analisis kestabilan model matematika penyebaran...

14
ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA A H1N1 DENGAN PENGARUH VAKSINASI PADA MANUSIA Amalia Ramadhani 1) , Syamsuddin Toaha 2) , Kasbawati 3) 1) Mahasiswa Departemen Matematika, Universitas Hasanuddin, Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar, Kode Pos 90245 2),3) Dosen Departemen Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar, Kode Pos 90245 ABSTRAK Pada penelitian ini, dikaji model penyebaran virus influenza A H1N1. Model matematika yang dikaji merupakan pengembangan model Khanh dengan melibatkan pengaruh vaksinasi. Dari model yang dibentuk, diperoleh dua titik ekuilibrium, yaitu titik ekuilibrium tak endemik dan titik ekuilibrium endemik. Bilangan reproduksi dasar ( 0 ) ditentukan dengan matriks next generation. Bilangan reproduksi dasar ini menentukan kestabilan dari kedua titik ekuilibrium. Dalam hal ini, penyakit lama kelamaan akan hilang dari populasi jika 0 <1 dan penyakit akan tetap ada jika 0 >1. Hasil analisis kestabilan menunjukkan kedua titik ekuilibrium tak endemik dan endemik akan stabil asimtotik lokal diperoleh dari syarat kestabilan Routh-Hurwitz. Sedangkan titik ekuilibrium tak endemik akan stabil asimtotik global jika memenuhi syarat pada Metode Lyapunov. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa vaksinasi yang diberikan berhasil mengurangi penyebaran virus A H1N1. Kata kunci: Virus influenza A H1N1, Titik Ekuilibrium, Bilangan Reproduksi Dasar, Metode Linearisasi, Metode Lyapunov. 1. PENDAHULUAN Influenza A H1N1 atau Swine Influenza merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza (H1N1) yang sudah menular dari manusia ke manusia dan dapat mengakibatkan kematian. Dalam (Fraser, et al., 2009) disebutkan bahwa pada 29 April 2009 WHO mengumumkan laju penyebaran secara global dari strain virus influenza A (H1N1) yang terdeteksi pada minggu sebelumnya meningkatkan level tanda global pandemic sampai ke level 5. Level 5 mengindikasikan transmisi antar manusia yang terjadi terus-menerus. Dalam (Fitzgerald, 2009) disebutkan bahwa pada sekitar 15 April sampai 5 Mei 2009, virus influenza telah menyebar dengan cepat dari Meksiko ke 41 negara di Amerika Serikat dan menyebabkan 642 kasus di Amerika Serikat. Virus tersebut mencapai Kanada dan Eropa pada waktu yang bersamaan dan pada 27 Mei 2009 telah mencapai 46 negara dengan 92 kasus kematian [80 di Meksiko dan 10 di AS]. Di Indonesia, data jumlah kumulatif infeksi Flu A H1N1 sampai dengan 23 Agustus 2009 sebanyak 1.005 orang dengan 5 orang diantaranya meninggal dunia. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menanggulangi wabah ini adalah dengan melakukan vaksinasi. Kwong dkk (2009) menyatakan vaksinasi mempunyai potensi yang lebih tinggi dalam mengurangi jumlah penderita flu dibandingkan dengan penggunaan antibiotic. Potter dkk (1997) menyatakan bahwa vaksinasi direkomendasikan sebagai salah satu strategi untuk mencegah wabah influenza pada orang usia lanjut dalam jangka waktu yang panjang. Namun, vaksinasi tidak menjamin individu bebas dari virus. Virus yang belum cukup menyebabkan individu yang terjangkit tidak langsung menjadi penderita. Jika individu terjangkit virus, maka individu tersebut harus dirawat. Individu yang telah dirawat diasumsikan tidak dapat sembuh secara total, artinya ada sisa virus dalam tubuh yang masih ada walaupun terlihat sudah sehat (Li, dkk., 2001). Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang matematika turut memberikan peranan penting dalam menggambarkan fenomena penyebaran suatu penyakit. Fenomena penyebaran penyakit

Upload: ngotuong

Post on 14-Jun-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA

PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA A H1N1 DENGAN

PENGARUH VAKSINASI PADA MANUSIA

Amalia Ramadhani1), Syamsuddin Toaha2), Kasbawati3)

1)Mahasiswa Departemen Matematika, Universitas Hasanuddin, Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar,

Kode Pos 90245

2),3)Dosen Departemen Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Jalan Perintis Kemerdekaan

Km.10 Makassar, Kode Pos 90245

ABSTRAK

Pada penelitian ini, dikaji model penyebaran virus influenza A H1N1. Model matematika yang dikaji

merupakan pengembangan model Khanh dengan melibatkan pengaruh vaksinasi. Dari model yang

dibentuk, diperoleh dua titik ekuilibrium, yaitu titik ekuilibrium tak endemik dan titik ekuilibrium

endemik. Bilangan reproduksi dasar (𝑅0) ditentukan dengan matriks next generation. Bilangan

reproduksi dasar ini menentukan kestabilan dari kedua titik ekuilibrium. Dalam hal ini, penyakit lama

kelamaan akan hilang dari populasi jika 𝑅0 < 1 dan penyakit akan tetap ada jika 𝑅0 > 1. Hasil analisis

kestabilan menunjukkan kedua titik ekuilibrium tak endemik dan endemik akan stabil asimtotik lokal

diperoleh dari syarat kestabilan Routh-Hurwitz. Sedangkan titik ekuilibrium tak endemik akan stabil

asimtotik global jika memenuhi syarat pada Metode Lyapunov. Hasil simulasi numerik menunjukkan

bahwa vaksinasi yang diberikan berhasil mengurangi penyebaran virus A H1N1.

Kata kunci: Virus influenza A H1N1, Titik Ekuilibrium, Bilangan Reproduksi Dasar, Metode

Linearisasi, Metode Lyapunov.

1. PENDAHULUAN

Influenza A H1N1 atau Swine Influenza merupakan penyakit saluran pernapasan yang

disebabkan oleh virus influenza (H1N1) yang sudah menular dari manusia ke manusia dan dapat

mengakibatkan kematian. Dalam (Fraser, et al., 2009) disebutkan bahwa pada 29 April 2009 WHO

mengumumkan laju penyebaran secara global dari strain virus influenza A (H1N1) yang terdeteksi pada

minggu sebelumnya meningkatkan level tanda global pandemic sampai ke level 5. Level 5

mengindikasikan transmisi antar manusia yang terjadi terus-menerus. Dalam (Fitzgerald, 2009)

disebutkan bahwa pada sekitar 15 April sampai 5 Mei 2009, virus influenza telah menyebar dengan

cepat dari Meksiko ke 41 negara di Amerika Serikat dan menyebabkan 642 kasus di Amerika Serikat.

Virus tersebut mencapai Kanada dan Eropa pada waktu yang bersamaan dan pada 27 Mei 2009 telah

mencapai 46 negara dengan 92 kasus kematian [80 di Meksiko dan 10 di AS]. Di Indonesia, data jumlah

kumulatif infeksi Flu A H1N1 sampai dengan 23 Agustus 2009 sebanyak 1.005 orang dengan 5 orang

diantaranya meninggal dunia.

Salah satu usaha yang dilakukan untuk menanggulangi wabah ini adalah dengan melakukan

vaksinasi. Kwong dkk (2009) menyatakan vaksinasi mempunyai potensi yang lebih tinggi dalam

mengurangi jumlah penderita flu dibandingkan dengan penggunaan antibiotic. Potter dkk (1997)

menyatakan bahwa vaksinasi direkomendasikan sebagai salah satu strategi untuk mencegah wabah

influenza pada orang usia lanjut dalam jangka waktu yang panjang. Namun, vaksinasi tidak menjamin

individu bebas dari virus. Virus yang belum cukup menyebabkan individu yang terjangkit tidak

langsung menjadi penderita. Jika individu terjangkit virus, maka individu tersebut harus dirawat.

Individu yang telah dirawat diasumsikan tidak dapat sembuh secara total, artinya ada sisa virus dalam

tubuh yang masih ada walaupun terlihat sudah sehat (Li, dkk., 2001).

Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang matematika turut memberikan peranan

penting dalam menggambarkan fenomena penyebaran suatu penyakit. Fenomena penyebaran penyakit

Page 2: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

disajikan dalam bentuk model matematika. Model matematika yang digunakan untuk mengetahui

penyebaran suatu virus di suatu daerah tertentu dikenal sebagai model epidemi.

Model epidemi adalah model yang menggambarkan penyebaran virus atau bakteri dalam

populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan atau susceptibles (S), infectives (I), dan

recovers (R) (Huo & Feng, 2011). Model matematika mengenai epidemiologi memungkinkan untuk

memprediksi dinamika epidemi pada suatu populasi berdasarkan faktor epidemiologi, perilaku jangka

panjang dari dinamika awal invasi, atau dampak dari vaksinasi pada penyebaran infeksi (Keeling &

Rohani, 2008). Salah satu fenomena penyebaran penyakit yang dapat dimodelkan dalam bentuk

matematika yaitu tentang penyebaran virus influenza A H1N1.

Model epidemi yang umum digunakan dalam menganalisa penyebaran penyakit yaitu model SIR.

Model ini awalnya dipelajari oleh Kermack dan McKendrick. Berdasarkan karakteristiknya, model ini

mengelompokkan populasi ke dalam tiga subpopulasi yaitu susceptible (kelompok individu yang rentan

terinfeksi penyakit), infected (kelompok individu yang terinfeksi penyakit). Pada tahun 2011,

Pongsumpun dan Tang telah melakukan penelitian model penyebaran swine influenza dengan

membedakan kelompok populasi yang terinfeksi menjadi dua, yaitu Symptomatic Infections dan

Asymptomatic Infections. Penelitian lain yang dilakukan oleh Khanh (2014) membahas tentang analisis

kestabilan model penyebaran virus A H1N1 yang melibatkan populasi Symptomatic dan Asymptomatic

Infections, dan Cardenas P. dkk (2016) melakukan penelitian tentang simulasi model virus A H1N1

dengan melakukan vaksinasi sebagai salah satu cara pencegahan agar virus tersebut tidak menjadi

wabah.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Influenza A H1N1

Influenza merupakan suatu penyakit infeksi saluran pernapasan.Influenza lebih dikenal dengan

sebutan flu, yang disebabkan oleh virus RNA dari family Orthomyxoviridae (virus influenza), yang

menyerang unggas dan mamalia (Tapan, 2004). Casagrandi dkk (2006) menyebutkan bahwa virus yang

menyebabkan epidemi flu dapat dibedakan dalam tiga tipe berbeda yaitu tipe A, B, dan C.

Pada tahun 2009 merebak epidemi flu burung kemudian diikuti epidemik flu babi. Epidemi flu

tersebut menyebabkan beberapa kasus kematian dan banyak manusia yang masuk ke rumah sakit [lihat

Jansen dkk (2007) dan Yang dkk (2009)]. Tanda dan gejala infeksi swine influenza virus (influenza

H1N1) pada manusia, kadang tidak bisa dibedakan dengan infeksi influenza virus. Gejala swine

influenza virus pada manusia mirip dengan gejala virus influenza manusia, antara lain: demam (90%),

batuk (100%), sakit kepala (60%), dan diare (30%). Pemeriksaan laboratorium pada pemeriksaan darah

menunjukkan leukopenia, limpopenia, dan trombositopenia. Pada pasien kadang dilaporkan timbul

gejala myalgia, mual, takipnea, dispnea, konjungtivitis, suhu tubuh 39.7°C (103.5°F), sakit pada saluran

pernafasan bawah. Infeksi antar manu- sia bisa terjadi, seperti flu manusia, yaitu melalui bersin atau

batuk. Bisa juga lewat sentuhan tangan, kemudian tangan tersebut menyentuh mulut, mirip dengan

gejala influenza pada umumnya seperti: demam, batuk, pilek, letih dan sakit kepala (CDC, 2009).

2.2 Model Epidemologi

Pada tahun 1927, Kermack dan McKendrick membuat sebuah perumusan model sederhana, yang

diprediksi sangat mirip dengan keadaan yang diamati pada banyaknya epidemik. Model Kermack dan

McKendrick adalah model kompartemen yang didasarkan pada asumsi sederhana dengan laju yang

berbeda antar kelas dari suatu populasi. Untuk model epidemik, populasi dibagi ke dalam 3

kompartemen yaitu, S, I dan R. S menunjukkan jumlah individu yang susceptible (sub populasi yang

rentan terkena penyakit). I menunjukkan jumlah individu yang infected (sub populasi yang terjangkiti

virus dapat menyebarkan virus tersebut). R menunjukkan jumlah individu recovered (sub populasi yang

telah sembuh dari penyakit) (Ma & Li, 2009).

2.3 Persamaan Differensial

Persamaan diferensial adalah persamaan matematika untuk fungsi satu variabel atau lebih, yang

menghubungkan nilai fungsi itu sendiri dan turunannya dalam berbagai orde. Persamaan diferensial

Page 3: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

memegang peranan penting dalam fisika, medis dan berbagai macam disiplin ilmu lainnya (Boyce &

DiPrima, 2001).

Definisi 2.1 Diberikan sistem persamaan diferensial

𝑥1̇ = 𝑓1(𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … , 𝑥𝑛)

𝑥2̇ = 𝑓2(𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … , 𝑥𝑛)

⋮ 𝑥𝑛̇ = 𝑓𝑛(𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … , 𝑥𝑛)

Sistem persamaan di atas dapat ditulis sebagai

�̇� = 𝒇(𝒙)

dengan 𝒙 = (𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … , 𝑥𝑛) ∈ 𝐸 ⊂ 𝑅𝑛

𝒇 = (𝑓1, 𝑓2, 𝑓3, … , 𝑓𝑛) ⊂ 𝑅𝑛

dan kondisi awal 𝑥(𝑡0) = 𝑥0 = (𝑥10, 𝑥20, 𝑥30, … , 𝑥𝑛0) ∈ 𝐸 maka notasi 𝑥𝑡 = 𝑥(𝑥0, 𝑡) merupakan

solusi sistem (2.1) yang di mulai dari 𝑥0.

Definisi 2.2 Diberikan sistem persamaan diferensial linear

𝑥1̇ = 𝑎11𝑥1 + 𝑎12𝑥2 + 𝑎13𝑥3+ . . . +𝑎1𝑛𝑥𝑛

𝑥2̇ = 𝑎21𝑥1 + 𝑎22𝑥2 + 𝑎23𝑥3+ . . . +𝑎2𝑛𝑥𝑛

⋮ 𝑥�̇� = 𝑎𝑛1𝑥1 + 𝑎𝑛2𝑥2 + 𝑎𝑛3𝑥3+ . . . +𝑎𝑛𝑛𝑥𝑛

sistem persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk

�̇� = 𝐵𝑥 dimana B adalah matriks berukuran , yaitu

[

𝑎11

𝑎21

𝑎31

𝑎12 … 𝑎1𝑛

𝑎22 … 𝑎2𝑛

𝑎32 … 𝑎3𝑛

⋮𝑎𝑛1

⋮ ⋮ ⋮𝑎𝑛2 … 𝑎𝑛𝑛

]

Suatu sistem persamaan diferensial dikatakan nonlinear apabila sistem tersebut tidak dapat

dinyatakan dalam bentuk sistem (2.2).

2.4 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Definisi 2.3 (Anton, 1992) Diberikan matriks 𝐽 berukuran 𝑛 × 𝑛 dalam ℝ𝑛×𝑛 dan vektor tak nol 𝔁 di

dalam ℝ𝑛. Jika 𝐽𝔁 adalah kelipatan skalar dari 𝔁, yakni

𝐽𝔁 = 𝜆𝔁 Untuk suatu skalar 𝜆 dalam ℝ maka 𝔁 dinamakan vektor eigen dari matriks 𝐽 dan skalar 𝜆 dinamakan

nbilai eigen dari matriks 𝐽.

Untuk mendapatkan nilai eigen dari sebuah matriks 𝐽 maka dituliskan kembali 𝐽𝔁 = 𝜆𝔁 sebagai

berikut:

𝐽𝔁 = 𝜆𝐼𝔁

atau secara ekuivalen

(𝐽 − 𝜆𝐼)𝔁 = 0. Selanjutnya, apabila diandaikan bahwa persamaan karakteristik dari 𝐽 yaitu 𝑑𝑒𝑡 (𝐽 − 𝜆𝐼) ≠ 0 maka

matriks (𝐽 − 𝜆𝐼) mempunyai invers, sehingga persamaan (2.3) menjadi

(𝐽 − 𝜆𝐼)−1(𝐽 − 𝜆𝐼)𝔁 = (𝐽 − 𝜆𝐼)−1𝟎 𝔁 = 𝟎.

Hal tersebut kontradiksi dengan vektor 𝔁 tak nol, sehingga haruslah 𝑑𝑒𝑡(𝐽 − 𝜆𝐼) = 0.

2.5 Titik Ekuilibrium

Titik ekuilibrium adalah sebuah titik yang menunjukkan keadaan dari sistem yang tidak berubah

terhadap waktu.

Definisi 2. 4 (Wiggins, 2003) Diberikan sistem autonomus (2.1) dengan 𝒙 ∈ ℝ𝑛. Titik �̅� ∈ ℝ𝑛 disebut

titik kesetimbangan dari sistem �̇� = 𝒇(𝒙), jika

𝒇(�̅�) = 𝟎.

(2.1)

(2.2)

(2.3)

(2.3)

Page 4: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

2.6 Metode Linearisasi

Metode linierisasi pada sistem persamaan diferensial merupakan metode yang bertujuan untuk

mengatasi kesulitan dalam mendapatkan solusi dari sistem persamaan diferensial non linier dengan

menggunakan pendekatan deret Taylor yang akan mengubah bentuk sistem persamaan diferensial non

linier menjadi sistem persamaan diferensial yang linier agar memudahkan dalam menentukan solusi

dari sistem persamaan diferensial non linier tersebut. Solusi yang didapatkan berbentuk penggambaran

perilaku sistem di sekitar titik ekuilibriumnya (N. J Cox, 2000).

2.7 Kestabilan Titik Ekuilibrium

Secara umum kestabilan titik kesetimbangan mempunyai perilaku sebagai berikut:

1. Stabil, jika memenuhi kriteria berikut:

Setiap nilai eigen yang berbentuk real murni bernilai tidak positif (𝜆𝑖 ≤ 0) untuk setiap 𝑖 = 1,2. Setiap nilai eigen yang berbentuk kompleks, bagian realnya bernilai tidak positif, yaitu 𝑅𝑒(𝜆𝑖) ≤

0 untuk setiap 𝑖 = 1,2, dengan 𝑅𝑒(𝜆𝑖) yang menyatakan bagian real dari nilai eigen 𝜆𝑖. 2. Tidak stabil, jika memenuhi kriteria berikut:

Setiap nilai eigen yang berbentuk real murni bernilai positif (𝜆𝑖 > 0) untuk setiap 𝑖 = 1,2. Setiap nilai eigen yang berbentuk kompleks, bagian real bernilai bernilai positif, yaitu 𝑅𝑒(𝜆𝑖) >

0 untuk setiap 𝑖 = 1,2, dengan 𝑅𝑒(𝜆𝑖) menyatakan bagian real dari nilai eigen 𝜆𝑖.

Terdapat nilai eigen yang berbentuk kompleks dengan bagian real yang bernilai, yaitu 𝑅𝑒(𝜆𝑖) <0 < 𝑅𝑒(𝜆𝑖), dengan 𝑅𝑒(𝜆𝑖) menyatakan bagian real dari nilai eigen 𝜆𝑖 untuk setiap 𝑖 = 1,2.

2.8 Bilangan Reproduksi Dasar

Suatu model biasanya memiliki parameter threshold yang dikenal sebagai bilangan reproduksi

dasar (𝑅0), sedemikian sehingga jika 𝑅0 < 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil simtotik lokal

dan penyakit tidak menyerang populasi, namun jika 𝑅0 > 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit tidak

stabil dan penyakit sangat mungkin untuk menyebar (Driessche & Watmough, 2002).

Secara istilah, penyakit memiliki definisi yang lebih luas dari definisi klinis yaitu mencakup

tahap asimtomatik infeksi serta gejala artinya bahwa yang dimaksud individu yang terinfeksi adalah

individu yang terkena penyakit dengan menunjukkan gejala maupun yang tidak menunjukkna gejala

(Widayati, 2013).

Misalkan terdapat 𝑛 kelas terinfeksi dan 𝑚 kelas tidak terinfeksi. Selanjutnya dimisalkan pula 𝑥

menyatakan subpopulasi kelas terinfeksi dan 𝑦 menyatakan subpopulasi kelas tidak terinfeksi (rentan

dan atau sembuh), dan 𝑥 ∈ ℝ𝑛 dan 𝑦 ∈ ℝ𝑚, untuk 𝑚, 𝑛 ∈ ℕ, sehingga

�̇� = 𝜑𝑖(𝑥, 𝑦) − 𝜓𝑖, dengan i = 1,2,… , n �̇� = 𝜂𝑗(𝑥, 𝑦), dengan j = 1,2, … ,m

dengan 𝜑𝑖 adalah laju infeksi sekunder yang menambah pada kelas terinfeksi dan 𝜓𝑖 adalah laju

perkembangan penyakit, kematian, dan atau kesembuhan yang mengakibatkan berkurangnya populasi

dari kelas terinfeksi.

Penghitungan bilangan reproduksi dasar (𝑅0), berdasarkan linearisasi dari sistem persamaan

diferensial yang didekati pada titik ekuilibrium bebas penyakit. Persamaan kompartemen terinfeksi

yang telah dilinearisasi dapat dituliskan sebagai berikut

�̇� = (𝐹 − 𝑉)𝒙

dengan F dan V adalah matriks berukuran 𝑛 × 𝑛, dan 𝐹 =𝜕𝜑𝑖

𝜕𝑢𝑗(0, 𝑦0) dan 𝑉 =

𝜕𝜓𝑖

𝜕𝑢𝑗(0, 𝑦0).

Selanjutnya didefinisikan matriks 𝐾 sebagai

𝐾 = 𝐹𝑉−1

dengan 𝐾 disebut sebagai next generation matrix. Nilai harapan dari infeksi sekunder pada populasi

rentan adalah radius spektral (nilai eigen dominan) dari matriks 𝐾 (Driessche & Watmough, 2002)

sehingga

𝑅0 = 𝜌(𝐾) = 𝜌(𝐹𝑉−1).

(2.4)

Page 5: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

2.9 Kriteria Routh-Hurwitz

Kriteria Routh-Hurwitz merupakan metode yang dapat digunakan untuk menunjukkan kestabilan

suatu sistem. Metode ini memperhatikan koefisien persamaan karakteristik tanpa menghitung akar-akar

karakteristik secara langsung.

Jika diberikan persamaan karakteristik sebagai berikut:

𝑃(𝜆) = 𝑎0𝜆𝑛 + 𝑎1𝜆

𝑛−1 + ⋯+ 𝑎𝑛 = 0, dengan koefisien 𝑎𝑖, 𝑖 = 0,1,… , 𝑛 bernilai real. Dari Persamaan (2.5) dapat dibentuk matriks Hj, dengan

Hj adalah matriks Hurwitz yang didefinisikan sebagai berikut :

𝐻𝑗 =

[ ℎ11 ℎ12 …ℎ21 ℎ22 …ℎ31 ℎ32 …

ℎ1𝑚

ℎ2𝑚

ℎ3𝑚

⋮ℎ𝑖1

⋮ℎ𝑖2

⋱…

⋮ℎ𝑖𝑚 ]

dengan

ℎ𝑖𝑚 = {

𝑎2𝑖−𝑚,

𝑎0,

0 < 2𝑖 − 𝑚 < 𝑛 2𝑖 = 𝑚; 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑗 = 1,… , 𝑛

0 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎

maka diperoleh matriks 𝐻𝑗 yang baru, yaitu

𝐻𝑗 =

[

𝑎1

𝑎3𝑎5

⋮𝑎2𝑗−3

𝑎2𝑗−1

𝑎0

𝑎2𝑎4

⋮𝑎2𝑗−4

𝑎2𝑗−2

0𝑎1𝑎3

⋮𝑎2𝑗−5

𝑎2𝑗−3

0𝑎0𝑎2

⋮𝑎2𝑗−6

𝑎2𝑗−4

………⋱……

000⋮

𝑎𝑗−2

𝑎𝑗 ]

Berdasarkan matriks dalam Persamaan (2.6), titik ekuilibrium �̅� dikatakan stabil jika dan hanya jika

∆1 = 𝑎1 > 0,

∆2 = 𝑑𝑒𝑡 [𝑎1 𝑎0

𝑎3 𝑎2] > 0,

∆3 = 𝑑𝑒𝑡 [𝑎1 𝑎0 0𝑎3 𝑎2 𝑎1

𝑎5 𝑎4 𝑎3

] > 0,

∆𝑛 = 𝑑𝑒𝑡

[

𝑎1

𝑎3𝑎5

⋮𝑎2𝑗−3

𝑎2𝑗−1

𝑎0

𝑎2𝑎4

⋮𝑎2𝑗−4

𝑎2𝑗−2

0𝑎1𝑎3

⋮𝑎2𝑗−5

𝑎2𝑗−3

0𝑎0𝑎2

⋮𝑎2𝑗−6

𝑎2𝑗−4

………⋱……

000⋮

𝑎𝑗−2

𝑎𝑗 ]

> 0

(Lapidus & Seinfield, 1971).

2.10 Metode Lyapunov

Teorema 2.1 (Becerra, 2008) Diberikan sistem autonomous (2.1) dengan 𝐷 ∈ ℝ𝑛 dan 𝑀 ⊂ 𝐷.

Himpunan M disebut himpunan invariant terhadap sistem (2.1 ) jika 𝒙 = �̇� ∈ 𝑀 maka 𝒙(�̇�, 𝒕) ∈𝑀untuk setiap 𝑡 ∈ ℝ.

Untuk menentukan dan memeriksa kestabilan global dari suatu sistem non linier maka akan

dikonstruksi suatu fungsi, yaitu fungsi Lyapunov.

Definisi 2.6 (Korobeinikov & Maini, 2004) Diberikan fungsi 𝑉: 𝐷 ⊂ ℝ𝑛 → ℝ dan �̅� ∈ 𝐷 merupakan

titik ekuilibrium sistem persamaan diferensial non linier (2.1). Fungsi 𝑉(𝒙) disebut fungsi Lyapunov

jika memenuhi ketiga pernyataan berikut:

1. Fungsi 𝑉(𝒙) kontinu dan mempunyai turunan parsial pertama yang kontinu.

(2.5)

(2.6)

Page 6: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

2. Fungsi 𝑉(𝒙) > 0 untuk 𝒙 ∈ 𝐷 dengan 𝒙 ≠ �̅� dan 𝑉(�̅�) = 0 dengan 𝒙 = �̅� (dengan titik

ekuilibrium �̅� merupakan titik minimum global).

3. Fungsi �̇�(𝒙) < 0 untuk setiap 𝒙 ≠ �̅�.

3. MODEL PENYEBARAN VIRUS A H1N1 DENGAN VAKSINASI PADA MANUSIA

Pada model ini, penyebaran virus A H1N1 hanya melibatkan populasi manusia dengan jumlah

yang konstan dan tertutup. Model yang dibahas dalam tulisan ini adalah model endemik SEIAR di mana

populasi terinfeksi terbagi menjadi dua, yaitu symptomatic dan asymptomatic infected. Kompartemen

S (susceptible) adalah subpopulasi manusia yang sehat namun rentan terhadap penyakit. Kompartemen

E (exposed) adalah subpopulasi manusia yang sudah terkena virus namun masih berada dalam periode

laten. Kompartemen I (symptomatic infected) adalah subpopulasi manusia yang terinfeksi virus secara

total dan menunjukkan gejala-gejala tertentu. Kompartemen A (asymptomatic infected) adalah

subpopulasi manusia yang terinfeksi virus secara parsial dan tidak menunjukkan gejala tertentu.

Kompartemen R (recovered) adalah subpopulasi manusia yang sembuh atau telah tervaksinasi. Jumlah

populasi manusia dinotasikan sebagai 𝑁 = 𝑆 + 𝐸 + 𝐼 + 𝐴 + 𝑅. Penyebaran virus A H1N1 pada

manusia dapat digambarkan pada diagram kompartemen seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram kompartemen model penyebaran virus A H1N1 dengan vaksinasi

Laju pertumbuhan individu rentan dipengaruhi oleh laju kelahiran, laju kematian, laju individu

yang divaksinasi dan laju perpindahan individu rentan menjadi individu pada populasi Exposed, yaitu:

𝑑𝑆

𝑑𝑡= Λ − 𝛽𝑆

(𝐸 + 𝐼)

𝑁− 𝜇𝑆 − 𝜎𝑆.

Laju perpindahan individu pada populasi exsposed dipengaruhi oleh rata-rata kontak antara individu

terinfeksi dan individu exposed dengan individu rentan. Nilai rata-rata ini adalah perkalian antara

peluang transmisi penyebaran virus dari individu terinfeksi dan individu exposed dengan individu

rentan (𝛽𝑆(𝐸+𝐼)

𝑁). Laju pertumbuhan individu exposed menjadi individu terinfeksi dipengaruhi oleh

laju perpindahan individu pada populasi exposed, laju perpindahan individu exposed dengan proporsi

individu yang bisa terinfeksi dan laju kematian sehingga dapat ditulis dalam persamaan:

𝑑𝐸

𝑑𝑡= 𝛽𝑆

(𝐸 + 𝐼)

𝑁− 𝜅𝑝𝐸 − 𝜅(1 − 𝑝)𝐸 − 𝜇𝐸

= 𝛽𝑆(𝐸 + 𝐼)

𝑁− (𝜅 + 𝜇)𝐸.

Laju pertumbuhan individu terinfeksi dan menunjukkan gejala dipengaruhi oleh laju perpindahan

individu exposed menjadi terinfeksi (𝜅) dengan proporsi individu exposed yang bisa terinfeksi (𝑝), laju

kematian, dan laju individu terinfeksi menjadi sembuh atau tervaksinasi yaitu:

𝑑𝐼

𝑑𝑡= 𝜅𝑝𝐸 − 𝜇𝐼 − 𝛾1𝐼.

S

A

R I E Λ

𝜎

𝜇𝑅

𝜇𝐼 𝜇𝐸

𝛾1 𝜅𝑝 𝛽𝑆(𝐸 + 𝐼)

𝑁

𝜇𝑆 𝜅(1 − 𝑝) 𝛾2

𝜇𝐴

(3.2)

(3.1)

(3.3)

Page 7: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

Laju pertumbuhan individu terinfeksi sebagian dan tidak menunjukkan gejala dipengaruhi oleh laju

perpindahan individu exposed menjadi terinfeksi (𝜅) dengan proporsi (1 − 𝑝) individu exposed yang

bisa terinfeksi, laju kematian, dan laju perpindahan individu terinfeksi sebagian menjadi sembuh atau

tervaksinasi yaitu:

𝑑𝐴

𝑑𝑡= 𝜅(1 − 𝑝)𝐸 − 𝜇𝐴 − 𝛾2𝐴.

Laju pertumbuhan individu sembuh atau tervaksinasi dipengaruhi oleh laju perpindahan individu

terinfeksi menjadi sembuh atau tervaksinasi, laju individu 𝑆 yang divaksinasi dan laju kematian, yaitu:

𝑑𝑅

𝑑𝑡= 𝛾1𝐼 + 𝛾2𝐴 − 𝜇𝑅 − 𝜎𝑆.

Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh model penyebaran virus A H1N1 dengan pengaruh

vaksinasi ke dalam bentuk sistem persamaan differensial sebagai berikut:

𝑑𝑆

𝑑𝑡= Λ − 𝛽𝑆

(𝐸 + 𝐼)

𝑁− 𝜇𝑆 − 𝜎𝑆

𝑑𝐸

𝑑𝑡= 𝛽𝑆

(𝐸 + 𝐼)

𝑁− (𝜅 + 𝜇)𝐸

𝑑𝐼

𝑑𝑡= 𝜅𝑝𝐸 − 𝜇𝐼 − 𝛾1𝐼

𝑑𝐴

𝑑𝑡= 𝜅(1 − 𝑝)𝐸 − 𝜇𝐴 − 𝛾2𝐴

𝑑𝑅

𝑑𝑡= 𝛾1𝐼 + 𝛾2𝐴 − 𝜇𝑅 + 𝜎𝑆

dengan nilai awal 𝑆 ≥ 0, 𝐸 ≥ 0, 𝐼 ≥ 0, 𝐴 ≥ 0, 𝑅 ≥ 0.

Adapun parameter – parameter yang digunakan pada persamaan di atas yang dituliskan pada

Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Deskripsi Variabel dan Parameter Model

Variabel/

Parameter Deskripsi

𝑆 Jumlah individu yang sehat dan rentan terhadap penyakit

𝐸 Jumlah individu yang terkena virus namun belum terinfeksi

𝐼 Jumlah individu yang terinfeksi total dan menunjukkan gejala

𝐴 Jumlah individu yang terinfeksi sebagian dan tidak menunjukkan

gejala

𝑅 Jumlah individu yang sembuh dan terimunisasi

𝑁 Total individu dalam populasi manusia

Λ Laju kelahiran alami pada individu rentan (Λ > 0)

𝜇 Laju kematian pada manusia (0 < 𝜇 < 1)

𝛽 Peluang transmisi penyebaran virus A-H1N1 (0 < 𝛽 < 1)

𝜎 Laju individu yang divaksinasi (0 < 𝜎 ≤ 1)

𝜅 Laju perpindahan dari individu exposed menjadi individu terinfeksi

(𝜅 > 0)

𝑝 Proporsi individu dari kelas exposed menjadi individu teinfeksi total

yang menunjukkan gejala (0 < 𝑝 < 1)

(1 − 𝑝) Proporsi individu dari kelas exposed menjadi individu teinfeksi

sebagian yang tidak menunjukkan gejala (0 < 𝑝 < 1)

𝛾 Laju perpindahan individu terinfeksi menjadi sembuh dan terimunisasi

(𝛾 > 0)

(3.4)

(3.5)

(3.6)

Page 8: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

4. SIMULASI NUMERIK UNTUK TITIK KESETIMBANGAN TAK ENDEMIK

Pada bagian ini akan diberikan simulasi dari solusi model penyebaran virus influenza A H1N1 pada

manusia dengan vaksinasi dan tanpa vaksinasi.

Tabel 4.1 Nilai parameter-parameter model penyebaran virus influenza A H1N1 pada manusia untuk titik

kesetimbangan tak endemik

Parameter Nilai Satuan Sumber

𝜇 0.25 Populasi.Bulan-1 (Khanh, 2014)

𝛽 0.15 Bulan-1 (Khanh, 2014)

𝜅 0.6 Bulan-1 Asumsi

𝑝 0.5 Proporsi (Khanh, 2014)

1 − 𝑝 0.5 Proporsi (Khanh, 2014)

𝛾1 0.3 Bulan-1 (Khanh, 2014)

𝛾2 0.25 Bulan-1 (Khanh, 2014)

4.1 Simulasi Numerik Model Tanpa Vaksinasi pada Titik Kesetimbangan Tak Endemik

Dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 4.2 diperoleh titik ekuilibrium 𝑃0 = (𝑠, 𝑒, 𝑙, 𝑎, 𝑟) =(1,0,0,0,0). Nilai eigen yang diperoleh adalah 𝜆1 = −0.20 ; 𝜆2 = −0,80 ; 𝜆3 = −0,45 ; 𝜆4 = −0.294 ; 𝜆5 =−0,475. Karena semua nilai eigen bernilai negatif, maka 𝑃0 merupakan titik kesetimbangan yang stabil asimtotik.

Misalkan waktu penyebaran virus influenza A H1N1 adalah 35 hari dan belum dilakukan vaksinasi. Misalkan

jumlah penduduk di suatu daerah adalah 500 orang. Jumlah tersebut dikelompokkan ke dalam kompartemen orang

yang rentan sebanyak 𝑆 = 55 orang, kompartemen orang yang terkena virus namun masih dalam periode laten

sebanyak 𝐸 = 195 orang, kompartemen orang yang terinfeksi secara total sebanyak 𝐼 = 95 orang, kompartemen

orang yang terinfeksi secara parsial sebanyak 𝐴 = 125 orang, dan kompartemen R orang yang sembuh atau

tervaksinasi sebanyak 𝑅 = 35 orang. Dari uraian tersebut maka diperoleh grafik solusi dari sistem (3.6) yang

disajikan Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan Gambar 4.5.

Page 9: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

Gambar 4.1-4.5 Simulasi Numerik Model Tanpa Vaksinasi pada Populasi S, E, I, A dan R.

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa kelompok individu rentan mengalami kenaikan dan pada hari ke-22 akan

mencapai titik kesetimbangannya yaitu 1. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi dalam periode

laten (Exposed) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-8, namun setelah itu kelompok

tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga pada hari ke-11 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.3

menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi secara total (Symptomatic Infected) terus mengalami penurunan

sejak hari pertama sampai hari ke-12, namun setelah itu kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga

pada hari ke-17 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi

parsial (Asymptomatic Infected) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-12, setelah itu

kelompok tersebut pada hari ke-15 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa individu

sembuh atau tervaksinasi (Recovered) terus mengalami kenaikan sejak hari pertama sampai hari ke-3, namun

setelah itu kelompok tersebut mengalami penurunan dan akan bergerak sangat lambat sehingga pada hari ke-35

akan mencapai titik ekuilibriumnya.

Berdasarkan nilai parameter pada Tabel 4.1 akan diperoleh nilai 𝑅0 = 0,054 dan menunjukkan bahwa

saat kondisi 𝑅0 < 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil asimtotik lokal dan penyakit tidak menyerang

populasi.

4.2 Simulasi Numerik Model dengan Vaksinasi sebanyak 1 kali pada Titik Kesetimbangan Tak Endemik

Pada bagian ini akan dilakukan simulasi dengan melakukan vaksinasi sebanyak 1 kali dalam setiap bulan

(𝜎 = 1) pada kelompok individu yang rentan (S). Dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 4.2

diperoleh titik ekuilibrium 𝑃0 = (𝑠, 𝑒, 𝑙, 𝑎, 𝑟) = (0,2; 0; 0; 0; 0,8). Nilai eigen yang diperoleh adalah 𝜆1 =−0,2 ; 𝜆2 = −0,57 ; 𝜆3 = −0,5 ; 𝜆4 = −0,8 ; 𝜆5 = −0,45. Karena semua nilai eigen bernilai negatif, maka 𝑃0

merupakan titik kesetimbangan yang stabil asimtotik. Misalkan waktu penyebaran virus influenza A H1N1 adalah

35 hari dan belum dilakukan vaksinasi. Misalkan jumlah penduduk di suatu daerah adalah 500 orang. Jumlah

tersebut dikelompokkan ke dalam kompartemen orang yang rentan sebanyak 𝑆 = 55 orang, kompartemen orang

yang terkena virus namun masih dalam periode laten sebanyak 𝐸 = 195 orang, kompartemen orang yang

terinfeksi secara total sebanyak 𝐼 = 95 orang, kompartemen orang yang terinfeksi secara parsial sebanyak 𝐴 =125 orang, dan kompartemen R orang yang sembuh atau tervaksinasi sebanyak 𝑅 = 35 orang. Dari uraian

tersebut maka diperoleh grafik solusi dari sistem (3.6) yang disajikan Gambar 4.6, Gambar 4.7, Gambar 4.8,

Gambar 4.9, dan Gambar 4.10.

Page 10: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

Gambar 4.6-4.10 Simulasi Numerik dengan Vaksinasi sebanyak 1 kali pada Populasi S, E, I, A dan R.

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa kelompok individu rentan mengalami kenaikan dan pada hari ke-9 akan

menuju titik kesetimbangannya yaitu 0,2. Gambar 4.7 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi dalam periode

laten (Exposed) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-8, namun setelah itu kelompok

tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga pada hari ke-10 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.8

menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi secara total (Symptomatic Infected) terus mengalami penurunan

sejak hari pertama sampai hari ke-13, namun setelah itu kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga

pada hari ke-14 akan mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.9 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi

parsial (Asymptomatic Infected) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-11, namun setelah

itu kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat sehingga pada hari ke-12 akan mencapai titik ekuilibriumnya.

Gambar 4.10 menunjukkan bahwa individu yang sembuh atau tervaksinasi (Recovered) terus mengalami kenaikan

sejak hari pertama sampai hari ke-12, namun setelah itu kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat dan akan

mencapai titik ekuilibriumnya yaitu 0,8.

Berdasarkan nilai parameter pada Tabel 4.1 akan diperoleh nilai 𝑅0 = 0,272 dan menunjukkan bahwa

saat kondisi 𝑅0 < 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil simtotik lokal dan penyakit tidak menyerang

populasi.

5. SIMULASI NUMERIK UNTUK TITIK KESETIMBANGAN ENDEMIK

Pada bagian ini akan diberikan simulasi dari solusi model penyebaran virus influenza A H1N1 pada

manusia dengan vaksinasi dan tanpa vaksinasi untuk titik kesetimbangan endemik.

Tabel 5.1 Nilai parameter-parameter model penyebaran virus influenza A H1N1 pada manusia untuk titik

kesetimbangan endemik.

Parameter Nilai Satuan Sumber

𝜇 0.15 Populasi.Bulan-1 (Khanh, 2014)

𝛽 0.7 Bulan-1 Asumsi

𝜅 0.5 Bulan-1 Asumsi

𝑝 0.5 Proporsi (Khanh, 2014)

1 − 𝑝 0.5 Proporsi (Khanh, 2014)

𝛾1 0.1 Bulan-1 (Khanh, 2014)

𝛾2 0.15 Bulan-1 (Khanh, 2014)

Page 11: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

5.1 Simulasi Numerik Model Tanpa Vaksinasi pada Titik Kesetimbangan Endemik

Dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 5.1 diperoleh titik ekuilibrium 𝑃0 = (𝑠, 𝑒, 𝑙, 𝑎, 𝑟) =(0,464; 0,123; 0,123; 0,103; 0,185). Nilai eigen yang diperoleh adalah 𝜆1 = −0,8 ; 𝜆2 = −0,2 ; 𝜆3 =−0,45 ; 𝜆4 = −0,31 ; 𝜆5 = −0,48. Karena semua nilai eigen bernilai negatif, maka 𝑃0 merupakan titik

kesetimbangan yang stabil asimtotik.

Misalkan waktu penyebaran virus influenza A H1N1 adalah 35 hari dan belum dilakukan vaksinasi.

Misalkan jumlah penduduk di suatu daerah adalah 500 orang. Jumlah tersebut dikelompokkan ke dalam

kompartemen orang yang rentan sebanyak 𝑆 = 35 orang, kompartemen orang yang terkena virus namun masih

dalam periode laten sebanyak 𝐸 = 165 orang, kompartemen orang yang terinfeksi secara total sebanyak 𝐼 =200 orang, kompartemen orang yang terinfeksi secara parsial sebanyak 𝐴 = 65 orang, dan kompartemen R

orang yang sembuh atau tervaksinasi sebanyak 𝑅 = 35 orang. Dari uraian tersebut maka diperoleh grafik solusi

dari sistem (3.6) yang disajikan Gambar 4.11, Gambar 4.12, Gambar 4.13, Gambar 4.14, dan Gambar 4.15.

Gambar 4.11-4.15 Simulasi Numerik Model Tanpa Vaksinasi pada Populasi S, E, I, A dan R.

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa kelompok individu rentan mengalami kenaikan dan pada hari ke-18

akan mencapai titik kesetimbangannya yaitu 0,464. Gambar 4.12 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi

dalam periode laten (Exposed) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-8, namun setelah

itu kelompok tersebut akan bergerak lambat dan mengalami kenaikan lagi sehingga pada hari ke-33 akan mencapai

titik ekuilibriumnya. Gambar 4.13 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi secara total (Symptomatic

Infected) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-19, namun setelah itu kelompok tersebut

akan bergerak sangat lambat sampai mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.14 menunjukkan bahwa individu

yang terinfeksi parsial (Asymptomatic Infected) terus mengalami kenaikan sampai hari ke-2, namun setelah itu

kelompok tersebut akan mengalami penurunan kembali sampai mencapai titik ekuilibriumnya. Gambar 4.15

menunjukkan bahwa individu sembuh atau tervaksinasi (Recovered) terus mengalami kenaikan sejak hari pertama

sampai hari ke-3, namun setelah itu kelompok tersebut mengalami penurunan dan akan bergerak sampai mencapai

titik ekuilibriumnya.

Page 12: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

Berdasarkan nilai parameter pada Tabel 4.3 akan diperoleh nilai 𝑅0 = 02,15 dan menunjukkan bahwa

saat kondisi 𝑅0 > 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit tidak stabil dan penyakit sangat mungkin untuk

menyebar.

5.2 Simulasi Numerik Model dengan Vaksinasi sebanyak 1 kali pada Titik Kesetimbangan Endemik

Pada bagian ini akan dilakukan simulasi dengan melakukan vaksinasi sebanyak 1 kali dalam setiap bulan

(𝜎 = 1) pada kelompok individu yang rentan (S). Dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 5.1

diperoleh titik ekuilibrium 𝑃0 = (𝑠, 𝑒, 𝑙, 𝑎, 𝑟) = (0,464;−0,59;−0,59;−0,48; 2,2). Nilai eigen yang diperoleh

adalah 𝜆1 = −0,8 ; 𝜆2 = −0,599 ; 𝜆3 = −0,5 ; 𝜆4 = −0,2 ; 𝜆5 = −0,45. Karena semua nilai eigen bernilai

negatif, maka 𝑃0 merupakan titik kesetimbangan yang stabil asimtotik. Misalkan waktu penyebaran virus

influenza A H1N1 adalah 35 hari dan belum dilakukan vaksinasi. Misalkan jumlah penduduk di suatu daerah

adalah 500 orang. Jumlah tersebut dikelompokkan ke dalam kompartemen orang yang rentan sebanyak 𝑆 = 35

orang, kompartemen orang yang terkena virus namun masih dalam periode laten sebanyak 𝐸 = 165 orang,

kompartemen orang yang terinfeksi secara total sebanyak 𝐼 = 200 orang, kompartemen orang yang terinfeksi

secara parsial sebanyak 𝐴 = 65 orang, dan kompartemen R orang yang sembuh atau tervaksinasi sebanyak 𝑅 =35 orang. Dari uraian tersebut maka diperoleh grafik solusi dari sistem (3.6) yang disajikan Gambar 4.16, Gambar

4.17, Gambar 4.18, Gambar 4.19, dan Gambar 4.20.

Gambar 4.16-4.20 Simulasi Numerik dengan Vaksinasi sebanyak 1 kali pada Populasi S, E, I, A dan R.

Gambar 4.16 menunjukkan bahwa kelompok individu rentan mengalami kenaikan menuju ke titik

ekuilibriumnya. Gambar 4.17 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi dalam periode laten (Exposed) terus

mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-18, namun setelah itu kelompok tersebut akan bergerak

Page 13: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

sangat lambat menuju titik ekuilibriumnya. Gambar 4.18 menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi secara

total (Symptomatic Infected) terus mengalami penurunan sejak hari pertama sampai hari ke-22, namun setelah itu

kelompok tersebut akan bergerak sangat lambat dan tidak mendekati titik ekuilibriumnya. Gambar 4.19

menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi parsial (Asymptomatic Infected) sempat mengalami kenaikan sampai

hari kedua namun setelah itu mengalami penurunan sampai hari ke-28 kemudian kelompok tersebut akan bergerak

sangat lambat menuju titik ekuilibriumnya. Gambar 4.20 menunjukkan bahwa individu sembuh atau tervaksinasi

(Recovered) terus mengalami kenaikan sejak hari pertama menuju titik ekuilibriumnya.

Berdasarkan nilai parameter pada Tabel 4.3 akan diperoleh nilai 𝑅0 = 0,28 dan menunjukkan bahwa saat

kondisi 𝑅0 < 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil simtotik lokal dan penyakit tidak menyerang populasi.

6. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengembangan model dari model yang dikaji oleh Khanh (2014) dengan menambahkan parameter

vaksinasi pada populasi rentan.

2. Penyebaran virus influenza A H1N1 pada manusia menghasilkan dua titik kesetimbangan yaitu 𝑃0 =

(𝜇

𝜇+𝜎, 0, 0, 0,

𝜎

𝜇+𝜎) yang disebut dengan titik ekuilibrium bebas penyakit (tak-endemik) dan 𝑃1 =

(𝑠∗, 𝑒∗, 𝑖∗, 𝑎∗, 𝑟∗) yang disebut dengan titik ekuilibrium endemik. 3. Titik Kesetimbangan 𝑃0 akan stabil asimtotik lokal jika 𝑅0 < 1 dan 𝑃0 akan stabil asimtotik global jika

memenuhi syarat yang ditetapkan melalui fungsi Lyapunov. Titik Kesetimbangan 𝑃1 akan stabil asimtotik

lokal jika memenuhi syarat yang ditetapkan melalui Routh-Hurwitz.

4. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa vaksinasi yang diberikan sebanyak 1 kali dalam sebulan

berhasil mengurangi penyebaran virus influenza A H1N1.

DAFTAR PUSTAKA

Anton, H. (1992). Aljabar Linear Elementer (5th ed.). (P. Silaban, & I. Susila, Trans.) Jakarta: Erlangga.

Becerra, M. V. (2008). La Salle’s Invariant Set Theory.

Boyce, W., & DiPrima, R. (2001). Elementary differential equations and boundary value problems (7th ed.). New

York.

Cardenas P., M. E., Perez C., I., & Perez, C. (2016). Applied Mathematical Sciences. A Simulation Model

Including Vaccination and Seasonality for Influenza A-H1N1 Virus, 10, 1269 - 1276.

Casagardi, R., Bolzoni, L., Levin, S. A., & Andreasen, V. (2006). Mathematical Biosciences. The SIRC model

and Influenza A, 152-169.

CDC. (2009). H1N1 Flu. Retrieved September 12, 2018, from http://www.cdc.com

Driessche, & Watmough. (2002). Mathematical Biosciences. Reproduction numbers and sub-threshold endemic

equilibria for compartmental models of disease transmission, 29-48.

Fitzgerald, D. A. (2009). Human Swine Influenza A (H1N1): Pratical Advice for Clinicians Early in the Pandemic,

Paediatric Respiratory Reviews: 154-158.

Fraser, C., Donnelly, C. A., Cauchemez, S., Hanage, W. P., Van Kerkhove, M. D., Hollingswoth, T. D., . . . The

WHO Rapid Pandemic Assesment Collaboration. (2009). Pandemic Potential of a Strain of Influenza A

(H1N1): Early Findings, Science 324: 1557-1561.

Huo, H.-F., & Feng, L.-X. (2011). Global Stability of an Epidemic Model with Incomplete Treatment and

Vaccination.

Jansen, A. G., Sanders, E. A., Hoes, A. W., van Loon, A. M., & Hak, E. (2007). European Respiratory Journal.

Influenza and respiratory syncytial virus-associated mortality and hospitalizations, 1158–1166.

Keeling, M. J., & Rohani, P. (2008). Modeling Infectious Diseases in Humans and Animals.

Khanh, N. H. (2014, August 8). International Journal of Scientific & Engineering Research. Stability Analysis of

a Transmission Model for Influenza Virus A H1N1, 5(8).

Korobeinikov, A., & Maini, P. K. (2004). Math. Biosci. A Lyapunov function and global properties for SIR and

SEIR epidemiological models with nonlinear incidence, 1, 57-60.

Kwong, J. C., Maaten, S., Upshur, R. E., Patrick, D. M., & Marra, F. (2009). The Effect of Universal Influenza

Immunization on Antibiotic Prescriptions: An Ecological Study, Clinical Infectious Disease: 750-756.

Lapidus, L., & Seinfield, J. (1971). Numerical Solution of Ordinary Differential Equations.

Page 14: ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/...populasi tertutup, yang terdiri dari subpopulasi individu rentan

Li, M. Y., Smith, H. L., & Wang, L. (2001). Global Dynamic of an SEIR Epidemic Model With Vertical

Transmission, Society for Industrial and Applied Mathematics, 62(1): 58–69.

Ma, Z., & Li, J. (2009). Dynamical Modelng and Analysis pf Epidemics. United State of America: Co.Pte. Ltd.

N. J Cox, K. (2000). Global Epidemology of Influenza: Past and Present. Annual Review of Medicine, 407-421.

Pongsumpun, P., & Tang, I. M. (2011). Mathemati al model of the symptomat c and asymptoma ic infections of

Swine flu.

Potter, J., Scott, D., Roberts, M. A., Elder, A. G., O'Donnell, B., Knight, P. V., & Carman, W. F. (1997). Influenza

Vaccination of Health Care Workers in Long-Term-Care Hospitals Reduces the Mortality of Elderly

Patients, The Journal of Infectious disease: 1-6.

Rahayu, W. (2005). Analisa Dinamik dan Proses Markov dari Model Penyebaran Ebola. Depok: Universitas

Indonesia.

Tapan, E. (2004). Dokter Internet. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Widayati, R. (2013). Pemodelan matematika untuk penyebaran penyakit flu singapura (Hand, Foot and Mouth

Disease berdasarkan model SEIRS. Universitas Negeri Yogyakarta.

Wiggins, S. (2003). Introduction to Applied Nonlinear Dynamical System and Chaos (2nd ed.). New York:

Springer.

Yang, Y., Sugimoto, J. D., Halloran, M. E., Basta, N. E., Chao, D. L., Matrajt, L., . . . Longini, I. M. (2009). The

Transmissibility and Control of Pandemic Influenza A (H1N1) Virus.