan dalam proses dan pij adalah kemungkinan transisi dari
keadaan saat i ke keadaan j. Jika saat ini berada pada keadaan i maka baris i dari tabel
di atas berisi angka-angka pi1, pi2, …, pin merupakan kemungkinan berubah ke
keadaan berikutnya. Angka tersebut melambangkan kemungkinan sehingga
semuanya melupakan bilangan non negatif dan tidak lebih dari satu. Secara
matematis:
0 < pij < 1 i = 1, 2, ..., n
Σ pij = 1 i = 1, 2, ..., n
Menurut Kurnianti (2015), Cellular Automata (CA) merupakan pemodelan
yang berbasis sel, di mana sel-sel inti tersebut berinteraksi dengan sel-sel tetangga.
Setiap sel mempunyai satu dari beberapa kemungkinan perubahan di mana aturan
perubahan dari setiap sel dapat berupa rumus sederhana, stokastik, dan deterministik.
Aturan perubahan tersebut dapat berupa kondisi abiotik, interaksi biotik, dan
17
gangguan yang terjadi di alam. CA merupakan metode umum untuk interaksi spasial
yang digunakan dalam pembuatan model penggunaan lahan untuk mensimulasikan
beberapa tipe penggunaan lahan. CA menghitung bentuk piksel berdasarkan bobot
dari piksel-piksel yang mengelilinginya. Salah satu metode ketetanggaan yang
digunakan CA adalah The Von-Neumann Neighbourhood, di mana nilai sel piksel
dipengaruhi oleh nilai sel piksel-piksel yang mengelilinginya. CA merupakan metode
sederhana yang dapat menunjukkan simulasi yang realistis dalam pola penggunaan
lahan dan struktur spasial lainnya. Studi terakhir menunjukkan bahwa standar raster
berbasis model CA sensitif dalam skala spasial terutama untuk ukuran sel dan
konfigurasi ketetanggaan yang digunakan untuk membuat model. CA mengatur
obyek untuk berubah berdasarkan pengaruh dari tetangga terdekatnya.
Dalam Yudarwati (2016), model perubahan penggunaan lahan dengan
menggunakan metode CA-Markov merupakan model sederhana yang cukup besar
validitasnya karena metode tersebut merupakan penggabungan dari analisis
matematis dan juga spasial. Markov memperhitungkan perubahan penggunaan lahan
secara matematis yaitu penghitungan probabilitas perubahan penggunaan lahan
sedangkan Cellular Automata membantu pengaturan perubahan penggunaan lahan
secara spasial. Komponen utama dalam Cellular Automata antara lain:
1) Ruang Sel
Ruang sel tersusun atas sel individu. Meskipun sel tersebut terdiri dari berbagai
bentuk geometrik, kebanyakan CA mengadopsi grid regular (berbentuk persegi)
18
untuk merepresentasikan ruangnya yang membuat CA sangat mirip dengan struktur
cellular pada data bertipe raster dalam SIG.
2) State Sel
State pada tiap sel mungkin merepresentasikan berbagai variabel spasial, contohnya
berbagai variasi tipe penggunaan lahan. Transisi state dari CA didefinisikan dengan
keterkaitan yang mengikutinya.
3) Aturan Transisi
Sebagai sebuah aturan transisi dan merupakan kontrol simulasi dinamik dari CA.
Pada CA klasik, aturan transisi merupakan suatu model deterministik dan tidak
berubah selama waktu simulasi. Akan tetapi, aturan transisi dapat dimodifikasi ke
dalam model stokastik dan metode logika samar yang terkontrol.
4) Ketetanggaan
Hal ini didefinisikan dari ketetanggaan lokal dari tiap sel. Pada model CA dua
dimensi terdapat dua model ketetanggan, yaitu Von Neumann dengan empat tetangga
sel dan Moore dengan delapan tetangga sel.
3 x 3 5 x 5 3 x 3 5 x 5
Von Neumann Moore
Gambar 3. Ukuran filter ketetanggaan menurut Von Neumann dan Moore
19
Metode ini memiliki karakteristik spasial berdasarkan sel yang perubahannya
tergantung pada sel-sel tetangganya. Sel-sel tersebut akan hidup jika tiga atau lebih
dari sel tetangganya hidup dan akan mati atau berubah jika tiga atau lebih sel
tetangganya juga mati/berubah. Terdapat lima karakteristik model Cellular Automata
yaitu:
1. Jumlah dimensi spasial (n).
2. Jarak dua sisi dari komposisi sel (W). Wj adalah jarak dari sisi ke j dilihat dari
komposisi sel, di mana j = 1, 2, 3, …, n (jumlah sel).
3. Jarak dari sel tetangga terdekat (d), di mana dj adalah jarak tetangga terdekat
sepanjang sisi j dari j komposisi sel tiap kondisi sel Cellular Automata.
4. Aturan Cellular Automata sebagai fungsi F sembarang.
5. Kondisi sel X pada waktu t = 1, dihitung berdasarkan F di mana F merupakan
fungsi dari kondisi sel X pada waktu (t) diketahui dengan aturan sebagai
transisi perubahan.
Deskripsi dari dua dimensi Cellular Automata (n = 2), dengan jarak tetangga terdekat
d1 = 3 dan d2 = 3
20
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan. Penelitian ini berlangsung dari November 2016 sampai Juli 2017.
3.2 Jenis data dan sumber data
Tabel 1. Data yang digunakan dan sumber data
No. Data Sumber data Tahun Skala/resolusi
1. Citra satelit resolusi
tinggi
Google Earth
(Digital Globe)
2005 dan
2015 0,6 m x 0,6 m
2. Peta administrasi
Kecamatan Barombong
BAPPEDA
Kabupaten Gowa 2012 1 : 50.000
3. Peta RTRW Kabupaten
Gowa
BAPPEDA
Kabupaten Gowa 2012-2032 1 : 50.000
4. Data demografi
Kecamatan Barombong
BPS Kabupaten
Gowa 2005-2016 -
3.3 Perangkat analisis
Perangkat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aplikasi ArcGis 10.3,
IDRISI Selva 17.00, Envi 5.1, Global Mapper 15, Microsoft Excel, GPS dan kamera.
3.4 Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu, tahap persiapan dan
pengumpulan data, tahap pengolahan citra, tahap pengecekan lapang, tahap uji
akurasi, dan tahap analisis data.
3.4.1 Tahap persiapan dan pengumpulan data
Persiapan dilakukan dengan penetapan tujuan penelitian dari analisis masalah, studi
pustaka, serta pemilihan metode. Data yang dikumpulkan yaitu data sekunder berupa
21
peta administrasi Kecamatan Barombong, peta RTRW Kabupaten Gowa periode
2012-2032, peta pola ruang Mamminasata dan data primer berupa citra satelit resolusi
tinggi tahun 2005 dan 2015 serta data pengamatan langsung di lapangan.
3.4.2 Tahap pengolahan citra
Lokasi penelitian yang berada di Kecamatan, areanya tidak terlalu luas maka
digunakan citra dengan resolusi spasial tinggi yaitu 0,6 m. Untuk mengolah citra
dilakukan tahap pra-pengolahan sebagai berikut:
1) Koreksi geometrik
Tujuan dari koreksi geometrik adalah memperbaiki distorsi posisi dengan
meletakkan elemen citra pada posisi planimetrik (x dan y) yang seharusnya,
sehingga citra mempunyai kenampakan yang lebih sesuai dengan keadaan
sebenarnya di permukaan bumi sehingga dapat digunakan sebagai peta. Tingkat
ketelitian citra hasil koreksi dapat dilihat dari besarnya nilai RMS error setiap titik
kontrol yang dibuat. Dalam penelitian ini, nilai RMS error yang digunakan adalah
< 0,5 piksel (Jensen, 2005 dikutip dari Yudarwati, 2016).
2) Pemotongan citra
Bertujuan untuk memotong citra sesuai dengan batas administrasi daerah
penelitian, digunakan area of interest. Batas administrasi mengacu pada peta
administrasi Kecamatan Barombong.
3.4.3 Klasifikasi penggunaan lahan
Klasifikasi penggunaan lahan yaitu mengidentifikasi objek yang nampak pada citra.
Klasifikasi citra resolusi tinggi dilakukan dengan digitasi secara manual. Jumlah
22
kelas penggunaan lahan yang diklasifikasi yaitu lima kelas, permukiman, badan air,
sawah, kebun, dan jalan.
3.4.4 Tahap pengecekan lapangan
Pengecekan lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran klasifikasi citra dengan
kondisi nyata di lapangan berupa pengambilan sampel untuk mendapatkan data
primer dengan cara stratified random sampling. Pemilihan metode ini mengacu pada
kelebihannya, di mana setiap strata/kelas penggunaan lahan mempunyai alokasi
sampel untuk evaluasi akurasi, walau proporsi kelas tersebut kecil dalam daerah
penelitian (Jensen, 2005 dikutip dari Yudarwati, 2016). Terdapat dua tahapan dalam
metode ini yaitu pembagian strata berdasar kelas penggunaan lahan hasil klasifikasi
citra hasil fusi, serta pendistribusian lokasi sampel secara acak pada setiap strata.
Jumlah titik sampel untuk setiap kategori kelas penggunaan lahan adalah 50 titik
sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini mengacu pada Congalton (1991) dikutip
dari Hidayati (2013) dan Green et al. (2000) yaitu 50 sampel dalam setiap kelas
penggunaan lahan. Di setiap titik cek lapangan yang dicatat adalah tipe kelas
penggunaan lahan, koordinat, foto, dan keterangan yang menjelaskan kondisi nyata di
lapangan.
3.4.5 Uji akurasi
Akurasi sering dianalisis dengan metode matriks konfusi, akurasi dilakukan untuk
menguji tingkat keakuratan data dari hasil klasifikasi. Akurasi klasifikasi biasanya
diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi
dengan jumlah total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang terdapat di dalam
23
diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Uji akurasi dengan
metode penghitungan akurasi keseluruhan (overall accuracy) dengan terlebih dahulu
menghitung nilai producer’s accuracy (PA), user’s accuracy (UA) dan kemudian
menghitung nilai kappa accuracy. Nilai akurasi keseluruhan (OA) dan nilai Kappa
yang bisa diterima yaitu 85%. Persamaan yang digunakan yaitu:
a) User accuracy
b) Producer accuracy
c) Persamaan overall accuracy
d) Persamaan Kappa accuracy
Keterangan:
K :Koefisien akurasi
r :Jumlah baris dalam matriks
Xi+ :Jumlah piksel seluruh kolom pada baris yang sama
Xii :Jumlah piksel pada diagonal utama
N :Jumlah piksel secara keseluruhan
X+i :Jumlah piksel seluruh baris pada kolom yang sama
Metode matriks konfusi untuk mengolah nilai akurasi keseluruhan, user accuracy,
producer accuracy tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
24
Tabel 2. Matriks konfusi
Data referensi Data lapangan Total Xi+ User
accuracy
Citra
klasifikasi
X11 X12 X1r X1+ X11/ X1+
X21 X22 X2r X2+ X22/ X2+
Xr1 Xr2 Xrr Xr+ Xrr/ Xr+
Total X+i X+1 X+2 X+r Overall
accuracy Producer
accuracy X11 / X+1 X22 / X+2 Xrr/ X+r
3.4.6 Analisis perubahan penggunaan lahan dan ketidaksesuaian antara
penggunaan lahan aktual dengan rencana pola ruang Kecamatan Barombong
Menganalisa perubahan penggunaan lahan pada tahun 2005 dan 2015 melalui proses
tumpang susun antara peta penggunaan lahan tahun 2005 dengan tahun 2015.
Perubahan penggunaan lahan dianalisa dengan cara tabulasi silang antara peta
penggunaan lahan tahun 2005 dan 2015, dengan maksud untuk memperlihatkan
sebaran, jenis, dan 1uas perubahan penggunaan lahan selama 10 tahun terakhir.
Analisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana pola ruang
dilakukan dengan proses tumpang susun peta penggunaan lahan aktual tahun 2015
Kecamatan Barombong dengan peta RTRW Kecamatan Barombong tahun 2012-2032
dan peta administrasi Kecamatan Barombong yang akan menghasilkan peta
ketidaksesuaian.
3.4.7 Analisis proyeksi perubahan penggunaan lahan dengan CA-Markov dan
ketidaksesuaian antara rencana pola ruang dengan hasil proyeksi
Dalam Kurnianti (2015) CA-Markov chain merupakan gabungan metode markov dan
cellular automata. Teknik ini dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan-
perubahan di waktu yang akan datang dalam variabel-variabel dinamis atas dasar
25
perubahan-perubahan dari variabel-variabel dinamis tersebut di waktu yang lalu.
Teknik ini dapat digunakan juga untuk menganalisis kejadian-kejadian di waktu-
waktu mendatang secara matematis. Konsep dasar analisis Markov adalah transisi, di
mana transisi adalah apabila diketahui proses berada dalam suatu keadaan tertentu.
Cellular Automata (CA) merupakan pemodelan yang berbasis sel, di mana sel-sel inti
tersebut berinteraksi dengan sel-sel tetangga. Setiap sel mempunyai satu dari
beberapa kemungkinan perubahan di mana aturan perubahan dari setiap sel dapat
berupa rumus sederhana, stokastik, dan deterministik. CA merupakan metode umum
untuk interaksi spasial yang digunakan dalam pembuatan model penggunaan lahan
untuk mensimulasikan beberapa tipe penggunaan lahan. CA menghitung bentuk
piksel berdasarkan bobot dari piksel-piksel yang mengelilinginya. Metode
ketetanggaan yang digunakan adalah The Von-Neumann Neighbourhood (5x5).
Dua peta penggunaan lahan dari tahun yang berbeda dibaca sebagai dua ruang
sel. Markov digunakan untuk memproyeksikan matriks transisi area perubahan
penggunaan lahan. Kemudian database dan matriks transisi area diintegrasikan ke
dalam model CA untuk mensimulasikan pola penggunaan lahan dengan peta
penggunaan lahan yang aktual. Aturan transisi lokal dengan beberapa variabel spasial
ditemukan oleh CA. Aturan transisi merupakan kontrol simulasi dinamik dari CA.
Matriks transisi area diproyeksi pada modul Markov dalam Idrisi. Kemudian peta
penggunaan lahan di masa yang akan datang dapat disimulasikan oleh simulation tool
(Xin et al., 2011).
26
Untuk uji akurasi proyeksi tutupan lahan, maka ditentukan nilai indeks Kappa
dengan menggunakan modul Validate pada Idrisi Selva. Validate menghasilkan
tingkat akurasi data pada keseluruhan peta dan bukan pada kelompok transisi tertentu.
Validate menggunakan tabulasi silang tiga arah antara peta penggunaan lahan, peta
proyeksi penggunaan lahan, dan peta penggunaan lahan aktual. Nilai Kappa 0,80 atau
80 % adalah nilai yang baik untuk menunjukkan tingkat keakuratan data (Eastman,
2012).
Untuk mengetahui ketidaksesuaian antara rencana pola ruang Kecamatan
Barombong dengan hasil proyeksi penggunaan lahan tahun 2025 maka dilakukan
proses tumpang susun. Proses ini dapat menunjukkan letak penggunaan lahan mana
yang tidak sesuai serta luasannya.
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengolahan citra
Pada masing-masing citra ditentukan beberapa titik kontrol untuk melakukan proses
registrasi. Titik kontrol yang ditentukan yaitu empat sampai lima titik untuk
mendapatkan ketelitian hasil koreksi yang baik. Tingkat ketelitian citra hasil koreksi
dapat dilihat dari besarnya nilai RMS error setiap titik kontrol yang dibuat. Dalam
penelitian ini, nilai RMS error yang digunakan adalah < 0,5 piksel (Jensen, 2005
dikutip dari Yudarwati, 2016).
Nilai RMS error yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu 0,0003 (Tabel 3).
Besarnya nilai RMS error dinyatakan baik karena tidak melewati batas nilai yang
digunakan yaitu < 0,5. Setelah proses koreksi geometrik dilakukan, maka proses
selanjutnya yaitu memotong citra sesuai dengan batas administrasi daerah penelitian
untuk memudahkan peneliti dalam pengklasifikasian.
Tabel 3. Nilai Root Mean Square Error pada tiap titik
Titik
Koordinat titik pada citra
acuan
Koordinat titik pada citra
yang akan dikoreksi
Root mean
square
error x’
y’
X y
1 6290,75 3224,50 6290,7495 3224,50 0,0005
2 9523,00 12786,00 9523 12786,00 0,0000
3 5195,00 7680,00 5195,0005 7680,00 0,0005
4 5025,50 15342,50 5025,4998 15342,50 0,0002
5 8180,92 5250,41 8180,9202 5250,41 0,0002
Rata-rata 0,0003
28
4.2 Klasifikasi penggunaan lahan
Klasifikasi penggunaan lahan yaitu mengidentifikasi objek yang nampak pada citra.
Klasifikasi citra resolusi tinggi dilakukan dengan digitasi secara manual (on screen)
berdasarkan kenampakan citra pada layar komputer. Jumlah kelas penggunaan lahan
yang diklasifikasikan yaitu lima kelas penggunaan lahan, permukiman, badan air,
sawah, kebun, dan jalan. Masing-masing penggunaan lahan dijabarkan peneliti
sebagai berikut:
1) Permukiman
Areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal (lahan
terbangun) atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
kehidupan. Permukiman pada citra resolusi 0,6 meter terlihat jelas dari rona atap
bangunan yang lebih terang atau cerah dari obyek sekelilingnya dan nampak
berbentuk seperti kumpulan kotak-kotak kecil pada citra serta berasosiasi dengan
jalan.
2) Badan air
Semua kenampakan perairan termasuk danau, embung, tambak ikan, rawa,
sungai, saluran irigasi adalah badan air. Rona badan air pada citra gelap dan
nampak berwarna biru kehitaman jika dibandingkan dengan obyek
disekelilingnya.
29
3) Sawah
Areal yang ditanami padi baik itu sawah irigasi maupun sawah tadah hujan.
Kenampakan sawah pada citra berwarna kuning, coklat, hijau, rona yang cerah,
tekstur yang lebih halus dan memiliki pematang sehingga terlihat batas yang jelas.
4) Kebun
Kebun adalah lahan yang dimanfaatkan masyarakat dengan menanam berbagai
macam tanaman seperti kacang-kacangan, umbi-umbian, pare, pepaya, nangka,
sukun, mangga, jeruk, rambutan. Letaknya tidak terlalu jauh dari area
permukiman. Pada citra nampak berwarna hijau dengan rona yang lebih gelap
dari sawah serta teksturnya lebih kasar.
5) Jalan
Jaringan prasarana transportasi untuk lalu lintas kendaraan mencakup jalan arteri,
jalan kolektor, jalan lokal. Kenampakan jalan pada citra berwarna abu-abu yang
cerah sampai tua dan terlihat jelas menghubungkan permukiman.
Pada tahun 2005 ada lima kelas penggunaan lahan yang diklasifikasikan oleh
peneliti. Luas penggunaan lahan tahun 2005 yang paling tinggi yaitu sawah sebesar
2.191,30 ha dengan nilai 75,72 % dari total luas Kecamatan Barombong. Pada tahun
2015 terjadi perubahan luas dari setiap penggunaan lahan, ada yang meningkat seperti
permukiman dengan luas 539,83 ha (18,65 %) dan menurun seperti sawah dengan
luas 2.045,86 ha (70,70 %) dan kebun dengan luas 140,83 ha (4,87 %).
30
Tabel 4. Luas kelas penggunaan lahan Kecamatan Barombong tahun 2005 dan 2015
Kelas Penggunaan Lahan Luas
Tahun 2005 Tahun 2015
ha
Badan Air 143,77 137,66
Jalan 28,78 29,72
Kebun 171,11 140,83
Permukiman 358,94 539,83
Sawah 2.191,30 2.045,86
Total 2.893,90 2.893,90
31
Gambar 4. Peta penggunaan lahan tahun 2005
32
Gambar 5. Peta penggunaan lahan tahun 2015
33
4.3 Pengecekan lapangan dan uji akurasi hasil klasifikasi citra
Pengecekan lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran hasil klasifikasi citra
dengan kondisi nyata di lapangan. Pengambilan sampel dilakukan untuk
mendapatkan data primer dengan cara stratified random sampling. Pemilihan metode
ini mengacu pada kelebihannya, di mana setiap kelas penggunaan lahan mempunyai
alokasi sampel untuk uji akurasi, walau proporsi kelas tersebut kecil dalam daerah
penelitian (Jensen, 2005 dikutip dari Yudarwati, 2016). Jumlah titik sampel untuk
setiap kategori penggunaan lahan adalah 50 titik yang tersebar merata di seluruh
daerah penelitian. Jumlah sampel dalam penelitian ini mengacu pada Congalton
(1991) dikutip dari Hidayati (2013) dan Green et al. (2000) yaitu 50 sampel dalam
setiap penggunaan lahan. Jumlah titik sampel yaitu 250 titik, 50 titik untuk kelas
badan air (BA), kelas jalan (J), kelas kebun (K), kelas permukiman (P), kelas sawah
(Sw). Pada setiap titik cek lapang peneliti mendokumentasikan gambar dan
mengambil keterangan yang menjelaskan kondisi nyata di lapangan dengan
mewawancarai warga setempat.
Uji akurasi merupakan tahap yang penting dalam pengolahan data
penginderaan jauh. Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan data cek lapangan
untuk mempertimbangkan kebenaran hasil klasifikasi terutama pada titik-titik yang
dianggap meragukan. Uji akurasi dianalisis dengan tabel matriks konfusi. Uji akurasi
dengan metode penghitungan akurasi keseluruhan dengan terlebih dahulu menghitung
nilai producer’s accuracy (PA), user’s accuracy (UA) dan kemudian menghitung
nilai kappa accuracy. Hasil uji akurasi dijabarkan pada Tabel 5.
34
Tabel 5. Matriks konfusi hasil cek lapangan Data
Klasifikasi
Citra
Data Lapangan Total
User
Accuracy
(%) BA J K P Sw Sm LT
Badan Air 50 0 0 0 2 0 0 52 96,15
Jalan 0 50 0 0 0 0 0 50 100,00
Kebun 0 0 50 0 0 4 0 54 92,59
Pemukiman 0 0 0 50 0 0 0 50 100,00
Sawah 1 0 0 0 50 2 2 55 90,91
Semak 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lahan Terbuka 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 51 50 50 50 52 6 2 Overall
Accuracy
(%)
95,79 Producer
Accuracy (%) 98,04 100,00 100,00 100,00 96,15 0,00 0,00
Kelas penggunaan lahan yang terklasifikasi dengan benar sebesar 100 % yaitu
jalan dan permukiman. Hal ini dikarenakan kenampakan jalan dan permukiman pada
citra memang sangat jelas terlihat dan tidak membuat peneliti ragu dalam melakukan
klasifikasi citra. Berbeda dengan dengan kelas kebun yang hanya memiliki nilai UA
sebesar 92,59 % disebabkan karena pada saat melakukan cek lapangan ternyata ada
beberapa titik yang merupakan semak. Kelas sawah juga tidak 100 % terklasifikasi
dengan benar, nilai UA yang didapatkan hanya 90,91 % karena pada saat melakukan
cek lapangan ada satu titik yang ternyata merupakan badan air. Peneliti
mengklasifikannya sebagai sawah karena pada citra memang nampak berwarna hijau
dan ternyata kondisi di lapangan titik tersebut adalah badan air yang tertutupi oleh
vegetasi. Beberapa titik yang awalnya diklasifikasikan sebagai sawah, ternyata
kondisi di lapangan titik tersebut merupakan semak dan lahan terbuka. Kelas badan
air memiliki nilai UA 96,15 %, karena hasil klasifikasi awal berbeda dengan kondisi
35
di lapangan. Pada beberapa titik peneliti mengklasifikasikan sawah yang tergenang
menjadi badan air.
Kelas penggunaan lahan semak dan lahan terbuka memiliki nilai PA dan UA
0 % karena pada saat peneliti melakukan klasifikasi citra tahun 2005 dan 2015, hanya
lima kelas yang akan diklasifikasikan yaitu badan air, kebun, sawah, permukiman,
dan jalan. Namun, pada saat melakukan cek lapangan ada beberapa titik yang tidak
terklasifikasi dengan benar. Hal ini disebabkan karena peneliti ragu dalam
menentukan klasifikasi awal dan tidak melakukan observasi pada lokasi penelitian
terlebih dahulu sebelum melakukan tahap klasifikasi.
Berdasarkan hasil uji akurasi dengan metode matriks konfusi, sebanyak 239
dari 250 titik sampel yang terklasifikasi dengan benar sehingga didapatkan nilai
overall accuracy sebesar 95,79 %. Hasil perhitungan kappa accuracy dengan nilai
0,95 atau 95 %. Nilai tersebut menunjukkan bahwa akurasi yang didapatkan cukup
baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Jensen (2005) dikutip dari Yudarwati (2016),
bahwa overall accuracy hanya mempertimbangkan commission (diagonal) sedangkan
kappa accuracy sudah mempertimbangkan commission dan omission. Hal ini
menyebabkan nilai overall accuracy memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kappa accuracy. Pengujian hasil interpretasi diharapkan mendapatkan nilai
overall accuracy di atas 85%.
36
Gambar 6. Peta sebaran titik sampel pengecekan lapangan
37
4.4 Analisis perubahan penggunaan lahan dan ketidaksesuaian antara
penggunaan lahan aktual dengan rencana pola ruang Kecamatan Barombong
Analisis perubahan penggunaan lahan dari tahun 2005 dan 2015 dilakukan melalui
proses tumpang susun antara penggunaan lahan tahun 2005 dengan tahun 2015.
Penggunaan lahan dianalisa dengan cara tabulasi silang antara penggunaan lahan
tahun 2005 dan 2015, dengan maksud untuk memperlihatkan sebaran, jenis, dan 1uas
perubahan penggunaan lahan. Tabel 6 menunjukkan hasil tabulasi silang antara
penggunaan lahan tahun 2005 dan 2015.
Tabel 6. Tabulasi silang penggunaan lahan Kecamatan Barombong tahun 2005 dan
2015
Pengggunaan
Lahan
Tahun 2005
(ha)
Penggunaan Lahan Tahun 2015 (ha)
Badan
Air Jalan Kebun Permukiman Sawah Total
Badan Air 142,77 1,14 0,13 144,04
Jalan 26,42 26,42
Kebun 131,90 57,70 189,60
Permukiman 356,73 356,73
Sawah 8,98 122,38 2.045,75 2.177,11
Total 142,77 26,42 140,88 537,95 2.045,88 2.893,90
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara penggunaan lahan tahun 2005 dan
2015, ada beberapa penggunaan lahan yang berubah menjadi penggunaan lahan lain.
Pada tahun 2015 pengggunaan lahan badan air berubah menjadi permukiman seluas
1,14 ha, hal ini disebabkan area yang dekat dengan infrastruktur dan kebutuhan lahan
terus bertambah sehingga masyarakat menimbun area tersebut. Penggunaan lahan
kebun berubah menjadi permukiman seluas 57,70 ha. Hal ini disebabkan karena
kebun-kebun yang tidak produktif dan tidak memberikan nilai ekonomi yang tinggi
38
dikonversi menjadi permukiman. Penggunaan lahan sawah menjadi kebun seluas 8,98
ha. Sistem pola tanam yang digunakan oleh masyarakat setempat yang memanfaatkan
lahan sawah setelah panen untuk ditanami jagung, kacang tanah, ubi jalar, dan
singkong. Hal ini menyebabkan lahan sawah yang nampak pada citra terklasifikasi
menjadi kebun.
Penggunaan lahan sawah yang berubah menjadi permukiman yaitu seluas
122,38 ha (4,23 %) dari total luas Kecamatan Barombong. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan akan lahan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Gowa (2013), jumlah penduduk Kecamatan
Barombong tahun 2013 sebanyak 36.555 jiwa, tahun 2014 sebanyak 37.933 jiwa,
tahun 2015 sebanyak 38.734 jiwa dan proyeksi jumlah penduduk sampai tahun 2020
akan terus meningkat. Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada kebutuhan
ruang yang semakin meningkat. Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab
terjadinya perubahan penggunaan lahan sawah menjadi permukiman. Masyarakat
setempat lebih memilih menjual lahannya dibanding mempertahankannya sebagai
modal untuk membuat usaha lain yang dapat menunjang kebutuhan anggota keluarga.
Lahan sawah yang terjual kemudian dijadikan permukiman oleh pemerintah atau
developer dan tidak ada campur tangan pemerintah setempat dalam hal jual beli
tanah, semua tergantung pada pemilik tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Rustiadi
(2001), bahwa lahan akan digunakan sesuai dengan nilai ekonomi (landrent) yang
dapat memberikan nilai tertinggi, maka konversi lahan pertanian ke penggunaan
lainnya tidak dapat dicegah. Irawan (2005) juga mengemukakan bahwa, konversi
39
lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan
lahan antar sektor pertanian dan sektor non pertanian. Adapun persaingan dalam
pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu
keterbatasan sumberdaya lahan, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan non
pertanian pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan permintaan lahan untuk
kegiatan pertanian.
Tabel 7. Luas perubahan penggunaan lahan Kecamatan Barombong tahun 2005 dan
2015
Penggunaan Lahan Luas
Luas Perubahan Tahun 2005 Tahun 2015
ha
Badan Air 143,77 137,66 (-) 6,11
Jalan 28,78 29,72 (+) 0,94
Kebun 171,11 140,83 (-) 30,28
Permukiman 358,94 539,83 (+) 180,89
Sawah 2.191,30 2.045,86 (-) 145,44
Total 2.893,90 2.893,90
Kelas penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas yaitu lahan sawah
berkurang sebanyak 145,44 ha atau 5,02 % dari total luas Kecamatan Barombong.
Pada tahun 2005 lahan sawah memiliki luas 2.191,30 ha dan pada tahun 2015
berkurang menjadi 2.045,86 ha. Luas kelas kebun juga berkurang sebesar 30,28 ha
atau 1,04 %. Permukiman mengalami peningkatan luas sebesar 180,89 ha atau 6,25 %
dari total luas Kecamatan Barombong. Hal ini menunjukkan bahwa luas sawah dan
40
kebun yang mengalami penurunan cenderung dikonversi menjadi kawasan
permukiman. Kecamatan Barombong yang berbatasan langsung dengan Kota
Makassar akan terus mengalami dampak pengembangan dan pembangunan perkotaan
yang terus-menerus terjadi sehingga konversi lahan tidak dapat dihindari.
Rencana pola ruang Kecamatan Barombong berdasarkan RTRW Kabupaten
Gowa tahun 2012-2032 yaitu kawasan peruntukan budidaya pertanian lahan basah
seluas 1.162,42 ha, kawasan peruntukan budidaya pertanian lahan kering seluas 1,23
ha, kawasan peruntukan permukiman seluas 1.598,03 ha, dan kawasan perairan seluas
130,39 ha. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 40,23 % dari total luas Kecamatan
Barombong diperuntukan menjadi kawasan budidaya pertanian dan sebanyak 55,25
% diperuntukan menjadi kawasan permukiman. Dalam pelaksanaan rencana pola
ruang masih terjadi penyimpangan dan ketidaksesuaian dengan kondisi nyata di
lapangan. Untuk mengetahui ketidaksesuaian antara penggunaan lahan aktual dengan
rencana pola ruang Kecamatan Barombong maka dilakukan proses tumpang susun
sehingga dapat diketahui penggunaan lahan apa yang tidak sesuai (Tabel 8).
41
Tabel 8. Ketidaksesuaian antara rencana pola ruang Kecamatan Barombong dengan
penggunaan lahan aktual tahun 2015
Penggunaan
Lahan
Kawasan
Budidaya
Pertanian
Lahan Basah
(ha)
Kawasan
Budidaya
Pertanian
Lahan Kering
(ha)
Kawasan
Perairan (ha)
Kawasan
Permukiman
(ha)
Total (ha)
Badan Air 7 - 127,39 20,61 155
Jalan 6,07 - 0,12 23,51 29,70
Kebun 18,97 - - 120,28 139,25
Permukiman 59,89 0,35 - 480,35 540,59
Sawah 1.081,60 0,87 - 946,89 2.029,36
Total (ha) 1.173,30 1,22 127,51 1.591,64 2.893,90
Terdapat penggunaan lahan aktual di Kecamatan Barombong yang sesuai dan
tidak sesuai rencana pola ruang. Kelas jalan tidak dijabarkan karena peta RTRW
Kabupaten Gowa tidak menyediakan data jalan dalam bentuk poligon hanya dalam
bentuk garis sedangkan peneliti mengklasifikasikan kelas jalan menggunakan bentuk
poligon. Penggunaan lahan aktual yang sesuai dengan rencana pola ruang yaitu badan
air seluas 127,39 ha (4,40 %) dan direncanakan menjadi kawasan permukiman seluas
20,61 ha atau 0,72 % dari total luas Kecamatan Barombong. Penggunaan lahan kebun
direncanakan menjadi kawasan pertanian lahan basah seluas 18,97 ha dan menjadi
kawasan permukiman seluas 120,28 ha. Penggunaan lahan permukiman yang masih
sesuai dengan rencana pola ruang yaitu seluas 480,35 ha atau 16,59 % dari total luas
Kecamatan Barombong. Penggunaan lahan sawah yang sesuai dengan rencana pola
ruang yaitu seluas 1.081,60 ha atau 37,37 % dari total luas Kecamatan Barombong
dan direncanakan menjadi kawasan permukiman seluas 946,89 ha sekitar 32,72 %.
42
Penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan rencana pola ruang
Kecamatan Barombong yaitu permukiman. Penggunaan lahan permukiman yang
tidak sesuai memiliki luas 60,24 ha atau 2,08 %. Dalam rencana pola ruang, area
tersebut diperuntukan untuk kawasan budidaya pertanian lahan basah dan kawasan
budidaya pertanian lahan kering. Penduduk di Kecamatan Barombong yang
meningkat setiap tahun memengaruhi pemanfaatan ruang di wilayah ini. Hal ini
sesuai dengan hasil studi Junaedi (2008) yang menyatakan bahwa jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk yang telah jauh melampaui prediksi, dipastikan akan
memengaruhi pelaksanaan RTRW sehingga memengaruhi perubahan pemanfaatan
ruang seperti peningkatan luas permukiman maupun penurunan luas lahan pertanian.
Pemerintah perlu melakukan upaya untuk mencegah dan menghentikan
penurunan ataupun peningkatan luas yang tidak sesuai dengan RTRW dengan
mematuhi kebijakan atau peraturan daerah yang mengatur tentang konversi lahan
pertanian ke non pertanian dan menetapkan syarat-syarat melakukan konversi
sehingga laju penurunan lahan pertanian bisa dihambat. Selain dengan mengeluarkan
peraturan perlu juga ditunjang dengan kemauan dan kesungguhan dari pemerintah
daerah untuk melakukan sosialisasi RTRW kepada masyarakat agar pemerintah dan
masyarakat dapat bekerja sama untuk melaksanakan RTRW.
43
Gambar 7. Peta ketidaksesuaian antara penggunaan lahan aktual tahun 2015 dengan rencana pola ruang Kecamatan Barombong
44
4.5 Analisis proyeksi perubahan penggunaan lahan dengan CA-Markov dan
ketidaksesuaian antara rencana pola ruang Kecamatan Baromong dengan hasil
proyeksi
Dilakukan uji analisis data spasial penggunaan lahan tahun 2005 hingga tahun 2012
untuk proyeksi tahun 2015. Uji ini berfungsi agar peta hasil proyeksi tahun 2015
dapat diakurasikan dengan peta penggunaan lahan aktual tahun 2015. Jika hasil
proyeksi akurat, maka akan dilanjutkan dengan proyeksi penggunaan lahan tahun
2025 di Kecamatan Barombong. Untuk uji akurasi proyeksi tutupan lahan, maka
ditentukan nilai indeks Kappa dengan menggunakan modul Validate pada Idrisi
Selva. Validate menghasilkan tingkat akurasi data pada keseluruhan peta dan bukan
pada kelompok transisi tertentu. Pada penelitian ini nilai Kappa yang didapatkan
yaitu 0,84 atau 84 % (Gambar 4). Nilai tersebut telah memenuhi standar sesuai
dengan pendapat Eastman (2012) bahwa, nilai Kappa 0,80 atau 80 % adalah nilai
yang baik untuk menunjukkan tingkat keakuratan data.
Gambar 8. Hasil validasi proyeksi penggunaan lahan tahun 2015 dengan penggunaan
lahan aktual tahun 2015
45
Data yang telah dianalisis dinyatakan akurat, maka proses proyeksi dapat
dilanjutkan ke tahap berikutnya. Proyeksi penggunaan lahan tahun 2025 dilakukan
dengan menjadikan peta penggunaan lahan tahun 2005 menjadi dasar dan tahun 2015
sebagai tahun kedua dengan jumlah iterasi sebanyak 10, dapat dilihat pada matriks
probabilitas dan matriks transisi area (Tabel 9 dan Tabel 10). Semakin tinggi nilai
diagonal yang ditunjukkan pada matriks probabilitas maka peluang perubahan
penggunaan lahan yang mungkin terjadi semakin rendah atau tidak mudah berubah
menjadi penggunaan lahan lain, namun jika semakin rendah nilainya maka peluang
perubahan akan semakin besar. Selain itu, nilai 0 menunjukkan bahwa tidak ada
peluang perubahan menjadi penggunaan lahan lain. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kubangun et al. (2016) bahwa nilai 0-1 menunjukkan peluang besarnya perubahan,
jika nilainya lebih dari 0,00 atau kurang dari 1,00 sebaliknya nilai 0,00 atau 1,00
berarti lahan tersebut tetap atau tidak berubah.
Hasil analisis Rantai Markov untuk Kecamatan Barombong disajikan pada
Tabel 9 dan Tabel 10. Berdasarkan transisi area dan nilai probabilitas terjadinya
perubahan penggunaan lahan pada tahun 2015 menunjukkan bahwa penggunaan
lahan kebun memiliki peluang berubah menjadi permukiman sebanyak 0,4295 setara
668 piksel, peluang menjadi sawah sebanyak 0,4295 setara 42 piksel. Hal ini
disebabkan karena penggunaan lahan tersebut bersifat dapat balik tergantung kondisi
ekonomi masyarakat serta tidak memiliki peluang berubah menjadi badan air karena
nilainya 0. Penggunaan lahan badan air memiliki peluang berubah menjadi
permukiman sebanyak 0,0581 setara 88 piksel. Penggunaan lahan permukiman
46
memiliki peluang berubah menjadi sawah sebanyak 0,0581 setara 304 piksel.
Penggunaan lahan sawah memiliki kecenderungan tetap menjadi lahan sawah 0,7885
setara 17.937 piksel, namun berpeluang menjadi permukiman sebanyak 0,1612 setara
3666 piksel.
Tabel 9. Matriks transisi area tahun 2025 di Kecamatan Barombong
Jumlah Sel
Tahun 2005
Jumlah Sel Tahun 2015
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5
Kelas 1 1.217 7 18 88 183
Kelas 2 3 196 1 93 51
Kelas 3 0 2 843 668 42
Kelas 4 10 480 235 4.943 304
Kelas 5 30 221 893 3.666 17.937
Keterangan: (1) Badan air (2) Jalan (3) Kebun (4) Permukiman (5) Sawah
Tabel 10. Matriks probabilitas transisi proyeksi tahun 2025 di Kecamatan Barombong
Jumlah Sel
Tahun 2005
Jumlah Sel Tahun 2015
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5
Kelas 1 0,8049 0,0046 0,0116 0,0581 0,1208
Kelas 2 0,0083 0,5685 0,0041 0,2697 0,1494
Kelas 3 0,0000 0,0013 0,5422 0,4295 0,0269
Kelas 4 0,0016 0,0804 0,0394 0,8277 0,0509
Kelas 5 0,0013 0,0097 0,0393 0,1612 0,7885
Keterangan: (1) Badan air (2) Jalan (3) Kebun (4) Permukiman (5) Sawah
Proyeksi penurunan luasan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Barombong pada
tahun 2025 yaitu 12,34 % dari total luas Kecamatan Barombong atau setara 357,16
ha. Penurunan luas juga terjadi pada penggunaan lahan kebun yaitu sebanyak 26,33
ha. Proyeksi peningkatan luasan terjadi pada penggunaan lahan jalan 32,69 ha dan
penggunaan lahan permukiman seluas 321,60 ha atau 11,11 % dari total luas
Kecamatan Barombong (Tabel 11). Faktor kebijakan belum dimasukkan dalam
47
perubahan penggunaan lahan ini serta proyeksinya dan belum ada campur tangan
pemerintah dalam upaya mengendalikan penggunaan lahan berdasarkan rencana
peruntukannya. Hal ini akan menyebabkan dampak yang buruk jika tidak ada upaya
pengendalian.
Proyeksi yang dilakukan menunjukkan jalan dan permukiman cenderung
bertambah diikuti dengan penurunan luas sawah sebanyak 12,34 %. Sesuai dengan
pendapat Kubangun et al. (2016), jalan merupakan faktor pendorong perubahan dari
segi ekonomi, daerah yang memiliki banyak akses jalan cenderung akan mendorong
perubahan lahan ke arah yang tidak dapat balik karena fasilitas jalan merupakan
sarana aksesibilitas yang sangat mendukung bagi perkembangan suatu wilayah. Hal
ini tentu disebabkan karena daerah yang dekat dengan jalan memiliki land rent yang
tinggi. Jalan atau infrastruktur merupakan salah satu faktor pendorong adanya
permukiman atau lahan terbangun dibuktikan dengan sebaran lokasi proyeksi
permukiman yang bertambah cenderung dekat dengan jalan, permukiman, dan
infrastuktur yang sudah ada sebelumnya. Proporsi jumlah penduduk juga menjadi
pendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Hal ini didukung oleh data BPS
yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Barombong
dalam kurun waktu enam tahun terakhir sebesar 2,22 % per tahun.
48
Tabel 11. Perbandingan luasan penggunaan lahan tahun 2015 dengan penggunaan
lahan hasil proyeksi tahun 2025 di Kecamatan Barombong
Penggunaan Lahan Luas
Luas Perubahan Tahun 2015 Tahun 2025
ha
Badan Air 137,66 111,33 (-) 26,33
Jalan 29,72 62,41 (+) 32,69
Kebun 140,83 172,21 (+) 31,38
Permukiman 539,83 861,43 (+) 321,60
Sawah 2.045,86 1.688,70 (-) 357,16
Total 2.893,90 2.893,90
49
Gambar 9. Peta hasil proyeksi penggunaan lahan tahun 2025
50
Tabel 12. Tabulasi silang antara rencana pola ruang Kecamatan Barombong dan
proyeksi penggunaan lahan tahun 2025
Penggunaan Lahan Badan
Air (ha)
Jalan
(ha)
Kebun
(ha)
Permukiman
(ha)
Sawah
(ha) Total (ha)
Kawasan Budidaya
Pertanian Lahan
Basah 2,92 8,50 34,87 136,02 981,22 1.163,53
Kawasan Budidaya
Pertanian Lahan
Kering 0,96 0,23 1,19
Kawasan Perairan 117,79 0,24 0,98 7,85 126,86
Kawasan
Permukiman 6,55 53,39 135,17 713,13 681,34 1.589,58
Total (ha) 127,26 62,13 171,02 857,96 1.662,79 2.893,90
Rencana pola ruang peruntukan kawasan budidaya pertanian lahan basah tahun 2012-
2032 diproyeksikan akan berubah menjadi permukiman sebesar 136,02 ha atau 4,7 %
pada tahun 2025. Hal ini mengindikasikan akan terjadi ketidaksesuaian antara hasil
proyeksi dengan rencana pola ruang. Pada rencana pola ruang menurut RTRW tahun
2012-2032 seluas 681, 34 ha direncanakan menjadi kawasan permukiman tetapi hasil
proyeksi tahun 2025 kawasan tersebut masih tetap menjadi pertanian lahan basah.
Kawasan peruntukan perairan berubah jadi permukiman karena ketidaksesuaian
antara skala RTRW dengan skala digitasi yang peneliti gunakan. Rencana pola ruang
peruntukan kawasan permukiman, pada tahun 2025 tetap jadi badan air karena
posisinya berada di bantaran sungai. Untuk kelas jalan pada RTRW tidak ada data
poligon hanya data garis sedangkan peneliti menggunakan data poligon dalam
penelitian ini.
51
Gambar 10. Peta ketidaksesuaian antara hasil proyeksi penggunaan lahan tahun 2025 dengan rencana pola ruang tahun
2012-2032
52
V. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan lahan badan air berubah menjadi permukiman seluas 1,14 ha,
penggunaan lahan kebun berubah menjadi permukiman seluas 57,70 ha. Luas
penggunaan lahan sawah tahun 2005 di Kecamatan Barombong yaitu 2.191,30 ha
atau 75,72 % dari total luas Kecamatan Barombong dan menurun pada tahun
2015 menjadi 2.045,86 ha. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan luas
yaitu permukiman, sebelumnya hanya 358,94 ha pada tahun 2005 dan meningkat
menjadi 539,83 ha atau 18,65 % dari total luas Kecamatan Barombong. Data
hasil klasifikasi citra dengan metode digitasi manual cukup akurat dengan nilai
akurasi keseluruhan sebesar 95,79 % dan nilai Kappa sebesar 0,95.
2. Penggunaan lahan aktual yang sesuai dengan rencana pola ruang yaitu badan air,
sawah, dan kebun sedangkan penggunaan lahan yang tidak sesuai yaitu
permukiman seluas 60,24 ha atau 2,08 % dari total luas Kecamatan Barombong.
3. Hasil proyeksi 10 tahun mendatang (2015-2025) di Kecamatan Barombong
penggunaan lahan sawah cenderung berubah menjadi permukiman. Hasil
proyeksi dinyatakan valid dengan indeks Kappa sebesar 0,84 atau 84 %.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti menyarankan untuk dijadikan bahan
pertimbangan kepada pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya
pengendalian terhadap pelaksanaan RTRW agar tidak terjadi penyimpangan di
masa yang akan datang.
53
DAFTAR PUSTAKA
Alkaf, M., Munibah, K., dan Rusdiana, O. 2014. Model Spasial Perubahan
Penggunaan Lahan di Taman Nasional Gunung Merbabu dan Daerah
Penyangganya. Globe. 16 (1): 43-50.
Badan Pusat Statistik. 2015. Proyeksi Penduduk Kecamatan Kabupaten Gowa 2010-
2020. Kabupaten Gowa: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Barombong Dalam Angka. Kabupaten
Gowa: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Gowa Dalam Angka.Kabupaten Gowa: BPS.
Congalton, R. G. 1991. A Review of Assessing the Accuracy of Classifications of
Remotely Sensed Data. Remote Sense Environmental. 46: 35-37.
Eastman, J. R. 2012. Idrisi Selva Tutorial Manual version 17. Massachusetts: Clark
University.
Eko, T. dan Rahayu, S. 2012. Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya
Terhadap RDTR di Wilayah Peri-Urban Studi Kasus: Kecamatan Mlati.
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. 8 (4): 330‐340.
Green, E. P., Mumby, P. J., Edwards, A. J., Clark, C. D. 2000. Remote Sensing
Handbook for Tropical Coastal Management. Paris: United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization.
Hakim, G. L. E. 2014. Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Tahun 1990-2005
dan Proyeksi Perubahan Tahun 2020-2035 di Kawasan Jabodetabek. Skripsi.
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
Hidayati, I. N. 2013. Pengaruh Ketinggian dalam Analisis Kemasuk-akalan
(Plausibility Function) untuk Optimalisasi Klasifikasi Penggunaan Lahan.
Globe. 15 (1): 1-11.
Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya
dan Faktor Determinan. Agro Ekonomi. 23 (1): 1-18.
Junaedi, A. 2008. Analisis Pola Perubahan Pemanfaatan Ruang dan Implikasinya
Terhadap Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang.
Tesis. Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
54
Karim, M. L. S. dan Rahayu, S. 2014. Kajian Kesesuaian Konversi Lahan Pertanian
ke Non Pertanian Terhadap Rencana Detail Tata Ruang Kota
(RDTRK).Geoplanning. 1 (1): 44-55.
Kubangun, S.H., Oteng, H., Komarsa, G. 2016. Model Perubahan
Penutupan/Penggunaan Lahan untuk Identifikasi Lahan Kritis. Globe. 18 (1):
21-32.
Kurnianti, D. N. 2015. Proyeksi Penggunaan Lahan untuk Konsistensi Tata Ruang di
Kawasan Jabodetabek. Tesis. Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Liu, H. dan Zhou, Q. 2005. Developing Urban Growth Predictions From Spatial
Indicators Based on Multi-Temporal Images. Elsevier Computers,
Environment and Urban Systems. 29: 580-594.
Nurbaya, A. 2015. Distribusi Tipologi Kepemilikan RTH DKI Jakarta Menggunakan
Teknik Remote Sensing Citra Satelit Resolusi Tinggi. Tesis. Arsitektur
Lanskap, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nurwanda, A. 2016. Proyeksi Perubahan Tutupan Lahan dan Dampaknya Terhadap
Diversitas Lanskap di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Tesis.
Arsitektur Lanskap, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Rusdi, M. 2005. Perbandingan Klasifikasi Maximum Likelihood dan Object Oriented
pada Pemetaan Penutupan/Penggunaan Lahan. Tesis. Departemen Tanah,
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Rustiadi, E. 2001. Alih Fungsi Lahan Dalam Perspektif Lingkungan Perdesaan.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sub Direktorat Basis Data Lahan, Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2014.
Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.
Tiur, V. D. P., Arief, S., dan Sakka. 2012. Model Perubahan Penggunaan Lahan
Menggunakan Cellular Automata-Markov Chain di Kawasan Mamminasata. Program Studi Geofisika Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin
Xin, Y., Zheng, X. Q., Lv, L. N. 2011. A Spatiotemporal Model of Land Use Change
Based on Ant Colony Optimization, Markov Chain and Cellular Automata.
Elsevier Ecological Modelling. 233: 11-19.
55
Yudarwati, R. 2016. Perubahan Penggunaan Lahan dan Arahan Pengendaliannya di
Kabupaten Bogor dan Cianjur. Tesis. Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
56
LAMPIRAN
Penggunaan lahan sawah (hasil interpretasi sesuai dengan kondisi aktual)
Koordinat 119° 25' 31,857" E 5° 14' 15,927" S
Permukiman (hasil interpretasi sesuai dengan kondisi aktual)
Koordinat 119° 25' 8,243" E 5° 13' 48,357" S
57
Kebun (hasil interpretasi tidak sesuai dengan kondisi aktual yang ternyata semak)
Koordinat 119° 25' 18,828" E 5° 14' 1,148" S
Badan Air (hasil interpretasi sesuai dengan kondisi aktual)
Koordinat 119° 25' 10,669" E 5° 13' 7,592" S
58
Jalan (hasil interpretasi sesuai dengan kondisi aktual)
Koordinat 119° 25' 8,447" E 5° 13' 20,995" S