ii. tinjauan pustaka 2.1 telaah penelitian terdahulurepository.ub.ac.id/7380/3/bab ii.pdf · ii....
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai efektivitas program telah dilakukan sebelumnya. Budiani
(2005) melakukan penelitian mengenai efektivitas program Penanggulangan Pengangguran
Karang Taruna di Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Salah
satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat efektivitas program
penanggulangan pengangguran di Desa Sumerta Kelod. Metode analisis yang digunakan
adalah persentase perbandingan antara realita dan target dari program (R/T x 100%) dengan
menggunakan indikator ketepatan sasaran program, sosialisasi program, tujuan program dan
pemantauan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas dari indikator
ketepatan sasaran program dan indikator tujuan program penanggulangan pengangguran
adalah cukup efektif, indikator tingkat sosialisasi program diperoleh hasil sangat efektif,
indikator pemantauan pelaksanaan program oleh dinas terkait diperoleh hasil tidak efektif.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian skripsi ini mengacu pada metode analisis
efektivitas program yang digunakan pada penelitian Budiani, yaitu menggunakan persentase
perbandingan antara realita dan target dari program (R/T x 100%). Berbeda dengan penelitian
Budiani, penelitian ini menganalisis efektivitas dari program WISMP dan menggunakan
indikator yang berbeda yaitu peningkatan kapasitas atau jumlah kelembagaan, peningkatan
penguatan kelembagaan sistem irigasi dan peningkatan pengelolaan sistem fisik irigasi.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Darawati dan Wenagama
(2012) mengenai efektivitas dan dampak Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha
Ekonomi Pedesaan (DPM–LUEP) terhadap pendapatan dan kesempatan kerja petani padi di
Kabupaten Tabanan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui tingkat
efektivitas program DPM– LUEP dan (2) untuk mengetahui dampak program DPM–LUEP
terhadap pendapatan petani. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat
efektivitas program adalah menggunakan perbandingan antara realita dan target dari program
(R/T x 100%), dengan menggunakan indikator input, proses dan output. Sedangkan untuk
mengetahui adanya dampak dari program DPM-LUEP terhadap pendapatan dilakukan
dengan menggunakan analisis uji beda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tingkat
pelaksanaan program DPM–LUEP di Kabupaten Tabanan tergolong sangat efektif dan
program DPM–LUEP mampu meningkatkann pendapatan petani padi di Kabupaten Tabanan.
Perbedaan penelitian ini dan sebelumnya adalah indikator yang digunakan untuk mengukur
tingkat efektivitas dan tingkat pendapatan pada skripsi ini menggunakan petani program dan
non program.
Zanzes, Suwendra dan Susila (2015) melakukan penelitian mengenai analisis
efektivitas Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) serta dampaknya terhadap tingkat
pendapatan pada gapoktan Wahana Sari. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis
dan mengetahui besar tingkat pendapatan usaha tani Gapoktan Wahana Sari sebelum dan
sesudah menerima bantuan dana PUAP; dan (2) mengetahui besar tingkat efektivitas bantuan
dana PUAP terhadap tingkat pendapatan petani. Metode analisis data yang digunakan adalah
metode deskriptif kuantitatif, kemudian Uji t sampel berpasangan yang dilakukan dengan
bantuan IBM SPSS 20 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat pendapatan usaha gapoktan Wahana Sari di Desa Mengani sebelum dan
sesudah menerima bantuan dana PUAP, dengan rata-rata pendapatan sebelum memperoleh
dana PUAP berjumlah Rp. 746.840,00 dan sesudahnya Rp. 800.930,00; dan (2) Nilai
efektivitas PUAP terhadap pendapatan adalah 26,69% masuk kriteria tidak efektif. Berbeda
dengan penelitian Znzes dkk penelitian ini menggunaka tingkat pendapatan petani program
dan non program
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam penelitian ini
peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul “ EfektifitasProgram WISMP
(Water Resources and Irrigation Sector Management ) Dalam Upaya Peningkatan
Pendapatan UsahataniBawang Merah di Kabupaten Nganjuk. Berdasarkan penelitian skripsi
terdahulu yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat persamaan yang
dimiliki oleh penelitian skripsi ini dengan penelitian terdahulu yaitu penerapan metode
analisis yang digunakan. Metode yang digunakan untuk menganalisis tingkat efektivitas
program adalah dengan menggunakan persentase perbandingan antara realita dan target dari
program (R/T x 100%) atau dapat disebut dengan metode rasio efektivitas. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada indikator yang digunakan dalam
analisis efektivitas program yaitu indikator peningkatan kapasitas atau jumlah kelembagaan,
peningkatan kelembagaan irigasi, dan peningkatan pengelolaan sistem fisik irigasi.Pada
penelitian ini juga dianalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani,
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program.
2.2 Tinjauan Empiris tentangProgram Water Resources and Irrigation Sector
Management Program(WISMP)
WISMPmerupakan proyek pinjaman dari Bank Dunia dalam rangka penerapan
kebijakan baru pengelolaan sumber daya air di Indonesia. WISMP disusun untuk menjamin
partisipasi dan keterlibatan berbagai kelompok petani dalam melaksanakan pengambilan
keputusan atas alokasi sumber daya untuk irigasi, dan pengelolaan sungai(World Bank,2013).
WISMP adalah program untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan
irigasi dalam rangka meningkatkan pelayanan publik melalui kapasitas kelembagaan
(capacity building).Pada dasarnya reformasi irigasi terdapat lima kelompok kegiatan yaitu
definisi ulang mengenai tugas dan tanggung jawab institusi pengelolaan irigasi untuk
menjamin peran petani yang lebih besar dalam mengambil keputusan, pemberdayaan petani
melalui perkumpulan petani pemakai air yang mandiri di petani, partisipasi petani dalam
pengelolaan irigasi, pembiayaan yang efektif dan transparan untuk operasi dan pemeliharaan,
pengembangan sistem irigasi berdasarkan prinsip-prinsip biaya nyata untuk operasi dan
pemeliharaan berdasarkan permintaaan, keberlanjutan sistem irigasi melalui kebijakan umum
sumber daya air.
Diharapkan dengan adanya program WISMP dapat meningkatkan kemampuan
pengelolaan sumber daya air secara intergratif serta menghasilkan tingkat produktifitas tinggi
dan bantuan program yang diberikan mampu menstimulasi kemampuan lembaga dan institusi
pelaksana pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan.
2.2.1 Tujuan Program WISMP
Tujuan Water Resources and Irrigation Sector Management Programmeningkatkan
kapasitas pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dan irigasi serta meningkatkan
produktivitas pertanian di lahan beririgasi.
Tujuan utama pendekatan peningkatan kemampuan dalam WISMP adalah
pengembangan agar mampu melaksanakan pengelolaan sumber daya air dan irigasi yang
berkelanjutan meliputi:
a. Penerapan konsep serta pengelolaan sumber daya air pada tingkat wilayah sungai dan
pengelolaan irigasi partisipatif.
b. Definisi ulang peran baru, tanggung jawab dan tugas-tugas organisasi atau lembaga yang
terkait dalam pengelolaan sumber daya air menuju hal-hal yang berorientasi pelayanan,
c. Peningkatan organisasi untuk memungkinkan pelaksanaan yang efektif dalam peran
mereka yang baru. Hal ini meliputi :
1. Pengenalan dan penetapan mekanisme yang akuntabel dan perangkat pertanggung
jawaban organisasi pemerintahan yang didesentralisasikan dan pemberdayaan petani.
2. Peningkatan kemampuan individual dalam organisasi pengelolaan sumber daya air dan
irigasi untuk memperbaiki kinerja organisasinya.
3. Peningkatan kemampuan lokal yang berkelanjutan dalam rangka peningkatan kemampuan
yang berkesinambungan.
Dalam pelaksanaan program WISMP terdapat beberapa indikator yang menjadi tolak
ukur keberhasilan program tersebut diantaranya
1. Indikator peningkatan kapasitas atau jumlah kelembagaan.
2. Indikator peningkatan kelembagaan irigasi.
3. Indikator peningkatan pengelolaan sistem fisik.
Ketiga indikator tersebut digunakan untuk menjawab capaian keluaran program WISMP yang
dilaksanakan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
2.2.2 Mekanisme Pelaksanaan WISMP
Secara umum program WISMP terdiri dari 2 (dua) tahapan, yaitu sebagai berikut:
Tahap I – Tahap Capacity Building (tahun 2006–2010), yang orientasi kegiatannya
diarahkan untuk membantu Pemerintah dan Daerah dalam mengembangkan program
peningkatan kemampuan (Capacity Building) yang diperlukan untuk memperkuat
keberlanjutan kerangka kelembagaan pengairan.
Tahap II (Tahap Perluasan/Pengembangan) tahun2011–2016 akan mencakup
penyesuaian program berdasarkan pengalaman pelaksanaan Tahap I dan akan diperluas
dengan penambahan jumlah kabupaten/kota, peningkatan lingkup dan kompleksitas
perencanaan, pemograman dan pembiayaan serta investasi dari berbagai sektor pada beberapa
wilayah sungai terpilih. akan memperluas lingkup WISMP dan melembagakan inovasinya
sebagai modus operandi yang berkelanjutan dalam pengelolaan Sumber Daya Air di
Indonesia.
WISMP akan menerapkan prinsip partisipatif pada peserta program yang terdiri dari 14
provinsi dan 101 kabupaten. Hasil program ini diharapkan dapat memacu kemampuan
pemerintah provinsi/kabupaten dalam pengembangan dan pengolahan irigasi yang menjadi
kewenangan masing-masing instansi.
Kabupaten Nganjuk termasuk salah satu Kabupaten dari 43 Kabupaten lainnya di
Indonesia yang masuk dalam moderate track pada WISMP. AdapunKabupaten yang masuk
moderate track dapat melaksanakan kegiatan yang masuk kegiatan hanya Sub Part 2.1 pada
tahun pertama. Untuk tahun berikutnya adalah pelaksanaan kegiatan-kegiatan Sub Part 2.1,
2.2,dan2.3.
Rencana kegiatan WISMP II (2012 – 2016) tersebut adalah sebagai berikut:
Sub-Part 2.1 - Peningkatan Lembaga Pengelolaan Irigasi Partisipatif.
Tujuan dari Sub-Part ini merupakan lanjutan penguatan kapasitas tata kelola
kelembagaan Pengelolaan Irigasi dan pemberdayaan masyarakat petani pemakai air dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partispatif di daerah secara berkelanjutan.
Lingkup dari Sub-Part 2.1 ini terdiri dari 2 program utama yang terdiri dari (i) Peningkatan
Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Irigasi Kabupaten dan (ii) Pemberdayaan Masyarakat
Petani Pemakai Air Di Tingkat Daerah Irigasi.
Sub-Part 2.2 - Rehabilitasi Infrastruktur Sistem Irigasi Prioritas.
Sub Komponen ini memberi dukungan perbaikan/rehabilitasi ringan dan sedang untuk
prasarana Irigasi wewenang provinsi dan kabupaten.
Sub-Part 2.3 -Peningkatan Pengembangan Pertanian Beririgasi dan Adaptasi Perubahan
Iklim.
Sub Komponen ini dilaksanakan untuk mendukung kegiatan masyarakat petani didalam
meningkatkan kinerja mereka agar secara nyata meningkatkan produktivitas pertanian dan
peningkatan pendapatan petani. Proyek ini akan memfasilitasi petani untuk meningkatkan
kapasitas mereka dalam mengadopsi teknologi baru ramah lingkungan, adaptasi perubahan
iklim dan pengembangan kemitraan. Komponen ini juga memperkuat kemampuan teknis
supaya P3A/GP3A mampu melakukan kemitraan dalam agrobisnis. Kegiatan yang dilakukan
meliputi dukungan pengawasan organisasi dan pelatihan P3A/GP3A dan anggota di desa,
Kabupaten dan tingkat daerah. Untuk mendukung pengembangan agribisnis di daerah irigasi,
proyek ini akan memberikan bantuan investasi agribisnis untuk dipilih P3A/GP3A dengan
cara yang kompetitif.
1.3 Tinjauan Teoritis tentang Efektivitas Program
Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan yaitu dapat berupa target,
sasaran jangka panjang maupun misi organisasi (Ratminto,2007). Efektivitas juga merupakan
unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap
organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran
seperti yang telah ditentukan.
Menurut Hani Handoko (2000) efektivitas merupakan hubungan antara output dengan
tujuan, semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif
organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau
kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang
diharapkan. Dari berbagai pendapat diatas tentang efektivitas dapat disimpulkan bahwa
efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan sejauh mana tingkat keberhasilan atau
target yang telah dilaksanakan.
Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui
konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan
apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan
manajemen organisasi atau tidak. Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum
dan yang paling menonjol adalah :
1.Keberhasilan program
2.Keberhasilan sasaran
3.Kepuasan terhadap program
4.Tingkat input dan output
5.Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel,1989)
Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam
melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya, secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan
suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokonya atau
untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989).
Duncan yang dikutip Richard M. Steers (1985) dalambukunya “Efektivitas
Organisasi” mengatakan mengenai ukuran efektivitas,sebagai berikut:
1.PencapaianTujuan
Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu
proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan
pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan
dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu: Kurun waktu
dan sasaran yang merupakan target kongrit.
2.Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan
sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi
lainnya .Integrasi menyangkut proses sosialisasi.
3.Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenagakerja.
Dari sejumlah definisi-definisi pengukur tingkat efektivitas yang telah dikemukakan
diatas, perlu peneliti tegaskan bahwa dalam rencana penelitian ini
digunakan teori diatas dan mengambil beberapa pengukuran efektivitas yang sesuai dengan
program WISMP.
Analisa efektivitas merupakan instrumen teknik evaluasi kinerja pekerja/karyawan
dengan memberikan skala nilai yang menunjukkan kualitas pelaksanaannya (Nawawi, 2006).
Analisis efektivitas program dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Subagyo,
2000 dalam Budiani; 2005):
Keterangan :
Realisasi = pelaksanaan efektivitas
Target = indikator keberhasilan
Setelah mendapatkan tingkat efektivitas dari masing-masing indikator tersebut, maka
selanjutnya dilakukan pengklasifikasian tingkat efektivitas menggunakan standar sesuai
dengan acuan Litbang Depdagri (1991), yaitu:
Tabel 1. Standar Ukuran Efektivitas
Tinjauan mengenai efektivitas program tersebut merupakan telaah teori yang relevan dengan
penelitian skripsi ini, karena dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efektivitas Program
WISMP di daerah penelitian.
2.4 Tinjauan Teknis Budidaya Bawang Merah
Spesies bawang merah yang banyak ditanam di Indonesia terdiri dari 2 macam, yaitu:
bawang merah biasa (Allium ascalonicum L.) dan bawang bombay (Allium cepa L.).
Klasifikasi ilmiah tanaman bawang merah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : A. ascalonicum
Nama binomial : Allium ascalonicum L.
Menurut Istiyastuti dan Yanuarso (2008), kegiatan budidaya bawang merah dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pemilihan Benih
Umbi yang dijadikan benih harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Berasal dari varietas unggul yang berumur cukup tua ( 70-80 hari)
2. Keadaan umbi utuh, sehat dan bulat
3. Umbi berdiamter 1,5-2cm berbentuk simetris
4. Umbi disimpan selama 2-3 bulan
5. Setiap umbidapat menghasilkam 4-6 anakan, umbi keras dan segar
Sebelum dilakukan penanaman benih terlebih dahulu dipotong ujungnya kurang lebih
seperempat bagian. Pemotongan dilakukan satu atau dua hari sebelum dilakukan penanaman,
dan kulit umbi dan sisa akar yang ada dibersihkan dahulu.
b. Pengolahan Tanah dan Penanaman
Tanah diolah agar menjadi gembur dan sirkulasi udara dalam tanah lancar,serta akar
dapat tumbuh dengan baik, selain itu bertujuan untuk menyingkirkan tumbuhan liar yang
dapat menggangu tanaman utama.Tanah dicangkul sedalam 40 cm. Budidaya dilakukan pada
bedengan yang telah disiapkan dengan lebar 100-200 cm, dan panjang sesuai kebutuhan.
Jarak antara bedengan 20-40 cm.
c. Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk menyingkirka gulma yang mengganggu tanaman utama
sekaligus untuk menggemburkan tanah. Penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati agar
tanaman utama tidak rusak. Penyiangan dapat dilakukan ketika bawang merah memasuki usia
21 hari.
Dalam masa pertumbuhan bawang merah dapat disiangi 2-3kali. Bersamaan dengan
penyiangan biasanya dilakukan pembubunan. Tujuan pembubunan adalah menggemburkan
tanah dan memperkuat berdirinya tanaman.
d. Pengairan
Bawang merah memerlukan tanah yang lembab. Pemberian air atau penyiraman
dilakukan ketika mulai dari penanaman umbi hingga daun pertama tumbuh, saat pagi dan
sore hari. Tujuan dari penyiraman supaya tanah tetap lembab. Penyiraman selanjutnya
dilakukan secra rutin sehingga berhenti 10 hari sebelum panen. Penyiraman harus dilakukan
secara hati-hati agar tanaman tidak rusak.
e. Panen dan Pasca Panen
Umur panen dari bawang merah tergantung dari varietas yang ditanam dan bila umbinya
sudah muncul di permukaan tanah. Ketika memanen, umbi dicabut dengan hati-hati agar
jangan sampai ada umbi yang rusak dan tertinggal. Setelah tanaman dicabut segera
dibersihkan umbinya dari tanah yang melekat dan keringkan. Pengeringan dilakukan dengan
cara menjemur atau menggunakan pengering buatan. Setelah kering kemudian diikat untuk
siap dipasarkan.Ikatan bawang merah dapat disimpan dalam rak penyimpanan atau digantung
dengan kadar air 80 (persen) - 85 (persen), ruang penyimpnan harus bersih, aerasi cukup
baik, dan harus khusus tidak dicampur dengan komoditas lain.
2.5 Tinjauan Teoritis tentang Usahatani
Pengertian usahatani menurut Sekartawi (1995), ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan
efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Menurut Mubyarto
(1989), usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat ditempat tersebut
yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang
dilakukan diatas tanah itu, sinar matahari, bangunan yang didirikan diatas tanah itu dan
sebagaiannya. Usahatani dapat berupa bercocok tanam atau memelihara ternak.
Menurut Shinta (2011), ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas bagaimana
penggunaan sumberdaya agar dapat dilakukan secara efisien dan efektif pada suatu usaha
pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumberdaya yang dimaksud antara lain adalah
tenaga kerja, alam, tanah dan air, kemudian dikelola sedemikian rupa untuk memperoleh
keuntungan atau tujuan tertentu. Keberhasilan pelaksanaan usahatani selalu didukung oleh
pengalokasian faktor-faktor produksi yang tepat.
Faktor produksi dalam usahatani adalah merupakan faktor-faktor utama yang diperlukan
dalam usahatani. Faktor-faktor produksi merupakan input dalam proses produksi pertanian.
Proses produksi pertanian mengkombinasikan faktor-faktor produksi pertanian untuk
menghasilkan produksi pertanian. Soekaertawi (1989) menjelaskan bahwa tersedianya sarana
atau faktor produksi (input) belum berarti produktifitas yang diperoleh petani akan tinggi.
Namun bagaimana petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat
penting. Efisien teknis akan tercapai bila ptani mampu mengalokasikan faktor produksi
sedemikian rupa sehingga produksi tinggi dapat tercapai. Bila petani mendapat keuntungan
besar dalam usahataninya dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif.
Unsur-unsur pokok dalam usahatani atau faktor-faktor produksi pertanian meliputi lahan,
tenaga kerja, modal dan manajemen (pengolahan).
1. Lahan
Lahan merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi
lainnya dan distribusi penguasaan di masyarakat pun tidak merata. Menurut Soekartawi
(1989), penguasaan per`tanian selalu didasarkan atau dikembangkan pada luasan lahan
`pertanian tertentu, walaupun sering dijumpai pnguasaan pertanian yang tidak semata-mata
dikembangkan pada luasan lahan tertentu, tetapi pada sumberdaya yang lain, seperti media
ai`r atau lainnya. Pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau
sempitny lahan, tetapi juga dari segi yang lain misalnya aspek kesuburan tanah, macam
penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagaiannya) dan topografi (tanah dataran
pantai rendah dan dataran tinggi)
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua selain lahan, modal, dan manajemen.
Terdapat tiga jenis tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani yaitu manusia, ternak dan
mekanik.Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari keluarga itu sendiri atau dari luar
keluarga. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria dan wanita. Tenaga kerja
manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat
kemampuannya.Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan untuk
pengangkutan. Sedangkan tenaga kerja mekanik bersifat subtitusi pengganti ternak atau
manusia. Jika kekurangan tenaga kerja, petani dapat mempekerjakan tenaga kerja dari luar
keluarga dengan memberi balas jasa berupa upah.
3. Modal
Modal adalah barang atau uang yang bersamaan dengan faktor produksi lain yang
digunakan untuk menghasilkan barang-barang baru, yaitu berupa produk pertanian. Modal
merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kegiatan usahatani,
terutama modal operasional, yaitu dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan modal
lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengelolaan.
Menurut Mubyarto (1989), modal adalah sumber-sumber ekonomi diluar tenaga kerja yang
dibuat oleh manusia. Kadang-kadang modal dilihat dalam arti uang atau dalam arti
keseluruhan nilai sumber-sumber ekonomi non manusiawi termasuk tanah. Itulah sebabnya
jika menunjuk pada modal dalam arti luas dan umum misalnaya jumlah modal petani secara
keseluruhan, kita memasukkan semua sumber ekonomi termasuk tanah tetapi diluar tenaga
kerja.
4. Pengelolaan
Pengelolaan atau manajemen usahatani adalah kemampuan petani
menentukan,mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai
sebaik mungkin serta mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.
Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun
produktivitas usahanya.
Dalam usahatani, tentu ada modal atau biaya-biaya yang dikeluarkan demi menunjang
keberhasilan usahatani. Menurut Shinta (2011), biaya usahatani yang dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Total fixed cost (TFC), merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani dimana biaya
tersebut tidak mempengaruhi hasil output/produksi. Berapapun produksi yang akan
dihasikan, biaya tetap yang dikeluarkan nilainya adalah sama.
Cost
TFC
Output
Gambar 1. Kurva Biaya Tetap Cost TFC Output
2. Total variable cost (TVC), merupakan biaya yang berubah searah dengan berubahnya
jumlah output yang dihasilkan. Semakin besar jumlah output yang dihasilkan maka biaya
variabel yang dikeluarkan pun juga akan semakin besar.
Cost
TVC
Output
Gambar 2. Kurva Biaya Variabel
3. Total cost (TC), merupakan total keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalamusahatani.
Penghitungan total biaya dalam usahtani kedelai menggunakan rumus sebagai berikut.
TC = TFC + TVC
TC (total cost) = total biaya usahatani (Rp/ha)
TFC (total fixed cost) = total biaya tetap usahatani (Rp/ha)
TVC (total variable cost) = total biaya tidak tetap usahatani (Rp/ha)
Cost
TC
TVC
TFC
Output
Gambar 3. Kurva Total Biaya
Menurut Shinta (2011), penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi
dengan harga jual. Besarnya penerimaan usahatani merupakan total penerimaan yang belum
dikurangi dengan total biaya usahatani, sehingga penerimaan usahatani belum dapat
mencerminkan keuntungan yang didapatkan oleh petani dari hasil usahataninya. Adapun
penghitungan dari penerimaan usahatani adalah sebagai berikut:
TR = P x Q
Keterangan :
TR (total revenue) = total penerimaan usahatani kedelai (Rp/ha)
P (price) = harga produksi kedelai (Rp)
Q (quantity) = kuantitas produksi kedelai yang diperoleh petani (Rp/kg)
Menurut Shinta (2011), pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan (dari
hasil penjualan kedelai petani) dengan seluruh biaya produksi yang digunakan dalam
usahatani. Besarnya nilai pendapatan usahatani merupakan penerimaan bersih (sudah
dikurangi dengan biaya usahatani), sehingga pendapatan merupakan cerminan dari besarnya
keuntungan yang diperoleh petani dari usahataninya. Perhitungan pendapatan usahatani
dirumuskan sebagai berikut.
π = TR – TC
Keterangan :
π (profit/income) = pendapatan usahatani (Rp/ha)
TR (total revenue) = total penerimaan usahatani (Rp/ha)
TC (total cost) = total biaya usahatani (Rp/ha)
Tinjauan mengenai usahatani tersebut merupakan telaah teori yang relevan dengan
penelitian skripsi ini karena dapat digunakan untuk membedakan input usahatani apa saja
yang termasuk dalam biaya tetap dan biaya variabel. Setelah biaya tetap dan biaya variabel
diketahui, maka penghitungan total biaya usahatani lebih mudah dilakukan, sehingga
pendapatan usahatani dapat diketahui dengan menggunakan rumus-rumus yang telah
dipaparkan pada tinjauan teoritis tersebut.
2.6 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Petani dalam mengusahakan usahataninya selalu berorientasi kepada pendapatan. Selisih
antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan
bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan faktor0faktor produksi, pengelolaan dan modal milik sendiri atau
modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani karena bunga moidal tidak dihitung
sebagai pengeluaran, maka perbandingan tidak dipengaruhi oleh perbedaan tingkat hutang.
Ukuran yang sangat berguna untuk menilai pengahsilan bersih usahatani. Ukuran ini
menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk keperluan keluarga dan
merupakan imbalan dari semua sumberdaya milik keluarga yang dipakai kedalam usahatani
(Soekartawi,1986). Menurut Wildani (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pendapatan petani antara lain :
1. Pendidikan
Variabel pendidikan berpengaruh terhadap pendapatan petani. Dengan kata lain semakin
lama petani mengenyam bangku sekolah secara langsung pendidikan akan meningkat serta
pendapatan juga meningkat. Petani akan mempunyai kecenderungan memiliki pengetahuan
yang relatif meningkat yaitu petani akan mudah menerima informasi
2. Luas lahan
Luas lahan merupakan modal yang dimiliki petani untuk memperoleh pendapatan yang
lebih tinggi. Keadaan ini menunjukkan bahwa semakin luas lahan garapan, maka semkin
besar pula produksi yang dihasilkan. Dengan produksi yang besar maka penerimaan petani
akan semakin lebih besar sehingga pendapatan petani meningkat. Menurut Rusli (1995)
dalam Farid (2009) masalah distribusio penguasaan lahan menjadi petunjuk terhadap
distribusi pendapatan dan kekayaan dalam sektor pertanian. Tanah sebagai harta produktif
adalah bagian dari rumah tangga petani, luas lahan usahatani yang dimiliki menentukan
peendapatn, taraf hidup, dan kesejahteraan rumah tangga tani (Hernanto,1995).
3. Umur
Setiap petani memiliki umur yang berbeda, petani yang berumur muda berani mengambil
keputusan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Sedangkan petani yang berumur
tua tindakannya kurang berani dalam pengambilan keputusan sehingga pendapatan yang
diterima akan semakin rendah.
4. Pengalaman
Pengalaman usahatani dimaksudkan sebagai pengalamn petani dalam melaksanakan
usahatani. Bagi petani yang berpengalaman sering kali mereka dapat memprediksi kejadian
yang akan datang dan pengalaman dapat dijadikan keputusan dalam berusahatani.
2.7Analisis Regresi Linear
Analisis regresi adalah garis lurus yang merupakan contoh paling sederhana dapat digunakan
dalam suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh hubungan antar variabel bebas dan
variabel terikat (Ratno dan Mustajab,1992). Analisis regresi linear berganda merupakan
perluasan dari regresi linear sederhana, dimana pada analisis regresi linear berganda akan
tetapi perbedaan hanya menambahkan jumlah variabel bebas yang sebelumnya pada analisis
regresi linear sederhana menggunakan satu atau dua variabel bebas. Fungsi analisis linear
berganda ini sama dengan analisis regresi linear sederhana, yaitu untuk mengetahui pengaruh
antar variabel bebas terhadap variabel terikat (Sanusi,2003). Persamaan regresi linear
berganda dapat dinyatakan dalam persamaan matematik yaitu:
Y = a + b1X1 + b2X2 +......+ e
Keterangan:
Y = merupakan variabel terikat
a = merupakan konstanta
b1b2 = merupakan koefisien regresi
X1X2 = merupakan variabel bebas
e = variabel error
Setelah dilakukan estimasi model analisis regresi linear berganda tersebut, maka
selanjutnya mengetahui nilai t-hitung, F-hitung, dan koefisien determinasi (R)2. T-hitung
yang merupakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel, apakah berpengaruh
nyata atau tidak terhadap variabel terikat. Apabila t-hitung lebih besar daripada t-tabel maka
variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). Maka dalam
pengujiannya dilakukan hipotesis sebagai berikut :
1. Koefisien Determinasi (R)2
Koefisien determinasi merupakan koefisien determinasi majemuk. Koefisien determinasi R2
digunakan untuk menegtahui kebaikan suatu model dengan mengetahui proporsi variasi
dalam variabel terikat Y yang dijelaskan oleh variabel bebas Xi (i = 1,2,3....k) secara
bersama-sama dan nilainya selalu positif. Persamaan regresi linear berganda semakin baik
apabila nilai koefisien determinasi R2 semakin besar atau mendekati 1 dan cenderung
meningkat nilainya yang sejalan dengan peningkatan jumlah variabel bebas. Pada tabel
ANOVA nilai koefisien determinasi R2
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut
R2 = SSR
SST
Keterangan :
SSR = Sum of Squares Regression atau jumlah kuadrat regresi merupakan total variasi yang
dapat dijelaskan oleh model
SST = Sum of Squares Total atau jumlah kuadrat total yang merupakan total variasi Y (SST=
SSR+SSE)
SSE = Sum of Squares Error atau jumlah kuadrat error yang merupakan total variasi yang
tidak dapat dijelaskan oleh model.
2. Uji t
H0 : bi = 0 (Variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh terhadap variabel terikat (Y))
H0 : bi = 0 (Variabel bebas (Xi) berpengaruh terhadap variabel terikat (Y))
Sedangkan uji statistik yang digunakan untuk mengetahui nilai t-hitung adalah
sebagai berikut:
Thitung = bi - 0
Sbi
Keterangan :
bi = koefisien variabel independen ke-i
Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i
Kriteria uji yang dilakukan untuk`pengambilan hipotesis diterima atau ditolak, yaitu
sebagai berikut:
Thitung > ttabel, maka tolak H0
Thitung < ttabel, maka diterima H0
Jika H0 ditolak maka variabel bebas Xi berpengaruh nyata terhada`p variabel terikat (Y),
dan sedangkan H0 diterima maka variabel bebas Xi tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat (Y).
3. Uji F
Pada nilai Fhitung digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas Xi yang
digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). Apabila Fhitung lebih besar dari
Ftabel maka variabel bebas yang dipakai dalam analisis tersebut secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadapvariabel terikat. Sebaliknya jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel,
maka variabel bebas yang dipakai dalam analisis tersebut secara bersama-sama tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Berikut merupakan pengujian uji F secara statistik adalah sebagai berikut
Fhitung = R2 / (k-1)
(1-R2) / (n-k)
Keterangan:
R = koefisien determinasi
K = jumlah variabel independen
n = jumlah sampel
` Pada analisis regresi linear berganda, adanya asumsi-asumsi yang sudah ditetapkan,
agar menghasilkan nilai koefisien sebagai penduga yang tidak bias.
Berikut merupakan asumsi yang dimaksud:
1. Varibel bebas dan variabel terikat mempunyai hubungan linear
2. Variabel terikat harus berskala interval atau kontinyu
3. Keragaman dari selisih nilai pengamatan dan pendugaan harus sama untuk semua
pendugaan. Bila pada kondisi initidak terpenuhi maka disebut heteroskedastisitas
4. Variabel terikat harus tidak ada hubungan korelasi, Jika pada kondisi ini, variabel
terikat mempunyai korelasi maka disebut autokorelasi
5. Antara variabel bebas satu dengan yang lain tidak ada korelasi yang sempurna, jika
dilanggar maka terjade multikoloniearitas.