eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/bab ii.doc · web viewperusahaan tutup, dimana...

30
BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. PHK dengan Alasan Efisiensi dalam Peraturan Perundang-undangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan efisiensi diatur secara rinci dan jelas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dalam Pasal 164 ayat (3) yang menyatakan: ”Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

BAB II

PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI DALAM

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. PHK dengan Alasan Efisiensi dalam Peraturan Perundang-undangan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan efisiensi diatur

secara rinci dan jelas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dalam

Pasal 164 ayat (3) yang menyatakan: ”Pengusaha dapat melakukan pemutusan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena

mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan

memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan

ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali

ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu)

kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan

Pasal 156 ayat (4).”

Banyak pihak yang menafsirkan bahwa salah satu alasan yang dapat digunakan perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pekerjanya adalah karena “melakukan efisiensi”. Padahal, sebenarnya Undang-Undang Ketenagakerjaan sendiri tidak pernah mengenal alasan PHK karena melakukan efisiensi. Kesalahan penafsiran tersebut mungkin terjadi karena banyak pihak yang kurang cermat membaca redaksional pada ketentuan yang ada (hanya sepenggal-sepenggal).1

Dengan kondisi ini sering sekali dijadikan celah oleh pihak perusahaan

untuk menghilangkan hak warga negara untuk bekerja sebagaimana dijamin

Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Sebab, pekerja dapat setiap saat di-PHK

dengan dalih efisiensi meski tanpa kesalahan dan kondisi perusahaan dalam 1 http://boedexx.blogspot.com/2009/08/phk-karena-wfisiensi.html, diunduh pada

tanggal 20 April 2017

16

Page 2: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

keadaan baik sekalipun. “Karena itu, Pasal 164 ayat (3) inkonstitusional.”2

Tanggapan lain menyatakan bahwa tujuan perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi dilatarbelakangi oleh tujuan untung mengurangi beban perusahaan supaya dapat tetap beroperasi. Sehingga seperti dalam kondisi krisis global yang mengharuskan pengurangan pekerja, pengusaha tidak perlu khawatir melakukan PHK karena efisiensi sebab ada alasan hukum Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.3

Mengenai PHK itu sendiri secara khusus juga diatur dalam UU PPHI Dengan berlakukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan Undang- undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P3) dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun, untuk peraturan pelaksanaan kedua undang-undang tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU PPHI.4

Undang-Undang PPHI, istilah sengketa yang digunakan adalah

perselisihan atau perselisihan hubungan industrial. UU PPHI Pasal 1 angka 1

menyatakan: “Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat

yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha

dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya

perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan

hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu

perusahaan.”

Pasal 1 angka 4 UU PPHI menyatakan: “Perselisihan pemutusan

hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya

kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan

oleh salah satu pihak.”

2 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d7a30ce95bca/aturan-phk-alasan-efisiensi-dinilai- inkonstitusional-

3 Ferianton dan Darmanto, Op.cit, hal. 2634 http://requestartikel.com/pengertian-dan-pengaturan-pemutusan-hubungan-kerja-

201104727.html, diunduh pada tanggal 20 April 2017.

17

Page 3: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

Bahasa yang lebih sederhana atau mudah untuk menggambarkan

ketentuan tersebut, baik pihak pengusaha/perusahaan maupun pekerja berbeda

pendapat mengenai kapan suatu hubungan kerja berakhir. Pihak pengusaha

kadang- kadang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pihak

pekerja, tetapi pihak pekerja merasa dirugikan atas keputusan tersebut karena

merasa masih berhak untuk bekerja.

Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, PHK merupakan atau dapat menjadi salah satu penyebab

Perselisihan Hubungan Industrial. Pada Pasal 150 sampai dengan Pasal 172

Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat diketahui mengenai segala sesuatu

terkait PHK, termasuk salah satunya mengenai alasan-alasan melakukan PHK.

Namun sayangnya banyak pihak yang salah menafsirkan mengenai alasan-

alasan melakukan PHK tersebut, mungkin dikarenakan keterbatasan

pemahaman atau juga karena redaksional/klausul pada Undang-undang

Ketenagakerjaan yang banyak disebut mengandung ambiguitas. Salah satu

kesalahan penafsiran yang sering terjadi adalah pada ketentuan Pasal 164 ayat

(3) Undang-Undang Ketenagakerjaan, dimana disebutkan “Pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena

perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-

turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan

melakukan efisiensi,”.

Hal ini dapat menjadi beban dan tanggung jawab yang berat bagi Divisi

Sumber Daya Manusia/Personalia untuk dapat melakukan PHK karena

18

Page 4: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

efisiensi, tanpa menimbulkan perselisihan hubungan industrial dengan

pekerja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan dan sosialisasi yang efektif

dan insentif kepada pekerja supaya dapat memahami kondisi perusahaaan.

Pendekatan “orang tua” (perusahaan) dan “anak” (pekerja) akan lebih mengena dibandingkan dengan pendekatan hukum. Namun demikian, pemahaman atas ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial merupakan syarat mutlak yang harus dipahami sehingga tidak menjadikan “bom atom” bagi perusahaan karena harus menghadapi gugatan pekerja di kemudian hari.5

B. Alasan-alasan Terjadinya PHK

Ada sepuluh alasan bagi perusahaan untuk mem-PHK Anda dengan mengacu

kepada Undang-Undang No. 13 tahun 2003.

1. Pekerja/buruh melakukan Kesalahan Berat

Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang akibat putusan tersebut.6

Pasal 158, ayat 1 berbunyi, "Pengusaha dapat memutuskan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah

melakukan kesalahan berat sebagai berikut:

a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau

uang milik perusahaan;

b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga

5Ferianto dan Darmanto, Op.cit, hal.264.6 Industrial Relation, Artikel Kasus PHK menjadi Kasus Terpopuler di akses dari

situs http://beritahr.wordpress.com/category/industrial-relation/ di unduh tanggal 10 April 2017.

19

Page 5: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

merugikan perusahaan;

c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai

dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

di lingkungan kerja;

d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman

sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan; dengan

ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya

barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

g. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau

pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya

dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; ata

i. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam

pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih."

Jenis kesalahan berat lainnya dapat diatur dalam PP/PKB, tetapi apabila terjadi PHK karena kesalahan berat (dalam PP/PKB) tersebut, harus mendapat izin dari lembaga yang berwenang. Demikian juga sebelum melakukan PHK, harus terlebih dahulu melalui mekanisme yang ditentukan, misalnya dengan memberi surat peringatan (baik berturut- turut, atau surat peringatan pertama dan terakhir) untuk jenis kesalahan berat yang ditentukan PP/PKB. 7

Namun, perlu kita ketahui bahwa alasan PHK berupa kesalahan

berat yang dimaksud pada Pasal 158, ayat 1 harus didukung dengan bukti 7Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.74

20

Page 6: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

misalnya:

1) pekerja/buruh tertangkap tangan;

2) ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau

3) bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang

berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

2. Pekerja/buruh Melakukan Diduga Tindak Pidana

Istilah Tindak Pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal dalam Hukum Belanda yaitu “Strafbaar Feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar Feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman pendapat.8

Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana ini adalah perbuatan-

perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan

masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan

terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan

adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan

yang anti sosial. Pasal 160, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh

ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana

bukan atas pengaduan pengusaha, "

3. Pekerja/buruh Melakukan Pelanggaran Ketentuan yang diatur dalam

Perjanjian Kerja

Pasal 161, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh

melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,

8Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.67

21

Page 7: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang

bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara

berturut-turut." Bila Anda tidak mengindahkan peraturan perusahaan dan

Anda tidak mengindahkan surat peringatan yang diberikan oleh

perusahaan kepada Anda- ini bisa menjadi alasan PHK untuk pekerja.

4. Pekerja/buruh Mengundurkan Diri

Salah satu jenis PHK yang inisiatifnya dari pekerja/buruh adalah

pengakhiran hubungan kerja karena pekerja/buruh mengundurkan diri atas

kemauan sendiri dan dilakukan tanpa penetapan (izin). Syarat yang harus

dipenuhi apabila seorang pekerja/buruh mengundurkan diri agar

mendapatkan hak-haknya dan mendapatkan surat keterangan kerja/

eksperience letter adalah permohonan tertulis harus diajukan selambat-

lambatnya 30 hari sebelum hari h tanggal pengunduran diri. Hal yang

harus dilakukan pekerja/buruh yang mengundurkan diri adalah sebagai

berikut :

1) Pekerja/buruh tidak terikat dalam ikatan dinas.

2) Selama menunggu hari h, pekerja/buruh harus tetap melaksanakan

kewajiban sampai tanggal pengunduran diri dari yang ditentukan. Hal

ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pengganti formasi untuk

jabatan dimaskud atau dalam rangka transfer of knowledge.

5. PHK Karena terjadi Perubahan Status, Pengabungan, Peleburan, atau

Perubahan Kepemilikan Perusahaan.

Apabila terjadi PHK karena terjadi perubahan status, penggabungan

22

Page 8: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

(merger), peleburan (konsolidasi) atau perubahan kepemilikan perusahaan

(akuisisi), dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja

maka terhadap pekerja/buruh berhak atas uang pesangon satu kali dan

uang pengganti hak. Apabila PHK yang terjadi disebabkan oleh perubahan

status, merger, atau konsolidasi, dan pengusaha tidak bersedia

melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja/buruh berhak uang pesangon

dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang pengganti hak.

Pasal 163, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru- bahan

status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan

dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja."

6. PHK karena Likuidasi

Pasal 164, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang

disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama

2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur)" Kerugian

perusahaan yang dimaksud harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2

(dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.

7. Perusahaan melakukan efisiensi

Ini merupakan alasan phk yang sering digunakan. Pasal 164, ayat 3

menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja

terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami

kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa

23

Page 9: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

(force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi."

8. Perusahaan mengalami Pailit

Pasal 165 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit,.." Kata

pailit berasal dari bahasa Prancis; failite yang berarti kemacetan

pembayaran.kepailitan diartikan sebagai suatu proses di mana seorang

debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya

dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga,

dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta

debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan

pemerintah. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan

disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan pailit adalah seseorang yang

oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivitasnya atau

warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya

ngertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar

dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk

mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri,

maupun atas permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan

permohonan tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari

keadaan tidak mampu membayar.

Orang sering menyamakan arti pailit ini sama dengan bankrupt atau bangkrut dalam bahasa Indonesia. Namun, menurut penulis pengertian pailit tidak sama dengan bangkrut, karena bangkrut berarti ada unsur keuangan yang tidak sehat dalam suatu perusahaan, tetapi pailit bisa

24

Page 10: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

terjadi pada perusahaan yang keadaan keuangannya sehat, perusahaan tersebut dipailitkan karena tidak membayar utang yang telah jatuh tempo dari salah satu atau lebih kreditornya. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.9

9. Pekerja/buruh Memasuki Usia Pensiun

Pasal 167 ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun..."

Ini merupakan alasan PHK yang normal.

10. Pekerja/buruh Mangkir Selama lima (5) hari berturut-turut

Pasal 168, ayat 1 menyebutkan, "Pekerja/buruh yang mangkir selama 5

(lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis

yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha

2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya

karena dikualifikasikan mengundurkan diri."

C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya PHK

1. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Perusahaan

Pada umumnya kelangsungan ikatan kerja bersama antara perusahaan dengan tenaga kerja terjalin apabila kedua belah pihak masih saling membutuhkan dan saling patuh dan taat akan perjanjian yang telah disepakatinya pada saat mereka mulai menjalin kerja bersama. Dengan adanya keterikatan bersama antara para tenaga kerja berarti masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban. Demikian pula sebaliknya, apablia terjadi PHK berarti manajer tenaga kerja dituntut untuk memenuhi hak dna kewajiban terhadap tenaga kerja sesuai dengan kondisi pada saat terjadi kontrak kerja. 10

9 http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100121091038AA5F9h1, diunduh pada tanggal 20 April 2017.

10B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga kerja Indonesia, Pendekatan Administratif dan Operasional, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2005 hal.1

25

Page 11: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

Bagi setiap pekerja/buruh, pengakhiran atau PHK bisa sejauh

mimpi buruk. Setiap pekerja/buruh sedapat mungin mengupayakan agar

dirinya tidak sampai kehilangan pekerjaan. PHK dapat berarti awal dari

sebuah penderitaan. Namun demikian, suka atau tidak suka, pengakhiran

hubungan kerja sesungguhnya adalah sesuatu yang cukup dekat dan

sangat mungkin serta wajar terjadi dalam konteks hubungan kerja,

hubungan antara majikan (pengusaha) dengan pekerja/buruh.

Seseorang pengusaha dalam mengembangkan usahanya selalu berkeinginan agar perusahaan yang dimlikinya dapat berjalan dengan baik dan sukses, hal ini bdapat terlaksana apabila produksi barang-barang yang dihasilkan dapat diminati dan laku terjual dipasaran dengan harga relatif murah dan kualitas baik. Salah satu keberhasilan yang didapat adalah adanya kerjasama yang baik antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Kondisi demikian tidak mudah terlaksana terus-menerus karena setiap pekerja/buruh ada yang patuh dan taat pada pemimpin dan ada juga yang tidak mematuhi perintah yang diberikan.11

Setiap orang mempunyai tujuan dan motivasi yang berbeda dalam

melakukan pekerjaan. Bagi mereka yang tidak patuh atau menentang

perusahaan dapat diberikan teguran atau sanksi balikan yang lebih tegas

diputuskn hubungan kerjanya.

Secara yuridis dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, PHK

oleh perusahaan disebabkan oleh :

a. Perusahaan mengalami kemunduran sehingga perlu rasionalisasi atau

pengurangan jumlah pekerja/buruh. Dalam hal PHK dengan alasan

rasionalisasi atau kesalahan ringan pekerja/buruh dalam Undang-

undanhg Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 151 ayat (1) ditentukan bahwa

11Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Panduan bagi Pegusaha, Pekerja, dan Calon Pekerja, Cetakan I, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2008, hal.106

26

Page 12: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh dan pemerintah,

berupaya mengusahakan agar tidak terjadi PHK. Dalam hal, upaya

tersebut telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka

maksud PHK wajib dirundingkan oleh pegusaha dan SP/SB atau

dengan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota

SP/SB.

b. Pekerja/buruh telah melakukan kesalahan, baik kesalahan yang

melanggar ketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan,

perjanjian kerja atau PKB (kesalahan ringan), maupun kesalahan

pidana (kesalahan berat). Pekerja/buruh yang diputus hubungan

kerjanya karena alasan telah melakukan kesalahan berat hanya dapat

memperoleh uang pengganti hak.

Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan rasionalisasi atau

kesakahan ringan pekerja/buruh dalam undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 dalam Pasal 151 ayat 1 ditentukan bahwa pengusaha, pekerja/buruh,

serikat pekerja/buruh dan pemerintah dengans egala upaya harus

megusahakan agar jangan terjadi PHK. Apabila uapay tersebut telah

dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib

dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau

dengan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh.

Apabila perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan,

pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan

27

Page 13: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga PPHI yang

dalam UU PPHI. Permohonan penetapan PHK diajuakn secara tertulis

kepada PHI disertai dengan alasan yang menjadi dasarnya. Permohonan

tersebut akan diterima apabila rencana PHK tersebut dirundingkan oleh

pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh,

apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh. Selama putusan PHI belum ditetapkan, baik

penugsaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala

kewajibannya, atau pengusaha dapat melakukan tindakan skorsing kepada

pekerja/buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib

membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima

pekerja/buruh.

2. Pemutusan Hubungan Kerja karena Pekerja/Buruh

Pekerja/buruh sebagai manusia merdeka berhak memutuskan hubungan kerja dengan cara mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Kehendak untuk mengundurkan diri ini dilakukan tana penetapan oleh Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Hak untuk mengundurkan diri melekat pada setiap pekerja/buruh karena pekerja/buruh tidak boleh dipaksa untuk bekerja bila tiba ia sendiri tidak menghendakinya.12

Pekerja/buruh berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan

pihak pengusaha, karena pada prinsipnya pekerja/buruh tidak boleh

dipaksa untuk terus-menerus bekerjasama apabila ia sendiri tidak

menghendakinya. Dengan demikian PHK oleh pkerja /buruh ini,yang

aktif untuk meminta diputuskan hubungan kerjanya adalah pekerja/buruh

tersebut.

12 Maimun, Hukum Ketengakerjaan Suatu Pengantar, Pradnya Paramita, Jakarta, 2007, hal.100

28

Page 14: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada

lembaga PPHI,dalam hal pengusaha melakukan perbuatan:

a. Menganiaya,menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan

perbuatan yang bertemtangan dengan peraturan perundang-undangan;c. Tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3

(tiga) bulan berturut-turut atau lebih;d. Tidak melakukan kewajiban yang telah di janjikan kepada

pekerja/buruh;e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan diluar

yang diperjanjikan; atauf. Memberikan pekerjaan yang membahayakna jiwa, keselamatan,

kesehatan atau kesusilaan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja. 13

Pekerja/buruh dapat mengakhiri hubungan kerja dengan melakukan

pengunduran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu meminta penetapan dari

lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan kepada

pekerja/buruh yang bersangkutan memperoleh uang penggantian hak sesuai

ketentuan Pasal 156 Ayat 4. Selain uang penggantian hak, pekerja/buruh

diberikan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam

perjanjian kerja,peraturan perusahaan atau PKB. Pekerja atau buruh yang

mengundurkan diri tersebut harus memenuhi syarat:

a. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

b. Tidak terikat dalam ikatan dinas; danc. Tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal mulai pengunduran

diri.14

Pekerja/buruh yang mengundurkan diri tersebut berhak atas uang pengganti hak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bagi pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung,selain menerima uang pengganti hak diberikan pula uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian

13Lalu Husni, Op.cit, hal.18614Ibid, hal.187

29

Page 15: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 15

3. Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum

Selain PHK oleh pengusaha, pekerja/buruh , hubungan kerja juga

dapat putus atau berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut

harus putus dengan sendirinya. Pekerja /buruh tidak perlu mendapatkan

penetapan PHK dari lembaga yang berwenang. PHK demi hukum adalah

pemutusan hubungan kerja yang terjadi dengan sendirinya sehubungan

dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian yang dibuat oleh majikan

dan buruh. PHK demi hukum terjadi apabila karena satu alasan dan lain

hal hubungan kerja oleh hukum dianggap sudah tidak ada dan oleh karena

itu tidak ada alas hak yang cukup dan layak bagi salah satu pihak untuk

menuntut pihak lainya guna tetap mengadakan hubungan kerja.

Karena itulah pemutusan hubungan kerja terjadinya bukan karena

sebab- sebab tertentu bak yang datangnya dari pihak buruh maupun

majikan, Pasal 1603e Perdata menyebutkan : “Perhubungan kerja

berakhir demi hukum, dengan lewatnya waktu yang ditetapkan dalam

persetujuan maupun reglement atau dalam ketentuan undang- undang atau

lagi maijkan itu tidka ada oleh kebiasaan ”.

Demikian juga dalam pasa 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Nomor PER-05/MEN/1986 tentang kesepakatan kerja untuk waktu

tertentu dikatakan : “Kesepakatan kerja untuk waktu tertentu berakhir

demi hukum dengan berakhirnya waktu yang ditentukan dalam

kesepakatan kerja atau dengan selesainya pekerjaan yang disepakatinya”15Maimun Op.cit, hal.101

30

Page 16: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

Meskipun pemutusan hubungan kerja itu terjadi dengan sendirinya namun para pihak dapat memperjanjikan untuk mengadakan pemberitahuan apabila perjanjian kerja itu berakhir. Pemberitahuan ini nantinya dapat diikuti dan ketentuan apakah perjanjian kerja/hubungan kerja itu akan diakhiri atau tidak. 16

Selain dapat terjadi karena berakhirnya jangka waktu perjanjian,

pemutusan hubungan kerja/perjanjian kerja demi hukum ini juga dapat

terjadi karena meninggalnya pekerja (Pasal 160 3e KUHPerdata jo. Pasal

13 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/PEN/1986). Ketentuan

Pasal ini dapat dimengerti karena sesuai dengan asas hukum perjanjian

yang oleh Soebekti disebut sebagai asas kepribadian. Seperti yang

disimpulkan dari ketentuan Pasal 1331 KUHPerdata yang menentukan

bahwa ssorang hanya dapat mengikatkan diirnya sendiri. Akan tetai jika

yang meninggal dunia itu adalah majikan/pengusaha, maka hubungan

kerjanya tidak putus atau berakhir (Pasal 1603 KUHPerdata jo. Pasal 14

ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/PEN/1986 ).17

PHK demi hukum dapat terjadi dalam hal:

a. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri berhak

memperoleh uang penggantian hak dan juga diberikan uang pisah yang

besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan atau PKB;

b. PHK dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan

tanpa mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial;

16 H. Zainal Asikin, H. Agusfian Wahab,Lalu Husni, Zaeni Asyhadie, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, 1993,hal.175

17 Ibid, hal.176

31

Page 17: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

c. Perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan

kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan

hubungan kerja;

d. Perusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara

terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa harus ditutup

atau keadaan memaksa (force majeur), pengusaha dapat melakukan

PHK;

e. Pengusaha juga dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena

perusahaan bermaksud hendak melakukan efisiensi. Dalam hal

rasionalisasi ini, pekerja/buruh yang akan diputuskan hubungan

kerjanya, harus diperhatikan:

1) Masa kerja;

2) Loyalitas; dan

3) Jumlah tanggungan keluarga.

f. Pengusaha dapat melakukan PHK tehadap pekerja/buruh karena

perusahaan pailit;

g. Dalam hal hubungan kerja berakhir, karena pekerja/buruh meninggal

dunia;

h. Pengusaha dapat melakukan PHK tehadap pekerja/buruh karena

memasuki usia pensiun

i. Pekerja/buruh mangkir(tidak masuk kerja) selama 5 (lima) hari kerja

atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang

dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha

32

Page 18: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya

karena dikualifikaikan mengundurkan diri. Keterangan tertulis dengan

bukti yang sah tersebut harus diserahkan paling lambat pada hari

pertama pekerja/buruh tidak masuk kerja;

j. PHK oleh pekerja/buruh, meskipun dalam praktik, PHK oleh

pekerja/buruh sangat jarang atau bahkan tidak mungkin ada, namun

yuridis Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, PHK oleh

pekerja/buruh ini dimungkinkan.

4. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan

Pengusaha harus berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari

terjadinya PHK. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pengusaha untuk

menghindari PHK dapat berupaa pengaturan waktu kerja, penghematan

(efisiensi), pembenaran metode kerja, dan pembinaan kepada

pekerja/buruh. Pembinaan dapat dilakukan kepada pekerja/buruh yang

melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, atau perjanian kerja bersama dengan cara memberi surat

peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Masing-masing surat peringatan

tersebut berlaku selama 6 (enam) bulan kecuali ditentukan lain dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Apabila segala upaya telah dilakukan tetapi PHK tetap tidak dapat dihindarkan, maksudnya PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dengan serikat pekrja/bruhatau apabila pekerja/buruh bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh, perundingan dapat dilakukan dengan pekerja/buruh secara langsung. Apabila perundingan yang dilakukan tidak menghasilkan kesepakatan maka pengusaha mengajuakn permohonan penetapan PHK secara tertulis kepada lembaga penyelesaian

33

Page 19: eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1835/3/BAB II.doc · Web viewPerusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa

hubungan industrial (PPHI) disertai alasan yang menjadi Dasarnya.18

Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial setelah menerima permohonan PHK akan memanggil para pihak untuk dimintai keterangan di muka persidangan. Berdasarkan pembuktian yang dilakukan dalam persidangan, lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menetapkan keputusan yang berisi menolak dan mengabulkan PHK yang diajukan. Apabila lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menolak permohonan PHK maka terhadap pekerja/buruh bersangkutan harus tetap dipekerjakan. Apabila permohonan PHK dikabulkan maka hubungan kerja putus terhitung sejak penetapan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap.19

18 Maimun, Op.cit hal.9919 Ibid, hal. 100-101

34