standar operational procedure penatalaksanaan kegawatdaruratan keracunan insektisida

35
I.Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida. Dilakukan sesegera mungkin apapun penyebab keracunan tersebut. 1. Tindakan ABCDE A. Airway (Jalan napas) Bebaskan jalan napas dari sumbatan. Apabila perlu pasang pipa endotrakeal. 1 B. Breathing (Pernapasan) Jaga agar pasien dapat bernapas dengan baik. Apabila perlu berikan bantuan pernapasan. 1 C. Circulation (Peredaran Darah) Tekanan darah dan nadi dipertahankan dalam batas normal. Berikan infus cairan dengan normal salin, dekstrosa atau Ringer Laktat. 1 D. Dekontamination (Pembersihan) Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Petugas, sebelum memberikan pertolongan harus menggunakan pelindung berupa sarung tangan, masker dan apron. Tindakan dekontaminasi tergantung pada lokasi tubuh yang terkena racun yaitu: 1,2 a. Dekontaminasi pulmonal Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas, dan berikan oksigen lembab 100% dan jika perlu beri ventilator. 1

Upload: idoenk

Post on 16-Apr-2015

324 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

I.Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida.

Dilakukan sesegera mungkin apapun penyebab keracunan tersebut.

1. Tindakan ABCDE

A. Airway (Jalan napas)

Bebaskan jalan napas dari sumbatan. Apabila perlu pasang pipa endotrakeal.1

B. Breathing (Pernapasan)

Jaga agar pasien dapat bernapas dengan baik. Apabila perlu berikan bantuan pernapasan.1

C. Circulation (Peredaran Darah)

Tekanan darah dan nadi dipertahankan dalam batas normal. Berikan infus cairan dengan

normal salin, dekstrosa atau Ringer Laktat.1

D. Dekontamination (Pembersihan)

Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan

pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Petugas,

sebelum memberikan pertolongan harus menggunakan pelindung berupa sarung tangan,

masker dan apron. Tindakan dekontaminasi tergantung pada lokasi tubuh yang terkena

racun yaitu:1,2

a. Dekontaminasi pulmonal

Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan

inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas, dan berikan oksigen lembab

100% dan jika perlu beri ventilator.

b. Dekontaminasi mata

Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu

posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring ke sisi mata yang terkena atau

terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan iritasi larutan aquades atau

NaCl 0,09% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah hilang (hindari bekas

larutan pencucian mengenai wajah atau mata lainnya) selanjutnya tutup mata dengan

kassa steril segera konsul dokter mata.

c. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku).

Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan

aksesoris lainnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air dan tutup rapat,

1

Page 2: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

cuci (scrubbling) bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal

10 menit selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut.

d. Dekontaminasi gastrointestinal

Penelanan merupakan pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian bahan

pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan cara

induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan

bahan toksik.

Emesis

Dapat dilakukan secara mekanik dengan merangsang daerah orofaring

bagian belakang. Dengan obat-obatan dapat diberikan larutan Ipekak 10-

20 cc dalam satu gelas air hangat, dan dapat diulang setelah 30 menit, atau

dapat diberikan Apomorfin 0,6 mg/kgBB i.m atau 0,01 mg/kgBB/iv.

Tindakan emesis tidak dilakukan pada keracunan bahan korosif, misalnya

air aki, penderita dengan kesadaran menurun atau kejang-kejang dan

keracunan minyak tanah.1

Kumbah Lambung

Kubah lambung bertujuan mencuci sebersih mungkin bahan racun dari

lambung, namun kurang bermanfaat apabila dilakukan 4 jam setelah bahan

tertelan, karena bahan telah melewati lambung dan telah diabsorsi oleh

usus. Dengan memakai pipa nasogastrik yang besar dimasukkan air,

apabila mungkin air hangat 200 sampai 300 cc setiap kumbah lambung

sampai bersih. Pada akhir kumbah lambung dimasukkan 30 g norit.1

Katarsis (urus-urus)

Dilakukan apabila bahan racun diperkirakan telah mencapai usus, yang

berguna membersihkan usus halus sampai kolon, dengan memakai 30 g

Magnesium Sulfat. Tidak dilakukan katarsis pada orang kejang atau pada

keracunan bahan korosif.1

Tabel 1. Tatacara Dekontaminasi Gastrointestinal.2

Jenis Tindakan Tata Cara Kontraindikasi Perhatian Khusus

Induksi muntah Stimulasi mekanis - Kesadaran Pneumopati inhalasi,

2

Page 3: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

pada orofaring turun, kejang

- Apneu,

paparan > 4

jam

- Keracunan zat

korosif

sindrom Mallory Weis

Pengenceran Air dingin atau susu

250 ml

- Kesadaran

turun

- Gangguan

menelan/napas

- Nyeri

abdomen

- Asam pekat,

nonn kaustik

Aspirasi dan

kumbah lambung

Posisi Tredelenburg

left lateral dekubitus,

pasang NGT, aspirasi,

bilas 200-300 ml

sampai bersih tambah

karbon aktif 50 gram.

- Kesadaran

turun tanpa

pasang

intubasi

- Zat korosif

- Zat

hidrokarbon

- Asam pekat,

non kaustik

- Petrolium

destilat

- Efektif

paparan < 1

jam

- Kehamilan,

kelainan

jantung,

depresi SSP,

perforasi

lambung.

Arang aktif Dosis tunggal 30-50 g

+ 240 ml air

- Paparan > 1

jam

- Ileus/

obstruksi GIT

- Zat korosif

- Zat

- Konstipasi

- Distensi

lambung

3

Page 4: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

hidrokarbon

Irigasi usus Polietilen glikol 60 gr

+ NaCl 1,46 g + KCl

0,75 g + Na bic 1,68 g

+ Na sulfat 5,68 g +

air sampai 1 liter

Gangguan napas, SSP,

jantung tidak stabil,

kelaianan patologis

usus

Indikasi keracunan Fe,

lithium, tablet lepas

lambat atau tablet

salut enterik.

Bedah Bila menelan zat

sangat korosif (asam

kuat), asing.

E. Eliminasi

Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang

beredar dalam darah, atau dalam saluran cerna dapat digunakan pemberian aktif yang

diberikan berulang dengan dosis 30-50 gram (0,5-1 gram/kgBB) setiap 4 jam per oral/

enteral. Tindakan ini bermanfaat pada keracunan obat seperti kabarmazepin,

Chloredecone, quinin, dapson, digoksin, nadolol, fenobarbital, fenilbutazone, fenitoin,

salisilat, teofilin, phenoxyacetate herbisida.

Tindakan eliminasi yang lain perlu dikonsulkan pada dokter spesialis penyakit dalam

karena tindakan spesialistik berupa cara eliminasi racun yaitu:1,2

1. Diuresis paksa (forced diuresis)

Terutama berguna pada keracunan yang dapat dikeluarkan melalui ginjal. Tidak

boleh dikerjakan pada keadaan syok, dekoompensasi jantung, gagal ginjal, edema

paru dan keracunan akibat bahan yang tidak dapat diekskresi melalui ginjal.1

Jenis diuresis paksa (DP) adalah DP Netral, DP Alkali, dan DP Asam. Ada istilah DP

setengah yang artinya dengan memberikan cairan 3 liter selama 12 jam (setengah

hari) dan FDP satu artinya memberikan cairan 6 liter dalam 24 jam (satu hari).

Diuresis paksa netral dengan diberikan Ca glukonas iv, 3 liter cairan glukosa 10%

dalam waktu 12 jam dan furosemid. Cara pemberian sama dengan DP Netral hanya

perlu ditambahkan ½ ampul Na bikarbonas pada setiap cairan infus dekstrosa 5%.

Diuresis Paksa Asam dipakai pada keracunan karena amfetamin, striknin, dan

fenisiklidin. Diberikan 1,5 amonium klorida dan 500 cc dekstrosa 5%. Pemberian

4

Page 5: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

500 cc dekstrosa 5% dan 500 cc normal salin secara bergantian, dengan kecepatan 1

liter pada jam pertama, dan dilanjutkan 500 cc perjam. Pantau elektrolit serum dan

darah setiap jam. Apabila pH urine lebih dari 7,0 ditambahkan amonium klorida pada

500 cc dekstrosa 5%.1

2. Alkalinisasi urin

3. Asidifikasi urin

4. Hemodialisis/peritoneal dialisis.

Dilakukan pada keracunan dengan koma yang dalam, hipotensi berat, kelainan asam

basa dan elektrolit, penyakit ginjal berat, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit

hati dan pada kehamilan. Umumnya dilakukan pada keracunan pada dosis letal dari

bahan alkohol, barbiturat, karbamat, asetaminofen, aspirin, fenasetin, amfetamin,

logam berat dan striknin.1

2. Pemberian Antidotum

Antidotum (bahan penawar) berguna untuk melawan efek racun yang telah masuk pada

organ target. Tidak semua racun mempunyai antidote yang spesifik.1 Pada kebanyakan

kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat antidotumnya dan sediaan obat

antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya. Beberapa jenis

antidotum pada keracunan dapat dilihat pada Tabel 2.

3. Tindakan Suportif

Guna mempertahankan fungsi vital, perlu perawatan menyeluruh, termasuk perawatan

temperatur, koreksi keseimbangan asam basa atau elektrolit, pengobatan infeksi dan lain-

lain.1

SOP Penatalaksanaan Keracunan Organofosfat.3

Keracunan akut :

Tindakan gawat darurat:

1. Buat saluran udara.

2. Pantau tanda-tanda vital.

3. Berikan pernapasan buatan dengan alat dan beri oksigen.

5

Page 6: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

4. Berikan atropin sulfat 2 mg secara i.m, ulangi setiap 3 – 8 menit sampai gejala keracunan

parasimpatik terkendali.

5. Berikan larutan 1g pralidoksim dalam air secara i.v, perlahan-lahan, ulangi setelah 30

menit jika pernapasan belum normal. Dalam 24 jam dapat diulangi 2 kali. Selain

pralidoksim, dapat digunakan obidoksim (toksogonin).

6. Sebelum gejala timbul atau setelah diberi atropine sulfat, kulit dan selaput lendir yang

terkontaminasi harus dibersihkan dengan air dan sabun.

7. Jika tersedia Naso Gastric Tube, lakukan bilas lambung dengan air dan berikan sirup

ipeca supaya muntah.

Tindakan umum:

1. Sekresi paru disedot dengan kateter.

2. Hindari penggunaan obat morfin, aminofilin, golongan barbital, golongan fenotiazin dan

obat-obat yang menekan pernapasan.

Keracunan kronik:

Jika keracunan melalui mulut dan kadar enzim kolinesterase menurun, maka perlu dihindari

kontak lebih lanjut sampai kadar kolinesterase kembali normal.

Tabel 2. Jenis Keracunan, Antidotum dan Metode Pemberiannya.2

6

Page 7: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

II.Patofisiologi Intoksikasi Insektisida

Semua insektisida bentuk cair dapat diserap melalui kulit dan usus dengan sempurna. Jenis yang

paling sering menimbulkan keracunan di Indonesia adalah golongan organofosfat dan

organoklorin. Golongan karbamat efeknya mirip efek organofosfat, tetapi jarang menimbulkan

kasus keracunan. Masih terdapat jenis pestisida lain seperti racun tikus (antikoagulan dan seng

fosfit) dan herbisida (parakuat) yang juga sangat toksik. Kasus keracunan golongan ini jarag

terjadi. Keracunan pestisida golongan organosfosfat disebabkan oleh asetilkolin yang berlebihan,

mengakibatkan perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan nikotinik.3

Gejala klinis keracunan pestisida golongan organofosfat pada:3

1. Mata; pupil mengecil dan penglihatan kabur

2. Pengeluaran cairan tubuh; pengeluaran keringat meningkat, lakrimasi, salivasi dan juga

sekresi bronchial.

3. Saluran cerna; mual, muntah, diare dan sakit perut.

4. Saluran napas; batuk, bersin, dispnea, dan dada sesak.

7

Page 8: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

5. Kardiovaskular; bradikardia dan hipotensi.

6. Sistem saraf pusat; sakit kepala, bingung, berbicara tidak jelas, ataksia, demam, konvulsi

dan koma.

7. Otot-otot; lemah, fascikulasi dan kram.

8. Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain edema paru, pernapasan berhenti, blocade

atrioventrikular dan konvulsi.

III.Tentamen Suicidum

Kata suicide berasal dari bahasa Latin yang berarti “membunuh diri sendiri”. Jika berhasil

tindakan ini merupakan tindakan fatal yang menunjukkan keinginan orang tersebut untuk mati.

Meskipun demikian, terdapat kisaran antara berpikir mengenai bunuh diri dan melakukannya.

Beberapa orang memiliki gagasan bunuh diri yang tidak akan pernah mereka lakukan; beberapa

orang lagi merencanakannya berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan bertahun-tahun

sebelum melakukannya.; dan orang lain melakukan bunuh diri berdasarkan impuls, tanpa

memikirkannya terlebih dahulu.4

Epidemiologi

Setiap tahun lebih dari 30.000 orang mati karena bunuh diri di Amerika Serikat. Angka

percobaan bunuh diri kira-kira 650.000. Kira-kira terdapat 85 bunuh diri dalam sehari di negara

ini – sekitar 1 bunuh diri setiap 20 menit. Angka bunuh diri di Amerika Serikat rata-rata antara

12,5 per 100.000 di abad ke-20, dengan angka 17,4 per 100.000 selama Depresi Besar tahun

1930. Sejak tahun 1983 sampai 1998, keseluruhan angka bunuh diri relatif tetap stabil, sementara

angka untuk pelaku berusia 15-24 tahun meningkat dua hingga tiga kali lipat. Bunuh diri saat ini

berada di peringkat sembilan untuk keseluruhan penyebab kematian negara ini, setelah penyakit

jantung, kanker, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, kecelakaan,

pneumonia, influenza, dan diabetes melitus.4

Angka bunuh di Amerika Serikat berada di titik tengah angka untuk negara industri seperti yang

dilaporkan ke PBB. Di dunia, angka bunuh diri berkisar dari lebih dari 25 per 100.000 orang di

Skandinavia, Switzerland, Jerman, Austria, Negara Eropa Timur (yang disebut suicide belt), dan

Jepang, hingga kurang dari 10 per 100.000 di Spanyol, Itali, Irlandia, Mesir dan Belanda. Tempat

8

Page 9: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

bunuh diri utama di dunia adalah Jembatan Golden Gate di San Fransisco, dengan lebih dari 800

bunuh diri sejak jembatan itu dibuka pada tahun 1937.4

Faktor Resiko

Jenis Kelamin. Laki-laki melakukan bunuh diri empat kali lebih banyak dibandingkan

perempuan, suatu angka yang stabil pada semua usia. Meskipun demikian, perempuan empat kali

lebih besar kemungkinannya untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan laki-laki.4

Usia. Angka bunuh diri meningkat seiring dengan usia dan menegaskan makna dari krisis usia

pertengahan. Dia antara laki-laki, puncak bunuh diri setelah usia 45 tahun; pada perempuan

angka terbesar bunuh diri yang berhasil dilakukan terdapat setelah usia 55 tahun. Angka 40 per

100.000 populasi terdapat pada laki-laki berusia 65 tahun dan lebih. Orang berusia lebih tua

melakukan percobaan bunuh diri lebih jarang dibandingkan orang muda tetapi lebih sering

berhasil. Meskipun mereka hanya 10 persen dari populasi total, 25 persen bunuh diri dilakukan

oleh orang yang lebih tua. Angka untuk 75 tahun atau lebih melebihi tiga kali angka di antara

orang muda.4

Meskipun demikian, angka bunuh diri, meningkat paling cepat di antara orang muda, terutama

pada laki-laki berusia 15 hingga 24 tahun, dan angkannya masih meningkat. Angka bunuh diri

untuk perempuan dengan kelompok usia yang sama meningkat lebih lambat dibandingkan laki-

laki. Dia antara laki-laki berusia 25 hingga 34 tahun, angka bunuh diri meningkat hampir 30

persen selama dekade terakhir. Bunuh diri adalah penyebab utama kematian nomor tiga pada

kelompok usia 15 hingga 24 tahun, setelah kecelakaan dan pembunuhan, dan percobaan bunuh

diri di kelompok usia ini antara 1 juta hingga 2 juta per tahun. Sebagian besar bunuh diri saat ini

terdapat pada orang-orang berusia 15 hingga 24 tahun.4

Ras. Dua dari tiap tiga bunuh diri dilakukan oleh laki-laki kulit putih. Angka bunuh diri di antara

kulit putih hampir dua kali lipat dari semua kelompok lainnya; meskipun demikian, angka ini

sekarang dipertanyakan, karena angka bunuh diri pada kulit hitam meningkat. Angka bunuh diri

untuk laki-laki kulit putih (19,6 per 100.000 orang) adalah 1,6 kali dibandingkan angka untuk

laki-laki kulit hitam (12,5), empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan kulit putih

(4,8), dan 8,2 kali dibandingkan perempuan kota dan kelompok Native American dan Inuit,

9

Page 10: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

angka bunuh diri jauh melampui angka nasional. Angka bunuh diri pada imigran lebih tinggi

daripada populasi asli.4

Agama. Secara historis, angka bunuh diri di antara populasi Katolik Roma lebih rendah

dibandingkan dengan angka di antara populasi Protestan dan Yahudi. Derajat keortodoksan dan

integrasi mungkin merupakan ukuran risiko yang lebih akurat di kategori ini daripada persatuan

agama institusional.4

Status perkanwinan. Perkawinan yang dilengkapi oleh anak tampaknya mengurangi risiko

bunuh diri secara signifikan. Angka bunuh diri adalah 11 per 100.000 untuk orang yang

meningkah; lajang, orang yang tidak pernah menikah memiliki angka keseluruhan hampir dua

kali lipat darri itu. Meskipun demikian, orang yang sebelumnya pernah menikah menunjukkan

angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak pernah menikah; 24 per 100.000

pada janda atau duda, dan 40 per 100.000 pada orang yang bercerai, dengan laki-laki bercerai 69

bunuh diri per 100.000 , dibandingkan dengan 18 per 100.000 untuk perempuan yang bercerai.

Bunuh diri terjadi lebih sering dari biasanya pada orang yang terisolasi secara sosial dan

memiliki riwayat keluarga bunuh diri (percobaan atau sesungguhnya). Orang yang melakukan

yang disebut anniversary suicide melakukan bunuh diri pada hari saat anggota keluarganya

melakukan bunuh diri.4

Pekerjaan. Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar risiko bunuh dirinya, tetapi

penurunan status sosial juga meningkatkan risiko bunuh diri. Pekerjaan, pada umumnya,

melindungi orang dari bunuh dari. Di antara tingkat pekerjaan, profesional, terutama dokter, dari

dahulu dianggap memiliki risiko bunuh diri paling tinggi, tetapi studi terkini yang paling baik

menemukan tidak ada risiko bunuh diri yang meningkat untuk dokter laki-laki di Amerika

Serikat. Angka bunuh diri per tahunnya kira-kira 36 per 100.000, yang sama dengan angka

bunuh diri pada laki-laki dua sampai tiga kali dari angka bunuh diri yang ditemukan pada

populasi laki-laki umum dengan usia yang sama. Populasi khusus yang memiliki risiko adalah

musisi, dokter gigi, petugas penegak hukum, pengacara, dan agen asuransi. Bunuh diri lebih

tinggi pada penganggur dibandingkan dengan orang yang bekerja. Angka bunuh diri meningkat

selama resesi ekonomi dan menurun selama waktu perang dan saat banyak orang dipekerjakan.4

10

Page 11: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

Metode. Angka keberhasilan laki-laki yang lebih tinggi untuk bunuh diri terkait dengan metode

yang mereka gunakan; senjata api, gantung diri, atau lompat dari tempat tinggi. Perempuan

lazimnya mengonsumsi zat psikoaktif overdosis atau racun, tetapi penggunaan senjata api saat

ini meningkat. Di negara dengan hukum pengendalian senjata, penggunaan senjata menurun

sebagai metode bunuh diri. Secara global, metode bunuh diri yang paling lazim adalah gantung

diri.4

Kesehatan fisik. Hubungan penyakit dan kesehatan fisik dengan bunuh diri cukup bermakna.

Perawatan medis sebelumnya tampaknya merupakan indikator risiko bunuh diri yang

berhubungan positif: 32 persen orang yang melakukan bunuh diri pernah mendapatkan perhatian

medis dalam 6 bulan sebelum kematiannya. Studi postmortem menunjukkan bahwa penyakit

fisik ada pada 25 hingga 75 persen korban bunuh diri, dan penyakit fisik diperkirakan sebagai

faktor yang turut berperan pada hampir 50 persen bunuh diri.4

Faktor-faktor yang berkaitan dengan penyakit dan turut berperan di dalam bunuh diri maupun

percobaan bunuh diri adalah hilangnya mobilitas, terutama ketika aktivitas fisik penting bagi

pekerjaan dan kesenganan; cacat, terutama pada perempuan; serta nyeri yang sulit sembuh dan

kronis. Di samping efek langsung penyakit, efek sekundernya—contohnya, gangguan hubungan

dan hilangnya status pekerjaan—merupakan faktor pronostik yang buruk.4

Obat-obat tertentu dapat menimbulkan depresi yang dapat menyebabkan bunuh diri pada

beberapa kasus. Di antara obat-obat ini adalah reserpine (Serpasil), kortikosteroid, antihipertensi,

dan beberapa agen antikanker.4

Kesehatan Jiwa. Faktor psikiatrik yang sangat bermakna di dalam bunuh diri mencakup

penyalahgunaan zat, gangguan depresif, skizofrenia, dan gangguan jiwa lainnya. Hampir 95

persen orang yang melakukan atau mencoba bunuh diri memiliki diagnosis gangguan jiwa.

Gangguan depresif berperan di dalam 80 persen dari angka ini, skizofrenia 10 persen, dan

demensia atau delirium 5 persen. Di antara semua orang dengan gangguan jiwa, 25 persen

memiliki ketergantungan alkohol dan memiliki diagnosis ganda. Orang dengan depresi waham

memiliki risiko bunuh diri paling tinggi. Risiko bunuh diri pada orang dengan gangguan depresif

kira-kira 15 persen, dan 25 persen orang dengan riwayat perilaku impulsif atau tindakan

11

Page 12: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

kekerasan juga memiliki risiko bunuh diri yang tinggi. Perawatan psikiatrik sebelumnya untuk

alasan apapun meningkatkan risiko bunuh diri.4

Di antara orang dewasa yang melakukan bunuh diri, terdapat perbedaan bermakna antara orang

muda dan tua untuk diagnosis psikiatrik dan stresor yang mengawalinya. Suatu studi di San

Diego, California, menunjukkan bahwa diagnosis penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian

antisosial paling sering terjadi pada bunuh diri yang dilakukan oleh orang berusia di bawah 30

tahun, dan diagnosis gangguan mood dan gangguan kognitif palling sering pada usia 30 dan

lebih. Stresor yang terkait dengan bunuh diri pada orang berusia dibawah 30 tahun adalah

perpisahan, penolakan, tidak bekerja, dan masalah dengan hukum; stresor penyakit paling sering

terdapat pada korban bunuh diri yang berusia lebih dari 30 tahun.4

Pasien Psikiatrik. Risiko pasien psikiatrik untuk melakukan bunuh diri adalah 3 hingga 12 kali

dibandingkan dengan yang bukan pasien psikiatrik. Derajat risikonya bervariasi bergantung pada

usia, jenis kelamin, diagnosis, dan status pasien rawat inap atau rawat jalan. Setelah penyesuaian

untuk usia, pasien psikiatrik laki-laki dan perempuan yang pernah dirawat sebelumnya masing-

masing memiliki lima dan sepuluh kali lebih tinggi risiko bunuh diri risiko bunuh diri, daripada

yang lainnya di populasi umum.4

Etiologi

Faktor Sosial.

Teori Durkheim. Dalam upaya menjelaskan pola statistikal, Durkheim membagi bunuh diri

menjadi tiga kategori sosial: egoistik, altruistik, dan anomik. Bunuh diri egoistik diterapkan pada

individu yang tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kondisi

kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu  itu seolah-olah tidak

berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka yang

tidak menikah lebih rentan untuk melakukan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang

menikah. Masyarakat daerah pedesaan mempunyai integrasi sosial yang lebih baik dari pada

daerah perkotaan, sehingga angka bunuh diri lebih sedikit.4

Bunuh diri altruistik dimaksudkan pada individu yang terikat pada tuntutan tradisi khususnya

ataupun  ia cenderung bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia

merasa bahwa kelompok tersebut sangat mengharapkannya. Contohnya “Hara-kiri” di Jepang,

12

Page 13: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

“puputan” di Bali, atau seorang kapten yang menolak meninggalkan kapalnya yang sedang

tenggelam. 4

Bunuh diri anomik merupakan ketidakstabilan sosial, dengan kehancuran standar dan nilai-nilai

masyarakat. Individu itu kehilangan pegangan dan tujuan, masyarakat atau kelompoknya tidak

dapat memberikan kepuasan kebutuhan-kebutuhannya. Hal ini menerangkan mengapa bunuh diri

pada mereka yang cerai dari pernikahan lebih banyak dari pada yang tetap dalam pernikahan.

Individu yang mengalami perubahan ekonomi yang drastis juga lebih mudah melakukan bunuh

diri.4

Faktor Psikologis

Teori Freud. Freud menyatakan keyakinannya bahwa bunuh diri mencerminkan amarah dan

permusuhan terhadap seseorang yang dicintai, mungkin memaksa seorang individu untuk

menimpakan impuls-impuls agresif yang tidak ekseptabel itu pada dirinya sendiri. 4

Teori Menninger. Menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah pembunuhan yang diretrofleksikan,

pembunuhan yang dibalikan sebagai akibat kemarahan pasien kepada orang lain, yang dibalikan

kepada diri sendiri atau digunakan sebagai pengampunan akan hukuman. Ia menggambarkan tiga

komponen permusuhan dalam bunuh diri, yaitu keinginan untuk membunuh, keinginan untuk

dibunuh, dan keinginan untuk mati.4

Teori-Teori Baru. Hal yang dapat dipelajari dari teori psikodinamika pasien bunuh diri adalah

dari khayalan mereka seperti apa yang akan terjadi dan apa akibatnya jika mereka melakukan

bunuh diri. Khayalan tersebut seringkali termasuk keinginan untuk balas dendam, kekuatan,

pengendalian, atau hukuman; untuk pertobatan, pengorbanan, atau pemulihan; untuk meloloskan

diri atau untuk tidur; atau untuk pembebasan, kelahiran kembali, berkumpul kembali dengan

orang yang telah meninggal, atau untuk hidup baru. Pasien bunuh diri yang paling mungkin

melakukan khayalan bunuh diri adalah mereka yang telah menderita kehilangan objek cinta atau

menderita cedera narsistik, yang mengalami afek yang berat seperti kemarahan dan rasa bersalah,

atau yang beridentifikasi dengan seorang korban bunuh diri. 4

Faktor Fisiologi

Genetika. Penelitian menunjukan bahwa bunuh diri cenderung berjalan di dalam keluarga.

Sebagai contohnya, pada semua stadium siklus kehidupan, adanya riwayat bunuh diri dalam

13

Page 14: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

keluarga telah ditemukan lebih banyak secara bermakna pada orang yang pernah mencoba bunuh

diri dibandingkan dengan orang yang tidak pernah melakukannya. 4

Mungkin terdapat faktor genetik dalam bunuh diri, terutama faktor yang terlibat dalam transmisi

gangguan bipolar I, skizofrenia, dan ketergantungan alkohol–yaitu gangguan mental yang paling

sering disertai oleh bunuh diri. Tetapi suatu faktor genetik untuk bunuh diri mungkin berdiri

sendiri atau sebagai tambahan untuk transmisi genetik dari suatu gangguan mental. Hal ini

merupakan faktor genetik untuk impulsivitas, yang mungkin berhubungan dengan kelainan

dalam sistem serotonin sentral. 4

Neurokimiawi. Defisiensi serotonin, diukur sebagai penurunan metabolisme 5-

hydroxyndoleacetic acid (5-HIAA), telah ditemukan dalam kelompok pasien depresi yang

mencoba bunuh diri. Pengeluaran kortisol bebas dalam urin yang tinggi, nonsupresi kortisol

plasma setelah pemberian deksametason peningkatan respon kortisol plasma terhadap infus 5-

hydroxytryptophan, suatu penumpulan thyroid stimulating hormone (TSH) plasma terhadap infus

thyrotropin-releasing hormone (TRH), kelainan konduktansi kulit, perubahan rasio katekol urine,

penurunan ambilan serotonin trombosit atau jumlah ikatan imipramine (Tofranil) yang meninggi,

semuanya telah dilaporkan berhubungan dengan perilaku bunuh diri pada pasien depresi. 4

Pada penelitian juga menemukan bahwa orang dengan kadar monoamin oksidase trombosit yang

rendah memiliki prevalensi bunuh diri delapan kali lebih besar di dalam keluarganya,

dibandingkan dengan orang yang memiliki enzim monoamin oksidase trombosit yang tinggi.

Terdapat bukti-bukti kuat adanya perubahan aktivitas monoamin oksidase trombosit pada

gangguan depresif. 4

IV .Prediksi dan Gejala Bunuh Diri

Klinisi harus menilai risiko pasien individual untuk bunuh diri atas dasar pemeriksaan klinis. Hal

yang paling prediktif yang berhubungan dengan risiko bunuh diri di tuliskan dalam tabel 1. 4

Tabel 3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Risiko Bunuh Diri. 4

Urutan Ranking Faktor

1 Usia (lebih dari 45 tahun)

2 Ketergantungan alkohol

3 Kejengkelan, penyerangan, kekerasan

14

Page 15: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

4 Perilaku bunuh diri sebelumnya

5 Laki-laki

6 Tidak mau menerima pertolongan

7 Episode depresi sekarang yang lebih lama dari biasanya

8 Terapi psikiatrik rawat inap sebelumnya

9 Kehilangan atau perpisahan yang belum lama terjadi

10 Depresi

11 Hilangnya kesehatan fisik

12 Pengangguran atau dipecat

13 Tidak menikah, janda/duda, atau bercerai

Penilaian potensi bunuh diri melibatkan penggalian riwayat psikiatrik yang lengkap;

pemeriksaan status mental pasien yang menyeluruh; dan pertanyaan tentang gejala depresif,

pikiran, maksud, rencana, dan usaha bunuh diri. Tidak adanya masa depan, memberikan barang-

barang miliknya, membuat surat wasiat, dan baru mengalami kehilangan  berarti peningkatan

resiko untuk bunuh diri. Seperti pada Tabel 4. 4

Tabel 4. Penilaian Risiko Bunuh Diri .4

Variabel                                Risiko Tinggi                                 Risiko Rendah

Sifat demografik & sosial   

Usia                                     Lebih dari 45 tahun                         Di bawah 45 tahun

Jenis kelamin                       Laki-laki                                          Wanita

Status mental                      Cerai atau janda                              Menikah

Pekerjaan                            Tidak bekerja                                  Bekerja

Hubungan interpersonal      Konflik                                            Stabil

Latar belakang keluarga      Kacau atau konflik                          Stabil

Kesehatan

Fisik                                    Penyakit kronis                               Kesehatan baik

                                            Hipokondrik                                    Merasa sehat

                                            Pemakaian zat yang berlebihan       Penggunaan zat rendah

Mental                                 Depresi berat                                   Depresi ringan

15

Page 16: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

                                            Psikosis                                           Neurosis

                                            Gangguan kepribadian berat           Kepribadian ringan

                                            Penyalahgunaan zat                        Peminum sosial

                                            Putus asa                                         Optimisme

Aktivitas bunuh diri

Ide bunuh diri                     Sering, kuat, berkepanjangan          Jarang, intensitas rendah,

                                                                                                        sementara

Usaha bunuh diri                Usaha berulang kali                         Usaha pertama

                                            Direncanakan                                  Impulsif

                                            Penyelamatan tidak mungkin          Penyelamatan tidak

                                                                                                         terhindarkan

                                            Keinginan yang tidak ragu-ragu     Keinginan utama untuk

                                                 untuk mati                                       berubah

                                            Komunikasi diinternalisasikan        Komunikasi dieksternali-

                                                 (menyalahkan diri sendiri)              sasikan (kemarahan)

                                            Metoda mematikan dan tersedia     Metoda dengan letalitas

                                                                                                         rendah dan tidak mudah

                                                                                                         didapat

Sarana

Pribadi                                Pencapaian buruk                            Pencapaian baik

                                            Tilikan buruk                                   Penuh tilikan

                                            Afek tidak ada atau terkendali       Afek tersedia dan terken-

                                                 buruk                                               dali dengan semestinya

Sosial                                  Rapport buruk                                 Rapport baik

                                            Terisolasi sosial                               Terintegrasi secara sosial

                                            Keluarga tidak responsif                 Keluarga yang

                                                                                                         memperhatikan

16

Page 17: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

V. Pedoman Wawancara

Tidak mengandung kebenaran terhadap mitos bahwa bicara soal bunuh diri dalam lingkungan

klinik akan menyebabkannya. Pasien boleh secara spontan menceritakan gagasan bunuh dirinya,

bila tidak tanyakan secara langsung pada pasien.

Awali pembicaraan dengan bertanya pada pasien apakah ia pernah merasa ingin menyerah saja

terhadap hidup ini? atau mereka merasa lebih baik mati. Pendekatan seperti itu membawa stigma

kecil saja dan dapat diterima oleh kebanyakan orang. 4

Lalu bicaralah soal tepatnya apa yang dipikirkan oleh pasien? Dan catatlah semua pikiran itu.

Begitu masalahnya telah mulai diperbincangkan, gunakan kata seperti “bunuh diri” dan “mati”

daripada “cedera” atau “melukai”, karena beberapa pasien bingung tentang penggunaan kata-

kata itu, dan kebanyakan mereka tidak mau mencederai dirinya, walaupun bila mereka ingin

membunuh dirinya. 4

Ajukan pertanyaan seperti ini: Berapa sering pikiran bunuh diri anda? Apakah pikiran bunuh diri

anda makin meningkat? Apakah anda hanya punya pikiran yang kurang baik saja, atau

pernahkan anda merencanakan cara bunuh dirinya? Apakah pikiran bunuh diri anda hanya

sepintas lintas saja atau benar-benar serius? Sudah dipikirkan suatu cara tertentu untuk bunuh

diri itu? 4

Pertimbangkan umur pasien dan kecanggihan serta keinginan dan cara bunuh dirinya. Coba

dicocokan ucapan dan rencana dari cara yang akan dilaksanakan itu. Seorang wanita dengan

inteligensi normal, yang mendesak bahwa ia ingin mati dan merencanakan untuk menelan 6 – 8

butir aspirin, hal ini tidak menimbulkan keprihatinan kita dibandingkan dengan seorang anak

yang mengungkapkan hal sama. 4

Apakah cara yang dipilih untuk bunuh diri itu dipunyai oleh pasien? Pernahkan ia bertindak ke

arah itu, seperti mengumpulkan pil dan menyelesaikan semua masalah keduniawian? Betapa

pesimistiknya pasien itu? Bagaimana tarap pesimistiknya? Dapatkah ia  berpikir bagaimana

untuk memperbaiki kondisi itu? 4

Pertanyaan terakhir membantu untuk menilai dan terapi, saat pasien mengusulkan beberapa jalan

untuk menghindarkan dirinya dari dilemanya. Bila mereka tidak demikian, apakah mereka putus

asa terhadap hari esok? Bila demikian, apakah rasa takut mereka itu rasional? 4

Dapatkan segera riwayat pasien dari orang lain yang dapat dipercaya bila pasien tidak kooperatif. 4

17

Page 18: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

VI .Pengobatan

Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian sungguh-sungguh. Pertolongan

pertama biasanya dilakukan secara darurat atau di kamar pertolongan darurat di rumah sakit, di

bagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka dan/atau

keadaan keracunan. Kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.

Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial, tetapi berhubungan erat dengan kriteria

yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. 5

Bila keadaan keracunan dan/atau luka sudah dapat diatasi, maka dilakukan evaluasi psikiatrik.

Bila mengevalusi pasien yang cenderung bunuh diri, jangan tinggalkan mereka sendiri,

singkirkan semua benda yang potensial berbahaya. Bila mengevaluasi pasien yang baru saja

mencoba bunuh diri, nilailah apakah usaha itu telah direncanakan atau hanya impulsif saja

sambil menentukan derajat letalitasnya, kemungkinan pasien pulih kembali, reaksi pasien saat

ditolong orang (apakah pasien kecewa atau justru lega hatinya?), apakah ada perubahan faktor

yang mengarahkan bunuh diri itu. 5

Tidak ada hubungan antara beratnya gangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting

sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan

depresi dapat diberikan terapi elektrokonvulsi, obat-obatan terutama berupa antidepresan dan

psikoterapi.4

Keputusan untuk merawat pasien di rumah sakit tergantung pada diagnosis, keparahan depresi

dan gangguan bunuh diri, kemampuan pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah, situasi

hidup pasien, tersedianya dukungan sosial, dan tidak adanya atau adanya faktor risiko untuk

bunuh diri. 4

Untuk menentukan apakah dimungkinkan pengobatan rawat jalan, klinisi harus menggunakan

pendekatan klinis yang langsung–meminta pasien yang diduga bermaksud bunuh diri untuk

setuju menelpon segera jika mencapai titik dimana mereka tidak yakin akan kemampuan mereka

untuk mengendalikan impuls bunuh dirinya. Sebagai balasan komitmen pasien, klinisi harus

dapat dihubungi pasien dalam 24 jam sehari. Jika pasien yang dipertimbangkan secara serius

akan bunuh diri tidak dapat membuat komitmen demikian, maka indikasi dirawat di rumah sakit

dianjurkan pada pasien atau pada keluarganya. Jika pasien menolak perawatan di rumah sakit,

18

Page 19: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

keluarganya harus mengambil tanggungjawab untuk bersama-sama dengan pasien selama 24 jam

sehari.

Menurut Schneiderman, klinisi memiliki beberapa tindakan preventif praktis untuk menghadapi

orang yang ingin bunuh diri: (1) turunkan penderitaan psikologis dengan memodifikasi

lingkungan pasien yang penuh dengan stres, menuliskan bantuan dari pasangan, perusahaan, atau

teman; (2) membangun dukungan yang realistik dengan menyadari bahwa pasien mungkin

memiliki keluhan yang masuk akal; dan (3) menawarkan alternatif terhadap bunuh diri. 4

Dalam rumah sakit mungkin pasien menerima medikasi antidepresan atau antipsikotik sesuai

indikasi. Antidepresan merupakan terapi yang pasti bagi semua pasien yang menampilkan diri

dengan gagasan bunuh diri,2 dimana antidepresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu: 1)

Golongan trisiklik, seperti amitriptylin, imipramine, clomipramine, tianeptine, opipramol; 2)

Golongan tetrasiklik, seperti maproftiline, mianserin, amoxapine; 3) Golongan MAOI-Reversible

(RIMA, reversible inhibitor of monoamine oxidase-A), seperti moclobemide; 4) Golongan

atipikal, seperti trazodone, tianeptine, mirtazepine; 5) Golongan SSRI (selective serotonin

reuptake inhibitor), seperti sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine, citalopram.

Selain mendapat medikasi, di rumah sakit mungkin pasien mendapatkan terapi individual, terapi

kelompok, dan terapi keluarga; dan pasien mendapatkan dukungan sosial rumah sakit dan rasa

aman. Tindakan terapetik lain tergantung pada diagnosis dasar pasien. Terapi elektrokonvulsif

(ECT) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien yang terdepresi parah, yang mungkin

memerlukan beberapa kali pengobatan. 4

Gagasan bunuh diri dari pasien alkoholik biasanya akan membaik dalam beberapa hari dengan

abstinensi. Kebanyakan tak ada terapi spesifik yang perlu diberikan. Bila depresi tetap bertahan

selama gejala abstinensi mereda, dugaan besar adalah gangguan depresi berat. Semua pasien

yang cenderung bunuh diri yang mengalami intoksikasi alkohol atau obat harus dinilai ulang saat

mereka lepas pengaruh alkoholnya.4

Gagasan bunuh diri pada pasien skizofrenia harus diperhatikan secara seius karena mereka

cenderung mempergunakan cara yang keras dan aneh dengan derajat letalitas tinggi. Pasien

dengan gangguan kepribadian akan mengambil manfaat dari bantuan dan konfrontasi empirik,

dan perlu dilanjutkan pendekatan secara rasional, bertanggungjawab pada masalah yang

mencetuskan dan menyebabkan krisis tersebut. Keikutsertaan keluarga atau teman dan

19

Page 20: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

manipulasi lingkungan dapat membantu untuk menyelesaikan krisis yang membawa pasien

untuk bunuh diri. 4

Perawatan pasien jangka panjang dianjurkan bagi kasus dengan kecenderungan mutilasi diri,

namun perawatan inap jangka pendek tidak akan mempengaruhi perilaku yang berulang ini.

Psikoterapi suportif oleh dokter psikiatrik menunjukan perhatian dan dapat menghilangkan

beberapa penderitaan berat yang dilalami pasien. 4

VII.Prognosis

Faktor yang mempengaruhi prognosis ialah: (1) Pasien. Bila pasien dapat menyesuaikan diri

dengan baik dan stres yang menjadi faktor pencetus untuk percobaan bunuh diri cukup besar,

prognosisnya lebih baik. (2) Lingkungan. Bila lingkungan memberi dukungan dan banyak orang

yang memperhatikan penderita serta banyak hal yang dapat memberi arti dalam kehidupan

pasien, maka prognosis akan lebih baik.

Bunuh diri (suiside, suicide) adalah kematian yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan disengaja.

Edwin Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan pembinasaan yang disadari dan

ditimbulkan diri sendiri, dipandang sebagai malaise multidimensional pada kebutuhan individual

yang menyebabkan suatu masalah di mana tindakan dirasakan sebagai pemecahan yang terbaik.

Emile Durkheim membagi bunuh diri menjadi tiga, yaitu bunuh diri egoistik, altruistik, dan

bunuh diri anomik. Menninger menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah pembunuhan yang

diretrofleksikan, pembunuhan yang dibalikan sebagai akibat kemarahan pasien kepada orang

lain, yang dibalikan kepada diri sendiri atau digunakan sebagai pengampunan akan hukuman. Ia

menggambarkan tiga komponen permusuhan dalam bunuh diri, yaitu keinginan untuk

membunuh, keinginan untuk dibunuh, dan keinginan untuk mati.

Penelitian menunjukan bahwa bunuh diri cenderung berjalan di dalam keluarga. Mungkin

terdapat faktor genetik dalam bunuh diri, terutama faktor yang terlibat dalam transmisi gangguan

bipolar I, skizofrenia, dan ketergantungan alkohol–yaitu gangguan mental yang paling sering

disertai oleh bunuh diri. Tetapi suatu faktor genetik untuk bunuh diri mungkin berdiri sendiri

atau sebagai tambahan untuk transmisi genetik dari suatu gangguan mental. Hal ini merupakan

faktor genetik untuk impulsivitas, yang mungkin berhubungan dengan kelainan dalam sistem

serotonin sentral dan neurokimiawi tubuh lainnya.

20

Page 21: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

Dalam menangani pasien yang cenderung bunuh diri merupakan suatu tugas yang penting namun

sulit dilaksanakan. Beberapa peneliti menunjukan bahwa risiko bunuh diri yang berhasil akan

meningkat pada jenis kelamin pria, berkulit putih, umur lanjut, dan isolasi sosial. Pasien dengan

riwayat keluarga percobaan bunuh diri atau bunuh diri yang berhasil membuat resiko makin

tinggi juga, demikian pula pasien dengan nyeri kronis, pembedahan yang baru terjadi, atau

menghidap penyakit fisik kronis. Demikian pula pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, tinggal

sendiri, serta yang mengatur semua masalahnya secara teratur.

Hampir 95% dari semua pasien yang melakukan bunuh diri atau berusaha bunuh diri memiliki

suatu gangguan mental yang terdiagnosis. Gangguan depresif berjumlah 80% dari angka

tersebut, skizofrenia berjumlah 10%, dan demensia atau delirium untuk 5%-nya. Di antara orang-

orang dengan gangguan mental, 25% juga mengalami ketergantungan dengan alkohol dan

memiliki diagnosis ganda.

Dalam menangani pasien bunuh diri diperlukan wawancara khusus tentang masalah dan

keinginan bunuh dirinya sehingga kita dapat menentukan tingkat keletalan dan jenis terapinya.

Disamping itu juga kita dapat menentukan perlu tidaknya pasien untuk di rawat inap atau rawat

jalan.

Penilaian potensi bunuh diri melibatkan penggalian riwayat psikiatrik yang lengkap;

pemeriksaan status mental pasien yang menyeluruh; dan pertanyaan tentang gejala depresif,

pikiran, maksud, rencana, dan usaha bunuh diri. Tidak adanya masa depan, memberikan barang-

barang miliknya, membuat surat wasiat, dan baru mengalami kehilangan  berarti peningkatan

resiko untuk bunuh diri.

Bila terlihat adanya tanda-tanda risiko berat ataupun tanda-tanda bahaya, maka hal bunuh diri

perlu dibicarakan secara terbuka, tetapi bijaksana dengan yang bersangkutan. Perlu pengawasan

yang lebih baik, diberitahukan kepada keluarga yang dekat padanya agar ia membantu

mengawasi, barang dan alat yang sering dipakai untuk melakukan bunuh diri disingkirkan bila

mungkin dan obat yang diberikan jangan terlalu banyak sekaligus.

Pada pasien yang telah melakukan percobaan bunuh diri perlu dibantu lebih lanjut (sesudah

krisis badaniah akibat percobaan itu dapat diatasi) dengan psikoterapi individual atau kelompok,

terapi keluarga, obat-obatan psikotropik, dan bila terdapat depresi yang berat boleh diberi terapi

elektrokonvulsi.

21

Page 22: Standar Operational Procedure Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida

Daftar Pustaka

1. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta:

EGC;1999.h.193-9.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi ke-5.

Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.289-93.

3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengobatan dasar di puskesmas. Jakarta: Depkes RI;

2007.h.125.

4. Muttaqin H, Sihombing RNE. Kaplan & Sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2.

Jakarta: EGC;2010.h.426-33.

5. Muttaqin H, Dany F. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta; EGC;2011.h.181-7.

22