ilmu kesejahteraan sosial shh(sekolah hijau)

28
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2013 PROPOSAL UJIAN MASUK PROGRAM PASCASARJANA NAMA: DENI GUMILANG NOMOR: 8131101418 PROGRAM STUDI: ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL JUDUL: Implementasi Kebijakan Kurikulum SD terhadap pelayanan pendidikan Kota Singkawang (Studi Kasus Sekolah Model Harmoni Hijau di Kota Singkawang). 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesejahteraan sosial sangat terkait banyak aspek, salah satunya adalah aspek pendidikan. Proses pendidikan yang baik mampu mendukung suatu proses pembangunan sosial yang baik. Proses inilah yang seyogyanya mampu mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat. Namun kenyataannya, Montessori (2008:12) salah seorang tokoh pendidikan abad 19 yang masih sangat relevan untuk saat ini menyatakan bahwa sistem pendidikan di banyak negara belum mempertimbangkan kehidupan, sekolah justru masih merupakan dunia yang terpisah, sebuah dunia yang steril dari persoalan sosial sehari-hari. Pembangunan manusia secara sosial di suatu daerah berkorelasi pada sektor pendidikan yang memiliki mandat untuk mewujudkan pendidikan yang benar-benar ‘berkarakter’. Hal ini mengacu pada pengertian pendidikan yang sesungguhnya yaitu pendidikan yang dapat menyiapkan anak didik untuk dapat menghadapi hidup, melestarikan

Upload: yurmilza-nandha

Post on 13-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

KESEHATAN SOSIAL

TRANSCRIPT

Page 1: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2013

PROPOSAL UJIAN MASUK PROGRAM PASCASARJANA

NAMA: DENI GUMILANG

NOMOR: 8131101418

PROGRAM STUDI: ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

JUDUL:

Implementasi Kebijakan Kurikulum SD terhadap pelayanan pendidikan Kota Singkawang (Studi Kasus

Sekolah Model Harmoni Hijau di Kota Singkawang).

1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Masalah kesejahteraan sosial sangat terkait banyak aspek, salah satunya adalah aspek

pendidikan. Proses pendidikan yang baik mampu mendukung suatu proses pembangunan sosial yang

baik. Proses inilah yang seyogyanya mampu mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi

terhadap pemecahan masalah sosial dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan

masyarakat. Namun kenyataannya, Montessori (2008:12) salah seorang tokoh pendidikan abad 19

yang masih sangat relevan untuk saat ini menyatakan bahwa sistem pendidikan di banyak negara

belum mempertimbangkan kehidupan, sekolah justru masih merupakan dunia yang terpisah, sebuah

dunia yang steril dari persoalan sosial sehari-hari.

Pembangunan manusia secara sosial di suatu daerah berkorelasi pada sektor pendidikan

yang memiliki mandat untuk mewujudkan pendidikan yang benar-benar ‘berkarakter’. Hal ini mengacu

pada pengertian pendidikan yang sesungguhnya yaitu pendidikan yang dapat menyiapkan anak didik

untuk dapat menghadapi hidup, melestarikan kehidupan di muka bumi serta mampu menjadi agen

perubah yang berbudi luhur untuk kehidupannya, untuk daerahnya. Srini (2011: 1) mengungkapkan

bahwa pendidikan haruslah merupakan proses yang dapat membantu peserta didik membangun

pribadi yang merdeka dan mandiri, memiliki pilihan-pilihan, memiliki kepekaan terhadap masalah di

lingkungan sosialnya, serta mampu berkreativitas menemukan sesuatu yang baru yang dibutuhkan

oleh zamannya.

Pemerintah Indonesia melalui UU Sisdiknas No 20 tahun 2003, memberikan mandat untuk

mewujudkan hal tersebut melalui otonomi pendidikan. Tiap kabupaten/kota diberikan kewenangan

Page 2: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

untuk mengatur dan mengelola pendidikan sesuai dengan isu dan kebutuhan pembangunan daerah

masing-masing, baik dalam pengalokasian dana maupun peningkatan kualitas pendidikan. Sekolah

bersama masyarakat diharapkan memiliki keberdayaan untuk dapat mengelola pendidikan secara

kreatif, transparan dan akuntabel. Melalui penerapan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan),

pemerintah pusat memberikan ruang untuk melakukan berbagai kreativitas. Bahkan kurikulum yang

terbaru saat ini pun, pemerintah pusat menyediakan garis besar atau kompetensi dasar, tiap-tiap

sekolah harus mengintegrasikan dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal.

Secara spesifik, penerapan kurikulum yang tepat sangat diharapkan dalam pendidikan sekolah

dasar yang menjadi ‘dasar’ bagi setiap individu untuk memiliki sikap, karakter, serta kemampuan dasar

untuk pendidikan selanjutnya, bahkan untuk masa depan kehidupan individu tersebut. Hal tersebut

sangat penting untuk diimplementasikan secara prima agar bisa menjadi dasar bagi seorang individu

untuk mampu mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial dan

peningkatan kualitas kehidupannya.

Kenyataanya, perubahan kurikulum sepertinya dianggap menjadi salah satu masalah sosial

dalam ranah pendidikan di negara kita saat ini. Pengembangan kurikulum di Indonesia masih menjadi

suatu tantangan tersendiri untuk diterapkan di daerah-daerah yang wilayahnya amat luas. Saat ini,

perubahan-perubahan kurikulum dianggap terlalu sering terjadi. Alih-alih mengembangkan kurikulum

yang lama mencapai target yang diharapkan, sistem yang ada sepertinya sudah mengubah kurikulum

tersebut saat pelaksanaannya belum tercapai sepenuhnya di daerah-daerah. Adanya kurikulum

terbaru, saat ini pun, sepertinya mendapat banyak keluhan dari berbagai kalangan. Integrasi beberapa

mata pelajaran, dianggap terlalu ideal, karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru terutama

dari daerah-daerah pelosok di Indonesia. Tampaknya kebijakan pemerintah itu dianggap terlalu

tergesa-gesa dan menimbulkan masalah sosial tersendiri berupa keresahan akan proses

implementasinya nanti di lapangan. Padahal, secara esensi, kurikulum terbaru diciptakan pemerintah

dengan tujuan agar siswa dan guru tidak terbebani dalam fokus pelajaran ataupun penyusunan

kurikulum di setiap tingkat satuan pendidikan.

Salah satu pilihan strategis yang menarik untuk diteliti adalah dengan mengambil sudut

pandang adanya pengembangan sekolah yang mampu berkontribusi dalam upaya peningkatkan

kualitas pendidikan melalui model pendidikan kurikulum yang kontekstual dan terintegrasi. Umumnya,

inovasi yang dilakukan di sekolah adalah dengan mewujudkan pendidikan yang lebih berdialog dengan

keseharian dan lingkungan sosial di mana anak dan masyarakat tinggal, dengan tetap memfokuskan

pembangunan karakter dasar mereka sesuai dengan kurikulum. Hal ini menarik, di tengah banyaknya

pesimisme dan keresahan akibat sistem kurikulum negara kita, untuk melihat adanya suatu model

penerapan kurikulum yang mampu memberdayakan dan membangun kesadaran kritis dengan tetap

Page 3: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

bertumpu pada kearifan dan potensi lokal. Hal ini juga sangat berguna dalam hal menanamkan dasar

pendidikan untuk dapat hidup utuh dan memiliki karakter yang baik.

Salah satu contohnya, Pemerintah Daerah Kota Singkawang bersama World Vision Indonesia

telah mengembangkan pendidikan kontekstual yang sesuai dengan isu dan kebutuhan pembangunan

wilayah setempat melalui model Sekolah Harmoni Hijau. Model ini diharapkan mampu mendorong

upaya peningkatan mutu pendidikan, sekaligus penguatan karakter anak, pelestarian alam serta

pelibatan partisipasi anak dan masyarakat dalam pembangunan Kota singkawang. Penelitian ini akan

membagikan pengalaman-pengalaman dan pembelajaran yang telah diperoleh dalam sistem

kurikulum model sekolah tersebut, serta mempromosikan model tersebut untuk dapat direplikasi

secara kontekstual ke wilayah lainnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Implementasi kurikulum dalam konteks pembangunan di negara Indonesia, bisa dimaknai

sebagai bagian dari isu pendidikan yang berkontribusi dalam pembangunan manusia seutuhnya. Hal

ini bisa diartikan sebagai bagian dari pembangunan yang memberikan kompetensi dasar terkait

keterampilan dan pengetahuan untuk mengormati makna hakikat manusia indonesia sesuangguhnya.

Hal ini termasuk dalam konteks pelayanan pendidikan yang memiliki nilai strategis bagi pemerintah

dalam mencapai bangsa yang maju, mandiri dan beradab. Perubahan kebijakan terkait kurikulum,

walaupun mendatangkan polemik, tentu saja menjadi bagian pemerintah yang berupaya memenuhi

hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan demi peningkatan kualitas hidup

manusia Indonesia.

Pemerintah sendiri, menanggapi banyaknya polemik perubahan kurikulum, dalam situs resmi

mengungkapkan pernyataan sebagai berikut (http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-

kurikulum-2013-4),

“Intinya jangan sekali-kali persoalan implementasi kurikulum dihadapkan pada stigma persoalan yang kemungkinan akan menjerat kita untuk tidak mau melakukan perubahan. Padahal kita sepakat, perubahan itu sesuatu yang niscaya harus dihadapi mana kala kita ingin terus maju dan berkembang. Bukankah melalui perubahan kurikulum ini sesungguhnya kita ingin membeli masa depan anak didik kita dengan harga sekarang.”

Hal ini menguatkan bahwa perubahan kurikulum diharapkan sangat terkait dengan kondisi

kehidupan sosial yang lebih baik di masa depan. Hanya saja, dengan masih banyaknya pengajaran yang

sifatnya konservatif di Indonesia dan sistem penyebaran informasi pada elemen-elemen operasional

pendidikan di daerah-daerah yang luas, maka mungkin saja akan ada tantangan yang sangat besar.

Terlebih, masalah utama tampaknya bukanlah sistem kurikulum, tetapi bagaimana proses

pengimplementasian kurikulum yang tepat terhadap operasional kegiatan belajar mengajar di sekolah-

sekolah yang kebutuhannya amat beragam.

Page 4: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

Dalam penelitian ini, Sekolah Dasar merupakan bagian penting untuk diteliti. Sekolah Dasar

berfungsi dalam membangun sikap, keterampilan, dan pengetahuan dasar yang diperlukan individu

untuk pengembangan selanjutnya dalam menghadapi kehidupan dan kesejahteraan sosialnya. Hanya

saja, monitoring dan evaluasi dampak implementasi sistem kurikulum di sekolah dasar belum tentu

sejalan dengan yang diharapkan pemerintah pusat mengingat adanya kesenjangan di masing-masing

daerah. Model implementasi kurikulum SD Harmoni Hijau di Kota Singkawang menjadi salah satu

contoh terkait bisa/tidaknya kebijakan kurikulum yang diimplementasikan secara tepat menjawab

kebutuhan sosial dalam kehidupan internal sekolah dan masyarakat.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Melakukan analisis hasil monitoring dan evaluasi pengimplementasian kurikulum pendidikan

sekolah dasar, dalam hal ini studi kasus pada sekolah harmoni hijau kota singkawang.

Memberikan rekomendasi yang didapatkan dalam sektor pendidikan kepada pemerintah

dalam pengimplementasian kurikulum sebagai acuan untuk menentukan kebijakan daerah yang

kontekstual di bidang pendidikan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Aspek Teoretis:

Penelitian diharapkan mampu menjadi jurnal yang mendeskripsikan dampak dari

pengembangan kurikulum pendidikan berkarakter terkait dengan isu sosial yang terjadi di masyarakat,

serta mampu menggambarkan masalah, strategi dan teknik intervensi sosial terhadap fenomena

tersebut. Penelitian juga dapat digunakan untuk dikaji dalam penelitian selanjutnya.

1.4.2 Aspek Praktis:

Penelitian diharapkan mampu mendukung adanya kemampuan menganalisa perencanaan dan

evaluasi program implementasi kurikulum SD yang peka dan berkelanjutan pada kebutuhan sekolah

dan masyarakat. Program yang dikembangkan diharapkan bisa lebih efektif dan berhasil

mengembangkan kelompok masyarakat sasaran sesuai dengan konteks dan kebutuhan sosialnya.

Penelitian juga diharapkan mampu memberikan rekomendasi praktis sebagai acuan untuk

menentukan kebijakan daerah yang kontekstual di bidang pendidikan.

Page 5: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

2. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

2.1 KAJIAN PUSTAKA

2.1.1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Pengertian kebijakan dalam hal ini diartikan sebagai ketentuan yang berkaitan dengan kondisi

sosial, dalam hal ini kegiatan yang dilakukan oleh suatu institusi/pemerintah. Anderson dalam Islamy

(1992:17) mengemukakan bahwa kebijakan itu adalah:

“A purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem

or matter of consern (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan

dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah

tertentu)”.

Anderson mengemukakan dalam Islamy (1994:19) bahwa “Public policies are those policies

developed by governmental bodies and officials (kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang

dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah).” Pengertian itu ditegaskan oleh

pernyataan Islamy (1994:20), bahwa kebijakan Negara adalah serangkaian tindakan yang diterapkan

dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi

pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.

Sementara itu, pengertian implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier yang dikutip oleh

Abdul Wahab (1997:65) sebagai berikut:

“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan akibat/ dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. “

Pengertian lain implementasi menurut friedrich yang dikutip oleh Abdul Wahab (1997:3)

mengatakan bahwa:

“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang – peluang mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.”

Mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna diperlukan beberapa persyaratan

tertentu, syarat-syarat tersebut menurut Hogwood dan Gunn dikutip oleh Abdul Wahab (1997:71)

adalah sebagai berikut:

1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius

2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia 4. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang

handal5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya6. Hubungan saling ketergantungan harus kecil

Page 6: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat9. Komunitas dan koordinasi yang sempurna10.Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan

kepatuhan yang sempurna

Kebijakan publik pada dasarnya melalui beberapa tahapan sebelum kebijakan itu ada. Wibawa

(1994:24) memberi keterangan bahwa masalah kebijakan didasarkan pada “aktor kebijakan,

prosedural problem (masalah prosedur), subtantive problems (masalah tentang isi dan tujuan

kebijakan)”.

Secara umum, kajian tentang kebijakan menyangkut perencanaan umum, kerangka

kebijaksanaan jangka panjang (long term), proses pelaksanaan serta perbaikan metodologi

pelaksanaan demi berhasilnya tujuan kebijakan. Sebagai suatu ketetapan, maka kebijakan publik

dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat

(Thoha, 1991:9). Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat

mencapai tujuannya (Nugroho, 2004:158). Hal ini bisa diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan

oleh implementor (pelaksanaan kebijaksanaan) untuk memberikan kemungkinan tercapainya tujuan

yang telah ditetapkan sesuai dengan arah kebijakan yang telah ditentukan.

Edwards (1980) mengemukakan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari

suatu implementasi, yakni: Communication, Resources, Dispositions Attitudes, dan Bureaucratic

Structure.

a. “Communication: the first requirement for effective policy implementation is that those who are to implement a decision must know what they are supposed to do. (agar implementasi berjalan secara efektif maka mereka yang bertanggung jawab mengimplementasikan policy/program harus mengetahui apa yang harus dilakukan.)

b. Resources: Implementation orders may be accurately transmitted, clear, and consistent, but if implementation is likely to be ineffective. (Kebijakan yang akan diimplementasikan harus ditransformasikan kepada implemento secara jelas, akurat, dan konsisten. Keterbatasan sumber daya dapat menyebabkan tidak efektifnya implementasi).

c. Dispositions/attitudes: if implementation are well-disposed toward a particular policy they are more likely to carry it out as the original decision makers intended. (Implementator harus memiliki keinginan yang tulus melaksanakan kebijaksanaan seperti yang dikehendaki oleh pembuatan kebijaksanaan.)

d. Bureaucratic structure; Policy implementation may know what to do and have sufficient desire and resources to do it, but they may still be hampered in implementation by the structures of the organizations in which they serve. (perlu dukungan organisasi tempat implementor melaksanakan tugas. Untuk memperlancar pelaksanaan maka harus ada prosedur kerja yang jelas, sehingga kesan adanya birokrasi terlalu panjang dapat dihindarkan.”

Hal yang dimaksud dengan implementasi kebijakan dalam penelitian ini adalah terkait dengan

implementasi kebijakan kurikulum yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah

pendidikan dasar di daerah-daerah.

Page 7: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

2.1.2 KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR

Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012, www.kemdiknas.go.id),

“keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian pembelajaran dan kurikulum.”

Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu

struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam

kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.

Menurut pernyataan resmi pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013:1),

“Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, dostribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.”

Lebih lanjut, Kementerian (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013:1) juga menjelaskan

bahwa,

Struktur kurikulum adalah juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan.

Pemerintah menjalankan kebijakan terkait kurikulum dengan membagikan dokumen yang

berisi Kompetensi Inti dan Struktur Kurikulum. Secara garis besar, Kementerian (Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, 2013:i)menjelaskan bahwa kompetensi dasar SD/MI,

“...memuat berbagai tema yang diintegrasikan dari Kompetensi Dasar berbagai mata pelajaran. Kompetensi Dasar dikembangkan dari Kompetensi Inti, sedangkan pengembangan Kompetensi Inti mengacu pada Struktur Kurikulum. Kompetensi Inti merupakan kompetensi yang mengikat berbagai Kompetensi Dasar ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus dimiliki peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran Kompetensi Dasar yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik integratif dengan pendekatan pembelajaran siswa aktif. Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas.”

Integrasi antar mata pelajaran menjadi satu bagian penting dalam pengefktifan implementasi

kurikulum ini di sekolah.

Page 8: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

2.1.3 PELAYANAN PENDIDIKAN

Pemahaman tentang pelayanan pendidikan sebagai pembentuk manusia baru dipahami dari

fakta bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan

berjalan sepanjang kehidupan umat manusia. Pelayanan pendidikan acapkali menjadi sesuatu yang

menarik perhatian banyak pihak.

Pentingnya suatu pendidikan bila ditelusuri dari tujuan dibentuknya suatu organisasi

pendidikan menurut Marshall (dalam Hesselbein et al, 1997:216) berkaitan dengan:

...membangun kemampuan belajar, kreativitas, rasa ingin tahu dan kemampuan pemahaman yang komplek. Konsep pendidikan harus membangun kapasitas individual secara terus menerus dan menyamakan belajar secara alamiah dengan menggunakan sifat-sifat evolusioner dari pengalaman manusia itu sendiri dengan hubungan-hubungan dinamis serta arti dan tujuan yang diciptakan bersama-sama.

berdasarkan perspektif tersebut, pendidikan bertujuan untuk mengubah paradigma yang ada menjadi

suatu proses belajar berkelanjutan.

Buchori (dalam Syafrudin 1985:11) menjelaskan bahwa hal yang krusial di tengah perubahan

zaman yang imperatif adalah mendesain relevansi pendidikan nasional supaya lebih dinamis,

responsif, dan antisipatif.

Pendidikan yang baik harus mampu menjadikan setiap orang akan mengetahui hak dan tanggung jawabnya sebagai individu, anggota masyarakat, dan sebagai makhluk Tuhan. Pendidikan bertujuan untuk membantu generasi muda menjadi manusia yang berkembang semua unsur kemanusiaannya, dan membina secara terpadu fisik, spiritualitas, moralitas, sosialitas, emosi, maupun rasionalitas.

Dalam konteks pemikiran klasik, Myrdal (dalam Nugroho, 2008:193) mengungkapkan “from a

development point of view, the purpose of education must be to rationalize attitudes as well as to

import knowledge and skills.” Hal ini lebih terkait kepada proses pendidikan yang menyiapkan generasi

muda memiliki kemampuan dan pengetahuan yang bisa meneruskan kehidupan selanjutnya.

Tujuan pendidikan berdasarkan pemikiran John Dewey (dalam Tilaar dan Nugroho, 2009:39)

bahwa:

“Education as formation... all education forms character, mental, and moral, but formation consist in the selection and coordination of native activities so that they may utilize the subject matter of social environment. Moreover, the formation is not only a formation of native activities, it is a process of reconstruction, reorganization...Education as reconstruction... it is that reconstruction or reorganization of experiences which adds to the meaning of experience, and which increases ability to the direct the course of subsequent experience...”

Pemahaman yang terungkap dalam pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan terkait

dengan pembentukan karakter, mental, dan moral serta hubungan dengan pengalaman-pengalaman

yang membantu memahami banyak makna di dalam kehidupan.

Page 9: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

Terkait pelayanan pendidikan, Hammod (dalam Nugroho, 2004:14) mengungkapkan bahwa

‘semua anak mempunyai hak yang sama dan harus dipenuhi, yaitu hak untuk sekolah’. Hal itu sudah

menjadi kewajiban Negara atau Pemerintah untuk memenuhi hak tersebut. Sebagaimana

diamanatkan UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi:

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional

yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam undang-undang

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional

(5) Pemerintah memasukkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia

Sebagai pendukung, Tomasevski (2003:166) mengungkapkan bahwa pelayanan pendidikan

membutuhkan hal-hal sebagai berikut:

“1.Appealability, tersedianya sarana seperti gedung sekolah dan tempat pelaksanaan belajar

lainnya. 2.Accessibility, keterjangkauan sarana pelaksanaan wajib belajar. 3.Acceptability,

yaitu diterima atau tidaknya bentuk kelembagaan pendidikan oleh rakyat. 4.Adaptability,

kesesuaian lembaga-lembaga pendidikan dengan kebutuhan lingkungannya.”

Pendidikan dalam pengembangan masyarakat di negara berkembang dapat membuka jalan

bagi rakyat miskin untuk memperoleh kesempatan yang sama guna memperoleh pendidikan agar

meningkat derajat kehidupannya. Hal ini menjadi tujuan humanis yang baik sehingga pendidikan yang

berkualitas harus diwujudkan. Drucker (1997:73) mengungkapkan beberapa persyaratan untuk

mewujudkan kualitas pendidikan, yaitu: kebijakan umum terkait visi, metode sistematik terkait

perubahan, cara menentukan perubahan di dalam dan luar organisasi, kebijakan untuk membuat

keseimbangan dan keberlanjutan.

2.2 KERANGKA PEMIKIRAN

Realitas pelayanan publik di negara Indonesia didasari oleh tuntutan kehidupan sosial

masyarakat yang semakin berkembang dan bertambah kompleks. Hal ini membentuk kebijakan-

kebijakan otonomi yang dipandang sebagai cara-cara efektif dalam mewujudkan tuntutan kehidupan

sosial masyarakat tersebut.

Adiwisastra (dalam Tachjan, 2006:xii) mengungkapkan bahwa “sekalipun implementasi

kebijakan publik memainkan peran penting dalam merealisasikan misi suatu kebijakan publik, tetapi

tidak berarti bahwa implementasi kebijakan publik terpisah dari tahapan formulasi melalui proses

negosiasi, tawar-menawar, atau lobby untuk menghasilkan kompromi”. Stoner dan Freeman

Page 10: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

(1994:491) mengatakan bahwa “tidak seorangpun secara fisik mampu mampu melaksanakan seluruh

kegiatan dalam tugas yang kompleks.” Dengan demikian untuk menjalankan tugas organisasi hingga

level daerah, sejumlah langkah diperlukan untuk memungkinkan setiap individu dapat menjalankan

dan menjadi mahir dalam fungsi implementasi kebijakan.

Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu faktor penting dari kebijakan publik

karena dalam prakteknya, hal itu amat terkait dengan perwujudan tujuan yang hendak dicapai.

Menurut Dye (1978:23-24), hasil keseluruhan proses kebijakan umumnya mengikuti garis besar,

“identifying problems, formulating policy proposals, legitimating policies, implementing policies, and

evaluating policies” Lebih lanjut, Pressman dan Wildavsky (1973:8) mengungkapkan implementasi

sebagai suatu “process of interaction between the setting of goals and actions geared to achieving

them.” Pentingnya implementasi digambarkan Steiner dan Miner (1977:16), bahwa seluruh proses

dibagi dalam empat bagian utama yaitu, “strategic planning, programming and short-range program,

implementing, monitoring.

Cheema dan Rondinelli (1983:26-30) menyatakan bahwa implementasi kebijakan dalam

kerangka untuk mencapai tujuan melalui pemberian pelayanan dasar kepada masyarakat, analisisnya

harus didasarkan kepada empat faktor terdiri dari, “Environmental Condition, Interorganizational

Relationships, Resources for Policy Program Implementation, and Characteristics of Implementing

Agencies.” Lebih lanjut dijelaskan keempat faktor tersebut memiliki keterkaitan erat sehingga

eksistensi dan pemeliharaan kondisi faktor-faktor tersebut harus mendapat perhatian. Hal itu untuk

memastikan proses dan mekanisme implementasi kebijakan melalui penyelenggaraan pelayanan

publik dapat berjalan dan mencapai tujuan sesuai yang diharapkan.

Lebih lanjut, Kuswara dalam disertasinya (2011:66-68) secara singkat mengungkapkan bahwa

pengukuran efektif/tidaknya layanan pemerintah di daerah dapat didasarkan pada dimensi-dimensi:

1. “Keserasian pelayanan dengan kondisi masyarakat, hal ini mencakup berbagai kondisi yang diharapkan, maupun yang tidak diharapkan oleh masyarakat berkaitan dengan jenis pelayanan yang bersangkutan.

2. Prestasi pelayanan, pengukuran ini bersifat melengkapi pengukuran kondisi masyarakat. Kedua ukuran ini akan membuat ukuran yang lebih baik dan terpadu dalam pengukuran efektifitas. Prestasi pelayanan berkaitan dengan kuantitas dan kualitas pelayanan yang dapat diberikan.

3. Kepuasan dan persepsi masyarakat terhadap layanan yang diberikan, hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan. Hal ini berhubungan dengan kemungkinan untuk mendapatkan gambaran aktualitas sikap yang sebenarnya dari masyarakat, baik dalam skala spesifik, yakni pelanggan atau pengguna layanan, maupun masyarakat secara umum.

4. Mengurangi dampak yang merugikan bagi masyarakat, hal ini berkaitan dengan kemampuan dalam mengendalikan dampak negatif yang ditimbulkan dari jenis pelayanan yang diberikan. Pengukuran yang digunakan berkaitan dengan upaya ‘quality control’ dari pemberian pelayanan sehingga dapat mencegah kemungkinan timbulnya akibat yang dapat merugikan bagi kehidupan masyarakat pada seluruh aspek yang berhubungan dengan jenis pelayanan.”

Page 11: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

Berdasarkan uraian dari para ahli, penelitian ini akan menggunakan kerangka pemikiran

berdasarkan analisis Cheeman dan Rondinelli (1983). Subarsono memberi gambaran terhadap model

Cheeman dan Rondinelli tersebut, sebagai berikut:

Gambar 1

Model

Implementasi

Kebijakan

(Cheema dan

Rondinelli)

Analisis Cheema dan Rondinelli tersebut akan dihubungkan dengan pernyataan Fotzsimmons (dalam

Sinambela 2008:7) yang mengemukakan adanya lima faktor kualitas pelayanan publik, yaitu:

“Reliability yang ditandai pemberian pelayanan yang tepat dan benar, tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, responsiveness, yang ditandai dengan keinginan melayani dengan cepat, assurance, yang ditandai dengan tingkat perhatian terhadap etika dan moral dalam memberikan pelayanan, empathy, yang ditandai dengan tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.”

Intinya implementasi kebijakan kurikulum, seharusnya dapat meningkatkan kualitas pelayanan

publik, terutama yang bersinggungan dengan faktor kondisi lingkungan, hubungan antar lembaga,

sumber pelaksanaan program dan karakteristik lembaga penyelenggara. Hal ini bisa berbentuk

hubungan yang saling mendukung sehingga kualitas pelayanan pendidikan sebagai salah satu layanan

publik dapat tercapai.

2.3 HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian, hipotesis yang diajukan adalah: Besarnya dampak

pengaruh implementasi kurikulum sekolah harmonis hijau Kota Singkawang terhadap kualitas

pelayanan pendidikan, ditentukan oleh kondisi lingkungan, hubungan antar lembaga, sumber

pelaksanaan progam, dan karakteristik lembaga penyelenggara.

Page 12: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LANDASAN FILOSOFI

Burrel dan Morgan (1979:1) berpendapat bahwa ilmu sosial dapat dikonseptualisasikan

dengan empat asumsi yang berhubungan dengan ontologi, epistemologi, sifat manusia (human

nature), dan metodologi.

“Ontologi adalah asumsi yang penting tentang inti dari fenomena dalam penelitian. Pertanyaan dasar tentang ontolgi menekankan pada apakah “realita” yang diteliti objektif ataukah “realita” adalah produk kognitif individu. Epistemologi adalah asumsi tentang landasan ilmu pengetahuan (grounds of knowledge) tentang bagaimana seseorang memulai memahami dunia dan mengkomunikasikannya sebagai pengetahuan kepada orang lain. Bentuk pengetahuan apa yang bisa diperoleh? Bagaimana seseorang dapat membedakan apa yang disebut ‘benar’ dan apa yang disebut ‘salah’? Apakah sifat ilmu pengetahuan? Pertanyaan dasar tentang epistemologi menekankan pada apakah mungkin untuk mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan pengetahuan sebagai sesuatu yang keras, nyata dan berwujud (sehingga pengetahuan dapat dicapai) atau apakah pengetahuan itu lebih lunak, lebih subjektif, berdasarkan pengalaman dan wawasan dari sifat seseorang yang unik dan penting (sehingga pengetahuan adalah sesuatu yang harus dialami secara pribadi). Sifat Manusia (human nature) adalah asumsi-asumsi tentang hubungan antar manusia dan lingkungannya. Pertanyaan dasar tentang sifat manusia menekankan kepada apakah manusia dan pengalamannya adalah produk dari lingkungan mereka, secara mekanis/determinis responsif terhadap situasi yang ditemui di dunia eksternal mereka, atau apakah manusia dapat dipandang sebagai pencipta dari lingkungan mereka. Sementara itu, Metodologi adalah asumsi-asumsi tentang bagaimana seseorang berusaha untuk menyelidiki dan mendapat ‘pengetahuan’ tentang dunia sosial. Pertanyaan dasar tentang metodologi menekankan kepada apakah dunia sosial itu keras, nyata, kenyataan objektif-berada di luar individu ataukah lebih lunak, kenyataan personal-berada dalam individu. Selanjutnya ilmuwan mencoba berkonsentrasi pada pencarian penjelasan dan pemahaman tentang apa yang unik/khusus dari seseorang dibandingkan dengan yang umum atau universal yaitu cara dimana seseorang menciptakan, memodifikasi, dan menginterpretasikan dunia dengan cara yang mereka temukan sendiri. “

Pada intinya, interaksi antara sudut pandang ontologi, episostemologi, sifat manusia, dan

metodologi memunculkan dua perspektif yang luas dan saling bertentangan yaitu pendekatan

subjektif dan objektif dalam ilmu sosial. Pendekatan dalam penelitian ini lebih bersifat subjektif.

3.2 PARADIGMA PENELITIAN

Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan

untuk melihat realita (world views), bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yang digunakan

dalam penelitian dan cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan. Dalam konteks

desain penelitian, pemilihan paradigma menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan

mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian. Paradigma penelitian menentukan

masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dikembangkannya.

Sarantakos (1998) mengatakan bahwa ada beberapa pandangan dalam ilmu sosial tentang

beberapa paradigma yang ada. Ada tiga paradigma utama dalam ilmu sosial, yaitu positivistik,

interpretif, critical. Penelitian ini akan memfokuskan pada paradigma interpretif. Pendekatan

Page 13: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

interpretif berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi, dan

pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world

dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya

pada arti individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada realitas independen yang berada di

luar mereka (Ghozali dan Chariri, dalam Chariri 2009:11). Manusia secara terus menerus menciptakan

realitas sosial mereka salah satunya adalh melalui proses interaksi dengan yang lain. Tujuan

pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana

realita sosial itu terbentuk (Chariri 2009).

Untuk memahami sebuah lingkungan sosial yang spesifik, peneliti harus menyelami

pengalaman subjektif para pelakunya. Penelitian interpretif tidak menempatkan objektivitas sebagai

hal terpenting, melainkan mengakui bahwa demi memperoleh pemahaman mendalam, maka

subjektivitas para pelaku harus digali sedalam mungkin hal ini memungkinkan terjadinya trade-off

antara objektivitas dan kedalaman temuan penelitian (Efferin et al., 2004).

Berikut daftar aspek kunci menurut Neumen (2003,81) tentang paradigma interpretif yang

dibedakan dari paradigma positivistik dan critical:

1. Alasan melakukan penelitian Untuk memahami dan menjelaskan tindakan-tindakan manusia.

2. Asumsi tentang sifat dan realita sosial Realita diciptakan oleh manusia sendiri melalui tindakan dan interaksi mereka.

3. Asumsi tentang sifat manusia Makhluk sosial yang bersama-sama menciptakan arti untuk digunakan sebagai pegangan hidup.

4. Peran common sense Sebagai pegangan yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

5. Sifat dari teori yang dihasilkan Gambaran tentang berbagai sistem makna dari sebuah kelompok terbentuk dan menjadi langgeng.

6. Penjelasan yang dianggap baik Masuk akal bagi para pelakunya dan dapat membantu orang lain memahami dunia para pelakunya.

7. Bukti yang dianggap baik Diperoleh langsung dari pelakunya dalam sebuah konteks yang spesifik.

8. Nilai-nilai pribadi pelaku dalam ilmu dan penelitian Nilai-nilai adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Tidak ada yang salah/benar, yang ada hanya “berbeda”.

9. Metode penelitian yang digunakan studi kasus spesifik dengan penggunaan alat-alat kualitatif secara intensif, meliputi wawancara, observasi, dan analisis dokumen.Tujuan dari pengembangan teori dalam paradigma ini adalah untuk menghasilkan analisa

deskripsi, pandangan-pandangan dan penjelasan tentang peristiwa sosial tertentu sehingga peneliti

mampu mengungkap sistem interpretasi dan pemahaman (makna) yang ada dalam lingkungan sosial.

Dalam konteks ini, tugas peneliti mencari data dan menganalisisnya dari sudut pandang pelaku

sehingga akan terlihat bagaimana dinamika sosial membentuk pemahaman mereka tentang suatu

fenomena. Dengan demikian, peneliti mencoba menginterpretasikan temuan berdasarkan cara

pandang yang digunakan oleh pelaku yang diteliti. Intinya paradigma ini berusaha mengungkap

Page 14: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

bagaimana realitas sosial dibentuk dan dipertahankan oleh individu tertentu dan bagaimana mereka

memaknainya.

3.3.METODOLOGI

Secara umum, metode penelitian yang dilakukan adalah melalui metode penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam setting tertentu yang ada dalam

kehidupan riil (alamiah) dengan maksud menginvestigasi dan memahami fenomena: apa yang terjadi,

mengapa terjadi, dan bagaimana terjadinya. Jadi “riset kualitatif berbasis pada Konsep ‘going

exploring’ yang melibatkan in-depth and case-oriented study atas sejumlah kasus atau kasus tunggal”

(Finlay 2006). Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengan harapan

bisa memudahkan untuk dicerna berbagai kalangan

Adapun penelitian ini memiliki berbagai model, tidak hanya studi kasus. Ada beberapa

model perspektif metodologi yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Searcy and

Mentzer (2003) menjelaskannya dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1

Model Penelitian Kualitatif

Model Tujuan Metode

Symbolic Interactionism Memahami makna yang muncul dari

interaksi sosial yang ada

Case study, interview,

ethnography, grounded theory

Semiotics Memahami makna dari simbol yang

digunakan oleh individu atau kelompok

individu

Interview, text-based content

analysis, case study, interview,

ethnography, grounded theory

Existential Phenomenology Memahami esensi pengalaman

seseorang dengan cara

mengelompokkan isu yang ada dan

memberikan makna atas isu tersebut

sesuai pandangan orang tersebut

Videotype, interview,

interpretation, ethnography,

observation, grounded theory

Constructivism Memahami bagaimana individu

membentuk realita mereka sendiri

Ethnography, naturalistic

inquiry, interview, observation

Critical Theory Mengidentifikasi adanya dominasi

struktur sosial/ekonomi/power yang

menyebabkan ketidakadilan dalam

masyarakat dan berusaha mengubah

dominasi tersebut

Theory-driven interpretative

essays, interview, observation.

Sumber: Searcy and mentzer (2003)

Page 15: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

3.4 OBJEK PENELITIAN

Kota Singkawang merupakan kota tempat dihasilkannya model Sekolah Harmoni Hijau kerja

sama antara Pemkot Singkawang melalui Dinas Pendidikan Kota singkawang pada September 2010

hingga saat ini bersama Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Singkawang, Kalimantan barat.

Sampel akan dilakukan di SDN 2 Singkawang Timur dan SDN 4 Singkwang Utara. Hal ini melibatkan

komponen yang terlibat aktif dalam model sekolah harmoni hijau, yaitu perwakilan dari guru-guru

(tim penebar/non tim penebar), siswa, kepala sekolah, dinas pendidikan kota Singkawang. LSM World

Vision ADP Singkawang, penulis buku Sekolah Harmoni Hijau, Komite Sekolah, orang tua siswa

(paguyuban sekolah harmoni hijau).

3.5 TAHAPAN WAKTU PENELITIAN

Tahapan penelitian akan dilakukan dengan cara menentukan research problem, melakukan

literature review, mengumpulkan data, uji kredibilitas, analisis data, dan menulis hasil penelitian.

Berikut gambaran waktu penelitian:

Tabel 2

Timeline Penelitian

Bagian

Penelitian/Waktu

Semester 1 2013

(Juli-Desember 2013)

Semester 2 2014

(Januari-Juni 2014)

Semester 3 2014

(Juli-Desember 2014)

Semester 4 2015

(Januari-Juni 2014)

Matrikulasi Kuliah

Ilmu Kesejahteraan

Sosial

-Perkuliahan reguler

-Penentuan Research

Problem

Melakukan analisis

hasil monitoring dan

evaluasi

pengimplementasian

kurikulum

pendidikan sekolah

dasar, dalam hal ini

studi kasus pada

sekolah harmoni

hijau kota

singkawang

-Perkuliahan Reguler

(Pemastian

instrumen penelitian

berdasarkan kaidah

ilmu Kesejahteraan

Sosial).

-Telaah dokumen

Buku Sekolah

Harmoni Hijau kota

Singkawang.

-Wawancara

bersama 2 orang

penulis Buku

-Perkuliahan

Reguler (Pemastian

instrumen

penelitian

berdasarkan kaidah

ilmu Kesejahteraan

Sosial).

-Telaah dokumen

Buku Sekolah

Harmoni Hijau kota

Singkawang.

-Wawancara

bersama 2 orang

-Perkuliahan Reguler

(Pemastian

instrumen penelitian

berdasarkan kaidah

ilmu Kesejahteraan

Sosial).

-Observasi Langsung

-FGD bersama anak-

anak dan guru-guru

sekolah sampel

-Pengumpulan data

terbaru

-Pengolahan dan

-Pengeditan dan

Penyempurnaan

Naskah Penelitian

Page 16: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

Sekolah Harmoni

Hijau Kota

Singkawang.

-Wawancara

bersama perwakilan

Pemda Kota

Singkawang dan

perwakilan World

Vision Indonesia ADP

Singkawang

perwakilan guru tim

penebar Sekolah

Harmoni Hijau

Singkawang

-Wawancara

bersama 2 Kepala

Sekolah sampel

-Wawancara

bersama perwakilan

Komite Sekolah

sampel

-Wawancara

bersama perwakilan

paguyuban harmoni

hijau

analisis data sesuai

dengan rancangan

penelitian dan

instrumen penelitian

-Pengetikan analisis

data sebagai bagian

dalam draft naskah

tesis

Memberikan

rekomendasi yang

didapatkan dalam

sektor pendidikan

kepada pemerintah

dalam

pengimplementasian

kurikulum sebagai

acuan untuk

menentukan

kebijakan daerah

yang kontekstual di

bidang pendidikan

Perkuliahan Reguler

(Pemastian

instrumen penelitian

berdasarkan kaidah

ilmu Kesejahteraan

Sosial).

-Telaah dokumen

Buku Sekolah

Harmoni Hijau kota

Singkawang.

Perkuliahan Reguler

(Pemastian

instrumen

penelitian

berdasarkan kaidah

ilmu Kesejahteraan

Sosial).

-Telaah dokumen

Buku Sekolah

Harmoni Hijau kota

Singkawang.

-Analisis

Rekomendasi

Kebijakan yang

terkait Layanan

Pendidikan

berdasarkan Tools

-Perkuliahan Reguler

(Pemastian

instrumen penelitian

berdasarkan kaidah

ilmu Kesejahteraan

Sosial).

-Observasi Langsung

-Pengumpulan data

terbaru

-Pengolahan dan

analisis data sesuai

dengan rancangan

penelitian dan

instrumen penelitian

-Pengetikan analisis

data sebagai bagian

dalam draft naskah

-Pengeditan dan

Penyempurnaan

Naskah Penelitian

Page 17: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

Monitoring &

Evaluation SHH Kota

Singkawang.

-Penyusunan Draft

Rekomendasi

berdasarkan Tools

Monitoring dan

Evaluation SHH Kota

Singkawang.

tesis.

Penyusunan dan

Pengujian Tesis

-Pemastian

prosedur/pemilihan

sampel dan unit

analisis sesuai

dengan kaidah ilmu

kesejahteraan sosial

-Pengumpulan data

-Pengolahan dan

analisis data sesuai

dengan rancangan

penelitian dan

instrumen penelitian

-Pengumpulan data

-Pengolahan dan

analisis data sesuai

dengan rancangan

penelitian dan

instrumen

penelitian

-Pengumpulan data

terbaru

-Pengolahan dan

analisis data sesuai

dengan rancangan

penelitian dan

instrumen penelitian

-Pengetikan draft

naskah tesis.

-Pengajuan tesis.

-Pengetikan naskah

tesis dan uji validitas

dan hasil penelitian

sesuai ketentuan

universitas.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

-Hasil dan pembahasan akan disampaikan kemudian

5. SIMPULAN DAN SARAN

-Simpulan dan saran akan disampaikan kemudian

Page 18: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

6. DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abdul Wahab, Solichin. 1997. Evaluasi Kebijakan Publik. Malang: Penerbit IKIP Malang.

Abdul Wahab, Solichin. 1997. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan

Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Burrell, G dan G. Morgan, 1979, Sociological Paradigms and Organisational Analysis : Elements of The

Sociology of Corporate Life. London: Heinemann Educational Books. (terjemahan A. Chariri).

Cheema G. Shabbir and Dennis A. Rondinelly (Ed). 1983. Decentralization and Development, Policy

Implementation in Developing Countries. London: Sage Publications, Inc.

Darmaningtyas. 2008. Utang dan Korupsi Racun Pendidikan. Jakarta: Pustaka Yashiba.

Drucker, P.F. 1997. Innovation and Enterpreneurship: Practical and Principles. United State: Harper

Business.

Dye, Thomas R., 1978. Understanding Public Policy. Englewood Cliffs, N.J. Prentice Hall, Inc.

Efferin, et al., 2004, Metode Penelitian Untuk Akuntansi. Malang: Bayumedia Publishing.

Finlay, L. 2006. “Going Exploring’: The Nature of Qualitative Research”, Qualitative Research for

Allied Health Professionals: Challenging Choices. Edited by Linda Finlay and Claire Ballinger.

New York: John Wiley & Sons Ltd.

Hesselbein, Frances et.al. 1997. The Organization of The Future. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher.

Islamy, M. Irfan. 1994. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Montessori, Maria. 2008. The Absorbent Mind. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Myrdal, Gunnar. 1981. Obyektivitas Penelitian Sosial. Jakarta: LP3ES.

Neumen, W. L., 2003, Social Research Method: Qualitative and Quantitative Approaches,

Boston,MA: Allyn and Bacon.

Nugroho D., Riant. 2004. Kebijakan Publik- Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media

Komputindo.

Nugroho, Riant. 2001. Reinventing Indonesia Menata ulang Manajemen Pemerintahan Untuk

Membangun Indonesia Baru dengan Keunggulan Global. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Pressman, J., and Wildavsky, A. 1973. Implementation, How Great Expectation in washington are

dased in Oakland. London; California Press.

Sarantakos, S 1998, Social research, 2nd Ed., South Melbourne: Macmillan Education Australia.

Sinambela, Lijan Poltak. 2008. Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Steiner, George A. And Miner, John B. 1977. Management Policy adn strategy: Text Readings, and

Cases. New York: Macmillan.

Stoner, James A.F. & R. Edward, Freeman. 1994. Manajemen. Penerjemah Bakowatun. Wilhemus.

Page 19: Ilmu Kesejahteraan Sosial SHH(Sekolah Hijau)

Jakarta: Intermedia.

Syafruddin, Ateng. 1985. Pengantar Koordinasi Pemerintahan di Daerah. Bandung: Tarsito.

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI.

Tan, Jo Hann & Topatimasang, Roem. 2004. Mengorganisir Rakyat. Yogyakarta: INSIST Press.

Tan, Novita et al. 2013. Buku Sekolah Harmoni Hijau. Singkawang: Wahana Visi Indonesia Kantor

Operasional Singkawang.

Thoha, Miftah. 1991. Perspektif Perilaku Birokrasi. Rajawali: Jakarta.

Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik, Proses dan Analisis, Jakarta: Intermedia.

REFERENSI LAIN:

Chariri, A. 2009. “Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif”, Paper disajikan pada Workshop Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Semarang: Laboratorium Pengembangan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-4 (diakses 4-7 Juni 2013).

http://www.tomasevski.net/documents/2006GlobalReport.pdf (diakses 6 Juni 2013).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kompetensi Dasar SD/MI. Jakarta: Kemdikbud

Kuswara, Tjatja. 2011. Disertasi: Pengaruh Implementasi Kebijakan Pembentukan Kota banjar

Terhadap Kualitas Pelayanan Pendidikan. Bandung: Program Pascasarjana UNPAD.

Moen, Darrel Gene. 1998. Social Transformative in Advanced Capitalism.Japan: Journal of Policy and

Culture.

Searcy, D.L. and J.T. Mentzer. 2003. “A Framework for Conducting and Evaluating Research”, Journal

of Accounting Literature, 22, pp. 130 167.‐

Srini, Susana. 2011. Kerangka Acuan Seminar “Pendidikan harmoni sebagai Model Pendidikan Karakter

yang Kontekstual.” Jakarta: World Vision Indonesia.

Tomasevski, Katarina. 2007. Journal of Educational Planning and administration. USA.