telaah kritis jurnal

30
Telaah Kritis Jurnal Menononton Televisi Berhubungan Dengan Keterlambatan Perkembangan Bahasa Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Disusun Oleh: Nama : Syariifuddin Irfan Adi Kusuma, S.Ked. NIM : 08711068 Pembimbing : dr. Melita Widyastuti, Sp.A., M.Kes. KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NGAWI 1

Upload: amelocha

Post on 31-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Telaah Kritis Jurnal

Telaah Kritis Jurnal

Menononton Televisi Berhubungan Dengan Keterlambatan Perkembangan Bahasa

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Disusun Oleh:

Nama : Syariifuddin Irfan Adi Kusuma, S.Ked.

NIM : 08711068

Pembimbing : dr. Melita Widyastuti, Sp.A., M.Kes.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NGAWI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2014

1

Page 2: Telaah Kritis Jurnal

Artikel Penelitian

Menononton Televisi Berhubungan Dengan Keterlambatan Perkembangan Bahasa

Divisi Pertumbuhan dan Perkembangan, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, King

Chulalongkorn Memorial Hospital, Fakultas Kedokteran, Universitas Chulalongkorn, Bangkok,

Thailand

Penulis : Weerasak Chonchaiya, Chandhita Pruksananonda

Jurnal : Acta Paediatrica

Publikasi : 03 April 2008

2

Page 3: Telaah Kritis Jurnal

ABSTRAK

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui dampak menonton televisi terhadap perkembangan

bahasa.

Metode Penelitian : Penelitian kasus-kontrol yang mengikutsertakan 56 pasien baru dengan

keterlambatan bahasa dan 110 anak normal, berusia 15-48 bulan. Keterlambatan bahasa

didiagnosis dengan meninjau tolak ukur capaian (milestones) bahasa dan Denver-II. Variabel

menonton televisi dan karakteristik anak/orangtua antara kedua kelompok diwawancarai. Data

dianalisis dengan uji ANOVA dan uji chi-square. Odds ratio (OR) yang disesuaikan dan interval

kepercayaan (IK) 95% dihitung dari model regresi logistik multivariat.

Hasil Penelitian: Empat puluh enam anak laki-laki dan 10 anak perempuan; rerata [±SB

(Simpang Baku)] usia, 2,11 ± 0,47 tahun dari kelompok kasus dan 59 anak laki-laki dan 51 anak

perempuan; rerata [±SB] usia, 2,23 ± 0,80 dari kelompok kontrol diikutsertakan. Anak-anak

yang mengalami keterlambatan bahasa pada umumnya mulai menonton televisi lebih awal pada

usia 7,22 ± 5,52 bulan vs 11,92 ± 5,86 bulan, nilai p < 0,001 dan juga menghabiskan lebih

banyak waktu menonton televisi dibandingkan anak normal (3,05 ± 1,90 jam per hari vs 1,85 ±

1,18 jam per hari, nilai p < 0,001). Anak-anak yang mulai menonton televisi pada usia < 12

bulan dan menonton televisi > 2 jam per hari tercatat sekitar enam kali lebih mungkin untuk

mengalami keterlambatan bahasa.

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara onset dini dan frekuensi tinggi menonton televisi

dengan keterlambatan bahasa.

3

Page 4: Telaah Kritis Jurnal

PENDAHULUAN

Penyebab keterlambatan perkembangan bahasa sangat kompleks, merepresentasikan

suatu interaksi yang erat antara perkembangan biologis anak dan lingkungan. Beberapa faktor

seperti pendengaran, kemampuan kognitif, organ bicara dan faktor lingkungan dapat

berkontribusi terhadap keterlambatan perkembangan bahasa. Meskipun beberapa dari kondisi ini

dapat terjadi secara tersendiri, namun pada umumnya terdapat kombinasi disfungsi dari faktor

yang saling terkait.

Anak-anak kecil, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di Thailand, menonton

televisi dalam jumlah yang menakjubkan, menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar

daripada aktivitas lainnya kecuali tidur. American Academy of Pediatrics (AAP)

merekomendasikan anak-anak ≥ 2 tahun harusnya menghabiskan waktu menonton televisi < 2

jam dalam sehari dan anak-anak < 2 tahun dianjurkan untuk tidak menonton televisi.

Rekomendasi ini sering diabaikan oleh para pengasuh. Anderson melaporkan bahwa televisi

mengganggu waktu bermain dan interaksi anak dengan orangtua, namun memberikan kebutuhan

sistem bicara dan sistem bahasa terhadap paparan dini lingkungan verbal yang kaya dan

beragam. Dari pengamatan kami, kami menemukan bahwa anak-anak yang mengalami

keterlambatan bahasa di klinik perkembangan kami, tampaknya menonton televisi selama bayi

usia dini.

Hubungan antara onset dan frekuensi menonton televisi dan tolak ukur capaian

perkembangan bahasa masih jarang diteliti. Linebarger dan Walker menemukan bahwa isi dan

jenis program televisi memiliki dampak yang beragam terhadap perkembangan bahasa pada

anak. Oleh karena itu, kami rasa perlu untuk meneliti risiko menonton televisi dan faktor risiko

lain yang mungkin mempunyai dampak terhadap perkembangan bahasa.

METODE

Peserta Penelitian

Sebuah penelitian pendahuluan telah dilakukan untuk mengetahui odds ratio dari

hubungan antara menonton televisi dan keterlambatan perkembangan bahasa. Penelitian

pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang mulai menonton televisi pada usia

kurang dari 12 bulan dan menonton televisi lebih dari 2 jam setiap harinya, memiliki

kecenderungan untuk mengalami keterlambatan bahasa enam kali lebih besar dibandingkan

dengan anak-anak yang mulai menonton televisi setelah usia 12 bulan dan atau menonton televisi

4

Page 5: Telaah Kritis Jurnal

lebih dari 2 jam dalam setiap harinya. Jumlah akhir peserta penelitian setelah dilakukan

penghitungan adalah 30 anak dalam setiap kelompok.

Dari bulan September 2005 sampai dengan bulan Agustus 2006, 110 pasien baru dengan

keterlambatan bahasa yang datang ke klinik perkembangan dan 110 anak-anak normal, berusia

antara 15 dan 48 bulan, di King Chulalongkorn Memorial Hospital, Bangkok, Thailand

dievaluasi. Lima puluh empat dari 110 pasien baru didiagnosis dengan Autistic Spectrum

Disorder (ASD) berdasarkan kriteria DSM IV, anak-anak tersebut dieksklusi dari penelitian ini.

Dengan demikian, terdapat 56 pasien baru dengan keterlambatan bahasa yang dimasukkan dalam

penelitian ini. Kami mengeksklusi peserta penelitian yang memiliki keterlambatan bahasa karena

ASD, penyebab genetik yang diketahui, gangguan pendengaran, palsi serebral, gangguan

neurologis dan keterlambatan perkembangan global.

Anak-anak yang normal dipilih dengan sampling acak sederhana dari semua anak yang

datang ke klinik perawatan anak mingguan. Para pengasuh dari masing-masing kelompok

diwawancarai oleh dokter anak subspesialis tumbuh kembang selama kunjungan dan / atau

melalui survei telepon guna melengkapi data. Persetujuan orangtua didapatkan dari semua

peserta penelitian.

Diagnosis Keterlambatan Perkembangan Bahasa

Anak didiagnosis dengan keterlambatan bahasa berdasarkan adanya tanda-tanda klinis

awal gangguan berbahasa dan berbicara. Keterlambatan sebanyak 25% atau lebih pada anak

berusia 16-24 bulan, dianggap sebagai suatu keterlambatan yang signifikan. Sebagai contoh,

seorang anak berusia 24 bulan yang berfungsi seperti anak berusia 18 bulan dapat dianggap

memiliki keterlambatan bahasa secara klinis yang signifikan.

Anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran lingkar kepala, pengamatan terhadap

keaktifan anak, bahasa, kemampuan kognitif, kemampuan bersosialisasi, perilaku hiperaktif,

perhatian dan skrining pendengaran dilakukan oleh dokter anak subspesialis tumbuh kembang.

Selain itu, penilaian perkembangan anak dilakukan dengan menggunakan Denver-II oleh dokter

anak subspesialis tumbuh kembang yang telah menerima pelatihan khusus yang diikuti dengan

pendemonstrasian kompetensi mereka dalam penggunaan instrumen penelitian. Dugaan

keterlambatan bahasa ditetapkan berdasarkan adanya paling tidak dua peringatan atau setidaknya

satu keterlambatan item bahasa pada Denver-II. Semua metode diagnostik tersebut digunakan

5

Page 6: Telaah Kritis Jurnal

untuk memenuhi diagnosis perkembangan keterlambatan bahasa (kelompok kasus) dan

pencapaian bahasa yang normal (kelompok kontrol).

Protokol wawancara terdiri dari pertanyaan seputar anak (subyek penelitian), lingkungan

rumah/orangtua/keluarga dan karakteristik waktu/televisi.

Tingkat perkembangan bahasa (tahun) ditentukan dengan usia pada persentil ke 75 th tolak

ukur pencapaian perkembangan bahasa normal yang dapat dicapai anak dalam uji Denver-II.

Definisi neologisme adalah anak memiliki ucapan idiosinkratik yang persisten atau jargoning

yang imatur.

Pola pengasuhan anak ditentukan berdasarkan kepekaan orangtua terhadap kebutuhan

anak, harapan terhadap pengendalian diri anak, dan jenis disiplin. Protokol pola pengasuhan anak

yang telah dikumpulkan melalui wawancara ditunjukkan dalam Lampiran (Appendix). Kami

benar-benar memahami bahwa hal ini bersifat sangat subjektif, namun, pertimbangan yang

cermat diberikan terhadap pola asuh tertentu yang kemungkinan besar akan cocok dengan setiap

kasus.

Semua protokol wawancara dikaji ulang dan diselesaikan oleh peneliti yang sama untuk

memudahkan konsistensi di antara semua peserta.

Persetujuan Etis

Persetujuan etis telah diperoleh oleh Komite Etika Penelitian King Chulalongkorn

Memorial Hospital (No.432/2005).

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan SPSS® versi 11,5. Semua nilai variabel kuantitatif dalam

setiap kelompok dinyatakan sebagai rerata dan simpang baku. Uji perbandingan rerata yang

digunakan adalah: one-way ANOVA, uji Mann-Whitney, uji Robust dan uji Kruskal-Wallis

tergantung pada distribusi data, perbedaan simpang baku di setiap kelompok komparatif dan

jumlah kelompok komparatif. Analisis odds ratio dilakukan untuk membandingkan probabilitas

anak dengan dan tanpa keterlambatan bahasa yang telah terpapar faktor risiko sebagaimana yang

telah didefinisikan sebelumnya.

Untuk semua variabel risiko biner (kategorik), odds ratio dihitung dengan menggunakan

regresi logistik tanpa syarat. Setiap analisis statistik ini menyediakan sebuah hasil uji chi-square.

Untuk mengetahui hubungan antara semua variabel risiko yang signifikan dan perkembangan

bahasa, maka regresi logistik multivariat dilakukan. Mengingat banyaknya variabel, analisis

6

Page 7: Telaah Kritis Jurnal

disesuaikan untuk beberapa perbandingan berdasarkan model regresi logistik multivariat.

Adjusted Odds ratio dan interval kepercayaan 95% yang berkaitan dihitung dari model regresi

logistik. Perbedaan signifikan terjadi antara dua kelompok apabila interval kepercayaan untuk

odds ratio tidak menyertakan odds ratio = 1,0.

HASIL

Sampel kami meliputi 56 anak yang mengalami keterlambatan bahasa dan 110 kontrol

yang memiliki perkembangan bahasa normal. Rasio laki-laki perempuan pada kelompok

keterlambatan bahasa adalah 4,6 : 1, namun pada kelompok kontrol 1,16 : 1. Rerata usia 2,11 ±

0,47 tahun pada kelompok kasus dan 2,23 ± 0,80 tahun pada kelompok kontrol yang mana tidak

berbeda signifikan secara statistik (nilai p 0,747). Rerata tingkat perkembangan bahasa pada

kelompok kasus adalah 1,39 ± 0,47 tahun. Rerata tingkat perkembangan pada kelompok kontrol

adalah 2,56 ± 0,99 tahun. Anak yang mengalami keterlambatan bahasa biasanya mulai menonton

televisi pada rerata usia 7,22 ± 5,52 bulan dan menghabiskan 3,05 ± 1,90 jam per hari menonton

televisi. Sebagai perbandingan, anak-anak yang memiliki perkembangan bahasa yang normal

mulai menonton televisi pada usia rata-rata 11,92 ± 5,86 bulan, yang secara signifikan lebih

lambat dibandingkan kelompok kasus, (nilai p <0,001), dan menghabiskan 1,85 ± 1,18 jam per

hari menonton televisi yang secara signifikan kurang dari kelompok kasus, (nilai p <0,001).

Pengasuh dalam kelompok kasus menghabiskan 7,03 ± 3.01 jam per hari dan melakukan

percakapan sebanyak 3,62 ± 2,19 jam per hari dengan anak-anak mereka. Ini jauh lebih kecil

dibandingkan kelompok kontrol (nilai p <0,001). Anak-anak dalam kelompok kontrol biasanya

menghabiskan 9,26 ± 2,26 jam per hari dan melakukan percakapan sebanyak 5,80 ± 2,23 jam per

hari dengan pengasuh mereka. Karakteristik kasus dan kontrol ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel. 1 Karakteristik Kasus dan Kontrol (rerata ± SB)

Variabel Grup Kasus (rerata ± SB)

N=56

Kontrol (rerata ± SB)

N=110

Nilai P

Karakteristik Anak

Usia (tahun) 2,11 ± 0,47 2,23 ± 0,80 0,747

Berat Lahir (gram) 3115,36 ± 505,51 2994,00 ± 548,06 0,085

Lama Menyusui (bulan) 5,50 ± 7,61 5,68 ± 7,93 0,803

Kata Pertama (bulan) 17,38 ± 0,47 11,91 ± 2,01 <0,001

Tingkat Perkembangan Bahasa (tahun) 1,39 ± 0,47 2,56 ± 0,99 <0,001

Perbedaan Antara Tingkat Perkembangan -0,72 ± 0,37 0,33 ± 0,33 <0,001

7

Page 8: Telaah Kritis Jurnal

Bahasa dan UK (tahun)

Karakteristik Orangtua

Usia Ayah (tahun) 36,57 ± 5,76 35,24 ± 6,76 0,112

Pendapatan Ayah (Baht) 24 874,55 ± 30 908,10 21 614,35 ± 18 181,18 0,785

Usia Ibu (tahun) 32,66 ± 4,43 31,73 ± 5,90 0,238

Pendapatan Ibu (Baht) 15 052,73 ± 16 802,89 12 000,46 ± 13 050,35 0,159

Karakteristik Waktu

Onset Menonton Televisi (bulan) 7,22 ± 5,52 11,92 ± 5,86 <0,001

Menonton Televisi per hari (jam) 3,05 ± 1,90 1,85 ± 1,18 <0,001

Menghabiskan Waktu Bersama Anak per hari

(jam)

7,03 ± 3,01 9,26 ± 2,26 <0,001

Waktu Berbincang per hari (jam) 3,62 ± 2,19 5,80 ± 2,23 <0,001

Keterangan:

UK: Usia Kronologis

Menghabiskan Waktu Bersama Anak per hari: Jumlah total waktu yang dihabiskan

pengasuh melakukan aktivitas interaktif dengan anak-anak mereka setiap hari seperti

membantu mereka untuk menyikat gigi, mandi, berpakaian, bercerita, membaca untuk

mereka, berbicara dengan dan mendengarkan mereka tentang kegiatan sehari-hari, makan

dengan mereka, mengajar dan mendorong mereka untuk berbicara, dll.

Beberapa Risiko Tersendiri Untuk Terjadinya Keterlambatan Bahasa

Tabel 2 menunjukkan jumlah dan persentase anak-anak dengan atau tanpa keterlambatan

bahasa yang memiliki variabel risiko kategorik masing-masing serta Odds ratio dan interval

kepercayaan 95% yang berkaitan. Semua faktor berikut sangat berkaitan untuk memprediksi

keterlambatan bahasa pada anak. Jenis kelamin laki-laki (OR = 3,98), dilahirkan dengan operasi

Caesar (OR = 2,26), anak yang temperamental (OR = 2,08), anak yang memiliki neologisme

(OR = 3,29), riwayat keluarga keterlambatan perkembangan (OR = 7.79), pola asuh yang lalai

(OR = 7,56), pengasuh selain ibu (OR = 2,91), pendidikan ayah ≤ sekolah tingkat dasar (OR =

4,91), menghabiskan waktu < 6 jam per hari dengan anak (OR = 6,73) dan berbincang < 2 jam

per hari antara pengasuh dan anak (OR = 7,68) mempunyai odds ratio yang signifikan secara

statistik.

Kami menemukan bahwa terdapat beberapa variabel yang menarik, seperti tidak

melakukan aktivitas interaktif selama menonton televisi (OR = 6.74), onset menonton televisi <

8

Page 9: Telaah Kritis Jurnal

12 bulan (OR = 3,14), dan menghabiskan > 2 jam per hari menonton televisi (OR = 3,94) , yang

juga memiliki korelasi dengan keterlambatan bahasa.

Hampir semua program televisi, yang ditonton oleh subyek penelitian merupakan siaran

televisi langsung. Meskipun sebagian besar program-program televisi nonadult yang ditonton

oleh subyek penelitian pada kedua kelompok penelitian adalah kartun, namun sebagian besar

program kartun di Thailand diciptakan untuk anak yang lebih dewasa. Selain itu, sebagian

orangtua, 90,9% pada kelompok kontrol dan 94,6% pada kelompok kasus tidak memilih media

pendidikan bagi anak-anak mereka.

Tabel 2. Variabel risiko kelompok kasus dan kelompok kontrol, Odds Ratio (OR) dan IK 95%

Variabel Kasus

N =56

Kontrol

N = 110

Nilai P OR IK 95%

Karakteristik Anak 46 (82,1%) 59 (53.6%) <0.001 3.98 1.82–8.67

Gender laki-laki 10 (17,9%) 19 (17.3%) 0.925 0.96 0.41–2.23

Faktor risiko prenatal 33 (58,9%) 59 (53.6%) 0.517 1.24 0.65–2.38

Kelahiran pertama 4 (7,1%) 9 (8.2%) 0.814 0.86 0.25–2.94

Lahir operasi Caesar 31 (55,4%) 39 (35.5%) 0.014 2.26 1.17–4.35

Riwayat penyakit medis 23 (41,1%) 47 (42.7%) 0.838 1.07 0.56–2.06

Tempramental 36 (64,3%) 51 (46.4%) 0.029 2.08 1.07–4.04

Neologisme 45 (80,4%) 61 (55.5%) <0.002 3.29 1.54–7.02

Karakteristik Orangtua dan Keluarga

Tidak ada dukungan keluarga 15 (26,8%) 42 (38.2%) 0.144 0.59 0.29–1.20

Jumlah anggota keluarga (>3) 45 (80,4%) 78 (70.9%) 0.189 0.60 0.27–1.30

Riwayat keluarga keterlambatan

perkembangan

37 (66,1%) 22 (20.0%) <0.001 7.79 3.78–16.07

Pola asuh yang lalai 17 (30,4%) 6 (5.5%) <0.001 7.56 2.78–20.56

Pengasuh selain ibu 36 (64,3%) 42 (38.2%) 0.001 2.91 1.49–5.69

Jumlah bahasa komunikasi > 1 dalam

keluarga

27 (48,2%) 57 (51.8%) 0.661 1.16 0.61–2.20

Edukasi ayah (≤ Sekolah Dasar) 14 (25,0%) 7 (6.4%) 0.001 4.91 1.85–13.01

Edukasi ibu (≤ Sekolah Dasar) 10 (17,9%) 11 (10.0%) 0.150 1.96 0.78–4.93

Karakteristik Televisi dan Waktu

Tidak ada aktivitas interaktif selama

menonton televisi

32 (57,1%) 18 (16.5%) <0.001 6.74 3.24–14.02

Menonton program televisi dewasa 34 (60,7%) 49 (44.5%) 0.049 1.92 1.00–3.70

9

Page 10: Telaah Kritis Jurnal

Onset menonton televisi usia < 12 bulan 39 (69,6%) 46 (42.2%) 0.001 3.14 1.58–6.23

Menonton televisi per hari (> 2 jam) 34 (60,7%) 31 (28.2%) <0.001 3.94 2.00–7.76

Menghabiskan waktu dengan anak per hari

(< 6 jam)

21 (37,5%) 9 (8.2%) <0.001 6.73 2.82–16.08

Waktu berbincang per hari (< 2 jam) 15 (26,8%) 5 (4.5%) <0.001 7.68 2.62–22.50

Adjusted Odds Ratio

Guna mengkaji dampak masing-masing faktor risiko secara tersendiri sementara

mengendalikan faktor risiko yang lain, kami melakukan analisis menggunakan regresi logistik

multivariat. Tabel 3 menunjukkan adjusted odds ratio dan IK 95% dari semua variabel dalam

regresi logistik yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya keterlambatan bahasa.

Dari penelitian kami, kami menyimpulkan bahwa faktor risiko yang paling signifikan

yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya keterlambatan bahasa adalah orangtua yang lalai

(OR = 35,06), anak yang dilahirkan dengan operasi Caesar (OR = 10,03), riwayat keluarga

dengan keterlambatan perkembangan atau keterlambatan bahasa (OR = 9,22), tidak melakukan

aktivitas interaktif selama menonton televisi (OR = 8,47), pendidikan ayah ≤ sekolah tingkat

dasar (OR = 8,10), anak yang memiliki neologisme yang persisten (OR = 5,86), onset menonton

televisi saat usia < 12 bulan dan menonton televisi > 2 jam per hari (OR = 5,70), jenis kelamin

laki-laki (OR = 3,45) dan menonton program dewasa (OR = 3,23), berurutan.

Tabel 3. Variabel dalam regresi logistik yang mempengaruhi terjadinya keterlambatan

perkembangan bahasa

Variabel Signifikasi Adjusted

odds ratio

IK 95%

Batas bawah Batas atas

Onset menonton televisi saat usia < 12 bulan dan

menonton televisi > 2 jam per hari

0,002 5,70 1,85 17,61

Menonton program dewasa 0,037 3,23 1,07 9,72

Tidak melakukan aktivitas interaktif selama

menonton televisi

< 0,001 8,47 2,63 27,29

Jenis kelamin laki-laki 0,042 3,45 1,05 11,42

Riwayat keluarga dengan keterlambatan

perkembangan atau keterlambatan bahasa

< 0,001 9,22 2,97 28,57

Anak yang dilahirkan dengan operasi Caesar < 0,001 10,03 2,78 36,25

Orangtua yang lalai < 0,001 35,06 5,51 222,95

Pendidikan ayah ≤ sekolah tingkat dasar 0,007 8,10 1,76 37,17

10

Page 11: Telaah Kritis Jurnal

Neologisme 0,007 5,86 1,63 21,16

DISKUSI

Saat ini lebih banyak anak kecil yang menonton televisi dibandingkan dengan masa lalu.

Kami menemukan bahwa anak-anak yang mengalami keterlambatan bahasa cenderung mulai

menonton televisi sekitar 10 bulan sebelum mereka dapat mengucapkan kata bermakna pertama

mereka. Hal ini berlawanan dengan anak-anak yang memiliki perkembangan bahasa yang

normal. Anak-anak pada kelompok kontrol cenderung mulai menonton televisi setelah mereka

bisa mengucapkan kata pertama mereka. Anak-anak yang mulai menonton televisi pada usia <

12 bulan dan menonton televisi > 2 jam setiap harinya sekitar enam kali lebih mungkin

mengalami keterlambatan bahasa. Tampaknya terdapat hubungan negatif antara perkembangan

bahasa dan menonton televisi, terutama ketika usia < 2 tahun. Hal ini mengonfirmasi penelitian

Linebarger dan Walker, Nelson, Zimmerman dan Christakis Meltzoff.

Yang mengejutkan, hanya terdapat satu anak perempuan (0,6% dari semua anak-anak)

dalam penelitian kami yang belum menonton televisi selama kunjungan pertama di usianya 18

bulan. Hasil ini merupakan jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang dilaporkan

dalam penelitian Rideout, Vandewater, dan Wartella, yakni persentase anak-anak < 3 tahun yang

tidak menonton televisi di hari-hari biasa berkisar antara 21% sampai 48%.

Anak normal dalam penelitian kami menonton televisi melebihi rekomendasi AAP,

setinggi 95,5-100% pada anak-anak yang mengalami keterlambatan bahasa dibandingkan dengan

36,18% pada anak-anak umum dalam studi yang dilakukan oleh Certain. Oleh karena itu, temuan

ini sepertinya mengisyaratkan bahwa sebagian besar anak-anak Thailand dalam penelitian kami

cenderung menonton televisi pada usia yang lebih dini dan durasi yang lebih lama dibandingkan

dengan rekomendasi AAP. Anak-anak mungkin kurang kesempatan untuk melakukan kegiatan

yang lebih bermanfaat seperti keterampilan bermain dan interaksi sosial. Para pengasuh mungkin

tidak mengetahui atau tidak khawatir tentang efek samping dari menonton televisi pada anak-

anak mereka. Kerugian dari menonton televisi ini mirip dengan penelitian oleh DeLoache

(National Research Council dan Institute of Medicine).

Hampir 60% dari anak-anak yang memiliki keterlambatan bahasa dalam penelitian kami

ditinggalkan untuk menonton televisi sendiri. Kami juga menemukan bahwa jika anak-anak

11

Page 12: Telaah Kritis Jurnal

menonton televisi sendirian, mereka 8,47 kali lebih mungkin untuk mengalami keterlambatan

bahasa bila dibandingkan dengan anak-anak yang berinteraksi dengan pengasuh mereka ketika

menonton televisi. Hasil ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanimura et al., yang

menemukan bahwa kualitas dan kuantitas dari ucapan-ucapan orangtua kepada anak-anak

mereka menurun ketika menonton televisi. Peningkatkan risiko keterlambatan bahasa ini akibat

dari anak-anak kecil yang masih sangat dini belajar lebih sedikit dari televisi dibandingkan dari

pengalaman kehidupan nyata.

Televisi dapat mengganggu dan mengalihkan perhatian ketika seorang anak mencoba

untuk melakukan kegiatan lain seperti bermain dengan mainan atau berinteraksi dengan anggota

keluarga. Hal ini tampaknya memiliki dampak negatif pada dinamika dan proses interaktif dari

perkembangan milestone bahasa pada anak-anak. Interaksi pengasuh dengan anak pada

kelompok anak normal secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kasus. Hal

ini dapat mengisyaratkan bahwa perkembangan bahasa dibangun pada interaksi dini dengan

pengasuh dan kemudian ditambah dengan hadirnya lingkungan percakapan yang beragam.

Terdapat peserta penelitian laki-laki yang lebih banyak pada kelompok kasus. Hal ini

mungkin akibat dari keterlambatan bahasa lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan

dengan anak perempuan. Selain itu, Certain menemukan bahwa anak laki-laki maupun

perempuan menonton televisi melebihi pedoman AAP. Ini merupakan alasan mengapa kami

tidak menemukan jumlah gender yang sesuai di antara kedua kelompok. Oleh karena itu, peserta

dalam penelitian kami memiliki variabel latar belakang penting yang sama termasuk usia anak,

usia orangtua, pendapatan dan pendidikan ibu, yang dapat membatasi kemungkinan adanya bias

dalam menafsirkan hasil penelitian ini.

Selain menonton televisi, pola asuh yang lalai merupakan faktor risiko terkuat dalam

penelitian kami sehubungan dengan keterlambatan bahasa akibat kurangnya interaksi anak

dengan pengasuh. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Carol Scheffner Hammer et

al. Faktor-faktor penting lainnya seperti urutan kelahiran, lingkungan keluarga multibahasa,

berat badan lahir rendah, tidak terlibatnya pembantu rumah tangga dalam perawatan anak,

pendidikan ibu, status sosial ekonomi dan masalah perilaku pada anak tidak berhubungan secara

bermakna dengan keterlambatan bahasa dalam penelitian kami. Hal ini mungkin atau mungkin

tidak signifikan serupa dengan faktor risiko yang dilaporkan dalam penelitian lain. Sebagian

besar faktor risiko keterlambatan bahasa, yang hadir sebelum diagnosis keterlambatan bahasa,

12

Page 13: Telaah Kritis Jurnal

lebih kecil kemungkinannya untuk dicegah. Namun, pengaruh lingkungan dan faktor-faktor

pembinaan seperti pola asuh yang authoritative, kelayakan interaksi orangtua dengan anak dan

mengikuti rekomendasi AAP tentang menonton televisi harus ditingkatkan.

Terdapat keterbatasan dari Denver-II dalam skrining untuk keterlambatan bahasa karena

sensitivitas (0,56-0,83) dan spesifisitasnya (0,43-0,80) yang relatif rendah sampai sedang.

Denver-II mungkin gagal untuk mengidentifikasi beberapa anak-anak dengan gangguan bahasa

ekspresif.

Kami juga tidak memilki standar pengukuran untuk menentukan variabel penting lainnya,

misalnya, temperamen, masalah perilaku, aktivitas interaktif dan pols pengasuhan karena

variabel-variabel ini dikumpulkan hanya melalui wawancara orangtua saja.

Terdapat pula keterbatasan dalam penelitian kasus-kontrol karena sifat retrospektif dari

desain tersebut, yang memungkinkan terjadinya bias pewawancara dan keterbatasan subyek

dalam mengingat. Namun, pewawancara mengikuti protokol standar dan menanyakan semua

pertanyaan dengan terlebih dahulu menjelaskan definisi dari istilah yang terkandung dalam

setiap pertanyaan. Selain itu, pola menonton televisi harus diteliti lebih jauh dengan wawancara

mendalam dalam rangka untuk lebih memahami dorongan individual, keluarga, dan sosial

budaya yang mempengaruhi anak untuk menonton televisi. Sebuah studi prospektif longitudinal

diperlukan untuk menguji dampak menonton televisi pada perkembangan bahasa.

Tampaknya terdapat hubungan antara onset dini dan frekuensi tinggi menonton televisi

dengan keterlambatan bahasa. Hal ini mungkin bukan sebab dan akibat yang langsung. Namun,

televisi merupakan media yang kompleks dan membutuhkan maturasi otak serta keterampilan

kognitif untuk menguraikan, yang pada umumnya berkembang setelah usia 2 atau 3 tahun. Lebih

jauh lagi, menonton televisi mungkin menjadi salah satu pemicu yang penting yang memiliki

dampak negatif pada perkembangan bahasa anak. Dalam sudut pandang lain, jika anak-anak

memiliki keterlambatan bahasa mereka akan cenderung untuk menonton televisi lebih banyak,

yang bisa menjadi efek yang memperburuk perkembangan bahasa mereka. Dokter dan

profesional lain mungkin perlu mencantumkan jumlah dan onset menonton televisi “di radar

mereka” ketika berinteraksi dengan orangtua dan anak-anak pada masa perkembangan bahasa.

13

Page 14: Telaah Kritis Jurnal

LAMPIRAN

Protokol Pola Pengasuhan Anak

Kami melakukan wawancara mendalam di Thailand. Berdasarkan pada pola pengasuhan

anak, kami telah menyusun ulang dalam bahasa Inggris guna memperjelas pertanyaan-

pertanyaan yang ada. Kami mengikuti konsep Baumrind mengenai pola pengasuhan anak.

Bentuk pola pengasuhan tersebut digunakan untuk mengetahui variasi normal pada upaya

orangtua untuk mengendalikan dan mensosialisasikan anak-anak mereka (Baumrind).

Pengelompokkan orangtua berdasarkan tinggi atau rendahnya tuntutan orangtua dan tanggap atau

tidaknya orangtua terhadap anak-anaknya menciptakan suatu tipologi dari empat pola

pengasuhan: otoriter (Authoritarian), otoritatif (Authoritative), memanjakan (Indulgent), dan

lalai (Neglectful). Kami mewawancarai para pengasuh utama mengenai deskripsi tersebut, dari

item pertama hingga keempat dengan menyamarkan tipologi asli dari pola pengasuhan. Pada

akhirnya, kami membiarkan mereka memilih pola asuh tertentu yang kemungkinan besar akan

sesuai pada setiap kasus.

1. Orangtua otoriter sangat menuntut dan direktif, namun tidak responsif. Mereka berorientasi

terhadap kepatuhan dan status, serta mengharapkan perintah mereka untuk ditaati tanpa

alasan apapun. Para orangtua ini memberikan lingkungan yang tertata dan terstruktur dengan

aturan-aturan yang sangat jelas dipaparkan.

2. Orangtua otoritatif memberikan tuntutan namun meraka juga tanggap terhadap anak-anak

mereka. Mereka mengawasi dan menanamkan standar yang jelas bagi perilaku anak-anak

mereka. Mereka tegas, namun tidak mengganggu dan tidak restriktif. Metode pendisiplinan

mereka adalah dengan memberikan dukungan bukan hukuman. Mereka ingin anak-anak

mereka untuk bersikap tegas serta bertanggung jawab secara sosial, dan dapat mengatur diri

sendiri juga mampu berkerjasama.

3. Orangtua yang memanjakan (serba membolehkan atau tidak mengarahkan) jauh lebih

tanggap dibandingkan menuntut. Mereka toleran dan tidak kaku, tidak mengharuskan

perilaku yang matang, memungkinkan pengaturan diri yang cukup besar, dan menghindari

konfrontasi.

4. Orangtua yang lalai (Neglectful) tidak tanggap dan juga tidak menuntut terhadap anak-anak

mereka. Pada kasus yang ekstrem, pola pengasuhan ini dapat meliputi orangtua yang

14

Page 15: Telaah Kritis Jurnal

menolak, mengabaikan, serta lalai, meskipun sebagian besar orangtua dalam tipe ini masih

dalam batas wajar.

Selain itu, orangtua diwawancarai mengenai praktik kedisiplinan mereka. Secara spesifik,

mereka ditanya tentang seberapa sering mereka melakukan hal-hal sebagai berikut: memberikan

waktu untuk anak menyendiri, menegur atau membentak anak-anak mereka, mengambil hak

istimewa, memukul anak mereka dengan tangan, memukul dengan suatu benda, dan

membicarakan mengenai masalah yang ada. Lebih jauh lagi, kami mengamati kepekaan orangtua

terhadap kebutuhan anak dan interaksi mereka selama sesi berlangsung untuk mengukur pola

pengasuhan anak mereka secara spesifik.

Karakteristik

Pola Asuh

Orangtua

Otoriter

(Authoritarian)

Orangtua

Otoritatif

(Authoritative)

Orangtua yang

Memanjakan

(Indulgent)

Orangtua yang

Lalai

(Neglectful)

Pengendalian Tegas, sangat

menuntut, direktif.

Tegas terhadap

tindakan mereka

Sedikit Tidak terlibat

Hukuman Sering Rasional Sedikit Tidak terlibat

Pertukaran

Verbal

Terbatas Luas Sangat terlibat Tidak terlibat

Pengasuhan Terbatas Hangat Sangat terlibat Tidak terlibat

15

Page 16: Telaah Kritis Jurnal

TELAAH KRITIS

Worksheet Critical Appraisal Jurnal Harm

Validitas

1. Apakah kelompok pasien didefinisikan dengan

jelas, serupa untuk semua aspek penting selain dari

perlakuan yang diberikan?

Ya Kelompok pasien didefinisikan

dengan jelas, yakni anak berusia

15-48 bulan yang mengalami

keterlambatan bahasa (yang

didiagnosis melalui skrining

klinis dan Denver-II) pada

kelompok kasus dan anak normal

berusia 15-48 bulan pada

kelompok kontrol. Namun,

terdapat beberapa aspek selain

aspek yang diteliti (me-nonton

televisi) yang berbeda secara

signifikan antara kedua

kelompok.

2. Apakah perlakuan dan outcome klinis diukur

dengan cara yang sama pada kedua kelompok?

Ya Outcome klinis diukur dengan

cara yang sama, yakni dengan

skrining klinis dan pemeriksaan

perkem-bangan menggunankan

Denver-II.

3. Apakah pengamatan terhadap pasien lengkap dan

cukup panjang?

Tidak Pengamatan outcome Penelitian

merupakan penelitian retrospektif.

4. Apakah penelitian memenuhi kriteria hubungan sebab-akibat?

a) Apakah jelas bahwa pajanan faktor risiko

mendahului timbulnya outcome?

Tidak Penelitian bersifat retrospektif,

sehingga tidak dapat dipastikan

apakah pajanan faktor risiko

mendahului timbulnya outcome.

b) Apakah ada hubungan dengan peningkatan

dosis?

Tidak

Jelas

Disebutkan dengan jelas bahwa

menonton televisi > 2 jam

berhubungan dengan keterlam-

batan bahasa. Namun, apakah

16

Page 17: Telaah Kritis Jurnal

menonton televisi 4 jam lebih

berisiko dibandingkan dengan

menonton televisi 3 jam tidak

dipaparkan.

c) Apakah terdapat bukti positif dari sebuah

penelitian dechallenge-rechallenge?

Tidak Tidak dilakukan penelitian

dechallenge-rechallenge.

d) Apakah hubungan yang ada konsisten

(mendukung penelitian yang lain)?

Ya Penelitian ini mendukung bebe-

rapa penelitian yang telah di-

lakukan sebelumnya (dipaparkan

dalam DISKUSI).

e) Apakah hubungan yang ada tersebut dapat

dijelaskan secara biologis?

Tidak Disebutkan bahwa menonton tele-

visi tidak secara langsung me-

nyebabkan keterlambatan bahasa

namun melalui serangkaian

proses yang kompleks.

Importance

1. Seberapa besar hubungan sebab akibat yang

didapat?

Keterlambatan

Bahasa

Total

Ya TidakMenonton TV usia < 12 bulan

Ya 39 17 56

Tidak

46 54 110

Total 85 71 156

OR = 3,192

NNH (Number Needed to Harm) = 3,5

Odds ratio 3,192 memiliki arti bahwa anak

yang menonton televisi sebelum usia 12

bulan sebanyak 3 kali lipat lebih sering

mengalami keterlambatan bahasa.

NNH 3,5 memiliki arti bahwa setiap 3 hingga

4 anak yang menonton televisi sebelum usia

12 bulan akan muncul 1 anak dengan keter-

lambatan bahasa.

2. Seberapa presisi perkiraan risiko?

17

Page 18: Telaah Kritis Jurnal

Keterlambatan

Bahasa

Total

Ya TidakMenonton TV > 2 jam setiap hari

Ya 34 22 56

Tidak

31 79 110

Total 65 101 166

OR = 3,94

NNH (Number Needed to Harm) = 3,12

Odds ratio 3,94 memiliki arti bahwa anak

yang menonton televisi > 2 jam setiap

harinya sebanyak 3 hingga 4 kali lipat lebih

sering mengalami keterlambatan bahasa.

NNH 3,12 memiliki arti bahwa setiap 3 anak

yang menonton televisi > 2 jam setiap

harinya akan muncul 1 anak dengan

keterlambatan bahasa.

Applicable

1. Apakah pasien kita berbeda dengan pasien pada

penelitian?

Tidak Pada praktek klinis kita sehari-

hari, sering kita jumpai anak

berusia 15-48 bulan dengan atau-

pun tanpa keterlambatan perkem-

bangan bahasa. Selain itu, Indo-

nesia juga merupakan negara ber-

kembang serupa dengan Thailand,

sehingga kemungkinan karak-

teristik anak dan pola asuh orang-

tua mereka juga serupa.

2. Apakah hal yang merugikan tersebut merupakan

risiko dari pasien kita?

Ya Pada praktek klinis sehari-hari,

sering kita jumpai anak berusia di

bawah 2 tahun yang sudah mulai

menonton televisi.

18

Page 19: Telaah Kritis Jurnal

Kesimpulan Telaah Kritis Jurnal

Penelitian ini menunjukkan bahwa anak berusia 15 sampai 48 bulan yang menonton

televisi sejak usia < 12 bulan dan/atau menonton televisi > 2 jam setiap harinya, berisiko 3

sampai 4 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami keterlambatan bahasa. Namun, penelitian ini

merupakan penelitian kasus-kontrol yang bersifat retrospektif, sehingga tidak dapat dipastikan

bahwa hubungan menonton televisi dan keterlambatan bahasa tersebut merupakan hubungan

sebab-akibat. Oleh karena itu, menurut kami masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut

mengenai hubungan menonton televisi dengan kejadian keterlambatan bahasa yang

menggunakan desain penelitian prospektif longitudinal.

19