telaah kurikulum.docx

23
TUGAS 1 A. PENGERTIAN KURIKULUM Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam. Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula dalam bidang olah raga, yaitu curere yang berarti jarak terjauh lari yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan KESIMPULAN 1. Kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang sistematik yang berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi pengalaman belajar, program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program evaluasi agar pebelajar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan perubahan tingkah laku. 2. Karakteristik kurikulum yaitu : curriculum as subject matter, curriculum as experience, curriculum as intention, curriculum as cultural reproduction dan curriculum as currere. 3. Komponen kurikulum terdiri dari : (1) tujuan; (2)

Upload: icha-kuman-bersepatu

Post on 31-Dec-2014

43 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ruang lingkup telaah kurikulum

TRANSCRIPT

Page 1: Telaah kurikulum.docx

TUGAS 1

A. PENGERTIAN KURIKULUM

Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis,

karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya

kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya

memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara

mendalam.

Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula dalam bidang olah raga, yaitu

curere yang berarti jarak terjauh lari yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari

mulai dari start sampai finish. Dalam bukunya, Ramayulis mengutip dari Langgulung yang

menyatakan bahwa kurikulum berasal dari kata curir yang berarti pelari dan curare yang

berarti tempat berpacu. Istilah curere belum terdapat dalam kamus Webster tahun 1812 dan

baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamus tahun 1856. Kurikulum juga berarti Chariot,

semacam kereta pacu pada zaman dahulu, yakni suau alat yang membawa seseorang dari start

sampai finish. Jika dalam pendidikan Islam, maka konteksnya berubah yakni suatu hal yang

harus dilalui oleh peserta didik dan pendidik yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran.

KESIMPULAN

1. Kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang sistematik yang

berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi pengalaman belajar,

program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program evaluasi agar pebelajar

dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan perubahan tingkah laku. 

2. Karakteristik kurikulum yaitu : curriculum as subject matter, curriculum as

experience, curriculum as intention, curriculum as cultural reproduction dan

curriculum as currere.

3. Komponen kurikulum terdiri dari : (1) tujuan; (2) materi; (3) strategi,

pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi.

4. Jenis pengembangan kurikulum meliputi : Separated Curriculum,Correlated

Curriculum, Broad Fields Curriculum, Integrated Curriculum sedangkan model

pengembangan kurikulm meliputi : Model Administratif,Grass-Roots,

Beaucham, arah terbalik Taba, Rogers, Demonstrasi, The Systematic Action-

Research,Emerging Technical.

Page 2: Telaah kurikulum.docx

Istilah kurikulum ini dipopulerkan oleh John Franklin Bobbit dalam bukunya The

Curriculum yang diterbitkan pada tahun 1918. Menurut Bobbit, kurikulum merupakan suatu

naskah panduan mengenai pengalaman yang harus didapatkan anak-anak agar menjadi orang

dewasa yang seharusnya. Oleh karena itu kurikulum merupakan kondisi ideal dibandingkan

kondisi real. Kurikulum diibaratkan sebagai “jalur pacu” atau “kendaraan” untuk mencapai

tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan.

Menurut Grayson, kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran

(outcomes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara

terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk

mengembangkan strategi pembelajaran. Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan

dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan

dapat tercapai. Sedangkan menurut Harsono, kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang

diekpresikan dalam praktik. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang

dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program

pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan. Adapun BPNSP mendefinisikan

kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dari definisi tersebut di atas, inti dari kurikulum, terdapat tiga pilar yang sedang

berlangsung yaitu: 1) Adanya transmission of knowledge, 2) Processes that seek to facilitate

student learning, sebagai proses pembelajaran peserta didik, dan 3) Product of learning used

to ascertain whether students have acquired new information, yaitu informasi baru yang

didapat peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran.

B. KARAKTERISTIK KURIKULUM

Karakteristik dari kurikulum tersebut yakni curriculum as subject matter, curriculum as

experience, curriculum as intention, curriculum as cultural reproduction dan curriculum as

currere.

1.      Curriculum as subject matter

Kurikulum sebagai bahan ajar (subjec matter) merupakan gambran dari suatu

kurikulum sebagai bahan untuk membentuk kerangka isi materi (contents)  untuk

Page 3: Telaah kurikulum.docx

disampaikan dan dilatihkan kepada siswa. Dalam konteks ini, kurikulum berfungsi sebagai

acuan untuk menentukan bahan ajar  apakah yang akan disampaikan dan dilatihkan kepada

siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah direncanakan dan ditetapkan.

2.      Curriculum as experience

Kurikulum sebagai seperangkat pengalaman merupakan gambaran bahwa kurikulum

yang disusun dapat memberikan  peluang kepada siswa untuk melakukan pembelajaran, atas

dasar pengalaman meraka (learning by experiences). Melalui pengalaman-pengalaman, siswa

akan dapat memperoleh  banyak bentuk belajar dan dalam hal ini guru meposisikan diri

sebagai fasilitator untuk mengeksplorasi pengalaman-pengalaman siswa tersebut. Dalam

konteks ini, kurikulum berfungsi sebagai instrument  untuk memerikan peluang kepada siswa

untuk memulai pembelajaran atas dasar pengalaman-penglalaman  yang telah diperolehnya

untuk kemudian didiskusikan dengan teman-temanya dalam proses pebelajaran.

3.      Curriculum as intention

Kurikulum sebagai suatu rencana memiliki 2 (dua)  bagian. Pertama, kurikulum

berisikan suatu rencana yang harus dipelajari oleh sisiwa. Kedua , kurikulum sebagai

pernyataan-pernyataan  tentang apa yang harus dicapai  siswa dalam proses

pembelajaran.  Dalam hal ini kurikulum berfungsi  sebagai alat untuk mendeskripsikan

rencana pembelajaran dan hasil yang akan dicapai dalam proses pembelajaran tersebut.

4.      Curriculum as cultural reproduction

Kurikulum sebagai sebuah alat reproduksi budaya merupakan gambaran bahwa dalam

kurikulum  hendaknya bisa memuat  berbagai hal yang terkait dengan  penguatan dan

penumbuhan budaya suatu masyarakat tertentu dimana siswa atau madrasah itu berada.

Dalam kontek ini, kurikulum berfungsi sebagai instrument  untuk dapat melestarikan  nilai-

nilai dan budaya  yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat dimana madrasah itu

berada.

5.      Curriculum as currere

Kurikulum as currer berasal dari bahasa latin yang diterjemahkan dengan running of the

race. Hal ini menekankan pada kapasiitas individu untuk berpartisipasi dan

mengkonsepsikan  kembali pengalaman hidup mereka. Dengan demikian, kurikulum dalam

kontek curriculum as currere ini berfungsi  sebagai alat untuk melihat sekaligus membentuk

karakteristik siswa dalam pembentukan kejernihan pemikiran mereka.

Page 4: Telaah kurikulum.docx

C. KOMPONEN KURIKULUM

Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3) strategi,

pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi. Kelima komponen tersebut

memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini

akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.

1.  Tujuan

Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah

mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam

teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik

kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing.

Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara

jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional,

bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”..

Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik,

selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin

dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.

Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional sampai dengan tujuan mata

pelajaran masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan dan

dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan

tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan

pembelajaran dari setiap mata pelajaran.

Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan

lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as result of the teaching

that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997).

Dengan kata lain, tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan

Page 5: Telaah kurikulum.docx

perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran.

Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam

aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat

terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan

menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai

pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian

penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual

atau aspek kognitif.

Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan dengan tantangan

yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-

tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model

kurikulum tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir

tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik,

dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang

ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara bereimbang. .

B. Materi Pembelajaran

Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan

teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan

kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme)

penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran

disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :

1. Teori; konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang

seperangkat menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi

hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan

meramalkan gejala tersebut.

2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan,

merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.

3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari

analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.

Page 6: Telaah kurikulum.docx

4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan

hubungan antara beberapa konsep.

5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus

dilakukan peserta didik.

6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari

terminologi, orang dan tempat serta kejadian.

7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam

materi.

8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas

suatu uraian atau pendapat.

9. Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam

garis besarnya.

10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam

upaya mencapai tujuan kurikulum.

Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan

tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran

harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran

yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa

dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang

krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang

berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah

diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung

penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci

menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.

Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi

pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,.

Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang

beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan

secara eklektik dan fleksibel..

Page 7: Telaah kurikulum.docx

C. Strategi pembelajaran

Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang

melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan

materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi

pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran

adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh

kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budayaataupun keabadian, maka

strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan

tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan

pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif

menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan

pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar.

Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.

Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari

kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu

proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan

materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan

bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan

belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan

rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika

kelompok.

Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang

digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual,

langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran

moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.

Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya

sebagaifasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan

menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator,

guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan

perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan

berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.

Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan

pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi

Page 8: Telaah kurikulum.docx

pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam

pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta

didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta

didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau

media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung

sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk

melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi

pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya

tersendiri.

D. Organisasi Kurikulum

Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan

terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam

pengorganisasian kurikulum, yaitu:

1. Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah

mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan

dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak

mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi

diberikan sama

2. Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk

mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur

yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna

memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.

3. Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa

pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan

dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran

dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core

tersebut.

4. Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum

yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.

5. Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit

masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata

Page 9: Telaah kurikulum.docx

pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan

masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan

secara terintegrasi.

6. Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara

organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.

E. Evaluasi Kurikulum

Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas,

evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan

pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana

dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation

of growth and progress of students toward objectives or values of the curriculum”

Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk

memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator

kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi,

efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang

dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel

in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the

degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.”

Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi

kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah

evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau

komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen

kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar

siswa.

Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan

tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum

yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness,

continuity, diagnostics worth and validity and integration.”

Page 10: Telaah kurikulum.docx

Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi

fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas

dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda

dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi

kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan,

instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori,

interview, catatan anekdot dan sebagainya

Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan

pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu

sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan

pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan

pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.

Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah

dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan

peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara

penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)

C. JENIS DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Jenis-Jenis Kurikulum

Dalam menyusun kurikulum, sangatlah tergantung pada asas organisators, yaitu bentuk

penyajian bahan pelajaran otau organisasi kurikulum. Berikut ini adalah 3 pola organisasi

atau jenis-jenis kurikulum.

1. Separated Curriculum

Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama

lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah berarti kurikulumnya dalam bentuk mata

pelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran

lainnya.

2. Correlated Curriculum

Page 11: Telaah kurikulum.docx

Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah mata pelajaran dihubungkan

antara yang satu dan yang lain sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas.

Sebagai contoh, pada mata pelajaran fiqih dapat dihubungkan dengan mata pelajaran Al

Quran dan Hadis.

3. Broad Fields Curriculum

Kurikulum Board Field kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor dan Alexander

menyebutkan dengan sebutan The Board Field of Subject Matter. Board

Fields menghapuskan batas-batas dan menyatukan pelajaran yang berhubungan dengan erat.

Sebagai contoh, sejarah, geografi, ilum ekonomi dan ilmu politik menjadi Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS).

4. Integrated Curriculum

Kurikulm terpadu merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan pelajaran

dari berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada

masalah tertentu yang memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin

atau mata pelajaran.

B. Model Pengembangan Kurikulum

Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan

kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya, diantaranya adalah:

1. Model Administratif

Model administratife atau garis-komando (line-Staff) merupakan pola pengembangan

kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal. Model pengembangan

kurikulum ini berdasarkan pada cara ker ja atasan-bawahan (top-down) yang dipandang

efektif dalam pelaksanaan perubahan kurikulum.

Model administrasi/garis komando memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

1. Administrator Pedidikan/ Top Administrative Officers (pemimpin)

membentuk komisi pengarah.

Page 12: Telaah kurikulum.docx

2. Komisi Pengarah (Steering Comittee) bertugas merumuskan rencana umum,

mengembangkan prinsip-prinsip sebagai pedoman, dan menyaipkan suatu pernyataan

filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah sekolah.

3. Membentuk komisi kerja pengembangan kurikilum yang bertugas

mengembangkan kurikulum secara operasional mencakup keseluruh komponen

kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan prinsip-prinsip pengembangan

kurikulum.

4. Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan

menyempurnakan bagian-bagian tertentu bila dianggap tidak perlu. Karena

pengembangan kurikulum model administratif ini berdasarkan konsep, inisiatif, dan

arahan dari atas kebawah, maka akan membutuhkan waktu bertahun-tahun agar dapat

berjalan dengan baik. Hal inidisebabkan adanya tunututan untuk mempersiapkan para

pelaksana kurikulum tersebut.

Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum administratifm kita dapat

menandai adanya dua kegiatan didalamnya:

a.       Menyiapkan seperangkat dokumen kurikulum baru, dan

b.       Menyiapkan instalasi dan implementasi dokumen.

Dengan kata lain, midel administratif/ garis-komando membutuhkan kegiatan

pemyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat

melaksanakan kurkulum dengan baik.

2. Model Grass-Roots

Model pengembangan kurikulum ini merupakan lawan/kebalikan dari model pertama

inisiatif dan pengembangan kurikulum bukan datang dari atas tetapi dari bawah. Bisa

dikatakan model administratif bersifat top-down (atasan-bawahan), sedangkan model grass –

roots adalah bottom – up (dari bawah keatas). Lebih lanjut juga bisa diketahui bahwa model

pengembangan kurikulum yang pertama digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan /

kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam

sistem pendidikan yang bersipat desentralisasi.

Page 13: Telaah kurikulum.docx

Dalam model pengembangan yang bersifat grass-roots seorang (guru) dapat

mengupayakan pengembangan komponen- komponen kurikulum dapat keseluruhan, dapat

pula sebagian dari keseluruhan komponen kurikulum atau keseluruhan dari seluruh

komponen kurikulum. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,

pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu

kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi

kelasnya.

3. Model Beauchamp

Pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode beauchamp memiliki lima

memiliki lima bagian pembuat keputusan. Lima tahap tersebut adalah:

1. Memutuskan arena pengembangan kurikulum, suatu keputusan yang

menjabarkan ruang lingkup upaya pengembangan.

2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa sajakah yang ikut terlibat dalam

pengembangan kurikulum.

3. Organisasi dan prosedur pengembangn kurikulum. Langkah ini berkenaan

dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang

lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam

menentukan keseluruhandesain kurikulum.

4. Implementasi kurikulu, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti

yang sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan kurikulum.

5. Evaluasi kurikulum.

4. Model arah terbalik Taba

Sesuai dengan namanya, model pengembangan kurikulum ini terbalik dari yang lazim

dilaksanakan, yakni dari biasanya dilakukan secara deduktif menjadi induktif, dengan urutan:

1. mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru

2. menguji unit eksperimen

3. mengadakan refisi dan konsolidasi

4. pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum

5. implementasi dan diseminasi

Page 14: Telaah kurikulum.docx

5. Model Rogers

Cari Rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa manusia dalam

proses perubahan mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembangsendiri. Berdasarkan

pandangan tentang manusia maka rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum

yang disebut dengan modelRelasi Interpersonal Rogers

Ada empat langkah pengembangan kurikulum model rogers diantaranya adalah:

1. pemilihan satu sistem pendidikan sasaran

2. pengalaman kelompok yang intensif bagi guru

3. pengembangan satu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau

unit pelajaran.

4. Melibatkan orangtua dalam pengalaman kelompok yang intensif.

Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rencana

pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengembangan

kelompok intensif yang terpilih.

6. Model Demonstrasi

Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass-rotss, datang dari bawah. Model ini

diprakarsai oleeh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang

bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya bersekala kecil, hanya

mencakup satu atau beberapa sekolah, satu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan

komponen kurikulum.

Menurut Smith, Stanley, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi ini:

1. Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk

melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum.

2. Bentuk kedua ini kurang bersifat formal. Beberapa guru yang merasa kurang

puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengembangkan penelitian dan

mengembangkan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal yang lain  yang berbeda

dengan yang berlaku.

7. The Systematic Action-Research Model

Page 15: Telaah kurikulum.docx

Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum

meerupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian

ornang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pols hubungan pribadi dan kelompok dari

sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal:

hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan

propesional.

Penyusunan kurikulum ini harus memasuka pandangan dan harapan-harapan

masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action

research:

1. Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalh kurikulum,

berupa pengumpulan data bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor,

kekuatan dan kondisi yang mempengruhi masalah tersebut.

2.  Implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan

ini segera diikutioleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta

8. Emerging Technical Models

Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, serta nilai-nilai efisiensi

efektifitas dalam bisnis. Juga mempengruhi perkembanagan model-model kurikulum.

Tumbuh kecendrungan-kecendrungan baru yang didasarkan atas hal itu diantaranya:

1. Menekankan kepuasan prilaku atau kemampuan

2. Berasal dari gerakan efesiensi bisnis

3.  Suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer.