ii. tinjauan pustakarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32743/4/chapter ii.pdf · hama...
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Tanaman padi adalah termasuk salah satu tanaman pangan yang
keberadaannya harus senantiasa terpenuhi, sebab padi merupakan salah satu
penghasil makanan pokok yaitu berupa beras bagi masyarakat Indonesia. Untuk
meningkatkan produktivitas tanaman padi dan pengetahuan petani mengenai
pengendalian hama dan penyakit tanaman, pemerintah Indonesia
menyelenggarakan program untuk petani di Indonesia melalui SLPHT tanaman
padi. Untuk mengetahui keberhasilan program tersebut maka perlu dilaksanakan
evaluasi.
Cahyono, (2008), meneliti tentang “Evaluasi Program Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Tanaman Padi (Oryza Sativa Sp) Di
Kelompok Tani Sari Asih Desa Mayang Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo”
dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian dan
ketidaksesuaian pada input, proses dan produk dengan pedoman teknis.
Komponen input yang sesuai ialah fasilitas dan tenaga pelaksana. Komponen
proses yang sesuai ialah pertemuan musyawarah pra tanam, pertemuan mingguan
kesesuaian antara pelaksanaan
kegiatan progam SLPHT tanaman padi dengan pedoman teknis program SLPHT
tanaman padi dipandang dari komponen konteks (context), masukan (input),
proses (process) dan produk (output). Metode dasar yang digunakan pada
penelitian ini ialah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study)
di Desa Mayang Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo, sedangkan pengambilan
informan dilakukan dengan cara sengaja (purposive).
Universitas Sumatera Utara
dan hari lapang tani. Komponen produk yang sudah sesuai ialah peningkatan
kemampuan dan keterampilan petani di bidang pengamatan OPT pada tanaman
padi dan teknologi pengendaliannya secara terpadu, peningkatan kemampuan dan
keterampilan petani dalam menganalisis agroekosistem pertanian dan peningkatan
kerjasama dalam usahatani.
Sedangkan komponen input yang tidak sesuai adalah materi yang
disampaikan dalam kegiatan SLPHT. Komponen proses yang tidak sesuai survei
lokasi dan peserta, pembinaan petani penggerak dan koordinasi untuk
mempersiapkan hari lapang tani. Komponen produk yang tidak sesuai ialah
peningkatan kualitas agroekosistem.
2.2. Landasan Teori
Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat
out yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tumbuhan, tanah dan air
perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah, sinar matahari, bangunan-
bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya (Mosher, 1981).
Menurut Mosher (1981) usahatani pada dasarnya adalah tanah. Usahatani
dapat sebagai suatu cara hidup (a way of life). Jenis ini termasuk usahatani untuk
memenuhi kebutuhan sendiri atau subsistem dan primitif. Jenis usahatani seperti
itu pada saat sekarang sudah langka ditemui. Pada saat sekarang, pada umumnya
jenis usahatani yang termasuk perusahaan (the farm business). Setiap petani pada
hakikatnya menjalankan perusahaan pertanian diatas usahataninya. Itu merupakan
bisnis karena tujuan setiap petani bersifat ekonomis, memproduksi hasil-hasil
untuk dijual ke pasar atau untuk dikonsumsi sendiri oleh keluarganya. Usahatani
tanaman hias yang bertujuan ekonomis termasuk usahatani perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Usahatani hendaklah senantiasa berubah, baik di dalam ukuran (size)
maupun susunannya, untuk memanfaatkan metode usahatani yang senantiasa
berkembang secara lebih efisien. Corak usahatani yang cocok bagi pertanian yang
masih primitif bukanlah corak yang paling produktif apabila sudah tersedia
metode-metode yang modern (Mosher, 1981).
Usahatani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta dana untuk kegiatan di luar
usahatani. Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan maka petani
seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya. Melakukan
perhitungan terhadap semua unsur biaya dan selanjutnya menentukan harga pokok
hasil usahataninya, keadaan ini tidak dapat dilakukan oleh petani, akibatnya
efektivitas usahatani menjadi rendah. Volume produksi, produktivitas serta harga
yang diharapkan jauh di luar harapan yang dikhayalkan (Fhadoli, 1991).
Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan yang dibutuhkan
tanaman, ternak ataupun ikan dapat terpenuhi. Persyaratan ini lebih dikenal
dengan nama faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen,
yaitu : tanah, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen (pengelolaan). Faktor
produksi adalah faktor yang mutlak diperlukan dalam proses produksi, yaitu:
keberadaan dan fungsi masing-masing faktor produksi tersebut. Masing-masing
faktor mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan saling terikat satu sama lain.
Kalau salah satu faktor tidak tersedia, maka proses produksi tidak akan berjalan,
terutama 3 faktor terdahulu seperti tanah, modal dan tenaga kerja.
Keputusan petani untuk menanam bahan makanan terutama didasarkan atas
kebutuhan makan untuk seluruh keluarga petani, sedangkan putusannya untuk
Universitas Sumatera Utara
menanam tanaman perdagangan didasarkan atas iklim, ada tidaknya modal, tujuan
penggunaan hasil penjualan tanaman tersebut dan harapan harga.
Menurut Mubyarto (1986) fungsi produksi adalah suatu fungsi yang
menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor
produksi (input). Model matematis yang menunjukkan hubungan antara jumlah
faktor produksi (input) yang digunakan dengan jumlah barang atau jasa (output)
yang dihasilkan . Fungsi Produksi Total (Total Product):
TP ↔ Q = f (L, K);
Dimana,
L = tenaga kerja
K = Modal
Produksi rata-rata (Average Product): AP
APL = TP/L atau APK
Produksi Marjinal (Marginal Product): MP
= TP/K
MPL = ∆TP/∆L atau MPK
Untuk menghasilkan produksi pada satu satuan tertentu diperlukan input
produksi, yang dihitung sebagai komponen biaya produksi. Biaya produksi adalah
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan
digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi yang dijual. Biaya
produksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: biaya tetap (fixed cost) dan biaya
variabel (variable cost).
= ∆TP/∆K
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari banyak
sedikitnya jumlah keluaran. Dan biaya variabel adalah biaya yang besarnya
berubah-ubah tergantung dari banyak sedikitnya keluaran yang dihasilkan. Biaya
Universitas Sumatera Utara
tetap dan biaya variabel ini jika dijumlahkan hasilnya merupakan biaya total (TC)
yang merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
produksi. Jadi, TC = TFC + TVC (Nuraini Ida, 2001).
Dalam usahatani, petani akan memperoleh penerimaan dan pendapatan,
penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :
TRi = Yi . Pyi
Dimana :
TRi = Total Penerimaan
Yi = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Pyi = Harga Y
Sedangkan pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi dengan biaya
produksi dalam satu kali periode produksi. Secara grafik pendapatan maksimum
oleh suatu usaha dapat ditunjukkan dengan grafik yang menggambarkan biaya
total dan hasil penjualan (penerimaan).
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
Income = TR – TC
Dimana :
Income = Pendapatan Usahatani
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Pemikiran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Pertanian, menguraikan bagaimana penggunaan pestisida yang
dapat dibenarkan dalam usahatani. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat
menganggu lingkungan, sehingga diperlukan alternatif pengendalian hama dan
penyakit secara terpadu. PHT bukan hanya teknologi atau metode pengendalian
hama tetapi merupakan satu konsep yang dikembangkan dalam bentuk strategi
dan metode penerapan di lapangan sesuai dengan ekosistem dan sistem
masyarakat setempat.
Meskipun telah ditetapkan Undang-Undang yang membatasi penggunaan
bahan kimia dalam pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, namun dalam
pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai dengan sistem PHT, untuk mengurangi
dampak negatif penggunaan pestisida dapat ditempuh beberapa cara antara lain
hanya menggunakan pestisida yang lebih aman terhadap manusia dan lingkungan
hidup dan penerapan budidaya residu minimum dan budidaya organik yaitu
dengan cara pemanfaatan sistem pengendalian secara hayati.
Dalam proses produksi penggunaan input menjadi berbeda sebelum dan
Setelah mengikuti SLPHT, sehingga hal ini akan mempengaruhi tingkat produksi
dan pendapatan. Peserta SLPHT lebih condong menggunakan input produksi yang
sesuai dengan pedoman SLPHT yang biaya produksinya lebih rendah
dibandingkan sebelum SLPHT.
Diduga bahwa setelah mengikuti SLPHT akan terjadi peningkatan
pendapatan petani padi sawah melalui peningkatan produksi dan penurunan biaya
produksi. Dengan demikian adalah penting untuk menilai apakah terdapat
Universitas Sumatera Utara
perbedaan yang signifikan produksi, biaya produksi dan pendapatan petani padi
sawah sebelum dan setelah SLPHT.
Input
Sebelum SL PHT
Pendapatan
Usahatani Padi sawah
Setelah SL PHT Produksi
Uji Beda Rata-rata
Program SL PHT
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
2.1 Tinjauan Pustaka
Pengendalian Hama Terpadu adalah teknologi pengendalian hama yang
didasarkan prinsip ekologis dengan menggunakan berbagai teknik pengendalian
yang sesuai antara satu sama lain sehingga populasi hama dapat dipertahankan di
bawah jumlah yang secara ekonomik tidak merugikan serta mempertahankan
kesehatan lingkungan dan menguntungkan bagi pihak petani (Oka, 1994).
Smith (1983) dalam Untung (1993) mendefinisikan PHT sebagai
pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai
dalam cara-cara yang seharmonis mungkin dalam mempertahankan populasi hama
di bawah tingkat yang menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam lingkungan dari
dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan. Pengendalian hama terpadu
tidak hanya terbatas sebagai teknologi pengendalian hama yang berusaha
memadukan berbagai teknik pengendalian termasuk pengendalian secara kimiawi
yang merupakan alternatif terakhir, tetapi mempunyai makna yang lebih mendasar
lagi. PHT adalah suatu konsep ekologi, falsafah, cara berpikir, cara pendekatan
berdasar pada konsep, ekonomi dan budaya dengan menitipberatkan pada potensi
alami seperti musuh alami, cuaca serta menempatkan manusia sebagai pengambil
keputusan dalam pengelolaan usahataninya.
Pengendalian Hama Terpadu merupakan dasar kebijakan pemerintah
dalam melaksanakan kegiatan perlindungan tanaman. Penerapan PHT sebagai
dasar kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan OPT ditegaskan melalui
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986. Landasan hukum dan dasar pelaksanaan
kegiatan perlindungan tanaman tersebut adalah dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 6
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan juga Keputusan Menteri
Pertanian tertuang dalam No. 887/Kpts/OT/ 1997 tentang Pedoman Pengendalian
OPT.
Smith and Allen (1954); Stern et al; (1959) menyatakan bahwa PHT
adalah suatu pendekatan yang menggunakan prinsip-prinsip ekologi terapan di
alam memadukan pengendalian secara hayati dan pengendalian secara kimiawi
dalam menekan hama (Apple dan Smith, 1976). Pengendalian secara kimiawi
hanya digunakan bila benar-benar diperlukan dan dengan cara yang sangat hati-
hati sehingga sekecil mungkin gangguannya terhadap pengendalian hayati yang
sudah ada.
Van den Bosh (1967) menyatakan bahwa kombinasi pengendalian hayati
dan kimiawi saja tidak cukup. Oleh karena itu semua cara dan teknik
pengendalian harus dipadukan ke dalam satu kesatuan untuk mencapai suatu hasil
panen yang menguntungkan dan gangguan yang seminimal mungkin terhadap
lingkungan.
Batasan/definisi pengendalian hama terpadu yang umum digunakan adalah
sebagai berikut :
PHT adalah suatu sistem pengelolaan populasi hama yang memanfaatkan
semua teknik pengendalian yang sesuai dengan tujuan untuk mengurangi
populasi hama dan mempertahankannya pada suatu aras yang berada di bawah
aras populasi hama yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi (Untung,
1993; Apple dan Smith, 1976).
Batasan PHT secara bebas adalah suatu sistem pengendalian hama yang
mengintegrasikan dua atau lebih cara pengendalian dalam suatu paket yang
Universitas Sumatera Utara
memenuhi persyaratan : (1) Secara teknik dapat diterapkan, (2) Secara teknik
dapat menguntungkan, (3) Secara sosial layak atau tidak bertentangan, (4) Secara
ekologis tidak atau sedikit mungkin mencemari lingkungan dan (5) Tidak
mengganggu atau membahayakan serangga berguna atau fauna berguna lainnya
(Sastrosiswojo, 1990).
Kebijakan Pemerintah mengenai penerapan PHT sebagai dasar
kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan OPT ditegaskan melalui
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 diperkuat dengan disyahkannya Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman yang menyatakan
bahwa :
1. Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan Sistem Pengendalian Hama
Terpadu (PHT).
2. Pelaksanaan perlindungan tanaman dengan Sistem PHT menjadi tanggung
jawab masyarakat dan pemerintah.
Kemudian dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995
mengenai Perlindungan Tanaman. Dengan demikian keberhasilan dalam
pengembangan penerapan PHT sangat tergantung kepada pengetahuan,
pengalaman, keterampilan dan kemauan petani untuk menerapkan PHT serta
pengetahuan, keterampilan dan dedikasi petugas seperti Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) dan Pengamat Hama Penyakit (PHP) (Rasahan dkk, 1999).
Penerapan PHT di lapangan adalah mendukung praktek pertanian yang
lebih baik. Dalam jangka panjang pemasyarakatan PHT adalah ditujukan untuk
menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan dengan sasaran pencapaian
produksi yang tinggi, produk berkualitas, perlindungan dan peningkatan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan tanah, air dan sumberdaya lainnya, pembangunan perekonomian desa
agar makmur dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga petani
dan komunitas pertanian pada umumnya. Hal ini akan terlaksana pada beberapa
dekade mendatang, karena pertanian berkelanjutan sampai saat ini belum
memiliki model atau alternatif dalam hubungannnya dengan pertanian yang
ekonomis yang dapat dirujuk.
Pengembangan PHT dalam pertanian berkelanjutan didasari oleh resistensi
hama terhadap insektisida sebagai dampak dari penerapan pertanian modern yang
terbukti telah menurunkan kualitas sumberdaya alam. Di lain pihak,
pengembangan pertanian berkelanjutan juga didasari munculnya pertanian organik
(Effendi, 2006).
Adapun tujuan umum pelaksanaan PHT di Indonesia adalah :
1. Memantapkan hasil dalam tahap yang telah dicapai oleh teknologi pertanian
maju.
2. Mempertahankan kelestarian lingkungan.
3. Melindungi kesehatan produsen dan konsumen.
4. Meningkatkan efisiensi pemasukan dalam produksi.
5. Meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani (Oka, 1994).
Pengendalian Hama Terpadu tidak hanya memperhatikan sasaran jangka
pendek, melainkan juga sasaran jangka panjang. Selain untuk tindakan
pengendalian dan penekanan populasi organisasi hama, PHT juga
mempertimbangkan peranannya yang lebih luas dan hakiki sebagai bagian dari
produksi tanaman dan pengelolaan lingkungan pertanian (Untung, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Sasaran yang ingin dicapai oleh PHT adalah :
1. Produktivitas pertaninan terjamin pada taraf yang tinggi.
2. Populasi dan atau serangan hama tidak menimbulkan kerugian ekonomis.
3. Keuntungan ekonomi yang diterima oleh petani maksimal.
4. Kandungan bahan berbahaya dalam produk-produk tidak melampaui baku
mutu.
5. Fungsi-fungsi lingkungan dapat dipelihara.
6. Ketahanan sosial budaya yang kuat dimiliki petani dalam menjalankan usaha
tani (Wasiati dan Soekirno, 1998).
Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan PHT adalah memadukan
semua teknik pengendalian OPT dan melaksanakannya dengan taktik yang
memenuhi azas ekologi serta ekonomi. Semboyan PHT oleh petani dan bukan
untuk petani dan petani menjadi ahli PHT dimaksudkan agar petani dapat
menolong dirinya sendiri dalam menghadapi masalah produksi, terutama hama
yang menyerang tanamannya baik secara berkelompok maupun sendiri dengan
cara yang efektif dengan lingkungan (Anonimus, 2004).
Dalam kaitan dengan PHT petani dihadapkan dengan pilihan baik atau
buruk hasil yang diperoleh jika mengikuti PHT atau tidak. Pada PHT teknik
perlakuan yang digunakan dalam pengendalian hama dengan melakukan tindakan
pemantauan, pengambilan keputusan dan pengambilan tindakan sedangkan pada
non PHT perlakukan dalam pengendalian hama yaitu dengan pemberantasan hama
dengan penyemprotan pestisida pada tanaman secara berjadwal artinya pada
waktu tertentu dan pada waktu pertumbuhan tanaman tertentu. Selain itu pada non
Universitas Sumatera Utara
PHT kebanyakan pestisida yang digunakan bersifat racun dan membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan sekitarnya (Oka, 1994).
Pelaksanaan prinsip PHT antara lain mencakup sejauh mana petani mau
melaksanakan pengamatan hama/penyakit tanaman secara teratur, bagaimana tata
cara melakukan pengamatan hama/penyakit dan bagaimana tanggapan petani atas
hasil usaha pengamatan yang telah dilakukan, pengambilan keputusan dalam
kegiatan pengendalian hama/penyakit dan bagaimana kinerja petani dalam
menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilannya tentang PHT ke petani
lainnya (Darwis, 2006).
Konsep PHT merupakan koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian
hama dan penyakit. Penggunaan pestisida memang telah memberikan kontribusi
besar bagi peningkatan produksi tanaman, tetapi juga berdampak negatif terhadap
lingkungan, seperti munculnya resistensi dan resurjensi beberapa jenis hama.
Dalam bercocok tanam padi PHT tidak bisa diimplimentasikan sebagai suatu
kegiatan yang mandiri, tetapi merupakan bagian dari sistem produksi. Tujuan
utama dari usaha tani padi adalah mendapatkan hasil yang tinggi dengan
keuntungan yang tinggi pula dalam proses produksi yang ramah lingkungan. Oleh
karena itu PHT perlu diintegrasikan dan menjadi bagian penting dari budidaya
padi yang baik (Hidayati, 2005).
Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan
perkembangan/pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma. Pestisida secara
umum digolongkan kepada jenis organisme yang akan dikendalikan populasinya.
Insektisida, herbisida, fungisida dan nematisida digunakan untuk mengendalikan
Universitas Sumatera Utara
hama, gulma, jamur tanaman yang patogen dan nematoda. Jenis pestisida yang
lain digunakan untuk mengendalikan tikus dan siput (Alexander, 1977).
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh
jasad pengganggu tanaman. Dalam konsep PHT, pestisida berperan sebagai salah
satu komponen pengendalian, yang harus sejalan dengan komponen pengendalian
hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, mudah terurai dan aman bagi
lingkungan sekitarnya. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan
berbagai teknologi seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan
pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan membawa
perubahan pada ekosistem yang sering kali di ikuti dengan timbulnya masalah
serangan jasad pengganggu. Cara lain untuk mengatasi jasad pengganggu selain
menggunakan pestisida kadang-kadang memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang
besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu. Sampai saat ini hanya
pestisida yang mampu melawan jasad pengganggu dan berperan besar dalam
menyelamatkan kehilangan hasil (Sudarmo, 1991).
Penggunakan pestisida telah dianggap sebagai metode yang paling efektif
dalam pengendalian hama dan penyakit. Oleh karena itu sejak dipergunakannya
secara luas pestisida organik sintetik, maka pada masyarakat timbul peradangan
atau pendapat bahwa tanpa pestisida tidak mungkin diperoleh produksi pertanian
yang tinggi atau dengan kata lain pestisida merupakan jaminan atau asuransi bagi
tercapainya sasaran produksi (Wudyanto, 1997).
Pestisida merupakan bahan pencemar paling potensial dalam budidaya
tanaman. Oleh karena itu perannya perlu diganti dengan teknologi lain yang
berwawasan lingkungan. Pemakaian bibit unggul, pemakaian organik dan
Universitas Sumatera Utara
pestisida memang mampu memberikan hasil yang tinggi. Swasembada beras yang
dicapai di Indonesia pada tahun 1984 tidak terlepas dari ketiga hal tersebut.
Namun tanpa disadari praktek ini telah menimbulkan masalah dalam usaha
pertanian itu sendiri maupun terhadap lingkungan (Hendarsih dan Widiarta, 2005).
Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan
mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik yaitu organoklorin.
Tingkat kerusakan yang disebabkan senyawa organoklorin lebih tinggi
dibandingkan senyawa lain karena senyawa ini tidak peka terhadap sinar matahari
dan tidak mudah terurai (Said, 1994).
Dampak negatif penggunaan pestisida antara lain adalah :
1. Meningkatnya resistensi dan resurjensi organisma pengganggu tumbuhan
(OPT).
2. Terganggunya keseimbangan biodiversitas termasuk musuh alami (predator)
dan organisme penting lainnya.
3. Terganggunya kesehatan manusia dan hewan.
4. Tercemarnya produk tanaman, air, tanah dan udara.
Meskipun pengendalian hama terpadu dengan menggunakan pestisida
telah memberikan hasil yang nyata dalam menekan serangan hama dan penyakit
tanaman dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya. Oleh karena itu pengguna
pestisida perlu dikurangi atau dirasionalisasi baik melalui penerapan PHT secara
tegas maupun pengembangan sistem pertanian organik yang lebih mengutamakan
penggunaan musuh alami dan pestisida hayati.
Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh
penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata
Universitas Sumatera Utara
bahwa bahan-bahan kimia pertanian dalam hal ini pestisida dan ekonomi.
Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat
membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida
terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Pertanian, menguraikan bagaimana penggunaan pestisida yang
dapat dibenarkan dalam usahatani. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat
menganggu lingkungan, sehingga diperlukan alternatif pengendalian hama dan
penyakit secara terpadu. PHT bukan hanya teknologi atau metode pengendalian
hama tetapi merupakan satu konsep yang dikembangkan dalam bentuk strategi
dan metode penerapan di lapangan sesuai dengan ekosistem dan sistem
masyarakat setempat.
Meskipun telah ditetapkan Undang-Undang yang membatasi penggunaan
bahan kimia dalam pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, namun dalam
pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai dengan sistem PHT, untuk mengurangi
dampak negatif penggunaan pestisida dapat ditempuh beberapa cara antara lain
hanya menggunakan pestisida yang lebih aman terhadap manusia dan lingkungan
hidup dan penerapan budidaya residu minimum dan budidaya organik yaitu
dengan cara pemanfaatan sistem pengendalian secara hayati.
Dalam proses produksi penggunaan input menjadi berbeda sebelum dan
Setelah mengikuti SLPHT, sehingga hal ini akan mempengaruhi tingkat produksi
dan pendapatan. Peserta SLPHT lebih condong menggunakan input produksi yang
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan pedoman SLPHT yang biaya produksinya lebih rendah
dibandingkan sebelum SLPHT.
Diduga bahwa setelah mengikuti SLPHT akan terjadi peningkatan
pendapatan petani padi sawah melalui peningkatan produksi dan penurunan biaya
produksi. Dengan demikian adalah penting untuk menilai apakah terdapat
perbedaan yang signifikan produksi, biaya produksi dan pendapatan petani padi
sawah sebelum dan setelah SLPHT.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Input
Sebelum SL PHT
Pendapatan
Usahatani Padi sawah
Setelah SL PHT
Produksi
Uji Beda Rata-rata
Program SL PHT
Universitas Sumatera Utara
2.4. Hipotesis
1. Terdapat perbedaan biaya produksi padi sawah sebelum dan setelah SLPHT di
Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Terdapat perbedaan produksi padi sawah sebelum dan setelah SLPHT di
Kabupaten Serdang Bedagai.
3. Terdapat perbedaan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah
SLPHT di Kabupaten Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara