ii. tinjauan pustakarepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32743/4/chapter ii.pdf · hama...

18
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Tanaman padi adalah termasuk salah satu tanaman pangan yang keberadaannya harus senantiasa terpenuhi, sebab padi merupakan salah satu penghasil makanan pokok yaitu berupa beras bagi masyarakat Indonesia. Untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi dan pengetahuan petani mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman, pemerintah Indonesia menyelenggarakan program untuk petani di Indonesia melalui SLPHT tanaman padi. Untuk mengetahui keberhasilan program tersebut maka perlu dilaksanakan evaluasi. Cahyono, (2008), meneliti tentang “Evaluasi Program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Tanaman Padi (Oryza Sativa Sp) Di Kelompok Tani Sari Asih Desa Mayang Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo” dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian dan ketidaksesuaian pada input, proses dan produk dengan pedoman teknis. Komponen input yang sesuai ialah fasilitas dan tenaga pelaksana. Komponen proses yang sesuai ialah pertemuan musyawarah pra tanam, pertemuan mingguan kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan progam SLPHT tanaman padi dengan pedoman teknis program SLPHT tanaman padi dipandang dari komponen konteks (context), masukan (input), proses (process) dan produk (output). Metode dasar yang digunakan pada penelitian ini ialah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study) di Desa Mayang Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo, sedangkan pengambilan informan dilakukan dengan cara sengaja (purposive). Universitas Sumatera Utara

Upload: dangtuyen

Post on 29-Jul-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Tanaman padi adalah termasuk salah satu tanaman pangan yang

keberadaannya harus senantiasa terpenuhi, sebab padi merupakan salah satu

penghasil makanan pokok yaitu berupa beras bagi masyarakat Indonesia. Untuk

meningkatkan produktivitas tanaman padi dan pengetahuan petani mengenai

pengendalian hama dan penyakit tanaman, pemerintah Indonesia

menyelenggarakan program untuk petani di Indonesia melalui SLPHT tanaman

padi. Untuk mengetahui keberhasilan program tersebut maka perlu dilaksanakan

evaluasi.

Cahyono, (2008), meneliti tentang “Evaluasi Program Sekolah Lapang

Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Tanaman Padi (Oryza Sativa Sp) Di

Kelompok Tani Sari Asih Desa Mayang Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo”

dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian dan

ketidaksesuaian pada input, proses dan produk dengan pedoman teknis.

Komponen input yang sesuai ialah fasilitas dan tenaga pelaksana. Komponen

proses yang sesuai ialah pertemuan musyawarah pra tanam, pertemuan mingguan

kesesuaian antara pelaksanaan

kegiatan progam SLPHT tanaman padi dengan pedoman teknis program SLPHT

tanaman padi dipandang dari komponen konteks (context), masukan (input),

proses (process) dan produk (output). Metode dasar yang digunakan pada

penelitian ini ialah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study)

di Desa Mayang Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo, sedangkan pengambilan

informan dilakukan dengan cara sengaja (purposive).

Universitas Sumatera Utara

dan hari lapang tani. Komponen produk yang sudah sesuai ialah peningkatan

kemampuan dan keterampilan petani di bidang pengamatan OPT pada tanaman

padi dan teknologi pengendaliannya secara terpadu, peningkatan kemampuan dan

keterampilan petani dalam menganalisis agroekosistem pertanian dan peningkatan

kerjasama dalam usahatani.

Sedangkan komponen input yang tidak sesuai adalah materi yang

disampaikan dalam kegiatan SLPHT. Komponen proses yang tidak sesuai survei

lokasi dan peserta, pembinaan petani penggerak dan koordinasi untuk

mempersiapkan hari lapang tani. Komponen produk yang tidak sesuai ialah

peningkatan kualitas agroekosistem.

2.2. Landasan Teori

Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat

out yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tumbuhan, tanah dan air

perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah, sinar matahari, bangunan-

bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya (Mosher, 1981).

Menurut Mosher (1981) usahatani pada dasarnya adalah tanah. Usahatani

dapat sebagai suatu cara hidup (a way of life). Jenis ini termasuk usahatani untuk

memenuhi kebutuhan sendiri atau subsistem dan primitif. Jenis usahatani seperti

itu pada saat sekarang sudah langka ditemui. Pada saat sekarang, pada umumnya

jenis usahatani yang termasuk perusahaan (the farm business). Setiap petani pada

hakikatnya menjalankan perusahaan pertanian diatas usahataninya. Itu merupakan

bisnis karena tujuan setiap petani bersifat ekonomis, memproduksi hasil-hasil

untuk dijual ke pasar atau untuk dikonsumsi sendiri oleh keluarganya. Usahatani

tanaman hias yang bertujuan ekonomis termasuk usahatani perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Usahatani hendaklah senantiasa berubah, baik di dalam ukuran (size)

maupun susunannya, untuk memanfaatkan metode usahatani yang senantiasa

berkembang secara lebih efisien. Corak usahatani yang cocok bagi pertanian yang

masih primitif bukanlah corak yang paling produktif apabila sudah tersedia

metode-metode yang modern (Mosher, 1981).

Usahatani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta dana untuk kegiatan di luar

usahatani. Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan maka petani

seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya. Melakukan

perhitungan terhadap semua unsur biaya dan selanjutnya menentukan harga pokok

hasil usahataninya, keadaan ini tidak dapat dilakukan oleh petani, akibatnya

efektivitas usahatani menjadi rendah. Volume produksi, produktivitas serta harga

yang diharapkan jauh di luar harapan yang dikhayalkan (Fhadoli, 1991).

Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan yang dibutuhkan

tanaman, ternak ataupun ikan dapat terpenuhi. Persyaratan ini lebih dikenal

dengan nama faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen,

yaitu : tanah, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen (pengelolaan). Faktor

produksi adalah faktor yang mutlak diperlukan dalam proses produksi, yaitu:

keberadaan dan fungsi masing-masing faktor produksi tersebut. Masing-masing

faktor mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan saling terikat satu sama lain.

Kalau salah satu faktor tidak tersedia, maka proses produksi tidak akan berjalan,

terutama 3 faktor terdahulu seperti tanah, modal dan tenaga kerja.

Keputusan petani untuk menanam bahan makanan terutama didasarkan atas

kebutuhan makan untuk seluruh keluarga petani, sedangkan putusannya untuk

Universitas Sumatera Utara

menanam tanaman perdagangan didasarkan atas iklim, ada tidaknya modal, tujuan

penggunaan hasil penjualan tanaman tersebut dan harapan harga.

Menurut Mubyarto (1986) fungsi produksi adalah suatu fungsi yang

menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor

produksi (input). Model matematis yang menunjukkan hubungan antara jumlah

faktor produksi (input) yang digunakan dengan jumlah barang atau jasa (output)

yang dihasilkan . Fungsi Produksi Total (Total Product):

TP ↔ Q = f (L, K);

Dimana,

L = tenaga kerja

K = Modal

Produksi rata-rata (Average Product): AP

APL = TP/L atau APK

Produksi Marjinal (Marginal Product): MP

= TP/K

MPL = ∆TP/∆L atau MPK

Untuk menghasilkan produksi pada satu satuan tertentu diperlukan input

produksi, yang dihitung sebagai komponen biaya produksi. Biaya produksi adalah

biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan

digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi yang dijual. Biaya

produksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: biaya tetap (fixed cost) dan biaya

variabel (variable cost).

= ∆TP/∆K

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari banyak

sedikitnya jumlah keluaran. Dan biaya variabel adalah biaya yang besarnya

berubah-ubah tergantung dari banyak sedikitnya keluaran yang dihasilkan. Biaya

Universitas Sumatera Utara

tetap dan biaya variabel ini jika dijumlahkan hasilnya merupakan biaya total (TC)

yang merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan

produksi. Jadi, TC = TFC + TVC (Nuraini Ida, 2001).

Dalam usahatani, petani akan memperoleh penerimaan dan pendapatan,

penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :

TRi = Yi . Pyi

Dimana :

TRi = Total Penerimaan

Yi = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

Pyi = Harga Y

Sedangkan pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi dengan biaya

produksi dalam satu kali periode produksi. Secara grafik pendapatan maksimum

oleh suatu usaha dapat ditunjukkan dengan grafik yang menggambarkan biaya

total dan hasil penjualan (penerimaan).

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya

Income = TR – TC

Dimana :

Income = Pendapatan Usahatani

TR = Total Penerimaan

TC = Total Biaya

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Pemikiran

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang

Sistem Budidaya Pertanian, menguraikan bagaimana penggunaan pestisida yang

dapat dibenarkan dalam usahatani. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat

menganggu lingkungan, sehingga diperlukan alternatif pengendalian hama dan

penyakit secara terpadu. PHT bukan hanya teknologi atau metode pengendalian

hama tetapi merupakan satu konsep yang dikembangkan dalam bentuk strategi

dan metode penerapan di lapangan sesuai dengan ekosistem dan sistem

masyarakat setempat.

Meskipun telah ditetapkan Undang-Undang yang membatasi penggunaan

bahan kimia dalam pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, namun dalam

pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai dengan sistem PHT, untuk mengurangi

dampak negatif penggunaan pestisida dapat ditempuh beberapa cara antara lain

hanya menggunakan pestisida yang lebih aman terhadap manusia dan lingkungan

hidup dan penerapan budidaya residu minimum dan budidaya organik yaitu

dengan cara pemanfaatan sistem pengendalian secara hayati.

Dalam proses produksi penggunaan input menjadi berbeda sebelum dan

Setelah mengikuti SLPHT, sehingga hal ini akan mempengaruhi tingkat produksi

dan pendapatan. Peserta SLPHT lebih condong menggunakan input produksi yang

sesuai dengan pedoman SLPHT yang biaya produksinya lebih rendah

dibandingkan sebelum SLPHT.

Diduga bahwa setelah mengikuti SLPHT akan terjadi peningkatan

pendapatan petani padi sawah melalui peningkatan produksi dan penurunan biaya

produksi. Dengan demikian adalah penting untuk menilai apakah terdapat

Universitas Sumatera Utara

perbedaan yang signifikan produksi, biaya produksi dan pendapatan petani padi

sawah sebelum dan setelah SLPHT.

Input

Sebelum SL PHT

Pendapatan

Usahatani Padi sawah

Setelah SL PHT Produksi

Uji Beda Rata-rata

Program SL PHT

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

2.1 Tinjauan Pustaka

Pengendalian Hama Terpadu adalah teknologi pengendalian hama yang

didasarkan prinsip ekologis dengan menggunakan berbagai teknik pengendalian

yang sesuai antara satu sama lain sehingga populasi hama dapat dipertahankan di

bawah jumlah yang secara ekonomik tidak merugikan serta mempertahankan

kesehatan lingkungan dan menguntungkan bagi pihak petani (Oka, 1994).

Smith (1983) dalam Untung (1993) mendefinisikan PHT sebagai

pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai

dalam cara-cara yang seharmonis mungkin dalam mempertahankan populasi hama

di bawah tingkat yang menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam lingkungan dari

dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan. Pengendalian hama terpadu

tidak hanya terbatas sebagai teknologi pengendalian hama yang berusaha

memadukan berbagai teknik pengendalian termasuk pengendalian secara kimiawi

yang merupakan alternatif terakhir, tetapi mempunyai makna yang lebih mendasar

lagi. PHT adalah suatu konsep ekologi, falsafah, cara berpikir, cara pendekatan

berdasar pada konsep, ekonomi dan budaya dengan menitipberatkan pada potensi

alami seperti musuh alami, cuaca serta menempatkan manusia sebagai pengambil

keputusan dalam pengelolaan usahataninya.

Pengendalian Hama Terpadu merupakan dasar kebijakan pemerintah

dalam melaksanakan kegiatan perlindungan tanaman. Penerapan PHT sebagai

dasar kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan OPT ditegaskan melalui

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986. Landasan hukum dan dasar pelaksanaan

kegiatan perlindungan tanaman tersebut adalah dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 6

Universitas Sumatera Utara

Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan juga Keputusan Menteri

Pertanian tertuang dalam No. 887/Kpts/OT/ 1997 tentang Pedoman Pengendalian

OPT.

Smith and Allen (1954); Stern et al; (1959) menyatakan bahwa PHT

adalah suatu pendekatan yang menggunakan prinsip-prinsip ekologi terapan di

alam memadukan pengendalian secara hayati dan pengendalian secara kimiawi

dalam menekan hama (Apple dan Smith, 1976). Pengendalian secara kimiawi

hanya digunakan bila benar-benar diperlukan dan dengan cara yang sangat hati-

hati sehingga sekecil mungkin gangguannya terhadap pengendalian hayati yang

sudah ada.

Van den Bosh (1967) menyatakan bahwa kombinasi pengendalian hayati

dan kimiawi saja tidak cukup. Oleh karena itu semua cara dan teknik

pengendalian harus dipadukan ke dalam satu kesatuan untuk mencapai suatu hasil

panen yang menguntungkan dan gangguan yang seminimal mungkin terhadap

lingkungan.

Batasan/definisi pengendalian hama terpadu yang umum digunakan adalah

sebagai berikut :

PHT adalah suatu sistem pengelolaan populasi hama yang memanfaatkan

semua teknik pengendalian yang sesuai dengan tujuan untuk mengurangi

populasi hama dan mempertahankannya pada suatu aras yang berada di bawah

aras populasi hama yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi (Untung,

1993; Apple dan Smith, 1976).

Batasan PHT secara bebas adalah suatu sistem pengendalian hama yang

mengintegrasikan dua atau lebih cara pengendalian dalam suatu paket yang

Universitas Sumatera Utara

memenuhi persyaratan : (1) Secara teknik dapat diterapkan, (2) Secara teknik

dapat menguntungkan, (3) Secara sosial layak atau tidak bertentangan, (4) Secara

ekologis tidak atau sedikit mungkin mencemari lingkungan dan (5) Tidak

mengganggu atau membahayakan serangga berguna atau fauna berguna lainnya

(Sastrosiswojo, 1990).

Kebijakan Pemerintah mengenai penerapan PHT sebagai dasar

kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan OPT ditegaskan melalui

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 diperkuat dengan disyahkannya Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman yang menyatakan

bahwa :

1. Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan Sistem Pengendalian Hama

Terpadu (PHT).

2. Pelaksanaan perlindungan tanaman dengan Sistem PHT menjadi tanggung

jawab masyarakat dan pemerintah.

Kemudian dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995

mengenai Perlindungan Tanaman. Dengan demikian keberhasilan dalam

pengembangan penerapan PHT sangat tergantung kepada pengetahuan,

pengalaman, keterampilan dan kemauan petani untuk menerapkan PHT serta

pengetahuan, keterampilan dan dedikasi petugas seperti Penyuluh Pertanian

Lapangan (PPL) dan Pengamat Hama Penyakit (PHP) (Rasahan dkk, 1999).

Penerapan PHT di lapangan adalah mendukung praktek pertanian yang

lebih baik. Dalam jangka panjang pemasyarakatan PHT adalah ditujukan untuk

menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan dengan sasaran pencapaian

produksi yang tinggi, produk berkualitas, perlindungan dan peningkatan

Universitas Sumatera Utara

kemampuan tanah, air dan sumberdaya lainnya, pembangunan perekonomian desa

agar makmur dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga petani

dan komunitas pertanian pada umumnya. Hal ini akan terlaksana pada beberapa

dekade mendatang, karena pertanian berkelanjutan sampai saat ini belum

memiliki model atau alternatif dalam hubungannnya dengan pertanian yang

ekonomis yang dapat dirujuk.

Pengembangan PHT dalam pertanian berkelanjutan didasari oleh resistensi

hama terhadap insektisida sebagai dampak dari penerapan pertanian modern yang

terbukti telah menurunkan kualitas sumberdaya alam. Di lain pihak,

pengembangan pertanian berkelanjutan juga didasari munculnya pertanian organik

(Effendi, 2006).

Adapun tujuan umum pelaksanaan PHT di Indonesia adalah :

1. Memantapkan hasil dalam tahap yang telah dicapai oleh teknologi pertanian

maju.

2. Mempertahankan kelestarian lingkungan.

3. Melindungi kesehatan produsen dan konsumen.

4. Meningkatkan efisiensi pemasukan dalam produksi.

5. Meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani (Oka, 1994).

Pengendalian Hama Terpadu tidak hanya memperhatikan sasaran jangka

pendek, melainkan juga sasaran jangka panjang. Selain untuk tindakan

pengendalian dan penekanan populasi organisasi hama, PHT juga

mempertimbangkan peranannya yang lebih luas dan hakiki sebagai bagian dari

produksi tanaman dan pengelolaan lingkungan pertanian (Untung, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Sasaran yang ingin dicapai oleh PHT adalah :

1. Produktivitas pertaninan terjamin pada taraf yang tinggi.

2. Populasi dan atau serangan hama tidak menimbulkan kerugian ekonomis.

3. Keuntungan ekonomi yang diterima oleh petani maksimal.

4. Kandungan bahan berbahaya dalam produk-produk tidak melampaui baku

mutu.

5. Fungsi-fungsi lingkungan dapat dipelihara.

6. Ketahanan sosial budaya yang kuat dimiliki petani dalam menjalankan usaha

tani (Wasiati dan Soekirno, 1998).

Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan PHT adalah memadukan

semua teknik pengendalian OPT dan melaksanakannya dengan taktik yang

memenuhi azas ekologi serta ekonomi. Semboyan PHT oleh petani dan bukan

untuk petani dan petani menjadi ahli PHT dimaksudkan agar petani dapat

menolong dirinya sendiri dalam menghadapi masalah produksi, terutama hama

yang menyerang tanamannya baik secara berkelompok maupun sendiri dengan

cara yang efektif dengan lingkungan (Anonimus, 2004).

Dalam kaitan dengan PHT petani dihadapkan dengan pilihan baik atau

buruk hasil yang diperoleh jika mengikuti PHT atau tidak. Pada PHT teknik

perlakuan yang digunakan dalam pengendalian hama dengan melakukan tindakan

pemantauan, pengambilan keputusan dan pengambilan tindakan sedangkan pada

non PHT perlakukan dalam pengendalian hama yaitu dengan pemberantasan hama

dengan penyemprotan pestisida pada tanaman secara berjadwal artinya pada

waktu tertentu dan pada waktu pertumbuhan tanaman tertentu. Selain itu pada non

Universitas Sumatera Utara

PHT kebanyakan pestisida yang digunakan bersifat racun dan membahayakan

kesehatan manusia dan lingkungan sekitarnya (Oka, 1994).

Pelaksanaan prinsip PHT antara lain mencakup sejauh mana petani mau

melaksanakan pengamatan hama/penyakit tanaman secara teratur, bagaimana tata

cara melakukan pengamatan hama/penyakit dan bagaimana tanggapan petani atas

hasil usaha pengamatan yang telah dilakukan, pengambilan keputusan dalam

kegiatan pengendalian hama/penyakit dan bagaimana kinerja petani dalam

menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilannya tentang PHT ke petani

lainnya (Darwis, 2006).

Konsep PHT merupakan koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian

hama dan penyakit. Penggunaan pestisida memang telah memberikan kontribusi

besar bagi peningkatan produksi tanaman, tetapi juga berdampak negatif terhadap

lingkungan, seperti munculnya resistensi dan resurjensi beberapa jenis hama.

Dalam bercocok tanam padi PHT tidak bisa diimplimentasikan sebagai suatu

kegiatan yang mandiri, tetapi merupakan bagian dari sistem produksi. Tujuan

utama dari usaha tani padi adalah mendapatkan hasil yang tinggi dengan

keuntungan yang tinggi pula dalam proses produksi yang ramah lingkungan. Oleh

karena itu PHT perlu diintegrasikan dan menjadi bagian penting dari budidaya

padi yang baik (Hidayati, 2005).

Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan

perkembangan/pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma. Pestisida secara

umum digolongkan kepada jenis organisme yang akan dikendalikan populasinya.

Insektisida, herbisida, fungisida dan nematisida digunakan untuk mengendalikan

Universitas Sumatera Utara

hama, gulma, jamur tanaman yang patogen dan nematoda. Jenis pestisida yang

lain digunakan untuk mengendalikan tikus dan siput (Alexander, 1977).

Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh

jasad pengganggu tanaman. Dalam konsep PHT, pestisida berperan sebagai salah

satu komponen pengendalian, yang harus sejalan dengan komponen pengendalian

hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, mudah terurai dan aman bagi

lingkungan sekitarnya. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan

berbagai teknologi seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan

pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan membawa

perubahan pada ekosistem yang sering kali di ikuti dengan timbulnya masalah

serangan jasad pengganggu. Cara lain untuk mengatasi jasad pengganggu selain

menggunakan pestisida kadang-kadang memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang

besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu. Sampai saat ini hanya

pestisida yang mampu melawan jasad pengganggu dan berperan besar dalam

menyelamatkan kehilangan hasil (Sudarmo, 1991).

Penggunakan pestisida telah dianggap sebagai metode yang paling efektif

dalam pengendalian hama dan penyakit. Oleh karena itu sejak dipergunakannya

secara luas pestisida organik sintetik, maka pada masyarakat timbul peradangan

atau pendapat bahwa tanpa pestisida tidak mungkin diperoleh produksi pertanian

yang tinggi atau dengan kata lain pestisida merupakan jaminan atau asuransi bagi

tercapainya sasaran produksi (Wudyanto, 1997).

Pestisida merupakan bahan pencemar paling potensial dalam budidaya

tanaman. Oleh karena itu perannya perlu diganti dengan teknologi lain yang

berwawasan lingkungan. Pemakaian bibit unggul, pemakaian organik dan

Universitas Sumatera Utara

pestisida memang mampu memberikan hasil yang tinggi. Swasembada beras yang

dicapai di Indonesia pada tahun 1984 tidak terlepas dari ketiga hal tersebut.

Namun tanpa disadari praktek ini telah menimbulkan masalah dalam usaha

pertanian itu sendiri maupun terhadap lingkungan (Hendarsih dan Widiarta, 2005).

Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan

mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik yaitu organoklorin.

Tingkat kerusakan yang disebabkan senyawa organoklorin lebih tinggi

dibandingkan senyawa lain karena senyawa ini tidak peka terhadap sinar matahari

dan tidak mudah terurai (Said, 1994).

Dampak negatif penggunaan pestisida antara lain adalah :

1. Meningkatnya resistensi dan resurjensi organisma pengganggu tumbuhan

(OPT).

2. Terganggunya keseimbangan biodiversitas termasuk musuh alami (predator)

dan organisme penting lainnya.

3. Terganggunya kesehatan manusia dan hewan.

4. Tercemarnya produk tanaman, air, tanah dan udara.

Meskipun pengendalian hama terpadu dengan menggunakan pestisida

telah memberikan hasil yang nyata dalam menekan serangan hama dan penyakit

tanaman dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya. Oleh karena itu pengguna

pestisida perlu dikurangi atau dirasionalisasi baik melalui penerapan PHT secara

tegas maupun pengembangan sistem pertanian organik yang lebih mengutamakan

penggunaan musuh alami dan pestisida hayati.

Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh

penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata

Universitas Sumatera Utara

bahwa bahan-bahan kimia pertanian dalam hal ini pestisida dan ekonomi.

Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat

membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida

terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang

Sistem Budidaya Pertanian, menguraikan bagaimana penggunaan pestisida yang

dapat dibenarkan dalam usahatani. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat

menganggu lingkungan, sehingga diperlukan alternatif pengendalian hama dan

penyakit secara terpadu. PHT bukan hanya teknologi atau metode pengendalian

hama tetapi merupakan satu konsep yang dikembangkan dalam bentuk strategi

dan metode penerapan di lapangan sesuai dengan ekosistem dan sistem

masyarakat setempat.

Meskipun telah ditetapkan Undang-Undang yang membatasi penggunaan

bahan kimia dalam pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, namun dalam

pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai dengan sistem PHT, untuk mengurangi

dampak negatif penggunaan pestisida dapat ditempuh beberapa cara antara lain

hanya menggunakan pestisida yang lebih aman terhadap manusia dan lingkungan

hidup dan penerapan budidaya residu minimum dan budidaya organik yaitu

dengan cara pemanfaatan sistem pengendalian secara hayati.

Dalam proses produksi penggunaan input menjadi berbeda sebelum dan

Setelah mengikuti SLPHT, sehingga hal ini akan mempengaruhi tingkat produksi

dan pendapatan. Peserta SLPHT lebih condong menggunakan input produksi yang

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan pedoman SLPHT yang biaya produksinya lebih rendah

dibandingkan sebelum SLPHT.

Diduga bahwa setelah mengikuti SLPHT akan terjadi peningkatan

pendapatan petani padi sawah melalui peningkatan produksi dan penurunan biaya

produksi. Dengan demikian adalah penting untuk menilai apakah terdapat

perbedaan yang signifikan produksi, biaya produksi dan pendapatan petani padi

sawah sebelum dan setelah SLPHT.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Input

Sebelum SL PHT

Pendapatan

Usahatani Padi sawah

Setelah SL PHT

Produksi

Uji Beda Rata-rata

Program SL PHT

Universitas Sumatera Utara

2.4. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan biaya produksi padi sawah sebelum dan setelah SLPHT di

Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Terdapat perbedaan produksi padi sawah sebelum dan setelah SLPHT di

Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Terdapat perbedaan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah

SLPHT di Kabupaten Serdang Bedagai.

Universitas Sumatera Utara